OLEH
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor abiotik yaitu faktor kimia dan fisika. Faktor fisika antara lain suhu, kadar air,
porositas dan tekstur tanah. Berbeda dengan faktor kimia yang meliputi salinitas, pH,
kelembaban dan mineral tanah. Selain itu faktor abiotik sangat menetukan komunitas yang
terdapat pada sutu habitat. Suhu dan udara di sekitar habitat arthropoda sangat berpengaruh
salah satunya sinar matahari karena cahaya dan pergerakan udara mempengaruhi fluktuasi
suhu udara di suatu kawasan dan akan memberi pengaruh pada kehidupan arthropoda. Hal ini
dipengaruhi oleh daun-daun yang ada pada pohon menutupi intensitas cahaya dan hujan.
Kelembapan tanah mempengaruhi perkembanagn dari daur hidup arthropoda tanah. Kondisi
vegetasi berpengaruh terhadap iklim mikro setarnya. Adanya sumber air dan kerapatan
vegetasi dapat menyebabkan perbedaan kelembaban di suatu kawasan. Derajat keasaman
pada tanah sangat mempengaruhi jenis arthropoda yang hidup di tanah. Hal ini dikarenakan
setiap jenis arthropoda hidup di kondisi pH yang berbeda (Situmoran dkk, 2013).
Organisme lain selain arthrooda seperti mikroflora, tumbuhan dan golongan fauna,
termasuk dalam faktor biotik pendukung keberadaan arthropoda tanah. Keberadaan
arthropoda tanah sangat tergantung padabahan organic berupa serasah atau bahan organic
lainnya pada permukaan tanah. Serasah adalah sisa-sia dedaunan kering, ranting, dan sisa-sisa
organic lainnya. Sebagian besar bahan organic yang berada dalam tanah berasal dari serasah.
Serasah memiliki lapisan tersendiri dalam struktur tanah, lapisan ini juga hidup berbagai
macam organisme yang memanfaatkan seperti jenis serangga (Situmoran dkk, 2013).
Hutan jati merupakan hutan homogen yang ditumbuhi satu jenis pohon saja yaitu
pohon jati. Pohon jati memiliki ciri morfologi yaitu tinggi antara 25-30 meter, jika ditanam di
lahan yang subur dan kondisi lingkungan cocok maka pohon jati akan bertumbuh mencapai
50 meter dan diameter kurang lebih 150 meter (Budianto dkk, 2018). Menurut Basuki dan
Pramono (2017) daun jati memiliki panjang 23-40 cm dengan lebar 11-21 dan terlihat
rindang. Pohon jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung,
lempung berpasir atau pada lahan liat berpasir. tanah yang dimaksud adalah jenis tanah
vertisol. Tanah ini banyak mengandung calcium (Ca) dan fosfor (P) menghasilkan tanah yang
bersifat liat karbonat dan campuran batuan kapur porus. Pada penelitian Budianto dkk, (2018)
menyatakan bahwa jenis tanah pada lahan jati termasuk inceptisols. Inceptisols adalah tanah
yang baik digunakan dalam pertanian baik di lahan yang cenderung basah atau kering karen
tingkat kesuburannya tinggi.
Sama dengan hutan jati, hutan mahoni merupakan hutan homogen yang ditumbuhi
oleh satu jenis pohon tetapi pada hutan mahoni ditumbuhi oleh pohon mahoni. Pohon
mahoni memiliki ciri morfologi yang berbeda yaitu tanaman tahunan dengan tinggi mencapai
5-25 meter, memiliki cabang yang banyak dan daun mahoni lebih kecil dari pada jati. Mahoni
tidak memiliki persayaratan tipe tanah khusus, hal ini dikarenakan pohon mahoni dapat
tumbuh pada tipe tanah alluvial, vulkanik, laterik, dan tanah dengan kandungan liat. Kondisi
tanah di lapangan akan menentukan karakteristik dari vegetasi dan arthropoda yang hidup di
sekitarnya. Pada penelitian Budianto dkk, (2018) menyatakan bahwa jenis tanah pada lahan
mahoni termasuk inceptisols. Inceptisols adalah tanah yang baik digunakan dalam pertanian
baik di lahan yang cenderung basah atau kering karena tingkat kesuburannya tinggi.
Hutan lereside merupakan hutan homogen yang ditumbuhi satu jenis pohon saja yaitu
pohon lereside atau disebut juga gamal. Pohon lereside memiliki ciri morfologi yaitu
tingginya bisa mencapai 10-15 meter, tumbuh pada tanah yang memiliki pH 5,0 - 8,5. Pada
pohon ini terdapat daun yang cukup banyak yaitu 7 - 17 pasang daun pada masing-masing
batangnya. Ukuran daun lebih kecil dari pohon jati yaitu 3 - 6 cm panjangnya dan memiliki
lebar 1,5 - 3 sentimeter. Tanaman gamal memiliki senyawa aktif yang dapat mempenagruhi
arthropoda yang berada di sekitar tanaman. Salah satu senyawa yaitu alkonoid yang berfungsi
sebagai racun untuk melindungi tanaman terhadap serangga dan hewan jenis herbivora
(Artaningsih, 2018). Menurut Winata dkk, (2012) tanaman lereside adalah tanaman golongan
legume yaitu tanaman yang dapat hidup disegala jenis tanah, hapir mirip dengan pohon
mahoni. Lereside dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi hingga ketinggian 1.300 mdpl.
Tanah pada lahan lereside biasanya bersifat kering dan bersifat asam serta marginal.
Dalam suatu ekosistem dapat diketahui tingkat kestabilan komunitas dalam suatu
kawasan, dengan cara dilakukan perbandingan nilai terhadap keanekaragaman spesies
menggunakan indeks keanekaragaman (H’). Indeks keanekaragaman dapat menggabungkan
kekayaan spesies dan kemerataan dalam satu nilai. Indeks keanekaragaman seringkali sulit
untuk diinterpretasikan karena dapat ditemui berbagai kombinasi kekayaan spesies dan
kemerataan pada beberapa kawasan yang memiliki kesamaan nilai indeks. Nilai
keanekaragaman yang sama dapat dihasilkan dari suatu komunitas yang memiliki tingkat
kekayaan spesies rendah namun kemerataannya tinggi, atau komunitas dengan kekayaan
spesies tinggi tetapi kemerataannya rendah. Semakin besar suatu nilai H′ hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi keanekaragaman suatu spesies dalam kawasan tersebut,
begitupun sebaliknya (Kusuma, 2007). Kategori stabilitas komunitas dalam kawasan tertentu
dapat digambarkan sebagai berikut (Odum, 1993).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum dilakukan di Hutan Pendidikan dan Penelitian Wanagama yang terletak di
Desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2020.
Stasiun II Lereside
Pada lokasi lereside merupakan daerah sedikit terbuka sehingga sinar matahari masih
dapat menembus permukaan tanah dengan suhu rata-rata tanah 26,5 ℃ pada siang
hari. Keadaan tanah cukup datar dan kondisi tanah cenderung lembab yaitu 84,5%.
Lokasi ini memiliki vegetasi yang beragam dan dilantai hutan banyak ditemukan
vegetasi kecil, seresah-seresah dan ranting pohon. Jenis Entomobrya sp. yang
termasuk dalam kelompok Ordo Entomobryomorpha ditemukan paling melimpah di
lokasi ini.
Interpretasi hasil:
Pada stasiun mahoni, jati dan lereside memiliki kadar kelembaban tanah yang sama
karena ketiganya sama-sama berada pada subset 1. Kelembaban tanah juga dapat
memengaruhi perkembangan dari daun hidup arthropoda tanah (Situmoran dkk,
2013). Selain itu, ketiga stasiun ini dapat dikatakan sama karena tidak adanya
perbedaan yang terjadi terhadap sumber air dan vegetasi tanaman antara pohon
mahoni, pohon jati maupun pohon lereside (Budianto dkk, 2018).
Interpretasi hasil:
Dari data diatas, dijelaskan bahwa terjadi kemiripan BOT terdapat pada stasiun
lereside dan stasiun mahoni dimana keduanya berada langsung dan sama-sama masuk
dalam subset 2, sedangkan stasiun jati tidak memiliki nilai kemiripan BOT dengan
stasiun lain dan berada sendiri pada subset 1. Hal ini dikarenakan adanya serasah dan
kandungan bahan organik lainnya yang sama pada stasiun lereside dan stasiun mahoni
(Situmoran dkk, 2013).
4.2.3. Parameter Suhu
Interpretasi hasil:
Dari hasil diatas, dapat dijelaskan bahwa ketiga stasiun memiliki kemiripan suhu yang
sama (pada subset 1). Hal ini dikarenakan daerah stasiun jati merupakan hutan
terbuka sehingga terkena radiasi matahari secara langsung, stasiun lereside yang
merupakan daerah kurang mendapat sinar matahari dan stasiun mahoni merupakan
hutan tertutup, namun terkena pantulan sinar matahari yang menembus ke permukaan
tanah dengan suhu rata-rata yang mencapai 26,5℃ (Basuki & Pramono, 2017).
Interpretasi hasil:
Dari hasil diatas, dapat dijelaskan bahwa setiga stasiun ini tidak memiliki nilai
kemiripan yang akurat. Pada penjelasan SPSS, nilai subset dari ketiga stasiun tersebut
berbeda. Umumnya kadar air tanah di stasiun lereside bersifat kering (Winata dkk,
2012), kadar air tanah di stasiun jati bersifat inceptisols yang cenderung basah
maupun kering karena tingkat kesuburannya yang tinggi, serta kadar air di stasiun
mahoni yang cenderung bersifat inceptisols (Artaningsih, 2018).
Tabel analisis varian rata-rata parameter fisik dan kimia antar ketiga lokasi
dengan Uji Anova.
Interpretasi hasil:
Hasil uji Anova diatas menunjukan adanya tingkat kemiripan antara suju tanah di
stasiun jati, lereside dan mahoni. Begitu pula dengan tingkat kemiripan dari
kelembaban tanah karena memilili nilai yang sama. Adanya pengaruh suhu dan
lingkungan tanah yang memengaruhi arthropoda tanah dpat dilihat karena adanya
sinar matahari yang secara langsung menembus tanah atau tidak, lingkungan stasiun
yang terbuka maupun tertutup, dan lain sebagainya (Situmoran dkk, 2013). Namun
adanya nilai ketidakmiripan dari kadar air. Hasil uji anova menunjukkan bahwa
stasiun jati, lereside dan mahoni memiliki kadar air di dalam tanah yang berbeda
beda. Kadar air di lingkungan stasiun jati dan mahoni hampir sama yaitu cenderung
basah-kering sedangkan kadar air tanah di lingkungan stasiun lereside menunjukan
lingkungan yan kering. Hal ini disebabkan karena pengaruh cahaya matahari yang
menembus lingkungan stasiun (Budianto dkk, 2018), juga karena lereside merupakan
tanamam jenks legume yang dapat hidup di dataran tinggi maupun dataran rendah
(Winata dkk, 2012). Yang terakhir adalah bahan organik tanah dari stasiun lereside
memiliki kemiripan dengan stasiun mahoni. Hal ini karena adanya kandungan serasah
dan zat organik lainnya yang ada di sekitar lingkungan tanah yang masuk dan
memengaruhi kondisi tanah (Situmoran dkk, 2013).
Interpretasi hasil:
Seperti yang tertera pada tabel diatas bahwa lereside merupakan spesies tumbuhan
dengan jumlah individu total yang paling banyak. Hal ini disebablan karena lereside
merupakan tanaman legume yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, baik kering
maupun basah, dataran tinggi maupun dataran rendah (Winata dkk, 2012). Selain itu
adanya serasah dan kondisi tanah yang mengandung banyak zat organik positif serta
tingkat kelembaban yang stabil mampu memengaruhi pertumbungan dan perkembangan
jumlah individu lereside (Situmoran dkk, 2013).
Berdasarkan tabel indeks diversitas tersebut diketahui bahwa setiap stasiun memiliki
tingkat keanekaragaman arthropoda dan kestabilan komunitas yang sangat tinggi,
dibuktikan dari hasil indeks diversitas yang tinggi pula yaitu diatas 3.0 (H’ > 3.0)
yang dinyatakan oleh Odum (1993). Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai diversitas
yang mengindikasikan tingkat keanekaragaman spesies di suatu kawasan ditemukan
paling tinggi pada stasiun lereside, hal ini dapat dikarenakan adanya kondisi
lingkungan terutama jenis tanah di kawasan tersebut yang stabil sehingga lebih
mendukung pertumbuhan dan perkembangan arthropoda yang hidup di sekitar
kawasan lereside. Kemudian diikuti oleh stasiun jati dan mahoni, dimana keduanya
memiliki indeks diversitas yang hampir sama atau dekat. Hal ini dapat disebabkan
oleh jenis tanah yang terdapat pada lahan jati dan mahoni memiliki kemiripan, yakni
jenis tanah inceptisols. Walaupun indeks keduanya lebih rendah dibandingkan dengan
yang terdapat pada stasiun lereside, diketahui bahwa sebenarnya tanah inceptisols ini
memiliki tingkat kesuburan yang cukup tinggi (Budianto dkk, 2018). Adanya indeks
diversitas ini bertujuan untuk memberi tanda pendugaan terhadap suatu spesies untuk
menentukan tingkat keanekaragaman arthropoda yang terdapat dalam area yang sama.
Lereside 0,7272
Tabel di atas menunjukan indeks similaritas atau nilai kesamaan antar kawasan di tiga
stasiun yang berbeda. Berdasarkan tabel indeks similaritas tersebut antar ekosistem
memiliki nilai indeks similaritas yang tinggi. Dilihat pada ekosistem hutan jati dan
mahoni memiliki kemiripin yang tinggi yaitu 0,7727, hal ini ditunjukkan pada tabel
kategori indeks similaritas kategori tinggi berada di skala 0,61 - 0,91. Tingkat
kesamaan arthropoda yang tinggi bisa disebabkan oleh kemiripan kondisi tanah dan
iklim sehingga menjadi habitat bagi jenis arthropoda yang sama (Situmoran dkk,
2013). Pada ekosistem jati dan mahoni memiliki jenis tanah yang sama yaitu
inceptisols dan tingkat kesuburannya tinggi (Budianto dkk, 2018). Tanah pada
ekosistem lereside, jati dan mahoni bersifat kering (Winata dkk, 2012). Nilai indeks
similaritas menunjukan tingkat kesamaan keanekaragaman antar ekosistem yang
diteliti.
Artaningsih, N. (2018). Laporan Biologi. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Gamal,
3-17.
Basuki, T. M., & Pramono, I. B. (2017). Hutan Jati Tempat Tumbuh, Hasil Air, dan Sedimen.
Ssurakarta: Pencetakan UNS (Anggota IKAPI).
Budianto, P. T., & dkk. (2014). Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Perbedaan Laju
Infiltrasi pada Lahan Hutan Tanaman, 15-20.
Kusuma, S. (2007). Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal Pengukuran
Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah:
Studi Kasus di Taman Nasional Kutai. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan: Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Situmorang, M., & dkk. (2013). Prosiding Seminar Nasional Biologi. Perbedaan Komunitas
Arthropoda-Tanah Antar Tipe Habitat di Pulau Kotok Besar Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu , 170-178.
Winata, N. A., & dkk. (2012). Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1. Pertumbuhan dan
Produksi Hijauan Gamal (Gliricidia sepium), 797-807.
LAMPIRAN
6 2 56 2 18 2 2 2 3 2 2
1
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
378
+
378
+
378
+…+
378
+
378
+
378
1 2 1 2 131 2 1 2 1 2 2
2
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
773
+
773
+
773
+…+
773
+
773
+
773
C = 0,0708
Stasiun III Mahoni
2
¿
C=∑ ( )
N
5 2 5 2 51 2 5 2 6 2 2
2
C= {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) }
531
+
531
+
531
+…+
531
+
531
+
531
C = 0,0568