Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

Keperawatan Anak

Oleh :

Susmiati
72020040163

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

1. Pengertian
Neonatus adalah bayi dari umur 4 minggu, lahir biasanya dengan cara gestasi 38-42
minggu (ilyas Jumani, 2018).
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa
akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2014).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2015).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

2. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis
yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain
atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke
sel hepar.
c. Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3. Anatomi Fisiologi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut
dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus
kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus
kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2015).
Hati disuplai oleh pembuluh darah,yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Fungsi hati
a. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa
dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
c. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan
ke empedu
e. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan
dalam tubuh (seperti peptisida).
f. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
g. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum,
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
h. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

4. Patofisologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya,
bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika
mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak
berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering
ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan
bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada
janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah &
Jaya, 2016)
5. Pathways
6. Manifestasi klinis
a. Kulit jaundice (kuning)
b. Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan
15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya
intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k. Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi
(AH Markum, 2012)

7. Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
a. Ikterus fisiologi (direks)
1) Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
2) kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl
pada bayi kurang bulan
3) Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
4) Ikterus hilang 10-14 hari
5) Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
b. Ikterus patologis
1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
3) Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10
mg/dl pada bayi kurang bulan
4) Ikterus menetap setelah 2 minggu
5) Mempunyai hubungan dengan hemolitik

8. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2014), antara lain :
a. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
1) Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang,
jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan
melalui sonde.
2) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI)
mungkin perlu ganti susu.
b. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
1) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama
30 menit)
2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
3) Berikan banyak minum
4) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi dokter,
bayi perlu terapi
c. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
1) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
2) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya
3) Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).

9. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2012)
 
10. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2011 yaitu :
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan
adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi paterm.
e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
g. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
h. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah
merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
k. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar seperti
diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.
n. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Umun
a. Identitas
meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan
urine
2) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau icterus
3) Riwayat kehamilan
a) Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.
b) Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan
nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
c) Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d) Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.

2. Pengkajian Kusus
a. Aktivitas/ Istirahat
Letargi, malas
b. Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia, nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur
dalam normal (120-160x/mnt)
c. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja
berwarna pucat. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin
lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin, urine gelap pekat, hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum  ( reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB
bayi mengalami penurunan. Riwayat pelambatan / makanan oral buruk, palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfe, hepar.
e. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
f. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik
g. Personal Hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
h. Pernafasan
Mungkin dangkal, tidak teratur,pernafasan diafragmatik intermitten atau periodik (40 –
60x/mnt). Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, atau substernal, atau derajat
sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi menanda sindrom disters
pernafasan (RDS)
i. Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan fontanel karena ketidak
adekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil dengan dahi menonjol,
batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju. Tonus otot dapat
tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas dan keterbatasan gerak,
pelebaran tampilan mata. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan refleks moro mungkin terlihat.
j. Makanan / cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering,
pecah – pecah, dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan masa otot,
khususnya pada pipi, bokong dan paha, ketidakseimbangan metabolik dengan
hipoglikemia atau hipokalsemia.

k. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah, tidak terdapat garis alur pada telapak tangan, warna
mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat dengan warna kehijauan,
menangis mungkin lemah.
l. Seksualitas
Labio minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol,
testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak pada scrotum.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.
d. Risiko infeksi b.d proses invasif.
e. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan
diare.
f. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
g. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
h. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap bayi.
( NANDA, 2015 )

4. Intervensi Keperawatan
NO Dx. Keperawatan NOC NIC
.
1 Ikterus Neonatus Setelah dilakukan asuhan 1. Fototerapi: neonates
b.d neonates keperawatan, maka a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi
mengalami didapatkan kriteria: mengenai adanya faktor risiko terjadinya
kesulitan transisi 1. Adaptasi bayi baru hyperbilirubinemia.
kehidupan ekstra lahir c. Observasi tanda-tanda (warna) kuning.
uterin, a. Warna kulit d. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai
keterlambatan b. Mata bersih kebutuhan, sesuai protokol dan
pengeluaran c. Kadar bilirubin permintaan dokter.
mekonium, 2. Organisasi b. Edukasikan keluarga mengenai prosedur
penurunan berat (Pengelolaan) bayi dalam perawatan isolasi.
badan tidak premature e. Tutup mata bayi, hindari penekanan
terdeteksi, pola a. Warna kulit yang berlebihan.
makan tidak tepat 3. Fungsi hati , resiko f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per
dan usia ≤ 7 hari. gangguan. protokol.
a. Pertumbuhan dan 2. Monitor tanda vital
perkembangan bayi a. Monitor nadi, suhu, dan frekuensi
dalam batas normal pernapasan dengan tepat.
a. Tanda-tanda vital c. Monitor warna kulit, suhu, dan
bayi dalam kelembaban.
 batas normal
2 Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Temperature regulation (pengaturan suhu)
suhu lingkungan asuhan keperawatan, a. Monitor sushu minimal tiap 2 jam.
tinggi dan efek maka didapatkan b. Rencanakan monitoring suhu secara
fototerapy kriteria: kontinyu.
1. Termoregulasi. c. Monitor nadi dan RR.
a. berkeringat saat panas d. Monitor warna dan suhu kulit.
b. gemetaran saat dingin. e. sesuaikan suhu yang sesua dengan
c. Tingkat pernafasan. kebutuhan pasien. f. Monitor tanda-tanda
2. Kontrol resiko : hipertermi dan hipotermi.
hipertermi. g. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
a. Teridentifikasi nya h. Berikan antipiretik jika perlu.
tanda dan gejala i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air
hipertermi hangat untuk perubahan suhu tubuh yang
b. Modifikasi lingkungan sesuai.
untuk mengontrol suhu 2. Manajemen demam
tubuh a. Monitor suhu secara continue
b. Monitor keluaran cairan
c. Monitor warna kulit dan suhu
d. Monitor masukan dan keluaran.
3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol Infeksi).
proses invasif. asuhan keperawatan, a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
maka didapatkan pasien lain.
kriteria: b. Pertahankan teknik isolasi.
Kontrol resiko : proses c. Batasi pengunjung bila perlu.
infeksi. d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
Faktor risiko infeksi tangan.
teridentifikasi. (5) d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
e. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
pelindung.
g. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat.
h. Tingkatkan intake nutrisi.
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu
yang mengandung infection protection
(proteksi terhadap infeksi).
4 Defisit volume Fluid balance Manajemen cairan
cairan b/d Hydrarin a. Timbang popok jika diperlukan
kehilangan aktif Nutritional status : food b. Pertahankn cacatan intake & output yang
volume cairan and fluid intake. akurat.
(evaporasi).  Mempertahankan urine c. Monitor status hidrasi (kelembaban
output sesuai dengan membrane mukosa ,nadi adekuat)
BB, BJ urine normal, d. Monitor vital sign
HT normal.
5. Resiko kerusakan Tissue integrity : skin and Tissue integrity
integritas kulit b/d Mucous membrance a. hindari kerutan pada tempat tidur.
pigmentasi  Suhu tubuh dalam b. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
(jaundice) rentang normal 36º C - kering.
hipertermi, 37º C. c. Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali.
perubahan turgor  Hidrasi dalam batas d. Monitor adanya kemerahan.
kulit, eritemia. normal e. Oleskan lotin/baby oil pada daerah yang
 Keutuhan kulit tertekan.
 Pigmentasi dalam batas f. Mandikan dengan air hangat.
normal.
6 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Environment Management (manajemen
peningkatan kadar asuhan keperawatan, lingkungan).
bilirubin dan maka didapatkan a. Sediakan lingkungan yang aman untuk
proses fototerapi. kriteria: a. pasien.
1. Kontrol Resiko cidera b. Menghindari lingkungan yang berbahaya.
2. Terbebas dari cidera. c. Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT
d. sebelum dan sesudah tansfusi tukar.
e. Monitor tanda vital.
f. Mempertahankan system
kardiopulmonary.
g. Mengkaji kulit pada abdomen.
h. Kolaborasi pemberian obat untuk
meningkatkan transportasi dan konjugasi
seperti pemberian albumin atau pemberian
plasma.
i. h. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
7. Nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : Nutrision
kebutuhan tubuh  Tidak terjadi penurunan a. Monitor jumlah nutrisi dan kecukupannya
b.d ketidak BB b. Be rikan ASI setiap 2 jam
Mampuan menelan Tidak terdapat tanda – c. Berikan informasi kepada keluarga terutama
tanda mal nutrisi ibu tentang pentingnya pemberian ASI tiap 2
 Terjadi peningkatan BB jam
d. Kolaborasi dengan dokter maupun ahli gizi
tentang gizi yang dibutuhkan jika diperlukan

DARTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A. 2015. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012. Nursing
Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.Iowa : Mosby Elsavier.

IDAI. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ;
Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.


Jakarta : EGC

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian
Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Suriadi, dan Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2010. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Bronkopneumonia
    Askep Bronkopneumonia
    Dokumen6 halaman
    Askep Bronkopneumonia
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • OPTIMASI HEMODIALISA
    OPTIMASI HEMODIALISA
    Dokumen8 halaman
    OPTIMASI HEMODIALISA
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep Perawatan Luka
    Askep Perawatan Luka
    Dokumen9 halaman
    Askep Perawatan Luka
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Peb Icu
    Asuhan Peb Icu
    Dokumen8 halaman
    Asuhan Peb Icu
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP Bronchopneumonia
    LP Bronchopneumonia
    Dokumen8 halaman
    LP Bronchopneumonia
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP Selulitis
    LP Selulitis
    Dokumen6 halaman
    LP Selulitis
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep Halusinasi
    Askep Halusinasi
    Dokumen10 halaman
    Askep Halusinasi
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP Halusinasi
    LP Halusinasi
    Dokumen15 halaman
    LP Halusinasi
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP Selulitis
    LP Selulitis
    Dokumen6 halaman
    LP Selulitis
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • PERAWATAN BBLR
    PERAWATAN BBLR
    Dokumen5 halaman
    PERAWATAN BBLR
    arizal febrino
    Belum ada peringkat
  • STROKE PASIEN
    STROKE PASIEN
    Dokumen11 halaman
    STROKE PASIEN
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • SNH Laporan
    SNH Laporan
    Dokumen12 halaman
    SNH Laporan
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP SNH
    LP SNH
    Dokumen10 halaman
    LP SNH
    Airin Teratai
    0% (1)
  • Resum Jiwa
    Resum Jiwa
    Dokumen6 halaman
    Resum Jiwa
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Sap BBLR
    Sap BBLR
    Dokumen9 halaman
    Sap BBLR
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak DHF
    Askep Anak DHF
    Dokumen9 halaman
    Askep Anak DHF
    arizal febrino
    Belum ada peringkat
  • LP Halusinasi
    LP Halusinasi
    Dokumen15 halaman
    LP Halusinasi
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP SNH
    LP SNH
    Dokumen10 halaman
    LP SNH
    Airin Teratai
    0% (1)
  • Askep SNH
    Askep SNH
    Dokumen11 halaman
    Askep SNH
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep SNH
    Askep SNH
    Dokumen11 halaman
    Askep SNH
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • DHF Laporan
    DHF Laporan
    Dokumen10 halaman
    DHF Laporan
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Dokumen6 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep Neonatus Hipoglikemi
    Askep Neonatus Hipoglikemi
    Dokumen8 halaman
    Askep Neonatus Hipoglikemi
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Diare Akut Anak
    Diare Akut Anak
    Dokumen14 halaman
    Diare Akut Anak
    Teratai tiga
    Belum ada peringkat
  • LP DM
    LP DM
    Dokumen11 halaman
    LP DM
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • LP SNH
    LP SNH
    Dokumen10 halaman
    LP SNH
    Airin Teratai
    0% (1)
  • Pijat Bayi
    Pijat Bayi
    Dokumen7 halaman
    Pijat Bayi
    Airin Teratai
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik Susmiati DM
    Askep Gerontik Susmiati DM
    Dokumen13 halaman
    Askep Gerontik Susmiati DM
    Yuli Ratnanti
    Belum ada peringkat
  • Diare Anak
    Diare Anak
    Dokumen9 halaman
    Diare Anak
    Teratai tiga
    Belum ada peringkat