Anda di halaman 1dari 2

Gubernur”Aceh”Transisi

Aryos Nivada
Mahasiswa Pascasarjana FISIP UGM dan Masyarakat Banda Aceh

Aceh mengulangi masa penundaan pada Pilkada 2006. Membedakan hanya konteks keadaan
dan aktor yang terlibat pada saat itu. Masa itu kembali akan terulang pada Pilkada 2012.
Penundaan akan terjadi, bilamana menilai pelaksanaan pilkada pada 16 Febuari 2012 dengan
kegiatan yang sepenuhnya belum terlaksana, bahkan komisioner Komisi Independent
Pemilihan Aceh meminta mengunduran hingga 9 April 2012. Walaupun belum disahkan oleh
Komisi Pemilihan Umum. Hal ini disebabkan putusan Makamah Konstitusi yang membuka
ruang bagi kandidat yang belum mendaftar sebagai peserta pilkada.

Muncul berbagai masukan gubernur transisi Provinsi Aceh. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) mengusulkan tiga orang nama di antaranya; Prof. Dr. Bakhtiar Aly, yang merupakan
asal Bireuen, Aceh dan pernah menjadi penasehat Polri. Saat ini menjabar sebagai pengajar
dan guru besar di Universitas Indonesia. Usulan kedua, Dirjen Otonomi Daerah (Otda)
Kemendagri, Prof. Dr Djohermansyah Johan. Terakhir usulan ketiga yakni mantan Pj.
Gubernur Kalimantan Timur dan juga pernah menjabat sebagai Bupati Aceh Utara yaitu Ir.
Tarmidzi Karim M.Sc. Putra Lhoksukon ini kini menjabat sebagai Kepala Badan Diklat
Depdagri. Namun terdengar santer nama Sekertaris Daerah Provinsi Aceh T Setia Budi
digadang-gadang pengganti Irwandi Yusuf.

Menariknya bagi saya bagaimana relasi dengan para kandidat dan siapa berpeluang besar
menjadi gubernur transisi. Saya memulai dengan Baktiar Aly, beliau tidak begitu kuat
memiliki relasi dengan elit politik di Aceh. Karena salah satu syarat yang non administrasi
adalah harus memiliki hubungan komunikasi yang baik kepada seluruh elit politik di Aceh.
Disisi lain sangat jarang komentar-komentar beliau merespon persoalan perpolitikan di Aceh.
Jadi sangat kecil peluang Baktiar Aly.

Berikutnya Prof. Dr Djohermansyah Johan. Dirinya sebagai Dirjen Otonomi Daerah (Otda)
telah berhasil mengambil hati elit politik di Aceh dan bagus dalam komunikasi politiknya.
Hal yang perlu dicatat Djohermansyah Johan sangat intensif mengupayakan penyelesaikan
persoalan konflik elit politik Aceh dalam ranah pilkada. Akan tetapi dirinya diindikasikan
memiliki fair dengan Partai Aceh. Terbukti membangun kesepakatan dengan Partai Aceh
tanpa sepengetahuan publik, baru setelah media mempublikasi terbuka relasi Dirjen Otda
dengan Partai Aceh. Sehingga secara tidak langsung masyarakat Aceh menilai ada hubungan
mesra yang terjalin di sadari atau tanpa disadari. Karena hubungan mesra itulah besar sekali
peluang Djohermansyah terpilih sebagai Pjs Gubernur Aceh.

Kandidat Pjs gubernur berikutnya yakni Tarmidzi Karim. Namanya pernah dijagokan dan
digaung-gaungkan maju kegelanggang pilkada. Namun surut dan tanpa tindakan kongkrit.
Tetapi namanya diusulkan menjadi Pjs Gubernur Aceh. Dari segi pengalaman menjalankan
roda kepemerintahan sangat bagus dan tidak jauh berbeda dengan Djohermansyah. Point
lebihnya Tarmizi Karim pernah menjabat Pj Gubernur Kalimatan Timur. Dari segi relasi
dengan elit politik di Aceh bisa dikatakan sedikit netral. Kalau kemampuan komunikasi
sudah teruji bisa diterima elit politik. Muncul tanda tanya bagaimana peluangnya? Bagi
pribadi saya menilai peluang besar, dikarenakan dirinya memiliki kedekatan dengan SBY.
Jika kondisinya demikian aliansinya mengarah kepada Demokrat. Kalau benar itu pihak yang
sangat diuntungkan adalah Muhammad Nazar karena di usung oleh Demokrat. Walaupun
dirinya tidak masuk dalam stukrtur internal demokrat. Bisa jadi pendukung eksternal. Kalau
tidak dekat mana mungkin dipercaya menjadi Pj gubernur Kalimatan Timur. Selanjutnya
sosok mantan alumni Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Syiah Kuala ini memahami
situasional politik Aceh. Walaupun elit politik Aceh menganggapnya sebagai saingan politik.

Kandidat terakhir adalah T Setia Budi. Dirinya sudah jelas berada dalam lingkungan internal
Pemerintah Aceh. Otomatis sudah sangat dekat dengan Irwandi Yusuf (incumbent). Kalau
ada usulan Sekda Provinsi Aceh sebagai Pjs Gubernur Aceh dihembuskan oleh kalangan
masyarakat sipil di Aceh yang pro kepada incumbent. Sebagaian besar elit yang
berseberangan dengan incumbent mencium aroman konsensus dengan Setia Budi. Tidak
mengherankan ada celotehan mengatakan kalau pejabat pemerintahan berpotensi sangat besar
bermain politik dengan memberikan dukungan kepada kandidat. Apalagi incumbent dianggap
kandidat kuat maka potensi ini semakin terbuka lebar. Bahkan ada kabar yang mengatakan T.
Setia Budi di dukungan oleh elit Jakarta berbaju militer dan lingkaran tim incumbent. Oleh
karena itu sangat besar peluang T Setia Budi menjadi kandidat Pjs Gubernur Aceh.

Kalau ditanyakan siapa kandidat berpeluang paling besar. Saya menjawab 2 (dua)
Djohermansyah Johan dan T Setia Budi. Sekarang tergantung kekuatan lobi dari elit politik
Aceh yang ingin menggoalkan keduanya. Tentunya kekuatan lobi tidak terlepas konsensus
yang ditawarkan hingga mencapai kesepakatan politik atau kesepakatan ekonomi. Belum
berhenti di situ saja ada pihak kuda hitam yang siap menggugurkan keingian dari kedua kubu
yaitu Tarmizi Karim. Kunci kemenangan sangat dipengaruhi hubungan dan masuk dalam
lingkaran SBY. Tarmizi Karim sudah masuk dan lingkaran kedekatan tersebut. Tidak
menutup kemungkinan dirinya akan dipilih menjadi Pjs Gubernur Aceh.

Bagi masyarakat Aceh siapa pun Pjs Gubernur Aceh harus mampu membawa keberhasilan
jalannya pilkada Aceh hingga terpilih gubernur baru. Saya juga meminta agar Pjs Gubernur
Aceh jangan mendukung terhadap salah satu kandidat. Lakukan mandat sesuai tupoksinya
serta amanah jabatan akan dipertanggung jawabkan.

Anda mungkin juga menyukai