Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

FERTILISASI

Pendahuluan
Fertilisasi adalah penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa dan proses
ini merupakan tahap awal pembentukan embryo. Karena itu, fertilisasi
merupakan proses yang sangat penting dan merupakan titik puncak dari
serangkaian proses yang terjadi sebelumnya dan kadang-kadang merupakan
proses yang cukup kompleks. Penting diingat bahwa fertilisasi merupakan proses
dengan kekhususan yang tergantung pada spesies. Artinya, spermatozoa dari satu
spesies tidak dapat membuahi ovum dari spesies yang berlainan.
Fertilisasi diawali dengan proses pembentukan gamet yang disebut
gametogenesis. Gametogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa
(spermatogenesis) dan ovum (oogenesis). Spermatogenesis adalah proses
pembentukan spermatozoa dan proses ini berlangsung di dalam testis tepatnya di
dalam tubulus seminiferus, sedangkan oogenesis adalah proses pembentukan
ovum dan proses ini berlangsung di dalam ovarium.
Peran utama fertilisasi adalah penggabungan konstitusi gen yang terdapat
pada spermatozoa dan ovum. Sedangkan, peran lainnya adalah sebagai
perangsang perkembangan lebih lanjut pada hasil fertilisasi. Proses fertilisasi ini
kemudian dilanjutkan dengan embryogenesis yang meliputi pembelahan zigot
(cleavage), blastulasi, gastrulasi dan neurulasi. Setelah itu diteruskan dan
dibarengi dengan organogenesis, yakni proses pembentukan alat-alat atau organ-
organ tubuh.

Pengertian fertilisasi
Fertilisasi adalah penyatuan dua gamet untuk membentuk sel tunggal
(zigot). Pada hewan umumnya fertilisasi merupakan proses penyatuan atau
peleburan inti sel telur (ovum) dari gamet betina atau matroklin dengan inti sel
spermatozoa dari gamet jantan atau patroklin, dimana masing-masing gamet
mengandung 1 N kromosom yang disebut haploid. Hasil fertilisasi ini adalah
mahluk hidup baru yang disebut zigot. Zigot ini mengandung 2 N kromosom
(diploid). Meskipun zigot masih satu sel baru, tetapi ia disebut mahluk hidup baru,
karena zigot merupakan bentuk paling awal dari semua mahluk hidup yang
berkembang melalui proses fertilisasi. Dari zigot satu sel inilah akan berkembang
menjadi embrio tahap dua sel, empat sel, morula, blastosist (Gambar 6.1) dan akan
terus berkembang dan berdifferensiasi membentuk organ-organ tubuh sampai
akhirnya membentuk fetus. Setelah mencapai dewasa kelamin (pubertas), maka
aktivitas reproduksi akan dimulai kembali melalui proses gametogenesis dan
fertilisasi, sehingga membentuk suatu siklus yang saling berkaitan.

Gambar 6.1. Proses fertilisasi sampai dihasilkannya zigot dan berkembang


menjadi blastosist (http://www.accessexcellence.org/RC/VL/GG/blastocyst.php)

Fungsi fertilisasi
Ada dua fungsi utama fertilisasi yaitu fungsi reproduksi dan fungsi
perkembangan.
1. Fungsi reproduksi.
Dalam hal ini fertilisasi memungkinkan pemindahan unsur-unsur
genetik dari orang tua atau induknya. Jika pada gametogenesis terjadi
reduksi (pengurangan) unsur genetik dari 2n (diploid) menjadi n
(haploid), maka pada fertilisasi memungkinkan pemulihan kembali
unsur genetiknya, satu n dari gamet jantan dan satu n dari gamet betina
sehingga diperoleh individu normal 2n.
2. Fungsi perkembangan
Pada fungsi ini fertilisasi menyebabkan gertakan atau rangsangan pada
sel telur untuk menyelesaikan proses meiosisnya dan membentuk
pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus
jantan membentuk zigot dan seterusnya berkembang menjadi embrio
dan fetus.

Perjalanan Spermatozoa Ke Tempat Fertilisasi


Perjalanan spermatozoa meliliputi tiga tahapan yaitu:
1. Di Dalam tubuh jantan
Spermatozoa yang telah dihasilkan di dalam tubulus seminiferus
melalui proses spermatogenesis akan keluar dari tubulus seminiferus
bercampur dengan plasma semen masuk ke vas efferent. Proses ini
terjadi akibat adanya tekanan volume dari dalam tubulus. Dari vas
efferent spermatozoa selanjutnya masuk ke duktus epididimis. Dalam
tahapan ini spermatozoa juga mengalami proses maturasi. Tahap
selanjutnya spermatozoa yang tadinya berada pada duktus epididimis
selanjutnya masuk ke vas deferen. Di daerah ini spermatozoa akan
menerima sekreta yang dihasilkan oleh glandula vesikula seminalis
untuk selanjutnya bermuara di duktus ejakulatorius. Tahap perjalanan
selanjutnya sebelum diejakulasikan yang berupa semen, spermatozoa
juga akan menerima sekreta dari kelenjar prostata dan bolbouretralis.
2. Di luar tubuh jantan
Peristiwa ini hanya ditemukan pada hewan-hewan tertentu yaitu pada
hewan yang mengalami pembuahan diluar tubuh seperti ikan,
amfibia. Peristiwa ini diawali dengan dikeluarkannya sperma oleh
hewan jantan ke dalam medium berupa air dan secara serentak juga
betina akan mengeluarkan ovum. Spermatozoa yang dikeluarkan
kemudian bergerak aktif untuk mencapai sel telur untuk melakukan
pembuahan. Untuk hewan-hewan lainnya yaitu pada reptilia, aves,
dan mamalia peristiwa ini tidak terjadi karena proses pembuahannya
terjadi di dalam tubuh betina.
3. Dalam tubuh betina
Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina, serviks, ataupun
uterus pada saat perkawinan harus mempunyai kemampuan
untuk mencapai tempat terjadinya fertilisasi di ampula bagian
kaudal itu. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kemampuan
spermatozoa untuk mencapai tempat fertilisasi adalah karena
pergerakan spermatozoa itu sendiri, sedangkan pendapat lain
menyatakan bahwa itu akibat pengaruh saluran reproduksi betina.
Beberapa faktor fisiologi yang berpengaruh terhadap kecepatan
perjalanan spermatozoa adalah volume ejakulat, tempat deposisi,
dan anatomi saluran reproduksi betina (Tabel 6.1). Lama waktu
yang dibutuhkan spermatozoa agar sampai ke tempat fertilisasi
berkisar antara 2-60 menit.

Tabel 6.1 Perkiraan waktu yang diperlukan spermatozoa dari beberapa spesies
hewan untuk mencapai tuba Fallopii

Hewan Volume Tempat deposisi Interval waktu dari


ejakulasi (ml) ejakulasi sampai di
tuba Fallopii
Mencit > 0,1 Uterus 15 menit
Hamster >0,1 Uterus 2-60 menit
Tikus 0,1 Uterus 15-30 menit
Kelinci 1,0 Vagina Beberapa menit
Anjing 10,0 Uterus Beberapa menit
Kambing 1,0 Vagina 6 menit
Sapi 4,0 Vagina 2-13 menit
Babi 250 Serviks dan 15-30 menit
badan uterus

Dari sekian banyak spermatozoa yang diejakulasikan, hanya sedikit yang mampu
mencapai ampula dan kebanyakan mati pada saluran betina. Hal ini mungkin
sebagai akibat adanya fagositosis oleh sel darah putih dan aliran balik ke vagina.
Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina harus melewati serviks sebelum
mencapai oviduk. Mekanisme pergerakan spermatozoa melewati serviks masih
diperdebatkan. Ada yang menyatakan bahwa pergerakan yang cepat melewati
serviks adalah akibat kontraksi vagina dan uterus selama kopulasi. Teori lainnya
menjelaskan bahwa spermatozoa yang motil mampu melakukan penetrasi dan
migrasi melewati mukus serviks. Pergerakan spermatozoa melintasi uterus
sampai ke tautan uterus tuba sangat cepat dan hal ini disebabkan oleh adanya
bantuan kontraksi otot uterus. Seperti pada serviks, isthmus pada oviduk
diperkirakan juga sebagai penampungan spermatozoa untuk beberapa waktu
sebelum bergerak ke ampula tempat berlangsungnya fertilisasi. Pergerakan
spermatozoa dari isthmus ke ampula berlangsung terutama akibat kontraksi otot.

Perjalanan Ovum Ke Tempat Fertilisasi


Mekanisme pergerakan ovum dari tempat folikel pecah ke tuba uterina
tergantung pada beberapa faktor, seperti konfigurasi anatomi fimbria dan
keadaan permukaan ovarium saat ovulasi. Pada saat ovulasi, pembuluh darah
dalam fimbria membesar. Fimbria yang membengkak bergerak di atas permukaan
ovarium sebagai hasil kontraksi ritmik otot polos. Pada saat yang sama, silia sel
epitel pada infundibulum banyak yang bergetar ke arah uterus, mengangkut oosit
dengan cepat ke dalam ampula. Ampula bagian kaudal merupakan tempat
terjadinya fertilisasi. Dalam ampula, aktivitas silia merupakan kekuatan utama
untuk menggerakkan ovum ke arah isthmus. Setelah terjadi fertilisasi, akan
terbentuk embrio. Embrio yang terbentuk itu masih tetap tinggal di atas daerah
isthmoampular untuk beberapa jam tergantung kepada spesies hewan. Pada
kebanyakan hewan mamalia, pergerakan ovum dari oviduk ke uterus
memerlukan waktu 3-4 hari. Ovum kelinci dapat mencapai tempat hubungan
ampula isthmus dalam waktu 6 menit setelah ovulasi. Pada babi dan sapi, ovum
menghabiskan waktu berada di atas tempat hubungan isthmus dengan ampula
dan setelah itu secara cepat pindah ke uterus. Dalam isthmus, kontraksi otot
merupakan tenaga utama untuk memindahkan ovum ke uterus.

Proses Fertilisasi
Tempat penyatuan ovum dengan spermatozoa adalah di dalam ampula.
Pada waktu bertemu dengan spermatozoa, ovum masih terbungkus oleh banyak
sekali sel-sel granulosa yang berasal dari folikel dan selubung ovum.
Pada kebanyakan mamalia, untuk keberhasilan fertilisasi, spermatozoa
harus mempunyai kemampuan menembus kumulus ooforus, korona radiata, dan
zona pellucida sebelum masuk ke membran vitelin oosit. Adanya enzim seperti
hyaluronidase dan akrosin pada akrosoma spermatozoa memberi kontribusi pada
kemampuan penetrasi spermatozoa (Gambar 6.2). Hyaluronidase ini dilepas pada
saat terjadi reaksi akrosoma. Enzim ini berperan menghancurkan matriks
kumulus ooforus sehingga spermatozoa dapat mencapai zona pellucida. Enzim
akrosin berperan dalam perusakan zona pellucida. Penetrasi zona pellucida dari
ovum oleh spermatozoa menghasilkan serangkaian kejadian penting pada sel
telur seperti hambatan fertilisasi oleh lebih dari satu spermatozoa. Hambatan ini
terjadi karena adanya reaksi penghambatan pada zona (zona block) dan vitelin
(vitelin block) sehingga menghambat masuknya spermatozoa yang lain. Penetrasi
sel telur oleh spermatozoa juga merangsang penyelesaian proses meiosis II
dengan pelontaran badan kutub II (polar body) serta pembentukan pronuklei dan
penggabungan kromosom jantan-betina untuk membentuk zigot diploid.
Fertilisasi juga menghasilkan aktivasi oosit untuk memulai pembelahan dan
aktivasi biokimia.
Gambar 6.2 Proses perjalanan spermatozoa dari saat penempelan pada
membran plasma sampai masuknya kepala spermatozoa ke sitoplasma telur (=
http://biology.kenyon.edu/courses/biol114/Chap13/Chapter_13B.html)

Ovum yang telah dibuahi merupakan sel terbesar dalam tubuh dan
mempunyai rasio yang tinggi antara volume inti dengan sitoplasma. Perpaduan
ovum dan spermatozoa merangsang dimulainya pembelahan mitosis. Pertama,
dihasilkan embrio dua sel. Sel itu disebut juga blastomer. Tidak seperti mitosis
pada sel lain yang bertumbuh sebelum pembelahan berikutnya, maka pada
blastomer dari dua sel membelah lagi menjadi empat sel. Dengan demikian, satu
blastomer mempunyai ukuran seperempat ukuran zigot. Selanjutnya, terjadi lagi
pembelahan menjadi delapan sel dan kemudian menjadi 16 sel. Setelah
berulangkali mengalami pembelahan, ukuran sel akan menjadi semakin kecil dan
nampak sebagai bola padat yang disebut dengan morula. Pada kebanyakan
spesies, morula terbentuk dari kira-kira 16-32 sel. Terjadinya pembelahan mitosis
yang berlanjut menyebabkan jumlah sel semakin banyak, tetapi ukuran sel
semakin kecil. Selama perjalanan dalam tuba Fallopii menuju ke uterus, morula
berkembang menjadi blastosist. Blastosist memperoleh makanan dari sekreta
kelenjar uterus. Semua sel yang terdapat dalam blastosist sangat identik. Sampai
tahap itu, belum terjadi diferensiasi sel. Diferensiasi akan mulai terjadi setelah
embrio mengalami gastrulasi, yaitu pembentukan tiga lapis sel, yaitu ektoderm,
mesoderm, dan endoderm
Pada aves, proses fertilisasi biasanya berlangsung di dalam saluran telur atau
oviduct dan dilanjutkan dengan segmentasi. Pada saat itu telur belum
mempunyai albumin dan lapisan kulit (caleaneous), kelenjar albumin terdapat
pada dinding oviduct, sedangkan caleaneous gland terdapat pada dinding uterus.
Telur bergerak di dalam oviduct sambil berputar sehingga lapisan albumin
bertambah selapis demi selapis.Akibat perputaran itulah pada kedua ujung telur
terdapat chalaza yang berperanan menjaga keseimbangan telur. Setelah tiba di
dalam uterus barulah mendapat selaput kapur.
Pada amphibia, suatu tanda khas ovum amphibia ialah adanya pigmen.
Penyebaran pigmen tidak merata pada ovum karena pigmen terletak pada
setengah bulatan bagian kutub animal. Sekalipun amphibia melakukan
amphioxus (coitus) namun fertilisasi terjadi di alam bebas. Seperma masuk ke
dalam ovum di bagian kutub animal ± 45 o dari titik kutub. Pada saat fertilisasi
biasanya ovum sedang mengadakan pembelahan yaitu terlepasnya polocyte ke II.
Pada ikan, proses fertilisasi terjadi di luar tubuh meskipun sebagian lagi
terjadi secara internal (dalam tubuh). Proses di dalam tubuh terjadi begitu saja,
sperma dikeluarkan ikan jantan dekat-dekat pada telur yang baru saja
dikeluarkan betinanya dan terjadi secara serentak (spawning), karena itu
perjalanan di sini pendek sekali. Pada proses ini baik ikan jantan dan betina
mengeluarkan zat penelur untuk merangsang pasangannya untuk mengelurkan
materi pembuahan yakni sperma dan sel telur. Spermatozoa bergerak aktif dalam
medium air untuk mencapai telur dan membuahinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovum akibat dari penetrasi sperma
adalah sebagai berikut:
- Metabolisme makin tinggi karena terjadinya aktivitas-aktivitas enzim
- permiabilitas naik sehingga memungkinkan ovum untuk mengadakan
pertukaran cairan dengan lingkungannya.
- Viskositas atau kekentalan semakin tinggi sebagai akibat terbentuknya
zatzat di dalam ovum.

Pencegahan Polysperma
Ovum dari beberbagai macam spesies mempunyai ratusan tempat perlekatan
spermatozoa pada selubung vitelinnya. Tempat perlekatan ini memungkinkan
terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa. Namun, tempat perlekatan yang
jumlahnya banyak ini memungkinkan terjadi pembuahan ovum oleh lebih dari
satu spermatozoa. Keadaan ini disebut polyspermy. Akibat dari polyspermy ini
adalah kematian embryo secara dini. Pada beberapa spesies seperti pada
serangga, reptil, salamander, dan burung terjadi polysperma secara alami,
sedangkan pada beberapa spesies terjadi hambatan polysperma. Mekanisme
pencegahan polysperma ini ada yang cepat (fast block to polyspermy) dan lambat
(slow block to polyspermy).
Mekanisme pencegahan cepat ini adalah semacan hambatan listrik yang
timbul setelah terjadinya fusi ovum dengan spermatozoa pertama. Hambatan ini
menyebabkan kegagalan spermatozoa berikutnya untuk menempel pada
permukaan ovum. Segera setelah spermatozoa masuk ke dalam sitoplasma ovum,
akan terjadi perubahan perubahan permeabilitas membran ovum. Perubahan
permeabilitas ini akan menyebabkan perubahan potensial membran vitelin
(fertilization potential). Perubahan ini menyebabkan spermatozoa lain yang
dihasilkan menembus zona pellucida dan masuk ke ruang perivitelin tidak dapat
menembus membran vitelin. Perubahan potensial membran vitelin ovum
berlangsung sangat cepat, namun bersifat sementara karena potensial membran
akan kembali pada kondisi semula.
Mekanisme pencegahan lambat adalah suatu reaksi yang diperankan oleh
bagian kortek ovum. Pada mamalia pencegahan polysperma oleh kortek ini
dikenal dengan zona reaction. Reaksi ini terjadi segera setelah terjadinya kontak
spermatozoa dengan ovum. Pada saat terjadinya reaksi ini terjadi pelepasan
komponen yang dapat menghambat perlekatan spermatozoa lainnya. Ada tiga
komponen utama yang dilepas pada saat reaksi tersebut yaitu, (1) protease yang
berperan memecah protein pada selubung vitelin dan bersamaan dengan itu juga
dilepas polysakarida yang disebut glycosaminoglycans. Pelepasan ini menyebabkan
tertariknya air dari ruangan vitelin. Hasilnya akan terbentuk lapisan seperti
gelatin yang disebut dengan Hyalin layer, (2) pelepasan peroxidase menyebabkan
pengerasan selubung vitelin. Selubung yang mengeras ini disebut fertilization
envelope, dan (3) enzym yang memodifikasi reseptor spermatozoa sehinga
spermatozoa tidak dapat lama melekat pada ovum. Pada mamalia reaksi zona
yang terjadi sama dengan reaksi kortek. Enzym yang dilepas menyebabkan
spermatozoa tidak dapat melekat pada zona serta memodifikasi glikoprotein ZP3
sehingga ZP3 akan tidak lama terikat dengan spermatozoa dan selanjutnya akan
menghalami reaski akrosom.

PARTENOGENESIS

Partenogenesis adalah tipe khusus reproduksi seksual, dimana ovum berkembang


tanpa pembuahan. Secara umum telah diketahui bahwa ovum yang telah dewasa
mengandung semua materi yang berpotensi membentuk individu baru. Potensi
ovum berkembang tanpa pembuahan ini dapat berlangsung secara alami
terutama pada golongan invertebrata dan secara buatan terutama pada beberapa
invertebrata dan kordata.

Partenogenesis juga diartikan sebagai fenomena sebagai perkembangan sel gamet


betina menjadi embryo tanpa mendapatkan kontribusi genetik dari sel gamet
jantan. Individu yang dihasilkan dari proses partenogenesis ini disebut
parthenotes. Umumnya, kejadian partenogenesis secara alami terjadi pada
golongan serangga dan kadal tertentu yang hidup di padang pasir. Secara buatan,
partenogenesis telah berhasil dilakukan pada golongan moluska, cacing, ampibi
dan juga mamalia.

Parthenogenesis Alami
Kejadian parthenogenesis merupakan fenomena alam yang terjadi pada beberapa
species. Pada beberapa jenis organisme, parthenogenesis terjadi secara fakultatif
atau obligatori. Parthenogenesis alami dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
1. Complete parthenogenesis
Pada platyhelminthes dan beberapa golongan kerang-kerangan, parthenogenesis
adalah satu-satu cara untuk bereproduksi. Kejadian ini dikenal dengan sebutan
complete parthenogenesis. Pada complete parthenogenesis, setiap individu berasal dari
telur yang tidak dibuahi. Organisme yang melakukan cara reproduksi seperti ini
umumnya kehilangan daya seksualitasnya.
2. Cyclic Parthenogenesis
Cyclic Parthenogenesis dapat dijumpai pada golongan kerang-kerangan. Golongan
organisme yang melakukan ini dapat juga melakukan reproduksi secara seksual.
Organisme yang melakukan hal ini dapat keuntungan karena dapat melakukan
partenogenesis bila lingkungan mendukung dan reproduksi seksual pada kondisi
yang lain.

Parthenogenesis Buatan (artificial parthenogenesis)


Parthenogenesis buatan adalah usaha mendapatkan ovum yang telah berkembang
tanpa melakukan fertilisasi namun dengan menambahkan bahan tertentu. Telur
dari beberapa golongan hewan telah berhasil diaktivasi dengan berbagai cara
seperti berikut :
1. Pemberian cairan kimia.
Bahan-bahan kimia yang umumnya digunakan untuk tujuan agar terjadi
parthenogenesis adalah larutan hipo dan hipertonik, asam organik, alkalis, garam
Klorida, sodium, natrium, kalsium, magnesium, zat pelarut lemak( ether, alkohol,
benzena, dan aseton), dan zat lain seperti kloroform, urea, sukrosa dll.
2. Agen Fisik
Agen fisik yang biasa digunakan untuk tujuan ini agen yang dapat menimbuklan
shock pada ovum. Agen tersebut antara lain,pemanasan atau pendinginan, aliran
listrik, pengocokan, dll.
3. Radiasi.
Agen radiasi yang umum digunakan adalah sinar ultraviolet.

Rangkuman
Fertilisasi adalah penggabungan ovum dan spermatozoa atau bergabungnya
dua kromosopm gamet yaitu gamet jantan dan gamet betina membentuk
individu baru yang disebut zigot yang susunan kromosom gametnya adalah
diploid. Dari zigot satu sel inilah akan berkembang menjadi embrio tahap dua sel,
empat sel, morula, blastosist dan akan terus berkembang dan berdiferensiasi
membentuk organ-organ tubuh sampai akhirnya membentuk fetus. Setelah
mencapai dewasa kelamin (pubertas), maka aktivitas reproduksi akan dimulai
kembali melalui proses gametogenesis dan fertilisasi, sehingga membentuk suatu
siklus yang saling berkaitan.
Beberapa binatang dapat dihasilkan dari suatu proses yang disebut
Partenogenesis. Partenogenesis merupakan proses terbentuknya embryo tanpa
melalui proses fertilisasi. Umumnya, kejadian partenogenesis secara alami terjadi
pada golongan serangga dan kadal tertentu yang hidup di padang pasir. Secara
buatan, partenogenesis telah berhasil dilakukan pada golongan moluska, cacing,
ampibi dan juga mamalia

Anda mungkin juga menyukai