HEWAN
Nama anggota :
Kelompok :
JURUSAN BIOLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Mata
Kuliah Fisiologi Perbandingan Hewan.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Kami menyadari sesungguhanya bahwa
masih ada kekurangan. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem pencernaan pada mamalia memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama
pada hewan mamalia yang satu dengan yang lain. Namun terdapat hal yang berbeda dalam
sistem pencernaan pada salah satu mamalia yaitu ruminansia. Mamalia khususnya ruminansia
atau biasa disebut hewan pemamah biak yang sering kita temui memiliki kebiasaan
mengunyah sepanjang hari. Mamalia ini memiliki lambung yang berbeda dari mamalia lain
yakni memiliki 4 ruang. 4 ruang pada lambung tersebut yakni rumen, omasum, obamasum,
dan retikulum. Sedangkan mamalia lain memiliki lambung dengan 1 ruang. Sistem
pencernaan pada ruminansi dan non ruminansia akan kami bahas lebih jauh. Dalam
mempelajari sistem pencernaan pada mamalia ruminansia dan non ruminansia tersebut maka
kelompok kami akan membahasnya dalam makalah ini.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fungsi saluran pencernaan hewan
ruminansia
2. Untuk mengetahui dan memahami sistem pencernaan pada hewan ruminansia
3. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fungsi saluran pencernaan hewan non
ruminansia
4. Untuk mengetahui dan memahami sistem pencernaan pada hewan non ruminansia
BAB II
PEMBAHASAN
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang
sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida,
dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa
tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan
dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan
dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan
kembali untuk diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi
enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum,
yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara
kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak
selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH
yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi
sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan
asam amino esensial seperti pada manusia. Asam lemak serta protein inilah yang menjadi
bahan baku pembentukkan susu pada sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan
memakan rumput, sapi dapat menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia.
Agar supaya memperoleh gambaran yang jelas bagaimana dan di mana proses
pencernaan baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak memanfaatkan bahan
makanan berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem pencernaan serta fungsi bagian-
bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Struktur khusus sistem pencernaan hewan ruminansia:
1. Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan
seperti rumput.
2. Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar dan lebar.
3. Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
4. Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan
Abomasum.
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas
mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan
kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.
Keterangan :
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak
mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak
dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat,
yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa.
Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus
(kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi
(mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung
mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah
kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan
fermentasi.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum,
omasum, danabomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan
alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%.
Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti
pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan
oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada
sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci,
dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada
sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan
sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan
kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang
akan dicernakan lagi oleh kelinci.
Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum
karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses
pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan
pencernaan berlangsung dengan cepat.
Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu
dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa). Enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa
menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat
digunakan sebagai sumber energi alternatif. Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di
sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja)
hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas
bio).
Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis hewan non
ruminansia saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya
dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hampir
sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan hewan ruminansia dan non ruminansia pada
kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan
pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk
kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau
Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK
tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak
terdegradasi di rumen. Istilah STANDAR didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang
dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Saluran pencernaan ruminansia Saluran pencernaan non ruminansia
Daftar Pustaka
Aurora, S .P . 1989 . Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia Srigondo, B (ed), Gajah Mada
University Press .
Blakely, J. and H.B. David. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
Chambliss, C. G. and E. L. Jhonson. 2002. Pastures and Forages Crops for Horses. In: C.G.
Chambliss (Ed.). Florida Forage Handbook. Institute of Food and Agricultural
Sciences, University of Florida.
Cunha, T. J., 1991. Feeding and Nutrition Horse. 2nd Edition. Academic Press Inc. San
Diego. California.