Anda di halaman 1dari 87

LAJU KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN

H2SO4

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin

disusun oleh :
Paulus Ronny Permana Setyawan
NIM : 035214019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

i
CORROSION RATE OF 304 STAINLESS STELL
IN H2SO4

A FINAL PROJECT

Submit for The Partial Fulfillment of Requirements


to Obtain the Sarjana Technic Degree
In Mechanical Engineering

By :
Paulus Ronny Permana Setyawan
Student number : 035214019

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM


MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE & TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008

ii
Karya ini kupersembahkan untuk :
TUHAN-KU YESUS KRISTUS

PAPA & MAMA

& seluruh keluargaku

” HI’ 04 UPN, Psi’ 04 USD, TE’ 05 USD “

Dosen2 Teknik Mesin FST USD

SUKARJO CLUB HOUSE


(kax Nando, koko Drew, mas Dendra, mas Guntur, om Wendi,
Genthong, Erwin, Koreri Komenity dkk)
TUGU ASRI FAMILY
(Ma’ El, Mas Wisnu, Mba Lusi, semuanya…popi juga ikut).

Teman2 seperjuangan TM’ 03, I’ ll miss you all…, CAM’ s, Temen2


Mahesa Kost, Illusion Basketball Team, Burjo Komeng, Team Football
FST, KMTM, Progresif_net, Temen2 UPPC, Kontrakan’ 04, Ariko Keyna
Café, Anak2 DMKC, Miu, Alm. Peppy, Alm. Bubba, Alm. Dingdong,
Almamater.

Jadilah Garam dan Terang Dunia....

v
MOTTO

“ Kalau anda benar-benar tahu, apa yang anda


inginkan dalam hidup ini, sungguh menakjuban
bagaimana peluang-peluang akan muncul bagi anda “

* JOHN M. GODDARD *

vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana
layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Juli 2008

Penulis

Paulus Ronny Permana Setyawan

vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Paulus Ronny Permana Setyawan

Nomor Mahasiswa : 035214019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Univesitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

LAJU KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN H2SO4

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikanny di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 17 Juli 2008

Yang menyatakan

{Paulus Ronny Permana Setyawan)

viii
INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju korosi Baja Tahan Karat
(Stainless Steel) 304 yang telah mengalami pengelasan dan yang tidak mengalami
pengelasan dalam larutan H2SO4 pH 0,2 dan 0,5. Hal ini untuk mendekatkan pada
penggunaan secara nyata yaitu sebagai bahan dasar tabung Reaktor SAMOP (Sub
Critical Assembly for Mo99 Prad Action).
Spesimen yang telah mengalami pengelasan TIG (pengelasan berperisai
tungsten) dibersihkan dari kerak kemudian diukur, ditimbang dan dicatat berat
awalnya. Selanjutnya spesimen dicelup ke dalam larutan H2SO4 pH 0,5 pada suhu
700C selama 6 jam dilanjutkan pada suhu 290C selama 18 jam setiap harinya
selama 16 minggu. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada spesimen yang
lainnya, namun dengan pH 0,2.
Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang tidak signifikan, antara laju
korosi stainless steel yang telah mengalami pengelasan (0,4276619
gram/dm2/bulan) dengan stainless steel yang tidak mengalami pengelasan
(0,5036259 gram/dm2/bulan).

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya

hingga terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir ini, dengan judul “Laju Korosi

Stainless Steel 304 Pada Larutan H2SO4”. Adapun penyusunan tugas akhir ini

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik

Mesin Fakultas Sains & Teknologi Universitas Sanata Dharma. Dalam

penyusunan Tugas Akhir ini, penulis akan meneliti laju korosi baja tahan karat

(Stainless Steel) 304 dalam larutan H2SO4 pH 0,2 dan pH 0,5 pada suhu 70oC

selama 6 jam dilanjutkan pada suhu 290C selama 18 jam setiap harinya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih atas segala

bantuan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbingan-Nya selama

pengerjaan tugas ini.

2. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc Dekan Fakultas Sains

& Teknologi Universitas Sanata Dharma.

3. Budi Sugiharto, S.T., M.T. Ketua Program Studi Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma.

4. Budi Setyahandana, S.T., M.T. Dosen pembimbing utama penyusunan

Tugas Akhir.

5. Seluruh staf dan laboran jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma.

x
6. Seluruh staf dan laboran jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata

Dharma.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan, demi kesempuranan tugas

ini penulis dengan kesungguhan hati dan lapang dada menerima kritik dan saran

yang bersifat membangun guna lebih sempurnanya tugas akhir ini. Akhir kata

semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Yogyakarta, 17 Juli 2008

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN JUDUL (INGGRIS) ................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

MOTTO ............................................................................................... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vii

PERNYATAAN PUBLIKASI....................................................................... viii

INTISARI ............................................................................................... ix

KATA PENGANTAR.................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah……………………….................... 1

1.2. Tujuan Penelitian .................................................................. 2

1.3. Batasan Masalah ................................................................... 2

1.4. Sistematika Penulisan ........................................................... 3

xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4

2.1. Klasifikasi Besi dan Baja ...................................................... 4

2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)........................................ 11

2.3. Korosi Pada Stainless Steel................................................... 16

2.4. Pengelasan Berperisai Tungsten (TIG) ................................. 26

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 28

3.1. Bagan Alir penelitian ............................................................ 28

3.2. Bahan dan Peralatan.............................................................. 29

3.3. Proses Pembuatan Laruatan H2SO 4 dan Proses Perendaman 32

3.4. Analisis Hasil ........................................................................ 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 40

4.1. Larutan H2SO 4 pH 0,5 .......................................................... 40

4.2. Larutan H2SO 4 pH 0,2 .......................................................... 54

4.3. Perbandingan Laju korosi Spesimen I, II dan III............... ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 66

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 66

5.2. Saran...................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68

LAMPIRAN.................................................................................................... 69

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel perbandingan sifat stainless steel ...................................... 15

Tabel 4.1 Data perubahan berat spesimen I ................................................ 31

Tabel 4.2. Tabel Laju korosi rata-rata spesimen I........................................ 40

Tabel 4.3. Laju korosi total spesimen I ........................................................ 41

Tabel 4.4 Data perubahan berat benda uji II ............................................... 44

Tabel 4.5 Tabel Laju korosi rata-rata spesimen II ...................................... 45

Tabel 4.6. Laju korosi total spesimen II....................................................... 46

Tabel 4.7 Data perubahan berat benda uji III.............................................. 50

Tabel 4.8 Tabel Laju korosi rata-rata spesimen III. .................................... 51

Tabel 4.9. Laju korosi total spesimen III ..................................................... 52

Tabel 4.10 Data perubahan berat benda uji IV.............................................. 56

Tabel 4.11 Tabel laju korosi rata-rata spesimen IV ...................................... 57

Tabel 4.12. Laju korosi total spesimen IV ..................................................... 58

Tabel 4.13 Data perubahan berat benda uji V............................................... 62

Tabel 4.14 Tabel laju korosi rata-rata spesimen V........................................ 63

Tabel 4.15 Laju korosi total spesimen V....................................................... 64

Tabel 4.16 Tabel laju korosi rata-rata per bulan spesimen I, II dan III......... 65

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur mikro baja karbon ...................................................... 10

Gambar 2.2 Pembentukan spontan lapisan oksida....................................... 17

Gambar 2.3 Korosi Uniform ........................................................................ 18

Gambar 2.4 Ilustrasi pitting corrosion pada SS ........................................... 20

Gambar 2.5 Skema proses kimia pada saat pitting corrosion ...................... 21

Gambar 2.6 Ilustrasi Crevice Corrosion ...................................................... 22

Gambar 2.7 Ilustrasi stress cracking corrosion ............................................ 23

Gambar 2.8 Ilustrasi korosi batas butir pada SS .......................................... 25

Gambar 2.9 Ilustrasi galvanic corrosion ...................................................... 26

Gambar 2.10 Alat Pengelasan TIG ................................................................ 27

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ........................................................... 28

Gambar 3.2. Stainless Steel 304 yang di las TIG ......................................... 29

Gambar 3.3 Larutan H2SO 4 pekat 96% ....................................................... 29

Gambar 3.4 Tabung reaksi ........................................................................... 30

Gambar 3.5 pH meter digital........................................................................ 30

Gambar 3.6 Timbangan digital .................................................................... 31

Gambar 3.7 Water bath ................................................................................ 31

Gambar 4.1 Benda I uji mula-mula.............................................................. 35

Gambar 4.2 Benda uji I setelah perendaman selama 2 minggu ................... 35

Gambar 4.3 Benda Uji II setelah perendaman selama 16 minggu............... 36

xv
Gambar 4.4 Keterangan luas benda uji ........................................................ 38

Gambar 4.5 Benda uji II mula-mula ............................................................ 42

Gambar 4.6 Benda uji II setelah perendaman selama 2 minggu.................. 43

Gambar 4.7 Benda uji II setelah perendaman selama 16 minggu................ 43

Gambar 4.8 Benda uji III mula-mula ........................................................... 47

Gambar 4.9 Benda uji III setelah perendamaan selama2 minggu................ 48

Gambar 4.10 Benda uji III setelah perendaman selama 16 minggu .............. 48

Gambar 4.11 Benda uji IV mula-mula........................................................... 54

Gambar 4.12 Benda uji IV setelah perendaman selama 2 minggu ................ 54

Gambar 4.13 Benda uji IV setelah perendaman selama 16 minggu .............. 55

Gambar 4.14 Benda uji V mula-mula ............................................................ 59

Gambar 4.15 Benda uji V setelah perendaman selama 2 minggu ................. 60

Gambar 4.16 Benda uji V setelah perendaman selama 16 minggu ............... 60

xvi
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik laju korosi rata-rata spesimen I........................................ 40

Grafik 4.2 Grafik laju korosi total spesimen I .............................................. 41

Grafik 4.3 Grafik laju korosi rata-rata spesimen II ...................................... 45

Grafik 4.4 Grafik laju korosi total spesimen II............................................. 46

Grafik 4.5 Grafik laju korosi rata-rata spesimen III ..................................... 51

Grafik 4.6 Grafik laju korosi total spesimen III ........................................... 52

Grafik 4.7 Grafik laju korosi rata-rata spesimen IV..................................... 57

Grafik 4.8 Grafik laju korosi total spesimen IV ........................................... 58

Grafik 4.9 Grafik laju korosi rata-rata spesimen V ...................................... 63

Grafik 4.10 Grafik laju korosi total spesimen V ............................................ 64

Grafik 4.11 Grafik perbandingan laju korosi spesimen I, II dan III............... 65

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan jaman dan teknologi mempengaruhi

keanekaragaman kebutuhan manusia. Penerapan teknologi di negara-

negara industri berkembang dengan pesat. Hampir semua peralatan dan

mesin-mesin industri serta komponen-komponennya dirancang sedemikian

rupa sehingga dapat diketahui kekuatan maksimum dan umur pakainya.

Hal ini membutuhkan waktu penelitian dengan ketelitian yang tinggi.

Serangkaian proses diperlukan untuk mendapatkan baja dengan sifat

mekanik yang diinginkan, misalnya : keuletan, ketangguhan, kekerasan,

ketahanan terhadap korosi dan lain-lain.

Dengan pesatnya teknologi, manfaat nuklir yang dahulunya dipakai

sebagai senjata perang sekarang banyak dimanfaatkan untuk mencukupi

kebutuhan manusia. Pemanfaatan teknologi nuklir memiliki banyak

keunggulan oleh adanya sifat radiasi yang mudah dideteksi sampai kadar

yang sangat rendah, berdaya tembus besar dan dapat dikendalikan baik

arah, luas berkas maupun energi partikelnya.

Baja tahan karat (stainless steel) merupakan bahan yang memiliki

banyak keunggulan terutama mengenai ketangguhan, keuletan dan

ketahanan terhadap korosi. Karena keunggulan tesebut, dari tahun ke tahun

penggunaan stainless steel semakin meningkat.

1
2

Baja Tahan Karat (Stainless steel) 304 sangat cocok untuk

pembuatan tabung reaksi untuk reaksi-reaksi nuklir. Contoh penggunaan

Stainless steel 304 adalah tabung Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly

for Mo99 Prad Action).

Dalam tugas akhir ini penulis melakukan penelitian pengaruh

Larutan H2SO4 dengan pH 0,2 dan 0,5 terhadap laju korosi Stainless Steel

304 yang telah mengalami pengelasan TIG dan yang tidak mengalami

pengelasan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju korosi Stainless

Steel 304 yang telah mengalami pengelasan dan tidak mengalami

pengelasan yang direndam dalam lingkungan H2SO4 dengan pH 0,2 dan

0,5 .

1.3 Batasan Masalah

Judul dari Tugas Akhir yang penulis susun sebenarnya bisa

mencakup permasalahan yang luas. Maka agar pembahasannya tidak

terlalu banyak dan lebih terarah, maka penulis memberikan batasan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pelat Stainless Steel

Austenit 304 yang telah mengalami pengelasan TIG dan tidak

mengalami pengelasan.

2. Proses pembuatan larutan H2SO4 dengan pH 0,2 dan 0,5 dengan

kondisi awal H2SO4 pekat 96 %.


3

3. Benda kerja yang akan diteliti dimasukkan ke dalam tabung reaksi

berisi larutan H2SO4 masing-masing dengan pH 0,2 dan 0,5.

Kemudian tabung ditutup supaya gas dari larutan tidak mengkorosi

lingkungan sekitar.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini akan dibagi dalam beberapa bagian,

yaitu :

1. Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, batasan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II membahas mengenai tinjauan pustaka yang berisi klasifikasi

besi dan baja, sifat-sifat baja, pengaruh unsur spesifik pada baja,

struktur mikro besi dan baja, jenis-jenis stainless steel, jenis-jenis

korosi pada stainless steel, dan pengelasan TIG yang dilakukan.

3. Bab III membahas mengenai metode penelitian yang berisi skema

penelitian, bahan yang digunakan, alat-alat yang digunakan.

4. Bab IV membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang

berisi data dan perhitungan laju korosi benda uji.

5. Bab V membahas mengenai kesimpulan yang diambil dari perhitungan

dan data yang ada, serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Besi dan Baja

A. Besi

Besi merupakan elemen logam penyusun utama pada baja.

Pada suhu 1539ºC, besi cair mulai membeku. Pada pendinginan

selanjutnya, larutan padat menunjukkan titik henti pada 1400ºC dan

pada suhu ini besi mengalami perubahan susunan kristal. Besi pada

suhu 1539 – 1400ºC disebut besi dengan susunan δ. Besi dengan

suhu 1400 – 910ºC disebut dengan susunan ∂. Besi dengan suhu 910

– 768 ºC disebut besi β. Besi dengan suhu 768ºC sampai suhu kamar

disebut besi α..

B. Baja

Untuk mendapatkan baja, harus dilakukan serangkaian proses

peleburan bijih besi yang merupakan hasil tambang yang dilebur

dalam dapur tinggi untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi

mentah hasil dapur tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn,

P dan S dengan jumlah yang cukup besar. Kandungan-kandungan

unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh baja yang sesuai

dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai

4
5

proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P, dan S

dari besi mentah lewat proses oksidasi peleburan.

Berdasarkan kadar karbon baja dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Baja karbon rendah (<0,3%)

Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati

sifat besi murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya

memiliki sifat sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di

mesin dan mampu las.

b. Baja karbon sedang (0,3% - 0,6%)

Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga

lebih kuat dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon

sedang dapat diubah dengan cara heat treatment.

Pembentukannya dengan cara ditempa.

c. Baja karbon tinggi (0,6% - 1,4%)

Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka,

untuk mempertinggi ketahanan terhadap aus dilakukan dengan

heat treatment dan untuk mengurangi sifat getasnya dengan cara

di temper. Baja jenis ini dipergunakan untuk pembuatan pegas,

alat-alat pertanian dan lain-lain.

AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of

Automotive Engineers) memberi kode untuk baja karbon biasa

dengan seri 10xx. Dua angka terakhir menunjukan kandungan

karbon (C) dalam baja tersebut. Sebagai contoh : seri 1050


6

berarti baja karbon dengan kandungan C sebesar 0,50 % berat.

Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan karbon sebesar

0,80 % berat.

B.1 Sifat-Sifat Baja

1. Malleability / dapat ditempa

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dengan mudah

dibentuk, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi

retak (misal menggunakan hammer / palu atau dirol).

2. Ductility / ulet

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dibentuk dengan

tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.

3. Toughness / ketangguhan

Adalah kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa

kali tanpa mengalami retak.

4. Hardness / kekerasan

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan penetrasi

logam lain

5. Strength / kekuatan

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan gaya yang

bekerja atau kemampuan untuk menahan deformasi

6. Weldability / mampu las

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat mudah dilas, baik

menggunakan las listrik, karbit, atau gas.


7

7. Corrosion resistance / tahan korosi

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan korosi

atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.

8. Machinability / mampu mesin

Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dikerjakan dengan

mesin (misal mesin bubut, frais, dan lain-lain).

9. Elasticity / kelenturan

Adalah kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk

semula tanpa mengalami deformasi plastis yang permanen.

10. Britlleness / kerapuhan

Adalah sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini

berhubungan dengan kekerasan dan merupakan kebalikan dari

ductility.

B.2 Pengaruh Spesifik Unsur Paduan pada Baja

a. Unsur paduan Sulfur ( S ) dan Phospor ( P )

Semua baja mengandung unsur S dan P. Unsur-unsur S dan P ini

sebagian berasal dari kotoran terbawah biji besi sebelum diolah

dalam dapur tinggi. Kadar S dan P harus dibuat sekecil mungkin

karena unsur S dan P akan menurunkan kualitas dari baja. Kadar

S dalam jumlah banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi

(panas) sedangkan unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu

rendah (dingin). Kadang-kadang unsur P perlu ditambahkan pada

baja agar mudah dikerjakan dengan mesin perkakas dan agar


8

mendapatkan ukuran tatal lebih kecil ketika dikerjakan dengan

mesin otomatis.

b. Unsur paduan Mangan ( Mn )

Semua baja mengandung mangan, karena mangan sangat

diperlukan dalam pembuatan baja. Kadar mangan lebih kecil dari

0,6 % tidak dianggap sebagai unsur paduan karena tidak

mempengaruhi sifat baja secara mencolok. Unsur mangan dalam

proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoksider (pengikat O2)

sehingga proses peleburan dapat berlangsung secara baik. Kadar

mangan rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan

kritis.

c. Unsur paduan Nikel ( Ni )

Unsur nikel memberi pengaruh yang sama, yaitu menurunkan

suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Apabila kadar Ni

cukup banyak maka akan menjadikan baja austenit pada suhu

kamar. Ni membuat struktur butiran halus sehingga menaikan

keuletan baja.

d. Unsur pada Silikon ( Si )

Unsur silikon selalu terdapat dalam baja. Unsur silikon

menurunkan laju perkembangan gas sehingga mengurangi sifat

berpori baja. Silikon akan menaikkan tegangan tarik baja dan

menurunkan pendinginan kritis. Unsur silikon harus selalu ada

dalam baja walaupun dalam jumlah yang sangat kecil hal ini
9

dikarenakan akan memberikan sifat mampu las dan mampu

tempa pada baja.

e. Unsur paduan Cromium (Cr)

Unsur cromium dapat memindahkan titik eutektik ke kiri.

Cromium dan karbon akan membentuk karbida yang akan

menaikan kekerasan baja. Cromium akan menaikan kemampuan

potong, kekerasan dan daya tahan alat perkakas terhadap korosi,

tetapi menurunkan keuletan. Cromium akan menurunkan

kecepatan pendinginan kritis dan menaikan suhu kritis baja.

f. Unsur paduan Cobalt (Co)

Pada umumnya unsur cobalt digunakan bersama-sama unsur

paduan lainya. Cobalt menaikan daya tahan aus dan menghalangi

pertumbuhan butiran.

g. Unsur paduan Tungsten (W), Molibdenum (Mo), Vanadium (V)

Seperti Cr, unsur-unsur ini akan membentuk karbida dalam baja

yang akan menaikan kekerasan, kemampuan potong dan daya

tahan aus baja. Unsur-unsur ini juga memberikan daya tahan

panas pada alat perkakas yang bekerja dengan kecepatan tinggi.

Unsur-unsur ini tidak begitu mempengaruhi kecepatan

pendinginan baja tetapi menaikan titik eutektik baja. Unsur

paduan ini terutama digunakan pada pahat baja HSS (High Speed

Steel).
10

h. Karbon (C)

Karbon merupakan unsur utama pada baja. Dengan Fe maka akan

membentuk Fe3C (sementit). Peningkatan kadar karbon akan

menambah kekerasan baja. Di atas 0,83 % C, kekuatan baja akan

turun, meskipun kekerasan baja bertambah.

Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon


( Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik hal 71 )

Perubahan-perubahan yang diakibatkan perbedaan kadar

karbon tersaji pada Gambar 2.1. Dengan naiknya kadar karbon (%C),

maka bertambah besar pula noda flek hitam (flek perlit), akibat dari

itu berkurang pula flek putih (ferrit = besi murni). Pada saat kadar

karbon mencapai 0,85% maka besi dalam keadaan jenuh terhadap

karbon. Struktur seperti itu disebut perlit lamellar, yaitu campuran

yang sangat halus dan berbentuk batang-batang kristal. Campuran

kristal tersebut terdiri dari ferrit dan sementit. Apabila kadar karbon

nilainya bertambah besar, maka sementit akan berkurang dan flek-

flek perlit akan bertambah.


11

2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Stainless Steel (SS) adalah paduan besi dengan kadar kromium

(Cr) minimal 12 %. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan

pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap

krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme

protective layer ini bila dibandingkan dengan baja yang dilindungi dengan

coating (misal seng dan cadmium) ataupun cat.

Meskipun seluruh kategori stainless steel didasarkan pada

kandungan krom, namun unsur paduan lainnya dapat ditambahkan untuk

memperbaiki sifat-sifat stainless steel sesuai penggunaannya. Kategori

stainless steel berbeda dengan baja lain yang didasarkan pada prosentase

kadar karbon, tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.

Dalam penggunaanya, stainless steel selain dibutuhkan sebagai

logam yang tahan terhadap korosi juga dibutuhkan sifat tambahan guna

meningkatkan sifat mekaniknya. Peningkatan sifat mekanik ini tergantung

pada sejumlah unsur yang terkandung dalam paduan stainless steel.

Berikut ini akan dijelaskan kegunaan unsur-unsur tambahan dalam

stainless steel :

1. Cromium (Cr), berguna untuk membentuk protective layer (lapisan

pelindung) untuk melindungi dari korosi.

2. Nikel (Ni), sebagai penstabil austenit, meningkatkan sifat mekanik,

meningkatkan ketahanan korosi pada lingkungan asam mineral.


12

3. Mangan (Mn), untuk membantu fungsi Ni

4. Molybdenum (Mo), sebagai penstabil lapisan pelindung dalam

lingkungan yang mengandung banyak ion klorida (Cl) seperti pada

lingkungan air laut (NaCl).

5. Karbon (C), untuk meningkatkan kemampuan dapat dikeraskan

(hardenability) dari material stainless steel.

6. Nitrogen (N), dapat membentuk duplex stainless steel dengan

meningkatkan terbentuknya austenit sehingga meningkatkan sifat

mekanik stainless steel.

Ada lima golongan utama stainless steel seperti Austenit, Ferrit,

Martensit, Duplex (fasa ganda) dan Precipitation Hardening stainless steel:

a. Austenit

Stainless steel austenit mengandung sedikitnya 0,15% karbon,

18% krom dan 8% nikel (grade standar untuk 304), oleh karena itu

biasa disebut baja delapan belas delapan. Ketahanan korosi stainless

steel ini baik, mampu bentuk dan mampu lasnya juga baik, maka

banyak dipakai dalam industri kimia. Selain itu juga banyak digunakan

pada bahan konstruksi, perabot dapur, turbin, mesin jet, komponen

berputar, konstruksi kapal, reaktor nuklir, dan sebagainya.

Austenit cocok juga untuk penggunaan pada temperatur rendah,

disebabkan unsur nikel membuat stainless steel tidak menjadi rapuh

pada temperatur rendah. Walaupun ketahanan korosinya baik, namun


13

baja ini memiliki kekurangan antara lain korosi antar butir, korosi

lubang/crevice dan retakan korosi regangan.

b. Ferrit

Stainless steel jenis ini mengandung 16-18% krom. Ketahanan

korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di

fabrikasi/machining.

Baja tahan karat ini biasanya dibentuk menjadi pelat tipis sebagai

bahan untuk bagian dalam suatu konstruksi, peralatan dapur,

komponen trim mobil bagian dalam, dan lain-lain. Pada lingkungan

korosi yang ringan tidak terjadi karat, tetapi bila berada pada

air/larutan netral dapat terjadi korosi lubang/crevice bila terdapat

sedikit ion klor, atau bila ada struktur berbentuk kervis.

Karena baja ini mengandung ≥ 15% Cr maka bersifat getas pada

457 °C karena pemanasan yang lama pada 600-650 °C terjadi

kegetasan, sehingga perlu dihindari penggunaan pada daerah

temperatur ini.

c. Martensit

Stainless Steel jenis ini memiliki 12-13% Cr dan 0,1-0,3% C.

Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah untuk ketahanan terhadap

asam, karena itu baja ini sukar berkarat di udara.

Sampai 500 °C baja ini dapat dipakai karena memiliki ketahanan

terhadap panas yang baik, dan dengan pemanasan dan penemperan

dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik. Baja jenis ini banyak
14

dipakai pada alat pemotong dan perkakas. Kelebihan dari stainless

steel jenis ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat

dihardening.

d. Duplex Stainless Steel (Baja Tahan Karat Fasa Ganda)

Stainless steel jenis ini memiliki mikrostruktur ganda, yaitu

campuran antara Austenit dan Ferrit. Duplex stainless steel memiliki

kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara

khusus tahan terhadap stress corrosion cracking. Umumnya baja ini

mempunyai komposisi 12% Cr + 5% Ni + 1,5% Mo + 0,03% C.

Dalam baja tahan fasa ganda, kegetasan mampu las dan

kekurangan lainnya dari baja krom tinggi diperbaiki dengan

penambahan Ni dan N. Kekurangan baja tahan karat ini adalah sifat

pengerjaan panasnya yang kurang baik. Baja tahan karat fasa ganda

mempunyai sifat-sifat bahwa sifat austenit dan ferit masing-masing

memberikan pengaruh saling menutupi. Sebagai contoh, tegangan

mulur yang rendah dari sifat austenit diperbaiki dengan adanya sifat

ferit. Dan keuletan rendah dari sifat ferit diperbaiki oleh sifat austenit.

Ketahanan korosi pada umumnya melebihi baja 18-8, terutama baja

yang memiliki kadar Cr tinggi dan mengandung Mo sangat baik dalam

ketahanan korosi lubangnya sehingga baja ini dapat dipakai untuk

penukar kalor yang menggunakan air laut. Meskipun kemampuan

stress corrosion cracking-nya tidak sebaik Ferrit tetapi ketangguhannya

jauh lebih baik (superior) dibanding Ferrit dan lebih buruk dibanding
15

Austenit. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenit (yang

di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS

ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 tetapi ketahanan

terhadap pitting corrosion jauh lebih baik. Ketangguhan Duplex SS

akan menurun pada temperatur dibawah – 50° C dan diatas 300° C.

e. Precipitation Hardening Steel

Precipitation Hardening Steel adalah stainless steel yang keras

dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam

struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat

dan memperkuat material stainless steel. Pembentukan ini disebabkan

oleh penambahan unsur tembaga (Cu), titanium (Ti), Niobium (Nb)

dan alumunium (Al). Proses penguatan umumnya terjadi saat

dilakukan pengerjaan dingin (Cold work).

Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Jenis Ketahanan Ketahanan


Respon Ketahanan Metode Ke-liat-an Kemampuan
Stainless Temperatur Temperatur
Magnet Korosi Hardening (Ductility) Welding
Steel Tinggi Rendah
Austenitic Tdk Sgt Tinggi Cold Work Sgt Tinggi Sgt Tinggi Sgt Tinggi Sgt Tinggi
Duplex Ya Sedang Tidak ada Sedang Rendah Sedang Tinggi
Ferritic Ya Sedang Tidak ada Sedang Tinggi Rendah Rendah
Martensitic Ya Sedang Q&T Rendah Rendah Rendah Rendah

Tabel 2.1 Tabel perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel
(Sumber : Dipo Nugroho, Klasifikasi Stainless Steel).
16

2.3 Korosi Pada Stainless Steel

Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti

halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi

karena pengaruh kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami

korosi. Daya tahan korosi SS disebabkan lapisan yang tidak terlihat

(invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi SS dengan oksigen yang

akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi (protective layer).

Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material lain yang

memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan juga Aluminium (Al).

Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi kromium +

oksigen secara spontan membentuk kromiumoksida. Jika lapisan oksida

stainless steel tergores/terkelupas, maka protective layer akan segera

terbentuk secara spontan, tentunya jika kondisi lingkungan cukup

mengandung oksigen. Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap

menjadi penyebab kerusakan protective layer tersebut. Pada keadaan

dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi akan

terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya

udara, cairan/larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas

asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang

berlainan jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.


17

Gambar 2.2 Pembentukan spontan lapisan oksida

Meskipun alasan utama penggunaan stainless steel adalah

ketahanan korosinya, tetapi pemilihan stainless steel yang tepat mesti

disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula. Pada umumnya, korosi

menyebabkan beberapa masalah seperti :

1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/halus pada tangki dan pipa-pipa

sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.

2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan/pengurangan

ketebalan/volume material sehingga 'strength' juga menurun, akibatnya

dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya.

3. Penampilan permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan

kerak karat ataupun lubang-lubang

4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau

material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses

produksi makanan.
18

Secara umum korosi pada stainless steel dapat dikategorikan sbb. :

a. Uniform Corrosion

Uniform corrosion terjadi disebabkan rusaknya seluruh atau

sebagian protective layer pada SS sehingga SS secara merata akan

berkurang/aus terlihat pada gambar 2.4. Korosi ini terjadi umumnya

disebabkan oleh cairan atau larutan asam kuat maupun alkali panas.

Asam hidroklorit dan asam hidrofluor adalah lingkungan yang perlu

dihindari SS apalagi dikombinasikan dengan temperatur serta

konsentrasi yang cukup tinggi.

Gambar 2.3 Korosi uniform yang menyebabkan berkurangnya dimensi permukaan benda secara
merata.
19

b. Pitting Corrosion

Korosi berupa lubang-lubang kecil sebesar jarum, dimana

dimulai dari korosi lokal (bukan seperti uniform corrosion). Pitting

corrosion ini awalnya terlihat kecil dipermukaan SS tetapi semakin

membesar pada bagian dalam SS yang tersaji pada gambar 2.5. Korosi

ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan pH rendah,

temperature moderat, serta konsentrasi klorida yang cukup tinggi

(misal NaCl atau garam di air laut). Pada konsentrasi klorida yang

cukup tinggi, awalnya ion-ion klorida merusak protective layer pada

permukaan SS terutama permukaan yang cacat. Timbulnya cacat ini

dapat disebabkan oleh kotoran sulfida, retak-retak kecil akibat

penggerindaan, pengelasan, penumpukan kerak, penumpukan larutan

padat. Proses kimia yang terjadi saat pitting korosi ini dapat dilihat

dalam gambar 2.6. Umumnya SS berkadar Krom (Cr), Molybdenum

(Mo) dan Nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap

pitting corrosion. Pada industri petrokimia korosi ini sangat berbahaya

karena menyerang permukaan dan penampakan visualnya sangat kecil,

sehingga sulit untuk diatasi dan dicegah terutama pada pipa-pipa

bertekanan tinggi.

Ketahanan material terhadap pitting korosi jenis ini di formulasikan

sbb :

PREN = %Cr + (3,3 x %Mo) + (16 x %N)


20

Satu hal yang menyebabkan pitting corrosion sangat serius

bahwa ketika lubang kecil terbentuk, maka lubang ini akan terus

cenderung berkembang (lebih besar dan dalam) meskipun kondisi SS

tersebut sangat tertutup atau tidak dapat tersentuh sama sekali. Oleh

karena itu dalam mendesain material untuk lingkungan kerja yang

besar kemungkinan terjadinya pitting korosi digunakan nilai PREN,

sebagai acuan. Contohnya bila dibandingkan antara SS austenitik

seperti 304, 316L, dan SS super-austenitik seperti UR 6B. SS 304

memiliki komposisi (dalam %): < 0,015 C, 18.5 Cr, 12 Ni sedangkan

untuk SS 316L memiliki komposisi : < 0,030 C, 17.5 Cr, 13,5 Ni, 2,6

Mo. SS super-austenitik UR 6B memiliki komposisi : < 0,020 C, 20

Cr, 25 Ni, 4,3 Mo, dan 0,13 N. Dengan komposisi yang berbeda maka

nilai PREN untuk masing-masing SS adalah: 304 = 18, 316L = 26, dan

UR B6 = 37. Dengan demikian maka UR B6 memiliki ketahanan akan

pitting korosi paling kuat sedangkan 304 memiliki ketahanan pitting

korosi yang terlemah.

Gambar 2.4 IIustrasi pitting corrosion pada material SS.


21

Gambar 2.5 Skema proses kimia yang terjadi saat pitting corrosion menyerang dan terus merusak
logam SS.

c. Crevice Corrosion

Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi oksidasi

terhadap krom (Cr) SS sangat rendah atau bahkan tidak ada sama

sekali (miskin oksigen). Sering pula terjadi akibat desain konstruksi

peralatan yang tidak memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misal

celah antara gasket/packing, celah yang terbentuk akibat pengelasan

yang tidak sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/sudut antara 2

atau lebih lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Peristiwa korosi ini

terjadi di daerah yang sangat sempit (celah, sudut, takik dsb) seperti

disajikan pada gambar 2.7. Crevice Corrosion dapat dipandang sebagai

pitting corrosion yang lebih berat/hebat dan terjadi pada temperatur

dibawah temperatur moderat yang biasa menyebabkan pitting

corrosion. Cara untuk menghindari masalah ini, salah satunya dengan


22

membuat desain peralatan lebih 'terbuka' walaupun kenyataannya

sangat sulit untuk semua aplikasi.

Gambar 2.6 Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material bertemu dan membentuk
celah sempit, sehingga terjadi perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi.

d. Stress Corrosion Cracking

Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion,

compressive maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka SS

cenderung lebih cepat mengalami korosi. Karat yang mengakibatkan

berkurangnya penampang luas efektif permukaan SS menyebabkan

tegangan kerja (working Strees) pada SS akan bertambah besar. Korosi

ini dapat terjadi pula misal pada pin, baut-mur dengan lubangnya/

dudukannya, SS yang memiliki tegangan sisa akibat rolling, bending,

welding dan sebagainya. Ilustrasi dari korosi ini dapat dilihat pada

gambar 2.8. Korosi ini meningkat jika part yang mengalami stress

berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut yang

temperaturnya cukup tinggi. Sebagai akibatnya aplikasi SS dibatasi

untuk menangani cairan panas bertemperatur di atas 50 0C bahkan

dengan kadar klorida yang sangat sedikit sekalipun (beberapa ppm).

SS yang cocok korosi ini adalah austenitic SS disebabkan kadar Nikel-


23

nya (Ni) relative tinggi. Grade 316 tidak lebih tahan secara siknifikan

dibanding 304. Duplex SS (misal 2205/UR 45N) lebih tahan dibanding

304 atau 316 bahkan sampai temperatur aplikasi 150oC dan super

duplex akan lebih tahan lagi terhadap stress corrosion cracking. Pada

beberapa kasus, korosi ini dapat dikurangi dengan cara penembakan

permukaan logam dengan butir pasir logam, atau juga meng-annealing

setelah SS selesai proses permesinan, sehingga dapat mengurangi

tegangan pada permukaan logam.

Gambar 2.7 Ilustrasi stress-cracking-corrosion akibat adanya tegangan sisa dan lingkungan
korosif.
24

e. Intergranular Corrosion

Korosi ini disebabkan ketidak sempurnaan mikrostruktur SS.

Ketika austenic SS berada pada temperature 425-850 oC (temperatur

sensitasi) atau ketika dipanaskan dan dibiarkan mendingin secara

perlahan (seperti halnya sesudah welding atau pendinginan setelah

annealing) maka karbon akan menarik krom untuk membentuk partikel

kromium karbida (chromium carbide) di daerah batas butir (grain

boundary) struktur SS. Formasi kromium karbida yang terkonsentrasi

pada batas butir akan menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan

kromium pada daerah tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan

mudah terserang oleh korosi (Gambar 2.9). Umumnya SS dengan

kadar karbon kurang dari 2 % relative tahan terhadap korosi ini.

Ketidaksempurnaan mikrostruktur ini diperbaiki dengan

menambahkan unsur yang memiliki daya tarik terhadap karbon lebih

besar untuk membentuk karbida, seperti Titanium (misal pada SS 321)

dan Niobium (misal pada SS 347). Cara lain adalah dengan

menggunakan SS berkadar karbon rendah yang di tandai indeks 'L' -

low carbon steel- (misal 316L atau 304L). SS dengan kadar karbon

tinggi juga akan tahan terhadap korosi jenis ini asalkan digunakan pada

temperatur tinggi pula (misal 304H, 316H, 321H, 347H)


25

Gambar 2.8 Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi krom (Cr).

f. Galvanic Corrosion

Galvanic corrosion terjadi disebabkan sambungan dissimilar

material (2 material yang berbeda terhubung secara elektris/

tersambung misal baut dengan mur, paku keling/rivet dengan bodi

tangki, hasil welding dengan benda kerja) dan atau terendam dalam

larutan elektrolit, sehingga dissimilar material tersebut menjadi

semacam sambungan listrik. Mekanisme ini disebakan satu material

berfungsi sebagai anoda dan yang lainnya sebagai katoda sehingga

terbentuk jembatan elektrokimia tersaji pada gambar 2.10. Dengan

terjadinya hubungan elektrik tersebut maka logam yang bersifat anoda

akan lebih mudah terkorosi. Urutan tersebut ditunjukkan pada seri

elektrokimia logam berikut :

Logam deret sebelah kiri cenderung menjadi anoda (mudah

berkarat) sementara logam sebelah kanan cenderung menjadi katoda.

Galvanic corrosion ini tergantung pada :

1. Perbedaan ke-mulia-an dissimilar material

2. Rasio luas permukaan dissimilar material, dan konduktifitas larutan


26

Gambar 2.9 Ilustrasi terjadinya korosi antara dua logam yang berbeda jenis keaktifannya (logam A
dan B).

2.4 Pengelasan Berperisai Tungsen (TIG)

Proses ini merupakan suatu metode pengelasan dengan jalan

dimana suatu busur api listrik dipertahankan di antara sebuah elektroda

tungsen yang bukan mampu habis yang pada hakekatnya berdiri sendiri,

dalam suatu atmosfer argon murni, dengan atau tanpa tambahan kecil gas-

gas berfaedah lain. Perisai gas mencegah kontaminasi logam las oleh

udara. Permukaan paduan alumunium ditutupi oleh lapisan oksida tahan

api bertitik lebur tinggi yang harus dihilangkan sebelum suatu las yang

memuaskan dapat dibuat. Suatu kawat pengisi dapat juga ditambahkan

pada tepi depan genangan cairan untuk membentuk las. Ini merupakan

salah satu sifat busur api arus bolak-balik sehingga menghilangkan oksida

yang kuat selama proses pengelasan.

Proses pengelasan TIG dipakai bila diperlukan las yang rapi,

berkualitas tinggi, dan ekonomis untuk ketebalan sampai 6 mm. Untuk

ketebalan yang lebih dari 6 mm, biasanya digunakan pengelasan MIG,

atau proses pengelasan busur api logam lainnya. Lubang-lubang akar, di

dalam sambungan pipa dengan atau tanpa sisipan yang mampu lebur
27

dimasuki dengan menggunakan pengelasan TIG karena penetrasi dapat

dikontrol untuk memberikan suatu akhir siraman yang halus.

Gambar 2.10 Alat pengelasan TIG


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bagan Alir penelitian

Bagan alir penelitian ditunjukkan di dalam gambar 3.1 :

Larutan H2SO4 96 % Benda Uji


Pekat Analisis (Stainless Steel
304)

Pembuatan Larutan H2SO4


pH 0,2 dan 0,5 Pencelupan Benda Uji ke
dalam Larutan H2SO4 pH 0,2
dan 0,5 pada suhu 700C
selama 6 jam dilanjutkan pada
suhu 290C selama 18 jam.
Dilakukan secara periodik
selama 4 bulan

Pengambilan Data
(ditimbang)

Analisis &
Perhintungan

Kesimpulan &
Saran

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

28
29

3.2 Bahan dan Peralatan

A. Bahan

A.1 Spesimen / benda uji

Bahan yang digunakan sebagai spesimen adalah stainless steel

austenit 304, dengan komposisi : Cr = 18,358 %, Ni = 8,408 %,

C = 0,047 %, Fe = 70,47 %

Gambar 3.2 Baja Tahan Karat 304 Yang Dilas

A.2 Larutan H2SO4 pekat 96 %.

Gambar 3.3 Larutan H2SO4 pekat 96 %.


30

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

B.1 Tabung Reaksi, milik Laboratorium Analisis, Jurusan Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gambar 3.4 Tabung Reaksi

B.2 pH Meter Elektrik Digital, milik Laboratorium Analisis, Jurusan

Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gambar 3.5 pH meter Digital


31

B.3 Timbangan Elektrik Digital, milik Laboratorium Analisis dan

Instrumen, Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Gambar 3.6 Timbangan Digital

B.4 Water Bath dan Thermometer , milik Laboratorium Analisis,

Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gambar 3.7 Water Bath


32

3.3 Proses Pembuatan Larutan H2SO4 pH 0,2 dan 0,5 Dan Proses

Perendaman

Proses pembuatan larutan H2SO4 pH 0,2 dan 0,5 dari larutan

H2SO4 pekat 96 % dilakukan pencampuran dengan aquades.

Langkah-langkah dalam proses tersebut :

1. Peralatan dan bahan yang disiapkan :

• Tabung reaksi

• Larutan H2SO4 pekat 96 %

• Pipet

• pH Meter Elektrik Digital

• Aquades

2. Menghitung komposisi larutan :

Dalam keadaan normal kadar 1 N H2SO4 = 49 gr/ltr H2SO4 murni.

Maka untuk memperoleh larutan H2SO4 pH 0,2 dari larutan H2SO4

pekat 96 % dengan berat jenis 1,84 diambil 17,50 ml. Ini diperoleh

dari :

pH 0,2 = 10 −0, 2 N

= 0,631 N

100 1
Maka, 0,631 × × × 49 = 17,50 ml/ltr
96 1,84
33

Untuk memperoleh larutan H2SO4 pH 0,5 dari larutan H2SO4 pekat 96

% dengan berat jenis 1,84 diambil 8,78 ml. Ini diperoleh dari :

pH 0,5 = 10 −0,5 N

= 0,3162 N

100 1
Maka, 0,3162 × × × 49 = 8,78 ml/ltr
96 1,84

kemudian H2SO4 pekat 96 % dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai volumenya 1 liter.

Kemudian diukur pHnya dengan menggunakan pH Meter. Namun

dikarenakan keterbatasan alat ukur pH meter yang hanya mampu

membaca hanya sampai pH 1, maka pengambilan H2SO4 pekat 96 %

hanya berdasarkan hasil perhitungan diatas.

3. Spesimen dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang

telah berisi Larutan H2SO4 pH 0,2 dan 0,5.

4. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam water bath yang telah diatur

suhunya.

5. Proses pencelupan dilakukan pada suhu larutan dalam tabung 700 C

selama 6 jam dan suhu 290C selama 18 jam. Hal ini untuk

mendekatkan pada penggunaan secara nyata di dalam prakteknya.

6. Dalam waktu 1 minggu spesimen diambil, dikeringkan dan ditimbang.

Setelah itu spesimen dicelup ke dalam larutan yang sama dengan

volume sama yaitu 1 liter. Karena adanya penguapan maka setiap hari

perlu ditambahkan larutan untuk menjaga pH dan kejenuhannya.


34

3.4 Analisis Hasil

Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan laju

korosi Stainless Steel 304 yang telah mengalami pengelasan TIG dan tidak

mengalami pengelasan dalam larutan H2SO4 pH 0,2 dan 0,5 pada suhu

700C selama 6 jam dilanjutkan pada suhu 290C selama 18 jam setiap

harinya..
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Larutan H2SO4 pH 0,5

A. Stainless Steel Yang Mengalami Pengelasan TIG (Benda Uji I)

Benda uji (spesimen) I ini, sebelumnya pernah mengalami

perendaman dalam larutan H2SO4 pH 1 selama 4 bulan.

Gambar benda uji I :

Gambar 4.1 Benda uji I mula-mula

Gambar 4.2 Benda uji setelah perendaman 2 minggu

35
36

Gambar 4.3 Benda uji I setelah mengalami perendaman selama 16 minggu

Data Spesimen (benda uji I)

1. Tebal benda uji = 3 mm

2. Tebal benda uji dengan las = 3,5 mm

3. Berat mula-mula = 19,579 gram

4. Panjang benda uji = 31,5 mm

5. Lebar benda uji = 25,6 mm


37

Tabel 4.1 Data perubahan berat Stainless Steel 304 yang telah mengalami

pengelasan pada larutan H2SO4 pH 0,5

No Minggu ke- Berat benda uji (gram)


1 0 19,579
2 I 19,574
3 II 19,574
4 III 19,574
5 IV 19,573
6 V 19,573
7 VI 19,573
8 VII 19,573
9 VIII 19,573
10 IX 19,574
11 X 19,574
12 XI 19,574
13 XII 19,574
14 XIII 18,241
15 XIV 18,241
16 XV 18,241
17 XVI 18,241
38

Analisis Perhitungan

Rumus laju korosi diperoleh dari konversi rumus kelajuan benda :

Δy
Laju korosi =
L
t

dengan :

Δ y = besarnya perubahan ( m, mm , kg, gram)

t = Waktu (Jam, Bulan, Tahun)

L = Luas permukaan (mm2, dm2)

Dalam persoalan ini digunakan Δ y dengan satuan gram

dan waktu dihitung dalam satuan Jam. Hal ini dikarenakan untuk

mempermudah pengamatan. Dalam penelitian ini benda uji

dicelupkan kedalam larutan H2SO4 pH 0,5 dengan suhu 700C selama

6 jam dilanjutkan pada suhu 290C selama 18 jam setiap harinya. Hal

ini untuk mendekatkan pada keadaan sebenarnya.

Luas I = Luas II

Luas III

Gambar 4.4 Keterangan luas benda uji


39

Luas spesimen I = luas I + luas II + luas III

Luas I = 31,5 mm x 25,6 mm

= 806,4 mm2

Luas II = 31,5 mm x 25,6 mm

= 806,4 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 342,6 mm2

Luas spesimen I = (806,4 mm2 + 806,4 mm2 + 342,6 mm2)

= 1955,4 mm2 = 0,19554 dm2

Dari data diatas diperoleh laju korosi :

Laju korosi pada minggu I :

Berat mula-mula = 19,579 gram

Berat pada minggu I = 19,574 gram

Waktu = 1 minggu

Maka diperoleh,

Δy = Berat mula-mula – Berat pada minggu I

= 19,579 gram – 19,574 gram = 0,005 gram

0,005
Laju korosi minggu I = = 0,0255702 gram/dm2/minggu.
0,19554
1
40

Tabel 4.2 Data laju korosi rata-rata spesimen I yang telah mengalami pengelasan

TIG per bulan


Minggu Berat Awal Berat Akhir Penurunan Berat Luas Laju Korosi Per Minggu Rata-rata Laju Korosi Per Bulan
2 2 2
No Ke - (gram) (gram) (gram) (dm ) (gram/dm /minggu) (gram/dm /minggu)
1 0 19.579 19.579 - 0.19554 -
2 I 19.579 19.574 0.005 0.19554 0.0255702
3 II 19.574 19.574 - 0.19554 - 0.0076711
4 III 19.574 19.574 - 0.19554 -
5 IV 19.574 19.573 0.001 0.19554 0.0051140
6 V 19.573 19.573 - 0.19554 -
7 VI 19.573 19.573 - 0.19554 -
-
8 VII 19.573 19.573 - 0.19554 -
9 VIII 19.573 19.573 - 0.19554 -
10 IX 19.573 19.574 -0.001 0.19554 -0.0051140
11 X 19.574 19.574 - 0.19554 -
-0.0012785
12 XI 19.574 19.574 - 0.19554 -
13 XII 19.574 19.574 - 0.19554 -
14 XIII 19.574 18.241 1.333 0.19554 6.8170195
15 XIV 18.241 18.241 - 0.19554 -
1.7042549
16 XV 18.241 18.241 - 0.19554 -
17 XVI 18.241 18.241 - 0.19554 -
Laju korosi rata-rata 4 bulan 0.4276619

Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen I yang telah mengalami pengelasan

TIG

Grafik Rata-Rata Laju Korosi Per Bulan


Spesimen I
1.8
1.6
Laju Korosi (gram/dm2/minggu)

1.4
1.2
1

0.8 Spesimen I
0.6
0.4
0.2
0
-0.2 0 I II III IV

Bulan ke-

Grafik 4.1 Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen I dalam larutan H2SO4 pH 0,5
41

Tabel 4.3 Data laju korosi total spesimen I setelah mengalami pengelasan TIG

No Bulan Pengurangan Berat Luas Laju Korosi Total


2 2
ke- (gram) (dm ) (gram/dm /bulan)
1 I 0.006 0.19554 0.030684259
2 II 0.006 0.19554 0.015342129
3 III 0.005 0.19554 0.008523405
4 IV 1.338 0.19554 1.710647438

Grafik laju korosi total spesimen I yang telah mengalami pengelasan TIG

Grafik Laju Korosi Total


Spesimen I
1.8

1.6
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

1.4

1.2

1
Spesimen I
0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 I II III IV
Bulan ke-

Grafik 4.2 Grafik laju korosi total spesimen I dalam larutan H2SO4 pH 0,5

Pada minggu ke-I terjadi penurunan berat. Namun dari

minggu ke-I sampai minggu ke-III tidak terjadi penurunan berat

(tidak terjadi korosi).

Pada minggu ke-IV kembali terjadi penurunan berat. Namun

sampai minggu ke-VIII berat benda uji tidak berubah (tidak terjadi

korosi).
42

Pada minggu ke-IX sampai minggu ke-XII terjadi

peningkatan berat benda uji. Kemudian pada minggu ke-XIII terjadi

penurunan berat yang sangat signifikan, disertai dengan perubahan

warna dari terang menjadi kecoklat-coklatan. Namun Pada minggu

ke- XIV sampai XVI sudah tidak terjadi korosi lagi.

B. Benda Uji II

Benda uji II merupakan pelat stainless steel tanpa mengalami

pengelasan.

Benda uji II ini, sebelumnya telah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4 pH 1 selama 4 bulan. Kemudian dilanjutkan

lagi dengan perendaman ini.

Gambar benda uji II :

Gambar 4.5 Benda uji II mula-mula


43

Gambar 4.6 Benda uji II setelah mengalami perendaman selama 2 minggu

Gambar 4.7 Benda uji II setelah mengalami perendaman selama 16 minggu

Data Spesimen II :

1. Tebal benda uji = 3 mm

2. Berat mula-mula = 19,634 gram

3. Panjang benda uji = 54 mm

4. Lebar benda uji = 15 mm


44

Luas spesimen II = luas I +luas II + luas III

Luas I = 54 mm x 15 mm

= 810 mm2

Luas II = 54 mm x 15 mm

= 810 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 414 mm2

Luas spesimen II = (810 mm2 + 810 mm2 + 414 mm2)

= 2034 mm2 = 0,2034 dm2

Tabel 4.4 Data perubahan berat benda uji II pada larutan H2SO4 pH 0,5

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 19,634
2 I 19,629
3 II 19,629
4 III 19,628
5 IV 19,628
6 V 19,628
7 VI 19,628
8 VII 19,628
9 VIII 19,628
10 IX 19,629
11 X 19,629
12 XI 19,629
13 XII 19,629
14 XIII 17,995
15 XIV 17,995
16 XV 17,995
17 XVI 17,995
45

Tabel 4.5 Data laju korosi rata-rata per bulan spesimen II tanpa mengalami
pengelasan pada larutan H2SO4 pH 0,5

Minggu Berat Awal Berat Akhir Penurunan Berat Luas Laju Korosi Per Minggu Rata-rata Laju Korosi Per Bulan
2 2 2
No Ke - (gram) (gram) (gram) (dm ) (gram/dm /minggu) (gram/dm /minggu)
1 0 19.634 19.634 - 0.20340 -
2 I 19.634 19.629 0.005 0.20340 0.0245821
3 II 19.629 19.629 - 0.20340 - 0.0073746
4 III 19.629 19.628 0.001 0.20340 0.0049164
5 IV 19.628 19.628 - 0.20340 -
6 V 19.628 19.628 - 0.20340 -
7 VI 19.628 19.628 - 0.20340 -
-
8 VII 19.628 19.628 - 0.20340 -
9 VIII 19.628 19.628 - 0.20340 -
10 IX 19.628 19.629 -0.001 0.20340 -0.0049164
11 X 19.629 19.629 - 0.20340 -
-0.0012291
12 XI 19.629 19.629 - 0.20340 -
13 XII 19.629 19.629 - 0.20340 -
14 XIII 19.629 17.995 1.634 0.20340 8.0334317
15 XIV 17.995 17.995 - 0.20340 -
2.0083579
16 XV 17.995 17.995 - 0.20340 -
17 XVI 17.995 17.995 - 0.20340 -
Laju korosi rata-rata 4 bulan 0.5036259

Grafik laju korosi rata-rata spesimen II per bulan tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Rata-Rata Per Bulan


Spesimen II
2.5
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

1.5

1
Spesimen II

0.5

0
0 I II III IV
-0.5
Bulan ke-

Grafik 4.3 Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen II dalam larutan H2SO4 pH 0,5
46

Tabel 4.6 Data laju korosi total spesimen II tanpa mengalami pengelasan pada
larutan H2SO4 pH 0,5

No Bulan Pengurangan Berat Luas Laju Korosi Total


2 2
ke- (gram) (dm ) (gram/dm /bulan)
1 I 0.006 0.20340 0.029498525
2 II 0.006 0.20340 0.014749263
3 III 0.005 0.20340 0.008194035
4 IV 1.639 0.20340 2.014503441

Grafik laju korosi total spesimen II tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Total


Spesimen II
2.5
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

1.5
Spesimen II
1

0.5

0
0 I II III IV
Bulan ke-

Grafik 4.4 Grafik laju korosi total spesimen II dalam larutan H2SO4 pH 0,5

Pada minggu ke-I terjadi penurunan berat. Namun dari

minggu ke-I sampai minggu ke-II tidak terjadi penurunan berat

(tidak terjadi korosi).


47

Pada minggu ke-III kembali terjadi penurunan berat. Namun

sampai minggu ke-VIII berat benda uji tidak berubah (tidak terjadi

korosi).

Pada minggu ke-IX sampai minggu ke-XII terjadi

peningkatan berat benda uji. Kemudian pada minggu ke-XIII terjadi

penurunan berat yang sangat signifikan, disertai dengan perubahan

warna dari terang menjadi kecoklat-coklatan. Pada minggu ke XIV

sampai XVI tidak terjadi korosi.

C. Benda Uji III

Benda uji III merupakan pelat stainless steel tanpa mengalami

pengelasan.

Benda uji III ini, sebelumnya telah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4 pH 1 selama 4 bulan. Kemudian dilanjutkan

lagi dengan pencelupan ini.

Gambar benda uji III :

Gambar 4.8 Benda uji III mula-mula


48

Gambar 4.9 Benda uji III setelah mengalami perendaman selama 2 minggu

Gambar 4.10 Benda uji III setelah mengalami perendaman selama 16 minggu

Data Spesimen III

1. Tebal benda uji = 3 mm

2. Berat mula-mula = 15,142 gram

3. Panjang benda uji = 41 mm

4. Lebar benda uji = 16 mm


49

Luas spesimen III = luas I +luas II + luas III

Luas I = 41 mm x 16 mm

= 656 mm2

Luas II = 41 mm x 16 mm

= 656 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 354 mm2

Luas spesimen III = (656 mm2 + 656 mm2 + 354 mm2)

= 1666 mm2 = 0,1666 dm2


50

Tabel 4.7 Data perubahan berat benda uji III pada larutan H2SO4 pH 0,5

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 15,142
2 I 15,138
3 II 15,138
4 III 15,137
5 IV 15,137
6 V 15,137
7 VI 15,137
8 VII 15,137
9 VIII 15,138
10 IX 15,138
11 X 15,138
12 XI 15,138
13 XII 15,138
14 XIII 13,848
15 XIV 13,848
16 XV 13,848
17 XVI 13,848
51

Tabel 4.8 Data laju korosi rata-rata per bulan spesimen III tanpa mengalami

pengelasan pada larutan H2SO4 Ph 0,5

Minggu Berat Awal Berat Akhir Penurunan Berat Luas Laju Korosi Per Minggu Rata-rata Laju Korosi Per Bulan
2 2 2
No Ke - (gram) (gram) (gram) (dm ) (gram/dm /minggu) (gram/dm /minggu)
1 0 15.142 15.142 - 0.16660 -
2 I 15.142 15.138 0.004 0.16660 0.0240096
3 II 15.138 15.138 - 0.16660 - 0.0075030
4 III 15.138 15.137 0.001 0.16660 0.0060024
5 IV 15.137 15.137 - 0.16660 -
6 V 15.137 15.137 - 0.16660 -
7 VI 15.137 15.137 - 0.16660 -
-0.0015006
8 VII 15.137 15.137 - 0.16660 -
9 VIII 15.137 15.138 -0.001 0.16660 -0.0060024
10 IX 15.138 15.138 - 0.16660 -
11 X 15.138 15.138 - 0.16660 -
-
12 XI 15.138 15.138 - 0.16660 -
13 XII 15.138 15.138 - 0.16660 -
14 XIII 15.138 13.848 1.290 0.16660 7.7430972
15 XIV 13.848 13.848 - 0.16660 -
1.9357743
16 XV 13.848 13.848 - 0.16660 -
17 XVI 13.848 13.848 - 0.16660 -
Laju korosi rata-rata 4 bulan 0.4854442

Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen III tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Rata-Rata Per Bulan


Spesimen III
2.5
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

1.5

1
Spesimen III

0.5

0
0 I II III IV
-0.5
Bulan ke-

Grafik 4.5 Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen III dalam larutan H2SO4 pH 0,5
52

Tabel 4.9 Data laju korosi total spesimen III tanpa mengalami pengelasan pada

larutan H2SO4 Ph 0,5

No Bulan Pengurangan Berat Luas Laju Korosi Total


2 2
ke- (gram) (dm ) (gram/dm /bulan)
1 I 0.005 0.16660 0.030012005
2 II 0.004 0.16660 0.012004802
3 III 0.004 0.16660 0.008003201
4 IV 1.294 0.16660 1.941776711

Grafik laju korosi total spesimen III tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Rata-Rata Per Bulan


Spesimen III
2.5
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

1.5

1
Spesimen III

0.5

0
0 I II III IV
-0.5
Bulan ke-

Grafik 4.6 Grafik laju korosi total spesimen III dalam larutan H2SO4 pH 0,5

Pada minggu ke-I terjadi penurunan berat. Namun dari

minggu ke-I sampai minggu ke-II tidak terjadi penurunan berat

(tidak terjadi korosi).

Pada minggu ke-III kembali terjadi penurunan berat. Namun

sampai minggu ke-VII berat benda uji tidak berubah (tidak terjadi

korosi).
53

Pada minggu ke-VIII sampai minggu ke-XII terjadi

peningkatan berat benda uji. Kemudian pada minggu ke-XIII terjadi

penurunan berat yang sangat signifikan, disertai dengan perubahan

warna dari terang menjadi kecoklat-coklatan. Pada minggu ke XIV

sampai XVI tidak terjadi korosi.


54

4.2 Larutan H2SO4 Ph 0,2

A. Benda Uji IV

Benda uji IV merupakan pelat stainless steel yang tidak

mengalami pengelasan, dan belum pernah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4.

Data Percobaan Laju Korosi Stainless Steel 304 tanpa

mengalami pengelasan pada Larutan H2SO4 Ph 0,2.

Gambar benda uji IV :

Gambar 4.11 Benda uji IV mula-mula

Gambar 4.12 Benda uji IV setelah mengalami perendaman selama 2 minggu


55

Gambar 4.13 Benda uji IV setelah mengalami perendaman selama 16 minggu

Data Spesimen IV :

1. Tebal benda uji = 3 mm

2. Berat mula-mula = 19,437 gram

3. Panjang benda uji = 54 mm

4. Lebar benda uji = 15,5 mm

Luas Spesimen IV = Luas I + Luas II + Luas III

Luas I = 54 mm x 15,5 mm

= 837 mm2

Luas II = 54 mm x 15,5 mm

= 837 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 417 mm2

Luas spesimen IV = (837 mm2 + 837 mm2 + 417 mm2)

= 2091 mm2 = 0,2091 dm2


56

Tabel 4.10 Data perubahan berat benda uji IV pada larutan H2SO4 Ph 0,2

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 19,437
2 I 19,431
3 II 19,431
4 III 19,431
5 IV 19,429
6 V 19,429
7 VI 19,429
8 VII 19,429
9 VIII 19,429
10 IX 19,431
11 X 19,431
12 XI 19,431
13 XII 19,431
14 XIII 19,432
15 XIV 19,432
16 XV 19,432
17 XVI 19,432
57

Tabel 4.11 Data laju korosi rata-rata per bulan spesimen IV tanpa mengalami

pengelasan pada larutan H2SO4 pH 0,2

Minggu Berat Awal Berat Akhir Penurunan Berat Luas Laju Korosi Per Minggu Rata-rata Laju Korosi Per Bulan
2 2 2
No Ke - (gram) (gram) (gram) (dm ) (gram/dm /minggu) (gram/dm /minggu)
1 0 19.437 19.437 - 0.20910 -
2 I 19.437 19.431 0.006 0.20910 0.0286944
3 II 19.431 19.431 - 0.20910 - 0.0095648
4 III 19.431 19.431 - 0.20910 -
5 IV 19.431 19.429 0.002 0.20910 0.0095648
6 V 19.429 19.429 - 0.20910 -
7 VI 19.429 19.429 - 0.20910 -
-
8 VII 19.429 19.429 - 0.20910 -
9 VIII 19.429 19.429 - 0.20910 -
10 IX 19.429 19.431 -0.002 0.20910 -0.0095648
11 X 19.431 19.431 - 0.20910 -
-0.0023912
12 XI 19.431 19.431 - 0.20910 -
13 XII 19.431 19.431 - 0.20910 -
14 XIII 19.431 19.432 -0.001 0.20910 -0.0047824
15 XIV 19.432 19.432 - 0.20910 -
-0.0011956
16 XV 19.432 19.432 - 0.20910 -
17 XVI 19.432 19.432 - 0.20910 -
Laju korosi rata-rata 4 bulan 0.0014945

Grafik laju korosi rata-rata spesimen IV tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Rata-Rata Per Bulan


Spesimen IV
0.012

0.01
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

0.008

0.006

0.004
Spesimen IV
0.002

0
0 I II III IV
-0.002

-0.004
Bulan ke-

Grafik 4.7 Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen IV dalam larutan H2SO4 pH 0,2
58

Tabel 4.12 Data laju korosi total spesimen IV tanpa mengalami pengelasan pada

larutan H2SO4 pH 0,2

No Bulan Pengurangan Berat Luas Laju Korosi Total


2 2
ke- (gram) (dm ) (gram/dm /bulan)
1 I 0.008 0.20910 0.038259206
2 II 0.008 0.20910 0.019129603
3 III 0.006 0.20910 0.009564802
4 IV 0.005 0.20910 0.005978001

Grafik laju korosi total spesimen IV tanpa mengalami pengelasan

Laju Korosi Total


Spesimen IV
0.045

0.04
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

0.035

0.03

0.025
Spesimen IV
0.02

0.015

0.01

0.005

0
0 I II III IV
Bulan ke-

Grafik 4.8 Grafik laju korosi total spesimen IV dalam larutan H2SO4 pH 0,2

Pada minggu ke-I terjadi penurunan berat. Namun dari

minggu ke-I sampai minggu ke-III tidak terjadi penurunan berat

(tidak terjadi korosi).


59

Pada minggu ke-IV kembali terjadi penurunan berat. Namun

sampai minggu ke-VIII berat benda uji tidak berubah (tidak terjadi

korosi).

Pada minggu ke-IX sampai minggu ke-XII terjadi

peningkatan berat benda uji. Kemudian pada minggu ke-XIII

kembali terjadi peningkatan berat, namun tanpa disertai dengan

perubahan warna. Pada minggu ke XIV sampai XVI tidak terjadi

korosi.

B. Benda Uji V

Benda uji IV merupakan pelat stainless steel yang tidak

mengalami pengelasan, dan belum pernah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4.

Data Percobaan Laju Korosi Stainless Steel 304 tanpa

mengalami pengelasan pada Larutan H2SO4 pH 0,2.

Gambar benda uji V :

Gambar 4.14 Benda uji V mula-mula


60

Gambar 4.15 Benda uji V setelah mengalami perendaman selama 2 minggu

Gambar 4.16 Benda uji V setelah mengalami perendaman selama 16 minggu

Data Spesimen V :

1. Tebal benda uji = 3 mm

2. Berat mula-mula = 14,408 gram

3. Panjang benda uji = 41 mm

4. Lebar benda uji = 15 mm


61

Luas spesimen V = luas I +luas II + luas III

Luas I = 41 mm x 15 mm

= 615 mm2

Luas II = 41 mm x 15 mm

= 615 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 336 mm2

Luas spesimen V = (615 mm2 + 615 mm2 + 336 mm2)

= 1566 mm2 = 0,1566 dm2


62

Tabel 4.13 Data perubahan berat benda uji V pada larutan H2SO4 pH 0,2

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 14,408
2 I 14,405
3 II 14,405
4 III 14,405
5 IV 14,403
6 V 14,403
7 VI 14,403
8 VII 14,403
9 VIII 14,403
10 IX 14,405
11 X 14,405
12 XI 14,405
13 XII 14,405
14 XIII 14,405
15 XIV 14,405
16 XV 14,405
17 XVI 14,405
63

Tabel 4.14 Data laju korosi rata-rata per bulan spesimen V tanpa pengelasan pada

larutan H2SO4 pH 0,2


Minggu Berat Awal Berat Akhir Penurunan Berat Luas Laju Korosi Per Minggu Rata-rata Laju Korosi Per Bulan
2 2 2
No Ke - (gram) (gram) (gram) (dm ) (gram/dm /minggu) (gram/dm /minggu)
1 0 14.408 14.408 - 0.15660 -
2 I 14.408 14.405 0.003 0.15660 0.0191571
3 II 14.405 14.405 - 0.15660 - 0.0079821
4 III 14.405 14.405 - 0.15660 -
5 IV 14.405 14.403 0.002 0.15660 0.0127714
6 V 14.403 14.403 - 0.15660 -
7 VI 14.403 14.403 - 0.15660 -
-
8 VII 14.403 14.403 - 0.15660 -
9 VIII 14.403 14.403 - 0.15660 -
10 IX 14.403 14.405 -0.002 0.15660 -0.0127714
11 X 14.405 14.405 - 0.15660 -
-0.0031928
12 XI 14.405 14.405 - 0.15660 -
13 XII 14.405 14.405 - 0.15660 -
14 XIII 14.405 14.405 - 0.15660 -
15 XIV 14.405 14.405 - 0.15660 -
-
16 XV 14.405 14.405 - 0.15660 -
17 XVI 14.405 14.405 - 0.15660 -
Laju korosi rata-rata 4 bulan 0.0011973

Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen V tanpa mengalami pengelasan

Grafik Laju Korosi Rata-Rata Per Bulan


Spesimen V
0.01

0.008
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

0.006

0.004

Spesimen V
0.002

0
0 I II III IV
-0.002

-0.004
Bulan ke-

Grafik 4.9 Grafik laju korosi rata-rata per bulan spesimen V dalam larutan H2SO4 pH 0,2
64

Tabel 4.15 Data laju korosi total spesimen V tanpa pengelasan pada larutan H2SO4

pH 0,2

No Bulan Pengurangan Berat Luas Laju Korosi Total


2 2
ke- (gram) (dm ) (gram/dm /bulan)
1 I 0.005 0.15660 0.03192848
2 II 0.005 0.15660 0.01596424
3 III 0.003 0.15660 0.00638570
4 IV 0.003 0.15660 0.00478927

Grafik laju korosi total spesimen V tanpa mengalami pengelasan

Laju Korosi Total


Spesimen V
0.035

0.03
Laju Korosi (gram/dm2/bulan)

0.025

0.02

Spesimen V
0.015

0.01

0.005

0
0 I II III IV
Bulan ke-

Grafik 4.10 Grafik laju korosi total spesimen V dalam larutan H2SO4 pH 0,2

Pada minggu ke-I terjadi penurunan berat. Namun dari

minggu ke-I sampai minggu ke-III tidak terjadi penurunan berat

(tidak terjadi korosi).

Pada minggu ke-IV kembali terjadi penurunan berat. Namun

sampai minggu ke-VIII berat benda uji tidak berubah (tidak terjadi

korosi).
65

Pada minggu ke-X sampai minggu ke-XVI tidak tejadi

penurunan maupun peningkatan berat benda uji (tidak terjadi korosi).

Benda uji V dapat dikatakan stabil.

4.3 Perbandingan Laju korosi Spesimen I, II dan III

Tabel 4.16 Tabel laju korosi rata-rata per bulan spesimen I, II dan III

No Spesimen Laju korosi rata-rata per bulan


gram/dm2/bulan
1 I 0.4276619
2 II 0.5036259
3 III 0.4854442

Grafik perbandingan laju korosi spesimen I, II dan III

Perbandingan Laju Korosi


0.52
0.5
(gram/dm2/bulan)

0.48
Laju korosi

0.46
0.44 spesimen
0.42
0.4
0.38
I II III
Spesim en

Grafik 4.11 Grafik perbandingan laju korosi spesimen I, II dan III


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pada spesimen I, II dan III lapisan protective layer telah rusak, karena

sebelumnya telah mengalami perendaman pada larutan H2SO4 pH 1

selama 4 bulan. Laju korosi rata-rata pada spesimen I = 0,4276619

gram/dm2/bulan, spesimen II = 0,5036259 gram/dm2/bulan, spesimen

III = 0,4854442 gram/dm2/bulan. Ketiga spesimen tersebut direndam

dalam larutan H2SO4 pH 0,5.

2. Pada spesimen IV dan V terjadi korosi pada minggu ke- 1 sampai

minggu ke- 8. Kemudian pada minggu ke- 9 sampai minggu ke- 16

tidak terjadi korosi. Laju korosi rata-rata pada spesimen IV =

0,0014945 gram/dm2/bulan, spesimen V = 0,0011973 gram/dm2/bulan.

3. Pengelasan TIG yang dilakukan pada spesimen I ternyata tidak

merusak struktur mikro disekitar daerah las, sehingga tetap tahan

terhadap korosi dalam larutan asam. Hal ini dibuktikan dengan

perbedaan yang tidak signifikan antara laju korosi spesimen I, II dan

III yang sama-sama direndam dalam larutan H2SO4 pH 0,5.

66
67

5.2 Saran

1. Gunakanlah baja yang mempunyai kadar karbon rendah. Dengan

sedikitnya kadar karbon maka kemampun mengikat krom menjadi

lebih besar, sehingga dengan adanya kadar krom yang banyak maka

katahanan terhadap korosi akan meningkat.

2. Lakukanlah perlakuan panas (tempering) pasca pengelasan untuk

melarutkan endapan.

3. Untuk pembuatan tabung reaktor SAMOP dapat menggunakan bahan

stainless steel austenit 304 dengan pengelasan TIG.


68

DAFTAR PUSTAKA

Bahan Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, ATMI, Solo.

Chamberlain, J., & Trethewey, K.R., (1991), Korosi Untuk Mahasiswa Dan

Rekayasawan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Korosi, www.tasteel/main. php., diakses 05 April 2007.

Kenyon, W., Diterjemahkan Dines Ginting, (1985), Dasar-dasar Pengelasan,

Erlangga, Jakarta.

Setyahandana, B. , Bahan Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Sumanto, (1994), Pengetahuan Bahan Untuk Mesin Dan Listrik, Andi Offset,

Yogyakarta.

Surdia, T., & Saito, S., (1985), Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita,

Jakarta.

TIG Welding Proces, www.alu-info.dk/Html/alulib/modul/A00537.htm., diakses

23 juni 2007.
LAMPIRAN
69

Anda mungkin juga menyukai