Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LOW VISION

DOY PELITA SATRIA TARIGAN

171073

AKADEMI REFRAKSI OPTISI

YAYASAN BINALITA SUDAMA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan peulisan ini
tentang “Low Vision”.

Harapan saya semoga penulisan ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi penulisan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Penulisan ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan penulisan ini.

Medan, Oktober 2018

Doy Pelita Satria Tarigan

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................1

DAFTAR ISI ............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................3


1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................4
1.3 TUJUAN PENULISAN .....................................................................................4
1.4 MANFAAT ........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................6

2.1 DEFINISI LOW VISION ..................................................................................6

2.2 CIRI-CIRI ANAK PENDERITA LOW VISION ..............................................7

2.3 KLASIFIKASI ANAK LOW VISION ..............................................................8

2.4 ETIOLOGI DAN GEJALA KLINIS .................................................................9

2.5 PENATALAKSANAAN ...................................................................................9

2.6 ALAT-ALAT BANTU ....................................................................................12

BAB III PENUTUP ...............................................................................................16

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................16

3.2 SARAN ............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Definisi atau pengertian tentang low vision yang ditetapkan akan


berakibat kepada jumlah atau populasi dari low vision. Bagi kita yang akan
memberikan pelayanan, definisi kerja tentang low vision lebih dibutuhkan. WHO
menetapkan definisi kerja tentang Low Vision sebagai berikut: “A person with
low vision is one has impairment of visual functioning even after treatment and/or
standard refractive correction, and has a visual acuity of les then 6/18 (20/60) to
light perception or a visual field of less than 10 degree from the point of fixation,
but who uses or is potentially able to use, vision for the planning and/or execution
of a task”. Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal
sebagai berikut:

1. Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada
fungsi penglihatannya.

2. Ketajaman penglihatan 6/18 (20/60) sampai persepsi cahaya.

3. Lapang pandangnya kurang dari 10 derajat.

4. Dapat menggunakan atau berpotensi untuk menggunakan sisa penglihatannya


dalam merencanakan dan melaksanakan tugas sehari hari.

Penelitian di Amerika tahun 1978 kepada 448.000 tunanetra hanya 7%


yang buta total dan sisanya masih memiliki sisa dari dapat membedakan terang
dan gelap sampai kepada ia bisa menggunakan matanya dalam proses pendidikan
dan mereka yang disebut low vision.

Saat ini, jumlah penyandang low vision di seluruh dunia mencapai 245
juta orang. Angka tersebut lebih banyak daripada jumlah penyandang tuna netra
yang jumlahnya 39 juta orang.Low vision adalah gangguan penglihatan dan
lapang pandang menetap setelah melalui tindakan pengobatan dan atau operasi
yang maksimal.Beberapa tindakan yang bisa diberikan kepada para penderita

3
gangguan penglihatan tersebut adalah meliputi evaluasi dan rehabilitasi. Evaluasi
bertujuan untuk menentukan alat bantu yang dibutuhkan oleh para penderita.

Rehabilitasi penglihatan, memang tidak akan mengembalikan penglihatan


para penderita low vision ke keadaan normal. Namun dengan tindakan tersebut,
mereka dapat memaksimalkan kemampuan penglihatan yang ada. Sehingga bisa
lebih percaya diri, mandiri dan menjadikan hidup lebih bermakna.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini, antara lain:

1. Apakah definisi dari low vision?

2. Bagaimana ciri-ciri anak penderita low vision?

3. Bagaimana klasifikasi anak penderita low vision?

4. Bagaimana etiologi dan gejala klinis low vision?

5. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan low vision?

6. Apa saja alat bantu yang dapat digunakan bagi para penderita low vision?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:

1. Untuk memahami dan mengetahui definisi dari low vision

2. Untuk memahami dan mengatahui ciri-ciri anak penderita low vision

3. Untuk memahami dan mengatahui klasifikasi anak penderita low vision

4. Untuk memahami dan mengatahui etiologi dan gejala klinis low vision

5. Untuk memahami dan mengatahui penatalaksanaan pengobatan low vision

6. Untuk memahami dan mengatahui apa saja alat bantu yang dapat digunakan
bagi para penderita low vision

4
1.4 MANFAAT

Adapun manfaat dari penulisan ini untuk penulis adalah untuk dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai penyakit-penyakit mata,
khususnya low vision. Sedangkan manfaat dari penulisan ini untuk pembaca
adalah dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan untuk menggali informasi serta
dapat dijadikan referensi mengenai penyakit-penyakit mata, khususnya low
vision.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI LOW VISION

Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam penglihatan


dan lapang pandangan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan low
vision pada tahun 1992 sebagai berikut :

“Seorang dengan low vision merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi
penglihatan setelah penatalaksanaan dan/atau koreksi refraksi standar, dan
mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) terhadap persepsi cahaya
atau lapang pandangan kurang dari 100 dari titik fiksasi.”

Definisi terbaru low vision meliputi pengukuran/pemeriksaan sensitivitas


kontras, skotoma sentral atau parasentral serta keluhan peningkatan kepekaan
terhadap cahaya, kelainan persepsi warna, adaptasi gelap, motilitas mata dan fusi.

1. Low Vision adalah seseorang yang memiliki penglihatan jauh, tetapi


masih mungkin dapat melihat obyek dan benda-benda yang berada pada
jarak beberapa inci atau meksimum pada jarak beberapa kaki (Emirat,
Barraga Natalie C).
2. Low Vision adalah seseorang yang memiliki keruskan penglihatan yang
sangat berat, meskipun telah mengalami perbaikan, tetapi masih mungkin
meningkat fungsi penglihatannya menggunakan alat Bantu optic, non
optic, dengan modifikasi lingkungan dan atau teknik (Dr. Corn).
3. Low Vision adalah seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan yang
menurun/lemah dan atau ada kelainan pada luas pandang atau pada visual
system (The United States standards for Low Vision Services).
4. Low Vision adalah kondisi penglihatan yang masih mengalami kesulitan
untuk melihat meskipun sudah menggunakan kacamata ataupun tidak
terbantu dengan kacamata (PERTUNI).
5. Low Vision (kurang lihat) adalah mereka yang mengalami kelainan
penglihatan sedemikian rupa tetapi masih dapat membaca huruf yang

6
dicetak besar dan tebal baik menggunakan alat Bantu penglihatan maupun
tidak (Dr. Juang Sunanto).

2.2 CIRI-CIRI ANAK PENDERITA LOW VISION

Adapun ciri-ciri anak penderita low vision secara umum, antara lain:

1. menulis dan membaca dalam jarak dekat


2. hanya dapat membaca huruf berukuran besar
3. sulit membaca tulisan di papan tulis dari jarak jauh
4. memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya
yang terang
5. terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu
6. kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih
pada bagian luar.

Adapun ciri-ciri anak penderita low vision secara fisik, antara lain:

1. sekeliling mata memerah, bulu mata menutup pandangannya


2. mata berair atau mata memerah
3. sering ada timbil di mata atau merasa gatal
4. rasa pening, sakit kepala, atau rasa mual.

Adapun ciri-ciri anak penderita low vision dilihat dari sikapnya, antara lain:

1. berkedip-kedip atau memutar-mutar mata


2. memejamkan mata atau menutupi satu mata
3. mengerutkan atau merubah wajah
4. terlalu sensitive kepada cahaya
5. sulit melihat di tempat gelap
6. tidak dapat membedakan warna atau menduga jarak
7. sulit membaca dekat atau jauh
8. seringkali kehilangan baris bila sedang membaca dan tidak dapat kembali
pada baris yang dimaksud
9. mengeluhkan tulisan yang terlalu kecil dan kabur
10. sulit membaca tulisan yang ada di papan tulis

7
11. tulisannya buruk dan susunanya tidak rapi
12. tidak dapat menggambar sebuah bangun geometri an tidak bisa mencari
peta
13. kesulitan memotong atau menjahit
14. kelihatan kaku dan tidak bisa mengkoordinasikan mata atau tangan
15. posisi kepalanya tidak benar
16. posisi tubuhnya tidak benar bila berjalan atau bekerja
17. penuh keraguan, dan bila berjalan sering tersandung
18. sering membentur benda
19. mudah tergelincir dan sering menabrak benda atau sulit naik dan turun
tangga
20. mudah terkejut bila ada orang atau sesuatu yang tiba-tiba datang ke
arahnya
21. tidak mau bermain secara berkelompok.
22. selalu kelihatan bingung pada suatu tempat, misalnya mencari suatu benda.
Gerakannya, postur tubuhnya, wajahnya menunjukkan rasa kesal.

2.3 KLASIFIKASI ANAK LOW VISION

The International Classification of Disease, 9 th Revision, Clinical


Modifiication (ICD-9-CM) membagi low vision atas 5 kategori. sebagai berikut :

1. Moderate visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat


dikoreksi kurang dari 20/60 sampai 20/160.

2. Severe visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi
kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandangan adalah 20
derajat atau kurang ( diameter terbesar dari isopter Goldmann adalah 1114e,
3/100, objek putih ).

3. Profound visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat


dikoreksi kurang dari 20/400 sampai atau diameter lapang pandangan adalah 100
atau kurang.

8
4. Near-total vision loss. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi
20/1250 atau kurang.

5. Total blindness. No light perception.

2.4 ETIOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi


mata dan sistem visual. Kelainan-kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4
bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan keluhan
pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk rehabilitasinya.
Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu :
1. Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat
kekeruhan media (cornea, lensa, corpus vitreous).
2. Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer
normal, khas pada oedem makula atau albinisme.
3. Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan
kelainan-kelainan nervus optikus.
4. Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan
gangguan retina perifer lainnya.
Berdasarkan data tahun 2002, jumlah populasi yang buta atau mengalami
low vision karena efek dari penyakit-penyakit infeksi menurun, tetapi meningkat
yang disebabkan karena kondisi-kondisi yang berhubungan dengan masa hidup
yang lebih panjang.
Sebelum pasien mengalami buta total, mereka mengalami penurunan
fungsi penglihatan yang bermaknauntuk beberapa tahun.
2.5 PENATALAKSANAAN

1. ANAMNESA
Pemeriksaan low vision dimulai dengan anamnesa yang lengkap.
Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di
dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan. Pasien harus ditanyai mengenai
sifat, lama dan kecepatan gangguan penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari
yang tidak dapat dilakukan harus dibahas secara spesifik. Pasien harus didorong

9
untuk memahami efek keadaan mereka pada sistem visual. Kecemasan akan
kemungkinan terjadinya kebutaan harus disampaikan dan diatasi.
2. PEMERIKSAAN/EVALUASI FUNGSI VISUAL
Penilaian fungsi visual merupakan kunci rehabilitasi low vision dimana
menjadi penunjuk dalam usaha-usaha memaksimalkan fungsi visual melalui
latihan-latihan dan peresepan alat-alat bantu. Pemeriksaan terhadap penderita low
vision berbeda dari pemeriksaan ophthalmologi yang lazim diterapkan.
A. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi visual. Ketajaman
penglihatan menunjukkan kemampuan pengenalan detail yang berbeda dengan
kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari sering membutuhkan
pengenalan detail seperti pengenalan wajah dan identifikasi uang. Untuk
pemeriksaan penderita low vision, snellen chart sering tidak memuaskan sehingga
tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan menggunakan The Early
Treatment Diabetic Retinopathy Charts(ETDRS)
Iluminasi standar untuk pemeriksaan mata normal yaitu 100 candela/m2,
tetapi untuk penderita low vision membutuhkan iluminasi yang lebih. Ketajaman
penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur pada jarak 4 m, 2 m atau 1 m
dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris (masing-masing dengan lima huruf).
Jarak pemeriksaan 4 m digunakan untuk ketajaman penglihatan dari 20/20 sampai
20/200; jarak pemeriksaan 2 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari
20/200 dan jarak pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari
20/400. Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat bervariasi
sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.
B. Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca
Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan
pengukuran ketajaman penglihatan jarak dekat (membaca). Terdapat perbedaan
jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm (untuk 3-D add); yang lain
menggunakan 14 inchi (35 cm, 2.86-D add) atau 40 cm (16 inchi, 2.5-D add).
Tetapi ukuran ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low
vision. Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. kartu bacaan dengan ukuran-

10
ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran simbol lebih disukai
karena dilengkapi dengan perhitungan.
Kartu yang memenuhi standar di atas adalah the Minnesota Low Vision
Reading Test(MNReadtest) , dimana setiap kalimat disesuaikan jarak dan
penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen
pembacaan yang sama (Gambar 3) . Rangkaian-rangkaian ini mengikuti
perhitungan dan perbandingan dari kecepatan baca dan ketepatan di dalam
hubungannya dengan ukuran huruf.
Jenis uji baca lain adalah pepper visual skills for Reading test, The
Morgan Low
Vision Reading Comprehension assessment.
C. Pengukuran Sensitivitas Kontras
Bukan merupakan indikator yang spesifik untuk masalah-masalah yang
bervariasi di dalam sistem penglihatan. Sensitivitas kontras merupakan
kemampuan mendeteksi benda pada kontras yang rendah. Pasien akan mengalami
kesulitan di dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengendarai
kendaraan di saat hujan atau kabut, menuruni tangga, menuangkan susu ke dalam
mangkuk putih.
Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan kontras
tinggi saat membaca.Penurunan sensitivitas kontras sering ditemukan pada
penderita macular oedem. Pelli-Robson chart dan LEA low-contrast
chartmemberikan huruf-huruf atau simbol-simbol yang besar dengan penurunan
kontras. Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie Chart.
Pendekatan lain yang lebih inovasi yaitu the SKILL card yang
mengkombinasikan efek-efek kontras dengan iluinasi rendah. Pada salah satu sisi
mempunyai huruf-huruf regular (huruf berwarna hitam dengan latar
belakang putih); sisi yang lainnya mempunyai kontras yang rendah, low
luminance chart (huruf berwarna hitam dengan latar belakang abu-abu gelap).
Sensitivitas kontras dapat dinilai baik secara monokular maupun binokular
dengan vistech Contrast Sensitivity Vision Test.
Hilangnya sasaran frekuensi tinggi dan sedang adalah tanda kesulitan
membaca tulisan dengan alat bantu optis untuk low vision

11
D. Pemeriksaan Lapang Pandangan
Perimetri makular merupakan salah satu pengukuran yang terpenting dari
aspek-aspek penilaian low vision, tetapi sering neglected (diabaikan). Skotoma
makular memberikan dampak mayordi dalam aktivitas sehari-hari dan terjadi pada
83% pasien. Terdapatnya skotoma sentral atau parasentral menimbulkan masalah
di dalam kecepatan membaca dibandingkan gangguan pada tajam penglihatan.
Amsler grid digunakan untuk mencari adanya skotoma sentralis dan
menentukan posisi dan kepadatannya serta daerah distorsinya. Perlu dicatat
apakah distorsi yang dilihat pasien berkurang pada penglihatan binocular atau
monocular. Apabila dengan penglihatan binokular distorinya kurang maka pasien
mungkin calon untuk penggunaan lensa baca yang mengkoreksi kedua mata
daripada penggunaan lensa monokular biasa. Skotoma sentralis jugadapat
digrafikkan pada layar singgung.
Walaupun mudah digunakan, uji Amsler Grid dan perimetri lainnya tidak
sensitif untuk mendeteksi skotoma macular yang kecil dan tidak akurat dalam
menentukan perluasan skotoma. Scanning Laser Ophthalmoscope (SLO) adalah
instumen yang lebih disukai tetapi harganya mahal. Tangent screen dapat
memberikan hasil yang tepat jika dilakukan oleh perimetrist yang ahli dan sesuai
dengan protocol pengujian. Perimetri makular paling baik dilakukan dengan
teknik hybrid dimana menggunakan intensitas stimulus yang tunggal untukseluruh
lokasi uji, seperti perimetri kinetik, tetapi target berada pada lokasi retina yang
spesifik, seperti perimetri statik.
Untuk pasien retinitis pigmentosa, lapang pandangan perifer sebaiknya
diperiksa pada layar singgung dan untuk pasien glaukoma dan defisit neurologik
pada perimeter Goldmann.
2.6 ALAT BANTU

Tersedianya banyak alat bantu low vision memberi para praktisi dalam
bidang low vision berbagai opsi untuk membantu anak-anak yang menyandang
ketunanetraan. Seyogyanya tidak akan dijumpai suatu kondisi di mana anak low
vision tidak dapat dibantu dengan suatu bentuk alat bantu low vision yang sesuai
dengan kebutuhan pendidikannya.

12
Sebuah tim pembina penglihatan, yang keanggotaannya mencakup seorang
optometris, guru spesialis tunanetra, petugas rehabilitasi dan orang tua anak, perlu
mengadakan pertemuan konsultasi bersama anak untuk menentukan bentuk alat
bantu low vision yang paling sesuai dengan kebutuhan individu anak itu.
Pentingnya asesmen oleh seorang optometris yang berkualifikasi tidak dapat
terlalu ditekankan, karena kaca mata dengan resep yang tepat hanya merupakan
langkah awal dari penanganan low vision.
Optometris, yang memiliki pengetahuan luas tentang proses penyakit
tertentu yang mengakibatkan ketunanetraan itu, dapat melakukan pemeriksaan
refraksi dan melakukan asesmen serta memberi advis sehubungan dengan masalah
low vision yang dihadapi anak. Bagi banyak anak, sebuah alat bantu low vision
dapat merupakan alat yang serba guna. Akan tetapi, bagi kasus-kasus tertentu,
alat-alat ini mungkin terbatas atau spesifik kegunaannya, dan tidak ada
pendekatan yang standar ataupun cara pemecahan yang seragam, karena setiap
anak memiliki kebutuhan visual yang berbeda.
Perbedaan dalam proses pembelajaran anak low vision dengan yang awas
adalah penggunaan alat bantu penglihatan. Alat bantu penglihatan adalah alat
yang membantu penglihatan anak low vision untuk melihat objek lebih jelas, lebih
besar, kontras dan sebagainya.
Alat bantu tersebut bisa berupa alat bantu optik dan non optik. Optik
banyak berhubungan dengan lensa dan kaca pembesar, sedangkan non optik
banyak berhubungan dengan sarana lain diluar optik.
Alat-alat bantu optik maupun non optik dapat membantu penderita
menggunakan sisa penglihatannya dan meningkatkan kualitas hidup penderita
serta mengurangi ketergantungan penderita kepada orang lain. Apabila telah
diketahui rentang dioptrik (berkisar +3 D sampai +68 D) maka dipilihlah jenis alat
bantu low visionyang paling sesuai dengan tujuan derajat low vision.
Terdapat tiga jenis dasar alat bantu optik untuk low vision, antara lain:
1. Alat bantu lensa konveks misalnya kacamata, kaca pembesar dan kaca
pembesar berdiri (stand magnifiers).
2. Sistem teleskopik misalnya teleskop kacamata, lup teleskop yang dapat
disangkutkan (clip-on)dan alat-alat bantu yang dapat digenggam.

13
3. Sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca Closed
Circuit Television (CCTV) dan computer yang mampu mencetak tulisan dalam
ukuran besar.
Kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien low vision adalah instruksi
pasien yang benar. Peresepan lensa tanpa instruksi yang jelas hanya berhasil pada
50% kasus, sedangkan dengan instruksi angka keberhasilannya meningkat sampai
90%. Pasien menggunakan alat di bawah pengawasan seorang instruktur terlatih
sampai tercapai kecakapan dan efikasi. Dilakukan pembahasan tentang mekanika
alat-alat bantu, semua pertanyaan pasien dijawab, tujuan pemakaian alat diperjelas
dan pasien diberi cukup waktu dalam keadaan tenang untuk mencoba ketrampilan
yang baru mereka peroleh. Hal ini mungkin berlangsung dalam satu sesi atau lebih
karena sebagian pasien memerlukan pearacobaan pemakaian alat bantu di rumah
atau pekerjaan sebelum mereka yakin.
Dokter harus terbiasa dengan alat-alat yang tersedia serta keunggulan dan
kekurangan masing-masing alat agar dapat memberi petunjuk yang sesuai bagi
instruktur maupun pasien. Peresepan alat bantu low vision mengharuskan dokter
dan instruktur memahami bagaimana gejala penyakit dan ketajaman penglihatan
mempengaruhi indikasi pemakaian kacamata, lensa kontak, teleskop, lensa
intraokular dan alat-alat bantu low vision.
Kemajuan pasien ditinjau setelah dua sampai tiga minggu. Pasien didorong
untuk menelepon apabila timbul masalah-masalah baru. Banyak kesulitan-
kesulitanteknis minor dapat diatasi melalui telepon.
AKTIVITAS ALAT BANTU OPTIK ALAT BANTU NON OPTIK
Berbelanja Kaca pembesar Cahaya,petunjuk warna
Menyusun makanan Kacamata bifokal Petunjuk warna, penyimpanan
kecil konstan
Makan di luar Kaca pembesar Senter,lampu meja
Membedakan uang Kacamata bifocal,kaca Susun dalam kompartemen-
pembesar kompartemen
Kacamata Cahaya,tulisan berkontras
berkekuatan tinggi,tulisan
tinggi, kacamata bifocal, berukuran besar

14
kaca pembegsar, kaca
pembesar berdiri, CCTV
Menulis Kaca pembesar sedang, Cahaya,pena berujung
teleskop yang dapat besar,tinta hitam
difokuskan,CCTV
Menelpon Kaca Huruf
pembesar telepon berukuran besar,catatan
dengan tulisan tangan
Menyeberang Teleskop Tongkat,menanyakan
arah

Mencari tanda taksi & Teleskop Kode warna


bis
Membaca label obat Kaca pembesar Kode warna,huruf berukuran
besar
Membaca huruf di Kaca pembesar Kode warna
kompor
Menyesuaikan Kaca pembesar Model dengan huruf berukuran
thermostat besar
Menggunakan Kacamata Warna kontras, program dengan
computer huruf berukuran besar
Membaca tanda Kacamata Bergerak lebih dekat

Menonton Teleskop Duduk dibarisan depan


pertandingan
olah raga

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam penglihatan


dan lapang pandangan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan low
vision pada tahun 1992 sebagai berikut :

“Seorang dengan low vision merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi
penglihatan setelah penatalaksanaan dan/atau koreksi refraksi standar, dan
mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) terhadap persepsi cahaya
atau lapang pandangan kurang dari 100 dari titik fiksasi.”

The International Classification of Disease, 9 th Revision, Clinical


Modifiication (ICD-9-CM) membagi low vision atas 5 kategori. sebagai berikut :

1. Moderate visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat


dikoreksi kurang dari 20/60 sampai 20/160.

2. Severe visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi
kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandangan adalah 20
derajat atau kurang ( diameter terbesar dari isopter Goldmann adalah 1114e,
3/100, objek putih ).

3. Profound visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat


dikoreksi kurang dari 20/400 sampai atau diameter lapang pandangan adalah 100
atau kurang.

4. Near-total vision loss. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi
20/1250 atau kurang.

5. Total blindness. No light perception.

Alat bantu yang dapat digunakan oleh para penyandang low vision dapat
berupa alat bantu optik dan non optik. Optik banyak berhubungan dengan lensa

16
dan kaca pembesar, sedangkan non optik banyak berhubungan dengan sarana lain
diluar optik.
Alat-alat bantu optik maupun non optik dapat membantu penderita
menggunakan sisa penglihatannya dan meningkatkan kualitas hidup penderita
serta mengurangi ketergantungan penderita kepada orang lain. Apabila telah
diketahui rentang dioptrik (berkisar +3 D sampai +68 D) maka dipilihlah jenis alat
bantu low visionyang paling sesuai dengan tujuan derajat low vision.
Terdapat tiga jenis dasar alat bantu optik untuk low vision, antara lain:
1. Alat bantu lensa konveks misalnya kacamata, kaca pembesar dan kaca
pembesar berdiri (stand magnifiers).
2. Sistem teleskopik misalnya teleskop kacamata, lup teleskop yang dapat
disangkutkan (clip-on)dan alat-alat bantu yang dapat digenggam.
3. Sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca Closed
Circuit Television (CCTV) dan computer yang mampu mencetak tulisan dalam
ukuran besar.
3.2 SARAN

Dokter harus terbiasa dengan alat-alat yang tersedia serta keunggulan dan
kekurangan masing-masing alat agar dapat memberi petunjuk yang sesuai bagi
instruktur maupun pasien. Peresepan alat bantu low vision mengharuskan dokter
dan instruktur memahami bagaimana gejala penyakit dan ketajaman penglihatan
mempengaruhi indikasi pemakaian kacamata, lensa kontak, teleskop, lensa
intraokular dan alat-alat bantu low vision.

17
DAFTAR PUSTAKA

Faye EE. Low Vision. Duane's Clinical Ophthalmology, Volume 1,


Chapter 46, 2004, p.1-46
Low Vision, 2008, available at:
http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/lowvision.html
American Academy Of Ophthalmology. Vision Rehabilitation. Clinical
Optics, Section 3, Chapter 8, 2008-2009, p.243-267
Low Vision, 2008, available at : http://en.wikipedia.org/wiki/lowvision
How To Cope With Low Vision. Available at :
http://www.allaboutvision.com/lowvision/lowvision.htm
Low Vision Rehabilitation. Available at :
http://www.avclinic.com/lowvision.htm
Faye EE. Penglihatan Kurang. Oftalmologi Umum. Edisi 14, Bab 22,
p.415-423
Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation. Ophthalmology Monographs,
American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.1-133
Kageyama JY, Chun MW. Video-Based Low Vision Devices. Duane's
Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46A,2004, P.1-8
Khurana AK. Community Ophthalology. Comprehensive Ophthalmology,
Fourth Edition, Chapter 20, P.443-444
American Academy Of Ophthalmology. Optics Of Human Eye. Clinical
Optics, Section 3, Chapter 3, 2008-2009, p.105-115
Chang DF. Pemeriksaan Oftalmologik. Oftalmologi Umum. Edisi 14, Bab
2, p.52
Living With Low Vision. Available at :
http://www.lowvisioninfo.org/living.htm

18

Anda mungkin juga menyukai