PENDAHULUAN
Dalam dunia pertambangan ilmu ukur tambang adalah ilmu yang sangat
penting dipelajari karena berhubungan dengan konstruksi, eksplorasi dan
eksploitasi dalam dunia pertambangan. Ilmu ukur tambang erat kaitannya dengan
ilmu ukur tanah.Ilmu ukur tanah di anggap sebagai disiplin ilmu teknik dan seni
yang meliputi semua metode untuk mengumpulkan pemprosesan informasi
tentang permukaan bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi
relatif atau absolut titik-titik permukaan tanah, diatasnya atau dibwahnya,
dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu
daera. Titik hasil pengukuran yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan
dalam bentuk peta.
1
BAB II
TINJAUAN UMUM
Lokasi kesampai Daera ini berada di Kelurahan Sasa, Kota Ternate, Provinsi
Maluku Utara. Pada praktikum ini di lakukan pengambilan data atau pengukuran
dengan mengunakan alat Waterpass dimana jarak antara titik pengambilan data
dan titik kumpul itu sekitar 25 Meter
Kondisi geologi pengambilan data praktikum pada lokasi Kelurahan Sasa sebaran
geologi terdapat batuan vulkanik maupun non vulkanik. Batuan-batuan yang
terdapat pada lokasi pengambilan data praktikum diantaranya yaitu, batuan beku
dan batuan sedimen yang merupakan hasil dari pelapukan batuan beku menjadi
sedimentasi (S.Bronto R,D Haji Santoso dan Jp. Idec Wood, 1982)
2.3. Topografi
Menurut Suparno dan Endy (2019), keadaan topografi adalah keadaan
yang menggambarkan kemiringan lahan atau kontur lahan, semakin besar kontur
lahan berarti lahan tersebut memiliki kemiringan lereng yang semakin besar.
Kelurahan sasa sendiri memiliki bentuk topografi dataran rendah pada ketinggian 0
sampai dengan 50 m, di tandai dengan kerapatan garis kontur yang kecil. Selain itu, pada
elevasi tersebut terdapat banyak pemukiman penduduk, serta fasilitas-fasilitas umum
lainnya. Sedangkan pada elevasi 50 meter ke atas memiliki bentuk morfologi yang sedikit
curam, di tandai dengan kerapatan garis kontur yang sedang. Pada daerah ini tidak
terdapat pemukiman penduduk.
2.4 Morfologi
2
Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
fungsi kawasan, untuk diarahkan sebagai kawasan lindung atau kawasan
budidaya. Penggunaan lahan untuk kawasan fungsional seperti persawahan,
ladang dan kawasan terbangun membutuhkan lahan dengan kemiringan
dibawah 15%, sedangkan lahan dengan kemiringan diatas 40% akan sangat
sesuai untuk penggunaan perkebunan, pertanian tanaman keras dan hutan.
Karakteristik tiap kemiringan lereng diuraikan sebagai berikut :
3
BAB III
LANDASAN TEORI
Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan
untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi
tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang
ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical.
Sistem refrensi atau acuan yang digunakan adalah tinggi muka air laut
rata-rata atau Mean Sea Level (MSL) atau system refrensi lain yang dipilih.
Sistem refrensi ini mempunyi arti sangat penting, terutama dalam bidang keairan,
misalnya; Irigasi, Hidrologi, dan sebagainya. Namun demikian masi banyak
pekerjan-pekerjaan lain yang memerlukan system refrensi.
4
dikenal adanya pengukuran sipat datar profil memanjang (Long section) dan sipat
datar profil melintang (Cross section).
Dalam melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat-tingkat
ketelitian sesuai dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
pada setiap pengukuran akan selalu terdapat kesalah-kesalahan. Fungsi tingkat-
tingkat ketelitan tersebut adalah batas toleransi kesalahan pengukuran yang
diperbolehkakan. Untuk itu perlu diantisipasi kesalah tersebut agar di dapat suatu
hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan.
Pada pengukuran waterpas tertutup, titik awal akan menjadi titik akhir
pengukuran (lihat gambar 3.2.1).
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
P1 → P4 = Sudut titik ukur poligon
• P1 →P4 = Titik ukur polygon
• a→• d = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur poligon
5
Gambar 3.2.2 Bentuk penampangan pengukuran waterpas tertutup
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
• P1 →P4 = Titik ukur polygon
• a→• d = Titik tempat berdiri alat ukur
a1 →d2 = Pembacaan benang tengah pada rambu ukur
Biasanya pengukuran waterpas tertutup ini dilakukan pada titik-titik pengukuran
polygon yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik ukur dalam rangka
untuk pembuatan peta:
6
Gambar 3.2.3. Bagian pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
β 1 → β 4 = Sudut titik ukur poligon
• P1 →P4 = Titik ukur polygon
• a→• d = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur poligon
Yang diukur pada pengukuran waterpas tak terikat titik tetap adalah
a. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas
bb = benang bawah
100 = kosntanta
7
Gambar 3.2.4 Pembacaan benang jarak pada bak ukur
Keterangan:
ba = benang atas;
bb = benang bawah
bt = benang tengah;
ba → bb = jarak pada rambu ukur
j = jarak dari titik 0 → 1 (jarak horizontal di lapangan)
8
Gambar 3.2.6. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
9
Keterangan
∑ t + = Jumlah beda tinggi positif
∑ t - = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e= Kesalahan beda tionggi antara titik awal dan akhir pengukuran
2) Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka
Pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak
menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasi pengukuran tidak
dapat diketahui.
Karena awal dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka
kesalahan beda tinggi dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut tak
dapat ditentukan.
Gambar 3.2.8. Pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap tampak atas
Keterangan:
10
Gambar 3.2.9. pengukuran penampang waterpas terbuka tak terikat titi tetap.
Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah
Keterangan:
ba = benang atas,
bb = benang bawah,
100 = kosntanta
11
Keterangan:
ba = benang atas;
bb = benang bawah
bt = benang tengah;
bv
ba
bt
bb
Keterangan :
12
Gambar 3.2.12 Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
13
Keterangan:
Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal
pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian local.
1). Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap pada tabel di
bawah ini akan dihitung :
14
Tabel 3.3.1 Catatan data hasil pengukuran waterpas tak terikat pada blanko ukur
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb)
Keterangan:
ba = benang atas;
bt = benang tengah
bb = benang bawah;
100 = konstanta
15
J1→2 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m
Keterangan:
Dari data hasil pengukuran pada tabel, maka beda tinggi dari:
16
Tabel 3.3.2 Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel. antara titik 0→6 adalah:
Hp = (∑ t +¿ ¿) + (∑ t −¿ ¿) = t1 + t2 + t3
Ternyata dari pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik teta ini perhitungan
kesalahan beda tinggi tidak bisa dikontrol, oleh karena perhitungan ketinggian
setiap titik ukur hanya berdasarkan beda tingi yang langsung didapat dari hasil
pengukuran (beda tinggi tidak perlu dikoreksi). Penjelasan lebih lanjut lihat pada
perhitungan ketinggian titik ukur di bawah.
17
Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local persamaannya adalah: Hn = Hn-
1 + tn
Keterangan:
Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat pada
tabel.
Tabel 3.3.3 Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local
pada blanko ukur
2). Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada tabel
3.3.4 di bawah ini akan dihitung :
18
1. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila :bt = ½(ba + bb)
19
Tabel 3.3.4. Catatan data pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada
titik ukur poligon
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.3.4. maka jarak dari:
Ja→P0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m
Ja→P1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m
Jb→P1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,100 m
Jb→P2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m
Jc→P2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m
Jc→P3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m
Jd→P3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m
Jc→P0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m
1. Beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Dari data
hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka beda tinggi dari:
20
P3→P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m
∑ t + = 0,430 m
∑ t- = t + t + t
1 2 3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = -0,423 m
Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan
akhir pengukuran kalau benar → h = h = 0
Kesalahan pengukuran (e) = hp - h = 0,007 – 0 = 0,007 m
(e) = + 0,007 m.
Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m
∑ t = (∑ t +) + (∑ t -) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/∑ t
k =- e/∑ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
21
t = beda tinggi antartitik ukur
koreksi tinggi pada patok;
P1 → (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m
P2 →(k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m
P3 → (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m
P0→(k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’1= t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m
t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m
t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m
t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = 0,427 m
hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama)
4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titiklokal.
Ketinggian titik ukur tehadap titrik local persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya(ketinggian local).
Ditentukan ketinggian local titik P0 (H0) =114,000 m.
Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi:
22
Tabel 3.3.6. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local
setelah dikoreksi pada blanko ukur
3). Theodolit.
23
1. Perhitungan Jarak (d)
D = (Ba – Bb) x 100
P1 – B = (1814– 1734) x 100 = 8000 mm
P2 – C = (1670 – 1504) x 100 = 13000 mm
P3 – D = (1501 – 1401) x 100 = 10000 mm
P4 – E = (1093 – 1021) x 100 = 7200 mm
P5 – F = (1708 – 1606) x 100 = 10150 mm
P6 – A = (1193 – 1113) x 100 = 8000 mm
∑ jarak = 8000+13000+10000+7200+10150+8000 = 56350 mm
P1 – X = (1385 – 1363)x 100 = 2200 mm
2. Perhitungan Beda Tinggi
Beda Tinggi = Tinggi Pesawat (TP) – (BT + Tinggi Patok)
P1 – B = 1435 – (1774 + 0) = – 339 mm
P2 – C = 1644 – (1605 + 0) = + 39 mm
P3 – D = 1330 – (1451 + 0) = - 121 mm
P4 – E = 1134 – (1057 + 0) = + 77 mm
P5 – F = 1460 – (1658 + 0) = – 198 mm
P6 – A = 1330 – (1153 + 0) = + 177 mm
P1 – X = 1644 – (1374 + 0) = + 270 mm
∑ bed a tinggii = – 365 mm
3. Tinggi titik sebelum dikoreksi
Dari data titik E diikat dengan salah satu titik dari Kelompok 8 dengan tinggi titik
X = + 120.000 mm
Tinggi titik = Tinggi titik awal + Beda Tinggi
Titik A = 120.000 + (270) = + 120.270 mm
Titik B = 119.661 + 39 = + 119.331 mm
Titik C = 119.700 + (-121) = + 119.970 mm
Titik D = 119.579 + 77 = + 119.849 mm
Titik E = 119.656 + (-198) = + 119.926 mm
Titik F = 119.458 + 177 = + 119.728 mm
Titik A = 120.000 + (270) = + 119.905 mm
24
Koreksi = Tinggi Titik A (akhir) – Tinggi Titik A (awal)
= 119.905mm – 120.270 mm = –365 mm
4. Tinggi titik setelah dikoreksi
a. Perhitungan koreksi
jarak optis
x± beda tinggi
Koreksi =
∑ jarak optis ∑
8,000
Titik P1- B = -( X (- 365)) = 51,819 mm
56,350
13,00
Titik P2– C = -( X (- 365)) = 84,206 mm
56,350
10,000
Titik P3- D = -( X (- 365)) = 64,774 mm
56,350
72,000
Titik P4 - E = -( X (- 365)) = 46,637 mm
56,350
10,150
Titik P5- F = -( X (- 365)) = 65, 475 mm
56,350
8,000
Titik P6- A = -( X (- 365)) = 51,819 mm
56,350
25
5. Perhitungan sudut jurusan
Sudut Jurusan Biasa
aAX = aP1X + 180°
= 163°03'20" + 180°
= 343°03'20"
aAB = aP1B ° - 180°
= 335°34'10" - 180°
= 155°34'10"
aBC = aP2C - 180°
= 262°46'25"- 180°
= 82°46'25"
26
= 3,309 m
Titik C= (d sin aBC)
= (13,00 x sin (262°46'25"))
= -12,897 m
Titik D = (d sin aCD)
= (10,00 x sin (195°08'35"))
= -2,612 m
jarak
Titik P1-B =
∑ jarak x (koreksi)
8.00
=- x -1,640
56.35
= - 0,2329 m
jarak
Titik P2-C =
∑ jarak x (koreksi)
27
13.00
=- x -1,640
56.35
= -0,3784 m
jarak
Titik P3-D =
∑ jarak x (koreksi)
10,00
=- x -1,640
56.35
= -0,2911 m
jarak
Titik P4 -E =
∑ jarak x (koreksi)
7,20.
=- x -1,640
56.35
= -0,2096 m
jarak
Titik P5-F =
∑ jarak x (koreksi)
10,15
=- x -1,640
56.35
= - 0,2955 m
jarak
Titik P6-A =
∑ jarak x (koreksi)
8.00
=- x -1,640
56.35
= -0,2329 m
28
P1 –B= 0+ (-3,309) + (-0,2329) = – 3,542 m
Titik C= XA+ (d sin aBC) + Koreksi titik
P2 –C= – 3,542 + (-12,897) + (-0,3784) = –16,817 m
Titik D = XB + (d sin Acd ) + Koreksi titik
P3–D = –16,817 + (-2,612) + (-0,2911) = –19,270 m
Titik E = XC+(d sin aDE) + Koreksi
titik P4–E = –19,270 + (5,269) + (-0,2096) = – 14,661 m
Titik F = XD + (d sin aEF) + Koreksi titik
P5–F = –14,661 + (10,137) +(–0,2955) = –3,775 m
Titik A = XE+ (d sin aFA) + Koreksi
titik P6–A= – 3,775 + (1,771) + (-0,2329)= 0 m
29
Titik A = (d cos aFA)
= (8,00 cos (12°47'30"))
= 7,801 m
Koreksi = XA akhir – XA awal
= 1,771 – 3,309
= –1,640 m
jarak
Titik P1 - B =
∑ jarak x (koreksi)
8,00
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,004222902
jarak
Titik P2 - c =
∑ jarak x (koreksi)
13,00
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,0022672723
jarak
Titik P3 - D =
∑ jarak x (koreksi)
10,00
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,0026727223
jarak
Titik P4 - E =
∑ jarak x (koreksi)
7,20
=( x0,0219161331)
56,35
30
=- 0,004062539
jarak
Titik P5 - F =
∑ jarak x (koreksi)
10,15
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,004062539
jarak
Titik P6 - A =
∑ jarak x (koreksi)
8,00
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,004222902
jarak
Titik P1 - B =
∑ jarak x (koreksi)
8,00
=( x0,0219161331)
56,35
=- 0,004222902
31
= –68,1981841+ (10,00 x cos(279° 02' 40")) + (–0,004222902)
= – 65,718638 m
Titik C = YB+ (d cos aBC) + Koreksi titik P2–C
= – 65,718638+ (10,00 x cos(323° 51' 00")) + (–0,002672723)
=–57,64655667 m
Titik D = YC + (d cos aCD) + Koreksi titik P3–D
= –57,64655667+ (15,20 x cos(058° 11' 00")) +(–0,002672723)
= – 52,37719943 m
Titik E = YD+ (d cos aDE) + Koreksi titik P4–E
= –52,37719943+ (15,20 x cos(099° 46' 00")) + (–0,004062539)
= – 54,95973195 m
Koreksi = YE akhir – YE awal
= – 54,95973195 – (–54,95973195) = 0
Jadi koordinat titik (X,Y) pertitik
Titik A = – 5,53759949 ; – 68,1981841
Titik B = – 21,15679736 ; – 65,718638
Titik C = – 27,06571103 ; – 57,64655667
Titik D = –18,57821862 ; – 52,37719943
Titik E = – 3,613565914 ; – 54,95973195
Titik F = + 9,35379554 ; – 62,86929848
3). Theodolit
3.4 Kekurangan dan Kelebihan
1). Waterpas
Kekurangan ; Gerakan teropong sipat yang terbatas sehingga kurang
mampu membidik area curam
Kelebihan ;
- Memiliki ketelitian yang cukup tinggi
- Mampu melakukan pengukuran tinggi secara lebih cepat
- Pemusatan lebih cepat karena hanya pemusatan untuk nivo
kotak
2). Theodolit
32
Kekurangan ;
- Membutuhkan waktu setting alat yang lebih lama dari pada
waterpas karena mempunyai bagian yang lebih kompleks
Kelebihan ;
- Dapat digunakan untuk memetahkan suatu wilayah dengan cepat.
- Theo
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4,1 Waterpas terbuka
34
Titik Pembacaan benang J Beda
air luat
r
a
k
Berdiri
Tinjau
Positif
Negatif
Muka
Belakang
Belakang M
u
k
a
Ba bt bb ba Bt bb
P 1,24 1,21 1,18
0 7 8 9
A
P 1,32 1,28 1,24 1,41 1,38 1,35
1 2 4 5 1 1 1
B
P 1,55 1,46 1,37 1,58 1,51 1,44
2 2 4 6 9 85 8
C
P 1,68 1,62 1,57 1,56 1,49 1,42
3 4 8 2 4 25 1
D
P 1,57 1,38 1,30 1,22
0 2 2 25 3
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1.2, maka jarak dari:
35
Ja→ p0= (1,247 – 1,189) x 100 = 0,058 x 100 = 5,800 m
Tabel 4.2.3. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
36
Titik Pembacaan benang J Beda
Positif
Negatif
Belakang
Muka
Belakang M
u
k
a
Ba bt bb ba Bt bb
P 1,24 1,21 1,18 714,000
0 7 8 9
A 5,800 6,000 200
P 1,32 1,28 1,24 1,41 1,38 1,35
1 2 4 5 1 1 1
B 7,700 11,200 9,300
P 1,55 1,46 1,37 1,58 1,51 1,44
2 2 4 6 9 85 8
C 17,600 14,300 3,300
P 1,68 1,62 1,572 1,56 1,49 1,42
3 4 8 4 25 1
D 14,100 15,900
P 1,57 1,38 1,30 1,22 4,700
0 2 2 25 3
5,594 5,694 45,400 47,200 3,300 14,20
5 0
5,594 45,400 +3,30
0
5,694 47,200 -
5
11,28 92,600 -
85 10,90
0
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.2.1, ada kesalahan
(e) = +3,300 m.
Koreksi kesalahan (e) = - 3,300 m
∑ t=¿¿ ¿+) + (∑ t -) = 3,300 + 13,800= 17,100
P1→(k’1) = t1 x k = 200x -0,614035= -122,807
P2→(k’2) =t2 x k = 9,300 x -0,6435 = -5,711
37
P3→(k’3) =t3 x k = 3,300 x -0,6435 = -2,026
P0→(k’0) =t0 x k = 4,700 x -0,6435 = -2,886
Tabel 4.2.2. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local
setelah dikoreksi pada blanko ukur
38
Tinjau
Berdiri
Positif
Negatif
Belakang
Muka
air luat
k
a
Ba bt bb ba Bt bb
P 1,24 1,21 1,18 714,000
0 7 8 9
A 5,800 6,000 200
P 1,32 1,28 1,24 1,41 1,38 1,35 590,993
1 2 4 5 1 1 1
B 7,700 11,200 9,300
P 1,55 1,46 1,37 1,58 1,51 1,44 575,982
2 2 4 6 9 85 8
C 17,600 14,300 3,300
P 1,68 1,62 1,572 1,56 1,49 1,42 574,708
3 4 8 4 25 1
D 14,100 15,900
P 1,57 1,38 1,30 1,22 4,700 567,122
0 2 2 25 3
5,594 5,694 45,400 47,200 3,300 14,20
5 0
5,594 45,400 +3,30
0
5,694 47,200 -
5 14,20
0
11,28 92,600 -
85 10,90
0
39
Tabel 4.1.1 hasil Perhitungan
bt =1/2(ba+bb)
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
40
Tabel 4.2.2 Catatan data pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada
titik ukur poligon
Tinggi dari
Pembacaan Benang
Titik Jarak Beda
Belaka Muka
Laut
Tinggi
ng
B Bt bb ba Bt bb + -
Belakang
a
Berdiri
Tinjau
Muka
0 1,42 1,11 0,80 62,200 44,000 51,000
1 2 1 0
2 1,24 1,00 0,80 88,100 95,000
3 1,88 1,44 1,00 0 0 0
4 1 1 0
5 1,25 0,77 0,30 77,100 100,00
6 1,47 1,08 0,70 0 5 0 0
1 7 0
1,50 1,00 0,50
0 0 0
Tabel 4.3 Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
Pembacaan Benang
41
Tinggi dari
Belaka Muka
Titik ng Jarak Beda
Laut
Tinggi
Ba bt bb ba Bt bb + -
Belakang
Berdiri
Tinjau
Muka
0 1,4 1,1 0,8 62,20 44,00 0,091 51,000
1 22 11 00 0 0
2 1,2 1,0 0,8 0,666
3 1,8 1,4 1,0 40 00 00 88,10 95,00
4 81 41 00 0 0 0,086
5 1,2 0,7 0,3
6 1,4 1,0 0,7 50 75 00 77,10 100,0
71 87 00 0 00
1,5 1,0 0,5
00 00 00
3,63 2,795 227,4 239,0 0,843
8 00 00
0,843
3,63 227,4
8 00
2,79 239,0
5 00
6,43 466,4
3 00
hP = (∑ t +¿ ¿) + (∑ t −¿ ¿) = t1 + t2 + t3
= 0,843 + 0,000 = 0,091 + 0,666 + 0,086 = 0,,843 m
42
Titik 1→H1 = H0 + t1 = 51,000 + 0,091 = 51,091 m
Tinggi dari
Pembacaan Benang
Titik Jarak Beda
Belaka Muka
Laut
Tinggi
ng
B bt bb ba Bt bb + -
Belakang
a
Berdiri
Tinjau
1
0 1,42 1,11 0,80
2 1 0
Muka
62,200 44,000 0,091 51,000
2 1,24 1,00 0,80 88,100 95,000 0,666 51,091
3 1,88 1,44 1,00 0 0 0
4 1 1 0
5 1,25 0,77 0,30 77,100 100,00 0,086 51,757
6 1,47 1,08 0,70 0 5 0 0
1 7 0 51,843
1,50 1,00 0,50
0 0 0
3,638 2,795 227,40 239,00 0,843
0 0
0,843
3,638 227,40
0
2,795 239,00
0
6,433 466,40
0
43
- Meter Roll
- Payung
- HT
- Mistar Busur
- Rambu Ukur
- Skala pada lingkaran pada horisonal
- Okuler teropong
- Alat bidik dengan cela pejera
- Cermin nivo
- Sekrup penyetel fokus
- Sekrup pengerak horisontal
- Sekrup ungkit
- Sekrup pendatar
- Obyektif teropong
- Kompas
- Nivo tabung
- Nivo kotak
- Kepala kaki tinga
4.3 Langka-langka
44
- Kemudian menolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan
patokan utama.
- Waterpass diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok.
- Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil
memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya
dalam kedudukan yang seimbang (di tengah-tengah).
- Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double
Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran
pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan
pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P 0 sebagai pembacaan belakang
dan P1 sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.
- Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala
arah.
- Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut pembacaan
belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, benang tengah
dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok kedua (P1).
- Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita mengadakan
pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan belakang).
Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan bawah.
- Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di
atas sampai pada patok terakhir.
- Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia.
45
- Memasang pesawat di atas meja statif dengan menghubungan sekrup
penghubung yang berada di tengah-tengah meja statif dengan lubang yang
berada dibawah pesawat.
- Mengatur kedataran pesawat dengan cara memutar sekrup penyetel agar
gelembung nivo tepat di tengah.
- Memasang rambu ukur dengan tegak pada titik kedua atau titik B.
- Membidik titik B kemudian mencatat data hasil pembidikan yang ada di
pesawat
- Mendirikan pesawat di titik B dengan memindahkan pesawatpada titik P1
ke titik B untuk menjadi titik P2. Cara mempersiapkanpesawat sampai
siap dioperasikan seperti penyetelan dititik P1.
- Membidik titik C dengan pesawat pada titik B. kemudian mencatat hasil
pembidikan. Dan lakukan langkah gambar 3.7 dan 3.8 berulang kali
sampai pada titi terakhir yaitu pesawat berada dititk P6 yang membidik di
titk A atau P1.
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Turun praktek dan ambil data langsung
47
DAFTAR PUSTAKA
48