Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan anak terjadi dari masa prenatal hingga akhir hidupnya.
Akan tetapi perkembangan paling optimal terjadi pada tahun-tahun awal
pertumbuhan anak. Suatu perkembangan yang baik juga dipengaruhi oleh faktor
pendukung yang baik. Masainfancy suatu perkembangan dapat dilihat dari hal-
hal kecil yang bayi lakukan seperti tangisan bayi yang mengekspresikan banyak
hal. Sedangkan dalam masa toddlerhood perkembangan anak dapat terlihat
dengan lebih jelas. Dan dalam makalah ini hal-hal tersebut akan dibahas secara
lebih lanjut.
Sigmund Freud merupakan salah satu tokoh dalam disiplin ilmu
kepribadian yang melahirkan teori-teori dikarenakan pengalaman pribadinya
semasa kecil. Teori yang dikembangkannya itu menjadi kontroversi diantara
beberapa ahli lainnya. Namun begitu, pemikiran Freud ini juga banyak menjadi
dasar teori kepribadian selanjutnya.
Freud dipandang sebagai teoretis psikologi pertama yang memfokuskan
perhatiannya kepada perkembangan kepribadian. Dia berpendapat bahwa masa
anak (usia 0-5 tahun) atau usia pregenital mempunyai peranan yang sangat
dominan dalam membentuk kepribadian atau karakter seseorang. Karena sangat
menentukannya masa ini, dia berpendapat bahwa “The child is the father of
man”(anak adalah ayah manusia). Berdasarkan hal ini, maka pada masalah
kejiwaan pada usia selanjutnya (khususnya usia dewasa), faktor penyebabnya
dapat ditelusuri pada usia pregenital ini.
Apabila diperhatikan maka perkembangan kepribadian seorang manusia
menurut teori Freud ini, benar-benar harus fokus dalam pengolahan karakter atau
kepribadian ketika manusia itu masih kecil. Ini tentu ada benarnya, sebab pada
usia-usia yang dimaksudkan oleh Freud, anak memiliki potensi untuk menyerap
segala sesuatu yang ada di sekitarnya secara lebih cepat dan itu akan menjadi
referensinya dalam melakukan tindakan berikutnya.
Begitu pentingnya pemerhatian yang harus diberikan kepada seorang
manusia pada usia-usia tertentu, membuat penulis yakin bahwa uraian yang akan
diungkap dalam makalah ini mempunyai manfaat besar. Hal itu dikarenakan
kehidupan manusia yang dengan banyak macam karakter di sekitarnya, dari yang
2

paling baik bahkan sampai yang paling buruk, yang dipengaruhi karena orang lain
di sekitarnya. Adapun uraian-uraiannya seputar tahap-tahap perkembangan
psikoseksual menurut Freud seperti oral, anal, phallik, Latensi dan Genital.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana teori perkembangan psikologi berdasarkan teori psikoseksual
Sigmund Freud ?
1.2.2 Apa saja masalah psikologis yang terjadi jika tahapan psikoseksual tidak
berjalan dengan baik ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.3.1 Untuk mengidentifikasi teori perkembangan psikologi berdasarkan teori
psikoseksual Sigmund Freud
1.3.2 Untuk mengindentifikasi masalah psikologis yang terjadi jika tahapan
psikoseksual tidak berjalan dengan baik.
3

BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Perkembangan Menurut Sigmund Freud


Kepribadian merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia
sebagai individu. Hal ini disebabkan karena kepribadian seseorang terkadang
menentukan posisi dan kedudukannya di masyarakat. Berkenaan dengan hal
tersebut Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada
setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan dan ada pula yang merupakan
pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik yang berlainan itu
menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula.
Namun, dalam uraian ini pembahasan akan terfokus kepada seperti apa
pemikiran Freud mengenai kepribadian dan perkembangan kepribadian itu
sendiri. Menurut Freud perkembangan kepribadian berlangsung melalui tahapan-
tahapan perkembangan psikoseksual yaitu tahapan periode perkembangan
seksual yang sangat mempengaruhi kepribadian masa dewasa. Freud
berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia sebagian besar
ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Keeratan antara seks dengan
kepribadian ini dikemukakan juga oleh Masters dan Johnson yang mengatakan
bahwa seksualitas adalah dimensi dan pernyataan dari kepribadian.
Menurut model perkembangan Freud, di antara kelahiran dan usia 5
tahun (usia balita), anak mengalami tiga tahap perkembangan yaitu oral, anal
dan phallik. Ketiga tahap ini disebut juga masa pragenital. Setelah usia 5 tahun
tahap laten dan genital (sudah muncul dorongan seksual).

2.2 Tahap Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud.


Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori
yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial.
Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa
kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada
area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan
sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia
lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalampembentukan
kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
4

Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah


kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak”
dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin
terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.
Berikut tahapan dan tugas perkembangan menurut teori psikoseksual Freud :
1. Fase Oral (usia 0 – 1 tahun)
Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau
daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan/minum
menjadi sumber kenikmatannya. Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari
rangsangan terhadap bibir-rongga mulut-kerongkongan, tingkah laku
menggigit dan menguyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan
memuntahkan makanan (kalau makanan tidak memuaskan). Kenikmatan
yang diperoleh dari aktivitas menyuap/menelan (oral incorforation) dan
menggigit (oral agression) dipandang sebagai prototip dari bermacam sifat
pada masa yang akan datang. Tahap ini secara khusus ditandai oleh
berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang
lain, khususnya ibu. Perasaan tergantung ini pada tingkat tertentu tetap ada
dalam diri setiap orang, muncul kapan saja ketika orang merasa cemas dan
tidak aman pada masa yang akan datang.
Sedangkan tugas perkembangan utama fase oral ini adalah memperoleh
rasa percaya, yakni percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri
sendiri. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan
ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai oleh orang lain hanya akan
mendapat sedikit kesulitan dalam nenerima dirinya sendiri. Sedangkan anak
yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai, cenderung
mengalami kesulitan yang besar dalam menerima diri sendiri. Anak-anak
yang ditolak akan belajar untuk tidak mempercayai dunia mereka memandang
dunia sebagai tempat yang mengancam. Masalah yang mungkin muncul
dalam fase oral yakni,
5

2. Fase Anal (usia 1 – 3 tahun)


Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap ini
libido terdistribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan,
ketika duburnya penuh dengan ampas makanan dan peristiwa buang air besar
yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan ketegangan dan
pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat. Peristiwa ini
disebut erotic anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak pada tahap ini dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua (lingkungan), seperti hidup
bersih, tidak mengompol, tidak buang air (kecil atau besar) sembarangan.
Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan kebersihan (toilet
training), yaitu usaha sosialisasi nilai-niai sosial pertama yang sistematis
sebagai upaya untuk mengontrol dorongan-dorongan biologis anak. Ada
beberapa kemungkinan cara orang tua memberika latihan kebersihan ini,
yaitu: sikap keras, sikap selalu memuji dan sikap pengertian. Ketiga cara
tersebut memberikan dampak tersendiri terhadap perkembangan anak.
Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di
masa depan tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih.
Misalnya, jika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami
sembelit.
Perkembangan psikoseksual di tingkat anal ini terbagi menjadi dua tahap:
1. Tahap anal-ekspulsif, dimana anak mendapatkan kepuasan seksual dari
proses buang air besar.
2. Tahap anal-retentif, dimana anak mendapatkan kepuasan seksual dengan
menahan tinjanya dengan perut.
Dalam tahap anal-retentif anak dapat menunjukan kebenciannya kepada
orang tua dengan cara buang air besar kalau disuruh jangan buang air dulu,
Atau justru bertahan untuk tidak buang air besar kalau sedang disuruh buang
air besar.

3. Fase Fhalis (usia 3 – 5/6 tahun)


Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali
berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting
6

pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex (hasrat anak secara seksual
memiliki orang tua dengan jenis kelamin berbeda), yang diikuti
fenomena castration anxiey (pada laki-laki) dan penis envy (pada
perempuan).
Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai
ibunya yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah
sebagai saingan dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki,
persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai
kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Gejala ini
disebut cemas dikebiri atau castrationanxiety. Kecemasan inilah yang
kemudian mendorong laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya.
Perlu diingat bahwa sikap orangtua sangat mempengaruhi bagaimana
anak melewati tahap ini. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua
untuk membantu anak melewati fase ini dengan sehat:
a. Orangtua senantiasa mempertahankan keharmonisan keluarga
b. Ibu menjalankan perannya dengan baik sebagai sosok yang feminin,
penuh kasih sayang, gembira, bersikap ramah, namun juga memiliki
ketegasan.
c. Ayah mampu menjalankan peran dengan baik sebagai kepala ruamh
tangga yang senantiasa memenuhi kebutuhan keluarga, melindungi,
bersikap adil, dan mampu menunjukkan sikap kasih sayang.

4. Fase Latent (usia 5/6 – 12/13 tahun)


Dari usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mngalami periode
perbedaan impuls seksual, disebut periode laten. Menurut Freud, penurunan
minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang
dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi fase laten lebih sebagai
fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada
fase laten ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti
kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual, khususnya bidang intelektual,
atletik, keterampilan dan hubungan teman sebaya. Fase laten juga ditandai
dengan percepatan pembentukan super ego, orang tua bekerjasama dengan
anak berusaha merepres impuls seks agar enerji dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk sublimasi dan pembentukan superego. Anak menjadi lebih
7

mudah mempelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum dan


sesudahnya (masa pubertas).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis
(bersikap netral) sehingga dalam bermainpun anak laki-laki akan
berkelompok dengan anak laki-laki, begitupun anak wanita. Bahkan anak
merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman lawan
jenisnya (seperti anak laki-laki sebangku dengan wanita dan sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan orang-
orang di luar keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun mengalami
perluasan atau pengalihan objek. Yang semula objek identifikasi anak adalah
orang tua, sekarang meluas kepada guru, tokoh-tokoh sejarah atau para
bintang (seperti film, musik dan olah raga).

5. Fase Genital (usia 12/13 – dewasa)


Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri
remaja. Sistem endoktrin memproduksi hormon-hormon yang memicu
pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll)
dan pertumbuhan tanda seksual primer. Impuls pregenital bangun kembali
dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi, untuk mencapai
perkembangan kepribadian yang stabil. Pada fase falis, kateksis genital
mempunyai sifat narkistik, individu mempunyai kepuasan dari perangsangan
dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diinginkan hanya karena
memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase
genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti;
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis,
perkawinan dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi
dewasa yang berorientasi sosial, realistik dan altruistik.
Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak
perkembangan seksual dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan
kepribadian. Ini ditandai dengan kemasakan tanggung jawab seksual
sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami kepuasan melalui hubungan
cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan
bersalah. Pemasakan impuls libido melalui hubungan seksual memungkinkan
kontrol fisiologis terhadap impuls genital itu; sehingga akan membebaskan
begitu banyak enerji psikis yang semula dipakai untuk mengontrol libido,
8

merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik antara id-ego-superego


dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai untuk aktif
menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda
kepuasan, menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting ke
obyek di luar yang altruistik itu telah menjadi cukup stabil, dalam bentuk
kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasi-
sublimasi dan identifikasi-identifikasi.
Tingkat genital adalah penghubung antara masa kanak-kanak dan dewasa. Ada
tiga tahapan pada tingkat ini yaitu sebagai berikut :
1. Tahap prapuber, ditandai dengan meningkatnya kembali dorongan libido.
2. Tahap puber, ditandai dengan pertumbuhan fisik, khususnya tanda-tanda
seksual sekunder (misalkan haid) dan kemampuan organik (misalnya ereksi).
Pada tahap ini masturbasi paling sering terjadi. Remaja yang bersangkutan
cenderung mencintai diri sendiri dan mengagumi diri sendiri (narsistik). Ciri-
ciri psikologi lain :
a. Hasrat untuk mandiri;
b. Lebih menghargai aturan-aturan dari teman sebaya;
c. Pemberontakan melawan orang tua;
d. Pikiran-pikiran bingung dan lain-lain.
3. Tahap adaptasi, dimana remaja bersangkutan menyesuaikan diri terhadap
dorongan-dorongan seksual dan perubahan-perubahan fisik yang tiba-tiba.
Sikap yang narsistik diganti dengan cinta kepada orang lain (altruistik), mula-
mula kepada sejenis kelamin, kemudian kepada lawan jenis kelamin.
Biasanya tahap ini diakhiri jika remaja yang bersangkutan telah menjadi
orang dewasa yang tersosialisasi.

2.2 Masalah Psikologis yang terjadi pada Fase Perkembangan Psikoseksual


1. Tahap Oral
a. Kepuasan yang berlebihan pada masa oral akan membentuk oral
incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang menjadi
senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan harta
benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain).
b. ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah
puas, tamak (memakan apa saja) dalam mengumpulkan harta. Oral
agression personality ditandai oleh kesenangan berdebat dan sikap
9

sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi (menggigit) terhadap perlakuan


ibunya dalam menyusui.
c. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam bentuk yang
lebih bervariasi, mulai dari mengunyah permen karet, menggigit pensil,
senang makan, menghisap rokok, menggunjing orang lain, sampai berkata-
kata kotor/sarkastik.
d. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kanak
selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri,
agresif, benci dan kesepian.

2. Tahap Anal
Masalah pada tahap ini jika Ibu yang membiarkan anak tanpa toilet training,
akan membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan
kotoran di tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang
muncul sebagai sifat ketidakteraturan/jorok, deskruktif, semaunya sendiri,
atau kekerasan/kekejaman (anal exspulsiveness personality).

3. Tahap Falis
Pada anak perempuan:
a. Penis Envy
Pada tahap ini, anak perempuan merasa cemburu pada anak laki-laki
karena ia tidak memiliki penis. Rasa iri ini muncul disertai dengan
perasaan tidak puas dan tidak menyukai diri sendiri karena menganggap
bahwa ada kekurangan di dalam dirinya. Pada tahap ini, anak perempuan
juga seringkali menyalahkan ibunya karena menganggap bahwa ibunya
yang membuat ia tidak memiliki penis.
Sikap ramah dan kasih sayang dari seorang ibu akam membantu anak
perempuan untuk melewati tahap ini dengan baik. Namun jika tidak,
maka anak akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya
sebagai seorang perempuan dan bahkan bisa saja memprotes atau
menolak kewaanitaannya.
b. Masculine Protest
Pada tahap ini anak perempuan melakukan protes terhadap kewanitaannya
dan mulai mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki. Biasanya pada tahap
ini anak perempuan tampil lebih agresif, bersifat keras, dan senang
10

mempermainkan laki-laki. Kondisi ini biasanya terjadi pada lingkungan


yang merendahkan wanita. Atau bisa juga karena sikap dari ibu yang
kurang menonjolkan sifat-sifat feminin.
c. Electra Complex
Sikap di mana anak perempuan menjadi lebih dekat, simpati dan
menyayangi ayahnya lebih dari kepada ibunya. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa dirinya tidak memiliki penis (Penis Envy). Electra
Complex dapat terjadi bila sang ibu bersikap terlalu keras terhadap anak
perempuan, sedangkan sang ayah bersikap lembut.
Pada anak laki-laki
a. Oedipus Complex
Oedipus Complex adalah munculnya rasa cinta (ketertarikan seksual)
anak laki-laki terhadap ibunya dan sekaligus sikap permusuhan kepada
ayahnya yang dianggap sebagai pesaing dalam memperebutkan cinta dari
sang ibu. Pada tahap ini, anak laki-laki mengalami konflik internal antara
membenci sang ayah karena dianggap sebagai pesaing sekaligus
mengidentifikasi dirinya dengan ayahnya sebagai figur otoritas di dalam
keluarga.
Oedipus Complex dapat terjadi karena sikap ibu yang terlalu mengasihi
anak laki-lakinya dan sikap ayah yang terlalu keras dan otoriter dalam
keluarga. Sehingga anak laki-laki akan mencari perlindungan kepada
ibunya. Sikap tegas dari ibu dan kasih sayang ayah dapat membantu anak
melewati tahap ini dengan baik.
b. astration Anxiety
Ini adalah kecemasan yang muncul sebagai akibat dari Oedipus
Complex, di mana anak laki-laki merasakan ketakutan bahwa sang ayah
akan memotong penisnya karena sikap permusuhannya. Untuk mengatasi
hal ini, anak laki-laki akan melakukan identifikasi terhadap ayahnya.

4. Fase Laten
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif
stabil. Adapun jika fase ini mengalami gangguan akan berakibat pada
perilaku anak saat dewasa nanti akan terjadi perilaku seperti:
11

1. Homoseksual pada laki-laki atau lesbian pada perempuan


2. Kegagalan pada fase ini akan mengakibatkan kurangnya kontrol diri
sehingga anak gagal mengalihkan energinya secara efisien pada minat belajar
dan ketrampilan. Contohnya adalah kecanduan game online sehingga tugas
belajar terabaikan.
1. Kuper (kurang pergaulan) karena anak terlalu ditekan oleh orang tua
untuk belajar terus supaya menjadi juara.
2. Pergaulan anak dengan teman sejenisnya yang terlewat batas karena
canggihnya teknologi seringkali mengakibatkan anak tersebut
mendapatkna sumber infoemasi yang menyesatkan sehingga dapat
berpengaruh pada perilaku anak.
3. Anak lebih mendengarkan apa kata teman-temannya daripada orang
tuanya.

5. Fase Genital
Konflik yang terjadi pada periode ini lebih jarang dibandingkan dengan
tahap lain. Sanksi sosial ada untuk mengontrol ekspresi seksual yang harus
ditaati oleh para remaja, tetapi konflik dorongan seksual dapat ditekan para
remaja setidaknya melalui substitusi ke perilaku yang dapat diterima oleh
masyarakat dan selanjutnya berhubungan dan berkomitmen dengan orang yang
berlawanan jenis. Konflik yang biasanya terjadi karena pada fase-fase
sebelumnya tidak berjalan dengan baik. Karena jika tahap lainnya telah selesai
dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara
berbagai bidang kehidupan. Kegagalan fase ini mengakibatkan beberapa
masalah psikologi seperti:
a. Kekacauan identitas seperti:
1) Transvestite
Adalah istilah yang diberikan kepada lelaki heteroseksual yang menginginkan
memakai pakaian perempuan.
2) Transeksualisme.
Transeksualisme adalah penyimpangan psikoseksual berupa merasa lebih
nyaman hidup sebagai lawan jenisnya. Seorang laki-laki dewasa yang
kewanita-wanitaan dan lebih nyaman memakai pakaian wanita lama-lama dia
12

mengubah identitas dirinya dengan melakukan operasi pengubahan kelamin.


Beberapa selebriti telah melakukan ini.
b. Penyimpangan perilaku seksual seperti :
1) Paidofilia
Paidofilia adalah penyimpangan psikoseksual di mana seorang laki-laki
dewasa hanya tertarik gairah seksualnya pada anak-anak. Umumnya orang
pedofhilia adalah orang yang takut gagal dalam berhubungan seks dengan
wanita yang berpengalaman. Akibatnya mereka mengalihkan pada anak-anak
karena kepolosan anak-anak tidak mengancam harga dirinya.
2) Voyeurisme
Voyeurisme terjadi karena ada orang tua bila membicarakan tentang seks
adalah tabu sehingga anak tidak mendapat pengetahuan yang cukup akibatnya
sebagai melampiasan seksualnya adalah dengan melihat wanita telanjang atau
3) Perilaku Seks bebas
Remaja yang tidak mendapatkan pendidikan seksual yang baik pada tahap
genital dapat mengakibatkan remaja tidak dapat mengontrol hasrat nafsunya
sehingga dapat terjadi perilkau seks di luar nikah.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Freud berpendapat, bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah


terbentuk pada akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian
besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan tersebut
diambil atas dasar pengalaman-pengalamannya dalam melakukan
psikoanalisis. Penyelidikan hal ini selalu menjurus kearah masa kanak-kanak,
yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya
neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa
kanak-kanak adalah ayahnya manusia. Dalam menyelidiki masa kanak-kanak
13

Freud tidak langsung menyelidiki kanak-kanak, tetapi membuat rekonstruksi


atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa kanak-kanaknya.
Pada teori Freud terdapat lima tahap perkembangan dimana pada tahap
tersebut mempunyai tugas perkembangan masing-masing dan mempunyai
hambatan tersendiri pada tahap.

DAFTAR PUSTAKA

Nurdi,A.E.2011.Tumbuh Kembang Perilaku Manusia.Jakarta:EGC

Nursalim, muhammad, Drs., M.Si, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Unesa


University Press: Surabaya.

Suryabrata, Sumardi, drs.,B.A. 2006. Psikologi Kepribadian. Raja Grafindo


Persada: Jakarta.
http://thinksomegood.blogspot.co.id/2017/05/makalah-tahap-perkembangan-
psikoseksual.html diakses tanggal 21 Maret 2018
http://fatkhur-xplayon.blogspot.com/2012/03/mengkaji-masalah-homoseksual-
melalui.html
14

Anda mungkin juga menyukai