Anda di halaman 1dari 16

Penggambaran Perempuan di Majalah Popular 1988-2018

Formas Juitan Lase


Universitas Kristen Indonesia
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2, Cawang, Jakarta 13630
Email: formas.juitan@uki.ac.id

Abstract: This paper aims to look at the depiction of women on the Popular magazine’s covers
since published in 1988 to 2018. The concept of post-feminism is used as a theoretical framework
and semiotic as the method of analysis. The result shows that women are represented in two ways:
sexual objects and sexual subjects. Sexual objects are marked through the sexualized women body
with sexual-passive poses. Furthermore, the depiction of sexual subjects is marked through sexual-
active poses. Provocative and sexually active poses with the pretense of “girl power” are actually
a form of exploitation.

Keywords: feminine body, Popular magazine, post-feminism, sexualization of women

Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk melihat penggambaran perempuan di sampul majalah Popular
dari tahun 1988 hingga 2018. Penelitian ini menggunakan konsep pascafeminisme dan metode
semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan direpresentasikan dalam dua cara,
yaitu objek seksual dan subjek seksual. Objek seksual ditandai melalui tubuh perempuan dengan
pose seksual pasif, sedangkan subjek seksual ditandai melalui pose seksual aktif. Penggambaran
perempuan sebagai subjek seksual tidak lebih baik daripada objek seksual yang diobjektifikasi.
Bentuk-bentuk penggambaran secara provokatif dan seksual aktif dengan pretensi “girl power”
sebenarnya adalah eksploitasi.

Kata Kunci: majalah Popular, objek seksual, pascafeminisme, perempuan, subjek seksual

Majalah Popular menggunakan perempuan dengan teks seksual di sampul majalah


sebagai materi majalahnya sejak edisi tersebut, seperti: “Seks Multi Partner”,
perdana pada 18 Februari 1988. Pada “Order ABG Virgin”, “Seks Macan Wanita
edisi tersebut, model Camelia Malik EsTeWe”, dan “Seks Tukar Tambah”.
masih ditampilkan dengan pakaian yang Brenner (1999, h. 21) mengatakan bahwa
sopan. Pada tahun 1991, majalah Popular telah terjadi perubahan yang menunjukkan
memunculkan konsep model dan pakaian gerakan-gerakan berbeda pada sampul
renang yang dianggap vulgar dan porno. majalah Femina tahun 1970-an. Seorang
Modelnya tersegmentasi pada kalangan ibu, anak perempuan, atau model yang
selebritas, yaitu aktris sinetron dan film, sebelumnya ditampilkan dalam pakaian yang
pedangdut, penyanyi, dan model. Mereka sopan dengan tatapan mata jauh ke depan
ditampilkan setengah telanjang dengan dan senyum manis di bibir berubah menjadi
pose yang seksi. Pose seksi itu dikuatkan provokatif dan seksi di sekitar tahun 1990-an.

41
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

Hal yang sama juga ditemukan pada Gill (2007, h. 148) menyatakan bahwa
majalah Popular. Model-model perempuan penggambaran perempuan dari objek seks
ditampilkan percaya diri dengan pose yang menjadi subjek yang berhasrat seksual
lebih seksi dan provokatif. Perasaan malu- telah menjelma menjadi sumber kekuatan
malu dengan senyum manis tidak ada lagi dan dan identitas lewat tubuh yang seksi.
digantikan dengan tatapan mata yang tajam. Tubuh perempuan yang diseksualkan di
Menurut Gill (2003, h. 102), pergeseran media massa menjadi tak terhindarkan dan
penggambaran perempuan ini menunjukkan menjadi instrumen yang powerful, di mana
perempuan sebagai orang yang aktif, mandiri, perempuan bisa menjadi apa saja yang
dan memiliki otonomi seksual. Perubahan diinginkannya, termasuk memilih untuk
tersebut merupakan respons terhadap gerakan punya dada implan, tampil telanjang di
feminism. Gejala ini disebut dengan istilah sampul majalah, atau memaksa diri mereka
pascafeminisme. Katie dan Danfield (dalam kelaparan untuk memperoleh tubuh yang
Sulistyani, 2011, h. 20-21) menyatakan kurus (Hatton & Trautner, 2013, h. 73).
bahwa pascafeminisme sebagai power Menurut Goldman (dalam Gill, 2007,
feminism, yaitu pandangan feminisme yang h. 148-150), penggambaran perempuan yang
mengedepankan emansipasi perempuan untuk terobjektifikasi menjadi tersamarkan karena
meraih kuasa dengan cara mengeluarkan perempuan tersebut ditampilkan sebagai
perempuan dari dominasi patriarki yang subjek seksual yang aktif dan berhasrat,
selama ini menempatkannya sebagai objek. sesuai dengan keinginan mereka untuk
Gerakan pascafeminisme ini telah mengilhami terbebaskan. Ketika perempuan seolah-olah
perempuan untuk mendobrak tatanan-tatanan berkuasa atas tubuhnya, pada saat yang sama
lama dalam masyarakat dan berani keluar media menggunakan bahasa feminis itu untuk
menjadi seseorang yang diinginkannya. menjual tubuh perempuan kepada pembaca
Menurut McRobbie (2009, h. 84- dan pengiklan. Media massa beroperasi
85), salah satu bentuk dari gerakan berdasarkan logika kapitalistik (Hatton &
pascafeminisme yang membebaskan diri Trautner, 2013, h. 74).
dari dominasi laki-laki adalah kebebasan Gill (2003, h. 103-105) menyatakan
seksual. Perempuan kini merayakan tubuh bahwa perubahan penggambaran perem­
dan seksualitasnya menurut pilihannya puan menjadi subjek seksual ini perlu
sendiri. Perempuan yang dahulu ditampilkan dicermati secara kritis. Pertama, representasi
malu-malu dan cenderung menjadi objek perempuan sebagai subjek seksual hanya
tatapan laki-laki, kini telah berubah dengan berlaku bagi kategori perempuan tertentu,
tampilan provokatif melalui penonjolan yakni perempuan yang menarik secara
tubuh yang seksi (Goldman dalam Gill, seksual: berkulit putih, langsing, dan cantik.
2007, h. 147). Hal ini mendorong perempuan Mereka yang bertubuh gemuk, keriput, dan
untuk menjadi sosok yang diinginkannya, lebih tua tidak berada pada posisi yang sama
termasuk tampil seksi dan provokatif. sebagai subjek seksual.

42
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Kedua, perempuan yang menjadi Van Zoonen (1994) mengatakan


subjek seksual selalu takut kehilangan bahwa media massa mampu mengonstruksi
hal-hal yang menjadikannya superior, dunia imajinasi melalui mitos-mitos yang
yakni wajah cantik, kulit putih, dan diciptakan oleh masyarakat, menjadikan
kemudaan. Hal yang paling menakutkan realitas tertentu yang diterima oleh
bagi perempuan adalah penuaan dan berat masyarakat sebagai sebuah kebenaran,
badan. Perempuan terjebak dalam mitos serta memproduksi dan mereproduksi
kecantikan itu sendiri ketika menjadi ideologi dominan. Media massa tidak bisa
subjek. Mitos kecantikan ini menyerang dipisahkan dari agenda politik, ekonomi,
perempuan secara fisik dan psikologis. dan sosiokultural masyarakat sebab media
Ketiga, perempuan memiliki kebebasan massa memiliki relasi sepadan dengan
untuk memilih dan memuaskan diri sendiri elemen-elemen tersebut. Media mampu
ketika menjadi subjek seksual. Perempuan mendorong perempuan meraih kekuasaan
menjadi agen yang mengobjektifikasi dan mengakomodasi kesadaran itu di ruang-
secara bebas diri mereka sendiri dalam ruang media dan di sisi lain berpretensi
media. Otonomi yang dimiliki perempuan sebagai agen modernisasi feminis alih-alih
membebaskan dirinya dari ketidaksetaraan eksploitasi (Gill, 2007, h. 147-149).
atau ketimpangan kekuasaan dan perempuan Artikel ini menganalisis penggambaran
pun dapat menggunakan kecantikannya untuk perempuan di sampul majalah Popular
membuat mereka merasa nyaman. Kecantikan sejak diterbitkan tahun 1988 hingga 2018.
menjadi bentuk pendisiplinan baru terhadap Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
tubuh perempuan ketika perempuan merasa perubahan penggambaran perempuan dari
bebas dari ketidaksetaraan melalui kecantikan. tahun ke tahun, sehingga pembaca bisa
Perempuan harus putih, cantik, dan langsing memahami penggambaran perempuan
agar bisa tetap merasa menjadi subjek yang sebagai representasi perempuan ideal
berkuasa. dalam masyarakat.
Kekuasaan yang dimiliki perempuan
METODE
melalui kecantikan adalah lingkaran
penindasan dan pendisiplinan baru terhadap Penelitian ini menggunakan paradigma
tubuh perempuan itu sendiri. Menurut Gill kritis dengan pendekatan kualitatif. Data
(2003, h. 106) perubahan perempuan dari primer yang digunakan adalah sampul majalah
objek seksual ke subjek seksual adalah Popular sejak tahun 1988 hingga 2018.
perubahan “from an external male judging Pemilihan edisi sampul majalah Popular ini
gaze to a self-policing narcissistic gaze”, di dilakukan menggunakan teknik purposive
mana seharusnya perempuan membebaskan atau judgemental sampling. Menurut
diri dari objektifikasi tatapan laki-laki, namun peneliti, teknik ini memungkinkan peneliti
justru menjebak dirinya pada pendisiplinan untuk memilih sampul sesuai dengan tujuan
baru yang datang dari dirinya sendiri. penelitian, yaitu melihat penggambaran tubuh

43
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

perempuan dari waktu ke waktu. Berdasarkan Ada tiga tahap proses signifikasi. Tahap
pengamatan, sejak tahun 1988-2018 majalah pertama adalah tahap denotasi, yakni tahap
Popular telah mengubah tagline majalahnya identifikasi relasi penanda (signifier) dan
sebanyak lima kali, yaitu “Mereka Yang petanda (signified) dari sebuah tanda tertentu.
Berprestasi” (1988-1990), “Sport Wear Tahap denotasi ini menjelaskan hubungan
Fashion” (1991-2001), “Entertainment For tanda-tanda yang relevan dan aspek-aspek
Men” (2002-2008), “Talk About Men’s dominan yang merujuk pada tanda yang
World” (2009-2011), “#1 Men’s Magazine dianalisis dari sampul majalah Popular.
in Indonesia” (2011-2014), dan “Every Man Menurut van Zoonen (1994, h. 75), hubungan
Needs a Breaks” (2015-sekarang). Perubahan penanda dan petanda ini tidak sembarang
tagline ini menjadi kriteria bagi peneliti untuk (less arbitrary) karena penjelasan hubungan
memilih sampel dari sampul secara purposive. tersebut dapat menggunakan semiotika Pierce
Sampel yang dipilih dapat mewakili tren yang (ikon, indeks, simbol).
ditampilkan tiap tagline majalah. Alasan
Ikon adalah tanda yang dibuat mirip
peneliti adalah untuk mengantisipasi tren
dengan objek yang dirujuk. Foto dapat
yang mengemuka dalam sampul majalah dan
dikatakan sebagai tanda ikonik karena mereka
bergantung pada jenjang waktu penerbitan
mensimulasikan referen yang sama (Sebeok,
edisi majalah tersebut.
2001, h. 10). Sedangkan indeks adalah tanda
Peneliti menggunakan metode
yang merujuk pada sesuatu yang berkaitan
semiotika sebagai metode analisis untuk
dengan sesuatu yang lain. Indeks ini, misalnya,
membongkar makna tanda pada tubuh
tanda asap berhubungan dengan tanda api.
perempuan dalam sampul majalah ini.
Asap dan api ini disebut sebagai tanda indeks.
Metode semiotika (dalam bahasa Pierce)
Sementara itu, simbol adalah tanda yang
dan semiologi (dalam bahasa de Saussure
berasal dari mana pun dan menjadi rujukan
dan Barthes) adalah kajian tentang makna
apa pun. Ia bisa terdiri dari kata, gerakan
sebuah tanda yang merupakan hasil
yang disepakati dalam komunitas masyarakat
produksi sosial sebuah komunitas tertentu
tertentu, dan menjadi konvensi sosial budaya
(Barthes, 1967, 1973; Fiske, 1990; Hartley,
tertentu.
2002; O’Sullivan, Hartley, Saunders,
Montgomery, & Fiske, 1994). Menurut Tahap kedua adalah tahap konotasi dan
van Zoonen (1994, h. 74) metode ini mitos. Tahap konotasi adalah tahap setelah
populer dalam kajian media feminis karena tanda denotatif. Tahap ini menghubungkan
memfasilitasi peneliti untuk membongkar makna tanda yang ditemukan dari hasil
struktur tanda atas tubuh perempuan identifikasi penanda dan petanda sebelumnya
yang ditampilkan dalam media massa. dengan makna tanda dari hasil interaksi
O’Sullivan, dkk. (1994, h. 287) menyatakan dengan pengguna tanda berdasarkan nilai-
bahwa salah satu hal yang menarik dalam nilai sosial budaya yang berkembang saat
menganalisis struktur tanda adalah “the tanda diproduksi. Nilai-nilai sosial, politik, dan
processes of significations. budaya yang berkembang pada saat majalah

44
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Popular terbit dapat diamati dari peralihan dan abadi. Hal yang diyakini dalam wicara
pemerintahan Orde Baru ke masa Reformasi hari ini, belum tentu memiliki wicara yang
hingga sekarang ini. Penciptaan realitas sama pada era berikutnya.
tubuh perempuan di sampul majalah Popular Tahap ketiga adalah tahap ideologi.
tentu tidak bisa dilepaskan dari tren yang Fiske dan Hartley (dalam O’Sullivan, dkk.,
mengemuka pada masa itu. Tahap konotasi 1994, h. 289) menyebutkan bahwa hasil
ini memberikan ruang untuk memahami dari pemaknaan konotasi dan mitos juga
bagaimana realitas itu tidak sebatas ditangkap mengandung ideologi. Menurut Barthes (1967,
atau dimediasi, tetapi juga diseleksi oleh awak h. 90), “ideology while connotation becomes
media dan ditampilkan di sampul majalah. natural”. Ideologi tercipta ketika konotasi
O’Sullivan, dkk. (1994, h. 288) menjadi sesuatu yang diterima, dianggap
menjelaskan bahwa mitos adalah tingkatan normal, dan lumrah oleh masyarakat. Hartley
kedua dari tahap konotasi. Mitos tidak kasat (2002, h. 106) menyatakan bahwa makna
mata dan tidak mudah dideteksi. Mitos tumbuh alami itu tidak hanya inheren pada sebuah
subur dalam bentuk wicara melalui wacana. peristiwa atau objek tertentu. Makna peristiwa
Mitos memiliki fungsi ganda, yakni selain dan benda yang dibangun selalu berorientasi
menunjukkan, menjelaskan, dan membuat kita sosial dan selaras dengan kelas, gender, ras,
paham makna tanda, di saat yang sama mitos atau kepentingan lainnya. Ideologi yang
juga memaksakan keberadaannya kepada termanifestasi itu tidak mudah terlihat. Fiske
kita (Barthes, 1973). Mitos adalah sebuah (1990, h. 176) mengatakan bahwa ideologi
upaya menaturalisasi suatu hal kepada kita, bekerja dengan cara menciptakan anggapan
sehingga kita menerimanya sebagai sesuatu umum (common sense) pada tanda yang
yang nyata dan benar, padahal hal tersebut dimunculkan, sehingga masyarakat dengan
sebenarnya merupakan sistem semiologis. mudah menerimanya dan mengamalkannya
Mitos akan berubah seiring dengan sejarah dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada niat
perkembangan manusia karena tidak statis untuk mempertanyakannya.

Gambar 1 Proses Signifikasi


Sumber: O’Sullivan, dkk. (1994, h. 288)

45
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

HASIL akan membuat orang hamil. Mengasosiasikan


Salah satu hal yang dominan ditemukan berciuman sama dengan bersenggama
pada sampul majalah Popular periode 1988- adalah mitos. Dalam sampul ini, orang yang
1991 adalah penggambaran perempuan berprestasi dikonstruksi sebagai orang yang
dalam pose yang menunjukkan lekuk tabu melakukan tindakan seksual, seperti
tubuh yang seksi, namun berpakaian sopan. berciuman dan hamil. Perempuan berprestasi
Majalah ini menampilkan perempuan- adalah perempuan yang bermoral.
perempuan muda seperti Paramita Rusady, Pada periode 1992 hingga 1999,
Nike Ardilla, dan Ayu Azhari yang sedang penggambaran perempuan di sampul majalah
populer pada masa itu. Kepopulerannya ini Popular mulai bergeser dari bermoral dan
diafirmasi pada tulisan dalam kotak merah di seksi ke sensual. Perempuan ditampilkan
sudut kanan bawah dalam majalah Popular dengan pose tubuh yang seksi, postur badan
edisi Desember 1990 tentang “Nominasi yang tegak atau meliuk, mukanya sedikit
Artis Terpopular 1990/1991”. Nike Ardilla, menunduk, wajahnya tegas, dan tatapan
misalnya, tampak tersenyum dengan mata melirik atau menoleh ke kamera dan dari
yang sayu saat melihat ke kamera. Ayu kamera. Pada periode ini, ekspresi tersenyum
Azhari pun tampak tersenyum lebar dan mulai memudar. Penggunaan pakaian renang
menunjukkan gigi. Ketiganya mengenakan cukup dominan dan ikut membentuk lekuk
baju yang cukup sopan, namun sama-sama tubuh, kulit, dan ketiak perempuan.
membentuk lekukan, sehingga menonjolkan Salah satu tanda yang menarik pada
bagian tubuh mereka yang seksi. penggambaran ini adalah bulu ketiak yang
Kesopanan tampaknya digunakan dibiarkan muncul dalam sampul. Bulu
untuk mengafirmasi tagline “Mereka yang ketiak yang ditampilkan Djenar Maesa
Berprestasi” yang diusung majalah Popular. Ayu pada sampul edisi Oktober 1993,
Tagline ini diidentikkan oleh majalah Popular memediasi tren sejak 1970 hingga 1990-
dengan kesuksesan, baik secara kepopuleran an yang turut dipopulerkan oleh salah satu
maupun materi, dan tetap menjaga kesopanan. aktris film Indonesia, Eva Arnaz, dalam
Makna berprestasi selain berpakaian sopan filmnya berjudul “Maju Kena Mundur
adalah menjadi perempuan bermoral. Hal Kena”. Bulu ketiak kemudian dikenal pada
ini ditunjukkan dengan teks, “Paramitha massa itu sebagai simbol gairah seksual.
Rusady: Itu Bukan Ciuman Birahi” (edisi Menurut Hooper (2014), seorang
Juli 1988), “Kathleen Turner: Saya Bukan fotografer asal Inggris, bulu ketiak pada tubuh
Perempuan Jalang” (edisi Juli 1988), “Nike perempuan menegaskan kecantikan yang
Ardilla Ogah Ciuman, Takut Hamil” (edisi alami. Dalam perkembangan tren kecantikan
Desember 1990). Citra berprestasi adalah menjelang tahun 2000-an, bulu ketiak
citra yang positif, sedangkan berciuman, mulai dianggap mengganggu penampilan
perempuan jalang, birahi, dan hamil adalah perempuan. Bulu ketiak diharamkan muncul
citra yang negatif. Berciuman tentu tidak dan dipamerkan di muka umum. Sampul-

46
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Paramitha Rusady Nike Ardilla Ayu Azhari


Juli 1988 Desember 1990 November 1991

Djenar Maesa Ayu Keke Suryo Sophia Latjuba


Oktober 1993 Maret 1995 Juli, 1999

Sarah Azhari Novi Billgie Purwono Ayu Aulia


Januari 2004 Agustus 2009 Agustus 2015

Gambar 2 Ragam Sampul Majalah Popular


Sumber: Majalah Popular Berbagai Edisi

47
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

sampul majalah yang muncul belakangan itu gaya yang sering menangani pemotretan popular
(pop). Karena itulah, Anda tak perlu heran, jika
sudah tidak pernah lagi menampilkan model model-model yang bagus, umumnya wanita
dengan bulu ketiak, termasuk model yang indo. (Rubrik Editorial, majalah Popular, 1997)
ditampilkan di majalah Popular.
Tubuh yang proporsional, wajah cantik,
Penekanan pada bentuk tubuh yang
dan punya rasa percaya diri adalah tiga kriteria
langsing, tatapan tajam, bulu ketiak, dan
penting yang harus dimiliki oleh seorang
latar laut semakin memperjelas makna
model yang tampil di sampul majalah Popular.
bahwa perempuan ideal memiliki bentuk
Kriteria ini juga semakin mengerucutkan
tubuh dan seksualitas yang aktif, modern,
pilihan ideal kepada perempuan indo yang
dan alami. Tubuh yang alami adalah
dianggap sebagai representasi ideal itu
penanda tradisi yang dianggap sebagai
sendiri. Majalah Popular menanamkan
tubuh yang tunduk dan patuh. Menurut
bahwa tubuh perempuan ideal adalah tubuh
Said (1978), alami adalah sebuah mitos
yang seksi, menonjolkan seksualitasnya, dan
eksotis dan tradisional yang ditujukan
indo. Ketika tampil sebagai model sampul,
kepada perempuan pribumi yang disebut
Sophia Latjuba menjadi simbol perempuan
exotic other, untuk menandai oposisi biner
ideal. Majalah Popular melalui representasi
dari kecantikan ideal perempuan Barat.
indo menanamkan ideologi dominan yang
Hal ini ditemukan pada sampul edisi Mei
mengagungkan Barat sebagai ras yang
1999 yang menampilkan Sophia Latjuba.
superior dan ideal.
Sophia Latjuba dalam sampul tersebut
digambarkan tampak telanjang dan tidak ada Penggambaran perempuan pada
penonjolan bagian tubuh yang provokatif edisi 2000-2018 tidak berbeda jauh
dibandingkan pada sampul-sampul majalah dari sebelumnya. Perbedaannya adalah
Popular di era 2000-an. Ideologi yang penonjolan bagian-bagian tubuh yang tidak
diciptakan oleh majalah Popular adalah hanya dimaknai secara sensual, tetapi lebih
ketelanjangan Sophia Latjuba sebagai berani dan tegas sebagai perempuan seksual.
perempuan berdarah Eropa (indo) yang Sarah Azhari pada edisi Januari 2004,
menawarkan kompleksitas tentang budaya misalnya, secara konotatif menampilkan
representasi dalam citra positif. Rubrik ekspresi percaya diri, provokatif, dan
editorial majalah Popular edisi September sensual. Rasa percaya diri ditandai oleh
1997 menyebutkan bahwa model yang ekspresi wajah yang tegas, tatapan mata
ditampilkan dipilih berdasarkan kriteria- yang tinggi, dan tubuh yang condong ke
kriteria tertentu: depan. Sikap tubuh yang provokatif dan
Tidak semua model berwajah cantik bisa dan sensual ditandai dengan bibir yang terbuka,
memenuhi syarat untuk foto dengan pakaian menonjolkan bagian dada, perut, lengan
renang, sebab tubuhnya harus proporsional dan
punya rasa percaya diri yang besar. “Susahnya, dan rambut yang basah.
struktur tubuh Asia, pada umumnya kurang
bagus. Belum lagi memelihara tubuh belum jadi
Penggambaran perempuan dalam rentang
bagian hidup,” kata Cintya Lumanauw, pengarah edisi tersebut juga menampilkan Novi Billgie

48
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Purwono pada edisi Agustus 2009. Bagian Sementara itu, Ayu Aulia yang tampil
tubuhnya terbentuk karena penggunaan pada edisi Agustus 2015 ditampilkan
pakaian renang yang menonjolkan payudara, maskulin. Hal ini ditandai dengan tato rajah
bahu, perut, dan paha. Rambutnya yang hitam pada bagian tubuh. Terdapat empat tato di
bergelombang diurai ke sisi kanan hingga tubuh sang model: dua berada pada lengan
menutupi sebagian payudara kanannya. kanan, satu pada lengan kiri, dan satu lagi
Tatapan matanya tajam mengarah pada mata pada bagian dada kiri atas. Tanda maskulin
kamera. Bibirnya sedikit terbuka dengan lain yang ditunjukkan adalah sebuah
gincu berwarna nude peach. Tubuhnya agak tongkat yang dipegang oleh Ayu Aulia.
menonjolkan bagian dada ke depan. Bagian Secara konotatif, ekspresi percaya
wajah, tatapan mata yang tajam, dan bibir yang diri, provokatif, dan seksual menggiring
sedikit terbuka mengarah pada pemaknaan pemaknaan pada citra tubuh yang tak hanya
tegas akan perempuan yang seksi. seksi, tetapi juga sensual. Penggambaran
Pada edisi Desember 2012, penggam­ subjek seksual ini juga semakin ditegaskan
baran perempuan ditunjukkan melalui gaya melalui teks-teks majalah tersebut. Majalah
Tina Toon. Tina Toon tampil dengan busana Popular edisi Januari 2004, misalnya,
kimono berwarna merah dan gaya rambut menampilkan teks “Sex in the water: Dari
yang mirip perempuan tradisional Tiongkok. Variasi, Kenikmatan & Kesehatan”, “Seks
Kimono berwarna merah tampak kontras Tanpa Status”, dan “Mami-mami Online”;
dengan latar hitam sampulnya, sehingga me­ edisi Agustus 2009 menampilkan teks
nonjolkan tubuh Tina Toon, terutama bagian “Selingkuh Awas Mengintai”, “Mengintip
tulang selangka, dada, dan paha. Gerakan Bisnis Mucikari Kakap”, serta “Do You
tangannya tampak sedang menarik bagian Have A Unique ‘Bird’ Tentukan Posisi
kerah kimononya, sehingga menghasilkan Bercinta Anda”; dan edisi Agustus 2015
performa seksual yang menggoda. yang menampilkan teks “Sensasi No Bra di
Teras little Tokyo” dan “Durasi, Irama, dan
Waktu Terbaik Bercinta”.
Tanda perempuan dan teks-teks seksual
yang muncul di sampul ini adalah tanda
yang mengarah pada mitos kenikmatan
laki-laki. Perempuan dan seks adalah dua
hal yang menjadi objek hiburan laki-laki.
Dalam sampul majalah Popular, Sarah
Azhari, Novi Billgie Purwono, Tina Toon,
dan Ayu Aulia tidak ditampilkan dalam
pose yang pasif melainkan aktif, berani,
provokatif, dan maskulin. Asumsinya
Gambar 3 Pose Tina Toon
Sumber: Sampul Majalah Popular Edisi Desember 2012 adalah ada upaya membalikkan anggapan

49
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

umum yang menempatkan laki-laki sebagai Perempuan pada periode ini diharapkan
penguasa seks dan perempuan. Seksualitas menjadi perempuan yang berprestasi dan
perempuan dijadikan sebagai kekuatan bermoral, bukan sebaliknya.
dan senjata. Seksualitas perempuan Implikasi menjadi perempuan tidak
adalah milik perempuan itu sendiri. Tabu- bermoral cukup pelik pada periode ini
tabu seksual yang dipelihara masyarakat (Brenner 1999, h. 33). Perempuan diberi
pada periode sebelumnya yang menyebut beban tanggung jawab untuk menjaga
perilaku tersebut sebagai perilaku tidak moral bangsa, mendidik anak, serta
bermoral tampaknya tidak berlaku lagi. menjaga martabat suami dan keluarga.
Pandangan ini termanifestasi melalui
PEMBAHASAN
ideologi konco wingking yang dilegitimasi
Hasil analisis terhadap sampul melalui organisasi perempuan, seperti
majalah Popular periode tahun 1988- Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, dan
2018 menunjukkan bahwa perempuan di­ Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
gambar­­kan sebagai objek dan subjek (Rahayu, 2004, h. 426; Suryakusuma, 1998,
seksual. Sampul-sampul yang menunjukkan h. 113). Media mereproduksi ideologi
perempuan sebagai objek seksual ditemukan ini untuk mengontrol perempuan sebagai
pada edisi 1988-1999, sementara edisi 2000- objek sasaran kebijakan dan menjadi objek
an menampilkan perempuan sebagai subjek kenikmatan seksual.
seksual. Penggambaran perempuan sebagai Penggambaran perempuan pada
objek seksual ditandai melalui representasi edisi 1992-an menunjukkan penonjolan
pose seksual pasif, penonjolan lekuk tubuh, tubuh seksual perempuan yang berbeda
tatapan mata malu-malu, dan bibir yang daripada periode sebelumnya. Berdasarkan
tersenyum. Ekspresi tersenyum dominan pengamatan, konsep pakaian renang mulai
ditemukan pada model yang ditampilkan pada digunakan oleh majalah Popular sejak
sampul edisi 1988-1991. Hal ini, misalnya, 1991. Konsep ini juga telah digunakan
ditemukan pada sampul yang menampilkan sejumlah majalah pria yang terbit pada
Nike Ardilla pada edisi Desember 1990 dan 1980-an (Junaedhie, 1995; Lesmana, 1995).
Ayu Azhari pada edisi November 1991. Konsep ini masih menjadi tren di majalah-
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa majalah pria hingga saat ini. Penggunaan
perempuan dalam sampul majalah Popular pakaian renang telah mendorong perubahan
tetap diobjektifikasi kendati mereka tidak pemilihan latar gambar yang banyak
ditampilkan secara seksual. Objektifikasi mengambil lokasi di kolam renang atau
ini terlihat melalui penonjolan bagian- pantai. Hal ini untuk menghindari teguran
bagian tubuh tertentu, seperti belahan dari Departemen Penerangan (istilah yang
dada, paha, dan lekukan tubuh, sehingga digunakan pada masa Orde Baru) yang
menciptakan citra perempuan seksi dan menginstruksikan pengelola majalah agar
menjadi objek sasaran moral bangsa. tidak memublikasikan materi pornografi.

50
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Sejak model-model sampul tampil di To be naked is to be oneself. To be nude is to be


seen naked by others and yet not recognized
majalah Popular dengan pakaian renang, for oneself. A naked body has to be seen as
pakaian renang telah menjadi penanda an object in order to become a nude (the sight
of it as an object stimulates the use of it as
properti tubuh perempuan (Gill 2007, h. an object). Nakedness reveals itself. Nudity
150). Ada sebuah proses internalisasi dan is placed on display. To be naked is to be
without disguise. To be on display is to have
naturalisasi pakaian renang terhadap tubuh the surface of one’s own skin, the hairs of one’s
perempuan yang kemudian menciptakan own body, turned into a disguise which, in that
situation, can never be discarded. The nude is
mitos perempuan bikini. Masyarakat pun condemned to never being naked. Nudity is a
mengarahkan pandangan dan penilaiannya form of dress. (Berger, 1972, h. 54)

pada sosok perempuan seksual dengan


Argumen Berger berangkat dari
payudara yang besar, bokong padat, perut
analisisnya terhadap lukisan Old Master
langsing, tubuh semampai, kulit putih, dan
(genre bagi pelukis Eropa yang melukis
rambut panjang. Citra semacam inilah yang
sebelum tahun 1800) yang melukis tubuh
dibangun oleh majalah Popular sebagai
perempuan dalam kondisi telanjang.
pandangan umum tentang tubuh perempuan
Menurut Berger (1972, h. 51), perempuan
yang ideal.
ditampilkan telanjang karena laki-laki
Penggambaran Djenar Maesa Ayu pada memang ingin melihatnya telanjang.
edisi Oktober 1993 dan Keke Suryo pada Dalam sampul majalah Popular, Sophia
edisi Maret 1995 menunjukkan bagian tubuh Latjuba menyadari ketelanjangannya.
seksual, namun tidak ditunjukkan dalam Ketelanjangan itu diguna­ kan untuk
ekspresi yang mandiri, provokatif, dan percaya menunjukkan kekuasaannya. Ketika
diri. Bentuk pose tubuh, ekspresi wajah, dan seorang model difoto, model juga turut
tatapan yang tidak tegas mengarahkan pada berkontribusi memengaruhi bagaimana
posisi ditatap daripada menatap mata kamera. model tersebut hendak ditangkap kamera.
Hal ini kemudian dimaknai sebagai bentuk Sophia Latjuba pun tidak kehilangan
penggambaran perempuan sebagai objek kekuasaan atas tubuhnya. Sophia Latjuba
seksual daripada subjek seksual. tampil dengan percaya diri, menatap
Hal yang sedikit berbeda ditunjukkan langsung pada lensa kamera, serta tidak
oleh Sophia Latjuba yang tampil telanjang mengeksploitasi bagian dada, perut, dan
pada edisi Mei 1999. Secara awam, tulang selangka. Kesan ketelanjangan yang
ketelanjangan dapat dimaknai sebagai ditampilkan Sophia Latjuba mengarah
objektifikasi, namun pada sampul ini, pada tubuh yang aktif dan berkuasa atas
ketelanjangan dapat di­maknai sebaliknya. tubuhnya.
Menurut Berger (1972, h. 54), ketelanjangan Setelah Sophia Latjuba, penggambaran
dibedakan menjadi dua: nakedness dan perempuan semakin menonjolkan bagian-
nudity. Nakedness dan nudity adalah dua bagian tubuh, seperti buah dada yang
terminologi yang mengandung makna yang besar, tulang selangka yang menonjol,
berbeda. paha yang kurus, dan tatapan mata

51
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

seksual dan provokatif sebagai bagian dari tagline “Entertainment For Men”, “Talk
properti tubuh (Gill 2003; 2007) melalui About Men’s World”, “#1 Men’s Magazine
maskulinitas tubuh feminin (McRobbie in Indonesia”, serta “Every Man Needs a
2004; 2009). Ekspresi semacam inilah yang Breaks” dan perempuan menjadi bagian
mengarah pada pemaknaan tubuh seksual dari dunia tersebut. Menurut Laura dalam
yang merujuk pada penciptaan perempuan Handajani (2010, h. 160), “man cannot
sebagai subjek seksual (Gill, 2003, h. 101- bear the burden of objectification”.
103). Handajani (2010, h. 160-161) berargumen
Terkait maskulinitas tubuh feminin, karena laki-laki tidak mampu menanggung
istilah maskulin biasanya diasosiasikan beban objektifikasi tersebut, maka laki-laki
dengan laki-laki (Rubin, 1997). Identitas memerlukan bentuk ekspresi kekuasaan
gender maskulin mendefinisikan laki-laki dan dominasinya terhadap perempuan.
sebagai makhluk yang perkasa, sensual, Representations of sexualized women in
these magazines contribute to a discourse of
dan rasional. Maskulinitas dalam analisis male agency in the Indonesia socio-political
ini disimbolkan lewat aksi survival, tato, context. Male agency in this case is a reaction
from a subordinated group of men to express
perang, dan senjata (tongkat). Tanda-tanda their male power by using women as the tokens
ini memitoskan identitas gender feminin of their power. (Handajani, 2010, h. 160-161)

yang selama ini dikonstruksikan kepada


Laki-laki membutuhkan seksualitas
perempuan dan membentuk identitas
perempuan untuk memperkuat ideologi
perempuan maskulin.
maskulinitas dalam majalah Popular.
McRobbie (2009, h. 85) menyebutnya Menguasai secara seksual sama halnya
fallic girl, yakni perempuan yang berani dengan meletakkan perempuan di bawah
menonjolkan seksualitasnya dan mem­ kekuasaannya. Menurut Bourdieu (2001,
pertahankan feminitasnya sebagai bentuk h. 20-21), tindakan menguasai atau
kekuasaan untuk menaklukkan laki-laki menaklukkan perempuan tidak selalu
yang mereka inginkan. Menurut McRobbie bertujuan untuk kepemilikan seksual, tetapi
(2009, h, 85), perilaku fallic girl ini dapat mengarah pada penguasaan secara
menyebarkan nilai-nilai yang menantang singkat untuk mengafirmasi dominasi laki-
dominasi patriarki yang mengonstruksi laki terhadap perempuan.
perempuan dalam dikotomi perempuan Penggambaran perempuan sebagai
nakal dan perempuan baik-baik. Resistensi subjek seksual di sampul majalah Popular
terhadap dominasi patriarki dalam sampul ini ini menjadi penting dipertanyakan. Hatton
ditegaskan lewat tanda-tanda tato, tongkat, & Trautner (2013) menyatakan bahwa
dan sensualitas sang model. Namun, teks perempuan yang menjadi subjek seksual
“Swimsuit Survivor” menandai perempuan memiliki kesadaran gender (choice
seksual yang maskulin. feminism). Hasil analisis menunjukkan
Majalah Popular menawarkan bahwa perempuan sebagai subjek seksual
ideologi tentang dunia laki-laki melalui masih terbatas pada kelompok perempuan

52
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

tertentu. Perempuan yang menjadi subjek penggambaran perempuan sebagai objek


seksual dalam sampul majalah Popular seksual yang dominan ditemukan pada
terbatas pada mereka yang berprofesi sampul edisi 1988 hingga 1999, sedangkan
sebagai model dan aktris. Mereka memiliki sampul majalah pada edisi 2000-2018
kecantikan ideal, yakni berkulit putih, dominan menggambarkan perempuan
bertubuh langsing, dan muda. Tidak sebagai subjek seksual. Implikasi dari
ditemukan satu pun model yang bertubuh penggambaran tersebut adalah perempuan
gemuk, berkeriput, dan tua. Hal ini akan yang digambarkan sebagai objek seksual
terus menjadi lingkaran penindasan diobjektifikasi sebagai objek melalui pose
bagi perempuan karena kekuasaan lewat seksual pasif. Saat perempuan digambarkan
kecantikan tidak akan bertahan selamanya. sebagai subjek seksual, perempuan seolah-
Hal ini pun mampu mendorong perempuan olah berkuasa atas dirinya sendiri, mandiri,
pada upaya-upaya mempertahankan dan dominan.
kecantikan dengan cara yang menyakiti Media tampak telah berlaku adil
tubuh seperti operasi plastik. bagi perempuan, padahal penggambaran
Penggambaran perempuan sebagai perempuan sebagai subjek seksual ini
subjek seksual di media massa hanya mengalami persoalan. Pertama, hanya
memberikan perempuan kekuasaan semu perempuan dengan kriteria tertentu yang
dalam menampilkan dirinya sendiri sesuai diberikan tempat demikian, yakni mereka
keinginannya. Namun, kekuasan perempuan yang masih menarik secara seksual, seperti
melalui kecantikan, tubuh langsing, dada berkulit putih, langsing, dan cantik. Mereka
dan pantat yang besar, kulit putih, dan yang bertubuh gemuk, keriput, dan lebih tua
muda justru menjadi rezim pendisiplinan tidak berada pada posisi yang sama sebagai
baru terhadap tubuh perempuan (Gill, subjek seksual. Tidak semua perempuan
2003, h. 106). Pendisiplinan baru ini bukan bisa direpresentasikan sebagai subjek.
berasal dari luar, tetapi dari dirinya yang Majalah Popular seolah-olah memberikan
terperangkap dalam mitos sebagai subjek pilihan bagi perempuan untuk berkuasa atas
seksual itu sendiri. dirinya, namun terbatas pada perempuan
yang memenuhi standar kecantikan ideal
SIMPULAN tertentu.
Penggambaran perempuan di sampul Kedua, perempuan yang ditampilkan
majalah Popular dilakukan melalui sebagai subjek seksual ini semakin terjebak
dua bentuk, yaitu sebagai objek dan dalam mitos kecantikan itu sendiri. Tubuh
subjek seksual. Temuan ini menjawab yang ideal adalah tubuh yang sensual,
tujuan penelitian, yaitu ada pergeseran maka bentuk tubuh, seperti payudara,
penggambaran perempuan dari tahun pantat, berat badan hingga warna kulit
ke tahun berdasarkan sampel analisis. menjadi momok yang mati-matian dijaga
Pergeseran tersebut ditandai dengan oleh perempuan. Dalam kondisi ini, mitos

53
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

tubuh ideal akan terus menghantui, baik ----------. (2007). Postfeminist media culture:
secara fisik maupun psikologis perempuan. Elements of a sensibility. European Journal of
Cultural Studies, 10(2), 147-166.
Ketiga, jebakan mitos kecantikan lewat
Handajani, S. (2010). Selling alternative masculinities:
tubuh seksual tersebut merupakan bentuk
Representations of masculinities in Indonesia
pendisiplinan baru bagi tubuh perempuan. men’s lifestyle magazine. Disertasi Doktoral.
Penggambaran perempuan sebagai Tidak Diterbitkan. Universitas Western Australia,
Australia.
subjek seksual bukan untuk memperjuangkan
Handajani, S. (2014). Let’s judge a magazine by
perempuan menjadi berkuasa dan mandiri.
its cover: A textual analysis of the covers of
Media tidak benar-benar memberikan
Gadis. Jurnal Wacana, 15(1), 87-103.
kekuasaan bagi perempuan. Hal ini tidak Hatton, E., & Trautner, M. N. (2013). Images of
bisa dilepaskan dari cara kerja media yang powerful women in the age of ‘choice feminism’.
berdasarkan logika kapitalistik-patriarki. Journal of Gender Studies, 22(1), 65–78.
Majalah Popular sebagai majalah pria Hartley, J. (2002). Communication, cultural and
yang masih bertahan di Indonesia perlu media studies, the key concept (3rd). London,
UK: Routledge.
mengevaluasi dan melakukan autokritik pada
Hooper, B. (2014). Natural beauty new photo
pilihan-pilihan penggambaran perempuan
project. Therealbenhopper.com. <http://blog.
di sampulnya. Majalah Popular tidak hanya therealbenhopper.com/2014/04/08/natural-
mengobjektifikasi, tetapi menampikan bentuk- beauty-new-photo-project/>
bentuk penggambaran secara provokatif dan Junaedhie, K. (1995). Rahasia dapur majalah di
seksual aktif dengan pretensi girl power yang Indonesia. Jakarta, Indonesia: Gramedia
Pustaka Utama.
sebenarnya adalah eksploitasi.
Lesmana, T. (1995). Pornografi dalam media
DAFTAR RUJUKAN massa. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
McRobbie, A. (2004). Postfeminism and popular
Barthes, R. (1967). Elemens of semiology. London,
culture. Feminist Media Studies, 4(3), 255-264.
UK: Jonathan Cape.
----------------. (2009). The aftermath of feminism:
-------------. (1973). Mythologies. London, UK:
Gender, culture and cocial change. London,
Paladin Grafton.
UK: Sage Publication Ltd.
Berger, J. (1972). The ways of seeing. London, UK:
O’Sullivan, T., Hartley, J., Saunders, D.,
British Broadcasting Corporations.
Montgomery, M, & Fiske, J. (1994). Key
Bourdieu, P. (2001). Masculine domination. Standford, concepts in communication and cultural
California: Stanford University Press. studies (eds). London, UK: Routledge.
Brenner, S. (1999). On public intimacy of the Rahayu, R. I. (2004). Politik gender Orde Baru:
New Order: Images of women in the popular Tinjauan organisasi perempuan sejak 1980-
Indonesian print media. Indonesia, 67, 13-37. an. Dalam Liza Hadiz, Perempuan dalam
Fiske, J. (1990). Introducation to communication wacana politik Orde Baru (h. 421-449). Jakarta,
studies. London & New York, NY: Rotledge. Indonesia: LP3ES.
Gill, R. (2003). From sexual objectification to Rubin, G. (1997). The traffic in women. Dalam
sexual subjectification: The resexualisation of Linda Nicholson, The second wave. A reader
women’s bodies in the media. Feminist Media in feminist theory (p. 157-210). New York,
Studies, 3(1), 100-106. NY: Routledge.

54
Juitan Lase. Penggambaran Perempuan di ...

Said, E. W. (1978). Orientalism. London and Suryakusuma, J. (1998). Beban muskil majalah
Henley, UK: Routledge & Kegan Paul. wanita. Dalam Idi Subandi Ibrahim dan
Sebeok, T. A. (2001). Signs: An introduction to Hanif Suranto, Wanita dan media: Konstruksi
semiotics (2nd). New York, NY: Random ideologi gender dalam ruang publik Orde
House Inc. Baru (h. 112-115). Bandung, Indonesia:
Sulistyani, H. D. (2011). Korban dan kuasa di dalam Remaja Rosda Karya.
kajian kekerasan terhadap perempuan. Jurnal Van Zoonen, L. (1994). Feminist media studies.
Forum, 39 (2), 20-24. London, UK: Sage Publication Ltd.

55
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 17, NOMOR 1, Juni 2020: 41-56

56

Anda mungkin juga menyukai