Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
4
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-
energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat.
Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi
adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu
akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral
mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan
refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal
kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung
pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki
masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan
minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah
pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah
pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan
kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua
pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini
menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan
selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak
untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang
dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa
penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada
tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan
merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan
rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah
lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi
baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan
ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai
suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang
kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai
dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
http://belajarpsikologi.com/tahap-perkembangan-psikososial-menurut-sigmund-freud/
Setiap orang berkembang, diri dan kepribadiannya. Banyak teori tentang perkembangan
kepribadian. Salah satu teori yang terkenal adalah perkembangan psikoseksual dari
Sigmund Freud.
dipahami sebelum mempelajari perkembangan psikoseksual. Struktur kepribadian ini yang akan
Istilah psikoseksual sebenarnya adalah sebutan bagi perkembangan manusia yang didasarkan
pada gagasan akan seksualitas Sigmund Freud. Masing-masing tahap berhubungan dengan cara
anak/orang mengalami kenikmatan seksual. Karena tema seksual begitu sentral dalam teori
psikoseksual.
Freud hidup di masa seksualitas menjadi sesuatu yang sangat tabu. Freud berusaha menjadikan
seks sebagai sesuatu yang sangat natural, meskipun sepertinya terdengar over generalisasi.
Karena itulah, kenikmatan pada setiap bagian tubuh, menjadi sama menggemaskannya dengan
kenikmatan seks. Hanya saja memiliki area spesifik yang berbeda dalam memenuhi
kenikmatannya.
Tahap Oral
Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak
pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. Freud menyebutnya sebagai
kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda
kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar
Tahap Anal
Tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan
penggunaan toilet (taoilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk
mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi
kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus). Mengeluarkan feses dari anus adalah hal
yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam
dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui
saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat
yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi
Tahap Phallic
Tahap Pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area
kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan)
pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus complex, yaitu fase
dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan. Pada
tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan
atas kepemilikan penis anak lelaki. Memang terdengar sarkastik dalam menggambarkan
dominasi laki-laki secara kultural, atau kepemimpinan laki-laki secara historis. Apapun itu,
Tahap Latensi
Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas.
pada masa pubertas. Represi seksualitas karena dianggap tabu pada masa hidup Freud, membuat
Tahap Genital
Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas.
Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya
adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui persenggemaan dengan
lawan jenis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Psikoseksual Menurut Freud dan Erikson
Teori Kepribadian Sigmund Freud
Sigmund freud disebut juga sebagai Bapak Psikoanalisa yang lahir di Moravia , 6 Mei 1856 dan
meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Freud menganggap bahwa kesadaran
hanya merupakan sebahagian kecil saja dari seluruh kehidupan psikis. Ia beranggapan untuk
memahami kepribadian manusia , psikologi kesadaran tidaklah mencukupi, orang harus
menjelajah secara mendalam ke daerah ketidaksadaran. Pokok-pokok teori Freud mengenai
kepribadian, yaitu
Struktur Kepribadian
Ada 3 struktur kepribadian menurut Freud ,yaitu :
• Das Es (Id)
Das Es atau disebut juga dengan Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original di
dalam kepribadian, dari aspek inilah kedua aspek yang lain akan tumbuh. Das Es berisikan hal-
hal yang dibawah sejak lahir( unsur-unsur biologis), termasuk instink .Id lebih berorientasi pada
kesenangan ( pleasure principle ). Id merupakan sumber energi psikis , maksudnya bahwa id itu
merupakan sumber dari instink kehidupan atau dorongan-dorongan biologis ( makan,minum,
tidur,dll )dan instink kematian/instink agresif(tanatos) yang menggerakkan tingkah laku. Dalam
mereduksi ketegangan atau menghilangkan kondisi yang tidak menyenangkan dan untuk
memperoleh kesenangan, id menempuh 2 proses, yaitu : refleks dan proses primer ( the primary
process ). Refleks merupakan reaksi mekanis/otomatis yang bersifat bawaan ,cth : bersin dan
berkedip . Sedangkan proses primer merupakan reaksi psikologis yang lebih rumit . Proses
primer berusaha mengurangi tegangan dengan melakukan fantasi atau khayalan .Misalnya pada
saat lapar menghayalkan makan, pada saat dendam menghayalkan balas dendam, dsb. Namun
rasa lapar tidak akan segera hilang hanya dengan kita menghayalkan makanan. Oleh karena
dengan proses primer tidak dapat mereduksi ketegangan atau memenuhi keinginan atau
dorongan maka cara atau proses baru perlu di kembangkan. Atas dasar inilah komponen
kepribadian kedua terbentuk ,yaitu Ego ( Das Ich ).
• Das Ich ( Ego )
Ego merupakan eksekutif atau manajer dari kepribadian yang membuat keputusan ( decision
maker ) tentang instink-instink mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya atau sebagai
sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional, dan berorientasi kepada prinsip realitas ( reality
principle ) . Peran utama ego adalah sebagai moderator ( perantara) atau yang menjembatani
antara id ( keinginan yang kuat untuk mencapai kepuasan) dengan kondisi lingkungan atau dunia
luar ( eksternal social world ) yang diharapkan. Ego dibimbing oleh prinsip realitas yang
bertugas untuk mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk
pemuasan kebutuhan atau dorongan id.
Ø Ego Kreatif
Erikson memandang ego sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara kreatif
dan otonom. Ia menjelaskan bahwa ego ini mempunyai kreativitas dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, tidak hanya di tentukan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri
individu tetapi juga ditentukan oleh faktor sosial dan budaya tempat individu itu berada. Erikson
menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yang tidak ada pada psikoanalisis
Freud, yakni kepercayaan , penghargaan otonomi ,kemauan ,kerajinan, kompetensi, identitas ,
kesetiaan , dll .
3. Inisiatif vs Kesalahan
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut
tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6
tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya
gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
4. Kerajinan vs Inferioritas
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12
tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah mengembangkan kemampuan
bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang
berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri
guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi).
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang
yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas
dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan.
PERKEMBANGAN BAHASA
Anak-anak memiliki kemampuan untuk mengembagkan bicara dan keterampilan berbahasa. Laju
perkembangan bicara berkaitan denagn kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Di
semua tahap perkembangan bahasa, pemahaman anak tentang perbendaharaan kata yang mereka
pahami dan perbendaharaan kata yang merka ucapkan mencerminkan proses modifikasi dan
kontiniu yang melibatkan peolehan kata-kata baru, adanya perluasan atau penghalusan arti dari
kata-kata yang dipelajari.
PERKEMBANGAN SPIRITUAL
• Tahap 0: Undifferentiated
Ketika bayi, anak tidak memiliki konsep benar/salah, keyakinan dan tidak ada keyakinan yang
membimbing prilaku mereka
• Tahap 1: Intuitive-Projective
Anak mulai meniru apa yang dilakukan orang lain dlm segi agama, diusia praskolah, mereka
mulai memahami beberapa nilai dan keyakianan orangtuanya.
• Tahap 2: Mythical-Literal
Selama usia sekolah, anak sangat tertarik pada agamaereka menerima ketuhanan, bagaimana
pentingnya do’a, prilaku yang baik/buruk akan mendapat balasannya.
1. Keturunan
Jenis kelamin dan determinan keturunan lain secara kuat mmpengaruhi hasil akhir pertumbuhan
dan laju perkembangan untuk mendapatkan hasil akhir tersebut. Terdapat hubungan yang besar
antara orangtua dan anak dalam hal sifat seperti tinggi badan, berat badan, dan laju
pertumbuhan..
2. Neuroendokrin
Beberapa hubungan fungsional diyakini ada diantara hipotalamus dan system endokrin yang
memengaruhi pertumbuhan.Kemungkinan semua hormone memengaruhi pertumbuhan dan
beberapa cara. Tiga hormon-hormon pertumbuhan, hormone tiroid, dan endrogen. Tampak
bahwa setiap hormone yang mempunyai pengaruh bermakna pada pertumbuhan
memanifestasikan efek utamanya pa periode pertumbuhan yang berbeda.
3. Nutrisi
Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling pentng pada pertumbuhan. Faktor diet
mengatur pertumbuhan pada semua tahap perkembangan, dan efeknya ditujukan pada cara
beragam dan rumit.
4. Hubungan Interpersonal
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting dalam perkembangan, terutama
dalam perkembangan emosi, intelektual, dan kepribadian. luasnya rentang kontak penting untuk
pembelajaran dan perkembangan kepribadian yang sehat.
5. Tingkat Sosioekonomi
Riset menunjukkan bahwa tingkat sosioekonomi keluarga anak mempunyai dapak signifikan
pada pertumbuhan dan perkembangan.
6. Penyakit
Banyak penyakit kronik dan Gangguan apapun yang dicirikan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna dan mengabsorbsi nutrisi tubuh akan member efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan.
7. Bahaya lingkungan
Bahaya dilikungan adalah sumber kekhawatiran pemberi asuhan kesehatan dan orang lain yang
memerhatikan kesehatan dan keamanan. Bahaya dari residu kimia ini berhubungan dengan
potensi kardiogenik, efek enzimatik, dan akumulasi (Baum dan Shannon, 1995) .
• Televisi
TV memanjakan anak pada berbagai topic dan kejadian yang lebih luas dari yang mereka hadapi
dalam kehidupan sehari-hari.Kebanyakan peneliti telah menyimpulkan bahwa menonton televise
yang berturut-turut memiliki efek menyimpang pada anak.
• Computer/Internet
Beberapa kretivitas seperti “cybersex” dan “kiddie porn” serta “chat room”, dapat memanjakan
anak pada individu yang berupaya mendapatkan keuntungan dari kepolosan anak untuk
mencapai tujuan. Salah satu strategi yang bermanfaat menempatkan computer diruang prublik
dirumah seperti dapur atau ruang keluarga agar orang tua dapat dengan mudah memantau
penggunaannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENFAGRUHI BERMAIN DAN HOSPITALISASI
Bermain adalah pekerjaan anak yang sangat menyenangkan menurutnya. Dalam bermain anak
mempraktekkan secara kontinu proses hidup yang rumit dan penuh stress, komunikasi, dan
mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Di situlah mereka belajar tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka, misalnya bagaimana menghadapi lingkungan objek, waktu,
ruang, struktur, dan dan orang di dalamnya. Klasifikasi bermain Dari sudut pandang
perkembangan, pola permainan anak dapat dikategorikan menurut isi dan karakter social.
1. Menurut Isi Permainan
Isi permainan terutama meliputi aspek bermain fisik, meskipun hubungan social tidak dapat
diabaikan, kecendrungannya dari sederha ke kompleks.
a. Permainan Sosial-Afektif
Permainan ini membuat bayi merasakan kesenanga dalam berhubungan dengan orang lain.
Berbagai cara yang dilakukan orang dewasa yang bisa membuat bayi berespon (seperti bicara,
menyentuh, mencium) membuat bayi segera belajar menstimulasi emosi dan merespon orang tua
dengan cara tersenyum, mengeluarkan suara, memulai permainan, dan aktifitas.
b. Permainan Rasa-senang
Merupakan pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja. Objek dalam lingkungan
seperti sinar, warna, rasa, bau, dan tekstur menarik perhatian anak, merangsang indra mereka dan
memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang berasal ari memegang bahan mentah seperti
air, gerakan tubuh seperti diayun, dan dari pengalaman lain yang menggunakan indra dan
kemampuan tubuh.
c. Permainan keterampilan
Bayi yang telah mampu menggenggam dan memanipulasi, mereka akan menunjukkan dan
melatih kemampuan yang baru mereka kuasai secara terus-menerus dan berulang-ulang.
Kemuadian anak akan bertekad untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang
menimbulkan nyeri dan frustasi, misalnya belajar naik sepeda.
d. Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain, tetapi memfokuskan perhatian mereka pada hal yang menarik. Misalnya
dengan melamun, memainkan pakian, atau berjalan tampa tujuan.
f. Permainan Game
Permainan yang dlakuakn seorang anak bisa sendirian saja ataupun dengan orang lain. Aktifitas
soliter mencangkup permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat kecilberpartisipasi
dalam aktifitas repetitive dan berlanjut ke permainan yang lebih rumit yang menatang
keterampilan mendiri mereka, seperti menata Puzzle dan bermain kartu. Anak yang sangat muda
berpartisispasi dalam permainan imitative sederhana seperi “petak umpet”. Anak prasekolah
belajarmenikmati permainan formal yang dimulai dengan permainan pertahanan diri yang ritual
dimainkan seperti permainan ring-a-rosy and London Bridge. Anak prasekolah tidak terlibat
dalam permainan kompetitif sebab mereka tidak suka dengan kekalahan, akan curang untuk
mendat kemenangan, akan berusaha mengubah aturan main, membuat berbagi pengecualian dan
kesempatan untuk dirinya. Anak usia sekolah menikmati permainan yang kompetitif seperti
bermain catur, dan baseball.
2. Menurut Karakter Sosial Permainan
Interaksi permainan pada masa bayi adalah antara anak dan orang dewasa. Selanjutnya interaksi
dengan teman sebaya menjadi hal yang penting dalam sosialisasi. Bayi yang egosentris dan
toddler (usia 1-3 tahun) tidak menoleransi penolakan atau penundaan, serta campur tangan.anak
usia 5-6 tahun, mampu kompromi dan panengah perselisihan. Tipe-tipe permainannya yaitu
a. Permainan pengamat
Anak memperhatikan aktifitas dan interaksi anak lain dengan minat aktif tampa terlibat dan
berpartisipasi.
b. Permainan tunggal
Anak bermain sendiri dengan mainan yang berbeda dengan anak yang lain ditempat yang sama.
Mereka asik sendiri tampa berniat mendekati atau berbicara dengan anak yang lain.
c. Permainan parallel
Anak bermain secara mandiri diantara anak-anak lain dengan mainan yang sama. Mereka tampak
kimpak, tetapi tidak saling mempengaruhi, t idak ada assosiasi kelompok, dan tidak bermain
bersama
d. Permianan assosiatif
Anak bermain bersama, mengerjakan aktifitas serupa dan sama, tetapi tidak ada organisasi,
pembagian kerja, penetapan pemimpin, atau tujuan bersama. Anak meminjam dan meminjami
material permainan, saling mengikuti dengan mengendarai wangon, dan sepeda roda tiga.
Kadang mengontrol siapa yang boleh bergabung dan siapa yang tidak boleh bergabung dalam
kelompok itu.
e. Permainan cooperative
Anak bermain secara berkelompok, mendiskusikan dan merencanakan aktifitas untuk pencapaian
akhir. Terdapat rasa saling memiliki dan tidak memiliki yang nyata. Tujuan dan pencapaiannya
memerlukan pengorganisaian aktifitas, pembagian kerja dan peran bermian.
B. FUNGSI BERMAIN
1. Perkembangan Sensorimotor
Aktifitas sensori adalah komponen utama bermain pada semua usia dan merupakan bentuk
dominan permainan pada masa bayi. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan
bermanfaat untuk melepas kelebihan energy. Bayi memperoleh kesan tentang diri dan dunia
merek amelalui stimulasi taktil, auditorius, visual dan kinestetik. Toddler dan anak prasekolah
menyukai gerakan tubuh dan mengesplorasi segala sesuatu di ruangan. Anak yang lebih muda
suka berlari, anak yang lebih besar mulai mengembangkan aktifitas yang rumit seperti berlomba,
dan naik sepeda.
2. Perkembangan Intelektual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar mengenali warna, bentuk, ukuran, tekstur,
dan fungsi objek. Mereka belajar tentang angka-angka dan bagaimana cara menggunakannya,
mereka bisa menghubungkan kata dengan benda, mengembangkan kemampuan berbahasa,
memahami abstrak, hingga hubungan spasial seperti naik, turun, bawah atas. Ketersediaan materi
permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua variable terpenting yang terkait dengan
perkembangan koognitif selama mas abayi dan prasekolah (Chase,1994)
3. Sosialisasi
Hubungan social pertama bayi adalah dengan ibu. Dengan bermain dengan anak lain mereka
belajar membentuk hubungan social dan menyelesaikan masalah terkait dengan hubungan ini.
Mereka belajar member dan menerima, tetapi mereka lebih mendengar kritik dari teman sebaya
ketimbang dari orang dewasa. Anak mempelajari yang benar dan yang salah, standar masyarakat
dan bertanggungjawab atas tindakan mereka.
6. Manfaat terapeutik
bermain memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi di
lingkungannya. Melalui bermain anak dapat mengkomunikasakan kebutuhan, rasa takut, dan
keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat ekspresikan karena keterbatasan
keterampilan bahasa mereka.
7. Nilai Moral
Anak belajar tentang benar dan salah di rumah dan sekolah. Selain itu interaksi mereka dengan
teman sebaya selama bermain memiliki peran yang penting dalam penbentukan moral mereka.
Bila mereka ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus menaati aturan perilaku yang
diterima budaya (mis. Adil, jujur, control diri, dan mempertimbangkan orang lain). Anak segera
memperlajari bahwa sebaya mereka kurang toleran terhadap kekerasan dibandingkan orang
dewasa dan bahwa untuk mempertahankan tempat dalam kelompok bermain mereka harus
menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut.
C. HOSPITALISASI
Hospitalisasi ialah Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali
kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan
yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan
menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat.
Tujuan bermain di rumah sakit adalah untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal
selama di rawat dan mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan.
2. Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak
dibawah usia 12 tahun. Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker,
pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung.
3. Privasi yang terhambat
Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Hospitalisasi pada anak
a) Berpisah dengan orang tua dan sibling
binatang buasb) Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing.
c) Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
d) Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
e) Prosedur yang menyakitkan
f) Takut akan cacat atau mati.
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar
mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan
control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.
Pada umumnya reaksi orang tua a: Denial / disbelief, Tidak percaya akan penyakit anaknya,
marah / merasa bersalah, merasa tidak mampu merawat anaknya, ketakutan, cemas dan frustasi,
tingkat keseriusan penyakit, prosdur tindakan medis dan ketidaktahuan
-Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
-Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga.
-Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
-Beri dukungan pada anak dan keluarga
-Beri informasi yang adekuat.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya kedua teori Psikoanalisa yang diungkapakan oleh Freud dan Erikson tidak jauh
berbeda. Mereka sama-sama mengklasifikasikan fase-fase Psikologi seorang individu
berdasarkan usia, sejak saat dilahirkan hingga meninggal nantinya. Hanya saja, Freud
berpendapat bahwa dari semua fase Psikologis yang dialami manusia, merupakan murni karena
dorongan/keinginan yang luar biasa dari dalam (internal)individu tersebut, baik secara sadar
maupun tidak sadar (bawah sadar). Kemudian seperti yang kita ketahui, Erik H. Erikson
berusaha menyempurnakan teori Psikoanalisa yang telah dikemukakan Freud dengan
menambahkan bahwa selain keinginan/ dorongan dari dalam diri si individu, fase-fase psikologis
tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar (eksternal),seperti adat, budaya dan
lingkungan tempat si individu dan kepribadian dibangun melalui serangkaian krisis-krisis dan
alternatif-alternatif.
Agar anak-anak tetap tumbuh dan kembang maka saat hospitalisasi dilakukan pun anak bias
mengalami stress untuk mengurangi stress anak maka dilakukanlah bermain saat hospitalisasi.
Ini perlu dilakukan mempraktekkan secara kontinu proses hidup yang rumit dan penuh stress,
komunikasi, dan mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Di situlah mereka
belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka, misalnya bagaimana menghadapi
lingkungan objek, waktu, ruang, struktur, dan dan orang di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A Aziz Almull .2005. “Pengatar Ilmu keperawatan Anak jilid 1”. Jakarta: Salemba
Nelson, Waldo E. 2000. “Ilmu Kesehatan Anak volume 1”. Jakarta: EGC
Rochemi, Hemi.NS 2009. “perspektif keperawatan anak”.
http://www.scribd.com/doc/14365045/PERSPEKTIF-KEPERAWATAN-ANAK
(on-line/ diakses tanggal 22 Mei 2011)
Supartini,Yeni. 2004. “Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak 1”. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2008. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: EGC
Ardiana, Anisah. 2007. “Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia”. http//Konsep-
Pertumbuhan-dan-Perkembangan-Manusia.html diakses tanggal 19 Mei 2011
Diah. 2009. “perbedaan teori perkembangan kepribadian dan persepsi manusia sigmund freud
dan erik erickson”. http// perbedaan-teori-perkembangan-kepribadian-dan-persepsi-manusia.html
(on-line/ diakses tanggal 19 Mei 2011)
Hidayat, Aziz alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemaba Medika
Mansyoer, arif, dkk. 2000. Kapita Salekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Wong, Donna L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC
Teori Perkembangan Psikoseksual, Psikosial, Moral Dan Kognitif
Anak yang terhalang kegiatan mengisap mungkin berusaha untuk memusakan kebutuhan ini di
kemudian hari melalui aktivitas seperti mengunyah permen karet, merokok, dan makan yang
berlebihan.
Konfliks eksternal mungkin ditemui pada saat latihan ke toilet diusahakan dan kemudian terlihat
Sesuatu yang timbul dari konfles Oedipus dan elektra untuk laki-laki dan perempuan secara
berturut-turut terjadi, lancang, malu, dan takut mungkin merupakan ekspresi dari fiksasi pada
tahap ini.
Penggunaan kpping anak dan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu ini ketertarikan
seksual mungkin disublimasi melalui permainan yang giat dan beroleh keterampilan.
Ini adalah waktu peningkatan biologis pada saat interaksi emosi yang belum matur sering terjadi
pada awal fase. Pada saatnya, berkembang kemampuan untuk memberi dan menerima cinta yang
matang.
Pada saat kebutuhan dasar bayi tidak terpenuhi secara adekuat, bayi menjadi curiga, penuh rasa
takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku makan, pola tidur dan ereliminasi yang
buruk.
Jika perkembangan kemandirian tidak didukung oleh orang tua, anak mungkin memiliki
kepribadian yang ragu-ragu; jika anak dibuat merasa buruk pada saat melakukan kegagalan, anak
Pembatasan dari orang tua bisa mencegah anak dari perkembangan inisiatif. Rasa bersalah
mungkin muncul pada saat melakukan aktivitas yang berlawanan dengan orang tua. Anak mesti
Perasaan inferior bisa terjadi pada saat dewasa memandang usaha anak belajar untuk belajar
bagaimana sesuatu bekerja melalui manipulasi adalah sesuatu yang bodoh atau merupakan
masalah. Ketidaksuksesan di sekolah, perkembangan keterampilan fisik, dan mencari teman juga
Kegagalan untuk mengembangkan identitas pribadi bisa mengarah ke kebingungan peran, yang
sering mncul dari perasaan adekuat, isolasi dan keragu-raguan. Penangguhan psikososial
keintiman. Seseorang tidak bersedia atau tidak mampu untuk berbagi untuk mengenal diri sendiri
Asorbsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan peningkatan.
kegagalan.
Anak menyerah kepada kekuatan dan kepemilikan. Hidup dinilai untuk jumlah dan kekuatan dari
kepemilikan.
Anak menggabungkan label dari baik dan buruk dan benar dan salah dalam perilaku dalam
bentuk konsekuensi dari tindakan-tindakan. Elemen dari tawar menawar, pembagian yang
seimbang, dan kejujuran menjadi muncul. Hidup dinilai dengan bagaimana anak dapat
Anak menyesuaikan minat diri sendiri dengan aturan: anak berasumsi bahwa penghargaan atau
1) Anak laki-laki yang baik dan anak perempuan yang manis ( 9 – 10 tahun )
Pencapaian nilai koral yang benar terjadi setelah dicapai formal operasional. Tidak semua orang
Individu berhati-hati untuk tidak melanggar hak-hak dan kehendak orang lain. Terjadi konflik
pandangan moral dan legal. Orang akan bekerja untuk mengubah aturan.
Tahapan ini jarang dicapai. Jika rangcangan pemikiran dari dalam diganggu maka akan muncul
rasa bersalah.
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dapat menerangkan perkembangan anak seperti :
Perkembangan dari refleks oromotor pada bayi baru lahir ke interaksi yang erat dengan
b. Pra-operasional (2 – 7 tahun)
Proses berpikir menjadi interalisasi; tidak sistematis dan mcngandalkan intuisi. Penggunaan
akibat secara rasional dan sistematis. Mampu melakukan pengelompokan dan generalisasi,
d. Formal rasional
Fase remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat.
Pertumbuhan fisik (organ tubuh) yang sangat pesat, terjadi pada masa ini, yaitu dari proporsi
(ukuran bentuk) tubuh anak – anak, telah tumbuh berubah menjadi matang, menuju proporsi
tubuh orang dewasa.
Pesatnya pertumbuhan fisik remaja ini terkait dengan pertumbuhan homonal (kelenjar –
kelenjar hormon) di dalam tubuhnya. Pertumbuhan fisik dan hormonal ini berimplikasi luas
terhadap perubahan kejiwaan dan tingkah laku remaja. Salah satunya adalah perkembangan
psikoseksual (hubungan kejiwaan antara individu pria dengan kejiwaan wanita).
2. Perkembangan Psikoseksual
Misalnya :
· Remaja mulai tumbuh benih – benih perasaan naluriah saling tertarik dengan lawan jenisnya.
· Pada diri remaja telah muncul perhatian – perhatian yang mendalam terhadap keberadaan dirinya,
diawali dari aspek fisiknya :
Pada masa remaja, perkembangan psikoseksual ini memiliki fungsi dan makna yang
sangat strategis dalam mencapai tugas perkembangan menuju kematangan dan kedewasaan. Pada
masa ini seorang individu mulai merentangkan dasar – dasar atau tunas – tunas menuju
kedewasaan psikoseksual. Kejiwaan dan kepribadiannya tumbuh lebih matang sesuai peran dann
fungsinya sebagai pria atau wanita.
Namun pada fase ini, remaja juga memasuki masa rawan dan kritis, yaitu masa yang
penuh resiko, terancam kegagalan – kegagalan dan bahaya dalam meniti perkembangan
psikoseksualnya. Berapa banyak muda – mudi yang masih belia tersandung oleh frustasi –
frustasi dalam pergaulan muda – mudinya ? Berapa banyak yang mengalami “kecelakaan”
pergaulan bebas yang membuahkan kehamilan pranikah dan diluar nikah ?
Untuk itulah remaja perlu memegang teguh nilai – nilai kewajaran, bebas tapi terbatas.
Bukankah setiap bagian alam ini ada sistem dan aturan ? Sebagaimana bumi dan planet ini kalau
berputarnya tidak teratur akan hancur ? Demikian juga pergaulan pria dan wanita akan bahaya
bila meninggalkan sistem keteraturannya !
Salah satu tugas perkembangan remaja ialah mempersiapkan diri untuk merintis
kedewasaan dan memasuki kehidupan berumah tangga. Pada saatnya remaja akan beralih fungsi
dan perannya menjadi orang dewasa yang membangun keluarga hidup sebagai suami
istri. Fungsi dan peran untuk membuahkan keturunan (proses reproduksi) mempunyai anak telah
siap dilaksanakannnya.
Namun, tidak sedikit individu – individu remaja yang tergelincir ke jurang pergaulan
bebas, perzinaan, hamil pranikah – di luar nikah, dan “kecelakaan” lainnya. Ini berarti proses
kehamilan atau reproduksinya tidak sehat, tidak terpuji alias hina / tercela, tidak sejalan dengan
perilaku manusia yang sempurna dan dimuliakan Tuhan ini.
Reproduksi yang sehat adalah proses perkawinan dan kehamilan yang dilakukan secara
benar dan baik sesuai nilai – nilai kemuliaan, norma hukum, norma moral dan agama. Satu –
satunya jalan reproduksi yang sehat adalah melalui “pintu gerbang” pernikahan. Sesuatu yang
mulia harus dilakukan dengan cara – cara yang mulia pula, dan hasilnyapun akan mulia.
Proses reproduksi yang tidak wajar dimulai dengan cara – cara terhina (tercela) konsekuensi
logisnya pun penuh nuansa kehinaan dan penderitaan.
a. Secara psikologis
Beban kejiwaan yang berat, duka nestapa, dapat muncul dari kasus – kasu reproduksi
pranikah / di luar nikah.
Misalnya :
b. Secara Sosial
Secara sosial reproduksi yang tidak sehat (pranikah – diluar nikah) merupakan noda yang
bakal dikenang dalam “memori” masyarakat. Si “penderita” akan merasa terkucil dan dikucilkan
oleh masyarakatnya. Tidak hanya di pelaku yang menderita, tetapi orang tua dan keluarganya
juga terkena getahnya, citra dan nama baik keluarga dapat jatuh karenanya. Bahkan si anak hasil
keturunannya dapat diungkit status dan sejarah latar belakang hidupnya.
c. Secara Fisik
Reproduksi yang tidak sehat yang menyimpang ini sangat beresiko pada tingkah laku
yang lebih kompleks penyimpangan psikoseksualnya dan akibat buruknya dapat mengancam
kesehatan, misalnya penularan peyakit kelamin :
Reproduksi yang tidak sehat / perzinaan adalah tingkah laku tidak sejalan dengan nilai
kesucian dan kemuliaan manusia. Berbeda dengan binatang. Binatang bukan makhluk sempurna,
tanpa akal dan tiada budi pekerti. Binatang tidak akan dimintai pertanggung jawaban. Sedangkan
manusia, seluruh anggota tubuh ini adalah amanah, titipan, pinjaman, kepercayaan dari Tuhan
Yang Maha Pencipta. Semua bakal ditanya satu demi satu di Mahkamah Sang Maha Adil.
Selamat membaca semoga materi ini dapat bermanfaat untuk semua orang khususnya
para remaja.Trimakasih.
KOMPAS.com - Ada fase-fase psikologis yang harus dilalui tiap individu. Antara lain, fase
psikoseksual yaitu tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan fungsi seksual yang dapat
(0-18 tahun). Bila individu tersebut gagal melewati suatu masa yang harus dilaluinya sesuai
dengan tahap perkembangannya, maka akan terjadi gangguan pada diri orang tersebut.
Fase dan tahap inilah yang penting untung diketahui oleh setiap orangtua dalam memantau
ketahuilah dengan terperinci fase-fase yang dialami sang buah hati dengan mengikuti seminar
Dr Handoko Hardianto Putra, MSc adalah dokter spesialis kejiwaan yang saat ini aktif di
Departemen Kepolisian Republik Indonesia dan AEA Internasional SOS Clinic. Dokter spesialis
lulusan terbaik Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini kerap
mengantongi gelar pemenang dalam berbagai macam kompetisi di bidang kesehatan jiwa.
Hanya dengan menyiapkan komputer/laptop, koneksi internet, headset atau speaker, maka anda
telah siap mendengarkan seluruh presentasi dan dialog seminar online secara langsung, dari
manapun. Anda pun dapat melayangkan pertanyaan kepada Dr. Handoko di akhir seminar
online. Praktis, mudah dan yang terpenting, gratis! Tunggu apa lagi? Klik di sini untuk daftar
sekarang!
1. Klik link untuk mendaftar menjadi peserta webinar dan masukkan data diri pada formulir
registrasi.
2. Setelah melengkapi formulir registrasi, link pribadi akan dikirimkan ke email Anda.
3. 30 menit sebelum webinar dimulai, klik link tersebut untuk memasuki ruang webinar dan ikuti
PEMBAHASAN MAKALAH
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia,
teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan
pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan
memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati
kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap
tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik
dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam
perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan
sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu
pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh
manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak,
dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud.
Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi,
teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak
ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-
psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar
biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya
menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana
hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting
pada setiap tahapnya.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara
universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah
disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan
kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan
berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah
rangkaian kata yaitu :
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap
perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan
seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek
perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan
sebutanTheory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak
berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori
perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-
aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson
menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa
dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh
memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap
bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut
membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap
perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap
terdapat maladaption/maladaptif(adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini
berlangsung kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik
maka akan tumbuh maladaption/maladaptifdan juga malignansi, selain itu juga
terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan
yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut
Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur
maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami
ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung
kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-
energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran
dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal
kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan
memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian
kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak
perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang
anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan
yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai
alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya
bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak
terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak
akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki
mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke
daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk
itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu
tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Menurut Sigmund Freud (1856-1939) fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi
psikis yang disebut libido. Libido ini merupakan energi yang bersifat seksual (diartikan secara
luas sebagi dorongan kehidupan) dan sudah ada sejak bayi. Setiap tahap perkembangan ditandai
dengan berfungsinya dengan dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Freud
membagi perkembangan menjadi 5 fase, yaitu :
1. Fase Oral (0-1 tahun). Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada
mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Obejek sosial
terdekat adalah ibu, terutama saat menetek. Bila anak tidak menyusu pada ibunya, ia
2. Fase anal (1-3 tahun). Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di daerah anus,
terutama saat buang air besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajar disiplin pada anak
(termasuk toilet training). Pada masa ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertangung
3. Fase Falik (3-5 tahun). Anak memindahkannya pusat kepuasan pada daerah kelamin.
Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Ibu menjadi tokoh
yang memberikan kasih sayang perlindungan (rasa aman) dan tempat mengadu menghadapi
persoalan. Pada anak laki-laki keterdekatan pada ibunya menimbulkan gairah seksual dan
perasaan cinta yang disebut Oedipus Kompleks. Tapi perasaan ini terhalang dengan adanya
tokoh ayah. Kompleks ini kemudian diikuti oleh kecemasan kastrasi (takut dipotong alat
Konflik ini terpecahkan bila anak sudah dapat menerima, menyukai, dan mengagumi saingannya
4. Fase Laten (5-12 tahun). Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan
pesat pada aspek motorik dan kognitif. Kecemasan dan ketakutan yang timbul pada masa-masa
sebelumnya ditekan (repressed). Anak laki-laki lebih banyak bergaul dengan teman sejenis,
demikian pila wanita. Oleh karena itu, fase ini disebut juga fase homoseksual alamiah. Anak
mencari figur ideal diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.
5. Fase Genital (12 tahun ke atas). Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat
kepuasannya berada pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-
hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain yang
berlawan jenis. Pengalaman-pengalaman di masa lalu menjadi bekal yang amat berpengaruh
pada remaja yang sedang menapak ke dunia dewasa, dunia karir, dan dunia rumah tangga.
dan perkembangan pribadi manusia serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan
Perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak di bagi dalam beberapa fase, menurut
dalam 8 fase, dan beberapa diantara adalah fase perkembangan psikososial masa kanak-kanak
Melihat dari pembagian fase perkembangan tersebut maka anak-anak usia 3 – 6 tahun sedang
Pada tahap ini, krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan
melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang dilakukan oleh
anak. Oleh sebab itu, anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak. Disamping
itu, anak masih perlu merasakan kebebasannya. Apabila perkembangan rasa bersalah melebihi
perkembangan inisiatif anak, maka anak akan menjadi anak yang diliputi rasa ragu-ragu.
A. KARAKTERISTIK PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 – 6
TAHUN)
b. Sudah dapat merasakan kelucuan bila ada hal-hal lucu atau ikut tertawa ketika orang dewasa
tertawa.
c. Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini berlangsung sampai usia 5 tahun.
d. Pada Usia 6 tahun anak menjadi sangat Asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan),
peraturan disiplin.
Hetherington & Parke (1979) mendefinisikan permainan bagi anak-anak adalah suatu bentuk
aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan
karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini karena bagi
anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya
(Schwartzman, 1978).
beberapa fungsi yang dalam pengaruh pentingnya terhadap perkembangan anak. Salah satunya
adalah fungsi sosial. Fungsi sosial permainan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak.
Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami
orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang
dewasa.
Fungsi Permainan
c. Fungsi Emosi, permainan memberikan perasaan senang dan anak dapat melepaskan energi
Kasih sayang Orang Tua atau pengasuh pada tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan
kunci utama perkembangan sosial anak. Pola Hubungan orang tua atau pengasuhnya pada anak
usia 3 – 6 tahun merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu
aspek penting dalam hubungan antara orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang
tingkah laku anak –anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati
Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung percaya diri, memiliki pengawasan terhadap diri
perintah-perintah orang tua (tidak demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung
curiga pada orang lain dan tidak merasa bahagia dengan dirinya sendiri, canggung dalam
- Permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua hanya sedikit terlibat dalam kehidupan anak
atau bahkan sama sekali tidak terlibat dalam kehidupan anak (Masa bodo). Hasilnya adalah anak-
anak yang kurang percaya diri, memiliki pengendalian diri yang buruk (berbuat semaunya),
Pada fase Inisiatif vs merasa bersalah, anak-anak tentu membutuhkan gaya pengasuhan yang
dapat membantunya tampil percaya diri, memiliki prestasi belajar yang baik, memiliki
pengendalian dan pengawan diri sendiri, dapat bergaul dengan baik, serta mampu membedakan
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya
memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok
teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia luar diluar keluarga. Anak menerima umpan balik tentang
lain. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan dirinya. Proses
pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri
Relasi yang harmonis diantara teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan
kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya. Sebaliknya Isolasi sosial atau
ketidakmampuan untuk melebur ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak
masalah dan kelainan yang beragam, mulai dari kenakalan dan masalah minuman keras hingga
depresi. Bahkan relasi yang buruk diantara teman2 sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan
dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja
(Santrock, 1995).
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial
pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap
a. Anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender , yaitu rasa laki-laki atau
perempuan.
b. Anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin mana yang mereka
kehendaki.
c. Anak memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang
Perkembangan gender pada masa anak-anak usia 3 – 6 tahun masih dalam tahap mempelajari
stereotif gender konvensional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek
umum (Ruble&ruble, 1980). Mereka menghubungkan gender dengan mainan, pakaian namun
yang seharunya dilakuakan oleh manusia sebagai interaksi dengan orang lain (Stanrock , 1995)
AWAL (USIA 3 – 6 TAHUN)
Perkembangan Psikososial anak pada usia 3 – 6 tahun merupakan hasil dari perkembangan
psikososial pada fase sebelumnya, yaitu fase percaya vs tidak percaya dan fase otonomi vs malu
dan ragu-ragu. Apabila pada fase ini anak tidak berkembang secara normal, maka hal ini akan
Masa anak-anak merupakan masa yang berfungsi untuk mengembangkan psikososial anak ke
arah yang positif. Positif berarti mengembangkan anak sesuai dengan fase perkembangan
psikososialnya. Apabila anak tidak mengalami perkembangan psikososial yang positif maka di
masa depan, anak akan mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan psikososialnya.
mengembangkan psikososial anak. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu memberikan
kesempatan pada anak unruk berinteraksi sosial, untuk mengungkapakan pikiran dan
perasaannya.
mengembangkan Psikososial anak secara positif. Misalnya : mencipakan sudut permainan drama
secara positif. Misalnya : membiarkan anak bermain dan melengkapi alat permainan yang
dibutuhkan anak.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
hanya dengan rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Rasullullah Muhammad SAW sebagai
pembawa revolusioner sejati, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya sampaihari
kiamat.Amin
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari peran
dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Kerena itu dalam kesempatan ini,
pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang tidak dapat
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan sehingg kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu
perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari
perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya
(non fisik) dinamakan perkembanga psikologis.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam mendidik
atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang
salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya
atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak
berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut.
Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para
anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.
BAB II
PEMBAHASAN
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan
hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya
kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
Jauh sebelum para ahli psikologi dan pendidikan anak mengemukakan mengenai teori-
teori perkembangan anak, terlebih dahulu Allah telah menerangkannya di dalam Al-Qur’an,
yaitu yang terdapat dalam surat Al-mu’min ayat 40. Sebagaimana yang tertulis di atas tersebut.
1. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hampir sama. Keduanya dapat diartikan
adanya perubahan dari keadaan sesuatu kekeadaan yang lain. Namun pada istilah pertumbuhan
dititik beratkan pada perubahan fisik, sedangkan istilah perkembangan digunakan kalau lebih
pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan istilah
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala psikologik yang
apa yang termasuk dalam perkembangan dan mengenai cara perkembangan berlangsung. Namun
terdapat beberapa prinsip umum yang didukung hampir semua ahli, yaitu :
Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan contoh mengenai tingkat perkembangan yang
berbeda. Beberapa siswa akan lebih besar, terkoordinasi lebih baik, atau lebih dewasa
Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari. Jadi di dalam perkembangan manusia membutuhkan
waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif sangat lambat dan tidak setiap hari berlangsung.[3]
2. TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
Dalam makalah ini kita (penulis) akan membahas mengenai teori-teori perkembangan,
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi
jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan
anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak
memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai
pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini
tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860).
Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh
ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan
sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi
bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-
satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi
pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia.
Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih
tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik
Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia
sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke
(1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan
kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh
besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran
empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar
peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena
menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajaiannya, dengan tetap
menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik
3. Teori Konvergens[6]
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik
pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,
keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia
yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai
kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam
lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi
seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang
mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam
proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan,
diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut
aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan
menurut aliran empirisme bahwa justreru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.
Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik
yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an dan hadist sendiri sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan
teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran
nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, Al-Qur’an menegaskan bahwa
pembawaan seorang anak (peserta didik) sejak lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar
keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut Al-Qur’an di samping dapat
menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar
(lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
4. Teori Interaksionisme[7]
Teoritikus yang terkenal adalah Piaget. Menurut, cara-cara berpikir tertentu sangat
sederhana bagi seorang dewasa, tidaklah sesederhaana pemikiran yang dilakukan seorang anak.
Terdapat batas-batas tertentu pada anak atas materi yang dapat diajarakan pada satu waktu
tingkat. Ia percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan kognitif
yang sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang
Periode perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari indera
(sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi terbesar bayi adalah
kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan
ayau tidak.
Prestasi besar kedua periode sensormotor adalah mukainya tindakan dengan tujuan terarah yang
logis. Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.
Itelegensi sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat
informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi, atau tindakan
Pada masa ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata
operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini. Krakter dasar tingkat
Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan tetap banyak menjaga
Pada tingkat operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran
formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem, bagian-bagian
saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita kenal sebagai alasan ilmiah.
Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang
Untuk jelasnya dibawah ini adalah tabel perkembangan kognitif versi Piaget[8] :
Memiliki kesulitan
mengetahui sufut pandang
orang lain
Memahami hukum
perlindungan
Mengembangkan terhadap
isu-isu sosial
5. Teori Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan
kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi, dan
aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika
terjadi konflik-konflik dari aspek-spek psikologi tersebut. Yang umumya terjadi pada masa
kanak-kanak dini. Para teoritisi psikodinamik percaya bahwa perkembangan merupakan suatu
proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls
individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan emosional mereka.
Perkembangan seorang anak terjadi pada serangkaian tahap. Pada masing-masing tahap anak
mengalami konflik-konflik internal yang harus diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya.
Teori Psikodinamik dalam psikologi perkembangan banyak dipengaruhi oleh Sigmund Freud dan
Eric Erikson.
Kelemahan teori ini adalah tidak dapat dibuktikan secara empirc. Teori ini menitik
beratkan pada perkembangan sosio-afektif. Bila dala teori ini seksualitas menduduki tempat yang
utama perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu mati) lalu berjalan
bersama-sama. Jadi kalau seksualitas ditekan karena norma pendidikan orang tua, maka agresi
akan ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan
kepribadian anak.
mengatasi konflik antara sumber-sumber kesenangan oral, anal, alat kelamin, serta tuntutan-
tuntutan realitas. Bila konflik ini tidak diatasi, individu dapatmengalami perasaan yang
awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku. Freud berpikir bahwa dorongan
seks dan instink dan dorongan agresif adalah penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang
bekerja menurut prinsip kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga
untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan
melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah memutuskan apakah
sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang
bahwasannya, perkembangan anak dibagi dalam beberapa tahap atau fase, yaitu:
Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap,
mengigit, mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta
Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri,sangat egoistik,
Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan.
Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan
keinginanya.
Untuk itu toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan dalam periode ini.
Masalah yang yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran)
dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif.
Anak mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam
berpakaian).
d. Fase laten (6-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk
Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih menyukai teman dengan jeni skelamin yang
Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi (Ortu harus bijaksana
dan merespon)
Oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya ortu waspada
( Peran ibu dan bapak sangat penting dlm melakukan pendekatan dengan anak).
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang
Eric Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikosialis dari Freud.
Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun menambahkan dasar dasri
perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri dari tugas yang
khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau krisis bilamana tidak dapat
melampaui denagn baik. Semakin individu tersebut mampu melampaui krisis, maka akan
Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik ortumaupun
Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka
Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik
Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu
dilindungi atau tidak diberikan natau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam
Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai
prestasinya.
Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri
anak.
Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun
Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini
Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak
Reinforcement dari ortu atau orang lain menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan
usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian.
Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya
keintiman akan tercapai, namun bila tidak maka akan terjadi isolas.
persoalan utama pada fase ini adalah mmbantu generasi muda mengembangkan/mengarahkan
pada tahun-tahun terakhir kehidupan, kita menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang
Jika manusia usia lanjut menyelesaikan hanya tahap sebelumnya secara negatif, pandangan
retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemurangan yang disebut erikson
KESIMPULAN
Dari uraian makalh diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai garis
besar dari makalah ini, yaitu bahwasannya terdapat berbagai macam mengenai teori
1. Teori Nativisme
diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan
oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya
juga pintar.
2. Teori Empirisme
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya
yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
3. Teori Konvergensi
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan)
kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian
maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya
tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya,
akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika
4. Teori Interaksionisme
Teori ini menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia
percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan kognitif yang
5. Teori Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan
kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi,
Bahruddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & PEmbelajaran. Ar-Ruz Media
:Yogyakrta.
http://www.tuanguru.net/2012/01/teori-nativisme-empirisme-konvergensi.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
terjadi tanpa pertumbuhan. Misalnya, memperkirakan usia anak dengan melihat tinggi dan berat
badannya saja, dapat memperkirakan ia duduk di kelas berapa. Akan tetapi, dilain pihak
perumbuhan dan perkembangan tidak selalu sejalan. Misalnya, anak berusia 13 tahun seperti
anak SMA tapi perkembangan mental dan kognitifnya sama seperti teman-temannya di bangku
SMP.
Dengan demikian hal tersebut diatas dapat dikategorikan termasuk pada usia kronologis
atau biologis dan usia mental. Usia kronologis adalah usia seseorang yang biasanya ditandai
dengan kalender atau tahun kelahiran. Sedangkan usia mental adalah usia atau tahap
perkembangan individu yang sesungguhnya. Dengan kata lain perkembangan berarti proses yang
kekal dan terus-menerus menuju suatu pmbentukan individu yang terorganisasi pada tingkat
bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah terbentuk pada akhir tahun kelima, dan
itu. Perilaku dan perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor genetik (biologis) dan
berbagai peristiwa pada tahun-tahun awal kehidupan atau pada masa kanak-kanak. Meskipun
demikian, teori ini juga mengakui pentingnya peran konteks sosial khususnya lingkungan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil dari
1. Definisi
2. Pokok-pokok teori
4. Hambatan perkembangan
6. Contoh kasus
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan tentang pokok-pokok teori perkembangan dari Freud;
freud.
BAB I
PEMBAHASAN
Freud umumnya dipandang sebagai ahli yang pertama-tama yang mengutamakan aspek
perkembangan (genetis) daripada kepribadian, dan terutama yang menekankan peranan yang
struktur kepribadian. Freud berpendapat, bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah
terbentuk pada akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya
merupakan penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar pengalaman-
pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Penyelidikan hal ini selalu menjurus kearah
masa kanak-kanak, yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya
neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak-kanak adalah
ayahnya manusia. Dalam menyelidiki masa kanak-kanak Freud tidak langsung menyelidiki
kanak-kanak, tetapi membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa
kanak-kanaknya.
deterministik. Perilaku dan perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor genetik
(biologis) dan berbagai peristiwa pada tahun-tahun awal kehidupan atau pada masa kanak-kanak.
Meskipun demikian, teori ini juga mengakui pentingnya peran konteks sosial khususnya
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem. Yaitu id,
ego, dan superego. Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika
manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi
psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan
dengan selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh A. Supratika, bahwa
aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer. Kedua, Ego mengadakan
kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai "eksekutif"
yang memerintah, mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti
"polisi lalulintas" yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia luar. Ia bertindak
sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh
kebutuhan-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah
kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah
kerja ego. Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter
dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya.
Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral
manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci
untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran
itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi
logisnya.
Ketiga struktur – id, ego, superego- tidak selalu dapat bekerja sama secara harmonis.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan id, antara ketiga divisi kepribadian tersebut seringkali
terjadi konflik. Konflik antara ketiga struktur kepribadian tersebut disebut konflik intrapsikis.
Jika tak segera terselesaikan, konflik intrapsikis berpotensi menimbulkan perasaan cemas. Jika
ego tak mampu menemukan cara-cara yang realistis untuk merespon rasa cemas, ia
menggunakan cara-cara yang tidak realistis yang disebut mekanisme pertahanan ego (ego
defence mechanism). Beberapa mekanisme pertahanan ego dapat bersifat negatif dan beberapa
kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-anak dalam membentuk
karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5
tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan
elaborasi dari struktur dasar tadi.Anehnya, Freud jarang sekali meneliti anak secara langsung.
Dia mendasari teorinya dari analisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan
Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan
seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan/minum menjadi sumber kenikmatannya.
kerongkongan, tingkah laku menggigit dan menguyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan
memuntahkan makanan (kalau makanan tidak memuaskan). Kenikmatan yang diperoleh dari
pada masa oral akan membentukoral incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang
gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain). Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase
oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam
sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi (menggigit) terhadap perlakuan ibunya dalam
menyusui. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam bentuk yang lebih
bervariasi, mulai dari mengunyah permen karet, menggigit pensil, senang makan, menghisap
rokok, menggunjing orang lain, sampai berkata-kata kotor/sarkastik. Tahap ini secara khusus
ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain,
khususnya ibu. Perasaan tergantung ini pada tingkat tertentu tetap ada dalam diri setiap orang,
muncul kapan saja ketika orang merasa cemas dan tidak aman pada masa yang akan datang.
Sedangkan tugas perkembangan utama fase oral ini adalah memperoleh rasa percaya,
yakni percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Cinta adalah
perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai oleh
orang lain hanya akan mendapat sedikit kesulitan dalam nenerima dirinya sendiri. Sedangkan
anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai, cenderung mengalami
kesulitan yang besar dalam menerima diri sendiri. Anak-anak yang ditolak akan belajar untuk
tidak mempercayai dunia mereka memandang dunia sebagai tempat yang mengancam. Efek
penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi
penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci dan kesepian.
menghilangkan perasaan tekanan yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan.
Sepanjang tahap anal, latihan defakasi (toilet training) memaksa anak untuk belajar menunda
kepuasan bebas dari tegangan anal. Freud yakin toilet training adalah bentuk mulai dari belajar
memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defakasi
dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk mengontrol
kebutuhan defakasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self
mastery).
tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu terlalu keras,
anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah prototip tingkah laku keras
kepala dan kikir (anal retentiveness personality). Sebaliknya ibu yang membiarkan anak
tanpa toilet training, akan membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan
kotoran di tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat
exspulsiveness personality). Apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih sayang (dan pujian
Jadi, tugas-tugas yang harus diselesaikan selama fase ini adalah belajar mandiri,
memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani
menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual
anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai perganian kateksis obyek yang penting.
Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnyaOedipus complex, yang diikuti
Odipus kompleks adalah kateksis obyek kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan
Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibunya yang telah
memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang
ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah
memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya
akan dipotong oleh ayahnya. Gejala ini disebut cemas dikebiri atau castrationanxiety.
Kecemasan inilah yang kemudian mendorong laki-laki mengidentifikasi iri dengan ayahnya.
Dari usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mngalami periode perbedaan impuls
seksual, disebut periode laten. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak
adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi fase laten lebih
sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase laten ini
kepuasan nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan dan hubungan teman
sebaya. Fase laten juga ditandai dengan percepatan pembentukan super ego, orang tua
bekerjasama dengan anak berusaha merepres impuls seks agar enerji dapat dimanfaatkan
mempelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem
sekunder (suara, rambut, buah dada, dll) dan pertumbuhan tanda seksual primer. Impuls
pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi, untuk
mencapai perkembangan kepribadian yang stabil. Pada fase falis, kateksis genital mempunyai
sendiri, dan orang lain diinginkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari
kenikmatan jasmaniah. Pada fase genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek di luar,
seperti; berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan
dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi
Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak perkembangan seksual
dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepribadian. Ini ditandai dengan
melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan
bersalah. Pemasakan impuls libido melalui hubungan seksual memungkinkan kontrol fisiologis
terhadap impuls genital itu; sehingga akan membebaskan begitu banyak enerji psikis yang
semula dipakai untuk mengontrol libido, merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik
antara id-ego-superego dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai untuk
aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda kepuasan,
menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting ke obyek di luar yang altruistik
itu telah menjadi cukup stabil, dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-
Berikut beberapa gambaran tingkah laku dewasa yang masak, ditinjau dari dinamika
kepribadian Freud :
1. Menunda kepuasan : dilakukan karena obyek pemuas yang belum tersedia, tetapi lebih sebagai
upaya memperoleh tingkat kepuasan yang lebih besar pada masa yang akan datang.
2. Tanggung jawab : kontrol tingkah laku dilakukan oleh superego berlangsung efektif, tidak lagi
4. Identifikasi memiliki tujuan-tujuan kelompok, terlibat dalam organisasi sosial, politi dan
Teori Freud hanya menjelaskan adanya kebutuhan yang paling mendasar dari manusia,
yaitu kebutuhan fisiologis, dan tak mampu memberikan penjelasan untuk empat kebutuhan
disebut fiksasi. Berikut adalah uraian singkat tentang hambatan pada tahap-tahap perkembangan
psikoseksual tersebut.
1. Tahap Oral
Hambatan pada tahap ini menyebabkan orang mengembangkan kepribadian oral, yakni menjadi
orang yang tergantung dan lebih senang bertindak pasif dan menerima bantuan dari orang lain.
Ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas dan berakibat
pada ketamakan.
2. Tahap Anal
Hambatan pada tahap ini jika Ibu yang membiarkan anak tanpatoilet training, akan membuat
anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan kotoran di tempat dan waktu yang
tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat ketidakteraturan/jorok, deskruktif,
3. Tahap Falis
Hambatan pada tahap ini menyebabkan anak akan mengembangkan kepribadian falis, yakni anak
laki-laki akan berkembang menjadi homoseksual atau heteroseksual yang tidak benar-benar
mencintai pasangannya tetapi hanya menjadikannya sebagai obyek kepuasan seksual. Sedangkan
anak perempuan akan berkembang menjadi wanita yang genit, penggoda pria, atau menjadi
lesbian.
a. TUJUAN
Konseling psikoanalisa bertujuan untuk membantu individu (konseli) agar mampu
Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls dan berbagi bentuk
Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga lebih efektif, lebih
Mengembangkan perspektif yang lebih berlandaskan pada assesmen realitas yang jelas dan
Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang akrab dan sehat dengan cara
(menghukum).
b. TEKNIK
konseli untuk berbicara tentang masalahnya. Berikut merupakan teknik-teknik yang umum
karakteristik orang lain-biasanya orang tua atau orang lain yang menjadi tokoh identifikasi
konseling atau dengan siapa konseling punya masalah atau dalam diri konselor, dan bereaksi
terhadap konselor seolah-olah konselor memiliki karakteristik orang lain tersebut. Untuk
membawa kesadaran klien terhadap realita, maka transferen harus dihentikan. Ini dilakukan
dalam diri klien karakteristik orang lain yang penting (berpengaruh dalam kehidupan masa
lampau).
Asosiasi bebas
lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa
Asosiasi bebas didasarkan pada suatu asumsi bebas bahwa orang akan mengatakan
apapun yang ada didalam benaknya tanpa sensor atau penilaian. Melalui asosiasi bebas konselor
Abriaksi
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta konseli menghayati kembali melalui
terdesak konseli, termasuk didalamnya peristiwa-peristiwa atau pengalaman traumatik masa lalu
dan impian-impian. Menurut Freud, impian merupakan representasi dari isi kompleks terdesak
Interpretasi adalah suatu proses membentangkan atau menguraikan makna dari simbol-
simbol materilal bawah sadar yang dikomunikasikan oleh konseli dan kemudian
mempertalikannya dengan masalah atau kesulitan yang dialami konseli pada saat sekarang.
Analisis dan interprestasi ini digunakan untuk mendorong kesadaran dan pemahaman
(insight) dengan cara membawa materi-materi kompleks terdesak kedalam kesadaran. Tujuannya
pada saat sekarang dengan berbagai peristiwa atau pengalaman masa lampaunya.
Penafsiran Resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanalitik, adalah
sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak
disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien
sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika
klien menjai sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaannya yang depresi itu.
Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi
psikoanalitik dengan menghambat klien dan analisis dalam melaksanakan usaha bersama untuk
Sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan
memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan.
simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi selama jam analitik, analis bisa meminta
klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap
c. PROSES
Dalam konseling psikoanalisa sebagaimana dilakukan oleh Freud dan para praktisi
modern psikoanalisa pada umumnya merupakan suatu proses yang panjang dan intensif.
Konselor dan konseli melakukan pertemuan sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu
selama tiga hingga lima tahun. Setiap pertemuan dapat berlangsung selama 55 menit untuk break
antara sesi. Dalam proses ini para konselor membawa konseli mencapai keadaan rileks dan
bersikap netral dan seanonim mungkin. Sikap ini penting untuk mendorong terbentuknnya
transferen.
Konselor secara aktif juga harus mendengarkan (dengan penuh perhatian) konseli dan
mengarahkan sisi-sesi menuju pengungkapan materi-materi komleks terdesak. Dalam hal ini,
konselor di ibaratkan mendengarkan klien dengan menggunakan tiga telinga guna memahami
kata-kata, simbol, kontradiksi, dan omosi-omisi penting yang mungkin merupakan kunci untuk
membuka pintu ketidaksadaran. Pertanyaan, interpretasi asosiasi bebas, dan dorongan merupakan
2.6 CONTOH
Kasus seorang homo seksual, sebut saja namanya Riyan (nama samaran). Jika dikaji
menurut teori perkembangan psikoanalisa Sigmund freud, kepribadian Riyan sebagai seorang
yang homoseksual ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman pada masa kecilnya. Terutama
pada waktu Riyan berusia 3-5/6 tahun atau pada tahap fhalis. Pada tahap ini Riyan menemui
konflik-konflik oedipal. Dimana pada usia 3-5/6 tahun Riyan tidak bisa melampiaskan fantasi-
fantasi seksualnya kepada ibunya. Seperti Riyan ingin disayang dan dicintai oleh ibunya, tetapi
pada waktu itu ibunya lebih perhatian pada sang ayah dan keinginan Riyan memiliki ibunya itu
tidak terpenuhi, maka Riyan menemui kecemasan-kecemasan dimana kecemasan disini yaitu
Riyan cemas kalau dia akan dihukum oleh ayahnya karena perasaannya terhadap ibunya.
Kecemasan ini mendorong Riyan mengidentifikasi dengan ayahnya dan mulai menirunya bukan
melawan ayahnya. Dan ini yang membuat Riyan mengembangkan kepribadian fhalis dan
menekan perasaan seksual terhadap ibunya. Sehingga riyan secara seksual menyimpang dan
bingung tentang identitas seksualnya. Dan dampak dari kecemasan yang dialami Riyan tersebut
Dalam kasus ini konselor dapat membantu permasalahan Riyan dengan menerapkan
teknik-teknik psikoseksual Freud. Salah satunya yang dapat diambil adalah teknik asosisi bebas.
Asosiasi bebas didasarkan pada suatu asumsi bebas bahwa orang akan mengatakan apapun yang
ada didalam benaknya tanpa sensor atau penilaian. Melalui asosiasi bebas konselor berusaha
mempertalikan antara satu pikiran Riyan dengan pikiran-pikiran lainnya seperti pikiran-pikiran
positif. Sehingga dia bisa melampiaskan kebutuhan seksualnya sesuai dengan moral atau tidak
menyimpang.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Freud berpendapat, bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah terbentuk pada
akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar pengalaman-
pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Penyelidikan hal ini selalu menjurus kearah
masa kanak-kanak, yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya
neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak-kanak adalah
ayahnya manusia. Dalam menyelidiki masa kanak-kanak Freud tidak langsung menyelidiki
kanak-kanak, tetapi membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa
kanak-kanaknya.
Pada teori Freud terdapat lima tahap perkembangan dimana pada tahap tersebut
mempunyai tugas perkembangan masing-masing dan mempunyai hambatan tersendiri pada tahap
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bandung.
Nursalim, muhammad, Drs., M.Si, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Unesa University Press: Surabaya.
kepribadian untk mengatur tingkah laku. Komponen tsb tda: Id, Ego, Super Ego.Id
1. Dorongan dari dasar naluri untk memperoleh kesenangan
2. Bagian dari kepribadian yg paling primitif dan timbul sejak usia bayi
Id
Ego
1. Komponen nyata penegah konflikantara lingkungan dan dorongan identitas
2. Membantu menilai kenyataan secara akurat, mengatur keinginan, dan membuat
keputusan yg baik.
uper Ego
1. Fungsi: Pengaturan, pengendalian, dan pencegahan tindakan.
2. Super ego dipengaruhi oleh standar dorongan sosial dari luar (ortu, guru)
3. Lebih dikenal dg suara hati
Sensorimotorik (lahir-2th)
1. Anak belajar mengenal dunia luar melalui sensorik dan motorik
2. Anak secara lambat mengembangkan konsep bahwa orang dan benda merupakn
hal permanen walaupun mereka tidak lagi terlihat.
Tahap Sensorimotorik :
3. Aktifitas rileks (barulahir – 1 bln)
4. Reaksi sirkuler primer(1-4bln)
5. Reaksi sirkuler skunder( 4-8 bln)
6. Koordinasi dari skema skunder (8-12bln)
7. Reaksi sirkuler tertier (12-18bln)
8. Pendapatan arti yg baru melalui kombinasi mental(18-24bln) →”representasi”
Preoperasional (2-7th)
Anak mengembangkan sistem perwakilan dan simbol seperti kata untuk mewakili manusia,
tempat dan benda
Konsep preoperasional dibatasi oleh kemampuan berfokus hanya pada satu aspek pada satu
waktu.
Pemikiran sering tidak logis
Yang termasuk tahap preoerasional :
1. Prekonseptual: 2-4th
2. Intuitif (4-7th)
Konkret Operasional(7-11th)
Ciri: Kemampuan untuk memahami aturan dari percakapan menghasilkan pola pikiran
yang logis dan mental operasional .
Pembatasan merupakan hal yg akan menghambat kemampuan anak untuk memahami
abstrak
Pemikiran anak dibatasi untuk suatu hub fisik.
Formal Operasional ( berkembang 11-15th dan digunakan selama kehidupan)
Ciri: Berkembangnya kemampuan untuk berpikir perilaku yang abstrak dan muncul
pemikiran ilmiah. Pada awalya pemikiran tersebut kaku tetapi hal tersebut menjadi biasa
dan fleksibel
Kebingungan antara ideal dan praktik akan teratasi pada saat mereka dihadapkan pada
masalah nyata.
Pencapaian nilai moral yang benar terjadi setelah dicapai formal. Tidak semua orang mencapai
Kegagalan untuk mengarahkan identitas ribadi bisa menjadikan kebingungan peran yang
peningkatan materi.
Posted on 14/07/2012
0
Teori perkembangan psikoseksual Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal
sekaligus menjadi kontroversi. Dalam teorinya tersebut, Freud mengemukakan bahwa
kepribadian seseorang berkembang melalui serangkaian tahapan pada masa anak-anak.
Menurut Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk ketika anak berusia lima tahun.
Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan akan
mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan
sukses maka akan menghasilkan bentuk kepribadian yang sehat. Namun sebaliknya, jika
tahapan pada perkembangan tersebut tidak terselesaikan atau mengalami hambatan,
maka dapat menghasilkan fiksasi.
Apa itu fiksasi?
Fiksasi adalah perilaku menetap yang dibawa dari kecil hingga perjalanannya menuju
dewasa. Sampai konflik tersebut diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap
ini. Contoh dalam hal ini misalnya, seseorang yang tidak menyelesaikan tahap oralnya
dengan baik maka ketika ia dewasa ia akan terpaku pada tahap oral. Untuk lebih
lengkapnya, berikut fase perkembangan psikoseksual berdasarkan teori freud:
Fase Oral
Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan usia 1-2 tahun. Pada fase ini
bayi merasa dipuaskan melalui makanan, ASI, dan kelekatan hubungan emosional antara
anak dan ibu. Tahap ini memfokuskan interaksi yang terjadi melalui mulut bayi,
sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Pada tahap ini bayi
dipuaskan melalui kesenangan dari rangsangan oral yaitu melalui kegiatan mencicipi dan
mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada ibu jadi saat itulah bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada ibu. Jika terjadi hambatan pada tahap ini, Freud mengemukakan bahwa
individu nantinya akan memiliki masalah dengan ketergantungan dan juga agresi. Fiksasi
oral dapat mengakibatkan masalah berupa kesulitan mempercayai orang lain, peminum,
perokok, makan terlalu banyak, suka menggigiti kuku.
Fase Anal
Fase ini berkembang pada saat balita menginjak usia 15 bulan sampai dengan usia 3
tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan
buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode “toilet training”. Pada tahap anal,
Freud mengemukakan bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung
kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet yaitu
dimana anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
Menurut Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada bagaimana cara orang tua
mengajarakan pendekatan pelatihan toilet. Seharusnya, orang tua memanfaatkan pujian
dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat, dengan hal tersebut
orang tua akan mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini dapat menjadi dasar
individu untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Belum semua orang tua memahami, memberikan dukungan, dan dorongan yang anak
perlukan selama tahap ini. Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan
perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat
(ngompol istilah kerennya :D), sehingga seringkali orang tua menjadi keras kepada
anaknya dan yang kebanyakan terjadi adalah beberapa orang tua justru memberikan
respon berupa mengejek, menghukum anak. Hal tersebut akan membuat anak menjadi
gagal melewati fase ini. Menurut Freud, respon orangtua yang tidak tepat dapat
mengakibatkan dampak negatif, yaitu kurangnya rasa percaya diri pada anak.Kegagalan
pada masa ini akan menciptakan individu dengan kepribadian agresif dan kompulsif,
beberapa mengatakan kelainan sado-masokis salah satunya disebabkan oleh kegagalan
pada fase ini.
Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar maka individu nantinya akan
berkembang menjadi anak yang memiliki sifat boros atau berantakan. Jika orang tua
memulai pendekatan toilet training terlalu dini, maka kepribadian anak akan lebih ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
Fase Phalic
Fase ini berkembang pada anak usia 3 sampai 6 tahun. Pada tahap phallic atau yang biasa
disebut sebagai fase erotik, fokus utama adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga sudah
bisa menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Yang paling menonjol adalah pada
anak laki-laki dimana anak suka memegangi penisnya, dan pada kenyataannya hal
tersebut seringkali membuat marah orangtuanya. Freud juga mengemukakan masalah
tentang Oediphus dan Electra complex yaitu tentang kelekatan anak laki-laki kepada
ibunya dan juga tentang teori “penis envy” yaitu dimana anak perempuan akan dekat
kepada ayahnya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan
tidak tahu aturan.
Freud mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra complex
tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga teori tentang “penis envy” yang
terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada ayahnya.
Pada tahap ini anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan mereka terhadap
kasih sayang yang diberikan ibu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan yang
ingin sepenuhnya memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, pada
fase ini anak juga merasakan kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah. Hambatan
pada tahap ini dapat menyebabkan kesulitan dalam indentitas seksual dan bermasalah
dengan otoritas, ekspresi malu, dan takut. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan
kepribadian yang imoral dan tidak tahu aturan.
Fase Latent
Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat usia 6 tahun sampai usia 12
tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah,
teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang
kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.Periode laten adalah saat eksplorasi di mana
energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual
dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial
dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk
itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah
satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
Fase Genital
Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan
umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan
percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas
diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual
yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan
individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap
lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan
peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai
bidang kehidupan.
PSIKOSEKSUAL PSIKOSOSIAL PSIKOMORAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Freudian psikologi , perkembangan psikoseksual adalah elemen sentral
dari psikoanalisis teori dorongan seksual , bahwa manusia, sejak lahir, memiliki
sebuah insting libido (nafsu seksual) yang berkembang dalam lima tahap. Setiap tahap -
yang lisan , para anal , yang phallic , yanglaten , dan genital - ditandai oleh zona sensitif
seksual yang merupakan sumber dari drive libidinal. Sigmund Freud mengusulkan bahwa jika
anak mengalami frustrasi seksual dalam kaitannya dengan setiap perkembangan psikoseksual
panggung , ia akan mengalami kecemasan yang akan bertahan menjadi dewasa sebagai neurosis ,
gangguan mental fungsional.
Mengingat timeline diprediksi perilaku masa kanak-kanak, ia mengusulkan " libido
pembangunan "sebagai model masa kecil yang normal perkembangan seksual , dimana anak
berlangsung melalui lima tahap psikoseksual - (i), oral (ii) anal, (iii) phallic, (iv) laten, dan (v)
genital - di mana kesenangan sumber dalam yang berbeda zona sensitif seksual .
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian
kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua
pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini
menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak
perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang
anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-
yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3. FASE PHALIC (3-6 tahun)
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang
dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri
pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa
penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada
tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan
merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan
rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke
daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi
baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan
ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai
suatu periode terpisah.
Pakar psikologi yang mengembangkan teori perkembangan personal dan sosial adalah Erik
Erikson. Dia menyatakan bahwa seseorang dalam kehidupannya akan melewati delapan tahap
psikososial,.
Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya, mereka akan menegaskan
independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka akan
mengembangkan sikap malu dan ragu.
Pada tahap ini anak akan mempunyai inisiatif apabila mengemban tanggung jawab. Anak
akan merasa bersalah bila tidak bertanggung jawab dan merasa cemas.
Saat imajinasi mereka berkembang, anak yang punya inisiatif akan bersemangat untuk
belajar. Bahayanya, anak menjadi rendah diri, tidak produktif dan inkompetensi.
Pada tahap ini, apabila remaja diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi guna
memahami identitasnya, remaja akan menemukan identitasnya. Bila tidak diberi kesempatan
remaja akan mengalami kebingungan mengenai identitas dirinya.
Pada tahap ini orang dewasa akan membantu generasi muda untuk mengembangkan
hidup yang berguna. Di sisi lain ada pula orang dewasa yang tidak melakukan apapun untuk
membantu generasi muda.
Pada tahap ini orang tua akan merenungi kembali hidupnya. Apabila evaluasinya positif,
mereka akan mengembangkan rasa integritas. Apabila evaluasinya negatif, mereka akan putus
asa.
Perkembangan sosial lebih diwarnai dengan dua aktivitas yang berlawanan yaitu otonomi
dan keterikatan. Di sisi lain remaja dapat mengatur diri sendiri dan mencapai kebebasan
(otonomi), di sisi lain remaja masih terikat hubungan dengan orang tua.
- masyarakat : Penerimaan dan penghargaan secara baik dari masyarakat terhadap diri
anak mendasari perkembangan sosial yang sehat, citra diri yang positif
v PERKEMBANGAN PSIKOMORAL
Perasaan berkaitan dengan emosi. Emosi bersifat intens daripada perasaan, lebih ekspresif
dan ada kecenderungan untuk meletus. Emosi dapat timbul dari kombinasi beberapa perasaan.
Emosi juga mempengaruhi tingkah laku. Ada beberapa teori yang membahas hubungan antara
emosi dan tingkah laku.
perubahan fisiologis.
3. Teori Kedaruratan Emosi= Emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam
situasi darurat.
1. Pandangan Piaget
Penalaran model didasarkan pada hubungan Penalaran moral didasarkan pada hubungan
keterpaksaan kerjasama, pengakuan bersama antar
kesamaan individu dan setiap individu
dianggap sama
Penalaran moral didasarkan pada realisme Penalaran moral direfleksikan pada sikap
moral. Aturan dianggap sebagai sesuatu moral yang rasional. Aturan dianggap sebagai
yang kaku, berasal dari luar dirinya dan produk dari kesepakatan bersama, terbuka
dipegang oleh orang yang berkuasa, tidak untuk negosiasi ulang, dilegitimasi oleh setiap
terbuka untuk bernegosiasi, kebenaran orang, kebenaran berkaitan dengan kegiatan
berkaitan dengan ketaatan pada orang yang sesuai dengan persyaratan kerjasama dan
dewasa dan aturan. saling menghormati
Kejahatan dinilai dari konsekuensi atas Kejahatan dipandang sebatas perilaku yang
tindakan, keadilan disamakan dengan isi bersikap relatif, keadilan diperlakukan secara
keputusan orang dwasa, kesewenag- sama atau memperhitungkan kebutuhan
wenangan dan hukuman dipandang sebagai individu. Kewajaran hukuman dimaknai
keadilan. Hukuman dipandang sebagai melalui kelayakan terhadap pertahanan.
konsekuensi dari pertahanan
2. Pandangan Kolhberg
Kolhberg menyusun teori perkembangan moral terdiri dari 3 level utama dengan 2 tahap pada
setiap levelnya. Konsep penting memahami perkembangan dari teori Kolhberg adalah
internalisasi, artinya perubahan perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke
perilaku yang dikontrol secara internal.
Tahap 3
Tahap 5
Tahap 2 Ekspetasi Tahap 4
Tahap 1 Kontrak Tahap 6
interpersonal
Individualisme, Moralitas sosial/
Heteronomous mutual, Prinsip etika
tujuan dan sistem utilitas dan
morality hubungan dan universal
pertukaran sosial hak
konformitas
individu
interpersonal
Fokus kenikmatan pada fase ini berganti ke anus, membantu anak menjadi sadar dengan masalah
buang air besar dan cara mengendalikannya, membantu latihan buang air besar – pergi ke toilet
pada waktu dan tempat yang tepat. Orangtua harus menumbuhkan rasa keteraturan dan
kebersihan. Dengan menentukan sendiri waktu yang tepat untuk buang air besar, berarti anak
mengambil langkah yang penting dalam membentuk kemandirian, menumbuhkan rasa percaya
diri, dan menumbuhkan perasaan mengenai kapan harus “melepaskan sesuatu”. Namun, terlalu
ketat dalam memaksa anak untuk pergi ke toilet atau tentang pengaturan buang air dan
kebersihan, dapat menimbulkan masalah kepribadian – tergantung bagaimana reaksi anak
Anak-anak mulai menyadari alat kelaminnya (“bermain dengan alat kelaminnya”) dan perbadaan
jenis kelamin. Akibatnya, ada perbedaan perkembangan antara anak laki-laki dan perempuan.
Kompleks Oedipus
Setiap anak laki-laki, secara tidak disadari, menempuh urutan langkah sebagai berikut:
a) Berkembangnya keinginan yang kuat terhadap ibunya.
b) Mengetahui adanya ikatan yang dekat di antara kedua orangtuanya (tidur bersama)
c) Menjadi cemburu terhadap ayahnya dan membencinya.
d) Takut kepada ayahnya, yang mungkin mengetahui perasaannya yang sebenarnya (yaitu
keinginannya terhadap ibunya, kecemburuannya dan klebenciannya).
e) Takut mendapat hukuman yang paling berat untuk anak laki-laki – DIKEBIRI!
Pada saat ini, anak merasa menderita dan ingin sekali menyelesaiakannya.
Penyelesaian akhir dari Kompleks Oedipus muncul ketike anak berangsur-angsur menjadi
“normal”. Anak laki-laki merasa mirip dengan, atau menjadi seperti, ayahnya. Hal ini
menyelesaikan masalahnya karena dengan menjadi seperti ayahnya berarti (a) ayahnya
menyukainya sehingga tidak akan menghukumnya, (b) ibunya juga menyukainya!.
Identifikasi menjadikan si anak meniru semua sikap, keyakinan moral (perkembangan superego),
dan peran jenis kelamin dari ayahnya.
Mereka mengalami Kompleks Elektra, Carl Jung (1875-1961)
Karena ibunya juga sama, anak perempuan akhirnya beridentifikasi terhadap ibu, meniru moral
dan peran ibunya. (Hal ini sering tidak jelas!).
*Setelah bekerja bersama Freud pada 1906-1913, Jung menilai Freud terlalu banyak menekankan
masalah seks. Jadi dia berpisah dari Freud dan membuat konsep sendiri: introversi dan
ekstraversi, aneka kompleks, pola-pola dasar kepribadian, dan ketidaksadaran kolektif.
jiwa atau penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen
psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-
macam potensi psikopatologi dalam setiap peta id, ego, dan superego. Ketiga elemen psikis ini
mempunyai kekhasan masing-masing, sebab mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling
paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman, karena
manusia tetap saja orang yang sakit. Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala,
kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga
mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa
tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki
peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya
sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego.
1. Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-
apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar
dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang
sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang
bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan,
Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-
citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini
seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang manusia. Karena,
psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari saja. Segala perilaku yang di luar
lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang
bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar
yang menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah “id” ( atau
bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau netral.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin
dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan
Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau.
Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut. Id
adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa
nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif
yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 )
Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ),
yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang
mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ).
Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua
motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan
( pleasure principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral
dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia. ( Jalaluddin Rakhmat
M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ). Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol
individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the
pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-hukum logika dan
etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama
sekali tidak logis. Atau pada anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai
berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang
masuk akal-tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan
keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah
keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id.
Bagaimana pun keadaannya Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang. Id
merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis dalam
Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu.
Apabila energi psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak
menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah
id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi,
yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan
dan mengejar keenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id
mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya
bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti
misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus
dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan
menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan
membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem
lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
2. Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang
kedua, ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan
mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang
menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud
yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang
yang telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret
ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id, Anda akan
konyol. Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan
manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan
untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus
dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak
perbedaan pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara
ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia
luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang pada prinsip kenyataan
( reality principle ) dan berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah
mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di
dalam diri. Proses sekunder ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses
sekunder, Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan
suatu tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah
disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat teman
saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam proses
intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya mengingat kembali nama
teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk
mekanisme pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang selalu menampilkan
untuk menutupi berbagai kesalahannya. Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-
pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui
bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the reality principle. Sebagai misal,
ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga
kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-
angan. Baginya, ia butuh makanan untuk memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada
saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego mengambil
peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan
akan makanan. Harus dicari makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara
untuk mendapatkan makanan tersebut. Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga
integritas pribadi dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan
yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran
dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan
3. Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem
kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego.
Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak
jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia
mempunyai susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat
dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai
objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik
dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego
mempunyai konsekuensi besar bagi psikis. Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan
sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self
observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk
melalui internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif
yang dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya dengan dunia luar, terutama
di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula “asing” bagi seseorang, lambat laun diterima
dan dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran,
cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari luar ( misalnya orangtua dan guru ) diterima
sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau
tidak boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang yang lebih tua” dari orangtuanya
menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan
demikian, Superego berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal,
kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan bagi
perilaku yang bersangkutan. Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas
superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi,
seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri
sendiri.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-
emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar,
perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh
Freud menggunakan istilah seksual untuk segala tindakan dan fikiran yang memberi kenikmatan
atau kepuasan, istilah psikoseksual digunakan untuk menunjukkan bahwa proses perkembangan
psikologis ditandai dengan adanya libido (energi seksual) yang dipusatkan pada daerah-daerah
tubuh tertentu yang berbeda-beda. Freud yakin bahwa perkembangan manusia melewati lima
tahap perkembangan psikoseksual dan bahwa setiap perkembangan tersebut individu mengalami
pada satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain.
kegiatan seks.
kenikmatan.
menunjukkan tiga bagian tubuh-mulut, dubur, dan alat kelamin-sebagai daerah yang mengalami
kenikmatan khusus yang sangat kuat dan yang memberikan kualitas pada setiap tahap
perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada
daerah tersebut, dan selalu berusaha mencari objek atau pun melakukan kegiatan yang dapat
memuaskan. Tetapi pada saat yang sama muncul konflik dengan tuntutan-tuntutan realitas yang
harus diatasi