Abstract: This paper aims to look at the depiction of women on the Popular magazine’s covers
since published in 1988 to 2018. The concept of post-feminism is used as a theoretical framework
and semiotic as the method of analysis. The result shows that women are represented in two ways:
sexual objects and sexual subjects. Sexual objects are marked through the sexualized women body
with sexual-passive poses. Furthermore, the depiction of sexual subjects is marked through sexual-
active poses. Provocative and sexually active poses with the pretense of “girl power” are actually
a form of exploitation.
Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk melihat penggambaran perempuan di sampul majalah Popular
dari tahun 1988 hingga 2018. Penelitian ini menggunakan konsep pascafeminisme dan metode
semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan direpresentasikan dalam dua cara,
yaitu objek seksual dan subjek seksual. Objek seksual ditandai melalui tubuh perempuan dengan
pose seksual pasif, sedangkan subjek seksual ditandai melalui pose seksual aktif. Penggambaran
perempuan sebagai subjek seksual tidak lebih baik daripada objek seksual yang diobjektifikasi.
Bentuk-bentuk penggambaran secara provokatif dan seksual aktif dengan pretensi “girl power”
sebenarnya adalah eksploitasi.
Kata Kunci: majalah Popular, objek seksual, pascafeminisme, perempuan, subjek seksual
41
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
Hal yang sama juga ditemukan pada Gill (2007, h. 148) menyatakan bahwa
majalah Popular. Model-model perempuan penggambaran perempuan dari objek seks
ditampilkan percaya diri dengan pose yang menjadi subjek yang berhasrat seksual
lebih seksi dan provokatif. Perasaan malu- telah menjelma menjadi sumber kekuatan
malu dengan senyum manis tidak ada lagi dan dan identitas lewat tubuh yang seksi.
digantikan dengan tatapan mata yang tajam. Tubuh perempuan yang diseksualkan di
Menurut Gill (2003, h. 102), pergeseran media massa menjadi tak terhindarkan dan
penggambaran perempuan ini menunjukkan menjadi instrumen yang powerful, di mana
perempuan sebagai orang yang aktif, mandiri, perempuan bisa menjadi apa saja yang
dan memiliki otonomi seksual. Perubahan diinginkannya, termasuk memilih untuk
tersebut merupakan respons terhadap gerakan punya dada implan, tampil telanjang di
feminism. Gejala ini disebut dengan istilah sampul majalah, atau memaksa diri mereka
pascafeminisme. Katie dan Danfield (dalam kelaparan untuk memperoleh tubuh yang
Sulistyani, 2011, h. 20-21) menyatakan kurus (Hatton & Trautner, 2013, h. 73).
bahwa pascafeminisme sebagai power Menurut Goldman (dalam Gill, 2007,
feminism, yaitu pandangan feminisme yang h. 148-150), penggambaran perempuan yang
mengedepankan emansipasi perempuan untuk terobjektifikasi menjadi tersamarkan karena
meraih kuasa dengan cara mengeluarkan perempuan tersebut ditampilkan sebagai
perempuan dari dominasi patriarki yang subjek seksual yang aktif dan berhasrat,
selama ini menempatkannya sebagai objek. sesuai dengan keinginan mereka untuk
Gerakan pascafeminisme ini telah mengilhami terbebaskan. Ketika perempuan seolah-olah
perempuan untuk mendobrak tatanan-tatanan berkuasa atas tubuhnya, pada saat yang sama
lama dalam masyarakat dan berani keluar media menggunakan bahasa feminis itu untuk
menjadi seseorang yang diinginkannya. menjual tubuh perempuan kepada pembaca
Menurut McRobbie (2009, h. 84- dan pengiklan. Media massa beroperasi
85), salah satu bentuk dari gerakan berdasarkan logika kapitalistik (Hatton &
pascafeminisme yang membebaskan diri Trautner, 2013, h. 74).
dari dominasi laki-laki adalah kebebasan Gill (2003, h. 103-105) menyatakan
seksual. Perempuan kini merayakan tubuh bahwa perubahan penggambaran perem
dan seksualitasnya menurut pilihannya puan menjadi subjek seksual ini perlu
sendiri. Perempuan yang dahulu ditampilkan dicermati secara kritis. Pertama, representasi
malu-malu dan cenderung menjadi objek perempuan sebagai subjek seksual hanya
tatapan laki-laki, kini telah berubah dengan berlaku bagi kategori perempuan tertentu,
tampilan provokatif melalui penonjolan yakni perempuan yang menarik secara
tubuh yang seksi (Goldman dalam Gill, seksual: berkulit putih, langsing, dan cantik.
2007, h. 147). Hal ini mendorong perempuan Mereka yang bertubuh gemuk, keriput, dan
untuk menjadi sosok yang diinginkannya, lebih tua tidak berada pada posisi yang sama
termasuk tampil seksi dan provokatif. sebagai subjek seksual.
42
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
43
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
perempuan dari waktu ke waktu. Berdasarkan Ada tiga tahap proses signifikasi. Tahap
pengamatan, sejak tahun 1988-2018 majalah pertama adalah tahap denotasi, yakni tahap
Popular telah mengubah tagline majalahnya identifikasi relasi penanda (signifier) dan
sebanyak lima kali, yaitu “Mereka Yang petanda (signified) dari sebuah tanda tertentu.
Berprestasi” (1988-1990), “Sport Wear Tahap denotasi ini menjelaskan hubungan
Fashion” (1991-2001), “Entertainment For tanda-tanda yang relevan dan aspek-aspek
Men” (2002-2008), “Talk About Men’s dominan yang merujuk pada tanda yang
World” (2009-2011), “#1 Men’s Magazine dianalisis dari sampul majalah Popular.
in Indonesia” (2011-2014), dan “Every Man Menurut van Zoonen (1994, h. 75), hubungan
Needs a Breaks” (2015-sekarang). Perubahan penanda dan petanda ini tidak sembarang
tagline ini menjadi kriteria bagi peneliti untuk (less arbitrary) karena penjelasan hubungan
memilih sampel dari sampul secara purposive. tersebut dapat menggunakan semiotika Pierce
Sampel yang dipilih dapat mewakili tren yang (ikon, indeks, simbol).
ditampilkan tiap tagline majalah. Alasan
Ikon adalah tanda yang dibuat mirip
peneliti adalah untuk mengantisipasi tren
dengan objek yang dirujuk. Foto dapat
yang mengemuka dalam sampul majalah dan
dikatakan sebagai tanda ikonik karena mereka
bergantung pada jenjang waktu penerbitan
mensimulasikan referen yang sama (Sebeok,
edisi majalah tersebut.
2001, h. 10). Sedangkan indeks adalah tanda
Peneliti menggunakan metode
yang merujuk pada sesuatu yang berkaitan
semiotika sebagai metode analisis untuk
dengan sesuatu yang lain. Indeks ini, misalnya,
membongkar makna tanda pada tubuh
tanda asap berhubungan dengan tanda api.
perempuan dalam sampul majalah ini.
Asap dan api ini disebut sebagai tanda indeks.
Metode semiotika (dalam bahasa Pierce)
Sementara itu, simbol adalah tanda yang
dan semiologi (dalam bahasa de Saussure
berasal dari mana pun dan menjadi rujukan
dan Barthes) adalah kajian tentang makna
apa pun. Ia bisa terdiri dari kata, gerakan
sebuah tanda yang merupakan hasil
yang disepakati dalam komunitas masyarakat
produksi sosial sebuah komunitas tertentu
tertentu, dan menjadi konvensi sosial budaya
(Barthes, 1967, 1973; Fiske, 1990; Hartley,
tertentu.
2002; O’Sullivan, Hartley, Saunders,
Montgomery, & Fiske, 1994). Menurut Tahap kedua adalah tahap konotasi dan
van Zoonen (1994, h. 74) metode ini mitos. Tahap konotasi adalah tahap setelah
populer dalam kajian media feminis karena tanda denotatif. Tahap ini menghubungkan
memfasilitasi peneliti untuk membongkar makna tanda yang ditemukan dari hasil
struktur tanda atas tubuh perempuan identifikasi penanda dan petanda sebelumnya
yang ditampilkan dalam media massa. dengan makna tanda dari hasil interaksi
O’Sullivan, dkk. (1994, h. 287) menyatakan dengan pengguna tanda berdasarkan nilai-
bahwa salah satu hal yang menarik dalam nilai sosial budaya yang berkembang saat
menganalisis struktur tanda adalah “the tanda diproduksi. Nilai-nilai sosial, politik, dan
processes of significations. budaya yang berkembang pada saat majalah
44
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
Popular terbit dapat diamati dari peralihan dan abadi. Hal yang diyakini dalam wicara
pemerintahan Orde Baru ke masa Reformasi hari ini, belum tentu memiliki wicara yang
hingga sekarang ini. Penciptaan realitas sama pada era berikutnya.
tubuh perempuan di sampul majalah Popular Tahap ketiga adalah tahap ideologi.
tentu tidak bisa dilepaskan dari tren yang Fiske dan Hartley (dalam O’Sullivan, dkk.,
mengemuka pada masa itu. Tahap konotasi 1994, h. 289) menyebutkan bahwa hasil
ini memberikan ruang untuk memahami dari pemaknaan konotasi dan mitos juga
bagaimana realitas itu tidak sebatas ditangkap mengandung ideologi. Menurut Barthes (1967,
atau dimediasi, tetapi juga diseleksi oleh awak h. 90), “ideology while connotation becomes
media dan ditampilkan di sampul majalah. natural”. Ideologi tercipta ketika konotasi
O’Sullivan, dkk. (1994, h. 288) menjadi sesuatu yang diterima, dianggap
menjelaskan bahwa mitos adalah tingkatan normal, dan lumrah oleh masyarakat. Hartley
kedua dari tahap konotasi. Mitos tidak kasat (2002, h. 106) menyatakan bahwa makna
mata dan tidak mudah dideteksi. Mitos tumbuh alami itu tidak hanya inheren pada sebuah
subur dalam bentuk wicara melalui wacana. peristiwa atau objek tertentu. Makna peristiwa
Mitos memiliki fungsi ganda, yakni selain dan benda yang dibangun selalu berorientasi
menunjukkan, menjelaskan, dan membuat kita sosial dan selaras dengan kelas, gender, ras,
paham makna tanda, di saat yang sama mitos atau kepentingan lainnya. Ideologi yang
juga memaksakan keberadaannya kepada termanifestasi itu tidak mudah terlihat. Fiske
kita (Barthes, 1973). Mitos adalah sebuah (1990, h. 176) mengatakan bahwa ideologi
upaya menaturalisasi suatu hal kepada kita, bekerja dengan cara menciptakan anggapan
sehingga kita menerimanya sebagai sesuatu umum (common sense) pada tanda yang
yang nyata dan benar, padahal hal tersebut dimunculkan, sehingga masyarakat dengan
sebenarnya merupakan sistem semiologis. mudah menerimanya dan mengamalkannya
Mitos akan berubah seiring dengan sejarah dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada niat
perkembangan manusia karena tidak statis untuk mempertanyakannya.
45
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
46
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
47
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
sampul majalah yang muncul belakangan itu gaya yang sering menangani pemotretan popular
(pop). Karena itulah, Anda tak perlu heran, jika
sudah tidak pernah lagi menampilkan model model-model yang bagus, umumnya wanita
dengan bulu ketiak, termasuk model yang indo. (Rubrik Editorial, majalah Popular, 1997)
ditampilkan di majalah Popular.
Tubuh yang proporsional, wajah cantik,
Penekanan pada bentuk tubuh yang
dan punya rasa percaya diri adalah tiga kriteria
langsing, tatapan tajam, bulu ketiak, dan
penting yang harus dimiliki oleh seorang
latar laut semakin memperjelas makna
model yang tampil di sampul majalah Popular.
bahwa perempuan ideal memiliki bentuk
Kriteria ini juga semakin mengerucutkan
tubuh dan seksualitas yang aktif, modern,
pilihan ideal kepada perempuan indo yang
dan alami. Tubuh yang alami adalah
dianggap sebagai representasi ideal itu
penanda tradisi yang dianggap sebagai
sendiri. Majalah Popular menanamkan
tubuh yang tunduk dan patuh. Menurut
bahwa tubuh perempuan ideal adalah tubuh
Said (1978), alami adalah sebuah mitos
yang seksi, menonjolkan seksualitasnya, dan
eksotis dan tradisional yang ditujukan
indo. Ketika tampil sebagai model sampul,
kepada perempuan pribumi yang disebut
Sophia Latjuba menjadi simbol perempuan
exotic other, untuk menandai oposisi biner
ideal. Majalah Popular melalui representasi
dari kecantikan ideal perempuan Barat.
indo menanamkan ideologi dominan yang
Hal ini ditemukan pada sampul edisi Mei
mengagungkan Barat sebagai ras yang
1999 yang menampilkan Sophia Latjuba.
superior dan ideal.
Sophia Latjuba dalam sampul tersebut
digambarkan tampak telanjang dan tidak ada Penggambaran perempuan pada
penonjolan bagian tubuh yang provokatif edisi 2000-2018 tidak berbeda jauh
dibandingkan pada sampul-sampul majalah dari sebelumnya. Perbedaannya adalah
Popular di era 2000-an. Ideologi yang penonjolan bagian-bagian tubuh yang tidak
diciptakan oleh majalah Popular adalah hanya dimaknai secara sensual, tetapi lebih
ketelanjangan Sophia Latjuba sebagai berani dan tegas sebagai perempuan seksual.
perempuan berdarah Eropa (indo) yang Sarah Azhari pada edisi Januari 2004,
menawarkan kompleksitas tentang budaya misalnya, secara konotatif menampilkan
representasi dalam citra positif. Rubrik ekspresi percaya diri, provokatif, dan
editorial majalah Popular edisi September sensual. Rasa percaya diri ditandai oleh
1997 menyebutkan bahwa model yang ekspresi wajah yang tegas, tatapan mata
ditampilkan dipilih berdasarkan kriteria- yang tinggi, dan tubuh yang condong ke
kriteria tertentu: depan. Sikap tubuh yang provokatif dan
Tidak semua model berwajah cantik bisa dan sensual ditandai dengan bibir yang terbuka,
memenuhi syarat untuk foto dengan pakaian menonjolkan bagian dada, perut, lengan
renang, sebab tubuhnya harus proporsional dan
punya rasa percaya diri yang besar. “Susahnya, dan rambut yang basah.
struktur tubuh Asia, pada umumnya kurang
bagus. Belum lagi memelihara tubuh belum jadi
Penggambaran perempuan dalam rentang
bagian hidup,” kata Cintya Lumanauw, pengarah edisi tersebut juga menampilkan Novi Billgie
48
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
Purwono pada edisi Agustus 2009. Bagian Sementara itu, Ayu Aulia yang tampil
tubuhnya terbentuk karena penggunaan pada edisi Agustus 2015 ditampilkan
pakaian renang yang menonjolkan payudara, maskulin. Hal ini ditandai dengan tato rajah
bahu, perut, dan paha. Rambutnya yang hitam pada bagian tubuh. Terdapat empat tato di
bergelombang diurai ke sisi kanan hingga tubuh sang model: dua berada pada lengan
menutupi sebagian payudara kanannya. kanan, satu pada lengan kiri, dan satu lagi
Tatapan matanya tajam mengarah pada mata pada bagian dada kiri atas. Tanda maskulin
kamera. Bibirnya sedikit terbuka dengan lain yang ditunjukkan adalah sebuah
gincu berwarna nude peach. Tubuhnya agak tongkat yang dipegang oleh Ayu Aulia.
menonjolkan bagian dada ke depan. Bagian Secara konotatif, ekspresi percaya
wajah, tatapan mata yang tajam, dan bibir yang diri, provokatif, dan seksual menggiring
sedikit terbuka mengarah pada pemaknaan pemaknaan pada citra tubuh yang tak hanya
tegas akan perempuan yang seksi. seksi, tetapi juga sensual. Penggambaran
Pada edisi Desember 2012, penggam subjek seksual ini juga semakin ditegaskan
baran perempuan ditunjukkan melalui gaya melalui teks-teks majalah tersebut. Majalah
Tina Toon. Tina Toon tampil dengan busana Popular edisi Januari 2004, misalnya,
kimono berwarna merah dan gaya rambut menampilkan teks “Sex in the water: Dari
yang mirip perempuan tradisional Tiongkok. Variasi, Kenikmatan & Kesehatan”, “Seks
Kimono berwarna merah tampak kontras Tanpa Status”, dan “Mami-mami Online”;
dengan latar hitam sampulnya, sehingga me edisi Agustus 2009 menampilkan teks
nonjolkan tubuh Tina Toon, terutama bagian “Selingkuh Awas Mengintai”, “Mengintip
tulang selangka, dada, dan paha. Gerakan Bisnis Mucikari Kakap”, serta “Do You
tangannya tampak sedang menarik bagian Have A Unique ‘Bird’ Tentukan Posisi
kerah kimononya, sehingga menghasilkan Bercinta Anda”; dan edisi Agustus 2015
performa seksual yang menggoda. yang menampilkan teks “Sensasi No Bra di
Teras little Tokyo” dan “Durasi, Irama, dan
Waktu Terbaik Bercinta”.
Tanda perempuan dan teks-teks seksual
yang muncul di sampul ini adalah tanda
yang mengarah pada mitos kenikmatan
laki-laki. Perempuan dan seks adalah dua
hal yang menjadi objek hiburan laki-laki.
Dalam sampul majalah Popular, Sarah
Azhari, Novi Billgie Purwono, Tina Toon,
dan Ayu Aulia tidak ditampilkan dalam
pose yang pasif melainkan aktif, berani,
provokatif, dan maskulin. Asumsinya
Gambar 3 Pose Tina Toon
Sumber: Sampul Majalah Popular Edisi Desember 2012 adalah ada upaya membalikkan anggapan
49
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
umum yang menempatkan laki-laki sebagai Perempuan pada periode ini diharapkan
penguasa seks dan perempuan. Seksualitas menjadi perempuan yang berprestasi dan
perempuan dijadikan sebagai kekuatan bermoral, bukan sebaliknya.
dan senjata. Seksualitas perempuan Implikasi menjadi perempuan tidak
adalah milik perempuan itu sendiri. Tabu- bermoral cukup pelik pada periode ini
tabu seksual yang dipelihara masyarakat (Brenner 1999, h. 33). Perempuan diberi
pada periode sebelumnya yang menyebut beban tanggung jawab untuk menjaga
perilaku tersebut sebagai perilaku tidak moral bangsa, mendidik anak, serta
bermoral tampaknya tidak berlaku lagi. menjaga martabat suami dan keluarga.
Pandangan ini termanifestasi melalui
PEMBAHASAN
ideologi konco wingking yang dilegitimasi
Hasil analisis terhadap sampul melalui organisasi perempuan, seperti
majalah Popular periode tahun 1988- Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, dan
2018 menunjukkan bahwa perempuan di Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
gambarkan sebagai objek dan subjek (Rahayu, 2004, h. 426; Suryakusuma, 1998,
seksual. Sampul-sampul yang menunjukkan h. 113). Media mereproduksi ideologi
perempuan sebagai objek seksual ditemukan ini untuk mengontrol perempuan sebagai
pada edisi 1988-1999, sementara edisi 2000- objek sasaran kebijakan dan menjadi objek
an menampilkan perempuan sebagai subjek kenikmatan seksual.
seksual. Penggambaran perempuan sebagai Penggambaran perempuan pada
objek seksual ditandai melalui representasi edisi 1992-an menunjukkan penonjolan
pose seksual pasif, penonjolan lekuk tubuh, tubuh seksual perempuan yang berbeda
tatapan mata malu-malu, dan bibir yang daripada periode sebelumnya. Berdasarkan
tersenyum. Ekspresi tersenyum dominan pengamatan, konsep pakaian renang mulai
ditemukan pada model yang ditampilkan pada digunakan oleh majalah Popular sejak
sampul edisi 1988-1991. Hal ini, misalnya, 1991. Konsep ini juga telah digunakan
ditemukan pada sampul yang menampilkan sejumlah majalah pria yang terbit pada
Nike Ardilla pada edisi Desember 1990 dan 1980-an (Junaedhie, 1995; Lesmana, 1995).
Ayu Azhari pada edisi November 1991. Konsep ini masih menjadi tren di majalah-
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa majalah pria hingga saat ini. Penggunaan
perempuan dalam sampul majalah Popular pakaian renang telah mendorong perubahan
tetap diobjektifikasi kendati mereka tidak pemilihan latar gambar yang banyak
ditampilkan secara seksual. Objektifikasi mengambil lokasi di kolam renang atau
ini terlihat melalui penonjolan bagian- pantai. Hal ini untuk menghindari teguran
bagian tubuh tertentu, seperti belahan dari Departemen Penerangan (istilah yang
dada, paha, dan lekukan tubuh, sehingga digunakan pada masa Orde Baru) yang
menciptakan citra perempuan seksi dan menginstruksikan pengelola majalah agar
menjadi objek sasaran moral bangsa. tidak memublikasikan materi pornografi.
50
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
51
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
seksual dan provokatif sebagai bagian dari tagline “Entertainment For Men”, “Talk
properti tubuh (Gill 2003; 2007) melalui About Men’s World”, “#1 Men’s Magazine
maskulinitas tubuh feminin (McRobbie in Indonesia”, serta “Every Man Needs a
2004; 2009). Ekspresi semacam inilah yang Breaks” dan perempuan menjadi bagian
mengarah pada pemaknaan tubuh seksual dari dunia tersebut. Menurut Laura dalam
yang merujuk pada penciptaan perempuan Handajani (2010, h. 160), “man cannot
sebagai subjek seksual (Gill, 2003, h. 101- bear the burden of objectification”.
103). Handajani (2010, h. 160-161) berargumen
Terkait maskulinitas tubuh feminin, karena laki-laki tidak mampu menanggung
istilah maskulin biasanya diasosiasikan beban objektifikasi tersebut, maka laki-laki
dengan laki-laki (Rubin, 1997). Identitas memerlukan bentuk ekspresi kekuasaan
gender maskulin mendefinisikan laki-laki dan dominasinya terhadap perempuan.
sebagai makhluk yang perkasa, sensual, Representations of sexualized women in
these magazines contribute to a discourse of
dan rasional. Maskulinitas dalam analisis male agency in the Indonesia socio-political
ini disimbolkan lewat aksi survival, tato, context. Male agency in this case is a reaction
from a subordinated group of men to express
perang, dan senjata (tongkat). Tanda-tanda their male power by using women as the tokens
ini memitoskan identitas gender feminin of their power. (Handajani, 2010, h. 160-161)
52
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
53
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
tubuh ideal akan terus menghantui, baik ----------. (2007). Postfeminist media culture:
secara fisik maupun psikologis perempuan. Elements of a sensibility. European Journal of
Cultural Studies, 10(2), 147-166.
Ketiga, jebakan mitos kecantikan lewat
Handajani, S. (2010). Selling alternative masculinities:
tubuh seksual tersebut merupakan bentuk
Representations of masculinities in Indonesia
pendisiplinan baru bagi tubuh perempuan. men’s lifestyle magazine. Disertasi Doktoral.
Penggambaran perempuan sebagai Tidak Diterbitkan. Universitas Western Australia,
Australia.
subjek seksual bukan untuk memperjuangkan
Handajani, S. (2014). Let’s judge a magazine by
perempuan menjadi berkuasa dan mandiri.
its cover: A textual analysis of the covers of
Media tidak benar-benar memberikan
Gadis. Jurnal Wacana, 15(1), 87-103.
kekuasaan bagi perempuan. Hal ini tidak Hatton, E., & Trautner, M. N. (2013). Images of
bisa dilepaskan dari cara kerja media yang powerful women in the age of ‘choice feminism’.
berdasarkan logika kapitalistik-patriarki. Journal of Gender Studies, 22(1), 65–78.
Majalah Popular sebagai majalah pria Hartley, J. (2002). Communication, cultural and
yang masih bertahan di Indonesia perlu media studies, the key concept (3rd). London,
UK: Routledge.
mengevaluasi dan melakukan autokritik pada
Hooper, B. (2014). Natural beauty new photo
pilihan-pilihan penggambaran perempuan
project. Therealbenhopper.com. <http://blog.
di sampulnya. Majalah Popular tidak hanya therealbenhopper.com/2014/04/08/natural-
mengobjektifikasi, tetapi menampikan bentuk- beauty-new-photo-project/>
bentuk penggambaran secara provokatif dan Junaedhie, K. (1995). Rahasia dapur majalah di
seksual aktif dengan pretensi girl power yang Indonesia. Jakarta, Indonesia: Gramedia
Pustaka Utama.
sebenarnya adalah eksploitasi.
Lesmana, T. (1995). Pornografi dalam media
DAFTAR RUJUKAN massa. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
McRobbie, A. (2004). Postfeminism and popular
Barthes, R. (1967). Elemens of semiology. London,
culture. Feminist Media Studies, 4(3), 255-264.
UK: Jonathan Cape.
----------------. (2009). The aftermath of feminism:
-------------. (1973). Mythologies. London, UK:
Gender, culture and cocial change. London,
Paladin Grafton.
UK: Sage Publication Ltd.
Berger, J. (1972). The ways of seeing. London, UK:
O’Sullivan, T., Hartley, J., Saunders, D.,
British Broadcasting Corporations.
Montgomery, M, & Fiske, J. (1994). Key
Bourdieu, P. (2001). Masculine domination. Standford, concepts in communication and cultural
California: Stanford University Press. studies (eds). London, UK: Routledge.
Brenner, S. (1999). On public intimacy of the Rahayu, R. I. (2004). Politik gender Orde Baru:
New Order: Images of women in the popular Tinjauan organisasi perempuan sejak 1980-
Indonesian print media. Indonesia, 67, 13-37. an. Dalam Liza Hadiz, Perempuan dalam
Fiske, J. (1990). Introducation to communication wacana politik Orde Baru (h. 421-449). Jakarta,
studies. London & New York, NY: Rotledge. Indonesia: LP3ES.
Gill, R. (2003). From sexual objectification to Rubin, G. (1997). The traffic in women. Dalam
sexual subjectification: The resexualisation of Linda Nicholson, The second wave. A reader
women’s bodies in the media. Feminist Media in feminist theory (p. 157-210). New York,
Studies, 3(1), 100-106. NY: Routledge.
54
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...
Said, E. W. (1978). Orientalism. London and Suryakusuma, J. (1998). Beban muskil majalah
Henley, UK: Routledge & Kegan Paul. wanita. Dalam Idi Subandi Ibrahim dan
Sebeok, T. A. (2001). Signs: An introduction to Hanif Suranto, Wanita dan media: Konstruksi
semiotics (2nd). New York, NY: Random ideologi gender dalam ruang publik Orde
House Inc. Baru (h. 112-115). Bandung, Indonesia:
Sulistyani, H. D. (2011). Korban dan kuasa di dalam Remaja Rosda Karya.
kajian kekerasan terhadap perempuan. Jurnal Van Zoonen, L. (1994). Feminist media studies.
Forum, 39 (2), 20-24. London, UK: Sage Publication Ltd.
55
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56
56