569 1181 1 SM
569 1181 1 SM
Abstract
Indonesia’s economic development is intended to increase the country’s people welfare, but its disconnection to equality principle
causes regional disparities, which eventually leads to mass-poverty. This research aims to reveal the development of poverty and
regional disparities, and to analyze the impact of regional disparities to regional GDP, agglomeration, and investment in increasing
poverty in Indonesia. Using quantitative and qualitative methods and data from 2004 to 2013, it concludes that from the year 2004
to 2013, poverty level in Indonesia has decreased, in line with the decline in regional disparities. The decrease in regional disparities
is indicated by the Williamson Index, and the result of quantitative analysis with a panel regression of data probes that the regional
disparities and agglomeration show a positive and significant impact on poverty reduction in the country. In addition, the regional
GDP and investment have a negative and significant impact on poverty reduction. Thus, the writer argues, the government should
take a crash program to further reduce the regional disparities, a policy which is needed to more reduce mass-poverty in Indonesia.
Keywords: regional disparity, poverty, Indonesia, PDRB, investment, agglomeration, 2004-2013.
Abstrak
Pembangunan ekonomi ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia, namun mengabaikan azas pemerataan yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan, yang memunculkan kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan kemiskinan dan ketimpangan antarwilayah dan menganalisis pengaruh variabel ketimpangan pembangunan
antarwilayah, PDRB, investasi dan aglomerasi terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dan data dari tahun 2004 sampai dengan 2013, penelitian ini menghasilkan kesimpulan: dari tahun 2004
sampai dengan 2013 tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sejalan dengan semakin menurunnya ketimpangan
pembangunan antarwilayah. Penurunan ketimpangan ini ditunjukkan dengan Indeks Williamson yang semakin menurun untuk
Indonesia bagian barat dan timur. Hasil analisa kuantitatif dengan regresi panel data menemukan bahwa variabel ketimpangan
pembangunan dan aglomerasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemiskinan. Sedangkan variabel PDRB dan
investasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan hasil itu, pemerintah harus
melakukan crash program untuk mengatasi lebih jauh ketimpangan pembangunan, agar kemiskinan dapat menurun lebih signifikan
lagi di Indonesia.
Kata Kunci: ketimpangan pembangunan, antarwilayah, kemiskinan, Indonesia, PDRB, investasi, aglomerasi, 2004-2013.
negara ini. Ditambah lagi dalam pembukaan Undang- daerah lain mempunyai kandungan sumber daya
Undang Dasar 1945 dalam aline ke-4 secara tersurat alam lebih kecil hanya akan memproduksi barang
menegaskan tujuan didirikannya Pemerintah Negara dan jasa dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga
Indonesia. Salah satu tujuannya adalah memajukan daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut
kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan selanjutnya menyebabkan daerah yang bersangkutan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Makna dari cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang
tujuaan ini adalah pemerintah harus menciptakan lambat.3
dan mendorong kesejahteraan bagi rakyat namun Ketimpangan wilayah timbul karena tidak
harus disertai dengan adanya azas keadilan bagi adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi.
semua masyarakat dimanapun mereka berada di Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju
seluruh Indonesia dari Sabang sampai Marauke. dengan wilayah yang terkebelakang atau kurang
Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat maju.Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan
tersebut maka dibutuhkan suatu proses yang karena adanya perbedaan antarwilayah satu dengan
dinamakan pembangunan dan pertumbuhan. lainnya. Armida. S Alisjahbana mengatakan bahwa
Dalam proses pembangunan ekonomi yang salah satu permasalahan ketimpangan yang menonjol
menciptakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia di Indonesia adalah kesenjangan antardaerah
berlangsung secara kontinu akan tetapi tidak sebagai konsekuensi dari terkonsentrasinya kegiatan
diimbangi dengan azas keadilan dan pemerataan. perekonomian di Pulau Jawa dan Bali. Berkembangnya
Dampaknya yang langsung terlihat adalah timbulnya provinsi-provinsi baru sejak tahun 2001 dan
ketimpangan pembangunan antarwilayah. desentralisasi diduga akan mendorong kesenjangan
Ketimpangan pembangunan antarwilayah tersebut, antardaerah yang lebih lebar.4 Ketimpangan
terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan pembangunan antar provinsi di Indonesia yang terjadi
wilayah yang terkebelakang atau kurang maju.Untuk menurut Deputi Kementerian Negara Perencanaan
itu maka diperlukan suatu kebijakan pertumbuhan Pembangunan Nasional (Bappenas) Imron Bulkin,
ekonomi yang disertai dengan pemerataan distribusi mengatakan bahwa hasil evaluasi yang dilakukan
pendapatan. oleh Bapenas terhadap pemerintahan Presiden Susilo
Ketimpangan pembangunan ekonomi Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap pembangunan
antarwilayah menurut Sjafrizal (2012) merupakan daerah sampai saat ini masih banyak ketimpangan.
fenomena umum yang terjadi dalam proses Secara khusus ketimpangan tersebut hampir disemua
pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan sektor terutama pada ketersediaan sarana publik,
ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan pendidikan dan kesehatan. Bukan hanya ketimpangan
kandungan demografi yang terdapat pada masing- saja, bahkan pembangunan selama ini mengabaikan
masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kawasan timur Indonesia.5 Bahkan Presiden terpilih
kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan Joko Widodo dalam kunjungannya ke redaksi Bisnis
pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses Indonesia mengakui bahwa adanya ketimpangan
pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, pemerataan pembangunan di Indonesia bagian timur,
tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah beliau mengatakan bahwa ketimpangan sangat jelas
biasanya terdapat wilayah maju (developed region) sekali di lapangan di Indonesia bagian timur.6 Untuk
dan wilayah relatif terbelakang (underdeveloped itu maka pembangunan yang dilaksanakan harus
region).2 didasarkan kepada azas pemerataan dan keadilan bagi
Lebih lanjut Sjafrizal (2012) mengatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia dimana pun mereka berada.
penyebab ketimpangan ekonomi antarwilayah juga Bertitik tolak dari kenyataan tersebut,
disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya kesenjangan atau ketimpangan antarwilayah
alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini merupakan konsekuensi logis pembagunan dan
jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi daerah
yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan
3
Ibid hlm. 119.
4
Armida S. Alisjahbana, Kesenjangan Regional di Indonesia,
sumber daya alam cukup banyak akan memproduksi
Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU, 2005.
barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah
5
“Ketimpangan Pembangunan di Indonesia Masih Terjadi”,
dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai (Online), (http://nasional.kontan.co.id/news/ketimpangan-
kandungan sumber daya alam lebih sedikit. Kondisi pembangunan-di-indonesia-masih-tinggi, diakses tanggal 9
ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah September 2014.)
bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan
6
“Ketimpangan Pembangunan di Indonesia Timur”, (Online),
(http://news.bisnis.com/read/20140721/15/244928/
Sjafrizal, Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, Jakarta: Rajawali
2 jokowi-akui-ketimpangan-pembangunan-di-indonesia-
Press, 2012, hlm.108-110. timur, diakses tanggal 9 September 2014 dari diunduh
tanggal 9 September 2014.)
Ari Mulianta Ginting Pengaruh Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah terhadap Kemiskinan di Indonesia 2004-2013 47
merupakan suatu tahapan dalam pembangunan (PDRB) dari masing-masing provinsi, baik provinsi
itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi yang berada di Indonesia bagian Barat mapun yang
antarwilayah yang berlebihan akan menyebabkan berada di Indonesia bagian Timur.
pengaruh yang merugikan (backwash effect) Perkembangan ketimpangan pembangunan
mendominasi pengaruh yang menguntungkan antarwilayah di Indonesia yang ditunjukkan dengan
(spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam Indeks Williamson pada Gambar 1. menunjukkan tren
hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. yang menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi ketimpangan yang semakin menurun antarwilayah
selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi- di Indonesia, baik di Indonesia bagian barat maupun
tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi bagian timur. Sejalan dengan ketimpangan yang
tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan semakin menurun, tren kemiskinan di Indonesia
tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi pada periode sama juga menunjukkan penurunan.
penduduk atau masyarakat akan memberikan Menurut Bappenas mengatakan bahwa pengurangan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.7 ketimpangan pembangunan wilayah di Indonesia
Ketimpangan pembangunan antarwilayah diperlukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan
terjadi mengakibatkan terhambatnya perkembangan di Indonesia.8 Ketimpangan pembangunan
wilayah diakibatkan oleh rendahnya aksesibilitas antarwilayah terutama Indonesia bagian barat dan
pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial. Indonesia bagian timur harus dilakukan tindakan
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah nyata untuk mendorong pengurangan kemiskinan di
menghasilkan daerah-daerah yang maju, berkembang Indonesia.
Erlangga, 2004, hlm. 5. Lukman Harun dan Ghozali Maski, Analisis Pengaruh
14
11
Michael Parkin, Economics 8th Edition, Toronto: Perason Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan
International Edition, 2008, hlm. 79-81. Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah
12
World Bank, Era Baru Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur),Malang:
Jakarta: World Bank, 2006. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, 2012.
Ari Mulianta Ginting Pengaruh Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah terhadap Kemiskinan di Indonesia 2004-2013 49
bahwa pada tahapan perkembangan (diwakili dengan E. Metode Penelitian
PDB per kapita yang masih rendah), maka proses Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
pertumbuhan diikuti oleh semakin memburuknya adalah menggunakan analisa kualitatif dan kuantitatif.
distribusi pendapatan dan setelah mencapai titik Analisa kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan
tertentu, pembangunan akan diikuti oleh membaiknya dan menjawab pertanyaan penelitian mengenai
pemerataan. Pembangunan dengan hasil seperti yang perkembangan ketimpangan pembangunan dan
digambarkan oleh hipotesis U terbalik, sebagian besar kemiskinan di Indonesia. Sedangkan analisa kuantitatif
didasarkan pada model pembangunan dualistik15 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
Yusuf, et al. dalam penelitiannya mengenai mengenai pengaruh variabel PDRB per kapita, investasi,
ketimpangan pembangunan regional di Indonesia aglomerasi, ketimpangan pembangunan antarwilayah
pada tahun 2014 mengatakan bahwa dengan terhadap kemiskinan di Indonesia.
mengurangi ketimpangan pembangunan di Indonesia Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
pada akhirnya bertujuan untuk mengurangi tingkat pustaka (library research). Untuk itu, maka data
kemiskinan yang ada di daerah. Pengembangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan
potensi dari sektor unggulan dari masing-masing dengan menggunakan literatur yang berkaitan
daerah harus dapat ditingkatkan di masing-masing dengan objek penelitian yang berupa dokumen atau
daerah, sehingga berdasarkan pengembangan asrip yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS),
potensi sektor unggulan tersebut dapat memacu Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman
pembangunan daerah dan pada akhirnya dapat Modal (BKPM), situs internet dan buku terkait. Jenis
mengakselerasi pengurangan kemiskinan.16 data yang digunakan adalah data sekunder mulai dari
Lebih lanjut menurut Aritenang, mengatakan tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Data yang
bahwa dengan pemerintah daerah yang memiliki tingkat digunakan menggunakan sample dari 33 provinsi,
kemiskinan yang cukup tinggi perlu meningkatkan kemudian dari 33 provinsi tersebut dikelompokkan
pertumbuhan GDP per kapita. Dengan peningkatan ke dalam dua bagian yaitu Indonesia Bagian Barat
GDP per kapita tersebut, maka provinsi-provinsi dan Timur. Pengelompokkan ini digunakan untuk
tersebut dapat memacu konvergensi dan mengurangi lebih memperlihatkan perbedaan kondisi antara
ketimpangan pembangunan di daerah. Pengurangan Indonesia Bagian Barat dan Timur.
ketimpangan pembangunan berarti dapat diartikan Variabel penelitian yang digunakan dalam
bahwa pemerintah daerah dapat meningkatkan level penelitian ini adalah:
pembangunan manusia, peningkatan investasi yang 1. Kemiskinan
pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan.17
Penelitian ini menggunakan data jumlah
Purnamasari (2010) melakukan penelitian mengenai
penduduk miskin yang digunakan bersumber dari
kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/
BPS. Konsep kemiskinan menurut BPS dipandang
kota di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2001-2008
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
dengan menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach)
dan model data panel. Indeks Ketimpangan Williamson
makanan dan bukan bahan makanan yang diukur
digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan
dari sisi pengeluaran.19
pendapatan serta menganalisa tren kesenjangan yang
2. PRDB
terjadi antar kabupaten/kota. Berdasarkan Indeks
Ketimpangan Williamson periode tahun 2001-2008 PDRB adalah jumlah output barang dan jasa yang
kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi dihasilkan oleh suatu daerah dalam perekonomian
Jawa Barat tergolong dalam indeks yang tinggi.18 dalam satu waktu tertentu. Dalam penelitian ini,
data PDRB yang digunakan adalah PDRB berdasarkan
harga konstan pada tahun dasar 2000 yang
15
Munawir Ismail, Teori Pertumbuhan dan Pemerataan,
Prisma tahun XXIV No. 1, 1995. mencerminkan PDRB sesungguhnya yang dihasilkan
16
Arief Yusuf, Mark Horridge, Edimon Ginting, Priasto Aji, oleh perekonomian suatu daerah setelah dieleminir
Reducing Disparity Through a Regions-Focused Development: dari pengaruh harga.
A Modeling Approach of Assessing the Indonesia MP3I, 3. Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah
Working Paper in Economics and Development Studies No.
201402, Bandung: Departement of Economics, Padjadjaran Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan
University, 2014. antarwilayah menggunakan indeks ketimpangan
17
Adiwan F. Aritenang, A Study on Indonesia Regions Disparity regional (regional inequality) yang dinamakan indeks
Post Decentralization, MRPA Paper No. 25245, 2010. ketimpangan Williamson20:
18
Meika Purnamasyari, Analisis Kesenjangan Pendapatan
Regional Kabupaten/Kota Periode Tahun 2001-2008 di 19
Badan Pusat Statistik, Data Strategis Indonesia 2013.
Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Jakarta: BPS, 2013.
Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2010. 20
Sjafrizal.Loc Cit,. hlm. 110-111
50 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 45 - 58
Metode Estimasi
n 2 Teknik estimasi yang digunakan dalam
∑ ( yi − y ) ( fi / n) penelitian ini adalah estimasi panel data. Estimasi
Vw = i =1 panel data adalah estimasi yang menggabungkan
y antara data time series dan cross section. Salah
satu tujuan menggunakan estimasi panel menurut
Dimana : Baltagi (1995) yaitu dapat meneliti karakteristik
Vw = Koefisien Variasi Williamson (Indeks individu yang mencerminkan dinamika antar waktu
Williamson) dari masing-masing variabel independen, sehingga
Yi = PDRB Per Kapita Daerah masing-masing analisis lebih komprehensif dan mencakup hal-hal
Provinsi di Indonesia yang mendekati realita. Dalam estimasi panel data,
ada tiga pendekatan yang bisa digunakan yaitu
Y = PDB per kapita nasional seluruh provinsi di
common effects, fixed effects dan random effects.
Indonesia
Untuk memilih antara pendekatan common effects
fi = Jumlah penduduk masing-masing provinsi dan fixed effects digunakan Uji F.
di Indonesia Rumus Uji F yang digunakan adalah
i = Wilayah
F= F=
(
RUR
2
)
− RR2 m
, dimana RUR adalah
2
n = Jumlah penduduk seluruh Indonesia
R ( )
1 − RUR ( n − k )
2
secara lebih jelas mengenai ketimpangan dan Williamson untuk Indonesia Bagian Barat sebesar
kemiskian yang terjadi di Indonesia. 0,239. Perbedaan Indeks Williamson yang cukup
Berdasarkan data BPS pada tahun 2013 yang tinggi menandakan bahwa terdapat kesenjangan
terlihat pada Gambar 3. disparitas kemiskinan yang cukup besar atau tinggi antara Indonesia bagian
antarprovinsi di Indonesia sangat tinggi. Tingkat barat dan Indonesia bagian timur. Akan tetapi secara
kemiskinan di Indonesia Bagian Barat, sebagai contoh perlahan namun pasti, pada periode selanjutnya
di Provinsi DKI Jakarta, Bali, Sumatera dan Jawa Indeks Williamson untuk Indonesia bagian timur
relatif lebih rendah dibandingkan di Indonesia Bagian mengalami penurunan dari 0,42585 pada tahun
Timur. Perbedaan tingkat kemiskinan di Jakarta hanya 2004 maka pada tahun 2012 menjadi 0,31929. Hal ini
sekitar 4,09 persen sedangkan di Indonesia Bagian pertanda terjadi peningkatan kualitas pembangunan
Timur sebagai contoh di Provinsi Papua hampir di Indonesia bagian timur sehingga dapat mengurangi
mencapai 27,80 persen dari jumlah penduduk. Atau ketimpangan pembangunan yang terjadi.
terjadi disparitas sebesar 23,71 persen. Perbedaan Penurunan ketimpangan yang terjadi di Indonesia
persentase penduduk miskin menurut provinsi khususnya di Indonesia bagian timur tidak lepas dari
tersebut sejalan dengan ketimpangan pembangunan fungsi pemerintah. Menurut Stiglitz yang dikutip oleh
antarwilayah yang terjadi antara Indonesia Bagian Rama, et. al. mengatakan bahwa fungsi pemerintah
Barat dengan Bagian Timur. itu sendiri di antaranya adalah fungsi distribusi, alokasi
Gambar 4. memberikan deskripsi yang cukup jelas dan stabilisasi. Fungsi alokasi adalah peran pemerintah
mengenai ketimpangan pembangunan antarwilayah di dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi agar
Indonesia. Dengan menggunakan Indeks Williamson, tercipta secara efisien. Fungsi alokasi yang efisien
Indonesia Bagian Timur memiliki angka indeks yang dilakukan dengan cara adanya peran pemerintah
lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia Bagian dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi tersebut
Barat. Pada tahun 2004, Indeks Williamson untuk merata di seluruh wilayah. Dan diikuti dengan peran
Indonesia Bagian Timur adalah sebesar 0,42585 pemerintah dalam menyediakan barang yang tidak
sedangkan Indeks Williamson untuk Indonesia Bagian bisa disediakan oleh pasar. Fungsi distribusi adalah
Barat untuk tahun yang sama adalah sebesar 0,239. Dari peran pemerintah dalam mempengaruhi distribusi
Indeks Williamson tersebut terlihat terdapat disparitas pendapatan dan kekayaan untuk menjamin adanya
angka yang cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa keadilan. Fungsi stabilisasi merujuk pada tindakan
antara Indonesia Bagian Barat dan Bagian Timur masih pemerintah dalam mempengaruhi keseluruhan tingkat
terdapat ketimpangan pembangunan antarwilayah pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan harga.22
yang cukup besar. Ketimpangan pembangunan Namun demikian gap antara Indeks Williamson
antarwilayah di Indonesia terus masih terjadi hingga untuk Indonesia bagian timur dan bagian barat secara
tahun observasi tahun 2013. keseluruhan dari tahun 2004 sampai dengan tahun
setiap terjadi penurunan ketimpangan pembangunan hingga menjadi 0,267. Hal yang sama terjadi juga
antarwilayah di Indonesia maka akan mengurangi dengan kemiskinan di Indonesia. Pada tahun 2004,
tingkat kemiskinan yang terjadi. Sebaliknya jika terjadi jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar
kenaikan ketimpangan pembangunan antarwilayah 36,15 juta jiwa mengalami penurunan sebesar 21,03
di Indonesia maka akan dapat meningkatkan tingkat persen pada tahun 2013 menjadi sebesar 28,5
kemiskinan di Indonesia. juta jiwa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian tingkat kemiskinan di Indonesia pada dari tahun
yang dilakukan sebelumnya oleh Haan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 juga mengalami
2004 melakukan penelitian dengan sampel negara tren pertumbuhan yang menurun.
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Siagian, Matias. (2005). Aglomerasi dan Kemiskinan
Jakarta: Rajawali Press. Perkotaan, Jurnal Wawasan, No. 2(11).
Todaro, M.P. (2000). Economic Development. (Edisi Wiyardi dan Trisnawati, Rina. (2003). Analisa Potensi
ke-7) New York: Wesley Longman, Inc. Daerah Untuk Mengembangkan Wilayah di Eks
Keresidenan Surakarta. Jurnal Fokus Ekonomi,
No. 3(1).
Jurnal dan Majalah:
Yeniwati. (2013). Ketimpangan Ekonomi Antar
Alisjahbana, Armida S. (2005). Kesenjangan Regional
Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol
di Indonesia, Jakarta: Lembaga Penelitian
II No. 03.
SMERU, No.16: Okt-Des/2005.
Yusuf, Arief., Horridge, Mark., Ginting, Edimon., &
Aritenang, Adiawan F. (2010). A Study on Indonesia
Aji , Priasto. (2014). Reducing Disparity Through
Regions Disparity Post Decentralization. MRPA
a Regions-Focused Development: A Modeling
Paper No. 25245.
Approach of Assessing the Indonesia MP3I.
Astrini, Myanti. (2013). Pengaruh PDRB, Pendidikan Working Paper in Economics and Development
dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Studies, No. 201402, Departement of Economics,
Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Padjadjaran University.
No.8(2).
Datt, Gaurav& Ravallion, Martin.(1990). Regional Internet:
Disparities, Targeting, and Poverty in India, Bappenas. Pengurangan Ketimpangan
World Bank Working Paper. Pembangunan Wilayah, (online),(http://www.
Ginting, Ari Mulyanta. (2013). Pengaruh Pertumbuhan bappenas.go.id/files/3813/5762/8989/bab-
Ekonomi dan Pertumbuhan SektorSektor 26__20091007161707__26.pdf, diakses 29
Keuangan terhadap Pengurangan Kemiskinan di Januari 2015).
Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, “Ketimpangan Pembangunan di Indonesia
No. 1(2). Timur”, (online), (http://news.bisnis.com/
Hapsoro, Dody Nursetyo Yekni & Gunanto. (2013). read/20140721/15/244928/jokowi-akui-
Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi ketimpangan-pembangunan-di-indonesia-
Regional Terhadap Tingkat Kemiskinan Perkotaan, timur, diakses 9 September 2014).
Diponegoro Journal of Economics No. 2(2).
58 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 45 - 58