LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
1.2.1 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke polik fisioterapi di antar keluarga untuk
kontrol, kemudian masuk rawat inap karena keluhan nyeri
punggung bawah menjalar ke paha yang sudah dirasakan dari
bulan desember 2016, pasien sulit berjalan dan tidak bisa duduk
karena nyeri. Pasien sebelumnya dirawat inap di ruang bedah
orthopedi ± 1 minggu, lalu pindah perawatan pada tanggal 24
februari 2017 ke ruang saraf selama 5 hari. Pasien mengaku
tidak pusing (-), mual (-), muntah (-), makan/minum baik,
BAB/BAK baik.
1
1.2.3 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
1.2.4 Riwayat sosial ekonomi
Ibu rumah tangga.
2
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas : Akral hangat
Capillary refill time <2 detik, udem (-)
Genetalia : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Imagine
1.5 Resume
Pasien 43 tahun, jenis kelamin perempuan datang dengan keluhan nyeri
pada daerah lumbosacral, yang menjalar ke paha. Keluhan ini sudah di rasakan
sejak desember 2016. Sulit berjalan dan duduk karena nyeri punggung yang
dirasakan.
4
Diagnosa topis : Vertebra Lumbalis
Diagnosa etiologi : Spasme paraspinal muscle vertebra L2-L3, L3-L4
Spondilosis Lumbal
Canal Stenosis L5-S1
Diferentsial banding : Lumbosacral Disc Injuries
Thoracic Disc Injuries
1.7 Planning
NaCl 0.9 % 500 cc
Methylprednisolon 125 mg
Diazepam 1 amp
Ketorolac II amp
Neurobion I amp
Ranitidin 2x50 mg/iv
Myonal 2x50 mg/po
PCT/tramadol 2x I cap/po
Kalmeco 2x I amp/iv
Foto lumbosacral AP/Lat
Cek DL, KL
1.9 Follow Up
1. Tanggal 20 Maret 2017
Refleks fisiologis
Keluhan utama: Nyeri tulang belakang BPR(++/++), TPR(++/++)
5
Onset sejak bulan desember KPR(++/++), APR(++/++)
Lokasi punggung bawah hingga paha Refleks patologis
Kualitas 555 555 Babinski (-/-)
555 555 Chaddock (-/-)
Gordon (-/-)
Kuantitas : ADL partial dependent Gonda (-/-)
Kronologi Schaefer (-/-)
Pasien sulit berjalan dan duduk Hofman (-/-)
karena nyeri pada punggung bawah Tromer (-/-)
yang menjalar hingga sekitar paha. Rangsang meningeal:
Faktor modifikasi : Kaku kuduk (-), Laseque (-)
Faktor memperingan: berbaring Kernig (-), Brudzinsky I-IV (-)
Faktor memperberat: jalan, duduk. Sensibilitas : Normal
Saraf Cranialis
TTV N. Olfactorius: Normosmia
TD : 130/70 N: 82x/menit N. Optikus
RR: 22x/menit SB: 36⁰C Buta warna (-)
Kepala/leher Lapang pandang baik
Konjungtiva anemis (-) N. Oculomotorius
Sklera ikterik (-) N. Trochlearis
pembesaran KGB(-) N. Abducens
Pulmo Pupil Isokor
Pernapasan dada simetris, FV Refleks cahaya (+/+)
Simetris, suara napas vesikuler, Posisi bola mata normal
Rhonki (-), Wheezing (-) Ptosis (-)
Cor Melihat kesegala arah (+)
Bunyi jantung I-II reguler N. Trigeminus
Gallop (-), murmur (-) Membuka mulut baik
Abdomen Mengunyah baik
Super, bunyi usus (+), nyeri tekan Menggigit baik.
(-), Hepar-lien tidak teraba N. Facialis
Angkat alis (+, simetris)
Ekstremitas Menutup mata (+)
Akral hangat, CRT ≤ 2”, udem (-) Menggembungkan pipi (+)
Bersiul (+)
Pengecapan 2/3 anterior baik.
A/ Radikulopati lumbal N. Vestibulococlearis
Spasme paraspinal muscle lumbal Suara berbisik tidak dievaluasi
Tes Weber tidak di evaluasi
P/ IVFD NaCl 0.9 % 500 cc Tes Rhine tidak dievaluasi
Metilprednisolon 12 mg Tes Swabach tidak dievaluasi
Diazepam inj amp Tes Romberg tidak dievaluasi
Ketorolac II inj amp N. Glossopharyngeal
Neurobion Inj amp Berbicara ‘aaa’ baik
Ranitidin 2x50 mg/iv Pengecapan 1/3 posterior baik
Myonal 2x50 mg /po Refleks muntah baik
PCT/Tramadol 2x 1caps/ po N. Vagus
Kalmeco 2x1 cap /po
Fisoterapi Refleks menelan baik
Korset TLSO N. Acessorius
Bedrest total, tirah baring tempat Mengangkat bahu baik
rata Memalingkan kepala baik
6
N. Hypoglossus
Posisi lidah ditengah /
simetris
Tanggal 21 maret 2017
S/ Nyeri pinggang berkurang Planning:
O/ Kesadaran: E4M6V5 IVFD 0.9% 500 cc
TTV: Metilprednosolon 125 mg inj amp
TD: 120/80 mmHg Diazepam Inj amp
N: 73x/ menit Ketoroloac II amp
RR: 22x/ menit Neurobion Inj Amp
SB: 36,0 ⁰C Ranitidine 2x50 mg /iv
A/ Radikulopati lumbal Myonal 2x 50 mg /po
Spasme paraspinal muscle lumbal PCT/ Tramadol 2x I cap /po
Spondilosis lumbal Kalmeco 2x I amp / iv
Canal stenosis L5-S1 Fisioterapi
Pasang korset TSL/LSO
1.10 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical,12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra
lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal.
Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal
cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan
otak dan sistem saraf perifer. Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh
discus intervertebralis atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di
posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh lamina atau ligament kuning.
Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen,
yaitu foramina intervertebralis.
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di
pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan
bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian
tersempit. Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir
di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu
foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh
discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian
inferior. Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal
dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke
bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit
recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus
lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan
penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis. Akar saraf yang
berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura setinggi ruang
intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis satu
tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat
terjadi penekanan.
8
2.2 Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau
lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat
servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
dari pada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi
segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan
panggul. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai
dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus
dan lanjutannya ke perifer.
Nyeri biasanya mengikuti dermatom tungkai yang terlibat, jika mengenai
saraf pada tingkat L4-5 atau L5-S1, maka mengenai nervus ischiadicus yang
berjalan di bagian belakang tungkai ke kaki. Nyeri menjalar ke tungkai bagian
belakang atau ke kaki (sciatica), merupakan salah satu kelainan saraf ekstremitas
9
bawah yang paling umum. Nervus ischiadicus merupakan saraf terbesar di tubuh,
menerima serabut saraf dari akar saraf L4-S3, meninggalkan pelvis di bawah M.
piriformis untuk mensarafi otot hamstring lateral dan medial sebelum berakhir
sebagai nervus tibialis dan peroneus.
10
disebabkan oleh lesi massa yang tumbuh perlahan, biasanya tumor. Pada keadaan
ini, nyeri tungkai jauh lebih buruk daripada nyeri punggung bawahnya. Kompresi
nervus lumbalis bagian atas seperti L2, L3, L4 dapat menyebabkan nyeri radikuler
di bagian depan paha dan betis.
2.3 Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya
yaitu proses kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan
struktur dan lokasi terjadinya proses.
a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi
diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan
11
spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur,
scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis.
b. Proses inflammatory
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses degenerative
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus.
12
Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan.
Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
13
Radiks medula spinalis Manifestasi
L3 Nyeri
Kemungkinan parestesia pada dermatom L3 seperti
paresis otot kuadriseps femoris
Refleks patela menurun atau menghilang
L4 Nyeri
Kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom
L4 seperti paresis otot kuadriseps dan tibialis anterior
Refleks patela berkurang.
L5 Nyeri
Kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom
L5
Paresis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis
longus, juga otot ekstensor digitorum brevis
Tidak ada refleks tibialis posterior
S1 Nyeri
Kemungkinan parestesis atau hipalgesia pada dermatom
S1 seperti paresis otot peronealis dan triseps surae
Hilangnya refleks tendon Achilles
2.5 Penatalaksanaan
Pada dasarnya dikenal dua tahapan, yaitu konservatif dan operatif.
a. Terapi konservatif meliputi rehat baring (bed rest), mobilisasi,
medikamentosa, fisioterapi, dan traksi pelvis.
Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat tidur
selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas tempat
tidur dengan alas keras dan atau bisa juga dengan posisi semi
Flowler. Posisi ini berguna untuk mengelimir gravitasi,
mempertahankan kur vatura anatomi vertebra, relaksasi otot,
mengurangi hiperlordosis lumbal, dan mengurangi tekanan
intradiskal.
Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan
bantuan korset. Manfaat pemakaian korset adalah untuk
membatasi gerak, mengurangi aktivitas otot (relaksasi otot),
membantu mengurangi beban terhadap vertebra dan otot
paraspinal, dan mendukung vertebra dengan peninggian tekanan
intra abdominal. Mobilisasi sebaiknya dimulai dengan gerakan
14
-gerakan ringan untuk jangka pendek. Kemudian diperberat dan
diperlama.
Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam tatalaksana NPB
ini, ialah obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal.
Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan
dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas
bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot,
memperbaiki extensibilitas jaringan ikat.
Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki
lordosis serta memaksa penderita melakukan tirah baring total.
Bukti -bukti menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk
meregangkan discus yang menyempit. Traksi pelvis dilarang
dilakukan jika ada infeksi tulang, keganasan tulang, adanya
kompresi mielum. Beban yang umum digunakan berkisar antara
10-25 kg.
2.6 Diskusi
Hasil pemeriksaan penunjang berupa foto lumbo sacral AP/lateral dengan
kesan adanya spasme paraspinal muscle pada vertebra L2-L3;L3-L4, spondilosis
lumbal, dan canal stenosis L5-S1.
Radikulopati lumbal pada pasien di sebabkan oleh nyeri akibat kompresi.
Pergerakan antara vertebra L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Dari semua segmen vertebra, vertebra lumbalis memiliki beban
yang lebih besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi nukleus,
dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi
di mulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus
pulposus yang diikuti ekstraksi dikus. Secara klinis yang sangat penting adalah
15
arah prostusi ke arah posterior, medial atau kelateral yang menyebabkan tarikan
malah robekan nukleus fibrous.
Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik seperti pada saat
mengangkat benda yang berat, saat mengikat tali sepatu, bahkan saat batuk atau
bersin dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot
punggung. Kekakuan otot menyebabkan trauma punggung hingga menimbulkan
nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka
waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan
medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.
Spondylosis lumbal, merupakan pertumbuhan tulang (osteofit) yang
berlebih, terutama di bagian anterior, lateral, dan posterior margin superior dan
inferior dari corpus vertebral. Spondylosis lumbalis merupakan penyakit
degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Proses dinamis ini
mungkin meningkat seiring dengan peningkatan usia. Spondilosis di temukan
apabila sudah terdapat nyeri punggung. Adanya osteofit pada lumbal, diduga
menyebabkan nyeri punggung karena jumlah dan ukuran. Kebanyakan penelitian
menunjukkan ada hubungan dengan gaya hidup, tinggi & berat badan, massa
tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol. Efek aktivitas fisik berat
dihubungan dengan degenerasi pada diskus intervertebralis.
Semakin bertambah usia, tulang belakang khususnya pinggang mengalami
proses degenerasi pada bantalan diskus yang diikuti gangguan stabilitas tulang
pinggang, penebalan ligament, pengapuran tulang dan penebalan sendi facet yang
menyebabkan penyempitan rongga medula spinalis. Proses degenerasi ini terus
tanpa disadari karena berlangsung perlahan dan membutuhkan waktu bertahun-
tahun hingga menimbulkan gejala-gejala nyeri yang sangat mengganggu dalam
menjalankan aktivitas.
Stenosis spinalis menyebabkan penyempitan pada central canal spinalis dan
ressesus canal spinalis yang progresif. Stenosis spinalis terjadi apabila canalis
spinal mengalami penyempitan, dan menyebabkan kompresi pada medula
spinalis. Ini disebabkan oleh penyempitan kanal tulang belakang secara bertahap
akibat penebalan (ligamentum flavum, persendian facet membesar, dan cakram
16
menggelembung. Hal ini menyebabkan biasanya disebabkan oleh proses penuaan
yang normal.
2.7 Prognosis
Prognosis tergantung penyebab dan beratnya kerusakan saraf. Nyeri
biasanya berlangsung lebih lama, dan lebih sulit diobati dibandingkan nyeri
nosiseptik. Sebagian besar nyeri neuropatik tidak berespons terhadap NSAID dan
analgesik opioid. Penyakit dasar harus ditatalaksana untuk mengurangi nyeri
neuropatik yang ditimbulkan.
17
BAB III
PENUTUP
18
DAFTAR PUATAKA
19