Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM EKOLOGI

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH

OLEH

Annabelle Marie Ingrid G (31190277)


Janice Margareth Nathania Pattihawean (31190282)
Lidya Marina Caesaria (31190305)
Rebecha Lady Wibowo (31190318)
Cindy Oktavi Cicilia (31190336)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS BIOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di seluruh bumi terdapat banyak jenis ekosistem dimulai dari ekosistem darat,
ekosistem pantai, ekosistem pesisir, dan lain sebagainya. Di dalam setiap ekosistem
memiliki makhluk hidup yang hidup di dalamnya, dimana tiap ekosistem memiliki jenis
makhluk hidup yang berbeda sesuai dengan faktor lingkungan ekosistemnya.
Pada ekosistem terrestrial atau darat terbagi lagi menjadi beberapa jenis, dan salah
satunya adalah ekosistem hutan. Pada ekosistem hutan dapat dijumpai berbagai jenis
spesies di dalamnya baik itu flora maupun fauna. Flora dan fauna pada setiap ekosistem
hutan juga berbeda tergantung dengan kondisi lingkunganya.
Ekosistem hutan umumnya terdapat berbagai macam flora, baik yang tumbuh
tinggi maupun yang tumbuhnya rendah. Flora pada ekosistem hutan umumnya di
dominasi oleh pepohonan yang memiliki struktur tumbuhan yang kokoh serta berkayu
yang terkadang mampu membentuk kanopi sehingga radiasi cahaya matahari tidak dapat
tembus hingga ke permukaan tanah karena tertutupi oleh pepohonan yang tinggi dan
rindang. Namun selain pepohonan kanopi, adapula vegetasi yang hidupnya ditanah seperti
ilalang ataupun rerumputan liar yang mampu menutupi permukaan tanah pada ekosistem
terrestrial tersebut.
Berbagai jenis fauna juga hidup pada ekosistem terrestrial, baik itu fauna dengan
ukuran kecil hingga ukuran besar, ataupun fauna yang hidupnya di atas permukaan tanah
atau yang hidupnya dibawah permukaan tanah. Keragaman fauna dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang sesuai kebutuhan masing-masing individu. Jenis flora yang ada juga
mempengaruhi jenis fauna yang hidup pada suatu ekosistem. Seperti halnya arthropoda
yang hidup di tanah. Jenis arthropoda yang hidup ditanah terutama pada hutan cukup
banyak karena faktor lingkungan yang mendukung, baik itu suhu, kelembaban tanah, dan
faktor pendukung lainnya.
Melalui praktikum ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai
keragaman Arthropoda tanah yang ada pada loksi pengamatan di Hutan Wanagama serta
mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keragaman Arthropoda tanah
yang berbeda yang diambil dari tiga titik stasiun atau titik pengamatan pada lokasi
pengamatan.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1. Mengetahui keanekaragaman Arthropoda tanah di Hutan Wanagama
1.2.2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman Arthropoda
tanah yang berbeda pada 3 stasiun di Hutan Wanagama
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Arthropoda tanah mempunyai peranan yang penting dalam ketstabilan ekosistem


diantaranya dekomposer, memperbaiki sifat fisik tanah, dan siklus biogeokimia yang dapat
menambahkan bahan organic dalam tanah. Oleh karena itu keberadaan dan keragaman jenis
arthopoda sangat penting dalam tanah. Menurut Situmoran dkk, (2013) kondisi lingkungan
dari habitat arthopoda tanah sangat memegang peranan penting, seperti faktor abiotik dan
biotik dari yang ada di habitat arthropoda tanah.

Faktor abiotik yaitu faktor kimia dan fisika. Faktor fisika antara lain suhu, kadar air,
porositas dan tekstur tanah. Berbeda dengan faktor kimia yang meliputi salinitas, pH,
kelembaban dan mineral tanah. Selain itu faktor abiotik sangat menetukan komunitas yang
terdapat pada sutu habitat. Suhu dan udara di sekitar habitat arthropoda sangat berpengaruh
salah satunya sinar matahari karena cahaya dan pergerakan udara mempengaruhi fluktuasi
suhu udara di suatu kawasan dan akan memberi pengaruh pada kehidupan arthropoda. Hal ini
dipengaruhi oleh daun-daun yang ada pada pohon menutupi intensitas cahaya dan hujan.
Kelembapan tanah mempengaruhi perkembanagn dari daur hidup arthropoda tanah. Kondisi
vegetasi berpengaruh terhadap iklim mikro setarnya. Adanya sumber air dan kerapatan
vegetasi dapat menyebabkan perbedaan kelembaban di suatu kawasan. Derajat keasaman
pada tanah sangat mempengaruhi jenis arthropoda yang hidup di tanah. Hal ini dikarenakan
setiap jenis arthropoda hidup di kondisi pH yang berbeda (Situmoran dkk, 2013).

Organisme lain selain arthrooda seperti mikroflora, tumbuhan dan golongan fauna,
termasuk dalam faktor biotik pendukung keberadaan arthropoda tanah. Keberadaan
arthropoda tanah sangat tergantung padabahan organic berupa serasah atau bahan organic
lainnya pada permukaan tanah. Serasah adalah sisa-sia dedaunan kering, ranting, dan sisa-sisa
organic lainnya. Sebagian besar bahan organic yang berada dalam tanah berasal dari serasah.
Serasah memiliki lapisan tersendiri dalam struktur tanah, lapisan ini juga hidup berbagai
macam organisme yang memanfaatkan seperti jenis serangga (Situmoran dkk, 2013).

Hutan jati merupakan hutan homogen yang ditumbuhi satu jenis pohon saja yaitu
pohon jati. Pohon jati memiliki ciri morfologi yaitu tinggi antara 25-30 meter, jika ditanam di
lahan yang subur dan kondisi lingkungan cocok maka pohon jati akan bertumbuh mencapai
50 meter dan diameter kurang lebih 150 meter (Budianto dkk, 2018). Menurut Basuki dan
Pramono (2017) daun jati memiliki panjang 23-40 cm dengan lebar 11-21 dan terlihat
rindang. Pohon jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung,
lempung berpasir atau pada lahan liat berpasir. tanah yang dimaksud adalah jenis tanah
vertisol. Tanah ini banyak mengandung calcium (Ca) dan fosfor (P) menghasilkan tanah yang
bersifat liat karbonat dan campuran batuan kapur porus. Pada penelitian Budianto dkk, (2018)
menyatakan bahwa jenis tanah pada lahan jati termasuk inceptisols. Inceptisols adalah tanah
yang baik digunakan dalam pertanian baik di lahan yang cenderung basah atau kering karen
tingkat kesuburannya tinggi.

Sama dengan hutan jati, hutan mahoni merupakan hutan homogen yang ditumbuhi
oleh satu jenis pohon tetapi pada hutan mahoni ditumbuhi oleh pohon mahoni. Pohon
mahoni memiliki ciri morfologi yang berbeda yaitu tanaman tahunan dengan tinggi mencapai
5-25 meter, memiliki cabang yang banyak dan daun mahoni lebih kecil dari pada jati. Mahoni
tidak memiliki persayaratan tipe tanah khusus, hal ini dikarenakan pohon mahoni dapat
tumbuh pada tipe tanah alluvial, vulkanik, laterik, dan tanah dengan kandungan liat. Kondisi
tanah di lapangan akan menentukan karakteristik dari vegetasi dan arthropoda yang hidup di
sekitarnya. Pada penelitian Budianto dkk, (2018) menyatakan bahwa jenis tanah pada lahan
mahoni termasuk inceptisols. Inceptisols adalah tanah yang baik digunakan dalam pertanian
baik di lahan yang cenderung basah atau kering karena tingkat kesuburannya tinggi.

Hutan lereside merupakan hutan homogen yang ditumbuhi satu jenis pohon saja yaitu
pohon lereside atau disebut juga gamal. Pohon lereside memiliki ciri morfologi yaitu
tingginya bisa mencapai 10-15 meter, tumbuh pada tanah yang memiliki pH 5,0 - 8,5. Pada
pohon ini terdapat daun yang cukup banyak yaitu 7 - 17 pasang daun pada masing-masing
batangnya. Ukuran daun lebih kecil dari pohon jati yaitu 3 - 6 cm panjangnya dan memiliki
lebar 1,5 - 3 sentimeter. Tanaman gamal memiliki senyawa aktif yang dapat mempenagruhi
arthropoda yang berada di sekitar tanaman. Salah satu senyawa yaitu alkonoid yang berfungsi
sebagai racun untuk melindungi tanaman terhadap serangga dan hewan jenis herbivora
(Artaningsih, 2018). Menurut Winata dkk, (2012) tanaman lereside adalah tanaman golongan
legume yaitu tanaman yang dapat hidup disegala jenis tanah, hapir mirip dengan pohon
mahoni. Lereside dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi hingga ketinggian 1.300 mdpl.
Tanah pada lahan lereside biasanya bersifat kering dan bersifat asam serta marginal.

Dalam suatu ekosistem dapat diketahui tingkat kestabilan komunitas dalam suatu
kawasan, dengan cara dilakukan perbandingan nilai terhadap keanekaragaman spesies
menggunakan indeks keanekaragaman (H’). Indeks keanekaragaman dapat menggabungkan
kekayaan spesies dan kemerataan dalam satu nilai. Indeks keanekaragaman seringkali sulit
untuk diinterpretasikan karena dapat ditemui berbagai kombinasi kekayaan spesies dan
kemerataan pada beberapa kawasan yang memiliki kesamaan nilai indeks. Nilai
keanekaragaman yang sama dapat dihasilkan dari suatu komunitas yang memiliki tingkat
kekayaan spesies rendah namun kemerataannya tinggi, atau komunitas dengan kekayaan
spesies tinggi tetapi kemerataannya rendah. Semakin besar suatu nilai H′ hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi keanekaragaman suatu spesies dalam kawasan tersebut,
begitupun sebaliknya (Kusuma, 2007). Kategori stabilitas komunitas dalam kawasan tertentu
dapat digambarkan sebagai berikut (Odum, 1993).

Tabel 1. Kategori Indeks Diversitas


H’ Kategori
H’ < 1.0 Rendah
1.0 < H’ < 3.0 Sedang
H’ > 3.0 Tinggi

Tabel 2. Kategori Indeks Similaritas


S Kategori
0.10 – 0.30 Rendah
0.31 – 0.60 Sedang
0.61 – 0.91 Tinggi
> 0.91 Sangat tinggi

Tabel 3. Kategori Indeks Dominansi


C Kategori
0.00 < C < 0.50 Rendah
0.50 < C < 0.75 Sedang
0.75 < C < 1.00 Tinggi

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum dilakukan di Hutan Pendidikan dan Penelitian Wanagama yang terletak di
Desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2020.

3.2 Rancangan Praktikum


Praktikum yang dilakukan di hutan Waragama pada tempat yang didominasi oleh
tumbuhan berbeda. Lokasi yang didominasi oleh pohon tersebut dianggap sebagai
perlakuan yang berbeda. Pengambilan sampel Arthropoda tanah pada lokasi penelitian
dengan menggunakan metode piffal-trap yang diletakkan pada garis transek dengan jarak
20 m. Sampel diambil sebanyak lima kali pada setiap transek. Pada setiap stasiun dibuat 3
transek dengan jarak tiap transek 20 m.

3.3 Parameter yang diukur


Parameter Fisik meliputi suhu tanah, kelembapan tanah, dan kadar air tanah.
Parameter Kimia meliputi pH tanah dan bahan organik tanah.
Parameter Biologi meliputi jumlah jenis Arthropoda tanah dan jumlah individu tiap jenis.

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat yang digunakan :
a. Botol kaca / botol jam digunakan sebagai alat perangkap untuk menjebak
Arthropoda tanah.
b. Termometer batang berfungsi untuk mengukur temperatur tanah.
c. Tali rafia / meteran digunakan untuk mengukur jarak tiap plot.
d. Mikroskop dan lup berfungsi untuk mengamati jenis-jenis Arthropoda tanah.
e. Oven berfungsi untuk mengeringkan tanah pada pengukuran kadar air tanah.
f. Soil Testers berfungsi untuk mengukur kelembaban tanah dan pH tanah.
g. Kantong plastik berfungsi untuk menyimpan sampel tanah.
h. Label berfungsi untuk memberi keterangan pada tiap perlakuan.
i. Sekop berfungsi untuk mengambil sampel tanah.
3.4.2 Bahan yang digunakan :
a. 10 ml Formalin 10 % dan 100 ml larutan sabun (detergen) yang digunakan sebagai
pengawet Arthropoda tanah dan bahan perangkap Arthropoda tanah.
b. Tanah yang igunakan untuk mengukur kadar air tanah dan kadar bahan organik
tanah.
c. Arthropoda Tanah

3.5 Cara Kerja


Praktikum dibagi dalam :
1. Penentuan lokasi berdasarkan dominasi tumbuhan yang berbeda.
2. Penentuan titik sampling / plot dengan metode random (acak), yaitu penentuan garis
transek yang diletakkan di lokasi penelitian dan kondisi lingkungan yang cenderung
homogen. Pada garis transek dibagi 5 titik pengambilan sampel, masing-masing titik
berjarak 20 m (disesuaikan dengan lokasi). Tiap pengulangan sampling dipindahkan
pada satu arah yang sama dengan jarak 20 m.

3.6 Analisis Data


Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Completely Randomized Design
(CRD) dimana data hasil penelitian dianalisis menggunakan anova sehingga dapat
mengetahui adanya perbedaan antar lokasi yang didominasi oleh berbagai tumbuhan
berbeda, sedangkan cara utuk mengetahui adanya pola hubungan antar tiap parameter
dapat dihitung menggunakan analisis korelasi.

Sehingga hasil anova yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Parameter Jati Lereside Mahoni


Suhu tanah 26,40a 26,43a 26,50a
Kelembaban tanah 84,39a 84,44 a 84,37 a
Kadar air tanah 35,50ab 34,76b 41,70 ac
Bahan organik tanah 4,22 a 5,53b 5,70bc
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi


Praktikum ini dilakukan di hutan Wanagama yang terletak di Desa Banaran,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Teknik sampling dilakukan pada tiga stasiun dimana stasiun I di dominasi oleh pohon
Jati, stasiun II di dominasi oleh pohon Lereside dan stasiun III di dominasi oleh pohon
Mahoni.
 Stasiun I Jati
Pada lokasi jati merupakan daerah terbuka dengan radiasi sinar matahari yang dapat
menembus permukaan tanah dengan rata-rata suhu tanah 26,5 ℃ pada siang hari.
Vegetasi cenderung seragam dan dibawah lantai hutan dijumpai seresah-seresah dan
ranting pohon. Keadaan tanah berbukit-bukit dan kondisi tanah cenderung lembab
yaitu 84,5%. Jenis Camponotus sp. ditemukan paling dominan di lokasi jati ini dan
relatif mudah dijumpai diatas permukaan tanah.

 Stasiun II Lereside
Pada lokasi lereside merupakan daerah sedikit terbuka sehingga sinar matahari masih
dapat menembus permukaan tanah dengan suhu rata-rata tanah 26,5 ℃ pada siang
hari. Keadaan tanah cukup datar dan kondisi tanah cenderung lembab yaitu 84,5%.
Lokasi ini memiliki vegetasi yang beragam dan dilantai hutan banyak ditemukan
vegetasi kecil, seresah-seresah dan ranting pohon. Jenis Entomobrya sp. yang
termasuk dalam kelompok Ordo Entomobryomorpha ditemukan paling melimpah di
lokasi ini.

 Stasiun III Mahoni


Pada lokasi mahoni merupakan daerah kanopi tertutup dengan vegetasi yang lebih
seragam sehingga sinar matahari kurang dapat menembus permukaan tanah dengan
suhu rata-rata tanah 26,25 ℃ pada siang hari. Keadaan tanah berbukit-bukit, kondisi
tanah cenderung lembab yaitu 84,45%, pohonnya cukup rapat, batang pohon besar
dan pada lantai hutan ditemukan tumbuhan kecil. Jenis Camponotus sp. dan
Linepithema sp. merupakan jenis yang sangat umum dan menyebar luas di lokasi ini
serta jumlahnya paling melimpah.
4.2. Tabel parameter fisik kimia dan hasil analisis varian serta deskripsinya
4.2.1. Parameter Kelembaban Tanah

Interpretasi hasil:
Pada stasiun mahoni, jati dan lereside memiliki kadar kelembaban tanah yang sama
karena ketiganya sama-sama berada pada subset 1. Kelembaban tanah juga dapat
memengaruhi perkembangan dari daun hidup arthropoda tanah (Situmoran dkk,
2013). Selain itu, ketiga stasiun ini dapat dikatakan sama karena tidak adanya
perbedaan yang terjadi terhadap sumber air dan vegetasi tanaman antara pohon
mahoni, pohon jati maupun pohon lereside (Budianto dkk, 2018).

4.2.2. Parameter Bahan Organik Tanah

Interpretasi hasil:
Dari data diatas, dijelaskan bahwa terjadi kemiripan BOT terdapat pada stasiun
lereside dan stasiun mahoni dimana keduanya berada langsung dan sama-sama masuk
dalam subset 2, sedangkan stasiun jati tidak memiliki nilai kemiripan BOT dengan
stasiun lain dan berada sendiri pada subset 1. Hal ini dikarenakan adanya serasah dan
kandungan bahan organik lainnya yang sama pada stasiun lereside dan stasiun mahoni
(Situmoran dkk, 2013).
4.2.3. Parameter Suhu

Interpretasi hasil:
Dari hasil diatas, dapat dijelaskan bahwa ketiga stasiun memiliki kemiripan suhu yang
sama (pada subset 1). Hal ini dikarenakan daerah stasiun jati merupakan hutan
terbuka sehingga terkena radiasi matahari secara langsung, stasiun lereside yang
merupakan daerah kurang mendapat sinar matahari dan stasiun mahoni merupakan
hutan tertutup, namun terkena pantulan sinar matahari yang menembus ke permukaan
tanah dengan suhu rata-rata yang mencapai 26,5℃ (Basuki & Pramono, 2017).

4.2.4. Parameter Kadar Air Tanah

Interpretasi hasil:
Dari hasil diatas, dapat dijelaskan bahwa setiga stasiun ini tidak memiliki nilai
kemiripan yang akurat. Pada penjelasan SPSS, nilai subset dari ketiga stasiun tersebut
berbeda. Umumnya kadar air tanah di stasiun lereside bersifat kering (Winata dkk,
2012), kadar air tanah di stasiun jati bersifat inceptisols yang cenderung basah
maupun kering karena tingkat kesuburannya yang tinggi, serta kadar air di stasiun
mahoni yang cenderung bersifat inceptisols (Artaningsih, 2018).

4.2.5. Parameter Fisik dan Kimia rata-rata

Tabel analisis varian rata-rata parameter fisik dan kimia antar ketiga lokasi
dengan Uji Anova.

Parameter Jati Lereside Mahoni


Suhu tanah 26,40a 26,43a 26,50a
Kelembaban tanah 84,39a 84,44 a 84,37 a
Kadar air tanah 35,50ab 34,76b 41,70 ac
Bahan organik tanah 4,22 a 5,53b 5,70bc
Keterangan: huruf yang sama pada baris menunjukkan tidak ada beda nyata

Interpretasi hasil:
Hasil uji Anova diatas menunjukan adanya tingkat kemiripan antara suju tanah di
stasiun jati, lereside dan mahoni. Begitu pula dengan tingkat kemiripan dari
kelembaban tanah karena memilili nilai yang sama. Adanya pengaruh suhu dan
lingkungan tanah yang memengaruhi arthropoda tanah dpat dilihat karena adanya
sinar matahari yang secara langsung menembus tanah atau tidak, lingkungan stasiun
yang terbuka maupun tertutup, dan lain sebagainya (Situmoran dkk, 2013). Namun
adanya nilai ketidakmiripan dari kadar air. Hasil uji anova menunjukkan bahwa
stasiun jati, lereside dan mahoni memiliki kadar air di dalam tanah yang berbeda
beda. Kadar air di lingkungan stasiun jati dan mahoni hampir sama yaitu cenderung
basah-kering sedangkan kadar air tanah di lingkungan stasiun lereside menunjukan
lingkungan yan kering. Hal ini disebabkan karena pengaruh cahaya matahari yang
menembus lingkungan stasiun (Budianto dkk, 2018), juga karena lereside merupakan
tanamam jenks legume yang dapat hidup di dataran tinggi maupun dataran rendah
(Winata dkk, 2012). Yang terakhir adalah bahan organik tanah dari stasiun lereside
memiliki kemiripan dengan stasiun mahoni. Hal ini karena adanya kandungan serasah
dan zat organik lainnya yang ada di sekitar lingkungan tanah yang masuk dan
memengaruhi kondisi tanah (Situmoran dkk, 2013).

4.3. Tabel biologi dan deskripsinya


Tabel Jumlah jenis yang ditemukan pada masing-masing lokasi penelitian
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Jati Lereside Mahoni
No. Ordo Famili Jenis
(Tectona (Gliricidia (Swietenia
grandis) sepium) mahagoni)
1. Diplura Campodeidae Campodea falsomi 6 - 5
2. Japygidae Holojapyx diversiungis - 1 -
3. Protura Acerentomidae Acerentulus barberi - 1 5
4. Entomobryomorpha Entomobryidae Entomobrya sp. 56 131 51
5. Isotomidae Isotomurus sp. 18 67 40
6. Isotoma sp. - 3 9
7. Folsomides sp. 1 2 3
8. Poduromorpha Onychiuridae Lophognathella sp, - 2 -
9. Hypogastruridae Hypogastrura sp. 4 5 8
10. Oribatida Eupthiracaridae Eutrombicula alfreddugesi 8 29 28
11. Oribatulidae Scheloribates sp. 1 12 7
12. Mesostigmata Urodinychidae Dinychus sp. 12 26 40
13. Actinedida Bdellidae Bdella sp. 1 - -
14. Pseudoscorpions Chthoniidae Chthonius aguileraorum 1 3 3
15. Araneae Lycosidae Pardosa moesta 1 6 1
16. Pardosa concinna 8 7 5
17. Pirata sp. - 9 8
18. Linyphiidae Gonatium rubellum 1 - 1
19. Gonatium rubens 4 - 4
20. Zornella cultrigera - - 1
21. Sicariidae Loxosceles sp. - 1 -
22. Araneidae Agalenatea sp. - 1 -
23. Agalenatea redii - 1 -
24. Tetragnathidae Tetragnatha sp. 3 4 2
25. Tetragnatha montana - 1 -
26. Gnaphosidae Micaria silesiaca 1 - -
27. Zelotes sp. - 1 -
28. Thomisidae Xysticus ellipticus 1 - -
29. Oxyopidae Oxyopes salticus Hentz - 1 -
30. Diptera Culicidae Aedes stimulans 7 7 3
31. Culiseta incidens - - 2
32. Fanniidae Fannia sp. 4 1 1
33. Hymenoptera Formicidae Camponotus sp. 84 52 52
34. Linepithema sp. 31 58 52
35. Formica sp. 3 5 6
36. Prenolepis sp. 18 8 6
37. Diapriidae Trichopria sp. 12 22 3
38. Chalcididae Brachymeria sp. - 4 -
39. Pteromalidae Hemadas sp. - 1 -
40. Hemiptera Lygaeidae Aphanus illuminatus 2 8 10
41. Reduviidae Melanolestes picipes - 6 8
42. Homoptera Flatidae Anormenis septentrionalis 1 2 -
43. Isoptera Rhinotermitidae Coptotermes curvignathus 28 80 21
44. Isopoda Cylisticidae Cylisticus convexus 8 23 40
45. Armadillidiidae Armadillidium vulgare - 29 -
46. Orthoptera Gryllidae Gryllus sp. 19 41 20
47. Tettigoniidae Neoconocephalus ensiger 3 - 1
48. Tetrigidae Tettigidea lateralis - 1 1
49. Acrididae Melanoplus sanguinipes 1 - 3
50. Mantodea Mantidae Stagmomantis carolina 3 1 6
51. Coleoptera Coccinellidae Hippodamia convergens 2 - -
52. Silphidae Nicrophorus vespilloides - 2 5
53. Geotrupidae Geotrupes splendidus - 23 6
54. Carabidae Broscus cephalotes 2 - 15
55. Staphylinidae Bledius sp. - 1 -
56. Scarabaeidae Phyllophaga sp. 2 6 -
57. Leiodidae Leiodes sp. 3 1 -
58. Larva dermestidae - - 1
59. Dermaptera Forficulidae Forficula auricularia 3 6 12
60. Blattaria Blattellidae Phyllodromica sp. 5 41 20
61. Ectobius sylvestris 1 10 -
62. Blattidae Periplaneta americana 3 10 3
63. Spirobolida Spirobolidae Narceus americanus - 3 5
64. Lithobiomorpha Lithobiidae Lithobius erytrocephalus 2 3 6
65. Scolopendromorpha Scolopendridae Scolopendra polymorpha - 1 -
66. Polyxenida Polyxenidae Polyxenus sp. 3 1 2
67. Polydesmida Paradoxosomatidae Oxidus gracilis 1 2 -
JUMLAH INDIVIDU TOTAL 378 773 531

Interpretasi hasil:
Seperti yang tertera pada tabel diatas bahwa lereside merupakan spesies tumbuhan
dengan jumlah individu total yang paling banyak. Hal ini disebablan karena lereside
merupakan tanaman legume yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, baik kering
maupun basah, dataran tinggi maupun dataran rendah (Winata dkk, 2012). Selain itu
adanya serasah dan kondisi tanah yang mengandung banyak zat organik positif serta
tingkat kelembaban yang stabil mampu memengaruhi pertumbungan dan perkembangan
jumlah individu lereside (Situmoran dkk, 2013).

4.4. Tabel indeks-indeks ekologi dan deskripsinya


4.4.1. Indeks Diversitas
Indeks Diversitas Indeks Diversitas Indeks Diversitas
Stasiun I Jati Stasiun II Lereside Stasiun III Mahoni
16,29491 18,35066 16,14623

Berdasarkan tabel indeks diversitas tersebut diketahui bahwa setiap stasiun memiliki
tingkat keanekaragaman arthropoda dan kestabilan komunitas yang sangat tinggi,
dibuktikan dari hasil indeks diversitas yang tinggi pula yaitu diatas 3.0 (H’ > 3.0)
yang dinyatakan oleh Odum (1993). Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai diversitas
yang mengindikasikan tingkat keanekaragaman spesies di suatu kawasan ditemukan
paling tinggi pada stasiun lereside, hal ini dapat dikarenakan adanya kondisi
lingkungan terutama jenis tanah di kawasan tersebut yang stabil sehingga lebih
mendukung pertumbuhan dan perkembangan arthropoda yang hidup di sekitar
kawasan lereside. Kemudian diikuti oleh stasiun jati dan mahoni, dimana keduanya
memiliki indeks diversitas yang hampir sama atau dekat. Hal ini dapat disebabkan
oleh jenis tanah yang terdapat pada lahan jati dan mahoni memiliki kemiripan, yakni
jenis tanah inceptisols. Walaupun indeks keduanya lebih rendah dibandingkan dengan
yang terdapat pada stasiun lereside, diketahui bahwa sebenarnya tanah inceptisols ini
memiliki tingkat kesuburan yang cukup tinggi (Budianto dkk, 2018). Adanya indeks
diversitas ini bertujuan untuk memberi tanda pendugaan terhadap suatu spesies untuk
menentukan tingkat keanekaragaman arthropoda yang terdapat dalam area yang sama.

4.4.2. Indeks Similaritas

Jati Lereside Mahoni

Jati 0,6804 0,7727

Lereside 0,7272

Tabel di atas menunjukan indeks similaritas atau nilai kesamaan antar kawasan di tiga
stasiun yang berbeda. Berdasarkan tabel indeks similaritas tersebut antar ekosistem
memiliki nilai indeks similaritas yang tinggi. Dilihat pada ekosistem hutan jati dan
mahoni memiliki kemiripin yang tinggi yaitu 0,7727, hal ini ditunjukkan pada tabel
kategori indeks similaritas kategori tinggi berada di skala 0,61 - 0,91. Tingkat
kesamaan arthropoda yang tinggi bisa disebabkan oleh kemiripan kondisi tanah dan
iklim sehingga menjadi habitat bagi jenis arthropoda yang sama (Situmoran dkk,
2013). Pada ekosistem jati dan mahoni memiliki jenis tanah yang sama yaitu
inceptisols dan tingkat kesuburannya tinggi (Budianto dkk, 2018). Tanah pada
ekosistem lereside, jati dan mahoni bersifat kering (Winata dkk, 2012). Nilai indeks
similaritas menunjukan tingkat kesamaan keanekaragaman antar ekosistem yang
diteliti.

4.4.3. Indeks Dominansi


Indeks Dominansi Indeks Dominansi Indeks Dominansi
Stasiun I Jati Stasiun II Lereside Stasiun III Mahoni
0,09579799 0,070840076 0,056812822
Berdasarkan tabel indeks dominansi tersebut diketahui bahwa setiap stasiun memiliki
tingkat dominansi arthropoda yang rendah, dibuktikan dari hasil indeks dominansi
yang ditunjukkan yakni 0.00 < C < 0.50 yang dinyatakan oleh Odum (1993).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai dominansi yang mengindikasikan tingkat
kemerataan spesies di suatu kawasan ditemukan paling tinggi pada stasiun jati, hal ini
dapat dikarenakan adanya kondisi lingkungan terutama jenis tanah di kawasan
tersebut yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan arthropoda. Kemudian
diikuti oleh stasiun lereside dan mahoni, dimana keduanya memiliki indeks dominansi
yang lebih rendah. Setiap nilai yang tercantum dalam tabel indeks, diperoleh dan
diamati dari perbedaan kemerataan spesies arthropoda yang ditemukan tiap kawasan
stasiun. Adanya indeks dominansi ini bertujuan untuk mengamati keberadaan jenis
arthropoda tertentu dalam suatu kawasan yang paling banyak dijumpai atau dominan.
Jenis arthropoda yang paling banyak dijumpai pada stasiun jati yaitu spesies
Camponotus sp. (84) yang termasuk dalam famili formicidae. Pada stasiun lereside,
jenis arthropoda yang paling banyak dijumpai yaitu spesies Entomobrya sp. (131).
Sedangkan pada stasiun mahoni ditemukan jenis arthropoda Camponotus sp. dan
Linepithema sp. (52) yang paling dominan. Dapat dilihat bahwa ditemukan kesamaan
spesies arthropoda paling dominan di stasiun jati dan mahoni, hal ini dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kondisi tanah yang mendukung
pertumbuhan spesies arthropoda tersebut. Sesuai dengan pernyataan Budianto dkk,
(2018) yang menyatakan bahwa kondisi tanah di suatu kawasan akan menentukan
karakteristik dari vegetasi dan arthropoda yang hidup di sekitarnya.
BAB V
KESIMPULAN

 Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilakukan pada lokasi hutan Wanagama,


keanekaragaman artropoda tanah dapat diketahui melalui teknik sampling atau plot
dengan metode yang acak di satu lokasi yang sama namun pada beberapa titik yang
berbeda.
 Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman arthropoda
tanah di setiap kawasan stasiun (jati, lereside dan mahoni) diantaranya seperti suhu
tanah, tingkat kelembaban tanah, kadar air di dalam tanah serta bahan organik yang
terkandung di dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Artaningsih, N. (2018). Laporan Biologi. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Gamal,
3-17.
Basuki, T. M., & Pramono, I. B. (2017). Hutan Jati Tempat Tumbuh, Hasil Air, dan Sedimen.
Ssurakarta: Pencetakan UNS (Anggota IKAPI).
Budianto, P. T., & dkk. (2014). Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Perbedaan Laju
Infiltrasi pada Lahan Hutan Tanaman, 15-20.
Kusuma, S. (2007). Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal Pengukuran
Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah:
Studi Kasus di Taman Nasional Kutai. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan: Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Situmorang, M., & dkk. (2013). Prosiding Seminar Nasional Biologi. Perbedaan Komunitas
Arthropoda-Tanah Antar Tipe Habitat di Pulau Kotok Besar Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu , 170-178.
Winata, N. A., & dkk. (2012). Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1. Pertumbuhan dan
Produksi Hijauan Gamal (Gliricidia sepium), 797-807.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Indeks Similaritas


 Stasiun Jati dan Lereside
2C
S=
A +B
2 ∙33
S=
43+54
66
S=
97
S = 0,6804
 Stasiun Jati dan Mahoni
2C
S=
A +B
2∙ 34
S=
43+ 45
68
S=
88
S = 0,7727
 Stasiun Lereside dan Mahoni
2 ∙C
S=
A +B
2 ∙36
S=
54+ 45
72
S=
99
S = 0,7272

Lampiran 2. Indeks Diversitas


 Stasiun I Jati
(S−1)
D=
log N
(43−1)
D=
log 378
42
D=
2,5775
D = 16,2949
 Stasiun II Lereside
(S−1)
D=
log N
(54−1)
D=
log 773
53
D=
2,8882
D = 18,3506
 Stasiun III Mahoni
(S−1)
D=
log N
(45−1)
D=
log 531
44
D=
2,7251
D = 16,1462

Lampiran 3. Indeks Dominansi


 Stasiun I Jati
2
¿
C=∑ ( )
N

6 2 56 2 18 2 2 2 3 2 2
1
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
378
+
378
+
378
+…+
378
+
378
+
378

C = { ( 0,025 )+ ( 0,022 ) + ( 0,002 ) + …+ ( 0,000 ) + ( 0,000 ) + ( 0,000 ) }


C = 0,0957
 Stasiun II Lereside
2
¿
C=∑ ( )
N

1 2 1 2 131 2 1 2 1 2 2
2
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
773
+
773
+
773
+…+
773
+
773
+
773
C = 0,0708
 Stasiun III Mahoni
2
¿
C=∑ ( )
N

5 2 5 2 51 2 5 2 6 2 2
2
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
531
+
531
+
531
+…+
531
+
531
+
531
C = 0,0568

Anda mungkin juga menyukai