Anda di halaman 1dari 16

1.

PERKEMBANGAN PERILAKU INDIVIDU

Sesuatu yang hidup di alam semesta ini pasti akan mati. Sesuatu yang mati,
sudah pasti telah mengalami perkembangan sesuai dengan tahap dan fasenya.
Misalnya perkembangan manusia dari bayi hingga tua. Begitupun dengan hewan dan
tumbuh-tumbuhan, yang juga memiliki perkembangannya masing-masing.

Perkembangan perilaku individu dapat dipelajari melalui perkembangan


kepribadian. Kenapa? Karena perkembangan kepribadian individu tidak terlepas dari
tugas-tugas perkembangan yang harus dilaluinya. Berikut adalah beberapa ulasan
tentang perkembangan manusia.

A. Sigmund Freud

Cabang ilmu psikologi mengenal Sigmund Freud sebagai tokoh yang ahli
di bidang psikoanalisis. Di samping itu, ia juga tokoh yang mengembangkan teori
energy sexual dan libido di usia orang-orang dewasa. Sedangkan proses
perkembangan dari bayi lahir disebut fase pragenital atau stadium pragenital.

Ketika anak masuk ke usia lima tahun, anak memasuki fase oral, anal, dan
falik, di mana ketika berada di tiga titik fase tersebut, biasanya anak akan
mengalami perkembangan secara dinamis antara ketiganya. Setelah anak
menginjak usia sekitar enam tahunan, kepribadian anak mulai terbentuk.

Terbentuknya kepribadian anak di usia enam tahunan, menandakan bahwa


anak sudah masuk ke fase laten. Kepribadian anak sudah mulai stabil, sensor
motorik gerak tubuh, perkembangan otak, dan penalaran sudah stabil. Ketika anak
beranjak pada kisaran usia 12-13 sampai 20 tahun, perkembangan anak memasuki
fase genital. Usia mendekati ZI)-an inilah anak semakin matang perihal logika,
pemahaman, dan sosialisasi terhadap masyarakat. Terutama dalam menghadapi
konflik yang dialaminya. Semakin tenang menghadapi masalah yang dihadapi,
menandakan anak memasuki fase matnritas sampai usia 20 tahunan.

Fase maturitas adalah fase yang paling menentukan kepribadian seseorang.


jika di usia maturitas anak ugal-ugalen, maka itulah kea pribadian, pun berlaku
sebaliknya. Berbicara tentang perkembangan, Sigmund Freud membagi
perkembangan manusia dari sudut pandang dinamika kepribadiannya dalam 6
fase. Keenam fase terse» but diuraikan sebagai berikut.

1. Fase Oral (0-1 tahun)

Fase oral terhitung sejak bayi lahir pertama kali hingga men“capai usia
1 tahun. Fase oral ini ditandai dengan beberapa aktivitas fisik bayi lewat
mulutnya. Mulut menjadi barometer kea puasan-ketidakpuasan, kenikmatan
dan tidak nikmatnya yang bayi rasakan. Mulut di fase oral ini menjadi fungsi
penting bayi melakukan eksplorasi dan belajar.

Dengan meminum ASI, bayi akan belajar lewat mulut meres ka. Di
mana di dalam mulut terdapat lidah, sebagai perasa dan menelan. Ada juga
rongga mulut. Sama halnya ketika bayi memuntahkan sesuatu dari mulutnya,
orang jawa menyebutnya "gumoh", juga adalah bagian dari mekanismenya.

Setelah bayi berusia beberapa bulan biasanya akan tumbuh gigi. Saat
gigi susu tumbuh inilah, balita akan mengeksplorasi dengan cara lain.
Misalnya suka memasukan makanan apapun ke dalam mulutnya, menggigit
barang apapun yang ada di depannya, dan masih banyak lagi.

2. Fase Anal (1-3 tahun)

Fase kedua, yaitu fase balita menginjak usia 1 tahun sampai 3 tahunan.
Pada fase anal ini anak mulai bisa merasakan kepuasan (kateksis) dan tidak
kepuasan (antikateksis) lewat BAB. Bentuk kepuasan ketika mengeluarkan
BAB misalnya, yaitu rasa lega dan nyaman setelah mengeluarkannya. Di
sinilah secara tidak langsung anak dilatih keegoannya, Karena BAB murni
dikendalikan oleh anak itu sendiri. Di sinilahanak mulai belajar berbicara.

Pusat kegiatan pada fase ini berada pada analyang berkaitan ' dengan
fungsi eliminasi. Kemampuan mengeluarkan feses memberikan kepuasan
tersendiri kepada anak. Kepuasan tersebut bersifat egosentris, artinya anak
mampu mengendalikan fungsi tubuhnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini antara lain:


a. Anak mulai menunjukkan sifat egosentris, sikapnya sangat narsistik
(kecintaan pada diri sendiri), dan egoistic (memikirkan diri sendiri).

b. Latihan kebersihan yang terselesaikan dengan baik, akan menjadi dasar


kreativitas dan produktivitas anak. Caranya yaitu dengan membimbing,
memuji, dan memberikan kasih sayang penuh. .

c. Latihan kebersihan yang tidak terselesaikan dengan baik, akan


menimbulkan kesulitan perkembangan perilaku di kemudian hari.

d. Tugas perkembangan lain pada fase ini adalah bicara dan bahasa.

3. Fase Falik (3-5 tahun)

Usia di atas 3 tahun sampai 5 tahun adalah usia memasuki fase falik.
Di usia ini, fungsi organ yang berkembang adalah alat kelamin, seksualitas,
dan agresivitas. Misalnya, anak mulai merasakan kenikmatan saat melakukan
rangsangan terhadap anggota tubuh miliknya sendiri. Di tahap ini pulalah,
orangtua baik disadari atau tidak disadari memperkenalkan gender kepada
anak anak. Baik itu gender anak sebagai laki-laki maupun perempuan.

Dalam fase falik, alat kelamin menjadi pusat perhatian. Sehingga pusat
perkembangan adalah perasaan seksual dan agresif karena berfungsinya alat
kelamin. Hal-hal yang perlu dipahami pada fase ini antara lain:

a. Anak mulai melakukan rangsangan otoreotik, yaitu meraba-raba dan


merasakan kenikmatan dari bagian erogen. Dorongan seksualitas tersebut
kemudian ditujukan kepada orang tua dengan jenis kelamin yang berbeda.

b. Berlawanan dengan laki-laki, objek cinta anak perempuan dialihkan


kepada ayahnya. Perubahan objek cinta tersebut sebagai reaksi terhadap
kekecewaannya, ketika ia mengetahm bahwa anak laki-laki memunyai alat
kelamin yang menom jol, sedangkan dirinya tidak. Sehingga timbul iri hati
terhadap pria yang disebut iri penis (penis envy). Keadaan yang dialami
anak perempuan seperti pengebirian (kastrasi).

c. Anak perempuan beranggapan bahwa keadaan dirinya yang berbeda


dengan laki-laki menjadi tanggung jawab ibu, sehingga melemahkan
kateksis (penanaman libido pada diri sendiri, pribadi lain, atau objek lain)
terhadap ibu.

d. Anak perempuan mengalihkan Cintanya kepada ayah karena ayah


memiliki organ yang dia inginkan.

e. Perbedaan sifat kompleks oediphus serta kastrasi menjadi dasar perbedaan


psikologi antara laki-laki dan perempuan.

f. Menurut Freud, semua orang pada dasarnya biseksual, artinya tertarik


dengan jenis kelamin yang sama dan berlainan. Sifat biseksual diperkuat
bahwa laki-laki atau perempuan memiliki kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon seks masing-masing.

4. Fase Laten (5-13)

Pada fase laten, anak mulai mengenal dan berhadapan langf sung
dengan dunia sosial. Fase laten adalah fase anak usia 5 taz hun sampai 12-13
tahun. Karena perkembangan motorik, dan 'kognisinya terbentuk, di fase laten
inilah anak mudah untuk di» didik. Anak juga mulai bisa diatur, dinasihati dan
dibentuk pea rilaku dan karakternya. Karena fungsi kognitif dan penalarannya
perlahan sudah mulai bekerja.

Pada fase ini anak lebih mudah dididik, dibandingkan fase ' hregenital
maupun fase pubertas atau genital. .Fase laten sering pula dinamakan sebagai
fase integritas, kar na anak mulai dia ,hadapkan pada berbagai tuntutan social.

a. Fase pubertas (13-20 tahun)

Pada fase ini, impuls-impuls yang semula tenang, terpendam menonjol


kembali sehingga menimbulkan aktivitas dinamis. Apabila hal ini” dapat
dipindahkan dan disublimasikan secara baik, maka individu berhasil
memasuki fase kematangan terakhir.

b. Fase genital

Pada fase genital awal, kateksis sifatnya narsistis, artinya individu


memunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri.
Selain itu orang lain diinginkan, hanya karena ia memberikan bentuk
tambahan kenikmatan jasmani. Narsistis diarahkan ke objek luar, yaitu
dengan mencintai orang lain karena alasan mementingkan orang lain
bukan narsistis.

c. Pada akhir fase genital, dorongan-dorongan yang altruistis dan


disosialisasikan telah menjadi permanen dalam bentuk pemindahan) objek,
sublimasi, dan identifikasi. Fungsi biologis utama adalah reproduksi.
Apabila fase ini dilalui dengan aman, individu memasuki fase maturnitas.

5. Fase Pubertas (13-20 Tahun)

Fase pubertas terjadi pada anak-anak usia 13 tahun sampai 20 tahunan.


Menurut Freud (1998) manusia memiliki tiga aspek kepribadian. Yaitu aspek
biologis (das es), psikologis (das ich) dan aspek Sosiologis (das ueber ich].
Ketiga aspek ini saling ber-kaitan satu sama lain. Begitu halnya ketika tiba di
fase pubertas, ketiga aspek ini turut ambil bagian. Di fase pubertas, dorongan-
dorongan di fase laten yang cenderung tersembunyi, menonjol kembali.
Sehingga memuncul. kan perkembangan yang bersifat dinamis. Di saat inilah,
ketiga fase tersebut saling bergejolak dan bergerak satu sama lain.

6. Fase Genital

Fase genital awal seringkali ditandai dengan bentuk narsisme_


Narsisme merupakan rasa kepuasan yang ingin diperoleh oleh seseorang. Kata
narsis sebenarnya diambil dari narsisme. Haus ' akan eksistensi, pengakuan,
dan pujian dari orang lain. Bisa juga karena memiliki rasa kepercayaan diri
yang lebih.

Dalam sudut pandang lain, narsisme yang diekspresikan ke luar adalah


rasa cinta terhadap orang lain. Ketika narsisme die alihkan ke luar, dalam
bentuk mencintai orang lain, seseorang cenderung memiliki sifat altruistis,
atau lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Hal-hal semacam ini bisa
tersublimasikan menjadi perilaku permanen ataupun sementara.
B. Erik Erikson

Banyak peneliti psikologi lahir setelah Sigmund Freud, salah satunya yaitu
Erik Erikson. Erikson adalah salah seorang tokoh psikososial. Ia mengembangkan
hasil penelitian Freud tentang perkembangan.

Teori Erikson yang masih bertahan sampai saat ini yaitu, tentang teori
perkembangan emosional seseorang sejajar dengan pertumbuhan fisiknya. Di
mana, selama terjadinya perkembangan, ada interaksi secara fisik dan psikologis.
Terjadinya proses perkembangan dari kecil hingga dewasa, dan yang dinamis
menjadi lebih tenang. Erikson juga memaparkan, setidaknya terdapat delapan
tahap fase perkembangan. Berikut adalah delapan fase tersebut.

1. Kepercayaan Dasar

Sukses dan tidaknya seseorang ditentukan oleh rasa percaya pada


dirinya sendiri. Setiap manusia, penting memiliki kepercayaan dasar.
Kepercayaan dasar ini muncul diawali dari tahapan sensorik-oral. Prinsip dari
poin ini adalah memiliki rasa ketenangan, kenikmatan, dan kepuasan.

Misalnya bayi yang sangat pulas ketika tidur. Bisa juga hubungan
antara anak dan ibu, yang mencerminkan rasa aman satu sama lain,
Munculnya rasa aman merupakan salah satu rasa kepercayaan. dasar pada bayi
terhadap ibunya.

2. Kemandirian

Tidak selamanya seseorang mampu hidup bergantung dengan orangtua.


Ada masanya seseorang harus hidup secara mandiri. Poin ini sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan fase anal. Adapun beberapa ciri penting seseorang masuk
ke tahap ini, yaitu ditandainya individu mulai belajar mandiri, dan bersedia
dibimbing.

Peralihan usia saat masih anak-anak menuju kemandirian seringkali


menjadi dilema. Kasus yang seringkali muncul; lingkungan sosial
menginginkan individu bersikap dan berperilaku mandiri, sedangkan di sisi
lain ada perlindungan dari pihak orang-orang terdekat. Sehingga terjadi
semacam keragu-raguan dari pihak individu itu sendiri.
3. Inisiatif

Bagi anak-anak yang tengah belajar mandiri dan mengenali


lingkungan, memiliki inisiatif menjadi tantangan sendiri. Bagi sebagian anak,
inisiatif berinteraksi sosial merupakan hal yang sulit mereka lakukan. Beda
halnya inisiatif dalam hal bergerak aktif, mungkin anak tidak mengalami
pertentangan. Namun,. jika yang dimaksud inisiatif di sini adalah berinteraksi
sosial dengan orang baru, maka ini sulit bagi beberapa anak.

Anak-anak yang memiliki inisiatif positif, dapat ditandai dengan


beberapa aktivitas. Misalnya anak mulai berbaur bermain dengan anak
seusianya, terlibat secara fisik, dan psikologis dengan orang lain. Anak juga
sudah mampu memahami norma masyarakat yang telah orang tuanya ajarkan.
Pemahaman anak perihal norma dan inisiatif secara tidak langsung
menimbulkan perasaan rasa bersalah. Baik itu rasa bersalah karena efek dari
persaingan antarteman dan lingkungan, ataupun efek rasa iri dari teman-
temannya.

4. Berkarya

Tidak setiap anak memiliki kemampuan daya cipta dan menCip'takan


karya. Namun yang jelas, ada tahap di mana anak sudah mulai masuk ke dunia
pendidikan. Anak mulai belajar bagaimana belajar mendengarkan dan
menghargai orang berbicara. Dari pendidikan formal, banyak reaksi yang
mereka aplikasikan. Salah satunya yaitu lewat menciptakan karya.

Dorongan dan keinginan belajar untuk mendapatkan nilai bagus tidak


selalu menandakan bahwa anak memiliki regulasi dan kepercayaan diri yang
bagus. Bisa jadi, anak melakukan hal demikian karena memiliki rasa rendah
diri. Sehingga untuk mengejar ketertinggalan, dan menghindari persaingan
dengan teman-temannya, anak memilih demikian.

5. Mencari Identitas dan Kekacauan Identitas

Freud menyejajarkan fase identitas dengan fase remaja. Di usia remaja,


identik dengan pencarian jati diri. Siapakah dirinya, apa tujuan dan visi misi
hidupnya, dan mencari apa yang sebenarnya dikejarnya. Pertanyaan-
pertanyaan klise inilah yang mencoba mereka cari.

Terlepas dari proses pencarian jati diri, selama prosesnya tentulah


mengalami yang namanya kekacauan identitas. Semacam kekacauan yang
seringkali menjadi konilik dan pertentangan di dalam dirinya. Misalnya, dari
apa yang selama ini diyakininya, karena stimulus dari luar, meragukan apa
yang selama ini dipercayainya. Dengan kata lain, di fase ini jiwanya sering
terjadi konflik, dan sering terjadi kekacuan identitas diri.

Sementara dari segi fisik, terjadi perubahan bentuk tubuh. Misalnya,


pada perempuan mulai besar bagian dadanya. Pada laki-laki mulai berubah
pita suara, dan muncul bulu di area kemaluannya. Hal yang mengkhawatirkan
dari fase ini adalah rasa penasaran dan coba-coba. Di mana, aksi coba-coba
yang ia lakukan bisa saja menjerumuskan ke hal-hal yang negatif.

6. Keintiman dan Rasa Terisolasi

Perkembangan merupakan hal yang pasti terjadi. Dari perkemx bangan


bayi lahir menuju ke anak-anak. Dari anak-anak menuju ke remaja atau
dewasa. Di tahap dewasa, ada dewasa awal dan dewasa akhir. Fase keintiman
inilah fase dewasa awal. Di awal dewasa, mulai muncul keintiman. Misalnya
rasa tertarik, kagum, dan rasa mencintai seseorang yang didorong rasa ingin
memiliki.

Bentuk keintiman ini bisa ditandai dengan hubungan kedekatan dengan


lawan jenis. Tidak menutup kemungkinan, selain adanya kedekatan, ada juga
rasa isolasi dan rasa pertentangan terhadap orang lain. Misalnya dari mantan
pacar, ada jarak yang membuat hubungan komunikasi lebih banyak
pertentangan dan rasa benci.

7. Perhatian terhadap Kemerdekaan

Kemerdekaan dalam hal ini lebih pada kemerdekaan jiwa sebagai


orang dewasa, yang tanpa adanya perintah dan intervensi dari pihak manapun.
Mulai dari perhatian menentukan tujuan hidup, memutuskan ide-ide yang
ingin dikembangkan, sampai keputusan masalah keluarga dan keturunan.
Dengan kata lain, poin ini lebih ke bentuk tujuan dan visi misi hidup
yang telah nyata dijalaninya. Adapun ciri-ciri orang yang mematangkan
kemerdekaan dirinya secara matang, yaitu memiliki potensi dan probabilitas
lebih besar dibandingkan individu yang tidak memiliki kematangan dalam
perencanaan hidup masa depannya.

8. Integritas vs Keputusasaan

Integritas yang baik menentukan kualitas hidup bagi individu yang


sudah dewasa akhir. Sebaliknya, individu yang memiliki integritas rendah,
memiliki probabilitas kegagalan lebih besar. Lalu apa yang akan dilakukan
individu ketika integritas yang diinginkan tercapai? Hal yang jelas, individu
tersebut akan menikmatinya, baik menikmati prosesnya maupun hasilnya.

Individu yang memiliki integritas mampu membaca gaya hidup orang


lain, Hal ini bukan berarti gaya hidup orang lain dijadikan sebagai gaya hidup
individu tersebut, melainkan lebih dalam bentuk menghargai. Rata-rata
individu yang memiliki integritas yang bagus, memiliki jiwa besar, dan
mampu menyi, kapi semua masalah dengan bijak.

C. Sullivan

Sullivan merupakan salah satu ilmuan yang fokus di bidang psikologisosial.


Teori terpopulernya tentang interpersonal theory of psychiatry. Sullivan
berpendapat bahwa terbentuknya kepribadian individu tidak terbentuk sejak bayi.
Karena sejak individu. dilahirkan, banyak perubahan situasi di mana pada masa
perkembangan itulah, individu yang baru lahir masih bersifat dinamis dan
berubah-ubah.

Ada dua hal penting yang memengaruhi perkembangan seseorang menurut


Sullivan, yaitu faktor biologis dan faktor sosial. Sedangkan perkembangan
kepribadian seseorang sebelum mencapai fase kematangan, ada 6 fase. Uraian ini,
dapat disimpulkan sebagai berikut.
Faktor yang F. biologis
mempengaruhi
perkembangan
F. sosial

SULLIVA
N F. Bayi

F. kanak kanak

Fase F. juvenil

perkembangan F. Praremaja

F. Remaja awal

F. Remaja awal

F. Remaja
akhir
F. Dewasa

2. PANCA INDRA MEMBANTU PROSES SENSORIS

Berbioara tentang proses fisik yang melibatkan panca indra, ada beberapa
elemen yang juga akan memengaruhi hasil pengamatan. Misalnya mata, terjadinya
proses sensoris lewat mata diawali dengan adanya stimulus. Stimulus yang melewati
mata adalah somber cahaya. Cahaya yang masuk akan ditangkap oleh kornea. Di
dalam kornea terdapat aquos humor pada kamera okuli anterior. Kemudian baru
masuk ke bagian pupil. Di dalam pupil terdapat aquos humor pada kamera okuli
posterior. Barulah masuk lagi ke lensa kristalina, diteruskan ke korpus Vitreun, lanjut
lagi masuk ke retina, baru masuk ke bagian otak. Dari otak, akan menghasilkan kesan,
persepsi, dan asumsi.

Untuk mempersingkat dan memudahkan pemahaman proses sensoris yang


melalui panoa indra. berikut poin pentingnya.
Pengamatan warna

Mata Pengamatan bentuk

Pengamatan ruang

Bagian dalam

Telinga Bagian tengah

Bagian dalam

Corpus cula tactus Menerima rangsangan berupa


rabaan
Corpus cula ruffini Menerima rangsangan berupa panas
Kulit
Corpus cula bullo Menerima rangsngan berupa dingin
idea krauso

Corpus cula Menerima rangsangan lewat ujung


lamellasa pacceni jari

Nervus olfactorium Menerima bau wewangian


Hidung
Nervus trigeminus Menerima bau seperti bau
kloroform, minyak kayu putih dll

Pucuk lidah Merasakan rsa asin & manis

Tepi lidah Merasakan rasa asin & asam


Lidah
Pangkal lidah Merasakan rasa pahit

Punggung lidah Cenderung menerima rangsangan


rasa
3. PERSEPSI

A. Pengertian

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah lepas dari interaksi dengan
orang lain. Baik itu interaksi secara fisik maupun nonfisik. Prinsip interaksi sosial
adalah menerima stimulus respons dari pihak luar. Dalam bergaul dan berinteraksi
dengan orang lain, setiap orang mengalami proses pengamatan dan evaluasi terhadap
diri sendiri dan perilaku orang lain.

Evaluasi dan pengamatan yang diperoleh dari orang lain lewat panca indra
akhirnya menimbulkan persepsi. Persepsi membantu seseorang mampu memahami
keadaan lingkungan sekitar dan di‘ rinya sendiri. Persepsi ada yang bersifat positif,
dan ada juga yang bersifat negatif.

Persepsi tidak memiliki bentuk yang sama. Antara orang satu dengan orang
lain memiliki bentuk persepsi yang berbeda-beda. Menurut Bimo Walgito (2001),
persepsi dapat diartikan sebagai proses pengorganisasian terhadap stimulus respons
yang terintegrasi terhadap diri individu itu sendiri. Berbeda menurut Maramis (1999),
ia mengartikan persepsi sebagai daya untuk mengidentifikasi barang, hubungan,
kualitas dengan cara pengamatan.

Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan sti~ mulus atau


proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indra manusia.
Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam pengindraan. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif
yang akan memengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.

Menurut Rakhmat (2007), persepsi adalah pengamatan tentang objek,


peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan Inenyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005) menyatakan: “persepsi
morupakan suatu proses. menginterpretasikan atau monafsir informasi yang diperoleh
melalui sistem alat indra manusia”. Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang
dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pem catatan indra, pengenalan pola,
dan perhatian.
Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang
melihat sesuatu. Dalam arti luas, persepsi adalah bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Persepsi adalah suatu proses yang melibatkan pengetahuan
yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau
memperoleh dan Inenginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indra
seperti mata, telinga, dan hidung [Matlin, 1989; Solso,1988). Secara singkat dapat
dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses menginterpretasi atau menafsirkan
informasi yang diperoleh melalui sistem indra manusia. Misalnya pada waktu
seseorang melihat sebuah gambar, membaca tulisan, atau mendengar suara tertentu, ia
akan melakukan interpretasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dan relevan
dengan hal-hal itu.

B. Bentuk Persepsi

Persepsi mencakup dua proses yaitu bottom-up atau data driven processing
(aspek stimulus], dan top-down atau conceptually driven processing (aspek
pengetahuan seseorang). Hasil persepsi seseorang mengenai suatu objek, di samping
dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai
objek itu. Ada tiga aspek dalam persepsi yang dianggap sangat relevan dengan kognisi
manusia, yaitu pencatatan indra, pengenalan pola, dan perhatian. Sering kita
mendengar persepsi. Namun tidak banyak orang tahu bahwa persepsi memiliki dua
bentuk, yaitu external perception dan self-perception. External perception merupakan
persepsi yang terbentuk karena rangsangan dari luar individu. Sebaliknya, self
perception terbentuk dari dalam individu.

C. Dispersepsi

Segala bentuk perilaku yang normal dan wajar selalu bersandingan dengan
ketidaknormalan. Begitupun dengan individu dalam mempersepsikan sesuatu.
Gangguan ini disebut dispersepsi. Dampak dari gangguan persepsi bermacam-macam,
di antaranya adalah gangguan kejiwaan.

1. Penyebab Gangguan Persepsi

Dispersepsi diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Kerusakan yang


disebabkan karena mengkonsumsi obat halusinogenik dan keracunan. Obat
halusionogenik dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan cara berpikir,
karena obat ini memang menyerang pada bagian otak. Saat mengkonsumsi obat-
obatan ini, penderita biasanya merasakan semacam halusinasi, ilusi, dan psikosis.

2. Bentuk Gangguan Persepsi

Dampak sosial dari dispersepsi menjmbulkan gangguan interaksi sosial


atau lingkungan sosio-budaya. Perbedaan dalam sosio-budaya dapat menimbulkan
perbedaan persepsi. Berikut adalah beberapa macam gangguan persepsi menurut
Maramis (1999).

a. Halusinasi

Anda barangkali pernah mendengar istilah dan gangguan karena


halusinasi. Halusinasi adalah gangguan persepsi yang terbentuk tanpa bantuan
panca indra. Proses halusinasi bisa terjadi dalam kondisi sadar, tidak sadar.
Penyebabnya ada beberapa hal, bisa karena psikotik dan organik, ataupun
fungsional. Karena prosesnya terbentuk tanpa pengamatan panca indra, maka
disebut pengamatan palsu/persepsi palsu.

Halusinasi memiliki sekitar 10 bentuk. Dari kesepuluh halusinasi ini,


isinya bermacam-macam. Misalnya halusinasi Icarena penglihatan, seolah-
olah melihat orang, binatang, cahaya. Di mana orang lain tidak dapat
melihatnya, hanya penderita saja. Adapun jenis lain seperti halusinasi visceral
(gangguan organ dalam yang timbul), halusinasi histerik (gangguan yang
menyerang neurosis histerik yang diakibatkan adanya konflik emosional) dan
halusinasi kinestik, gustatorik, alfaktorik, dan masih banyak lagi.

Ada halusinasi yang sifatnya mengancam, menghina, hiperseks dan


masih banyak lagi. Lalu apa yang menyebabkan halusinasi itu muncul? Salah
satunya adalah kecenderungan skizofrenia, Sindrom Otak Organik (SOD),
neurosis, intoksikasi, psikosis fungsional, intoksikasi atropin dan karena
dampak obat atau zat halusinogenik.

b. Ilusi

Ilusi merupakan interpretasi individu terhadap objek, kejadian atau


benda. Iika ilusi muncul tidak melibatkan panca indra, maka ilusi sebaliknya,
melibatkan panca indra. Bedanya, pengamatan yang dilakukan terhadap objek
mengalami penyimpangan. Misalnya, ketika melihat batang pisang, ia melihat
seperti pocong.

c. Depersonalisasi

Depersonalisasi merupakan salah satu gangguan patologis. Penderita


depersonalisasi ditandai dengan perubahan perasaan yang dialaminya. Pasien
merasa dirinya memiliki pribadi yang tidak seperti orang umumnya. Pasien
merasakan dirinya tidak nyata. Misalnya, orang yang merasakan bahwa ruh
dan badannya terpisah.

d. Derealisasi

Keanehan yang masih disebabkan karena perubahan persepsi adalah


derealisasi. Gangguan sosial terhadap lingkungan sekitar. Pesien merasakan
bahwa apa yang dirasakan dan yang tengah dijalaninya adalah tidak nyata, dan
hanya seperti mimpi.

e. Somatosensorik

Gangguan yang menyerang pada sensorik tubuh yang memengaruhi


secara simbolik dan mengakibatkan terjadinya konflik emosional.
Somatosensorik bermacam-macam bentuk, mulai dari kehilangan indra peraba
pada kulit (anestesia), gangguan penglihatan, pendengaran sampai gangguan
perubahan rasa pada indra peraba (parestesia).

Gangguan yang mungkin jarang ditemui dan masih termasuk


somatosensorik adalah gangguan pandangan saat melihat objek. Jadi, objek
yang dilihatnya memiliki ukuran yang sangat besar dari aslinya, sehingga
terlihat menakutkan, gangguan ini disebut makropsia. Sebaliknya, gangguan
penglihatan mikropsia, yaitu melihat benda yang memiliki ukuran lebih kecil
dari ukuran yang sebenarnya.

f. Psikofisiologik

Gangguan psikologis yang menyerang pada bagian susunan saraf.


Saraf yang terganggu memengaruhi kerja otak, hingga menyebabkan
gangguan pada emosi.
Setiap orang yang terserang psikofisiologik ini berbedabeda
bentuknya. Ada yang ditandai dengan radang kulit (dermatitis), biduran, gatal
dan banyak terkena cairan. Ada juga yang menyerang bagian tulang dan otot,
biasanya ditandai dengan tegang dan kaku di persendian atau di punggung.
Bahkan bagian pernapasan pun tidak luput. Pada sistem pernapasan biasanya
ditandai dengan menghirup oksigen berlebihan, disertai dengan pusing, di
bagian dada terasa berat, perut kembung, parestesia pada tangan dan sekitar
mulut, dan asthma bronchiale.

g. Agnosia

Bentuk gangguan yang terakhir adalah agnosia. Agnosia adalah


ketidakmampuan seseorang untuk mengartikan persepsi. Penyebab penderita
agnosia disebabkan karena terjadi kerusakan di bagian otak. Sehingga
penderita tidak bisa sama sekali menerjemahkan sebagian atau total persepsi.

D. Syarat Terbentuknya Persepsi

Persepsi menjadi hal penting dalam kehidupan sosial. Kunci keherhasilan


dalam interaksi sosial selain kecerdasan sosial, adalah kopandaian mengelola
persepsi. Seperti yang sudah diulas di ulasan sebelumnya, terbentuknya persepsi
melibatkan panca indra sebagai reseptor utama.

Syarat terjadinya persepsi selain panca indra adalah adanya perhatian.


Tanpa perhatian, individu tidak memperoleh fokus dan objek untuk dipersepsikan.
Kemudian, ada peran saraf sensori, sebagai penerus stimulus (objek) ke saraf
pusat (otak), dan dikembalikan lagi oleh saraf pusat ke saraf motoris untuk
menciptakan respons.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadinya persepsi melalui


tiga proses penting. Pertama proses fisik, yang terbentuk karena adanya objek,
kemudian stimulus dan peran panting panca indra. Kedua proses fisiologis, yang
diawali dari stimulus, kemudian saraf sensoris baru ke otak. Terakbir adalah
proses psikologis, sebagai pusat pemrosesan informasi yang diterima. Otak akan
bekerja, dan akan menghasilkan persepsi, sikap dan nantinya akan memengaruhi
perilaku.

Anda mungkin juga menyukai