Anda di halaman 1dari 4

Booming Pengangguran Di Pemerintahan IRNA

Aryos Nivada
Pengamat Politik dan Keamanan

Judul tertera di atas, begitu membuat ketertarikan bagi saya seorang penulis untuk menelisik
secara mendalam. Daya menangkap ide membuat pikiran ini melakukan pengecekan atas pengangguran
yang terjadi di era Pemerintahan Aceh saat ini dibawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Muhammad
Nazar. Pastinya terpikir apa yang menarik mengulas hal tersebut. Bagi saya tujuan memberikan
kebenaran informasi atas sebuah kondisi realitas, walaupun ukuran kebenaran belum tentu absolute.
Sekaligus ingin menyampaikan kepada rakyat Aceh selama rentang tiga tahun Pemerintahan IRNA tidak
benar-benar serius mengatasi masalah pembengkakkan pengangguran. Apa benar ketenagakerjaan di
Aceh terus memburuk? Untuk itulah saya mencoba menganalisisnya.

Sebelumnya saya ingin menjabarkan definisi dari pengangguran itu sendiri. Secara gramatikal di
artikan orang yang tidak memiliki mata pencaharian atau bisa dikatakan tidak bekerja sama sekali.
Munculnya pengangguran tidak sebabkan faktor utamanya terletak pada jumlah angkatan kerja atau para
pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Permasalahan pengangguran menjadi masalah klasik yang di alami di setiap pemerintahan mana pun
maupun daerah tertentu, dimana ujung – ujungnya bermuara pada masalah perekonomian (kesejahteraan).

Membuka lapangan pekerjaan melalui berbagai terobosan menjadi kunci dalam mengatasi
masalah pengangguran, bila tidak disikap secara bijaksana oleh pemerintah ini akan menimbulkan
kemiskinan yang menjauhkan rakyat atau masyarakat dari kata kesejahteraan. Tidak menutut
kemungkinan masalah-masalah sosial lainnya akan bermunculan seperti krimininalitas, dll. Pada dasarnya
bagaimana mencukupi urusan perut saja. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya pendapatan suatu pemerintahan
ataupun negara.

Baru saya mengajak pembaca untuk melihat kondisi riil dari Pemerintahan IRNA dalam
mengatasi masalah pengangguran bersinergis dengan fakta-fakta. Menurut saya, di Pemerintahan IRNA
tidak ada sebuah terobosan yang kongkrit guna mengatasi masalah pengangguran, malahan semakin
membludak. Hal ini disebabkan tidak ada sebuah skenario pembangunan Aceh yang sistematis dan
komperhensif, kalau dikatakan Pemerintahan ini memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 21
Tahun 2007 tentang rencana jangka menengah Provinsi NAD. Hal penting lagi Pemerintah Aceh masih
terhutang akan pembuatan Rencana Jangka Panjang, dimana itu menjadi rujukan bagi Pemerintahan
selanjutnya.

Page | 1
Amat disayangkan Pergub itu tidak menjelaskan capaian apa yang ingin di raih per tahunnya.
Singkat kata ketidakjelasan output, outcome, teknisnya, serta implementasinya. Bila unsur itu diterapkan
secara otomatis, bisa membawa pada perubahan Aceh menjadi lebih baik lagi pasca konflik dan tsunami.
Intinya ada kelemahan pada pondasi ekonomi yang di bangun Pemerintahan Aceh saat ini. Mirisnya lagi
pelabelan dari masyarakat menilai program – program yang di rencanakan, terkesan mengejar pemakaian
anggaran saja, tanpa di pikir nilai kebermanfaatan serta kebutuhan dasar yang diinginkan. Idealnya
pembuatan program dilakukan berkelanjutan sehingga bisa di ukur dampak yang dihasilkan. Solusi ini
tidak dijalankan, maka tidak salah bila dikatakan project oriented. Pertanyaan mendasarnya apakah
pembuatan program atau kegiatan dalam mengentaskan angka pengangguran sudah melalui penelitian
ataupun surve? Karena setiap daerah di Aceh berbeda kebutuhan program/kegiatan dalam menurunkan
angka pengangguran.

Jadi tidak bisa Pemerintahan Aceh sertamerta dengan seenak pikirannya menentukan program
yang tetapkan. Di satu sisi lagi lemahnya pemahaman sensitive konflik Pemerintahan Aceh, maksudnya
ketika membuat program harus dilihat skala prioritas mana daerah yang perlu di dahulukan, dikarena
berpotensi memunculkann konflik. Ketika itu dilakukan maka tanpa sadar pemerintah telah menjaga
keberlangsungan perdamaian bagi Aceh. Faktanya kondisi pantai barat selatan, dan tengah sangat kurang
mendapatkan perhatian pembangunan, tetapi lebih cenderung membangun di wilayah pesisir timur. Itu
bisa dilihat secara kasat mata perbedaan tingkat kemajuan daerahnya di bidang infrastruktu dan fasilitas
bagi rakyatnya dan penyediaan lapangan kerja.

Program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat seperti
Alokasi Dana Gampong (ADG), Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong (BKPG), dan program
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) menjawab masalah pengangguran melalui
terbukanya lapangan pekerjaan baru. Tetapi kenyataan program itu tidak saling sinergis, dampak yang
terjadi tumpang tindih implementasinya, bahkan tidak menjawab kebutuhan mendasar rakyat Aceh. Ini
menunjukan kurangnya koordinasi serta komunikasi. Jangan sampai nantinya memunculkan embrio
konflik baru serta mengkikis perdamaian yang telah berjalan.

Guna menutupi kebobrokan kinerja Pemerintahan ini dalam mengatasi masalah pengangguran,
tiba-tiba politik pencitraan (politik kamuflase) di lakukan, indikatornya melalui argument dari Kasubdin
Sumberdaya Manusia dan Perluasan Kesempatan Kerja Dismobnakerduk Aceh, Drs Mahdi (Serambi
Indonesia 9/1/2010) mengatakan, sektor pekerja yang mengalami peningkatan yaitu pertanian,
perkebunan, kehutanan, perburuhan dan perikanan, yaitu sebesar 60 ribu orang. Sedangkan sektor yang
mengalami penurunan angkatan kerja tertinggi adalah sektor industri pengolahan. Karena, sektor ini
mengalami pengurangan pekerja hingga 5.000 orang. Penurunan atau pengurangan tenaga kerja di sektor
ini, terjadi bersamaan adanya penurunan jumlah industri, khususnya industri pengolahan kayu di daerah
ini.

Seharusnya diperjelas kepada publik daerah (lokasinya) mana saja yang mengalami peningkatan
itu, serta bagaimana cara pendataan tersebut, karena masalahnya keabsahan data masih menjadi
Page | 2
pertanyaan yang tidak berkesudaan. Soalnya perilaku kita selalu bisanya hanya mengklaim saja untuk
menunjukan akan kinerja kita sudah berhasil. Bila itu dilakukan publik ataupun Lembaga Swadaya
Masyarakat bisa melakukan pengecekan secara langsung termasuk juga media elektronik dan media
massa. Bisa saja terjadinya peningkatan di sector pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuhan dan
perikanan itu bukan, karena peran pemerintah tetapi karena peran swasta dan peran personal masyarakat
Aceh sendiri guna mencari nafkah. Sejalan dengan ekonomi laissez-faire, suatu teori ekonomi yang
berdasarkan pada keyakinan bahwa pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan
negara atau pemerintah.

Argument Mahdi itu bertolak belakang dari hasil riset survei pasar kerja (SPK) International
Labour Organization (ILO/EAST) bersama Aceh Institute, menunjukkan adanya kekwatiran akan terjadi
besarnya proyeksi kesenjangan negatif pada 2012, antara kesempatan kerja yang tersedia dengan jumlah
tenaga kerja. Kondisi ini tentunya berdampak pada terjadinya ledakan angka pengangguran dalam jumlah
besar. Penelitian ini lakukan di tiga wilayah yaitu Aceh Besar, Pidie/Pidie Jaya, dan Banda Aceh.
Disebutkan, untuk Aceh Besar, kesempatan kerja yang tersedia mencapai 176.154, sedangkan angkatan
kerja mencapai 216.036 sehingga terjadi kesenjangan mencapai 40.157 jiwa. Hal yang sama juga dialami
Banda Aceh dan Pidie/Pidie Jaya. Untuk Banda Aceh kesempatan kerja mencapai 51.062, sedangkan
angkatan kerja mencapai 67.179 atau terjadi kesenjangan 16.117 jiwa. Itu baru tiga wilayah bagaimana
bila dilakukan seluruh wilayah Aceh di masing – masing kabupaten/kota.

Di perkuat lagi dari kondisi pasca BRR NAD – Nias, ditambah lagi para NGO internasional
membuat membengkaknya jumlah pencari kerja di Aceh, selanjutnya eks kombatan yang tidak
mendapatkan akses memperoleh pekerjaan, bahkan baru – baru ini ribuan massa mendukung
Pemerintahan IRNA datang ke Banda Aceh dari berbagai daerah di Aceh. Saya berpikir jangan sampai,
karena maraknya jumlah pengangguran di Aceh dipergunakan pihak-pihak tertentu untuk di mobilisasi
secara politik dengan tujuan menunjukan akan kinerja yang bagus, padahal jauh dari harapan masyarakat
Aceh. Disisi lain jumlah pengangguran makin naik manakala warga Aceh dari luar daerah dan luar negeri
serta kasus-kasus pemutusan hubungan kerja dengan tidak normalnya operasional beberapa proyek vital
di Aceh, turut menjadi sumber kekhawatiran saya.

Khusus untuk eks kombatan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab
memberikan lahan pertanian, sesuai isi MoU Helsinki point ke 3.2 sub point 3.2.5, bilamana tidak
direalisasikan akan memunculkan konflik ke depannya. Tetapi bilamana ini terealisasi akan menciptakan
lapangan pekerjaan. Bagi saya ini juga mendorong kestabilitasan secara politik dan ekonomi.

Terakhir dari tulisan ini saya ingin memberikan saran, jangan sampai pribadi ini tergolong orang
yang suka mengkritik tapi tidak memberikan jalan keluar. Menurut saya, Pemerintah Aceh jangan
berfokus mendatangkan investor dari asing, tetapi kuatkan pondasi di bidang pertanian. Mengapa, karena
bidang pertanian menyerap lapangan pekerjaan yang besar. Buat perekonomian berbasiskan pertanian.
Pembuatan pondasi pertanian tentunya membutuhkan blue print yang selaras dengan daerah lain.
Maksudnya Pemerintah Aceh menginstruksikan kepada kabupaten/kota berfokus mengembangkan

Page | 3
komoditi pertanian sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. Hal penting lainya penyediaan dan
pembangunan infrastruktur penunjang pertanian agar tidak perlu lagi hasil komoditi pertanian di olah di
Sumatra Utara, tetapi proses pengeolahan dilakukan di Aceh sendiri.

Selebihnya kembangkan usaha-usaha bisnis kecil yang bersifat home industri, dimana secara
tidak langsung menunjang perekonomian Pemerintahan Aceh. Selanjutnya jangan terlupakan adalah
perdayakan konsep investor lokal pengertiannya Pemerintah sendiri yang menjadi investor tersebut,
dikarenakan Aceh berlimpah dari anggaran otonomi khusus (outsus), minyak dan gas bumi (migas), dan
APBA. Apabila kesemua itu dilaksanakan menurut saya akan menurunkan angka kemiskinan yang
berdampak pada menurunnya angka pengangguran tentunya.

Page | 4

Anda mungkin juga menyukai