Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

PARASITOLOGI VETERINER

JUDUL:
NEMATODA ASCARIDIDA PADA BABI

Oleh:
Kelompok B3
I Gusti Ngurah Jagad Anom Ksatriya 2009511043
Angelica Ramadya Putri Candrianisa 2009511058
Titi Humairah Bahtiar 2009511073
(lengkap tanpa disingkat)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2021
RINGKASAN

Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai
parasit yang menyerang pencernaan. Hasil yang ditemukan yaitu spesies parasit dari golongan
Nematoda Ascaridida pada saluran cerna babi. Golongan Nematoda Ascaridida yang ditemukan
adalah Ascaris suum. Dari ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan
sanitasi lingkungan, khususnya di sekitar kandang babi yang ada di pedesaan yang masih
menggunakan sistem tradisional.
Kata Kunci : Reservoir, Babi, Nematoda Ascaridida
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Parasitologi Veteriner I dengan judul “Nematoda
Ascaridida pada Babi”
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner I. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas ini baik berupa pikiran dan tenaga.
Kami menyadari bahwa paper ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami  menerima
dengan senang hati apabila ada kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata
semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 28 September 2021

            Hormat kami,

             

                Penulis 
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

Ternak babi bagi masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia memiliki banyak makna,


baik dari segi ekonomi, sosial maupun makna budaya. Di Papua dari segi ekonomi, babi biasa
dipakai sebagai alat tukar jasa, prestasi, hutang dan kewajiban dibayar dengan babi atau daging
babi. Dari sudut pandang sosial, babi itu sangat penting. Jumlah babi yang dimiliki seseorang,
ikut menentukan bagaimana seseorang itu dipandang oleh orang lain. Dalam berbagai ritual
tradisional yang sering digelar masyarakat Papua, babi harus selalu ada sebagai hidangan utama
selain sayur mayur dan umbi-umbian. Babi juga dipergunakan untuk membayar mas kawin,
membayar hutang dan denda sebagai bentuk sanksi atas suatu perkara, serta upacara kematian
dan juga merayakan panen kebun yang melimpah. Selain itu babi juga digunakan sebagai simbol
kepemimpinan, yang dapat menunjukkan derajat seorang kepala suku (Kunto, 2011). Di Bali,
masyarakat asli Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu menggunakan babi sebagai sarana
upacara adat yang diolah menjadi babi guling, urutan dan lawar serta dikonsumsi sebagai
sumber protein hewani. 
Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan
dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah
mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi
manusia (Nugroho dan Whendrato 1990). Secara ekonomis, ternak babi merupakan salah satu
sumber daging dan pemenuhan gizi yang sangat terjangkau bagi sebagian kalangan masyarakat
pengkonsumsinya karena (1) presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai 65-80%,
sedangkan presentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau 38%;
(2) daging babi memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; dan
(3) adaptif terhadap sistem pemakaian peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan tenaga
kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam usaha
beternak babi, ada beberapa kendala yang sering dihadapi peternak, salah satunya adalah
penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat
mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila babi yang terserang penyakit parasitik
tersebut tidak segera diobati maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. 
Pemeliharaan babi di beberapa desa yang masih tradisional, seperti makanannya masih
tergantung pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadang-kadang babi dikandangkan pada
malam hari dan dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk mencari makan. Menurut Levine
(1995), sistem pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah
terkena penyakit.  Tujuan utama beternak babi adalah mengusahakan agar keuntungan diperoleh
secara semaksimal mungkin yang diperoleh dari penjualan anak babi (Dirjen. Peternakan, 2003).
Penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Ascaridida ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi
yang cukup besar bagi peternak serta dapat menimbulkan penyakit pada manusia atau bersifat
zoonosis. Kerugian yang ditimbulkan berupa kelesuan dan menjadi lebih rentan terinfeksi
penyakit lain. Pada infeksi yang berat cacing ini dapat menyebabkan penyumbatan pada usus.
Sehingga penting dilakukan kajian yang lebih mendalam tentang Nematoda Ascaridida yang
terdapat pada babi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Parasit pada Babi

Babi adalah hewan ternak yang memiliki daya pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dan dipelihara untuk tujuan tertentu. Dalam beternak babi diperoleh
beberapa keuntungan, selain sebagai sumber protein juga dapat meningkatkan
pendapatan peternak itu sendiri. Produksi babi merupakan bagian penting dalam
menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke
tahun terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi.
Namun tetap saja akan ada kegagalan yang harus dihadapi oleh peternak. Salah
satu kegagalan pada peternakan babi adalah masalah penyakit, diantaranya adalah
masalah penyakit parasit yang menginfeksi intestinal.
Sistem pemeliharaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
status kesehatan babi yang dipelihara. Sistem pemeliharaan yang kurang bagus akan
mendukung perkembangan agen penyakit. Babi yang dipelihara secara tradisional masih
memiliki sistem perkandangan yang buruk seperti kandang babi kotor, berair dan tidak
memperhatikan gizi makanan untuk ternak babi tersebut.Ternak babi yang dipelihara
pada kandang tradisional dengan lantai tanah akan sangat rentan terinfeksi penyakit
parasit, baik dari golongan protozoa maupun helminth.
Kejadian infeksi parasit terjadi akibat sistem pemeliharaan babi yang masih
bersifat tradisional sehingga mudah terkena penyakit. Faktor lain misalnya manajemen
pemeliharaan yang masih kurang baik dan sanitasi kandang yang buruk dapat
meningkatkan risiko infeksi.
Salah satunya adalah cacing yang merupakan penyakit parasit yang dapat
menginfeksi babi. Cacing yang berada pada usus halus menimbulkan gangguan nafsu
makan dan pertumbuhan. Umumnya infeksi parasit usus menyerang ternak muda yang
dipelihara dengan kurang baik. Beberapa cacing nematoda yang menginfeksi usus halus
babi yaitu Trichinella spiralis, Ascaris suum, Trichostrongylus axei, Strongyloides
ransomi, Globocephalus sp.
Gangguan pertumbuhan akan berlangsung lama sehingga mengakibatkan
menurunnya produksi. Gejala klinis dari babi yang terinfeksi cacing yaitu bulu rontok
dan badan lemas, diare, anemia, dan semakin lama menjadi kurus bahkan dapat
menyebabkan kematian. Penularan dapat terjadi melalui air minum, pakan, uterus,
kolostrum, puting susu yang tercemar, dan keadaan kandang yang tidak bersih. Tempat
penyerapan sari-sari makanan adalah di usus halus dan sangat berperan penting dalam
penyerapan nutrisi untuk pertumbuhan babi. Luka yang diakibatkan oleh cacing pada
usus halus dapat menyebabkan sistem penyerapan menjadi tidak sempurna.
Salah satu jenis cacing yang menginfeksi sistem pencernaan adalah jenis
nematoda yang bersifat parasit pada manusia dan hewan. Salah satu penyakit parasit
yang dapat menginfeksi usus babi adalah cacing ascaris. Ascariasis merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris sp.
Pada ternak babi, ascariasis disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris suum yang
hidup sebagai parasit di dalam usus halus, terutama pada babi muda. Infeksi oleh parasit
usus pada babi, selain dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, juga dapat merugikan
peternak dari segi ekonomi.
3.2. Nematoda Ascaridida pada Babi

3.2.1. Ascaris Suum

Ascaris suum termasuk ke dalam Phylum Nemathelminthes, Subclass


Secernentea, Ordo Ascaridida dan Famili Acrididae. Cacing ini merupakan jenis
cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, terutama babi muda di seluruh
dunia. Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan
subtropis. Cacing ini berparasit pada usus halus.
Cacing ascaris suum merupakan jenis cacing yang tergolong kedalam
Soil Transmitted Helminth (STH), dimana dalam penularannya melalui
perantara tanah. Hostpes definitif Ascaris suum adalah babi. Babi terinfeksi
ascaris suum melalui makanan atau minuman yang tercemar telur yang keluar
bersama feses dan telah mengalami masa maturasi di dalam tanah. Cacing
ascaris suum yang menetap pada usus halus babi akan menyebabkan kerusakan
mukosa usus dan jika terlalu banyak dapat menyebabkan obstruksi pada usus
halus. Cacing ascaris summ dapat menghambat pencernaan protein dengan
mengeluarkan zat penghambat yaitu tripsin, yang mengakibatkan babi
mengalami kelesuan dan menjadi lebih rentan terinfeksi penyakit.
Larva cacing ascaris suum pada saat bermigrasi ke hati akan terlihat
adanya bintik putih pada hati yang disebut juga dengan milk spot. Bintik putih
tersebut akan berangsur-angsur menghilang pada saat larva meninggalkan hati.
Larva ascaris suum yang berada pada paru-paru mengakibatkan infeksi primer,
hemoragik dan adanya infiltrasi sel radang lokal.

3.2.2 Morfologi Ascaris Suum

Cacing ascaris suum memiliki karakteristik seperti gelang putih, berbentuk


silindris, tidak bersegmen, bilateral simetris, panjang cacing 20-30 cm dan memiliki
sistem pencernaan, jenis kelamin terpisah, biasanya cacing betina lebih besar daripada
cacing jantan.
Ascaris suum memiliki tiga bibir tipis di ujung anterior. Terdapat peninggian
bergerigi yang dibentuk oleh deretan gigi yang bentuknya mirip dengan segitiga bertepi
lurus sama sisi pada permukaan dalam masing-masing bibir.

Cacing jantan panjangnya 15-31 cm dan berdiameter 2-4 mm dengan spikulum


sebagai alat kelamin sama besar dan kuat dengan panjang sekitar 2 mm dan mempunyai
69-75 papila kaudal. Posteriornya melengkung ke ventral.

Panjang cacing betinanya 20-49 cm dengan diameter 3-6 mm, dengan vulva
terletak di sekitar 1/3 panjang tubuh dari ujung anterior. Alat kelaminnya terdapat pada
sepertiga bagian anterior tubuh. Cacing betina mengeluarkan telur 1-1,6 juta setiap hari
di dalam usus dan keluar bersama tinja.
Telur cacing berukuran 55-75 x 35-50 µm, mempunyai dinding yang tebal serta
mempunyai ciri khas yaitu bagian luarnya dilapisi oleh albumin yang tidak rata
sehingga membentuk tonjolan yang bergerigi. Telurnya tidak bersegmen ketika sampai
di tanah, dan membutuhkan 13-18 hari untuk menjadi infektif di bawah kondisi optimal,
atau 31-40 hari pada 18-20 C. Stadium infektif Ascaris suum yaitu larva stadium kedua
yang masih di dalam kulit telur.

Ascaris suum memiliki siklus hidup langsung. Ascaris suum dewasa dapat
bertahan hidup selama sembilan bulan sampai satu tahun di dalam usus halus babi.

3.2.3 Siklus Hidup Ascaris Suum


Babi terinfeksi dengan menelan telur-telur infektif dan kemudian menetas
di dalam usus. Larva menembus dinding usus dan migrasi menuju hati melalui
sistem porta hepatikus. Larva stadium dua tersebut kemudian bermigrasi dan
berkembang di dalam hati, menyilih menjadi stadium ketiga dalam 4-5 hari.
Kemudian menuju jantung dan paru-paru melalui aliran darah.
Larva tersebut berkembang lebih lanjut pada paru-paru, menyilih menjadi
stadium keempat setelah 5-6 hari, dan kemudian bergerak perlahan dari alveoli
ke bronkiolus, bronkus, dan trakea. Puncak dari perpindahan ini terlihat sekitar
12 hari sesudah infeksi.
Larva dibatukkan, tertelan, dan mencapai usus kecil dan kemudian
menjadi dewasa. Banyak larva stadium keempat ditemukan dalam usus halus 2-3
minggu sesudah infeksi. Masa prepaten 7-9 minggu, dan sedikit sekali cacing
dewasa yang hidup lebih dari satu tahun.
Pada stadium larva, ascaris suum dapat mengakibatkan terbentuknya
jejas berwarna putih di bawah kapsul hati, bronchitis, dan pneumonia.
Sedangkan cacing dewasa dalam usus halus dengan jumlah yang banyak sering
menyebabkan penyumbatan pada usus, sehingga terjadi kolik dan iritasi hingga
enteritis sehingga timbul gejala diare, demam dan anemia. Selain itu teramati
kelemahan umum seperti dehidrasi, penurunan berat badan dan kekurusan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dalam beternak babi diperoleh beberapa keuntungan. Namun tetap saja akan ada kegagalan
yang harus dihadapi oleh peternak. Salah satu kegagalan pada peternakan babi adalah masalah
penyakit. Salah satunya adalah cacing yang merupakan penyakit parasit yang dapat menginfeksi
babi.

Pada ternak babi, askariasis disebabkan oleh infeksi cacing ascaris suum yang hidup sebagai
parasit di dalam usus halus. Cacing ascaris summ dapat menghambat pencernaan protein dengan
mengeluarkan zat penghambat yaitu tripsin, yang mengakibatkan babi mengalami kelesuan dan
menjadi lebih rentan terinfeksi penyakit. Ascaris suum memiliki siklus hidup langsung. Ascaris
suum dewasa dapat bertahan hidup selama sembilan bulan sampai satu tahun di dalam usus halus
babi.

Tingkat prevalensi cacing ascaris suum pada babi sangat dipengaruhi oleh kontaminasi
pakan oleh telur cacing infektif. Telur cacing yang tertelan akan menetas di usus halus dan menjadi
larva. Larva tersebut tidak akan langsung menjadi dewasa melainkan akan melakukan migrasi di
dalam tubuh inangnya. Larva akan menembus dinding usus dan masuk ke dalam pembuluh limfe,
melalui sirkulasi darah portal menuju ke hati. Larva akan ditemukan di dalam hati tiga hari setelah
babi terinfeksi, kemudian menuju jantung lalu ke paru-paru dan setelah itu akan menuju alveoli,
bronchiolus. Dari bronchiolus larva akan naik ke trachea sampai epiglotis, dan turun melalui
oesophagus ke usus halus dan menjadi dewasa.

1.2. Saran

Mengingat tingginya angka prevalensi infeksi ascaris suum pada babi dan sangat beresiko
bagi kesehatan ternak babi dan manusia sendiri, maka disarankan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai