Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN


KHUSUS DENGAN DIAGNOSA MEDIS ATTENTION DEFICIT
HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
Dosen Pengajar : Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1) Aprilia Wahyunita (2017.C.09a.0877)


2) Ayu Anjelia Eka Putri (2017.C.09a.0879)
3) Dandung Setiadi (2017.C.09a.0880)
4) Eltra (2017.C.09a.0883)
5) Endang Margianti (2017.C.09a.0884)
6) Erna Sari (2017.C.09a.0886)
7) Ferdianto (2017.C.09a.0887)
8) Friska Amelia (2017.C.09a.0888)
9) Krisevi Handayani (2017.C.09a.0895)
10) Niken Ayu Prastika N (2017.C.09a.0901)
11) Nuning Pratiwie (2017.C.09a.0903)
12) Oski Ria Anggraini (2017.C.09a.0904)
13) Septya Florensa (2017.C.09a.0910)
14) Wini Wahidawati (2017.C.09a.0917)
15) Yunira Priskila (2017.C.09a.0922)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini
memaparkan beberapa hal terkait “Laporan Pendahuluan Pada Anak Dengan
Berkebutuhan Khusus Dengan Diagnosa Medis Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (Adhd)” . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini ke depannya.

Palangka Raya, 01 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................3
2.1.1 Definisi ............................................................................................................3
2.1.2 Anatomi fisiologi ............................................................................................4
2.1.3 Etiologi ............................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi .......................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi ....................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinik .........................................................................................10
2.1.7 Komplikasi ....................................................................................................12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .................................................................................13
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................14
3.2 Saran .................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perkembangan
neurobehavioral, terutama ditandai oleh adanya masalah perhatian dan hiperaktif.
Ini mempengaruhi sekitar 3 sampai 5% anak-anak di seluruh dunia, dengan gejala
dimulai sebelum usia 7 tahun dan sekitar 50% kasus berlanjut sampai dewasa
(Frank-Briggs, 2011). Berdasarkan penelitian oleh Thomas, Sanders, Doust,
Beller, & Glasziou, tahun 2015 prevalensi ADHD diperkirakan sebesar 7,2%.
Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat
gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah
(Isaac, 2005). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi
usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 %
sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk
mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan
keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di
beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif
1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di
antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah
pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat (Pikiran rakyat, 2009).
Dengan terus meningkatnya jumlah anak dengan ADHD, kami tertarik untuk
membahas tentang anak dengan ADHD. Disini kami akan membahas lebih dalam
ADHD dan asuhan keperawatannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi ADHD Pada Anak?
2. Apa Anatomi Fisiologi ADHD Pada Anak?

1
2

3. Apa Etiologi ADHD Pada Anak?


4. Apa Klasifikasi ADHD Pada Anak?
5. Bagaimana Patofisiologi ADHD Pada Anak?
6. Bagaimana Manifestasi Klinis ADHD Pada Anak?
7. Bagaimana Komplikasi ADHD Pada Anak?
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada ADHD Pada Anak?
9. Bagaimana Penatalaksanaan ADHD Pada Anak?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Apa Definisi ADHD Pada Anak.
2. Untuk Mengetahui Apa Anatomi Fisiologi ADHD Pada Anak.
3. Untuk Mengetahui Apa Etiologi ADHD Pada Anak.
4. Untuk Mengetahui Apa Klasifikasi ADHD Pada Anak.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi ADHD Pada Anak.
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Manifestasi Klinis ADHD Pada Anak.
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Komplikasi ADHD Pada Anak.
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada ADHD Pada
Anak.
9. Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan ADHD Pada Anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi

Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit


Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai
gangguan hiperaktifitas defisit-perhatian adalah suatu kondisi kronologis
kronis yang diakibatkan dari adanya gangguan fungsi pada sistem sistem
saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, atau
lingkungan kultural.
Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari
serangkaian istilah yang digunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk
menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau hampir normal, tetapi
memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama ditandai dengan
kurangnya perhatian, mudah teralih perhatiannya, inpulsif, dan hiperaktif
serta sering disertai gangguan belajar serta agresifitas.
ADHD adalah suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention
Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder
(Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil
pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive
(Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD.
Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis yang
menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk mengalami
masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu
mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak sebelum usia 4 tahun,

3
4

dan hal tersebut menyebabkan anak ADHD akan menunjukkan banyak


masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan
tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman
sebaya sesuai aturan.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Bagian dari otak, tertentu mempunyai fungsi dalam pengendalian


emosi, mengatur konsentrasi dan pemusatan pergantian serta mengendalikan
perilaku hiperaktif dan impulse antara lain

1. Lobus Frontal
Bagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan konsentrasi,
membuat keputusan yang baik, mempersiapkan rencana, belajar dan
mengingat apa yang telah dipelajari, dan menyesuaikan diri dengan situasi.
2. Mekanisme Inhibitor dari Cortex
Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif dan
bertindak semaunya serta mengendalikan emosi.
3. Sistem Limbik
Merupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan
menghasilkan emosi yang normal, tingkat energi yang normal, waktu tidur
yang normal dan kemampuan untuk mengatasi stress yang normal. Gangguan
pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap keadaan-keadaan tersebut.
5

4. Sistem Aktivasi Reticular


Sistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang masuk dari
semua pancaindera dan bagian otak lainnya. Gangguan yang ada pada bagian-
bagian otak tersebut akhirnya turut mengganggu fungsi, kualitas, dan
kemampuan bagian otak itu sendiri.
2.1.3 Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini,
meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik
dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y
kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang
menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat
genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga
menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan
menggambar ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh
karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya
patologi di area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan
predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan resiko
tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk ADHD. Kerusakan otak
pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia.
Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan menyebabkan terjadinya
patologi yang merata pada korteks otak yang menimbulkan gangguan
fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian kortikal. Korteks frontal
dianggap memiliki peran penting dalam aktivasi dan integrasi lebih lanjut
dari bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata pada korteks
otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.
6

c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik
yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi
norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala lain, yang tidak mampu
memusatkan perhatian dan penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi
dopaminerjik abnormal. Gangguan pada sistem norepinefrin berpean pada
terjadinya gejala ADHD, tetapi tidak menjadi penyebab tunggal.
Terjadinya ADHD disebabkan oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi
memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki peran yang
berbeda terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin. Meskipun
berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda,
mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun
norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada
reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4)
sampai saat ini telah dianggap sebagai penyebab gangguan ini ( Landau et
al., 1997 ; Biederman, 2000)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas
disebabkan oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu,
dan pengaturan perilaku yang buruk pada anak timbul dari manjemen
pengasuhan orangtua yang buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor
lingkungan terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan
oleh orangtua pada waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang
terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab
ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan
tetapi berbagai penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang
menunjukkan bukti adanya hubungan yang bermakna antara faktor
tersebut dengan ADHD.
7

2. Faktor Predisposisi
a. Teori Psikodonamika
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah
tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri
dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku
impulsif dan diperintahkan oleh id.
b. Teori Biologia
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP),
seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan
perilaku-perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai
faktor predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau
semrawut serta penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat
merupakan faktor-faktor predisposisi pada beberapa kasus.
c. Teori Dinamika Keluarga
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana
perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan
fungsi system.
2.1.4 Klasifikasi
1. Tipe ADHD Gabungan
Untuk mengetahui ADHD tipe ini dapat didiagnosis atau dideteksi
oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian,
ditambah paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas
impulsifitas. Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai
dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara
lain sebagai berikut :
a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7
tahun.
b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang
berbeda.
c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan
dalam kemampuan akademik.
8

d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh


kondisi psikologi atau psikiatri lainnya.
2. Tipe ADHD Kurang Memerhatikan dan Tipe ADHD Hiperaktif
Impulsive
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya
paling sedikit 6 diantara 9 gejala untuk perhatian dan mengakui bahwa
individu-individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang
mendalam tanpa hiperaktivitas atau impulsifitas. Hal ini merupakan
salah satu alas an mengapa dalam beberapa buku teks, kita menemukan
ADHD ditulis dengan garis –AD/HD. Hal ini membedakan bahwa
ADHD kurang memerhatikan dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe
hiperaktif impulsive.
3. Tipe ADHD Hiperaktif Impulsive
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang
terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang
memerhatikan ini mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan
lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor
perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun dan kerap kali
menyendiri secara social.
2.1.5 Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang
meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan
biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta
yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang
baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat
perangsangan yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf
pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang
berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial–
potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit.
Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian
mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas.
10

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder
(DSM), terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi

Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian


dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang
sama. Masalah tersebut antara lain:
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas
bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak
memahami perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang
menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
11

2. Hiperaktivitas

Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan


atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik
maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan
hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras

3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif

Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat


tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang
sama. Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak
penderita ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
12

c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain


sedang berbicara atau bermain).

2.1.7 Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit
ansietas
2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan)
4. IQ rendah / kesulitan belajar (anak tidak duduk tenang dan belajar)
5. Resiko kecelakaan (karena impulsivitas)
6. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya (perilakunya
membuat anak-anak lainnya marah)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas
dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang
bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan
adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi
penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges et. al
(2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD
antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah.
2. Tes Neurologist (misalnya EEG, CT Scan) menentukan adanya gangguan
otak organik
3. Tes Psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu
belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa
13

4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik


(misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain,
infeksi SSP)

Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa


ADHD yaitu dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD.
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke
atas.
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi
atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan
tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan
guru TK.Keluhan tersebutdapat berupa salah satu atau lebih keadaan di
bawah ini :
1. Anak tidak bisa duduk tenang
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
3. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive

Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan


Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale)
yaitu formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada
orangtua / pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan
dari pemeriksa.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan
berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi
perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping
pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan
penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006).
Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk
mengobati ADHD antara lain :
14

a. Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau
supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan
setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) Amfetamin (Adderall)
Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan,
pantau adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek
supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 hari
c. Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay
peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2
minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap.
Kebanyakan obat yang digunakan dalam menangani ADHD aman jika
mengikuti perintah dokter. Obat-obatan ini mempunyai toleransi tinggi dan
sedikit efek samping. Bagi beberapa anak, pengobatan akan menaikkan nafsu
makan. Jika obat diminum setelah si anak makan, akan banyak mengurangi
efek sampingnya. Beberapa anak yang menggunakan obat untuk ADHD
menunjukkan pertumbuhan badan yang diluar batas normal. Hubungi dokter
anda jika pertumbuhan si anak terlambat.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang
lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita
temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD
masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia
pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti:
seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak;
atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada
proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau
seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak
ke hal lain.
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan
masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak
sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada
kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam
menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian
seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak
yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan
reward segera dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang
(Barkley, 1998).
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat
dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan
memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas. Penyebab ADHD yang
tepat belum diketahui dengan jelas, sering dianggap 'disfungsi otak minimal',
karena percaya ada kerusakan ringan pada otak. Mereka menemukan bahwa
struktur yang menghubungkan kedua belahan otak dan daerah yang
mengendalikan ingatan (memori) serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita
ADHD.

15
16

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini para pembaca dapat mengetahui
tentang penyakit ADHD pada anak dan diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting


Pendidikan Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan


keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik


(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Taylor, Cynthia. 2013. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta


: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (terjemahan). Cetakan I.
Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Wilksinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :


EGC.
Yiming, C. (2006). Living with ADHD. Singapore : Marshall Cavendish Editions

Anda mungkin juga menyukai