Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MAHASISWA

SEMESTER VII
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BLOK MANAJEMEN KESEHATAN MASYARAKAT
MODUL 2. MANAJEMEN PRAKTEK DAN KESELAMATAN KERJA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

1. Florencia Honggo Nugroho (2017.07.1.0008)


2. Catherine Ivanna Edward (2017.07.1.0011)
3. Ni Putu Eka Dania Putri (2017.07.1.0016)
4. Anjang Riyani Santoso (2017.07.1.0022)
5. Satria Samodra Putra (2017.07.1.0023)
6. Sarsa Parilla Gunawan Kwong (2017.07.1.0034)
7. Emilia Dewi Artanty (2017.07.1.0053)
8. Nick Geraldy Tie Restia (2017.07.1.0060)
9. Brigit Pavita Soerjanto (2017.07.1.0067)
10. Vera Maslakhatul Hidayah (2017.07.1.0084)
11. Nabilah YuniarInaswati (2017.07.1.0095)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2020
MODUL 3
MANAJEMEN PRAKTEK DAN KESELAMATAN KERJA

A. TOPIK MODUL 2
Keselamatan kerja

B. PENDAHULUAN
Bahaya dari praktek kesehatan sangat berisiko pada keselamatan kerja. Dimana semakin
maraknya kecelakaan atau keselamatan kerja entah itu dengan risiko kecil maupun resiko besar.
Hal ini mengakibatkan perlunya kehati hatian pada orang yang melakukan praktek, Hal ini juga
tidak hanya dikarenakan oleh selai kecelakaan kerja, dimana terdapat kejadian yang tidak biasa di
tempat kerja yang mungkin dapat berakibat membahayakan orang atau properti jika keadaan
sedikit berbeda. Hal ini biasa disebut “Hampir celaka” Baik kecelakaan atau hampir celaka
mengakibatkan cedera, masing-masing harus diselidiki untuk menentukan akar penyebabnya.
Tindakan korektif kemudian dapat diambil untuk mencegah kemungkinan terulangnya kejadian dan
cedera yang sama.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penyebab kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi :
 Faktor manusia: Tindakan-tindakan yang diambil atau tidak diambil, untuk mengontrol cara kerja
yang dilakukan
 Faktor material: Risiko ledakan, kebakaran dan trauma paparan tak terduga untuk zat yang sangat
beracun, seperti asam
 Faktor Peralatan: Peralatan, jika tidak terjaga dengan baik, rentan terhadap kegagalan yang dapat
menyebabkan kecelakaan
 Faktor lingkungan: lingkungan mengacu pada keadaan tempat kerja. Suhu, kelembaban,
kebisingan, udara dan kualitas pencahayaan merupakan contoh faktor lingkungan.

C. PEMICU 1
Judul Pemicu:
Jabaran Pemicu
Alexis Darmo merupakan dokter gigi yang berpraktik di RSGM. Dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan RSGM tempat praktik Alexis Darmo telah menerapkan dan memenuhi Keselamatan
Pasien yang terdiri dari standart keselamatan pasien, tujuh langka keselamtan pasien, sasaran
keselamatan pasien, sembilan solusi keselamatan pasien. Penerapan dan pemenuhan hal hal
tersebut adalah untuk menghindari terjadinya tidak diharapkan (KTD). Suatu hari pasien laki laki
usia 46 tahun dating ke RSGM ingin berkonsultasi mengenai kondisi rongga mulutnya, dimana
pasien merasa ada tonjolan tulang di daerah kiri bawah pasca pencabutan.

A. TERMINOLOGI PEMICU 1

1. Pelayanan Kesehatan Tiap-tiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri ataupun


dengan bersama-sama dalam suatu organisasu untuk
dapat meningkatkan serta memelihara kesehatan,
mencegah penyakit, mengobati penyakit dan juga
memulihkan kesehatan yang ditunjukan terhadap
perseorangan, kelompok serta juga masyarakat.
2. Kejadian tidak diharapkan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat
(KTD) / Adverse event melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
3. Keselamatan Pasien Suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insinden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil
4. Langkah keselamatan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien :
pasien
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan
pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang
keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem
keselamatan pasien
5. Standart Keselamatan Acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan kegiatannya,
Pasien yang disusun mengacu pada Hospital Patient Safety
Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision
International Accreditation of Health Organization tahun
2002 yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi
rumah sakit di Indonesia.
6. Sasaran Keselamatan Suatu usaha mendorong peningkatan spesifik dalam
Pasien keselamatan pasien. Sasaran ini menyototi area yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menguraikan
tentang solusi atas consensus berbasis bukti dan keahlian
terhadap permasalahan ini.
7. 9 Solusi Keselamatan Solusi yang diterbitkan oleh WHO Collaborating Centre For
Pasien Patient Safety pada tahun 2007, dan komite keselamatan
pasien RS mendorong RS untuk menetapkan 9 solusi
tersebut secara langsung/bertahap sesuai dengan
kemampuan dan kondisi Rumah Sakit masing masing

B. IDENTIFIKASI MASALAH PEMICU 1


1. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, RSGM tempat praktek Alexis Darmo telah
menerapka dan memenuhi keselamatan pasien yang terdiri dari standar keselamatan
pasien.
2. Tujuh langka keselamatan pasien.
3. Sasaran keselamatan pasien.
4. 9 solusi keselamatan pasien.
5. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, RSGM tempat praktik Alexis Darmo telah
menerapkan dan memenuhi Keselamatan Pasien yang terdiri dari standar keselamatan
pasien.
6. Penerapan dan pemenuhan hal-hal tersebut adalah untuk menghindari terjadinya TKD.
7. Pasien laki-laki usia 46 tahun datang ke RSGM ingin berkonsultasi mengenai kondisi
rongga mulutnya, dimana pasien merasa ada tonjolan tulang di daerah kiri bawah
pasca pencabutan.
C. RUMUSAN MASALAH PEMICU 1
1. Mengapa harus menerapkan dan memenuhi keselamatan pasien yang terdiri dari
standar keselamatan pasien ?
2. Mengapa harus menerapkan 7 langkah keselamatan pasien ?
3. Mengapa harus menerapakan sasaran keselamatan pasien ?
4. Mengapa harus menerapkan 9 solusi keselamatan pasien ?
5. Mengapa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, RSGM tempat praktik Alexis
Darmo telah menerapkan dan memenuhi Kesehatan Pasien yang terdiri dari standar
keselamatan pasien?
6. Mengapa harus dilakukan penerapan dan pemenuhan hal-hal tersebut untuk
menghindari terjadinya KTD?
7. Disebut apakah keluhan pasien tersebut?

D. HIPOTESIS MASALAH PEMICU 1


1. Harus menerapkan standar keselamatan pasien , karena merupakan acuan bagi rumah
sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya
2. Karena rumah sakit harus merancang proses. Proses perancangan mengacu tujuan
keselamatan pasien dan disesuaikan dengan 7 langkah keselamatan pasien RS
3. Karena 7 langkah keselamatan pasien sudah diatur dalam UU tentang keselamatan
pasien dan merupakan syarat untuk akreditasi rumah sakit.
4. Merupakam panduan tata laksana teknis agar RSGM dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan TDK menjadi KTD
5. Karena terdapat 9 solusi yang merupakan panduan yang sangat bermanfaat menbantu
rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, dan meningkatkan profesionalitas
petugas kesehatan. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan standart operasional prosedur
yang telah ditetapkan guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah
serta untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
6. Untuk menjaga keselamatan pasien dari cedera yang didapatkan dari rumah sakit serta
meninggalkan mutu pelayanan RSGM supaya tidak menimbulkan opini negative
terhadap pelayanan rumah sakit.
7. Penonjolan tersebut biasanya disebut dengan eksostosis
PEMICU 2
Jabaran Pemicu :
Sebelum pasien tersebut dilakukan pemeriksaan petugas kesehatan RSGM menjelaskan
mengenai protocol kesehatan yang harus dijalankan dan dipatuhi. Alexis Darmo sebagai
DPJP (dokter penanggung jawab pelayanan) dalam kasus ini. Pemeriksaan klinis
didapatkan adanya tonjolan tulang (eksostosis) di region 35 dan 36. Dokter gigi
merencanakan tindakan alveolektomi. Alexis Darmo wajib melakukan pengisian rekam
medis dan informed consent secara lengkap dan benar dalam menerapkan dan memenuhi
keselamatan pasien.

A. TERMINOLOGI PEMICU 2
1. Petugas kesehatan Terdiri dari dokter, dokter gigi spesialis, apoteker,
RSGM para medis, tenaga administrasi dan teknologi
kedokteran gigi yang memandai.
2. Protokol kesehatan Aturan dan ketentuan yang perlu diikuti oleh
segala pihak agar dapat beraktivitas secara aman
pada saat pandemik.
3. Rekam medis Berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
4. DPDJ (Dokter Seorang dokter, sesuai dengan kewenanangan
Penanggung Jawab klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan
Pelayanan) asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien
dengan satu patologi/penyakit, dari awal sampai
dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada
pelayanan rawat jalan dan rawat inap
5. Eksostosis Suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang
keluar dari permukaan tulang.
6. Alveolektomi Pengurangan tulang soket dengan cara
mengurangi plate labial/bukal dari prosessus
alveolar dengan pengambilan septum interdental
dan interadikuler
7. Informed consent Persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien
terhadap suatu tindakan medis, setelah ia
memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan
tersebut.

B. IDENTIFIKASI MASALAH PEMICU 2


1. Sebelum pasien tersebut dilakukan pemeriksaan, petugas kesehatan RSGM
menjelaskan mengenai protocol kesehatan yang harus dijalankan dan dipatuhi
2. Drg Alexis Darmo sebagai DPJP dalam kasus ini
3. Drg merencanakan alveolektomi
4. Drg wajib melakukan pengisian rekam medis dan informed consent secara
lengkap dan benar dalam menerapkan dan memenuhi keselamatan pasien
5. Alexis Darmo wajib melakukan pengisian rekam medis dan informed consent
secara lengkap dan benar dalam menerapkan dan memenuhi keselamatan
pasien.

C. RUMUSAN PEMICU 2
1. Mengapa petugas kesehatan RSGM menjelaskan mengenai protocol kesehatan ?
2. Apa yang harus dilakukan drg Alexis Darmo sebagai DPJP dalam kasus ini?
3. Apa penyebab dari hasil pemeriksaan klinis pada kasus?
4. Mengapa drg merencanakan tindakan alveolektomi?
5. Mengapa drg wajib mengisi rekam medis dan informed consent secara lengkap
dan benar dalam menerapkan dan memenuhi keselamatan pasien?

D. HIPOTESIS MASALAH PEMICU 2


1. Karena sebagai upaya pencegahan dan pengendalian dari suatu penyakit, serta
agar menjaga keselamatan pasien.
2. Yang harus dilakukan DPJP adalah bertanggung jawab sepenuhnya atas
pengelolaan medis seorang pasien, sesuai dengan kewenangan klinis dokter atau
dokter gigi terkait dengan penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
(paket) kepada satu pasien dengan satu patologi/penyakit, dari awal sampai
dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan
rawat inap.
3. Penyebab eksostosis ini belum diketahui tetapi pada beberapa orang diturunkan
secara autosomal dominan. Selain itu, exostosis juga dapat
Disebabkan oleh peradangan kronik, tekanan yang tetap pada tulang atau
pembentukan tumor.
4. Drg merencanakan tindakan alveolektomi karena untuk menghilangkan eksostosis
yanga ada pada region 35 dan 36, sehingga pasien merasa nyaman dan untuk
menyiapkan kondisi yang baik jika pasien berkenan dilakukan pembuatan gigi
tiruan.
5. Karena data yang diisi dengan baik dan benar di rekam medis dan informed
consent merupakan upaya penerapan keselamatan pasien.
E. PETA KONSEP

F. LEARNING ISSUE
1. Keselamatan Pasien
a. Definisi
b. Peraturan yang mengatur tentang keselamatan pasien
c. Standar patient safety
d. Tujuh langkah patient safety
e. Sasaran keselamatan pasien
2. Eksostosis
a. Definisi
b. Patogenesis
3. Alveolektomi
a. Definisi
b. Indikasi dan Kontraindikasi
c. Tatalaksana
4. Rekam Medis
a. Defisi dan Tujuan
b. Peraturan yang mengatur tentang Rekam Medis
c. Cara pengisian
d. Yang harus tercantum pada rekam medis di kedokteran gigi
5. Informed Consent
a. Definisi
b. Apa saja yang harus ada dalam informed consent
c. Contoh

G. JAWABAN LEARNING ISSUE


1. Keselamatan Pasien
a. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), keselamatan pasien adalah tidak
adanya bahaya yang mengancam kepada pasien selama proses pelayanan
kesehatan. Keselamatan pasien dapat diartikan sebagai upaya untuk
melindungi pasien dari sesuatu yang tidak diinginkan selama proses
perawatan
b. Peraturan yang mengatur tentang keselamatan pasien
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017,
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asupan pasien lebih
aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tidak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
c. Standar Keselamatan Pasien
I. Hak pasien
Standar :
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2017) “Pasien dan
keluarganya memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden”. 
II.  Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan (Peraturan
Menteri Kesehatan RI, 2017). 
III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar :
Fasilitas pelayan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017).
IV. Penggunaaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
Standar :
Menurut peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia (2017), Fasilitas
pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
telah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI,
2017).
V.  Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien. Pimpinan
mendorong dan menjamin implementasi program. 
Standar :
1.  Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “ Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien” (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017).
2.  Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden (Peraturan
Menteri Kesehatan RI, 2017).
3.  Menurut peraturan Menteri kesehatn republik Indonesia (2017) “Pimpinan
mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien”. 
4.  Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta
meningkatkan keselamatan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017).
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017). 
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
1.  Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses pendidikan,
pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan keselamtan pasien secara jelas.
2.  Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam
pelayanan pasien (Permenkes RI 2017).
VII. Komunikasi sebagai kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.Transmisi data dan informasi harus tepat waktu
dan akurat.

d. Tujuh langka menuju keselamatan pasien terdiri dari :


1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil 
2. Memimpin dan mendukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial
bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan
kepada KKPRSsekarang berubah menjadi KNKP.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-
cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong
staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian terjadi
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan
Pasien. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/maslah untuk
melakukan perubahan sistem pelayanan.

e. Sasaran Keselamatan Kerja Pasien


1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high- allert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
2. Eksostosis
a. Definisi
Suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang keluar dari permukaan
tulang. Secara khas keadaan ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan
tersebut oleh kartilago, selain itu eksostosis adalah pertumbuhan tulang
kearah luar dari korteks luar mandibular dan maksila yang tidak
menimbulkan gejala, eksostosis juga disebut sebagai suatu penonjolan
tulang, terlokalisir, dan timbul dari permukaan luar tulang pertumbuhan
tulang bersifat jinak di tulang wajah, yang muncul di maksila dan mandibular
dan lebih sering terlokalisir di region premolar dan molar.
b. Patogenesis
Pertumbuhan eksostosis muncul pada saat dewasa, dan muncul terlokalisir
pada daerah tersebut terjadi hyperplasia dari tulang kortikal dan tulang
kanselus pada permukaan luar alveolar adanya factor presdiposisi diatas
akan merangsang profilerasi osteosit di tulang rahang dalam jangka waktu
yang lama, sehingga terjadi pembesaran dan penonjolan tulang rahang.
Eksostosis
juga dikarenakan oleh factor genetic dan factor predisposisi

3. Alveolektomi
a. Definisi
Suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris yang menonjol
baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti pemotongan
sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti pemotongan
sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus
alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang tajam pada maksila
atau mandibula, pengambilan torus palatinus maupun torus mandibularis
yang besar.
b. Indikasi dan Kontraindikasi
- Indikasi :
1. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, cortical plate yang
tajam, dan puncak ridge yang tidak teratur sehingga mengganggu proses
pembuatan dan adaptasi gigitiruan.
2. Pada kasus gigi posterior yang tinggal sendiri sering mengalami ekstrusi
atau supra-erupsi. Tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang
berlebihan untuk mendukung hal tersebut, sehingga bila gigi tersebut dicabut
akan terlihat prosesus alveolaris yang lebih menonjol.
3. Pada kasus pencabutan gigi multiple, apabila setelah pencabutan gigi
terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan atau jika ridge
alveolar tinggi.
4. Pada kasus dengan kelainan eksostosis, torus palatinus maupun torus
mandibularis yang besar yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan,estetis,
dan pemakaian gigitiruan
- Kontraindikasi :
1. Pada pasien yang memiliki bentuk prosesus alveolaris yang tidak rata,
tetapi tidak mengganggu adaptasi gigitiruan baik dalam hal pemasangan,
retensi maupun stabilitas.
2. Pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol yaitu
penyakit kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM) dan aterosklerosis.
3. Pada pasien yg memiliki keradangan akut, infeksi akut, serta malignansi
oral

c. Tatalaksana
Prosedur alveolektomi pada maksila dan mandibula:
1. Jika salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum
harus dicek untuk memastikan bahwa telah terdapat kedalaman
minimum sebesar 10 mm dari semua tepi gingival yang mengelilingi
area yang akan dihilangkan.
2. Angkat flep dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut
dengan jari telunjuk tangan kiri atau dengan hemostat yang
ditempelkan pada tepi flep atau dengan tissue retactor.
3. Bebaskan tepi flep dari darah menggunakan suction apparatus, dan
jaga dari seluruh area operasi.
4. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan
satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya dibawah undercut
yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau
bawah dan berlanjut ke bagian paling distal dari alveolar ridge pada sisi
yang terbuka.
5. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat
menuju lingual/palatal, sehingga plate bagian lingual/palatal dapat
terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal
yang tajam.
6. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan
end-cutting rongeurs.
7. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone
file.
8. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap serpihan kecil
tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang masuk ke dalam
soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap
berikutnya.
9. Kembalikan flep pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan
lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk yang
lembab.
10. Catat jumlah jaringan bertindih yang tulang dibawahnya telah
dikurangi, yang akhirnya meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi
oleh jaringan lunak.
11. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang
sebelumnya terlihat bertindih.
12. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan
jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari mukoperiosteum, lalu
catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge.
Operator dapat merasakannya dengan jari telunjuk.
13. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan
dengan bone fie.
14. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan
menggunakan benang jahitan sutra hitam continue nomor 000.
Walaupun demikian, penjahitan terputus juga dapat digunakan jika
diinginkan.

4. Rekam Medis

a. Definisi dan Tujuan


• Menurut Permenkes 269 tahun 2008 Rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang pasien, pemeriksaan, pengobatan tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
• Menurut Huffman E.K, Rekam Medis adalah rekaman atau catatan
mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana dan bagaimana yang di berikan
kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan
mengenai dan pelayanan yang di perolehnya serta memuat informasi yang
cukup untuk mengidentifikasi pasien membenarkan diagnosa dan pengobatan
serta merekam hasilnya. 
• Tujuan rekam medis adalah untuk memberikan informasi mengenai diri
pasien kepada seluruh pihak yang memberikan perawatan atau pengobatan
kepada pasien tersebut

b. Peraturan yang mengatur tentang Rekam Medis


- Pasal 46 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004
- Pasal 47 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 377/MENKES/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Perekam Medis.
- Peraturan Menteri Kesehatan RI NO: 269/MENKES /PER/III/2008 tentang
Rekam Medis.

c. Cara pengisian rekam medis


- Saat pasien datang, jika ada keluhan akut, segera atasi
dahulu keluhan pasien. 
- Jika kunjungan pasien tersebut adalah kunjungan pertama,
segera setelah kondisi akut teratasi, pasien diminta mengisi
data, dan dibuatkan odontogram. 
• Pengisian Lembar Identitas Pasien terdiri atas 2 bagian yaitu
identitas diri pasien seperti nama, jenis kelamin, status
pernikahan, tempat dan tanggal lahir, agama, pendidikan,
alamat, dsb dan penyakit pada pasien yang perlu diperhatikan
• Dalam lembar Odontogram, selain dicantumkan gambar
Odontogram, juga dicatatkan informasi – informasi penting
mengenai keadaan gigi dan mulut pasien. Yang dicatatkan
pada lembar Odontogram adalah hanya informasi yang tidak
mudah berubah.
- Jika kunjungan tsb bukan kunjungan pertama, namun sudah
lebih dari satu tahun sejak kunjungan terakhir, maka pasien
memeriksa kembali datanya dan dibuatkan odontogram baru. 
- Jika kunjungan terakhir belum satu tahun, maka perawatan
dilakukan hingga restorasi tetap, dan setelah restorasi tetap,
odontogram dikoreksi (update) dan diberi paraf. Jika koreksi
sudah penuh atau mengganggu odontogram, maka dibuatkan
odontogram baru. 
- Setiap pencatatan di dalam rekam medis harus dibubuhi nama,
waktu, dan TTD dokter , dokter gigi atau tenaga kesehatan ttt yg
memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
- Dalam hal tjd kesalahan dlm melakukan pencatatan pada rekam
medis dapat dilakukan pembetulan
- Pengisian Tabel Perawatan (Perawatan diisi gigi yang
dilakukan perawatan pada tanggal dirawat yang terdiri dari
tanggal, gigi yang dirawat, keluhan/diagnosa, kode ICD 10,
Perawatan, paraf dokter gigi, dan keterangan)
- Pengisian Lampiran Pelengkap (Merupakan bagian akhir dari
rekam medis kedokteran gigi. Pada lampiran pelengkap
disimpan berbagai hal yang melengkapi perawatan yang
dilakukan, misalnya : x-ray pasien, hasil laboratorium termasuk
juga Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) dan
Penolakan Tindakan Kedokteran (Informed Refusal))
- Kunjungan selesai

d. Yang harus tercantum di rekam medis kedokteran gigi


- Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi menurut Undang-
Undang No.29 tahun 2004 : berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan yang telah diberikan kepada pasien. 

- Berdasarkan Pedoman Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi


Tahun 2007 rekam medik gigi berisi : identitas pasien, keadaan umum
pasien, odontogram, data perawatan kedokteran gigi, nama dokter gigi
yang merawat.

- Rekam medik gigi sesuai dengan standar nasional kedokteran gigi


meliputi : manfaat, syarat lengkap, aspek medikolegal dan item penting
yaitu odontogram.

- Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/Menkes/Per/III/2008  : keterangan baik yang tertulis/terekam tentang
identitas pasien, anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa
segala pelayanan dan tindakan yang diberikan kepada pasien dan
pengobatan baik di rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Undang-Undang
No.29 Tahun 2004 rekam medic adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain kepada pasien. 

- Menurut Departemen Kesehatan RI (1997) : rekam medis


mencantumkan nilai-nilai aspek yang dikenal sebagai sebutan
ALFREDS (Adsminitrative, Legal, Financial, Research, Education,
Documentation and Service)

5. Informed Consent
a. Definisi
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi
atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin.
jadi pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent dapat di
definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya
berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh
dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat
persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh
Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan. 
Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / IX / 1989,
Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.\
b. Apa saja yang harus ada dalam informed consent
1. Informasi yang diberikan oleh dokter;
2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien.

Sehingga persetujuan yang diberikan oleh pasien


memerlukan beberapa masukan sebagai berikut :

1. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan


digunakan dalam tindakan medis tertentu (masih berupa
upaya percobaan).
2. Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-
akibat yang tidak diinginkan yang mungkin timbul.
3. Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat
diantisipasi untuk pasien.
4. Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur /
terapi / tindakan berlangsung.
5. Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali
consent tanpa adanya prasangka mengenai
hubungannya dengan dokter dan lembaganya.
6. Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia
menolak tindakan medis tersebut.

Informasi yang harus diberikan oleh dokter dengan


lengkap kepada pasien menurut UU Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3)
sekurang-kurangnya mencakup:
1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5. Prognosis ( kemungkinan hasil perawatan) terhadap
tindakan yang dilakukan.
Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang berkaitan
dengan pembiayaan. Penjelasan seharusnya
diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan
medis itu sendiri, bukan oleh orang lain, misalnya
perawat. Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-
kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai
dengan tingkat pendidikan dan ‘kematangannya’, serta
situasi emosionalnya.

c. Contoh
d. Kesimpulan
Alexis Darmo merupakan dokter gigi yang berpraktik di RSGM. Dalam
menerapkan pelayanan kesehatan, RSGM harus memenuhi keselamatan pasien
yang terdiri dari standar keselamatan pasien, tujuh langkah keselamatan pasien,
sasaran keselamatan pasien dan sembilan solusi keselamatan pasien agar
terhindar dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan karena RSGM perlu standar
keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan rumah sakit di
Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya, sebagai syarat untuk akreditasi
rumah sakit dan hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Selain itu,
RSGM harus menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit serta implementasi dari keselamatan pasien. Saat ada
pasien yang datang ke RSGM pun dokter gigi wajib mengisi rekam medis dan
informed consent secara lengkap dalam menerapkan dan memenuhi
keselamatan pasien dan memenuhi keselamatan pasien untuk menghindari
terjadinya kejadian tidak diharapkan (KTD).

DAFTAR PUSTAKA :

Dafpus : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT.

Anda mungkin juga menyukai