Anda di halaman 1dari 133

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Posted by' Haryanto, S.Pd onNovember 10, 2010

4
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-
energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat.
Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi
adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu
akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral
mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.

Read more: Tahap Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud 

1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan
refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal
kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung
pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki
masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan
minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah
pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah
pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan
kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua
pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini
menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan
selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak
untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang
dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa
penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada
tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan
merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan
rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah
lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi
baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan
ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai
suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang
kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai
dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Read more: Tahap Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud 

http://belajarpsikologi.com/tahap-perkembangan-psikososial-menurut-sigmund-freud/
Setiap orang berkembang, diri dan kepribadiannya. Banyak teori tentang perkembangan

kepribadian. Salah satu teori yang terkenal adalah perkembangan psikoseksual dari

Sigmund Freud.

Sigmund Freud (foto: wikipedia.org)

Sebelumnya telah dibahas tentangstruktur kepribadian menurut Sigmund Freud. Pembahasan

tentang struktur kepribadian dalam psikoanalisis ini menjadi pondasi yang penting untuk

dipahami sebelum mempelajari perkembangan psikoseksual. Struktur kepribadian ini yang akan

berkembang seiring bertambahnya usia.

Istilah psikoseksual sebenarnya adalah sebutan bagi perkembangan manusia yang didasarkan

pada gagasan akan seksualitas Sigmund Freud. Masing-masing tahap berhubungan dengan cara

anak/orang mengalami kenikmatan seksual. Karena tema seksual begitu sentral dalam teori

psikoanalisis Freud, maka perkembangan dalam psikoanalisis disebut perkembangan

psikoseksual.
Freud hidup di masa seksualitas menjadi sesuatu yang sangat tabu. Freud berusaha menjadikan

seks sebagai sesuatu yang sangat natural, meskipun sepertinya terdengar over generalisasi.

Karena itulah, kenikmatan pada setiap bagian tubuh, menjadi sama menggemaskannya dengan

kenikmatan seks. Hanya saja memiliki area spesifik yang berbeda dalam memenuhi

kenikmatannya.

Tahap Oral

Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak

pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. Freud menyebutnya sebagai

kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda

kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar

ke seluruh tubuh anak. Ia merasakan kenyamanan.

Tahap Anal

Tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan

penggunaan toilet (taoilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk

mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi

kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus). Mengeluarkan feses dari anus adalah hal

yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam

dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui

saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat
yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi

harapan orang dewasa di sekitarnya.

Tahap Phallic

Tahap Pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area

kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan)

pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus complex, yaitu fase

dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan. Pada

tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan

atas kepemilikan penis anak lelaki. Memang terdengar sarkastik dalam menggambarkan

dominasi laki-laki secara kultural, atau kepemimpinan laki-laki secara historis. Apapun itu,

memang terdengar sangat sarkastik.

Tahap Latensi

Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas.

Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya

pada masa pubertas. Represi seksualitas karena dianggap tabu pada masa hidup Freud, membuat

hasrat seksual harus dikendalikan dan ditekan.

Tahap Genital

Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas.

Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya
adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui persenggemaan dengan

lawan jenis.

Perkembangan Psikoseksual Menurut Freud dan Erikson

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Psikoseksual Menurut Freud dan Erikson
Teori Kepribadian Sigmund Freud 
Sigmund freud disebut juga sebagai Bapak Psikoanalisa yang lahir di Moravia , 6 Mei 1856 dan
meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Freud menganggap bahwa kesadaran
hanya merupakan sebahagian kecil saja dari seluruh kehidupan psikis. Ia beranggapan untuk
memahami kepribadian manusia , psikologi kesadaran tidaklah mencukupi, orang harus
menjelajah secara mendalam ke daerah ketidaksadaran. Pokok-pokok teori Freud mengenai
kepribadian, yaitu
Struktur Kepribadian 
Ada 3 struktur kepribadian menurut Freud ,yaitu :
• Das Es (Id) 
Das Es atau disebut juga dengan Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original di
dalam kepribadian, dari aspek inilah kedua aspek yang lain akan tumbuh. Das Es berisikan hal-
hal yang dibawah sejak lahir( unsur-unsur biologis), termasuk instink .Id lebih berorientasi pada
kesenangan ( pleasure principle ). Id merupakan sumber energi psikis , maksudnya bahwa id itu
merupakan sumber dari instink kehidupan atau dorongan-dorongan biologis ( makan,minum,
tidur,dll )dan instink kematian/instink agresif(tanatos) yang menggerakkan tingkah laku. Dalam
mereduksi ketegangan atau menghilangkan kondisi yang tidak menyenangkan dan untuk
memperoleh kesenangan, id menempuh 2 proses, yaitu : refleks dan proses primer ( the primary
process ). Refleks merupakan reaksi mekanis/otomatis yang bersifat bawaan ,cth : bersin dan
berkedip . Sedangkan proses primer merupakan reaksi psikologis yang lebih rumit . Proses
primer berusaha mengurangi tegangan dengan melakukan fantasi atau khayalan .Misalnya pada
saat lapar menghayalkan makan, pada saat dendam menghayalkan balas dendam, dsb. Namun
rasa lapar tidak akan segera hilang hanya dengan kita menghayalkan makanan. Oleh karena
dengan proses primer tidak dapat mereduksi ketegangan atau memenuhi keinginan atau
dorongan maka cara atau proses baru perlu di kembangkan. Atas dasar inilah komponen
kepribadian kedua terbentuk ,yaitu Ego ( Das Ich ).
• Das Ich ( Ego ) 
Ego merupakan eksekutif atau manajer dari kepribadian yang membuat keputusan ( decision
maker ) tentang instink-instink mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya atau sebagai
sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional, dan berorientasi kepada prinsip realitas ( reality
principle ) . Peran utama ego adalah sebagai moderator ( perantara) atau yang menjembatani
antara id ( keinginan yang kuat untuk mencapai kepuasan) dengan kondisi lingkungan atau dunia
luar ( eksternal social world ) yang diharapkan. Ego dibimbing oleh prinsip realitas yang
bertugas untuk mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk
pemuasan kebutuhan atau dorongan id. 

• Das Uber Ich ( Super ego )


Super ego merupakan komponen moral kepribadian yang berkaitan dengan standar atau norma
masyarakat mengenai baik dan buruk , benar dan salah. Super ego berkembang pada usia sekitar
3 atau 5 tahun. Pada usia ini anak belajar untuk memperoleh hadiah( rewards) dan menghindari
hukuman ( punishment ) dengan cara mengarahkan tingkah lakunya yang sesuai dengan
ketentuan atau keinginan orang tuanya. Apabila tingkah lakunya ternyata salah atau tidak sesuai
dengan ketentuan orang tuanya kemudian mendapat hukuman, maka peristiwa itu membentuk
kata hati (conscience) anak, sedangkan apabila tingkah lakunya baik maka peristiwa itu
membentuk ego-ideal anak.

1. Perkembangan Kepribadian Sigmund Freud


Perkembangan kepribadian berlangsung melalui tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual
yaitu tahapan periode perkembangan seksual yang sangat mempengaruhi kepribadian masa
dewasa. Freud berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia sebagian besar
ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Tahapan perkembangan menurut Freud :

Tahapan Oral (0-1tahun)


Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya.
Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Objek sosial terdekat
adalah ibu, terutama saat menyusu. 
Tahapan oral berorientasi di mulut, mulut sebagai sumber kenikmatan erotis maka anak akan
menikmati peristiwa menyusui dari sang ibu . Ketidakpuasan pada masa oral akan menimbulkan
gejala regresi ( kemunduran ), gejala perasaan iri hati. Reaksi dari kedua gejala itu dapat
dinyatakan dalam beberapa tingkah laku seperti : mengisap jempol, mengompol, membandel,
dll . Selain itu juga berdampak kepada perkembangan kepribadian anak seperti : merasa kurang
aman, selalu bergantung kepada orang lain, egosentris , selalu meminta perhatian dari orang lain.
Bagi anak yang mengalami kepuasan yang lebih padahal ini , iya juga memiliki dampak yang
negatif, seperti : anak akan menampilkan pribadi yang kurang mandiri, bersikap rakus, haus
perhatian dari orang lain . 

Tahapan Anal (1-3tahun) :


Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama saat buang air besar. Inilah saat
yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak termasuk toilet training.
Pada tahap ini anak akan mengalami ketegangan ketika duburnya penuh dengan ampas makanan
dan peristiwa buang air besar yang di alami anak merupakan proses pelepasan ketegangan dan
pencapaian ketegangan, rasa senang dan nikmat. Pada tahap ini anak juga di tuntut hidup bersih,
tidak ngompol, tidak buang air kecil sembarangan . Pada tahap ini orang tua mengembangkan
latihan kebersihan yang disebut dengan Toilet Training . Ada beberapa cara orang tua untuk
memberikan latihan ini , cara itu juga memiliki dampak tersendiri bagi perkembangan anak,
yaitu : cara pelatihan yang keras akan berdampak : bersikap berlebihan dalam ketertiban atau
kebersihan , bersikap kikir, stereotif atau kurang kreatif , penakut , dsb. Cara pelatihan yang
selalu memuji berdampak : selalu ingin dipuji, kurang mandiri ( manja). Cara pelatihan dengan
sikap pengertian berdampak : anak mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri, egonya
berkembang dengan wajar.
Tahapan Falik (3-5tahun) :
Anak memindahkan pust kenikmatannya pada daerah kelamin. Anak mulai tertarik dengan
perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Pada anak laki-laki kedekatan dengan
ibunya menimbulkan gairah sexual perasaan cinta yang disebut Oedipus Complex. Sedangkan
pada anak perempuan disebut Electra Complex.
Pada masa ini terjadi perkembangan berbagai aspek psikologis, terutama terkait dengan iklim
kehidupan sosiopsikologi keluarga atau perlakuan orang tua kepada anak. Pada tahap ini anak
masih bersifat “selfish”, sifat lebih mementingkan diri sendiri, belum berorientasi ke luar atau
memperhatikan orang lain. 

Tahapan Latensi (5-12tahun) :


Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan
kognitif.. Anak mencari figure ideal diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.
Tahapan ini merupakan masa tentang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks
dihambat atau di repres. Dengan kata lain masa ini adalah periode tertahannya dorongan sex dan
agresif. Selama masa ini anak mengembangkan kemampuan bersublimasi ( seperti mengerjakan
tugas-tugas sekolah , bermain, olahraga , mulai menaruh perhatian untuk berteman namun
mereka belum naruh perhatian yang khusus kepada lawanb jenis.
Fase Genital (12tahun keatas) :
Alat-alat reproduksi sudah mulai matang, pusat kepuasannya berada pada daerah kelamin. Energi
psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota
keluarga dialihkan pada orang lain yang berlawan jenis.
Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini di tandai dengan matangnya organ
reproduksi anak. Pada periode ini, instink seksual dan agresif menjadi aktif. Anak mulai
mengembangkan motif untuk mencintai orang lain, atau mulai berkembang motif altruis. Masa
ini di tandai dengan proses pengalihan perhatian dari mencari kepuasaan atau kenikmatan
sendiri.
2.Teori Kepribadian Erik Erikson 
Erik Erikson lahir di kota Frankfurt, Jerman tanggal 15 Juni 1902.Erikson adalah seorang
Freudian dan penulis utama psikologi ego. Artinya erikson pada dasarnya menerima gagasan
Freud termasuk gagasan yang belum pasti seperti oedipal complex ,dan menerima gagasan
tentang ego yang didukung oleh para pendukung setia Freudian . Erikson memandang identitas
ego sebagai polarisasi dari seseorang itu menurut perasaan dirinya sendiri dan apa seseorang itu
menurut anggapan orang lain.

Ø Ego Kreatif 
Erikson memandang ego sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara kreatif
dan otonom. Ia menjelaskan bahwa ego ini mempunyai kreativitas dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, tidak hanya di tentukan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri
individu tetapi juga ditentukan oleh faktor sosial dan budaya tempat individu itu berada. Erikson
menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yang tidak ada pada psikoanalisis
Freud, yakni kepercayaan , penghargaan otonomi ,kemauan ,kerajinan, kompetensi, identitas ,
kesetiaan , dll .

Ø Teori Perkembangan Psikososial


Erikson mengatakan bahwa perkembangan itu memiliki prinsip epigenetik , maksudnya adalah
prinsip ini menjelaskan bahwa kehidupan organisme yang baru itu berkembang dari sumber yang
memiliki identitas yang tidak berbeda dengan organisme yang baru dan bagaimana pun
perkembangannya itu bertahap. Perkembangan individu meliputi perkembangan psikososial dan
psikoseksual . Ada 8 tahap perkembangan menurut erikson, yaitu : 

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas
yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa
harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. 
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa
balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan
malu dan ragu-ragu. 

3. Inisiatif vs Kesalahan
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut
tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6
tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya
gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. 

4. Kerajinan vs Inferioritas
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12
tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah mengembangkan kemampuan
bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. 

5. Identitas vs Kekacauan Identitas


Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan
berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas
ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke tengah masyarakat.
6. Keintiman vs Isolasi
yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Adalah ingin mencapai
kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. 

7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang
berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri
guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi).

8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang
yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas
dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. 

B. DASAR TEORI PERKEMBANGAN MENTAL


PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET

a. fase sensorimotor (lahir – 2 tahun) 


tahap 1 : Penggunaan aktivitas refleks (lahir – 1 bulan)
tahap 2 : reaksi sirkular primer (1-4 bulan)
(4-8 bulan)tahap 3 : reaksi sirkular sekunder
tahap 4 : koordinasi dari skema sekunder (8-12 bulan)
(12-18 bulan)tahap 5 : reaksi sirkular tersier
(18-24 bulan)tahap 6 : intervensi dari arti baru 

b. fase preoperasional (2-7 tahun)


simbol seperti kata untuk mewakili manusia, benda dan tempat. kemampuan berfokus hanya
pada satu aspek pada satu waktu, dan pemikiran sering terlihat tidak logis

c. fase konkret operasional (7-11 tahun)


memecahkan masalah konkret, mulai mengerti tentang suatu hubungan misalnya ukuran,
mengerti kanan dan kiri. Dan Anak dapat membuat alasan mengenai apa itu, tapi tidak dapat
membuat hipotesa mengenai apa kemungkinannya dan dengan demikian tidak dapat berpikir
mengenai masalah ke depan

d. Fase formal operasional (11-15 tahun)


pemikiran rasional, bersifat keakanan. kemampuan untuk berperilaku yang abstrak, dan muncul
pemikiran ilmiah.menyadari masalah moral dan politik dari berbagai pandangan yang ada.

PERKEMBANGAN BAHASA
Anak-anak memiliki kemampuan untuk mengembagkan bicara dan keterampilan berbahasa. Laju
perkembangan bicara berkaitan denagn kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Di
semua tahap perkembangan bahasa, pemahaman anak tentang perbendaharaan kata yang mereka
pahami dan perbendaharaan kata yang merka ucapkan mencerminkan proses modifikasi dan
kontiniu yang melibatkan peolehan kata-kata baru, adanya perluasan atau penghalusan arti dari
kata-kata yang dipelajari. 

PERKEMBANGAN MORAL (KOHLBERG)


• Prakonvensional, Terorientasi secara budaya dengan label baik/buruk dan benar/salah. 
• Konvensional, Anak terfokus pada kepatuhan dan loyalitas. Mereka menghargai pemeliharaan
harapan keluarga, kelompok atau Negara tanpa memperdulikan konsekuensinya
• Pascakonvensional, Individu mencapai tahap kognitif operasional formal. Prilaku yang telah
sesuai dengan standar yang ada di masyarakat.

PERKEMBANGAN SPIRITUAL
• Tahap 0: Undifferentiated
Ketika bayi, anak tidak memiliki konsep benar/salah, keyakinan dan tidak ada keyakinan yang
membimbing prilaku mereka 
• Tahap 1: Intuitive-Projective
Anak mulai meniru apa yang dilakukan orang lain dlm segi agama, diusia praskolah, mereka
mulai memahami beberapa nilai dan keyakianan orangtuanya.

• Tahap 2: Mythical-Literal
Selama usia sekolah, anak sangat tertarik pada agamaereka menerima ketuhanan, bagaimana
pentingnya do’a, prilaku yang baik/buruk akan mendapat balasannya.

• Tahap 3: Suntethic- Convention


Saat mendekati remaja, anak mulai menyadari kekecewaan spiritual, mereka bahkan mulai
berfikir dan mempertanyakan standar keagamaan orang tuanya sampai ada yang membantahnya.

• Tahap 4: Individuating- Reflexive


Remaja menjadi lebih skeptis, dan mulai membandingkan berbagai standar keagamaan
orangtuanya dengan orang lain, atau dengan sudut pandang ilmiah.

PERKEMBANGAN KONSEP DIRI


Konsep diri mencakup konsep, keyakinan, dan pendirian yang ada dalam pengetahuan seseorang
tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Dan berkembang
perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik dengan diri sendiri dan orang lain.
Citra Tubuh Terdiri atas sifat fisiologis(persepsi tgentang karakter fisik), psikologi (nilai dan
sikap terhadap tubuh, kemampuyan dan ideal diri), dan sifat social tentang citra diri
seseorang(diri sendiri maupun orang lain). 
Harga diri Merupakan nilai yang ditempatkan individu pada diri sendiri dan mengcu pada
evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri (Willoughby, King dan Polatajka,1996).
Harga diri berubah sesuai perkembangan.umpan balik positif meningkatkan harga diri mereka
dan rentan terhadap perasaan tidak berharga dan mencemaskan kegagalan. 
C. BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

1. Keturunan
Jenis kelamin dan determinan keturunan lain secara kuat mmpengaruhi hasil akhir pertumbuhan
dan laju perkembangan untuk mendapatkan hasil akhir tersebut. Terdapat hubungan yang besar
antara orangtua dan anak dalam hal sifat seperti tinggi badan, berat badan, dan laju
pertumbuhan.. 

2. Neuroendokrin
Beberapa hubungan fungsional diyakini ada diantara hipotalamus dan system endokrin yang
memengaruhi pertumbuhan.Kemungkinan semua hormone memengaruhi pertumbuhan dan
beberapa cara. Tiga hormon-hormon pertumbuhan, hormone tiroid, dan endrogen. Tampak
bahwa setiap hormone yang mempunyai pengaruh bermakna pada pertumbuhan
memanifestasikan efek utamanya pa periode pertumbuhan yang berbeda.

3. Nutrisi
Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling pentng pada pertumbuhan. Faktor diet
mengatur pertumbuhan pada semua tahap perkembangan, dan efeknya ditujukan pada cara
beragam dan rumit. 

4. Hubungan Interpersonal
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting dalam perkembangan, terutama
dalam perkembangan emosi, intelektual, dan kepribadian. luasnya rentang kontak penting untuk
pembelajaran dan perkembangan kepribadian yang sehat.

5. Tingkat Sosioekonomi
Riset menunjukkan bahwa tingkat sosioekonomi keluarga anak mempunyai dapak signifikan
pada pertumbuhan dan perkembangan. 
6. Penyakit
Banyak penyakit kronik dan Gangguan apapun yang dicirikan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna dan mengabsorbsi nutrisi tubuh akan member efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan.

7. Bahaya lingkungan
Bahaya dilikungan adalah sumber kekhawatiran pemberi asuhan kesehatan dan orang lain yang
memerhatikan kesehatan dan keamanan. Bahaya dari residu kimia ini berhubungan dengan
potensi kardiogenik, efek enzimatik, dan akumulasi (Baum dan Shannon, 1995) . 

8. Stress pada Masa Kanak-Kanak


Stress adalah ketidakseimbagan antara tuntutan lingkungan dan sumber koping individu yang
menggangggu ekuiibrium individu tersebut ( mastern dkk, 1998).
Usia anak, temperamen situasi hidup, dan status kesehatan mempengaruhi kerentanan, reaksi dan
kemampuan mereka untuk mengatasi stress. 
Koping
Koping adalah tahapan khusus dari reaksi individu terhadap stressor. Strategi koping adalah cara
khusus anak mengatasi stersor ang dibedakan dari gaya koping yang relative tidak mengubah
karakteristik kepribdian atau hasil koping ( Ryan-wengger, 1992).

9. Pengaruh Media Masa 


Terdapat peningkatan kekhawatiran mengenai berbagai pengaruh media pada perkembangan
anak (Rowitz, 1996)
• Materi Bacaan
Buku, Koran, dan majalah adalah bentuk media masa paling tua.. Pengenalan dampak materi
bacaan yang digunakan disekolah pada system nilai pada proses social telah mendorong evaluasi
ulang tentang isi buku.
• Film
Riset menunjukkan bahwa video dapat menurunkan sensitivitas penonton terhadap perilaku
kekerasan (Rowtiz, 1996).

• Televisi
TV memanjakan anak pada berbagai topic dan kejadian yang lebih luas dari yang mereka hadapi
dalam kehidupan sehari-hari.Kebanyakan peneliti telah menyimpulkan bahwa menonton televise
yang berturut-turut memiliki efek menyimpang pada anak. 

• Computer/Internet
Beberapa kretivitas seperti “cybersex” dan “kiddie porn” serta “chat room”, dapat memanjakan
anak pada individu yang berupaya mendapatkan keuntungan dari kepolosan anak untuk
mencapai tujuan. Salah satu strategi yang bermanfaat menempatkan computer diruang prublik
dirumah seperti dapur atau ruang keluarga agar orang tua dapat dengan mudah memantau
penggunaannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENFAGRUHI BERMAIN DAN HOSPITALISASI
Bermain adalah pekerjaan anak yang sangat menyenangkan menurutnya. Dalam bermain anak
mempraktekkan secara kontinu proses hidup yang rumit dan penuh stress, komunikasi, dan
mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Di situlah mereka belajar tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka, misalnya bagaimana menghadapi lingkungan objek, waktu,
ruang, struktur, dan dan orang di dalamnya. Klasifikasi bermain Dari sudut pandang
perkembangan, pola permainan anak dapat dikategorikan menurut isi dan karakter social.
1. Menurut Isi Permainan
Isi permainan terutama meliputi aspek bermain fisik, meskipun hubungan social tidak dapat
diabaikan, kecendrungannya dari sederha ke kompleks.
a. Permainan Sosial-Afektif
Permainan ini membuat bayi merasakan kesenanga dalam berhubungan dengan orang lain.
Berbagai cara yang dilakukan orang dewasa yang bisa membuat bayi berespon (seperti bicara,
menyentuh, mencium) membuat bayi segera belajar menstimulasi emosi dan merespon orang tua
dengan cara tersenyum, mengeluarkan suara, memulai permainan, dan aktifitas.

b. Permainan Rasa-senang
Merupakan pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja. Objek dalam lingkungan
seperti sinar, warna, rasa, bau, dan tekstur menarik perhatian anak, merangsang indra mereka dan
memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang berasal ari memegang bahan mentah seperti
air, gerakan tubuh seperti diayun, dan dari pengalaman lain yang menggunakan indra dan
kemampuan tubuh.

c. Permainan keterampilan
Bayi yang telah mampu menggenggam dan memanipulasi, mereka akan menunjukkan dan
melatih kemampuan yang baru mereka kuasai secara terus-menerus dan berulang-ulang.
Kemuadian anak akan bertekad untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang
menimbulkan nyeri dan frustasi, misalnya belajar naik sepeda.

d. Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain, tetapi memfokuskan perhatian mereka pada hal yang menarik. Misalnya
dengan melamun, memainkan pakian, atau berjalan tampa tujuan.

e. Permainan dramatic (simbolik) atau pura-pura


Permainan ini dimulai pada usia bayi akhir (11-13 bulan) dan merupakan permainan dominan
pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Pada tahap ini anak mulai memaknai situasi, manusia,
dan dunia. Mainan anak, dan replica benda-benda dapat dijadikan sebagai media untuk
memerankan aktivitas orang dewasa misalnya memerankan perang oarng-orang di rumahnya,
berperan memakai telepon, menaiki mobil-mobilan, bahkan bisa berkembang pada aspek diluar
rumah seperti memerankan peran guru, dokter, perawat dan lain-lain. Aktitas orang dewasa yang
mereka perankan terkadang membuat mereka bingung dan stress. Anak yang lebih besar
menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita, dan menyusun drama itu sendiri.

f. Permainan Game
Permainan yang dlakuakn seorang anak bisa sendirian saja ataupun dengan orang lain. Aktifitas
soliter mencangkup permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat kecilberpartisipasi
dalam aktifitas repetitive dan berlanjut ke permainan yang lebih rumit yang menatang
keterampilan mendiri mereka, seperti menata Puzzle dan bermain kartu. Anak yang sangat muda
berpartisispasi dalam permainan imitative sederhana seperi “petak umpet”. Anak prasekolah
belajarmenikmati permainan formal yang dimulai dengan permainan pertahanan diri yang ritual
dimainkan seperti permainan ring-a-rosy and London Bridge. Anak prasekolah tidak terlibat
dalam permainan kompetitif sebab mereka tidak suka dengan kekalahan, akan curang untuk
mendat kemenangan, akan berusaha mengubah aturan main, membuat berbagi pengecualian dan
kesempatan untuk dirinya. Anak usia sekolah menikmati permainan yang kompetitif seperti
bermain catur, dan baseball.
2. Menurut Karakter Sosial Permainan
Interaksi permainan pada masa bayi adalah antara anak dan orang dewasa. Selanjutnya interaksi
dengan teman sebaya menjadi hal yang penting dalam sosialisasi. Bayi yang egosentris dan
toddler (usia 1-3 tahun) tidak menoleransi penolakan atau penundaan, serta campur tangan.anak
usia 5-6 tahun, mampu kompromi dan panengah perselisihan. Tipe-tipe permainannya yaitu
a. Permainan pengamat
Anak memperhatikan aktifitas dan interaksi anak lain dengan minat aktif tampa terlibat dan
berpartisipasi.
b. Permainan tunggal
Anak bermain sendiri dengan mainan yang berbeda dengan anak yang lain ditempat yang sama.
Mereka asik sendiri tampa berniat mendekati atau berbicara dengan anak yang lain.
c. Permainan parallel
Anak bermain secara mandiri diantara anak-anak lain dengan mainan yang sama. Mereka tampak
kimpak, tetapi tidak saling mempengaruhi, t idak ada assosiasi kelompok, dan tidak bermain
bersama
d. Permianan assosiatif
Anak bermain bersama, mengerjakan aktifitas serupa dan sama, tetapi tidak ada organisasi,
pembagian kerja, penetapan pemimpin, atau tujuan bersama. Anak meminjam dan meminjami
material permainan, saling mengikuti dengan mengendarai wangon, dan sepeda roda tiga.
Kadang mengontrol siapa yang boleh bergabung dan siapa yang tidak boleh bergabung dalam
kelompok itu.
e. Permainan cooperative
Anak bermain secara berkelompok, mendiskusikan dan merencanakan aktifitas untuk pencapaian
akhir. Terdapat rasa saling memiliki dan tidak memiliki yang nyata. Tujuan dan pencapaiannya
memerlukan pengorganisaian aktifitas, pembagian kerja dan peran bermian.

B. FUNGSI BERMAIN
1. Perkembangan Sensorimotor
Aktifitas sensori adalah komponen utama bermain pada semua usia dan merupakan bentuk
dominan permainan pada masa bayi. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan
bermanfaat untuk melepas kelebihan energy. Bayi memperoleh kesan tentang diri dan dunia
merek amelalui stimulasi taktil, auditorius, visual dan kinestetik. Toddler dan anak prasekolah
menyukai gerakan tubuh dan mengesplorasi segala sesuatu di ruangan. Anak yang lebih muda
suka berlari, anak yang lebih besar mulai mengembangkan aktifitas yang rumit seperti berlomba,
dan naik sepeda.

2. Perkembangan Intelektual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar mengenali warna, bentuk, ukuran, tekstur,
dan fungsi objek. Mereka belajar tentang angka-angka dan bagaimana cara menggunakannya,
mereka bisa menghubungkan kata dengan benda, mengembangkan kemampuan berbahasa,
memahami abstrak, hingga hubungan spasial seperti naik, turun, bawah atas. Ketersediaan materi
permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua variable terpenting yang terkait dengan
perkembangan koognitif selama mas abayi dan prasekolah (Chase,1994)

3. Sosialisasi
Hubungan social pertama bayi adalah dengan ibu. Dengan bermain dengan anak lain mereka
belajar membentuk hubungan social dan menyelesaikan masalah terkait dengan hubungan ini.
Mereka belajar member dan menerima, tetapi mereka lebih mendengar kritik dari teman sebaya
ketimbang dari orang dewasa. Anak mempelajari yang benar dan yang salah, standar masyarakat
dan bertanggungjawab atas tindakan mereka.

4. KreatifitasBermain memberikan kesempatan kepada anak untuk berkreasi.


mereka bereksperimen dan mencoba ide mereka pada setiap media yang mereka punya. Kreatif
biasanya menuntut penyamaaan, sehingga usaha untuk diterima oleh teman sebaya merupakan
suatu rintangan upaya kreatif anak sekolah dan remaja.. kreatifitas muncul dari aktifitas tunggal
maupun dari pengembangan ide orang lain yang didengar.
5. Kesadaran Diri
Ekplorasi tubuh anak dan kesadarn terpisah dari ibunya , proses identifikasi diri difsilitasi
melaluikegiatan bermain. Anak-anak mulai mengenali siapa diri mereka dan dimana posisi
mereka. Mereka mulai mengatur tingkah laku sendiri, mempelajari kemampuan sendiri dan
membendingkannya dengan kemampuan anak lain. Dalam permaian mereka menguji
kemampuan mereka, melaksanakan dan mencoba berbagai peran, dan mempelajari dampak dari
perilaku mereka kepada orang lain.

6. Manfaat terapeutik
bermain memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi di
lingkungannya. Melalui bermain anak dapat mengkomunikasakan kebutuhan, rasa takut, dan
keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat ekspresikan karena keterbatasan
keterampilan bahasa mereka.

7. Nilai Moral
Anak belajar tentang benar dan salah di rumah dan sekolah. Selain itu interaksi mereka dengan
teman sebaya selama bermain memiliki peran yang penting dalam penbentukan moral mereka.
Bila mereka ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus menaati aturan perilaku yang
diterima budaya (mis. Adil, jujur, control diri, dan mempertimbangkan orang lain). Anak segera
memperlajari bahwa sebaya mereka kurang toleran terhadap kekerasan dibandingkan orang
dewasa dan bahwa untuk mempertahankan tempat dalam kelompok bermain mereka harus
menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut.

C. HOSPITALISASI
Hospitalisasi ialah Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali
kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan
yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan
menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat. 

Tujuan bermain di rumah sakit adalah untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal
selama di rawat dan mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan.

D. REAKSI ANAK TERHADAP HOSPITALISASI


Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai : pengalaman yang mengacam dan
stressor.
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. Bagi anak hal ini mungkin terjadi
karena : anak tidak memahami mengapa dirawat / terluka, stress dengan adanya perubahan akan
status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari dan keterbatasan mekanisme koping.
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1.Tingkat perkembangan usia
2.Pengalaman sebelumnya
3.Support system dalam keluarga
4.Keterampilan koping
5.Berat ringannya penyakit
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1.Takut
Unfamiliarity, lingkungan rumah sakit yang menakutkan, rutinitas rumah sakit, prosedur yang
menyakitkan dan takut akan kematian

2. Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak
dibawah usia 12 tahun. Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker,
pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung.
3. Privasi yang terhambat
Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Hospitalisasi pada anak
a) Berpisah dengan orang tua dan sibling
binatang buasb) Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. 
c) Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
d) Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
e) Prosedur yang menyakitkan
f) Takut akan cacat atau mati. 

Stressor pada Infant


Separation anxiety ( cemas karena perpisahan ) 
-Pengertian terhadap realita terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat
-Kemampuan bahasa terbatas

Respon Infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap 


1.Tahap Protes ( Fase Of Protes ) :
Menangis kuat, menjerit, menendang, berduka dan marah.
2.Tahap Putus Asa ( Phase Of Despair )
Tangis anak mula berkurang, murung, diam, sedih, apatis, Tidak tertarik dengan aktivitas di
sekitarnya, menghisap jari, menghindari kontak mata, berusaha menghindar dari orang yang
mendekati dan kadang anak tidak mau makan.

3.Tahap Menolak ( Phase Detachment / Denial ) 


-Secara samar anak seakan menerima perpisahan ( pura-pura )
-Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
-Bermain dengan orang lain
-Mulai membina hubungan yang dangkal dengan orang lain.
-Anak mulai terlihat gembira
Kehilangan Fungsi dan Kontrol
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di
rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan
mobilitas dan menimbulkan stress pada anak

Gangguan Body Image dan Nyeri


-Infant masih ragu tentang persepsi body image
-Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ
tubuhnya, missal : sedih/cemas jika ada trauma atau luka.
-Warna seragam perawat / dokter ( putih ) diidentikan dengan prosedur tindakan yang
menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.

Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar
mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan
control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.

STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL ( TODDLER & PRA SEKOLAH )


Reaksi emosional ditunjukan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat
dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.
Pengertian anak tentang sakit
-Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena
anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka.
-Anak mempuyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias bermain dengan
temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah
sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
-Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu
atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.
Separation /perpisahan
-anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
-anak sering mimpi buruk
Kehilangan fungsi dan control
Dengan adanya kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya
mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah
dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap
jari dan menolak untuk makan.
Restrain / Pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas
Gangguan Body Image dan nyeri
-Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
-Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan

STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN


Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
Pengertian tentang sakit 
-anak usia 5 – 7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus
istirahat di tempat tidur
-Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang
di alaminya.
Separation /Perpisahan
-Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi.
-Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsunng lama.
-Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga
dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
Kehilangan Fungsi Dan Kontrol
-Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak
frustasi, marah dan depresi.
-Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat.
Gangguan body image dan nyeri
-anak mulai menyadari tentang nyeri
-Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka insisi.

STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR


-Anak mulai mulai memahami konsep sakit yang bias disebbkan oleh factor eksternal atau
bakteri, virus dan lain-lain.
-Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah 
Separation / Perpisahan
-Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu masalah
-Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan stress
-Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
Gangguan body Image
-Anak takut mengalami kecacatan dan kematian
-Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadap alat genitalianya
STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA
Pengertian tentang sakit
-Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks
-Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias mempengaruhi sakit.
Separation / Perpisahan
-Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress
akan perpisahan dengan teman sebayanya.
-Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika
mereka mengalami kecacatan.
Kehilangan fungsi control
-bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi kemandirian mereka.
-Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengncam konsep diri remaja.
-Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri
Gangguan body image
-sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat
mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image.
Remaja khawatir diejek oleh teman / peer groupnya.
-Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan organ seksual.

E. REAKSI ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI


Reaksi orang tua dipengaruhi oleh :
1.Tingkat keseriusan penyakit anak
2.Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3.Prosedur pengobatan
4.Kekuatan ego individu
5.Kemampuan koping
6.Kebudayaan dan kepercayaan
7 Komunikasi dalam keluarga

Pada umumnya reaksi orang tua a: Denial / disbelief, Tidak percaya akan penyakit anaknya,
marah / merasa bersalah, merasa tidak mampu merawat anaknya, ketakutan, cemas dan frustasi,
tingkat keseriusan penyakit, prosdur tindakan medis dan ketidaktahuan

F. INTERVENSI KEPERAWATAN DALAM MENGATASI DAMPAK HOSPITALISASI

-Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
-Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga.
-Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
-Beri dukungan pada anak dan keluarga
-Beri informasi yang adekuat.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya kedua teori Psikoanalisa yang diungkapakan oleh Freud dan Erikson tidak jauh
berbeda. Mereka sama-sama mengklasifikasikan fase-fase Psikologi seorang individu
berdasarkan usia, sejak saat dilahirkan hingga meninggal nantinya. Hanya saja, Freud
berpendapat bahwa dari semua fase Psikologis yang dialami manusia, merupakan murni karena
dorongan/keinginan yang luar biasa dari dalam (internal)individu tersebut, baik secara sadar
maupun tidak sadar (bawah sadar). Kemudian seperti yang kita ketahui, Erik H. Erikson
berusaha menyempurnakan teori Psikoanalisa yang telah dikemukakan Freud dengan
menambahkan bahwa selain keinginan/ dorongan dari dalam diri si individu, fase-fase psikologis
tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar (eksternal),seperti adat, budaya dan
lingkungan tempat si individu dan kepribadian dibangun melalui serangkaian krisis-krisis dan
alternatif-alternatif.
Agar anak-anak tetap tumbuh dan kembang maka saat hospitalisasi dilakukan pun anak bias
mengalami stress untuk mengurangi stress anak maka dilakukanlah bermain saat hospitalisasi.
Ini perlu dilakukan mempraktekkan secara kontinu proses hidup yang rumit dan penuh stress,
komunikasi, dan mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Di situlah mereka
belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka, misalnya bagaimana menghadapi
lingkungan objek, waktu, ruang, struktur, dan dan orang di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A Aziz Almull .2005. “Pengatar Ilmu keperawatan Anak jilid 1”. Jakarta: Salemba
Nelson, Waldo E. 2000. “Ilmu Kesehatan Anak volume 1”. Jakarta: EGC
Rochemi, Hemi.NS 2009. “perspektif keperawatan anak”. 
http://www.scribd.com/doc/14365045/PERSPEKTIF-KEPERAWATAN-ANAK 
(on-line/ diakses tanggal 22 Mei 2011)
Supartini,Yeni. 2004. “Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak 1”. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2008. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: EGC
Ardiana, Anisah. 2007. “Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia”. http//Konsep-
Pertumbuhan-dan-Perkembangan-Manusia.html diakses tanggal 19 Mei 2011
Diah. 2009. “perbedaan teori perkembangan kepribadian dan persepsi manusia sigmund freud
dan erik erickson”. http// perbedaan-teori-perkembangan-kepribadian-dan-persepsi-manusia.html
(on-line/ diakses tanggal 19 Mei 2011)
Hidayat, Aziz alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. 
Jakarta: Salemaba Medika
Mansyoer, arif, dkk. 2000. Kapita Salekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 
Wong, Donna L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC
Teori Perkembangan Psikoseksual, Psikosial, Moral Dan Kognitif

Teori Perkembangan Psikoseksual, Psikosial, Moral Dan Kognitif

1. Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud)

a. Oral-sensori ( lahir-18 bulan)

Anak yang terhalang kegiatan mengisap mungkin berusaha untuk memusakan kebutuhan ini di

kemudian hari melalui aktivitas seperti mengunyah permen karet, merokok, dan makan yang

berlebihan.

b. Anal-muskular (18 bulan-3 tahun)

Konfliks eksternal mungkin ditemui pada saat latihan ke toilet diusahakan dan kemudian terlihat

dalam perilaku seperti konstipasi, keterlambatan, dan kesakitan.


c. Falik-lokomasi (3-6 tahun)

Sesuatu yang timbul dari konfles Oedipus dan elektra untuk laki-laki dan perempuan secara

berturut-turut terjadi, lancang, malu, dan takut mungkin merupakan ekspresi dari fiksasi pada

tahap ini.

d. Latensi (6 tahun – pubertas)

Penggunaan kpping anak dan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu ini ketertarikan

seksual mungkin disublimasi melalui permainan yang giat dan beroleh keterampilan.

e. Genital (pubertas-masa dewasa)

Ini adalah waktu peningkatan biologis pada saat interaksi emosi yang belum matur sering terjadi

pada awal fase. Pada saatnya, berkembang kemampuan untuk memberi dan menerima cinta yang

matang.

2. Teori Perkembangan Psikososial (Erikson)

a. Percaya Vs Tidak Percaya (lahir – 1 tahun)

Pada saat kebutuhan dasar bayi tidak terpenuhi secara adekuat, bayi menjadi curiga, penuh rasa

takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku makan, pola tidur dan ereliminasi yang

buruk.

b. Autonomi Vs Ragu-Ragu dan Pemalu (1 – 3 tahun)

Jika perkembangan kemandirian tidak didukung oleh orang tua, anak mungkin memiliki

kepribadian yang ragu-ragu; jika anak dibuat merasa buruk pada saat melakukan kegagalan, anak

akan menjadi pemalu.


c. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3 – 6 tahun)

Pembatasan dari orang tua bisa mencegah anak dari perkembangan inisiatif. Rasa bersalah

mungkin muncul pada saat melakukan aktivitas yang berlawanan dengan orang tua. Anak mesti

belajar untuk memulai kativitas tanpa merusak hak-hak orang lain.

d. Industri Vs Inferior (6 – 12 tahun)

Perasaan inferior bisa terjadi pada saat dewasa memandang usaha anak belajar untuk belajar

bagaimana sesuatu bekerja melalui manipulasi adalah sesuatu yang bodoh atau merupakan

masalah. Ketidaksuksesan di sekolah, perkembangan keterampilan fisik, dan mencari teman juga

mengkontribusi terjadinya inferior.

e. Identitas Vs Bingung Peran Atau Difusi (18 – 21 tahun)

Kegagalan untuk mengembangkan identitas pribadi bisa mengarah ke kebingungan peran, yang

sering mncul dari perasaan adekuat, isolasi dan keragu-raguan. Penangguhan psikososial

memberikan waktu yamg lebih untuk membuat keputusan yang vokasional.

f. Intimasi vs Isolasi (18 – 41 tahun)

Ketidakpastian individu mengenai diri sendiri akan mempunyai kesulitan mengembangkan

keintiman. Seseorang tidak bersedia atau tidak mampu untuk berbagi untuk mengenal diri sendiri

akan merasa sendiri.

g. Generativitas Vs Ahsorbsi Diri atau Stagnasi (40-65 tahun)

Asorbsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan peningkatan.

Perenungan dengan diri sendiri mengarah pada stagnasi kehidupan.

h. Integritas Ego Vs Putus Asa (65 tahun- mati)


Resolusi yang tidak berhasil dalam krisis ini bisa menghasilkan perasaan putus asa karena

individu melihat kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan, kekecewaan, dan

kegagalan.

3.  Teori Perkembangan Moral (Kohlberg)

a. Tingkat premoral (lahir – 9 tahun)

Anak menyerah kepada kekuatan dan kepemilikan. Hidup dinilai untuk jumlah dan kekuatan dari

kepemilikan.

1) Orientasi hukuman dan kepatuhan (lahir sampai – 6 tahun)

Anak menggabungkan label dari baik dan buruk dan benar dan salah dalam perilaku dalam

bentuk konsekuensi dari tindakan-tindakan. Elemen dari tawar menawar, pembagian yang

seimbang, dan kejujuran menjadi muncul. Hidup dinilai dengan bagaimana anak dapat

memuaskan kebutuhan dari orang lain.

2) Orientasi egoistik secara sederhana (6 – 9 tahun)

Anak menyesuaikan minat diri sendiri dengan aturan: anak berasumsi bahwa penghargaan atau

bantuan akan diterima.

b. Moralitas konvensional (9-13 tahun)

1) Anak laki-laki yang baik dan anak perempuan yang manis ( 9 – 10 tahun )

Hidup dinilai dari seberapa bagus hubungan interpersonal (mengidentifikasi kepentingan

individu secara emosional)

2) Autoritas mempertahankan moralitas


Identifikasian bergeser pada agama atau insittusi sosial seperti sekolah.

c. Tingkat moralitas pasca konvensional ( 13 tahun – meninggal)

Pencapaian nilai koral yang benar terjadi setelah dicapai formal operasional. Tidak semua orang

mencapai tingkat ini.

1)  Orientasi kontraktual dan legalitas

Individu berhati-hati untuk tidak melanggar hak-hak dan kehendak orang lain. Terjadi konflik

pandangan moral dan legal. Orang akan bekerja untuk mengubah aturan.

2) Orientasi prinsip etis yang universal

Tahapan ini jarang dicapai. Jika rangcangan pemikiran dari dalam diganggu maka akan muncul

rasa bersalah.

4.  Teori Perkembangan Kognitif (Piaget)

Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dapat menerangkan perkembangan anak seperti :

a. Sensori motor (lahir – 2 tahun)

Perkembangan dari refleks oromotor pada bayi baru lahir ke interaksi yang erat dengan

lingkungan dan mulai menggunakan simbol-simbol.

b.  Pra-operasional (2 – 7 tahun)

Proses berpikir menjadi interalisasi; tidak sistematis dan mcngandalkan intuisi. Penggunaan

simbol meningkat. Pengertian berdasarkan penampilan dan kejadian yang dilihatnya.

c.   Berpikir rasional ( 7 – 1 l tahun)


Anak dapat memusatkan berbagai aspek dari situasi secara simultan. Sudah mengeerti sebab

akibat secara rasional dan sistematis. Mampu melakukan pengelompokan dan generalisasi,

berkurangnya rasa ego memungkinkan anak bersosialisasi dengan anak lain.

d.  Formal rasional

Berkembangnya kemampuan berpikir abstrak dan imajinasi. Pengertian terhadap ilmu

pengetahuan dan teori lebih mendalam.

Perkembangan Psikoseksual Yang Sehat Bagi Remaja


PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL YANG SEHAT BAGI REMAJA

1.      Pesatnya Pertumbuhan Remaja

Fase remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat.
Pertumbuhan fisik (organ tubuh) yang sangat pesat, terjadi pada masa ini, yaitu dari proporsi
(ukuran bentuk) tubuh anak – anak, telah tumbuh berubah menjadi matang, menuju proporsi
tubuh orang dewasa.

Pesatnya pertumbuhan fisik remaja ini terkait dengan pertumbuhan homonal (kelenjar –
kelenjar hormon) di dalam tubuhnya. Pertumbuhan fisik dan hormonal ini berimplikasi luas
terhadap perubahan kejiwaan dan tingkah laku remaja. Salah satunya adalah perkembangan
psikoseksual (hubungan kejiwaan antara individu pria dengan kejiwaan wanita).
2.      Perkembangan Psikoseksual

Perkembangan psikoseksual adalah proses berubahnya, bertumbuhnya, dan


berkembangnya fungsi – fungsi (kejiwaan) yang berhubungan dengan pergaulan / interaksinya
dengan teman lawan jenis dan perbedaan pria – wanita.

Misalnya :

·    Remaja mulai tumbuh benih – benih perasaan naluriah saling tertarik dengan lawan jenisnya.

·  Pada diri remaja telah muncul perhatian – perhatian yang mendalam terhadap keberadaan dirinya,
diawali dari aspek fisiknya :

 Kesadaran akan wajahnya (cantik – tampan)


 Kesadaran akan tubuhnya (tinggi, sedang, rendah), pada masa ini kaca cermin menjadi
“sahabat dekatnya”, diikuti dengan aspek psikisnya
  Timbul rasa cemas, bimbang, malu, rendah diri, dan tidak percaya diri.
  Timbul sikap malu – malu, salah tingkah dan gejolak – gejolak tertentu.
·      Remaja mulai intensif memperhatikan dan mempercantik / mempertampan dirinya.
·  Remaja mulai menjalani interaksi, pergaulannya semakin meluas dan melebar khususnya dengan
lawan jenisnya, disamping dengan teman sesama jenisnya.

3.      Perkembangan Psikoseksual yang sehat

Pada masa remaja, perkembangan psikoseksual ini memiliki fungsi dan makna yang
sangat strategis dalam mencapai tugas perkembangan menuju kematangan dan kedewasaan. Pada
masa ini seorang individu mulai merentangkan dasar – dasar atau tunas – tunas menuju
kedewasaan psikoseksual. Kejiwaan dan kepribadiannya tumbuh lebih matang sesuai peran dann
fungsinya sebagai pria atau wanita.

Namun pada fase ini, remaja juga memasuki masa rawan dan kritis, yaitu masa yang
penuh resiko, terancam kegagalan – kegagalan dan bahaya dalam meniti perkembangan
psikoseksualnya. Berapa banyak muda – mudi yang masih belia tersandung oleh frustasi –
frustasi dalam pergaulan muda – mudinya ? Berapa banyak yang mengalami “kecelakaan”
pergaulan bebas yang membuahkan kehamilan pranikah dan diluar nikah ?

Untuk itulah remaja perlu memegang teguh nilai – nilai kewajaran, bebas tapi terbatas.
Bukankah setiap bagian alam ini ada sistem dan aturan ? Sebagaimana bumi dan planet ini kalau
berputarnya tidak teratur akan hancur ? Demikian juga pergaulan pria dan wanita akan bahaya
bila meninggalkan sistem keteraturannya !

4.      Reproduksi yang Sehat

Salah satu tugas perkembangan remaja ialah mempersiapkan diri untuk merintis
kedewasaan dan memasuki kehidupan berumah tangga. Pada saatnya remaja akan beralih fungsi
dan perannya menjadi orang dewasa yang membangun keluarga hidup sebagai suami
istri. Fungsi dan peran untuk membuahkan keturunan (proses reproduksi) mempunyai anak telah
siap dilaksanakannnya.

Namun, tidak sedikit individu – individu remaja yang tergelincir ke jurang pergaulan
bebas, perzinaan, hamil pranikah – di luar nikah, dan “kecelakaan” lainnya. Ini berarti proses
kehamilan atau reproduksinya tidak sehat, tidak terpuji alias hina / tercela, tidak sejalan dengan
perilaku manusia yang sempurna dan dimuliakan Tuhan ini.

Reproduksi yang sehat adalah proses perkawinan dan kehamilan yang dilakukan secara
benar dan baik sesuai nilai – nilai kemuliaan, norma hukum, norma moral dan agama. Satu –
satunya jalan reproduksi yang sehat adalah melalui “pintu gerbang” pernikahan. Sesuatu yang
mulia harus dilakukan dengan cara – cara yang mulia pula, dan hasilnyapun akan mulia.

5.      Bahaya Reproduksi yang Tidak Sehat

Proses reproduksi yang tidak wajar dimulai dengan cara – cara terhina (tercela) konsekuensi
logisnya pun penuh nuansa kehinaan dan penderitaan.
a.    Secara psikologis

          Beban kejiwaan yang berat, duka nestapa, dapat muncul dari kasus – kasu reproduksi
pranikah / di luar nikah.

Misalnya :

·         Rasa malu yang ditanggung sepanjang waktu

·         Hilangnya harga diri

·         Gejolak emosional seperti cemas, frustasi, depresi dan lain – lain

·         Perkembangan kejiwaan dapat terganggu dalam hidupnya

·         Kebahagiaan hakiki sulit ditemukan

·         Kesejahteraan jiwa / mentalnya terkoyak

·         Dan lain – lain

b.       Secara Sosial

Secara sosial reproduksi yang tidak sehat (pranikah – diluar nikah) merupakan noda yang
bakal dikenang dalam “memori” masyarakat. Si “penderita” akan merasa terkucil dan dikucilkan
oleh masyarakatnya. Tidak hanya di pelaku yang menderita, tetapi orang tua dan keluarganya
juga terkena getahnya, citra dan nama baik keluarga dapat jatuh karenanya. Bahkan si anak hasil
keturunannya dapat diungkit status dan sejarah latar belakang hidupnya.

c.       Secara Fisik

Reproduksi yang tidak sehat yang menyimpang ini sangat beresiko pada tingkah laku
yang lebih kompleks penyimpangan psikoseksualnya dan akibat buruknya dapat mengancam
kesehatan, misalnya penularan peyakit kelamin :

 Gonorhoea mengakibatkan kemandulan, penyakit radang pinggul, memudahkan


penularah HIV.
 Sifilis menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung.
  Heper Genitalis menyerang alat kelamin dan salurannya menimbulkan kanker rahim dan
memudahkan penularan HIV.
 Trikomoniasis Vaginalis menyerang alat kelamin, menyebabkan kelahiran bayi prematur
dan memudahkan penularan HIV.
 Choncroid menyebabkan luka – luka pada alat kelamin dan sekitarnya, memudahkan
penularan HIV.
 Klamidia menimbulkan adang saluran kencing, rusaknya sperma, kemandulan dan
memudahkan penularan HIV
 Kondiploma Akuminata / Genital Warts tumbuhnya kulit pada kemaluan dan kemudian
dapat menimbulkan kanker mulut rahim.
d.      Secara Fisik
Reproduksi yang tidak sehat, berakibat panjang di hari akhir nanti. Manusia diciptakan
sebagai makhluk paling sempurna, tetapi tidak ada jaminan kemuliaannya. Mulia atau hinanya
manusia tergantunga amal dan tingkah laku.

Reproduksi yang tidak sehat / perzinaan adalah tingkah laku tidak sejalan dengan nilai
kesucian dan kemuliaan manusia. Berbeda dengan binatang. Binatang bukan makhluk sempurna,
tanpa akal dan tiada budi pekerti. Binatang tidak akan dimintai pertanggung jawaban. Sedangkan
manusia, seluruh anggota tubuh ini adalah amanah, titipan, pinjaman, kepercayaan dari Tuhan
Yang Maha Pencipta. Semua bakal ditanya satu demi satu di Mahkamah Sang Maha Adil.

Selamat membaca semoga materi ini dapat bermanfaat untuk semua orang khususnya
para remaja.Trimakasih.

KOMPAS.com -  Ada fase-fase psikologis yang harus dilalui tiap individu. Antara lain, fase

psikoseksual yaitu tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan fungsi seksual yang dapat

mempengaruhi perkembangan psikologis individu tersebut.


Tiap individu akan mengalami fase/tahap psikoseksual dalam tiap tahap perkembangan umurnya

(0-18 tahun). Bila individu tersebut gagal melewati suatu masa yang harus dilaluinya sesuai

dengan tahap perkembangannya, maka akan terjadi gangguan pada diri orang tersebut.  

Fase dan tahap inilah yang penting untung diketahui oleh setiap orangtua dalam memantau

perkembangan kepribadian putra-putri mereka, terutama di lingkup psikoseksual. Kenalilah dan

ketahuilah dengan terperinci fase-fase yang dialami sang buah hati dengan mengikuti seminar

online persembahan www.sexxie.tv.    

Topik               : Perkembangan Psikoseksual Anak dan Remaja

Pembicara        : dr. Handoko Hardianto Putra, Msc

Hari, Tanggal    : Jumat, 18 Februari 2011

Waktu              : Pukul 14.00 – 15.00 WIB  

Dr Handoko Hardianto Putra, MSc adalah dokter spesialis kejiwaan yang saat ini aktif di

Departemen Kepolisian Republik Indonesia dan AEA Internasional SOS Clinic. Dokter spesialis

lulusan terbaik Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini kerap

mengantongi gelar pemenang dalam berbagai macam kompetisi di bidang kesehatan jiwa.

Hanya dengan menyiapkan komputer/laptop, koneksi internet, headset atau speaker, maka anda

telah siap mendengarkan seluruh presentasi dan dialog seminar online secara langsung, dari

manapun. Anda pun dapat melayangkan pertanyaan kepada Dr. Handoko di akhir seminar

online. Praktis, mudah dan yang terpenting, gratis! Tunggu apa lagi? Klik di sini untuk daftar

sekarang!

Cara menghadiri webinar/seminar online:

1. Klik link untuk mendaftar menjadi peserta webinar dan masukkan data diri pada formulir

registrasi.

2. Setelah melengkapi formulir registrasi, link pribadi akan dikirimkan ke email Anda.

3. 30 menit sebelum webinar dimulai, klik link tersebut untuk memasuki ruang webinar dan ikuti

instruksi untuk download software. Nomer ID webinar ini:  304-297-314


4. Setelah download berhasil, Anda akan memasuki ruang virtual webinar

5. Seminar online ini hanya diperuntukkan bagi usia 18 tahun ke atas.

Perkembangan psikoseksual anak usia dini


BAB II

PEMBAHASAN MAKALAH

A.    PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL ANAK USIA DINI

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia,
teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan
pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan
memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati
kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap
tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik
dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam
perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan
sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu
pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh
manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak,
dewasa, maupun lansia.

Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud.
Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi,
teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak
ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-
psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar
biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya
menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana
hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting
pada setiap tahapnya.

Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara
universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah
disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan
kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan
berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah
rangkaian kata yaitu :

(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami


keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat
dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius
soial yang lebih luas. (2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan
berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam
tahap-tahap yang ada.

Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat


sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego
dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”.
Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku
kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang
berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide
dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat
dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga
berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari
setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga
disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap
krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang
sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan
antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang
mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.

Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan


apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan
setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut
memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh
setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal
menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk
setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai
kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi
dalam kesehatan manusia itu sendiri.

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap
perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan
seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek
perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan
sebutanTheory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak
berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori
perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-
aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson
menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa
dewasa.

Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh
memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap
bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut
membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap
perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap
terdapat maladaption/maladaptif(adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini
berlangsung kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik
maka akan tumbuh maladaption/maladaptifdan juga malignansi, selain itu juga
terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan
yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut
Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur
maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami
ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung
kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-
energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.

Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.

Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang


sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi
adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu
akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral
mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
1. Fase Oral

Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran
dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal
kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.

Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan
memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.

2. Fase Anal

Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian
kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.

Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di


manaorang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan
penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan
membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif
selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten,
produktif dan kreatif.

Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak
perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang
anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.

3. Fase Phalic

Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.

Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan
yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.

Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai
alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya
bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak
terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak
akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki
mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.

4. Fase Latent

Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke
daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.

Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk
itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu
tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.

5. Fase Genital

Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual


yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan
individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah
selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Perkembangan Psikoseksual

Menurut Sigmund Freud (1856-1939) fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi
psikis yang disebut libido. Libido ini merupakan energi yang bersifat seksual (diartikan secara
luas sebagi dorongan kehidupan) dan sudah ada sejak bayi. Setiap tahap perkembangan ditandai
dengan berfungsinya dengan dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Freud
membagi perkembangan menjadi 5 fase, yaitu :

1. Fase Oral (0-1 tahun). Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada

mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Obejek sosial

terdekat adalah ibu, terutama saat menetek. Bila anak tidak menyusu pada ibunya, ia

memperoleh kepuasan oral dengan memasukkan jari-jari tangannyake mulut.

2. Fase anal (1-3 tahun). Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di daerah anus,

terutama saat buang air besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajar disiplin pada anak

(termasuk toilet training). Pada masa ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertangung

jawab atas beberapa kegiatan tertentu.

3. Fase Falik (3-5 tahun). Anak memindahkannya pusat kepuasan pada daerah kelamin.

Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Ibu menjadi tokoh

yang memberikan kasih sayang perlindungan (rasa aman) dan tempat mengadu menghadapi

persoalan. Pada anak laki-laki keterdekatan pada ibunya menimbulkan gairah seksual dan

perasaan cinta yang disebut Oedipus Kompleks. Tapi perasaan ini terhalang dengan adanya
tokoh ayah. Kompleks ini kemudian diikuti oleh kecemasan kastrasi (takut dipotong alat

kelaminnya) sehingga menimbulkan perilaku menurut dan meniru tindak-tanduk saingannya.

Konflik ini terpecahkan bila anak sudah dapat menerima, menyukai, dan mengagumi saingannya

sehingga menjadi model dari perilakunya (ego ideal).

4. Fase Laten (5-12 tahun). Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan

pesat pada aspek motorik dan kognitif. Kecemasan dan ketakutan yang timbul pada masa-masa

sebelumnya ditekan (repressed). Anak laki-laki lebih banyak bergaul dengan teman sejenis,

demikian pila wanita. Oleh karena itu, fase ini disebut juga fase homoseksual alamiah. Anak

mencari figur ideal diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.

5. Fase Genital (12 tahun ke atas). Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat

kepuasannya berada pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-

hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain yang

berlawan jenis. Pengalaman-pengalaman di masa lalu menjadi bekal yang amat berpengaruh

pada remaja yang sedang menapak ke dunia dewasa, dunia karir, dan dunia rumah tangga.

Makalah : Perkembangan Psikososial Masa Anak-anak Awal (Usia 3-6 Tahun)

 Oleh : Dessy Rilia


Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan emosi, motivasi

dan perkembangan pribadi manusia serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan

dengan orang lain.

Perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak di bagi dalam beberapa fase, menurut

‘Teori Psikoanalisis’ Freud (1856-1939) bahwa perkembangan psikososial manusia dibagi

dalam 8 fase, dan beberapa diantara adalah fase perkembangan psikososial masa kanak-kanak

(Papalia & Olds, 1995), yaitu :

1. fase pembentukan kepercayaan vs tidak percaya (0 – 18 bulan)

2. Fase Otonomi vs malu-malu & Ragu-ragu (18 bulan – 3 tahun)

3. Fase Inisiatif vs merasa bersalah (3 – 6 tahun)

Melihat dari pembagian fase perkembangan tersebut maka anak-anak usia 3 – 6 tahun sedang

berada dalam fase Inisiatif vs merasa bersalah.


           

Pada tahap ini, krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan

melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang dilakukan oleh

anak. Oleh sebab itu, anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak. Disamping

itu, anak masih perlu merasakan kebebasannya. Apabila perkembangan rasa bersalah melebihi

perkembangan inisiatif anak, maka anak akan menjadi anak yang diliputi rasa ragu-ragu.
A. KARAKTERISTIK PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 – 6

TAHUN)

Karakteristik psikososial anak usia 3 – 6 tahun dibagi menjadi 2 tahap yaitu :


     1.      Karakteristik Psikososial Anak Usia 3 - 4 Tahun 

a.       Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri.

b.    Sudah dapat merasakan kelucuan bila ada hal-hal lucu atau ikut tertawa ketika orang dewasa

tertawa.

c.       Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini berlangsung sampai usia 5 tahun.

d.      Keinginan berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut melakukannya.

      2.      Karakteristik Psikososial Anak Usia 5 – 6 Tahun 

a.       Perasaan humor berkembang lebih lanjut

b.      Sudah dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah

c.       Sudah dapat menenangkan diri

d.      Pada Usia 6 tahun anak menjadi sangat Asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan),

mendominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasehat.

e.       Sering bertengkar tapi cepat berbaikan kembali.

f.       Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah.


g.      Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima

peraturan disiplin.

B. ASPEK YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA

ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 – 6 TAHUN)

1. Aspek Perkembangan Permainan

Hetherington & Parke (1979) mendefinisikan permainan bagi anak-anak adalah suatu bentuk

aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan

karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini karena bagi

anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya

(Schwartzman, 1978).

Permainan sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan memiliki

beberapa fungsi yang dalam pengaruh pentingnya terhadap perkembangan anak. Salah satunya

adalah fungsi sosial. Fungsi sosial permainan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak.

Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami

orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang

dewasa.

Fungsi Permainan

a. Fungsi Konitif (Piaget 1962)


 Menjelajahi lingkungan, mempelajari objek-objek di sekitarnya dan belajar memecahkan masalah

  Mengembangkan potensi dan keterampilan dengan cara menyenangkan

b. Fungsi Sosial, dapat meningkatkan perkembangan sosial (dramatical play)

c. Fungsi Emosi, permainan memberikan perasaan senang dan anak dapat melepaskan energi  

    fisiknya yang berlebihan.

2. Aspek Perkembangan Hubungan dengan Orang Lain

    a. Hubungan dengan Orang Tua

Kasih sayang Orang Tua atau pengasuh pada tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan

kunci utama perkembangan sosial anak. Pola Hubungan orang tua atau pengasuhnya pada anak

usia 3 – 6 tahun merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu

aspek penting dalam hubungan antara orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang

diterapkan oleh orang tua. Ada 3 tipe pengasuhan orang tua yaitu :

         Otoritatif  yaitu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap

tingkah laku anak –anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati

pemikiran, perasaan serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan (Demokratis).

Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung percaya diri, memiliki pengawasan terhadap diri

sendiri dan mampu bergaul baik dengan teman sebayanya.


- Otoriter yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti

perintah-perintah orang tua (tidak demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung

curiga pada orang lain dan tidak merasa bahagia dengan dirinya sendiri, canggung dalam

pergaulan juga memiliki prestasi belajar yang rendah.

     - Permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua hanya sedikit terlibat dalam kehidupan anak

atau bahkan sama sekali tidak terlibat dalam kehidupan anak (Masa bodo). Hasilnya adalah anak-

anak yang kurang percaya diri, memiliki pengendalian diri yang buruk (berbuat semaunya),

memaksakan keinginan dan memiliki rasa harga diri yang rendah.

Pada fase Inisiatif vs merasa bersalah, anak-anak tentu membutuhkan gaya pengasuhan yang

dapat membantunya tampil percaya diri, memiliki prestasi belajar yang baik, memiliki

pengendalian dan pengawan diri sendiri, dapat bergaul dengan baik, serta mampu membedakan

yang benar dan yang salah.

b. Hubungan Dengan Teman Sebaya (Peer)

Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya

memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok

teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi  dan

perbandingan tentang dunia luar diluar keluarga. Anak menerima umpan balik tentang

kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi apakah


yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak

lain.  Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan dirinya. Proses

pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri

anak (Hetherington & Parke, 1981).

Relasi yang harmonis diantara teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan

kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya. Sebaliknya Isolasi sosial atau

ketidakmampuan untuk melebur ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak

masalah dan kelainan yang beragam, mulai dari kenakalan dan masalah minuman keras hingga

depresi. Bahkan relasi yang buruk diantara teman2 sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan

dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja

(Santrock, 1995).

3. Aspek Perkembangan Gender dalam Permainan dan Aktivitas

            Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial

pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap

yang  dihubungkan dengan laki-laki atau perempuan. Kebanyakan anak mengalami sekurang-

kurangnya tiga tahap dalam perkembangan gender  (Shepherd-Look, 1982)

a. Anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender , yaitu rasa laki-laki atau

    perempuan.

b. Anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin mana yang mereka

    kehendaki.
c. Anak memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang

   ditentukan secara biologis, permanen, dan tak berubah-ubah.

Perkembangan gender pada masa anak-anak usia 3 – 6 tahun masih dalam tahap mempelajari

stereotif gender konvensional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek

umum (Ruble&ruble, 1980). Mereka menghubungkan gender dengan mainan, pakaian namun

dalam tahap ini anak belum mengerti konsep / ketetapan gender.

4. Aspek Perkembangan Moral

            Perkembangan moral adalah perkembangan dengan aturan dan hubungan  mengenai apa

yang seharunya dilakuakan oleh manusia sebagai interaksi dengan orang lain (Stanrock , 1995)

Pada Masa anak-anak Awal perkembangan moral anak ada pada

tahap Preconventional Morality (Lawrence Kohlberg) yaitu anak mengenal

moralitas dari dampak perbuatan yang dilakukannya :

  Perbuatan menyenangkan (sesuai aturan)  =   Hadiah dan Pujian

  Perbuatan menyakitkan (tidak sesuai aturan)  = Hukuman


  Perbuatan Meniru apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya

C. PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK

AWAL  (USIA 3 – 6 TAHUN)

1. Pengalaman Masa Lalu

Perkembangan Psikososial anak pada usia 3 – 6 tahun merupakan hasil dari perkembangan

psikososial pada fase sebelumnya, yaitu fase percaya vs tidak percaya dan fase otonomi vs malu

dan ragu-ragu. Apabila pada fase ini anak tidak berkembang secara normal, maka hal ini akan

mempengaruhi perkembangan Psikososial anak pada fase ini.

2. Perkembangan Dimasa yang Akan Datang

Masa anak-anak merupakan masa yang berfungsi untuk mengembangkan psikososial anak ke

arah yang positif. Positif berarti mengembangkan anak sesuai dengan fase perkembangan

psikososialnya. Apabila anak tidak mengalami perkembangan psikososial yang positif maka di

masa depan, anak akan mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan psikososialnya.

3. Perlakuan Orang-Orang di Sekitar Anak


Orang-orang yang berada di sekitar anak, baik orang tua maupun guru berperan dalam

mengembangkan psikososial anak. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu memberikan

kesempatan pada anak unruk berinteraksi sosial, untuk mengungkapakan pikiran dan

perasaannya.

D. IMPLIKASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK  AWAL (USIA

3-6 TAHUN) BAGI  ORANG TUA DAN GURU

1. Memberikan kesempatan perkembangan psikososial secara positif pada anak. Misalnya :

Memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya.

2. Menciptakan prosses pendidikan dan pembelajaran yang memberikan wahana untuk

mengembangkan Psikososial anak secara positif. Misalnya : mencipakan sudut permainan drama

dan sudut-sudut lainnya yang relevan.

3. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengembangan psikososial

secara positif. Misalnya : membiarkan anak bermain dan melengkapi alat permainan yang

dibutuhkan anak.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena

hanya dengan rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK” ini. Shalawat serta salam

tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Rasullullah Muhammad SAW sebagai

pembawa revolusioner sejati, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya sampaihari

kiamat.Amin

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari peran

dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Kerena itu dalam kesempatan ini,

penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada semua

pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang tidak dapat

kami sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan sehingg kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu
perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari
perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya
(non fisik) dinamakan perkembanga psikologis.

Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang


muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati. [1] Dimana dalam
makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak
tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru
dalam memahami tingkah laku dan mendidik anak-anaknya.

Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam mendidik
atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang
salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya
atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak
berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.

Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut.
Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para
anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.
BAB II

PEMBAHASAN

TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari

segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan

hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)

sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya

kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

(Q.S Al-:Mu’min :40:67).

Jauh sebelum para ahli psikologi dan pendidikan anak mengemukakan mengenai teori-

teori perkembangan anak, terlebih dahulu Allah telah menerangkannya di dalam Al-Qur’an,

yaitu yang terdapat dalam surat Al-mu’min ayat 40. Sebagaimana yang tertulis di atas tersebut.

1. PENGERTIAN PERKEMBANGAN

Apa asebenarnya pengertian perkembangan itu? Istilah perkembangan (development) dan

pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hampir sama. Keduanya dapat diartikan

adanya perubahan dari keadaan sesuatu kekeadaan yang lain. Namun pada istilah pertumbuhan
dititik beratkan pada perubahan fisik, sedangkan istilah perkembangan digunakan kalau lebih

menekankan pada perubahan psikis.

Sebagaimana Monks dkk. menuliskan istilah pertumbuhan khusus dimaksudkan bagi

pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan istilah

perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala psikologik yang

Nampak.[2]  Dan tidak dapat disangkal bahwasannya pertumbuhan fisik mempengaruhin

perkembamngan psikis, karena keduanya memang tidak dapat dipisahkan.

Dalam penjelasan mengenai teori perkembangan terdapat perbedaan di dalam memahami

apa yang termasuk dalam perkembangan dan mengenai cara perkembangan berlangsung. Namun

terdapat beberapa prinsip umum yang didukung hampir semua ahli, yaitu :

a.       Manusia berkembang dalam tingkat yang berbeda

Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan contoh mengenai tingkat perkembangan yang

berbeda. Beberapa siswa akan lebih besar, terkoordinasi lebih baik, atau lebih dewasa

dibannding dengan yabg lainnya.

b.      Perkembangan relatif runtut

Orang cenderung mengembangkan kemampuan tertantu sebelum kemampuan yang lain.

c.       Perkembangan berjalan secara gradual

Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari. Jadi di dalam perkembangan manusia membutuhkan

waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif sangat lambat dan tidak setiap hari berlangsung.[3]

2. TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
Dalam makalah ini kita (penulis) akan membahas mengenai teori-teori perkembangan,

yang diantaranya yaitu :

1.    Teori Nativisme ( Teori yang Berorientasi pada Biologi )[4]

            Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang


ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan
yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-
faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan
ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar
anaknya juga pintar.

Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi
jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan
anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.

Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak
memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai
pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini
tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.

Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860).
Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh
ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan
sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi
bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-
satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi
pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.

2.    Teori Empirisme ( Teori Lingkungan )[5]

Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri =

pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia.

Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih

tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik

besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.

Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean

Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik.

Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia

sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun

diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.

Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke

(1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan

kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh

besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran
empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar

peserta didiknya.

Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena

menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajaiannya, dengan tetap

menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian

dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah

lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik

dalam mengajar mereka.

3.    Teori Konvergens[6]

Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik
pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,
keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia
yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai
kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam
lingkungan masyarakat manusia.

Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi
seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang
mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam
proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.

Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan


dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan  (nativisme-
empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang
ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada
umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-
kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi
pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang
itu.

Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan,
diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut
aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan
menurut aliran empirisme bahwa justreru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.
Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik
yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.

Al-Qur’an dan hadist sendiri  sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan
teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran
nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam  hal ini, Al-Qur’an menegaskan bahwa
pembawaan seorang anak (peserta didik) sejak lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar
keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut Al-Qur’an di samping dapat
menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar
(lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
4.    Teori Interaksionisme[7]

            Teoritikus yang terkenal adalah Piaget. Menurut, cara-cara berpikir tertentu sangat

sederhana bagi seorang dewasa, tidaklah sesederhaana pemikiran yang dilakukan seorang anak.

Terdapat batas-batas tertentu pada anak atas materi yang dapat diajarakan pada satu waktu

tertentu dalam masa kehidupan anak tersebut.

Teori Piaget menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan

tingkat. Ia percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan  kognitif

yang sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang

sama dengan cara yang sungguh sama.

Empat tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu :

a.       Masa Bayi (Bakita) : Tingkat Sensomotori

Periode perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari indera

(sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi terbesar bayi adalah

kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan

ayau tidak.

Prestasi besar kedua periode sensormotor adalah mukainya tindakan dengan tujuan terarah yang

logis. Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.

b.      Masa Anak-anak Awal : Tingkat Pra-Operasional

Itelegensi sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat

informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi, atau tindakan

yang dilakukan secara mental atau berani.


Menurut Piaget, langkah awal tindakan berpikir adalah interalisasi tindakan. Pada akhir tingkat

sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema tindakan.

c.       Tingkat Operasional Konkrit

Pada masa ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata

operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini. Krakter dasar tingkat

ini adalah bahwasannya siswa mengetahui :

         Stabilitas logis dunia fisik

         Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan tetap banyak menjaga

banyak karakter aslinya

         Bahwa perubahan-perubahan ini di balik

d.      Tingkat Operasional Formal

Pada tingkat operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran

formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem, bagian-bagian

saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita kenal sebagai alasan ilmiah.

Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang

diisolasi atau dikontrol.

Untuk jelasnya dibawah ini adalah tabel perkembangan kognitif versi Piaget[8] :

Tingkat Usia yang sesuai karakter

Sensomotor 0-2 tahun Mulai menggunakan imitasi


(meniru), memori, dan pikiran
mulai mengetahui bahwa
objek tidak sirna ketika hilang,
berubahnya dari tindakan
refleks menuju tindakan yang
terarah

Pra-Operasional 2-7 tahun Mulai berkembangan bahasa


dan kemampuan berpikir
dengan bentuk simbolis

Mampu memikirkan operasi


secara logis

Memiliki kesulitan
mengetahui sufut pandang
orang lain

Operasional Konkrit 7-11 tahun Mampu memecahkan


masalah-masalah konkrit
dengan cara logis

Memahami hukum
perlindungan

Operasional Formal 11-15 tahun Mampu memecahkan masalah


abstrak dengan cara logis

Pemikiran menjadi lebih


ilmiah

Mengembangkan terhadap
isu-isu sosial
5.    Teori Psikodinamika

            Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan

kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi, dan

aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika

terjadi konflik-konflik dari aspek-spek psikologi tersebut. Yang umumya terjadi pada masa

kanak-kanak dini. Para teoritisi psikodinamik percaya bahwa perkembangan merupakan suatu

proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls

individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan emosional mereka.

Perkembangan seorang anak terjadi pada serangkaian tahap. Pada masing-masing tahap anak

mengalami konflik-konflik internal yang harus diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya.

Teori Psikodinamik dalam psikologi perkembangan banyak dipengaruhi oleh Sigmund Freud dan

Eric Erikson.

            Kelemahan teori ini adalah tidak dapat dibuktikan secara empirc. Teori ini menitik

beratkan pada perkembangan sosio-afektif. Bila dala teori ini seksualitas menduduki tempat yang

utama perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu mati) lalu berjalan

bersama-sama. Jadi kalau seksualitas ditekan karena norma pendidikan orang tua, maka agresi

akan ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan

kepribadian anak.

Mengenai perkembangan pada anak sendiri dapat di jelaskan beberapa macam

perkembangan sebagai berikut, yaitu :

A.   Perkembangan Psikoseksual / Psikoanalitis

Sigmund Freud berfikir bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh cara-cara

mengatasi konflik antara sumber-sumber kesenangan oral, anal, alat kelamin, serta tuntutan-
tuntutan realitas. Bila konflik ini tidak diatasi, individu dapatmengalami perasaan yang

mendalam pada tahapan perkembangan sikoseksual tertentu.

Teroi Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak

awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku. Freud berpikir bahwa dorongan

seks dan instink dan dorongan agresif adalah penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang

bekerja menurut prinsip kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga

komponen, yaitu: id, ego dan superego.

         Id, merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur bilogis, termasuk di

dalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih dasar .

         Ego, merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme

untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan

instinktif organisme dengan keadaan lingkungan .

         Superego, adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-niali

tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya

melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah memutuskan apakah

sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang

diakui oleh masyarakat.

Sedangkan dalam perkembangan psikoseksual anak sendiri Freudmengemukakan

bahwasannya, perkembangan anak dibagi dalam beberapa tahap atau fase, yaitu:

     a. Fase oral (0-11 bulan)

         Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap,

mengigit, mengunyah, dan mengucap serta  ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta

dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.


         Masalah  yang diperoleh pada tahap ini  adalah menyapih dan makan.

      b. Fase anal (1-3 tahun)

         Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri,sangat egoistik,

mulai   mempelajari struktur tubuhnya.

         Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan.

         Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan

keinginanya.

         Untuk itu  toilet training adalah waktu yang tepat  dilakukan dalam periode ini.

         Masalah yang yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran)

dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.

c. Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun )

      Kehidupan anak berpusat  pada genetalia dan area tubuh yang sensitif.  

      Anak mulai suka pada lain jenis.

       Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin.

       Anak  mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam

berpakaian).
d. Fase laten (6-12 tahun)

      Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk

mengeksplorasi  pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya.

       Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih menyukai teman dengan jeni skelamin yang

sama, demikian juga sebaliknya.

      Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi (Ortu harus bijaksana

dan merespon)   

      Oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya ortu waspada

( Peran ibu dan bapak sangat penting dlm melakukan pendekatan dengan anak).

e. Fase genital (12-18 tahun)

      Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang

terhadap lawan jenis.

B. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson  )

      Eric Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikosialis dari Freud.

Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun menambahkan dasar dasri

orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan psikososial.

            Secara umum, Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan perubahan

perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri dari tugas yang

khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau krisis bilamana tidak dapat
melampaui denagn baik. Semakin individu tersebut mampu melampaui krisis, maka akan

semakin sehat perkembangannya. Adapun delapan tahapan perkembangan psikososial sepanjang

siklus kehidupan manusia dijelaskan sebagai berikut :

a.    Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)

         Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik ortumaupun

orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.

         Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka

akan timbul rasa tida percaya.

b. Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)

         Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik 

kasar,halus  : berjinjit , memanjat,  berbicara dll.

         Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu

dilindungi  atau tidak diberikan natau kebebasan anak  dan menuntut tinggi harapan anak.

c. Tahap inisiatif vesrus rasa bersalah (3 – 6 tahun ).

      Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam

melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya.

      Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu  sebagai

prestasinya.
      Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri

anak.

d. Tekun versus rasa rendah diri (6-12 tahun)

         Anak akan belajar untuk bekerjasama  dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun

dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama.

         Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini

rajin dalam melakukan sesuatu.

         Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak

berhasil memenuhinya maka akan timbul rasa inferiorty ( rendah diri ).

         Reinforcement dari ortu atau orang lain  menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan

berhasil dalam melakukan sesuatu.

e. Tahap identitas dan kebingungan identitas ( 12-20 tahun)

         Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan

usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian.

          Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya

kebingungan dalam peran.

       f. Keakraban versus keterkucilan (20-30 tahun)

      Individu menghadapi tugas perkembangan relasi intim dengan orang lain.


     Saaat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab dengan oranglain, maka

keintiman akan tercapai, namun bila tidak maka akan terjadi isolas.

  g. Bangkit versus tetap-mandeg ( 40-50 tahun )

      persoalan utama pada fase ini adalah mmbantu generasi muda mengembangkan/mengarahkan

kehidupaan yang lebih berguna.

  h. Keutuhan dan keputusasaaan ( 50 tahun keatas)

      pada tahun-tahun terakhir kehidupan, kita menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang

telah kita lakukan dengan kehidupan kita.

      Jika manusia usia lanjut menyelesaikan hanya tahap sebelumnya secara negatif, pandangan

retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemurangan yang disebut erikson

sebagai despair (putus asa)


BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian makalh diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai garis

besar dari makalah ini, yaitu bahwasannya terdapat berbagai macam mengenai teori

perkembangan anak, diantaranya yaitu:

1.      Teori Nativisme

Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam

diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh

terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran

nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa

sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan

oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya

juga pintar.

2.      Teori Empirisme

Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang

mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman

belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya

yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan

oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Karena itu, aliran ini

berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor

lingkungan.

3.      Teori Konvergensi
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan)

maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai

kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian

karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya,

maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh

lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya

tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya,

akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika

anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.

4.      Teori Interaksionisme

Teori ini menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia

percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan  kognitif yang

sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang

sama dengan cara yang sungguh sama.

5.      Teori Psikodinamika

Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan

kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi,

dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian

berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-spek psikologi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Thomas. 2003. Sekolah Para Juara. Primagama :Bandung

Bahruddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & PEmbelajaran. Ar-Ruz Media

:Yogyakrta.

Tim Penulis Buku Psikologi Pendidikan. 1993.  Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorraine McCune. 2004. Mengembangkan Kepribadian &

Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). Inisiasi Press : Jakarta.

http://www.tuanguru.net/2012/01/teori-nativisme-empirisme-konvergensi.html

MENGKAJI MASALAH HOMOSEKSUAL MELALUI TEORI PERKEMBANGAN


PSIKOSEKSUAL SIGMUND FREUD

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

Perkembangan manusia terjelma dalam pertumbuhan; sekalipun perkembangan dapat

terjadi tanpa pertumbuhan. Misalnya, memperkirakan usia anak dengan melihat tinggi dan berat

badannya saja, dapat memperkirakan ia duduk di kelas berapa. Akan tetapi, dilain pihak

perumbuhan dan perkembangan tidak selalu sejalan. Misalnya, anak berusia 13 tahun seperti

anak SMA tapi perkembangan mental dan kognitifnya sama seperti teman-temannya di bangku

SMP.

Dengan demikian hal tersebut diatas dapat dikategorikan termasuk pada usia kronologis

atau biologis dan usia mental. Usia kronologis adalah usia seseorang yang biasanya ditandai

dengan kalender atau tahun kelahiran. Sedangkan usia mental adalah usia atau tahap

perkembangan individu yang sesungguhnya. Dengan kata lain perkembangan berarti proses yang

kekal dan terus-menerus menuju suatu pmbentukan individu yang terorganisasi pada tingkat

yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, kematangan, dan proses belajar.

Freud menekankan peranan perkembangan yang menentukan tahun-tahun permulaan

masa kanak-kanak dalam meletakkan dasar-dasar struktur kepribadsian. Freud berpendapat,

bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah terbentuk pada akhir tahun kelima, dan

perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar

itu. Perilaku dan perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor genetik (biologis) dan

berbagai peristiwa pada tahun-tahun awal kehidupan atau pada masa kanak-kanak. Meskipun

demikian, teori ini juga mengakui pentingnya peran konteks sosial khususnya lingkungan

keluarga dalam mempengaruhi perkembangan.


1.2  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil dari

makalah ini adalah:

1.        Definisi

2.        Pokok-pokok teori

3.        Tahapan dan tugas perkembangan

4.        Hambatan perkembangan

5.        BK berdasarkan teori perkembangan Freud (tujuan, teknik, proses)

6.        Contoh kasus

1.3  TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka tujuan dari makalah ini adalah

sebagai berikut :

1.      Dapat mendifinisikan konsep perkembangan psikoseksual dari Freud;

2.      Dapat menyebutkan dan menjelaskan tentang pokok-pokok teori perkembangan dari Freud;

3.      Dapat menyebutkan dan menjelaskan tahapan-tahapan perkembangan menurut freud;

4.      Dapat menyebutkan dan menjelaskan hambatan perkembangan menurut teori freud;

5.      Dapat merancang suatu program BK dari perspektip Freud;


6.      Dapat memberikan contoh kasus yang berhubungan dengan teori perkembangan psikoseksual

freud.
BAB I

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI PERKEMBANGAN

Freud umumnya dipandang sebagai ahli yang pertama-tama yang mengutamakan aspek

perkembangan (genetis) daripada kepribadian, dan terutama yang menekankan peranan yang

menentukan daripada tahun-tahun permulaan masa kanak-kanak dalam meletakkan dasar-dasar

struktur kepribadian. Freud berpendapat, bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah

terbentuk pada akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya

merupakan penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar pengalaman-

pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Penyelidikan hal ini selalu menjurus kearah

masa kanak-kanak, yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya

neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak-kanak adalah

ayahnya manusia. Dalam menyelidiki masa kanak-kanak Freud tidak langsung menyelidiki

kanak-kanak, tetapi membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa

kanak-kanaknya.

2.2 POKOK-POKOK TEORI

Menurut teori konseling psikoanalisa, perilaku dan perkembangan manusia bersifat

deterministik. Perilaku dan perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor genetik

(biologis) dan berbagai peristiwa pada tahun-tahun awal kehidupan atau pada masa kanak-kanak.
Meskipun demikian, teori ini juga mengakui pentingnya peran konteks sosial khususnya

lingkungan keluarga dalam mempengaruhi perkembangan.

Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem. Yaitu id,

ego, dan superego. Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika

manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi

psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan

dengan selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh A. Supratika, bahwa

aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer. Kedua, Ego mengadakan

kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai "eksekutif"

yang memerintah, mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti

"polisi lalulintas" yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia luar. Ia bertindak

sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh

kebutuhan-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah

kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah

kerja ego. Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter

dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya.

Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral

masyarakat. Kesadaran dan ketidaksadaran. Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran

manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci

untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran

itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi

logisnya.

Ketiga struktur – id, ego, superego- tidak selalu dapat bekerja sama secara harmonis.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan id, antara ketiga divisi kepribadian tersebut seringkali
terjadi konflik. Konflik antara ketiga struktur kepribadian tersebut disebut konflik intrapsikis.

Jika tak segera terselesaikan, konflik intrapsikis berpotensi menimbulkan perasaan cemas. Jika

ego tak mampu menemukan cara-cara yang realistis untuk merespon rasa cemas, ia

menggunakan cara-cara yang tidak realistis yang disebut mekanisme pertahanan ego (ego

defence mechanism). Beberapa mekanisme pertahanan ego dapat bersifat negatif dan beberapa

yang lain bisa bersifat positif.

2.3 TAHAPAN DAN TUGAS PERKEMBANGAN

Freud adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangan

kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-anak dalam membentuk

karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5

tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan

elaborasi dari struktur dasar tadi.Anehnya, Freud jarang sekali meneliti anak secara langsung.

Dia mendasari teorinya dari analisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan

mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanaknya.

Berikut tahapan dan tugas perkembangan menurut teori psikoseksual Freud :

1. Fase Oral (usia 0 – 1 tahun)

Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan

seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan/minum menjadi sumber kenikmatannya.

Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari rangsangan terhadap bibir-rongga mulut-

kerongkongan, tingkah laku menggigit dan menguyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan

memuntahkan makanan (kalau makanan tidak memuaskan). Kenikmatan yang diperoleh dari

aktivitas menyuap/menelan (oral incorforation) dan menggigit (oral agression) dipandang


sebagai prototip dari bermacam sifat pada masa yang akan datang. Kepuasan yang berlebihan

pada masa oral akan membentukoral incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang

menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan harta benda, atau

gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain). Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase

oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam

mengumpulkan harta. Oral agression personalityditandai oleh kesenangan berdebat dan sikap

sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi (menggigit) terhadap perlakuan ibunya dalam

menyusui. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam bentuk yang lebih

bervariasi, mulai dari mengunyah permen karet, menggigit pensil, senang makan, menghisap

rokok, menggunjing orang lain, sampai berkata-kata kotor/sarkastik. Tahap ini secara khusus

ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain,

khususnya ibu. Perasaan tergantung ini pada tingkat tertentu tetap ada dalam diri setiap orang,

muncul kapan saja ketika orang merasa cemas dan tidak aman pada masa yang akan datang.

Sedangkan tugas perkembangan utama fase oral ini adalah memperoleh rasa percaya,

yakni percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Cinta adalah

perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak  yang dicintai oleh

orang lain hanya akan mendapat sedikit kesulitan dalam nenerima dirinya sendiri. Sedangkan

anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai, cenderung mengalami

kesulitan yang besar dalam menerima diri sendiri. Anak-anak yang ditolak akan belajar untuk

tidak mempercayai dunia mereka memandang dunia sebagai tempat yang mengancam. Efek

penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi

penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci dan kesepian.

2. Fase Anal (usia 1 – 3 tahun)


Pada fase ini dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis dan anti

kateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Mengeluarkan faces

menghilangkan perasaan tekanan yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan.

Sepanjang tahap anal, latihan defakasi (toilet training) memaksa anak untuk belajar menunda

kepuasan bebas dari tegangan anal. Freud yakin toilet training adalah bentuk mulai dari belajar

memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defakasi

dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk mengontrol

kebutuhan defakasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self

mastery).

Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan

tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu terlalu keras,

anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah prototip tingkah laku keras

kepala dan kikir (anal retentiveness personality). Sebaliknya ibu yang membiarkan anak

tanpa toilet training, akan membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan

kotoran di tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat

ketidakteraturan/jorok, deskruktif, semaunya sendiri, atau kekerasan/kekejaman (anal

exspulsiveness personality). Apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih sayang (dan pujian

kalau anak defakasi secara teratur), anak mendapat pengertian bahwa  produktif.

Jadi, tugas-tugas yang harus diselesaikan selama fase ini adalah belajar mandiri,

memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani

perasaan-perasaan yang negatif.

3. Fase Fhalis (usia 3 – 5/6 tahun)


Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Masturbasi

menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual

anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai perganian kateksis obyek yang penting.

Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnyaOedipus complex, yang diikuti

fenomena castration anxiey (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan).

Odipus kompleks adalah kateksis obyek kepada orang tua yang berlawanan jenis serta

permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan

ayahnya,sebaliknya anak perempuan ingin memilki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.

Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibunya yang telah

memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang

ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah

memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya

akan dipotong oleh ayahnya. Gejala ini disebut cemas dikebiri atau castrationanxiety.

Kecemasan inilah yang kemudian mendorong laki-laki mengidentifikasi iri dengan ayahnya.

4. Fase Latent (usia 5/6 – 12/13 tahun)

Dari usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mngalami periode perbedaan impuls

seksual, disebut periode laten. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak

adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi fase laten lebih

sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase laten ini

anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan

kepuasan nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan dan hubungan teman

sebaya. Fase laten juga ditandai dengan percepatan pembentukan super ego, orang tua
bekerjasama dengan anak berusaha merepres impuls seks agar enerji dapat dimanfaatkan

sebesar-besarnya untuk sublimasi dan pembentukan superego. Anak menjadi lebih mudah

mempelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

5. Fase Genital (usia 12/13 – dewasa)

Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem

endoktrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual

sekunder (suara, rambut, buah dada, dll) dan pertumbuhan tanda seksual primer. Impuls

pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi, untuk

mencapai perkembangan kepribadian yang stabil. Pada fase falis, kateksis genital mempunyai

sifat narkistik, individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya

sendiri, dan orang lain diinginkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari

kenikmatan jasmaniah. Pada fase genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek di luar,

seperti; berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan

dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi

sosial, realistik dan altruistik.

Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak perkembangan seksual

dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepribadian. Ini ditandai dengan

kemasakan tanggung jawab seksual sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami kepuasan

melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan

bersalah. Pemasakan impuls libido melalui hubungan seksual memungkinkan kontrol fisiologis

terhadap impuls genital itu; sehingga akan membebaskan begitu banyak enerji psikis yang

semula dipakai untuk mengontrol libido, merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik

antara id-ego-superego dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai untuk
aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda kepuasan,

menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting ke obyek di luar yang altruistik

itu telah menjadi cukup stabil, dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-

pemindahan, sublimasi-sublimasi dan identifikasi-identifikasi.

Berikut beberapa gambaran tingkah laku dewasa yang masak, ditinjau dari dinamika

kepribadian Freud :

1.      Menunda kepuasan : dilakukan karena obyek pemuas yang belum tersedia, tetapi lebih sebagai

upaya memperoleh tingkat kepuasan yang lebih besar pada masa yang akan datang.

2.      Tanggung jawab : kontrol tingkah laku dilakukan oleh superego berlangsung efektif, tidak lagi

harus mendapat bantuan kontrol dari lingkungan.

3.      Pemindahan/sulimasi : mengganti kepuasan seksual menjadi kepuasan dalam bidang seni,

budaya dan keindahan.

4.      Identifikasi memiliki tujuan-tujuan kelompok, terlibat dalam organisasi sosial, politi dan

kehidupan sosial yang harmonis.

2.4 HAMBATAN PERKEMBANGAN

Teori Freud hanya menjelaskan adanya kebutuhan yang paling mendasar dari manusia,

yaitu kebutuhan fisiologis, dan tak mampu memberikan penjelasan untuk empat kebutuhan

manusia yang lain.


Hambatan yang terjadi pada proses pemenuhan kebutuhan seksual pada setiap tahap

disebut fiksasi. Berikut adalah uraian singkat tentang hambatan pada tahap-tahap perkembangan

psikoseksual tersebut.

1.      Tahap Oral

Hambatan pada tahap ini menyebabkan orang mengembangkan kepribadian oral, yakni menjadi

orang yang tergantung dan lebih senang bertindak pasif dan menerima bantuan dari orang lain.

Ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas dan berakibat

pada ketamakan.

2.      Tahap Anal

Hambatan pada tahap ini jika Ibu yang membiarkan anak tanpatoilet training, akan membuat

anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan kotoran di tempat dan waktu yang

tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat ketidakteraturan/jorok, deskruktif,

semaunya sendiri, atau kekerasan/kekejaman (anal exspulsiveness personality).

3.      Tahap Falis

Hambatan pada tahap ini menyebabkan anak akan mengembangkan kepribadian falis, yakni anak

laki-laki akan berkembang menjadi homoseksual atau heteroseksual yang tidak benar-benar

mencintai pasangannya tetapi hanya menjadikannya sebagai obyek kepuasan seksual. Sedangkan

anak perempuan akan berkembang menjadi wanita yang genit, penggoda pria, atau menjadi

lesbian.

2.5 BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN TEORI SIGMUND FREUD

a.      TUJUAN
Konseling psikoanalisa bertujuan untuk membantu individu (konseli) agar mampu

mengoptimalkan fungsi ego dengan cara mencapai keseimbangan psikologis. Keseimbangan

psikologis ini dicapai dengan cara menangani konflik-konflik pada dirinya.

Baker (1985) mengemukakan lima tujuan khusus konseling psikoanalisa,yakni

membantu individu agar mampu :

      Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls dan berbagi bentuk

dorongan naluriah yang tidak rasional.

      Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga lebih efektif, lebih

matang, dan lebih dapat diterima.

      Mengembangkan perspektif yang lebih berlandaskan pada assesmen realitas yang jelas dan

akurat dan yang mendorong penyesuaian.

      Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang akrab dan sehat dengan cara

yang menghargai hak-hak pribadi dan orang lain.

      Menurunkan sifat perfeksionis (mengejar kesempurnaan), rigid (kaku), dan punitif

(menghukum).

b.      TEKNIK

Freud dan para konselor psikoanalisa menggunakan banyak teknik guna mendorong

konseli untuk berbicara tentang masalahnya. Berikut merupakan teknik-teknik yang umum

digunakan antara lain :

      Transferen & kontratansferen


Transferen yakni suatu keadaan yang menggambarkan konseli memproyeksikan

karakteristik orang lain-biasanya orang tua atau orang lain yang menjadi tokoh identifikasi

konseling atau dengan siapa konseling punya masalah atau dalam diri konselor, dan bereaksi

terhadap konselor seolah-olah konselor memiliki karakteristik orang lain tersebut. Untuk

membawa kesadaran klien terhadap realita, maka transferen harus dihentikan. Ini  dilakukan

dengan menggunakan tekhnik kontratransferen. Melalui tekhnik ini konselor memproyeksikan ke

dalam diri klien karakteristik orang lain yang penting (berpengaruh dalam kehidupan masa

lampau).

      Asosiasi bebas

Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalamn-pengalaman masa

lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa

lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis.

Asosiasi bebas didasarkan pada suatu asumsi bebas bahwa orang akan mengatakan

apapun yang ada didalam benaknya tanpa sensor atau penilaian. Melalui asosiasi bebas konselor

berusaha mempertalikan antara satu pikiran konseli dengan pikiran-pikiran lainnya.

      Abriaksi

Teknik ini dilakukan dengan cara meminta konseli menghayati kembali melalui

imajinasi, pengalaman asli serta emosi yang menyertai atau mengikutinya.

      Analisis dan interpretasi


Analisis adalah suatu proses mengungkap dan memahami materi-materi kompleks

terdesak konseli, termasuk didalamnya peristiwa-peristiwa atau pengalaman traumatik masa lalu

dan impian-impian. Menurut Freud, impian merupakan representasi dari isi kompleks terdesak

yang muncul ketika kita tidur.

Interpretasi adalah suatu proses membentangkan atau menguraikan makna dari simbol-

simbol materilal bawah sadar yang dikomunikasikan oleh konseli dan kemudian

mempertalikannya dengan masalah atau kesulitan yang dialami konseli pada saat sekarang.

Analisis dan interprestasi ini digunakan untuk mendorong kesadaran dan pemahaman

(insight) dengan cara membawa materi-materi kompleks terdesak kedalam kesadaran. Tujuannya

agar konseli dapat memperoleh pemahaman tentang hubungan antara kesulitan-kesulitannya

pada saat sekarang dengan berbagai peristiwa atau pengalaman masa lampaunya.

         Penafsiran Resistensi

Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanalitik, adalah

sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak

disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien

sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika

klien menjai sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaannya yang depresi itu.

Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi

psikoanalitik dengan menghambat klien dan analisis dalam melaksanakan usaha bersama untuk

memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.


         Analisis mimpi

Sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan

memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan.

Selama tidur pertahanan-pertahanan melemah dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul

kepermukaan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju

ketidaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan

ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.

Tugas analisis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari

simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi selama jam analitik, analis bisa meminta

klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap

makna-makna yang terselubung.

c.             PROSES

Dalam konseling psikoanalisa sebagaimana dilakukan oleh Freud dan para praktisi

modern psikoanalisa pada umumnya merupakan suatu proses yang panjang dan intensif.

Konselor dan konseli melakukan pertemuan sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu

selama tiga hingga lima tahun. Setiap pertemuan dapat berlangsung selama 55 menit untuk break

antara sesi. Dalam proses ini para konselor membawa konseli mencapai keadaan rileks dan

bersikap netral dan seanonim mungkin. Sikap ini penting untuk mendorong terbentuknnya

transferen.

Konselor secara aktif juga harus mendengarkan (dengan penuh perhatian) konseli dan

mengarahkan sisi-sesi menuju pengungkapan materi-materi komleks terdesak. Dalam hal ini,

konselor di ibaratkan mendengarkan klien dengan menggunakan tiga telinga guna memahami
kata-kata, simbol, kontradiksi, dan omosi-omisi penting yang mungkin merupakan kunci untuk

membuka pintu ketidaksadaran. Pertanyaan, interpretasi asosiasi bebas, dan dorongan merupakan

teknik-teknik umum yang digunakan oleh para konselor psikoanalisa.

2.6 CONTOH

Kasus seorang homo seksual, sebut saja namanya Riyan (nama samaran). Jika dikaji

menurut teori perkembangan psikoanalisa Sigmund freud, kepribadian Riyan sebagai seorang

yang homoseksual ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman pada masa kecilnya. Terutama

pada waktu Riyan berusia 3-5/6 tahun atau pada tahap fhalis. Pada tahap ini Riyan menemui

konflik-konflik oedipal. Dimana pada usia 3-5/6 tahun Riyan tidak bisa melampiaskan fantasi-

fantasi seksualnya kepada ibunya. Seperti Riyan ingin disayang dan dicintai oleh ibunya, tetapi

pada waktu itu ibunya lebih perhatian pada sang ayah dan keinginan Riyan memiliki ibunya itu

tidak terpenuhi, maka Riyan menemui kecemasan-kecemasan dimana kecemasan disini yaitu

Riyan cemas kalau dia akan dihukum oleh ayahnya karena perasaannya terhadap ibunya.

Kecemasan ini mendorong Riyan mengidentifikasi dengan ayahnya dan mulai menirunya bukan

melawan ayahnya. Dan ini yang membuat Riyan mengembangkan kepribadian fhalis dan

menekan perasaan seksual terhadap ibunya. Sehingga riyan secara seksual menyimpang dan

bingung tentang identitas seksualnya. Dan dampak dari kecemasan yang dialami Riyan tersebut

menjadikan Riyan sebagai seorang homoseksual.

Dalam kasus ini konselor dapat membantu permasalahan Riyan dengan menerapkan

teknik-teknik psikoseksual Freud. Salah satunya yang dapat diambil adalah teknik asosisi bebas.
Asosiasi bebas didasarkan pada suatu asumsi bebas bahwa orang akan mengatakan apapun yang

ada didalam benaknya tanpa sensor atau penilaian. Melalui asosiasi bebas konselor berusaha

mempertalikan antara satu pikiran Riyan dengan pikiran-pikiran lainnya seperti pikiran-pikiran

positif. Sehingga dia bisa melampiaskan kebutuhan seksualnya sesuai dengan moral atau tidak

menyimpang.

BAB III

PENUTUP

3.1  SIMPULAN

Freud berpendapat, bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah terbentuk pada

akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar pengalaman-

pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Penyelidikan hal ini selalu menjurus kearah

masa kanak-kanak, yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya

neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak-kanak adalah

ayahnya manusia. Dalam menyelidiki masa kanak-kanak Freud tidak langsung menyelidiki

kanak-kanak, tetapi membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa

kanak-kanaknya.

Pada teori Freud terdapat lima tahap perkembangan dimana pada tahap tersebut

mempunyai tugas perkembangan masing-masing dan mempunyai hambatan tersendiri pada tahap

tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. 2003. Teori dan Praktek konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama:    

Bandung.

Nursalim, muhammad, Drs., M.Si, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Unesa University Press: Surabaya.

Suryabrata, Sumardi, drs.,B.A. 2006. Psikologi Kepribadian. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Darminto, Eko, Drs., M.Si. 2007. Teori-Teori Konseling. Unesa University Press: Surabaya.

Sobur, Alex, Drs., M.Si. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia: Bandung.


Teori Perkembangan Psikoseksual

Teori Perkembangan Psikoseksual Freud


 Fase Oral – sensori (lahir sd 18 bln)
Ciri tahapan: Aktifitas melibatkan mulut ( mengunyah, menggigit, menghisap)→ sumber
kenikmatan
Jika terhalang→ kompensasi dimasa yg akan datang : mengunyah prmen karet, merokok,
makan
 Fase Anal (18 bln – 3th)
1. Pemuasan kenikmatan sensual berasal dari retensi dan pengeluaran feses
2. Konflik → toileting..dan nampak pada saat konstipasi, kelambatan dan kesakitan.
 Fase Phalic (3-5th)
1. Manipulasi genetalia mengahasilkan sensasi yg luar biasa menyenangkan
2. Mastrubasi, Keingin tahuan sex terbukti
3. Sesuatu yg timbul dari kompleks Oedipus dan Electra
4. Lancang, malu, dan takut
 Fase Laten (6th-12th)
1. 6th-pubertas/ masa sekolah
2. Periode tenag, kegiatan seksual tsb tidur
3. Koping dan difen mekanisme muncul pada tahap ini
4. Keterkaitan seks dialihkan melalui bermaindan perolehan ketrampilan
 Genetal(12-21th)
1. Genetal menjadi pusat tekanan dan kesenangan seksual
2. Produksi hormon seksual menstimulasi perkembanagan hub Heteroseksual
3. Waktu peningkatan biologis pada saat peningkatan emosi yang belum matur
sering terjadi pada awal fase
4. Perkembangan untuk memberi dan menerima cinta yg matang

Komponen Kepribadian Manusia

Komponen kepribadian Manusia terbentuk melalui Tahap perkembangan. Fungsi Komponen

kepribadian untk mengatur tingkah laku. Komponen tsb tda: Id, Ego, Super Ego.Id
1. Dorongan dari dasar naluri untk memperoleh kesenangan
2. Bagian dari kepribadian yg paling primitif dan timbul sejak usia bayi
 Id
 Ego
1. Komponen nyata penegah konflikantara lingkungan dan dorongan identitas
2. Membantu menilai kenyataan secara akurat, mengatur keinginan, dan membuat
keputusan yg baik.
 uper Ego
1. Fungsi: Pengaturan, pengendalian, dan pencegahan tindakan.
2. Super ego dipengaruhi oleh standar dorongan sosial dari luar (ortu, guru)
3. Lebih dikenal dg suara hati

Tujuan teori freud : Adalah perkembangan keseimbangan antara keinginan mencari

kesenangan dan tekanan sosial.

 Teori Perkembangan kognitif Piaget

Terdiri atas 4 kelompok utama tahap perkembangan:

 Sensorimotorik (lahir-2th)
1. Anak belajar  mengenal dunia luar melalui sensorik dan motorik
2. Anak secara lambat mengembangkan konsep bahwa orang dan benda merupakn
hal permanen walaupun mereka tidak lagi terlihat.

Tahap Sensorimotorik :
3. Aktifitas rileks (barulahir – 1 bln)
4. Reaksi sirkuler primer(1-4bln)
5. Reaksi sirkuler skunder( 4-8 bln)
6. Koordinasi dari skema skunder (8-12bln)
7. Reaksi sirkuler tertier (12-18bln)
8. Pendapatan arti yg baru melalui kombinasi mental(18-24bln) →”representasi”
 Preoperasional (2-7th)
Anak mengembangkan sistem perwakilan dan simbol seperti kata untuk mewakili manusia,
tempat dan benda
Konsep preoperasional dibatasi oleh kemampuan berfokus hanya pada satu aspek pada satu
waktu.
Pemikiran sering tidak logis
Yang termasuk tahap preoerasional :
1. Prekonseptual: 2-4th
2. Intuitif (4-7th)
 Konkret Operasional(7-11th)
Ciri: Kemampuan untuk memahami aturan dari percakapan menghasilkan pola pikiran
yang logis dan mental operasional .
Pembatasan merupakan  hal yg akan menghambat kemampuan anak untuk memahami
abstrak
Pemikiran anak dibatasi untuk suatu hub fisik.
 Formal Operasional ( berkembang 11-15th dan digunakan selama kehidupan)
Ciri: Berkembangnya kemampuan  untuk berpikir perilaku yang abstrak dan muncul
pemikiran ilmiah. Pada awalya pemikiran tersebut kaku tetapi hal tersebut menjadi biasa
dan fleksibel
Kebingungan antara ideal dan praktik akan teratasi pada saat mereka dihadapkan pada
masalah nyata.

Teori perkembangan MORAL Kohlberg


 Tingkat Premoral (lahir-9th)
Ciri: Terdapat sedikit kewaspadaan terhadap apa yang dimaksud dg Perilaku moral yg bisa
diterima secara sosial. Kontrol didaat dari luar.
Anak menyerah pada kekuatan dan kepemilikan. Hidup dinilai untukjumlah dan kekuatan
dari kepemilikan
Terdiri :
1. Orientasi hukuman dan kepatuhan
2. Orientasi egoistik secara sederhana
 Orientasi hukuman dan kepatuhan (lahir sd 6th)
Ciri: peraturan dari orang lain diikuti untuk menghndari hukuman
Anak menggabungkan label dari baik dan buruk .
 Orientasi Egoistik secara sederhan( 6-9th)
Ciri : Anak menyesuaikan minat diri sendiri dengan aturan. Anak berasumsi bahwa
penghargaan atau bantuan akan diterima.
 Moralitas Konfensional (-13th)
Ciri: usaha dilakukan untuk menyenangkan orang lain. Kontrol didapat dari dalam
Anak setia dan peduli dg pemeliharaan penghargaan keluarga tanpa memperhatikan
konsekwensinya.
Tda:
1. Anak laki2 yg Baik dan anak Perempuan yg manis
2. Autoritas mempertahankan moralitas
 Anak laki2 yg Baik dan anak Perempuan yg manis (9-10th)
Ciri :Keinginan untk menyenangkan dan membantu orang lain. Merupakan hal yg paling
sering. Anak menyesuaikan diri untk menghindari penolakan.
Hidup dinilai dari seberapa bagus hub interpersonal.
 Autoritas mempertahankan moralitas
Ciri : melakukan kewajiban untk menghindari kritik
Identifikasi pergeseran pada agama atau institusi sosial seperti sekolah
 Tingkat moralitas pasca konvensional(13-meninggal)
Ciri :Individu memperoleh nilai moral yg benar

Pengaruh kontrol adalah dari dalam

Pencapaian nilai moral yang benar terjadi setelah dicapai formal. Tidak semua orang mencapai

tingkat ini. terdiri atas:

1. Orientasi Kontraktual dan legalitik


2. Orientasi prinsip etis yg universal
 Orientasi Kontraktual dan legalitik
1. Ciri: Individu memilih prinsip moral untuk mematuhi atau meninggalkan aturan
2. Berahti2 untuk tidak melanggar hak dan kehendak orang lain.
3. Terjadi konflik pandangan moral dan legal.
4. Orang bekerja untuk mengubah aturan
 Orientasi prinsip etis yg universal
1. Ciri: Individu bersikap dalam cara yg mengahrgai martabat
2. Tahap yg jarang dicapai.
3. Jika rancangan emikiran dari dalam diganggu maka akan muncul rasa bersalah

Teori tumbang psikososial Erikson


 Percaya vs tidak percaya (lahir-1)
Bentuk: mengambil dan mendapatkan
Sifat Baik: Pengharapan
KDM bayi tidiak t’penuhi scr adekuat→ curiga, penuh rasa takut, tidak percaya
Tanda Eleminasi, Makan, tidur → Buruk.
Ciri :
1. Pemenuhan kebutuhan darai pengasuh tentang Kebth dasar bayi
2. Makan, minum, menghisap, rasa hangat dan nyaman, cinta dan rasa aman, dalam
perilaku yg konsisten dan sensitif, menghasilkan kepercayaan.
 Autonomi vs ragu2 dan malu (18bln-3th)
Bentuk: menahan dan membiarkan pergi
Sifat baik: Kesedihan.
Ciri:  Anak mulai mengembangkan kemandirian pada kontrol fungsi tubuh terhadap
kegiatan spt: Membuka dan memakai baju, berjalan, mengambil makanan sendiri, dan
ketoilet. Mulai terbentuk kontrol diri.
Perkembangan kemandirian tdk didukung Ortu → anak dg kepribadian ragu-ragu.
Jika anak dibuat buruk saat melakukan kesalahan → anak pemalu.
 Inisiatif Vs Rasa bersalah (3-5th)
Batasan: serangan yg merusak dan kemenangan
Sifat baik : tujuan,..
Ciri: anak mengembangkan inisiatif saat mencoba dan mengembangkan hal2 yg baru
Kuat, Imajinatif (khayalan tingkat tinggi)
Intuisif
Terjadi perasaan bersalah dan identifikasi dengan orang tua yang sana jenis kelamin.
Pembatasan dari orang tua bisa mencegah perkembangan anak inisiatif.
Rasa bersalah jika melakukan hal yg kontrdiktif dg ortu
Anak perlu belajar untuk memulai aktifitas tanpa merusak hak2 orla.
 Industri vs inferior (6-12th)
Bentuk : melakukan dan memproduksi sesuatu
Sifat: kompetisi
Ciri: anak mendaptkan: melalui demonstrasi dan ketrampilan produksi benda-benda serta
mengembangkan harga diri melalui pencapaian
Anak secara besar dipengaruhi oleh guru dan sekolah
Perasaan inferior bisa terjadi pada saat dewasa memandang usaha anak untuk belajar
bagaimana
sesuatu bekerja melalui manipulasi adalah sesuatu yag bodoh atau masalah.
Ketidak sesuaian selama disekolah, perkembangan ketrampilan fisik, dan mencari teman
juga berkontribusi terjadinya inferior
 Identitas vs Bingung Peran atau difusi (12-19th)
Sifat Baik: kesetiaan
Ciri:
1. Individu mengembangkan penyatuan rasa “ diri sendiri”,
2. Teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku.
3. Keputusan utama adalah untuk menentukan tujuan vokasional

Kegagalan untuk mengarahkan identitas ribadi bisa menjadikan kebingungan peran yang

sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isaolasi, dan keragu2an

Penangguhan psikososial memberikan waktu yg lebih untuk membuat keputusan vokasional


 Intimasi vs Isolasi (19-40th) / Dewasa muda
Bentuk : mencintai
Sifat Baik: cinta
Ciri : Tugas adalah untuk mengembangkan kedekatan dan berbagai hubungan dengan yg
lainya, yg mungkin termasuk pasangan seksual. Ketidakpastian individu ttg diri sendiri
akan mempunyai  kesulitan mengembangkan keintiman.  Ketidakmampuan untuk berbagi
mengenai diri sendiri akan merasa sendiri.
 Generativitas vs absorbsi diri ataustagnasi (40-60th) / dewasa tengah
Bentuk: memberi nafkah
Sifat baik: merawat
Ciri:
1. Penetapan dan bimbang untk generasi selanjutnya
2. Melihat diri sendiri dan mengekspresikan kepedulian pd dunia yg akan datang
Absorbsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan

peningkatan materi.

Perenungan dengan diri sendiri mengarah pada stagnasi kehidupan

 Integritas Ego vs Putus asa(65th-mati) / Dewasa akhir


Bentuk: penerimaan
Sifat baik: bijaksana
Ciri: Masa lansia bisa melihat kebelakang dengan rasa puas.
Penerimaan hidup dan kematian|
Resolusi yg tdk berhasil pada krisis ini bisa menghasilkan perasaan putus asa karena
individu melihat kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan, kekecewaan, dan
kegagalan

 Teori perkembangan psikoseksual Freud

 Posted on 14/07/2012
 0

 Teori perkembangan psikoseksual Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal
sekaligus menjadi kontroversi. Dalam teorinya tersebut, Freud mengemukakan bahwa
kepribadian seseorang berkembang melalui serangkaian tahapan pada masa anak-anak.
Menurut Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk ketika anak  berusia lima tahun.
Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan akan
mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan
sukses maka akan menghasilkan  bentuk kepribadian yang sehat. Namun sebaliknya, jika
tahapan pada perkembangan tersebut  tidak terselesaikan atau mengalami hambatan,
maka dapat menghasilkan fiksasi.
 Apa itu fiksasi?
 Fiksasi adalah perilaku menetap yang dibawa dari kecil hingga perjalanannya menuju
dewasa. Sampai konflik tersebut diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap
ini. Contoh dalam hal ini misalnya, seseorang yang tidak menyelesaikan tahap oralnya
dengan baik maka ketika ia dewasa ia akan terpaku pada tahap oral. Untuk lebih
lengkapnya, berikut fase perkembangan psikoseksual berdasarkan teori freud:
 Fase Oral
 Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan usia 1-2 tahun. Pada fase ini
bayi merasa dipuaskan melalui makanan, ASI, dan  kelekatan hubungan emosional antara
anak dan ibu.  Tahap ini memfokuskan interaksi yang terjadi melalui mulut bayi,
sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Pada tahap ini bayi
dipuaskan melalui kesenangan dari rangsangan oral yaitu melalui kegiatan mencicipi dan
mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada ibu jadi saat itulah bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
 Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada ibu. Jika  terjadi hambatan pada tahap ini, Freud mengemukakan bahwa
individu nantinya akan memiliki masalah dengan ketergantungan dan juga agresi. Fiksasi
oral dapat mengakibatkan masalah berupa kesulitan mempercayai orang lain, peminum,
perokok, makan terlalu banyak, suka menggigiti kuku.
 Fase Anal
 Fase ini berkembang pada saat balita menginjak usia 15 bulan sampai dengan usia 3
tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan
buang air kecil.  Fase ini dikenal pula sebagai periode “toilet training”. Pada tahap anal,
Freud mengemukakan bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung
kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet yaitu
dimana anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
 Menurut Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada bagaimana cara  orang tua
mengajarakan pendekatan pelatihan toilet. Seharusnya, orang tua memanfaatkan pujian
dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat, dengan hal tersebut
orang tua akan mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini dapat menjadi dasar
individu untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
 Belum semua orang tua memahami, memberikan dukungan, dan dorongan yang anak
perlukan selama tahap ini. Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan
perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat
(ngompol istilah kerennya :D), sehingga seringkali orang tua menjadi keras kepada
anaknya dan yang kebanyakan terjadi adalah beberapa orang tua justru memberikan
respon berupa  mengejek, menghukum anak. Hal tersebut akan membuat anak menjadi
gagal melewati fase ini. Menurut Freud, respon orangtua yang tidak tepat dapat
mengakibatkan dampak negatif, yaitu kurangnya rasa percaya diri pada anak.Kegagalan
pada masa ini akan menciptakan individu dengan kepribadian agresif dan kompulsif,
beberapa mengatakan kelainan sado-masokis salah satunya disebabkan oleh kegagalan
pada fase ini.
 Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar maka individu nantinya akan
berkembang menjadi anak yang memiliki sifat boros atau  berantakan. Jika orang tua
memulai pendekatan toilet training terlalu dini, maka kepribadian anak akan lebih ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
 Fase Phalic
 Fase ini berkembang pada anak usia 3 sampai 6 tahun. Pada tahap phallic atau yang biasa
disebut sebagai fase erotik, fokus utama adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga sudah
bisa menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Yang paling menonjol adalah pada
anak laki-laki dimana anak  suka memegangi penisnya, dan pada kenyataannya hal
tersebut seringkali membuat marah orangtuanya. Freud juga mengemukakan masalah
tentang  Oediphus dan Electra complex yaitu tentang kelekatan anak laki-laki kepada
ibunya dan juga tentang teori  “penis envy” yaitu   dimana anak perempuan akan dekat
kepada ayahnya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan
tidak tahu aturan.
 Freud mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra complex
tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga  teori tentang “penis envy” yang
terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada ayahnya.
Pada tahap ini anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan mereka terhadap
kasih sayang yang diberikan ibu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan yang
ingin sepenuhnya memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, pada
fase ini anak juga merasakan kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah. Hambatan
pada tahap ini dapat menyebabkan kesulitan dalam indentitas seksual dan bermasalah
dengan otoritas, ekspresi malu, dan takut. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan
kepribadian yang imoral dan tidak tahu aturan.
 Fase Latent
 Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat usia 6 tahun sampai usia 12
tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah,
teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang
kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.Periode laten adalah saat eksplorasi di mana
energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual
dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial
dan komunikasi dan kepercayaan diri.
 Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk
itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah
satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
 Fase Genital
 Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan
umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan
percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas
diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.
 Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual
yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan
individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap
lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan
peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai
bidang kehidupan.
PSIKOSEKSUAL PSIKOSOSIAL PSIKOMORAL
BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam Freudian psikologi , perkembangan psikoseksual adalah elemen sentral
dari psikoanalisis teori dorongan seksual , bahwa manusia, sejak lahir, memiliki
sebuah insting libido (nafsu seksual) yang berkembang dalam lima tahap. Setiap tahap -
yang lisan , para anal , yang phallic , yanglaten , dan genital - ditandai oleh zona sensitif
seksual yang merupakan sumber dari drive libidinal. Sigmund Freud mengusulkan bahwa jika
anak mengalami frustrasi seksual dalam kaitannya dengan setiap perkembangan psikoseksual
panggung , ia akan mengalami kecemasan yang akan bertahan menjadi dewasa sebagai neurosis ,
gangguan mental fungsional.
Mengingat timeline diprediksi perilaku masa kanak-kanak, ia mengusulkan " libido
pembangunan "sebagai model masa kecil yang normal perkembangan seksual , dimana anak
berlangsung melalui lima tahap psikoseksual - (i), oral (ii) anal, (iii) phallic, (iv) laten, dan (v)
genital - di mana kesenangan sumber dalam yang berbeda zona sensitif seksual .

B.      TUJUAN PENULISAN

Ø  Untuk mengetahui pengertian perkembangan psikoseksual

Ø  Untuk mengetahui tahap – tahap perkembangan social


Ø  Untuk mengetahui Makna dari makalah ini

Ø  Untuk mengetahui pengertian perkembangan psikososial

Ø  Untuk mengetahui pengertian perkembangan psikomoral

BAB II
PEMBAHASAN

         

v  PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL (SIGMUNT FREUD)


Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal,
akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang
berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi
dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadiandan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.

Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat.


Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi
adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu
akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral
mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.

v  TAHAP – TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL

1.      FASE ORAL (0-1 tahun)


Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan
refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal
kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan
memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.

2. FASE ANAL (1-3 tahun)

Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian
kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.

Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua
pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini
menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.

Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak
perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang
anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3. FASE PHALIC (3-6 tahun)

Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.

Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang
dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.

Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa
penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada
tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan
merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan
rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.

4. FASE LATENT(6-12 tahun)

Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke
daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.

Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi
baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan
ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai
suatu periode terpisah.

5. FASE GENITAL (> 12 tahun)

Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang


kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai
dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
v  PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

Pakar psikologi yang mengembangkan teori perkembangan personal dan sosial adalah Erik
Erikson. Dia menyatakan bahwa seseorang dalam kehidupannya akan melewati delapan tahap
psikososial,.

v  Tahap – Tahap Perkembangan Psikososial


1. Tahap kepercayaan VS ketidakpercayaan (0 – 1 tahun)
            Jika pada tahap ini bayi diasuh dengan rasa nyaman maka akan timbul kepercayaan.
Apabila diasuh dengan negatif atau diabaikan akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan.

2. Tahap otonomi VS malu dan ragu (1 – 2 tahun)

            Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya, mereka akan menegaskan
independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka akan
mengembangkan sikap malu dan ragu.

3. Tahap inisiatif VS rasa bersalah (3 – 5 tahun)

            Pada tahap ini anak akan mempunyai inisiatif apabila mengemban tanggung jawab. Anak
akan merasa bersalah bila tidak bertanggung jawab dan merasa cemas.

4. Tahap upaya VS inferioritas (6 – 10 tahun)

             Saat imajinasi mereka berkembang, anak yang punya inisiatif akan bersemangat untuk
belajar. Bahayanya, anak menjadi rendah diri, tidak produktif dan inkompetensi.

5. Tahap identitas VS kebingungan (10 – 20 tahun)

             Pada tahap ini, apabila remaja diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi guna
memahami identitasnya, remaja akan menemukan identitasnya. Bila tidak diberi kesempatan
remaja akan mengalami kebingungan mengenai identitas dirinya.

6. Tahap intimasi VS isolasi (20 – 40 tahun)


            Pada tahap ini, setelah menemukan identitasnya, orang akan mulai membentuk hubungan
yang positif dengan orang lain. Bila tidak, orang akan terisolasi secara sosial.

7. Tahap generativitas VS stagnasi (40 – 60 tahun)

            Pada tahap ini orang dewasa akan membantu generasi muda untuk mengembangkan
hidup yang berguna. Di sisi lain ada pula orang dewasa yang tidak melakukan apapun untuk
membantu generasi muda.

8. Tahap integritas VS putus asa (60 tahun ke atas)

             Pada tahap ini orang tua akan merenungi kembali hidupnya. Apabila evaluasinya positif,
mereka akan mengembangkan rasa integritas. Apabila evaluasinya negatif, mereka akan putus
asa.

Perkembangan sosial lebih diwarnai dengan dua aktivitas yang berlawanan yaitu otonomi
dan keterikatan. Di sisi lain remaja dapat mengatur diri sendiri dan mencapai kebebasan
(otonomi), di sisi lain remaja masih terikat hubungan dengan orang tua.

   

v  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial antara lain:


- keluarga       : Cara mendidik anak yang digunakan orang tua sangat berpengaruh
 terhadap sikap dan perilaku anak.

- sekolah        : Di sekolah, guru memasukkan pengaruhnya terhadap sosialisasi anak.

- masyarakat  : Penerimaan dan penghargaan secara baik dari masyarakat terhadap diri

anak mendasari perkembangan sosial yang sehat, citra diri yang positif

dan rasa percaya diri yang mantap.

v  PERKEMBANGAN PSIKOMORAL

Perasaan berkaitan dengan emosi. Emosi bersifat intens daripada perasaan, lebih ekspresif
dan ada kecenderungan untuk meletus. Emosi dapat timbul dari kombinasi beberapa perasaan.
Emosi juga mempengaruhi tingkah laku. Ada beberapa teori yang membahas hubungan antara
emosi dan tingkah laku.

1. Teori Sentral= Perubahan jasmani timbul akibat emosi.


2. Teori Perifir= Perubahan psikologis yang terjadi dalam emosi disebabkan adanya

perubahan fisiologis.

3. Teori Kedaruratan Emosi= Emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam
situasi darurat.

Emosi dipengaruhi oleh:

* Kondisi yang ikut mempengaruhi emosi dominan:

        - kondisi kesehatan                                      

        - hubungan dengan teman sebaya

        - kondisi rumah                                                 

        - perlindungan yang berlebihan

        - cara mendidik anak  - aspirasi orang tua

        - hubungan dengan para anggota keluarga - bimbingan

* Kondisi yang menunjang timbulnya emosionalitas yang menguat:

        - kondisi fisik

        - kondisi psikologis

        - kondisi lingkungan

Ragam faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi seseorang menyebabkan reaksi


yang dimunculkan oleh individu-individu terhadap suatu keadaan tidaklah sama antara individu
yang satu dengan individu yang lain. Hal tersebut karena perasaan atau emosi bersifat subjektif
dibandingkan peristiwa psikis yang lain. Selain itu karena perasaan berhubungan dengan
pengenalan atau pengalaman seseorang.
PERKEMBANGAN MORAL

1. Pandangan Piaget

    Piaget membagi 2 tahap perkembangan moral yaitu:

Tahap Heteronomous Tahap Otonomous

Penalaran model didasarkan pada hubungan Penalaran moral didasarkan pada hubungan
keterpaksaan kerjasama, pengakuan bersama antar
kesamaan individu dan setiap individu
dianggap sama

Penalaran moral didasarkan pada realisme Penalaran moral direfleksikan pada sikap
moral. Aturan dianggap sebagai sesuatu moral yang rasional. Aturan dianggap sebagai
yang kaku, berasal dari luar dirinya dan produk dari kesepakatan bersama, terbuka
dipegang oleh orang yang berkuasa, tidak untuk negosiasi ulang, dilegitimasi oleh setiap
terbuka untuk bernegosiasi, kebenaran orang, kebenaran berkaitan dengan kegiatan
berkaitan dengan ketaatan pada orang yang sesuai dengan persyaratan kerjasama dan
dewasa dan aturan. saling menghormati

Kejahatan dinilai dari konsekuensi atas Kejahatan dipandang sebatas perilaku yang
tindakan, keadilan disamakan dengan isi bersikap relatif, keadilan diperlakukan secara
keputusan orang dwasa, kesewenag- sama atau memperhitungkan kebutuhan
wenangan dan hukuman dipandang sebagai individu. Kewajaran hukuman dimaknai
keadilan. Hukuman dipandang sebagai melalui kelayakan terhadap pertahanan.
konsekuensi dari pertahanan

2. Pandangan Kolhberg

    Kolhberg menyusun teori perkembangan moral terdiri dari 3 level utama dengan 2 tahap pada
setiap levelnya. Konsep penting memahami perkembangan dari teori Kolhberg adalah
internalisasi, artinya perubahan perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke
perilaku yang dikontrol secara internal.

LEVEL 1 LEVEL 2 LEVEL 3


Prakonvensional Konvensional Postkonvensional

Tidak ada internalisasi Internalisasi pertengahan Internalisasi penuh

Tahap 3
Tahap 5
Tahap 2 Ekspetasi Tahap 4
Tahap 1 Kontrak Tahap 6
interpersonal
Individualisme, Moralitas sosial/
Heteronomous mutual, Prinsip etika
tujuan dan sistem utilitas dan
morality hubungan dan universal
pertukaran sosial hak
konformitas
individu
interpersonal

Anak patuh Individu Individu Penilaian Individu Orang telah


karena orang mengejar menggunakan moral memaham mengembangkan
dewasa kepentingannya rasa percaya, didasarkan i bahwa penilaian moral
menyuruh sendiri, tetapi perhatian, dan pada nilai, hak, berdasarkan hak
mereka untuk membiarkan loyalitas pemahaman dan asasi manusia
patuh. Orang orang lain kepada orang dan aturan prinsip yang universal
mendasarkan melakukan hal lain sebagai sosial, mendasari ketika
pada yang sama. basis untuk hukum, atau berhadapan
keputusan Apa yang benar penilaian keadilan mengatasi dengan dilema
moralnya melibatkan moral. dan hukum. antara hukum
karena takut pertukaran kewajiban. dan kesadaran,
hukuman. yang seimbang. yang akan diikuti
adalah kesadaran
individual
seseorang

TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL


label: mengenal psikologi | author: Insight Community
Freud menjabarkan bahwa ada lima tingkatan yang kita lalui :
Oral (0-2 tahun)
Anal (2-3 tahun)
Phalik (3-6 tahun)
Laten (6-11 tahun)
Genital (11+tahun) 
Tiga tingkat yang pertama sangat penting bagi perkembangan kepribadian:

Tingkat Oral (0-2 tahun)


Mulut adalah sumber utama kenikmatan, untuk bertahan hidup: bayi mampu menyusu dengan
sendirinya. Melalui kepuasan Oral, bayi memperoleh kepribadian yang optimis dan rasa percaya.
Apabila kurang dalam rangsangan oral disapih terlalu dini misalnya – kepribadiannya akan
menjadi pesimistis, tidak percaya, suka mengejek, atau agresif.
“Tertahan” pada fase ini dinamakan fiksasi oral.
Tingkat Anal (2-3 tahun)

Fokus kenikmatan pada fase ini berganti ke anus, membantu anak menjadi sadar dengan masalah
buang air besar dan cara mengendalikannya, membantu latihan buang air besar – pergi ke toilet
pada waktu dan tempat yang tepat. Orangtua harus menumbuhkan rasa keteraturan dan
kebersihan. Dengan menentukan sendiri waktu yang tepat untuk buang air besar, berarti anak
mengambil langkah yang penting dalam membentuk kemandirian, menumbuhkan rasa percaya
diri, dan menumbuhkan perasaan mengenai kapan harus “melepaskan sesuatu”. Namun, terlalu
ketat dalam memaksa anak untuk pergi ke toilet atau tentang pengaturan buang air dan
kebersihan, dapat menimbulkan masalah kepribadian – tergantung bagaimana reaksi anak

Contoh fiksasi anal 


Memaksa anak untuk pergi ke toilet dapat menyebabkan anak menjadi segan untuk m,elepaskan
apa pun. Anak tersebut menjadi suka menimbun sesuatu atau pelit – masalah klasik retensi anal !
Sama juga, terlalu mementingkan “keteraturan” dapat menyebabkan keobsesifan dalam
menempati waktu – atau menjadi tife orang yang selalu telat. Terlalu menekankan kebersihan
dapat menjadikan kepribadian obsesif, selalu memperhatikan kebersihan dan kerapian. Atau
menjadi pemberontak, menjadi seseorang yang selalu tidak rapi.

Tingkat Phallic (3-6 tahun)

Anak-anak mulai menyadari alat kelaminnya (“bermain dengan alat kelaminnya”) dan perbadaan
jenis kelamin. Akibatnya, ada perbedaan perkembangan antara anak laki-laki dan perempuan.
Kompleks Oedipus
Setiap anak laki-laki, secara tidak disadari, menempuh urutan langkah sebagai berikut:
a) Berkembangnya keinginan yang kuat terhadap ibunya.
b) Mengetahui adanya ikatan yang dekat di antara kedua orangtuanya (tidur bersama)
c) Menjadi cemburu terhadap ayahnya dan membencinya.
d) Takut kepada ayahnya, yang mungkin mengetahui perasaannya yang sebenarnya (yaitu
keinginannya terhadap ibunya, kecemburuannya dan klebenciannya).
e) Takut mendapat hukuman yang paling berat untuk anak laki-laki – DIKEBIRI!
Pada saat ini, anak merasa menderita dan ingin sekali menyelesaiakannya.
Penyelesaian akhir dari Kompleks Oedipus muncul ketike anak berangsur-angsur menjadi
“normal”. Anak laki-laki merasa mirip dengan, atau menjadi seperti, ayahnya. Hal ini
menyelesaikan masalahnya karena dengan menjadi seperti ayahnya berarti (a) ayahnya
menyukainya sehingga tidak akan menghukumnya, (b) ibunya juga menyukainya!.
Identifikasi menjadikan si anak meniru semua sikap, keyakinan moral (perkembangan superego),
dan peran jenis kelamin dari ayahnya.
Mereka mengalami Kompleks Elektra, Carl Jung (1875-1961)
Karena ibunya juga sama, anak perempuan akhirnya beridentifikasi terhadap ibu, meniru moral
dan peran ibunya. (Hal ini sering tidak jelas!).
*Setelah bekerja bersama Freud pada 1906-1913, Jung menilai Freud terlalu banyak menekankan
masalah seks. Jadi dia berpisah dari Freud dan membuat konsep sendiri: introversi dan
ekstraversi, aneka kompleks, pola-pola dasar kepribadian, dan ketidaksadaran kolektif.

Teori Psikoseksual Freud

Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang menghasilkan gangguan

jiwa atau penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen

psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-

macam potensi psikopatologi dalam setiap peta id, ego, dan superego. Ketiga elemen psikis ini

mempunyai kekhasan masing-masing, sebab mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling

paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman, karena

manusia tetap saja orang yang sakit. Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala,

kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga

mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa

tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki

peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya
sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego.

Sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:

1.    Id

Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-

apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar

dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang

sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang

bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan,

karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi ( integrated personality ) seseorang.

Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-

citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini

dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan pandangan

seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang manusia. Karena,

psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari saja. Segala perilaku yang di luar

kesadaran manusia dianggap bukan wilayah kajian psikologi.

Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan

lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang

bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar

yang menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah “id” ( atau

bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau netral.

Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin

dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan

Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau.

Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut. Id

adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa

nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif
yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 )

Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ),

yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang

mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ).

Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua

motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan

( pleasure principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral

dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia. ( Jalaluddin Rakhmat

M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ). Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol

individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the

pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-hukum logika dan

etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama

sekali tidak logis. Atau pada anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai

berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang

masuk akal-tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan

keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah

keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id.

Bagaimana pun keadaannya Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang. Id

merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis dalam

Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu.

Apabila energi psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak

menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah

id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi,

yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan

dan mengejar keenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id

mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya
bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti

misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus

terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang

dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.

Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan

menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan

membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem

lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.

2.    Ego

Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang

kedua, ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan

mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang

menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud

yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang

yang telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret

ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id, Anda akan

konyol. Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan

manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan

untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus

dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak

perbedaan pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara

ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia

luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang pada prinsip kenyataan

( reality principle ) dan berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah

mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di

dalam diri. Proses sekunder ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses
sekunder, Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan

suatu tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.

Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah

disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat teman

saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam proses

intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya mengingat kembali nama

teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk

mekanisme pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang selalu menampilkan

perangai temperamental untuk menutupi ketidakpercayaan-dirinya; ketidakmampuannya atau

untuk menutupi berbagai kesalahannya. Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-

pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui

bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the reality principle. Sebagai misal,

ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga

kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-

angan. Baginya, ia butuh makanan untuk memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada

saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego mengambil

peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan

akan makanan. Harus dicari makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara

untuk mendapatkan makanan tersebut. Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga

integritas pribadi dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan

memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan keinginan-keinginan

yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran

dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan

mengadakan sintesis psikis.

3.    Superego

Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem
kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego.

Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak

jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia

mempunyai susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat

dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai

objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik

dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego

mempunyai konsekuensi besar bagi psikis. Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan

sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self

observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk

melalui internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif

yang dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya dengan dunia luar, terutama

di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula “asing” bagi seseorang, lambat laun diterima

dan dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran,

cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari luar ( misalnya orangtua dan guru ) diterima

sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau

tidak boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang yang lebih tua” dari orangtuanya

menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan

demikian, Superego berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal,

kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan bagi

perilaku yang bersangkutan. Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas

superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi,

seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri

sendiri.

Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-

emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar,
perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh

superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal

Ketiga komponen diatas berkembang melalui tahap-tahap perkembangan psikoseksual.

Freud menggunakan istilah seksual untuk segala tindakan dan fikiran yang memberi kenikmatan

atau kepuasan, istilah psikoseksual digunakan untuk menunjukkan bahwa proses perkembangan

psikologis ditandai dengan adanya libido (energi seksual) yang dipusatkan pada daerah-daerah

tubuh tertentu yang berbeda-beda. Freud yakin bahwa perkembangan manusia melewati lima

tahap perkembangan psikoseksual dan bahwa setiap perkembangan tersebut individu mengalami

pada satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain.

Tahap-tahap Perkembangan Psikoseksual Freud

Tahap Usia/Tahun Ciri-ciri Perkembangan

Oral 0-1 Bayi merasakan kenikmatan pada daerah mulut.

Mengunyah, mengigit, dan mengsisap adalah

sumber utama kenikmatan.

Anal 1-3 Kenikmatan terbesar anak terdapat di sekitar daerah

lubang anus. Rangsangan pada daerah anus ini

berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar

Phalic 3-6 Kenikmatan berfokus pada alat kelamin, ketika anak

menemukan bahwa manipulasi diri dapat

memberikan kenikmatan. Anak melai menaruh

perhatian pada perbedaan-perbedaan anatomik

anatara laki-laki dan perempuan,terhadap asal-usul

bayi dan terhadaphal-hal yang berkaitan dengan

kegiatan seks.

Latency 6-12 Anak menekan semua minat terhadap seks dan

mengembangkan keterampilan sosial dan


intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak

energianak ke dalam bidang-bidang yang aman

secara emosional dan menolong anak melupakan

konflik pada tahap phalic yang sangat menekan.

Genital 12-Dewasa Dorongan-dorongan seks yang ada pada

masaphalic kembali berkembang, setelah berada

dalam keadaan tenang selama masa latency.

Kematangan fisiologis ketika anak memasuki masa

remaja, mempengaruhi timbulnya daerah-daerah

erogen pada alat kelamin sebagai sumber

kenikmatan.

SUMBER : Diadaptasi dari Zigler & Stevenson (1998).

Freud menggunakan istilah “erogenous zones” (daerah kenikmatannn seksual) untuk

menunjukkan tiga bagian tubuh-mulut, dubur, dan alat kelamin-sebagai daerah yang mengalami

kenikmatan khusus yang sangat kuat dan yang memberikan kualitas pada setiap tahap

perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada

daerah tersebut, dan selalu berusaha mencari objek atau pun melakukan kegiatan yang dapat

memuaskan. Tetapi pada saat yang sama muncul konflik dengan tuntutan-tuntutan realitas yang

harus diatasi

Anda mungkin juga menyukai