Anda di halaman 1dari 3

Nama/NIM/Kelas : Angelica Ramadya Putri Candrianisa/2009511058/B

Gametogenesis

A. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses terdiri dari tiga fase: spermatositogenesis (mitosis),
pembelahan meiosis, dan spermiogenesis. Pada spermatositogenesis, spermatogonia(2n) membelah
secara mitosis membentuk spermatogonia baru. Spermatogonia berkembang menjadi spermatosit
primer, kemudian mengalami pembelahan meiosis. spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder
dan kemudian menjadi spermatid(n). Spermatid mengalami pematangan menjadi spermatozoa muda.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus ini berbentuk buluh berliku-
liku dengan diameter 200-400 m. Dilapisi epitel banyak lapis dan sel peritubular yang sifatnya
kontraktil. Sifat kontraktil tersebut kemungkinan berperan dalam kontraksi tubulus seminiferus untuk
membantu pergerakan spermatozoa. Di dalam tubulus seminiferus, banyak terdapat sel
spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatozoa, dan sel somatik (sel Sertoli).
Bentuk sel Leydig tidak teratur dan polihedral dengan inti bulat di tengah dengan kandungan
kromatin tersebar di luar membran inti. Sitoplasma banyak mengandung retikulum endoplasmik
halus (sER). Mitokondria pada sitoplasma memiliki buluh-buluh krista yang berperan dalam sintesis
hormon testosteron. Sel Leydig satu-satunya sel pada testis yang mempunyai reseptor untuk hormon
Luteinizing hormone (LH). LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis pada bagian anterior
berperanan merangsang sel Leydig memproduksi hormon testosteron. Oleh karena organ sasarannya
merupakan sel interstisial, maka LH disebut juga ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone).
Sel Sertoli berfungsi menyediakan makanan untuk spermatozoa, perlindungan, dan menunjang
sel spermatogonia. Sel Sertoli merupakan sel mempunyai reseptor untuk Follicle stimulating
hormone (FSH). FSH merangsang pertumbuhan tubulus seminiferus.
Penelitian menunjukkan ada indikasi penurunan testis disebabkan oleh aktivitas gubernaculum
testis dan pengaruh hormonal. Kegagalan untuk turun ke skrotum itu menimpa kedua testis, maka
disebut kriptorkid bilateral (steril). Apabila hanya satu testis yang turun ke skrotum, maka hewan ini
menderita kriptorkid unilateral (fertil).
Pembelahan induk spermatogonia menghasilkan satu sel anak. Sel induk akan inaktif sampai
keturunan sel anak pertama menumbuhkan spermatosit primer. Proses diferensiasi meliputi sejumlah
transformasi inti dan sitoplasma dikenal dengan sebutan spermiogenesis. Perubahan bentuk selama
spermiogenesis adalah pembentukan struktur bermembran mirip topi pada bagian anterior inti
spermatozoa (akrosom), pemadatan, transformasi, pergeseran inti ke posisi eksentrik dalam sel, dan
terbentuknya ekor yang mampu bergetar.
Kepala spermatozoa mengandung material kromatin padat dan tercampur protamin. Anterior
kepala tertutup tudung akrosom (lipoprotein). Bagian leher spermatozoa pendek dan sempit, terdiri
atas mikrotubulus terletak sentral dengan sembilan serabut tepi kasar tersusun memanjang berlanjut
dengan serabut luar pada badan spermatozoa. Badan spermatozoa memiliki sembilan mikrotubulus
perifer dan dua mikrotubulus sentral. Badan dikelilingi oleh sembilan serabut luar yang memipih,
tersusun longitudinal yang berhubungan dengan serabut penghubung. Di sekeliling serabut terdapat
mitokondria dengan jalinan helix. Pada bagian ekor terdapat struktur filamen yang sangat kompleks.
Ujung ekor spermatozoa ditandai oleh selubung fibrosa terminal, yang hanya mengandung filamen
aksial. Ke arah proksimal ujung ekor, kompleks ini memiliki ciri khas susunan sembilan ditambah
dua. Ke arah ujung distal, pasangan dua tepi secara bertahap berkurang menjadi tunggal.
Spermatogenesis dipengaruhi hormone FSH yang merangsang spermatogenesis secara tidak
langsung melalui pengaktifan sel Sertoli. Spermatogenesis dipengaruhi suhu. Memerlukan suhu yang
jauh lebih rendah daripada suhu dalam tubuh. Kegemukan dapat juga mempengaruhi
spermatogenesis karena dapat mengurangi proses pendinginan testis. Proses penuaan tidak
berpengaruh pada proses spermatogenesis.
B. Oogenesis
Ogenesis adalah proses pembentukan ovum dan proses ini meliputi dua fase penting yaitu, fase
proliferasi dan fase meiosis. Ovarium tergolong kelenjar ganda, sebagai kelenjar eksokrin dan
endokrin. Organ ini dipandang sebagai kelenjar eksokrin karena menghasilkan sel kelamin betina
(ovum) dan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon reproduksi betina, terutama
estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut berfungsi mempengaruhi pola awal perkembangan
organ reproduksi, fisiologi, dan perilaku hewan betina.
Ovarium tergolong kelenjar ganda, sebagai kelenjar eksokrin karena menghasilkan sel kelamin
betina (ovum) dan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon reproduksi betina,
terutama estrogen dan progesteron. Bila ovarium disayat secara memanjang tampak adanya bagian
luar yaitu korteks dan bagian dalam yaitu medula. Korteks merupakan daerah tepi yang mengandung
folikel ovarium dan korpus luteum Bagian korteks dibalut oleh epitelium germinalis. Stroma korteks
merupakan jaringan ikat longgar. Tunika albugenia tebal dan merupakan lapis yang langsung di
bawah epitel. Tebal tunika albugenia dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh
perkembangan folikel ovarium serta korpus luteum. Medula merupakan bagian yang mengandung
saraf, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan ikat longgar.
Proses oogenesis terjadi ketika sel telur menempatkan dirinya di sekeliling sel folikel. Struktur
yang terbentuk ketika sel secara lengkap berkembang disebut dengan folikel primer. Dengan
terbentuknya oosit primer, maka sel-sel yang mengitarinya membentuk sel-sel folikel yang berbentuk
pipih selapis. Sel telur atau ovum dengan sel folikel yang mengitarinya membentuk folikel primordia.
Oosit primer dalam folikel memasuki pembelahan meiosis I untuk menghasilkan oosit sekunder.
Pasangan kromosom terbentuk dan terjadi pencampuran materi genetik. Diikuti oleh pemisahan
pasangan kromosom serta dihasilkannya badan kutub (polar body) pertama. Pada sapi, kambing, dan
babi, pembelahan meiosis I disempurnakan sesaat sebelum ovulasi. Jadi, hewan tersebut
mengovulasikan oosit sekunder. Pada anjing betina, pembelahan meiosis II terjadi setelah ovulasi.
Jadi, anjing betina mengovulasikan oosit primer. Pembelahan meiosis II dimulai setelah meiosis
pertama, tetapi tertahan pada tahap metafase. Pembelahan meiosis kedua akan terjadi apabila terjadi
penyatuan ovum dengan spermatozoa (fertilisasi). Fertilisasi mengakibatkan terangsangnya oosit
primer memasuki pembelahan meiosis kedua. Folikel primer terdiri atas oosit primer, yang dikelilingi
oleh epitel pipih atau kubis selapis. Folikel primer paling muda dikelilingi oleh epitel pipih selapis.
Folikel primer ini terdapat tepat di bawah tunika albugenia, yaitu lapis yang langsung berada di
bawah epitel permukaan, dan terbagi-bagi dalam kelompok kecil. Folikel primer tersebut selanjutnya
menjadi folikel sekunder (folikel tumbuh) Folikel sekunder terdiri atas epitel banyak lapis dan sel-sel
granulosa berbentuk polihedral yang mengitari oosit primer.
Folikel tersier merupakan struktur besar berisi cairan yang membengkak ke luar permukaan
ovarium. Pada folikel tersier yang besar, bentuk sel yang mengitari oosit menjadi silinder dengan
susunan radial dikenal dengan korona radiata. Pada folikel tersier, sel granulosa membentuk lapisan
folikel parietal yang disebut dengan stratum granulosum. Stratum granulosum yang mengelilingi
antrum pada bagian tertentu yang tertata pada membrana basalis disebut kumulus ooforus. Stratum
granulosum dikitari oleh lapis theka folikel. Pada folikel tersier, theka folikel tersebut berdiferensiasi
menjadi dua lapis, yakni theka interna dengan banyak pembuluh dan theka eksterna di sebelah luar
sebagai penunjang. Sel theka interna berperan dalam produksi estrogen, sedangkan sel granulosa
pada korpus luteum berperan menghasilkan hormon progesterone.
Ketidakberhasilan folikel berkembang disebabkan karena tidak lengkapnya pendewasaan dan
umur folikel yang pendek. Proses menyusutnya folikel itu disebut atresia. Pada atretik obliteratif,
kedua lapis granulosa dan theka mengalami hipertrofi dan menjulur mengisi antrum. Pada atresia
sistik, kedua lapis granulosa dan theka mengalami atrofi (pengecilan) atau hanya lapis granulosa
yang mengalami atrofi dan lapis theka dapat mengalami luteinisasi fibrous (terjadinya hialinisasi
pada antrum).
Setelah terjadi ovulasi, terjadilah legokan (tempat pecahnya folikel) pada permukaan ovarium,
kemudian terisi oleh darah dan cairan limfe (korpus hemorhagikum). Pada anjing, tidak terbentuk
korpus hemoragikum setelah terjadi ovulasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya proses
luteinisasi secara ekstensif sebelum ovulasi. Korpus hemoragikum tersebut dengan cepat berubah
menjadi bentukan atau struktur yang disebut korpus luteum, sebagai akibat dari proliferasi sel theka
eksterna, theka interna, dan sel granulosa. Pada umumnya, korpus luteum berwarna kuning. Namun,
korpus luteum pada anjing berwarna merah muda cerah (bright salmon pink) dan konsistensi padat.
Korpus luteum tersebut bertindak sebagai penghasil progesteron. Korpus luteum bertahan di dalam
ovarium sampai akhir kebuntingan. Setelah kelahiran anak, korpus luteum akan mengalami
degenerasi. Bekas tempat korpus luteum tersebut berubah menjadi jaringan parut berwarna coklat
kepucatan-pucatan. Struktur itu disebut korpus albikan.
Berdasarkan jumlah kuning telur (vitelin), telur dibagi menjadi 3 macam yaitu,
1. Microlecithal atau oligolecithal. Ukuran telurnya kecil dan mengandung sedikit kuning telur.
ditemukan pada telur golongan invertebrata laut seperti hydra, Amphioxus dan marsupial.
2. Mesolecithal, adalah tipe telur yang mengandung jumlah kuning telur yang sedang. Dijumpai
pada cacing annelida, moluska, dipnoi, dan amfibia.
3. Megalecithal atau macrolecithal atau polylecithal, adalah tipe telur yang mengandung banyak
kuning telur. Ditemukan pada serangga, reptil, burung, dan monotremata.
Berdasarkan distribusi atau penyebaran kuning telur dalam telur dibagai menjadi 3 macam yaitu,
1. Homolecithal atau isolecithal, adalah jumlah kuning telur yang sedikit dan penyebarannya
merata di dalam sitoplasma telur.
2. Telolecithal, adalah tipe telur dengan kuning telur umumnya terkonsentrasi pada satu kutub.
3. Centrolecithal, adalah tipe telur dengan kuning terkonsentrasi di tengah.

Anda mungkin juga menyukai