Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak korban yang
selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan menjadi  rusak atau
hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan,
kecemasan akut, perasaan mati rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi
sebagian orang, dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain,
bencana memberikan dampak psikologis  jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi ,
psikosomatis  (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung  :
konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap kejadian
traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain  juga akan  menyusul, ini adalah dampak
tidak langsung dan bersifat jangka panjang yang dapat mengancam berbagai golongan terutama
kelompok yang rentan yaitu anak-anak, remaja, wanita dan lansia.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik, banyak korban
bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan
gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari  bencana, dampak psikologis dapat
menyebabkan penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan
social dan merusak nilai-nilai luhur yang mereka miliki.

BAB II

PEMBAHASAN

1. TRAUMA
A. Dampak Psikologis Dalam Bencana
1. Dampak psikologis pada individu
Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam merespon bencana,
ada banyak variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang tindih. Oleh karena itu munculnya
gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak factor, namun bisa mencapai
90% atau bahkan lebih korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis yang
negatif setelah beberapa jam paska bencana . Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat
dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.
a. Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini adalah  masa beberapa jam atau hari  setelah bencana. Pada tahap ini
kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan penyintas dan berusaha
untuk menstabilkan situasi. Penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang aman dan
terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis, serta  makanan dan air yang
cukup.
Gejala-gejala dibawah ini dapat muncul pada tahap tanggap darurat:
 Kecemasan berlebihan
Korban menunjukkan tIbu-ibu/Bapak-tIbu-ibu/Bapak  kecemasan, mudah terkejut
bahkan oleh hal-hal yang sederhana, tidakmampu untuk bersantai, atau tidak mampu
untuk membuat keputusan.
 Rasa bersalah
korban  yang selamat, namun anggota keluarganya meninggal, seringkali kemudian
menyalahkan diri sendiri. Mereka  merasa malu karena telah selamat, ketika orang yang
dikasihinya meninggal.
 Ketidaksatbilan emosi dan pikiran
Beberapa korban mungkin menunjukkan kemarahan tiba-tiba dan bertindak agresif atau
sebaliknya, mereka menjadi apatis dan tidak peduli, seakan kekurangan energi. Mereka
menjadi mudah lupa ataupun mudah menangis.
 Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan, histeris ataupun gejala
psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur
juga dapat muncul.
b. Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi lain,
euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi dan bantuan
dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai menghadapi realitas. Pada tahap ini
berbagai gejala pasca-trauma muncul, misalnya "Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder
Kecemasan Generalized," "Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".
Akut Stress Paska Trauma:
Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang tidak normal
(traumatik). Biasanya gejala-gejala diawah ini akan menghilang seiring dengan berjalannya
waktu.
 Emosi
Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah, emosinya labil, mati rasa
dan kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, gelisah, perasaan ketidakefektifan,
malu dan putus asa.
 Pikiran
Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, mudah curiga (pada penyintas
kasus bencana karena manusia), sulit konsentrasi, menghindari pikiran tentang bencana
dan menghindari tempat, gambar, suara mengingatkan penyintas bencana; menghindari
pembicaraan tentang hal itu
 Tubuh
Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung, sariawan atau sakit magh
yang terus menerus sakit kepala, berkeringat dan menggigil, tremor, kelelahan, rambut
rontok, perubahan pada siklus haid, hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran
atau penglihatan, nyeri otot
 Perilaku
Menarik diri, sulit tidur,  putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang berlebihan atau
penarikan social,  sikap permusuhan, kemarahan,  merusak diri sendiri,  perilaku
impulsif  dan  mencoba bunuh diri.

Post Trauma Stress Disorder (PTSD):

Meliputi: Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas (ASPT) masih ada maka,
maka dapat diduga mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini selepas 2 bulan dari
kejadian bencana:

 Reecperience atau mengalami kembali


Korban akan mengalami kembali peristiwa traumatic yang mengganggu; misalnya
melalui mimpi buruk  setiap tidur,  merasa mendengar, melihat kembali kejadian yang
berhubungan dengan bencana, dalam pikirannya kejadian bencana terus menerus sangat
hidup, apapun yang dilakukan tidak mampu mengalihkan pikirannya dari bencana.  
Pada anak-anak korhan konflik senjata, mereka  bermain perang-perangan berulang-
ulang.
 Avoidance atau menghindar
Hal-hal yang berkaitan dengan ingatan akan bencana, misalnya menghindari pikiran
atau perasaan atau percakapan tentang bencana; menghindari aktivitas, tempat, atau
orang yang mengingatkan korban dari trauma, ketidakmampuan untuk mengingat
bagian penting dari bencana, termenung terus dengan tatapan dan pikiran  yang kosong
 Hyperarusal atau rangsangan yang berlebihan
Misalnya kesulitan tidur; sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung
mudah berdebar-debar, keringat  dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat
kejadian, kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.
Generalized Anxiety Disorder:

Meliputi: Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa ataupun
kegiatan (tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak mengalir, seseorang tidak
muncul tepat waktu.

Dukacita Eksrim:

Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah
penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.

Post Trauma Depresi:

Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum dalam penelitan
terhadap penyintas  trauma. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan Post
Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang lambat,
insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi, nafsu
makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan
perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas
hidup), penarikan sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah
hidup tidak dapat dibatalkan,  dan lekas marah.

c. Tahap Rekonstruksi
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupan yang stabil
mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun banyak korban mungkin telah sembuh,
namun  beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala
kepribadian  yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri 
dapat meningkat, kelelahan kronis,  ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat
dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi
pendendam dan mudah menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. 
Gangguan ini pada akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.

2. Dampak Bencana Pada Komunitas


Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska  bencana
dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal sebelumnya adalah pekerja yang
tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang
mudah melakukan kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani
dengan baik akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat lain,
tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka yang terancam, namun
juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang padahal sepanjang hidupnya adalah
nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai akibat jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat,
kenaikan tingkat perceraian pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga
meningkatnya kekerasan intra-keluarga (kekerasan pada anak dan pasangan).
Pemberian bantuan yang tidak terpola pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan
terjadi ketergantungan pada pemberi bantuan. Bencana fisik bisa menghancurkan lembaga
masyarakat, seperti sekolah dan komunitas agama, atau dapat mengganggu fungsi mereka
karena efek langsung dari bencana pada orang yang bertanggung jawab atas lembaga-lembaga,
seperti guru atau imam.  Saat guru, tokoh adat atau tokoh agama menjadi korban dari bencana
dan tidak dapat mejalankan fungsinya, maka sarana dukungan sosial dalam komunitas menjadi
terganggu.
B. Dampak Psikologis Bencana Pada Wanita
Kondisi psikososial didaerah bencana khususnya bagi kaum perempuan mengakibatkan
berbagai goncangan psikologis seperti hilangnya rasa percaya diri, muncul kekhawatir bahkan
memunculkan gejala phobia yaitu perasaan takut yang berlebihan. Individu dan komunitas
mengalami trauma dan tekanan hidup bertubi-tubi dan berkelanjutan.
Situasi demikian dapat menurunkan motivasi untuk mempertahankan hidup selanjutnya.
Selain implikasi psikososial yang pada umumnya muncul dikalangan perempuan, biasanya mereka
mengalami pengalaman traumatis dimana daya penyesuaian satu individu dengan individu lainnya
akan mengalami kendala.
Hal tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:
1. Gambaran umum tentang dirinya,
2. Dukungan sosial yang diterimanya,
3. Kapasitas berpikir dan penyesuaian diri,
4. Tingkat keparahan,
5. Pengalaman traumatik
Selain itu korban bencana akan mengalami perubahan dalam kepribadian yang berpengaruh
pada tingkat fungsi dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya dan bahkan mereka tidak mampu
menata kembali hidup mereka. Sebagian besar dari korban bencana mengalami gejala temporer.
Gejala yang paling popular adalah stres dan stres paska trauma yang seringkali menghinggapi
korban-korban bencana. Stres terjadi karena adanya situasi eksternal atau internal yang
memunculkan tekanan atau gangguan pada keseimbangan hidup individu.
Kaum perempuan di daerah bencana karena hidup dengan kondisi yang lebih lebih buruk dari
sebelumnya maka memunculkan perasaan gelisah, sedih, tak berdaya dan bingung. Harapan
hidupnya seolah-olah hilang. Depresi akan mucul akibat ketidakmampuan melakukan perubahan.
Individu dan komunitas mengalami situsi belajar dari pengalaman dan situasi hidup bahwa mereka
tidak mampu mengatasinya. Trauma yang muncul ini bersifat kolektif dan memberikan dampak
psikososial.
Beberapa gejala yang pada umumnya muncul akibat bencana adalah sebagai berikut:
1. Ingatan yang senantiasai mencengkeram berbagai bayangan tentang trauma
2. Perasaan seolah-olah trauma muncul kembali
3. Mimpi buruk
4. Gangguan tidur
5. Gangguan makan (muntah/mual)
6. Gangguan saat mengingat traumna
7. Ketakutan
8. Kewaspadaan yang berlebih
9. Kesulitan mengendalikan emosi
10. Kesulitan berkonsentrasi
C. Dampak Psikologis Bencana pada Lansia
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan adaptasi
yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap perubahan. Selain
itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak
dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan terhadap kemungkinan diabaikan oleh
keluarga.
D. Aktivitas Psikososial Dalam Menanggulangi Dampak Psikologis
1. Aktivitas Psikososial Berdasarkan Tahap Bencana
Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung
a. Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya defusing dan
debriefing untuk mencegah secondary trauma
b. Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya berbagai
macam teknik relaksasi dan terapi praktis
c. Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.
d. Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak
e. Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.
Tahap Pemulihan: Bulan pertama
a. Lanjutkan tahap tanggap darurat
b. Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan efek trauma
c. Melatih  konselor bencana tambahan
d. Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada penyintas
e. Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat
Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua
a. Lanjutkan tugas tanggap bencana.
b. Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau ketangguhan.
c. Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang masih
membutuhkan pertolongan psikologis.
d. Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana yang
membutuhkan.
e. Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya  berbasis
lembaga.
Fase Rekonstruksi
a. Melanjutkan  memberikan layanan  psikologis dan pembekalan bagi pekerja kemanusiaan
dan penyintas bencana.
b. Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.
c. Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi konselor jika
mereka membutuhkannya.
d. Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang pendampingan
psikososial agar mereka mampu mandiri.
2. Aktivitas Psikososial Pada Orang Dewasa
a. Ajak untuk perbanyak melakukan kegiatan agama
b. Temani mereka
c. Ajak bicara tentang apa saja sehingga ia tidak merasa sendiri
d. Menjadi pendengar yang baik terutama saat ia menceritakan perasaannya tentang bencana
yang menimpa
e. Dorong korban untuk banyak beristirahat dan makan yang cukup
f. Ajak korban melakukan aktifitas yang positif
g. Ajak korban untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari
h. Ajak bercIbu-ibu/Bapak dengan menggunakan humor ringan
i. Ajak berbincang-bincang tentang kondisi saat ini diluar
j. Membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah
k. Memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga menimbulkan harapan
3. Aktivitas Psikososial Pada Wanita
Dalam memulihkan diri sendiri :
a. Mengungkap masalah yang dirasakan kepada orang yang dipercayai
b. Merawat dan menjaga kesehatan diri, baik fisik maupun psikis
c. Melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai yang dapat mengalihkan dari pikiranpikiran
akan kejadian, baik dilakukan sendiri maupun secara berkelompok
d. Belajar Ketrampilan Baru
e. Mencoba iklas dan mendekatkan diri kepada-Nya
f. Membantu keluarganya dalam memulihkan kondisi pasca bencana
g. Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai bencana (gempa, banjir, tsunami,
longsor dll) kepada anak dan keluarga
h. Saling mendukung dan memperhatikan sesama anggota keluarga, serta memberikan
perhatian lebih kepada anggota keluarga yang masih memiliki masalah akibat bencana dan
peristiwa sulit
i. Memberikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan baik di sekolah maupun di
luar sekolah
j. Apabila dia berperan sebagai orang tua tunggal, maka dia bekerja untuk mencari nafkah
bagi keluarga sesuai dengan kemampuan/ketrampilan yang dimiliki.
Memulihkan sesama perempuan dalam komunitas:

a. Saling memberikan perhatian kepada sesama perempuan korban bencana yang tinggal di
sekitarnya.
b. Saling bercerita dan berbagi perasaan antar sesama perempuan di komunitas
c. Saling memberi informasi kepada sesama perempuan baik dalam hal mengembangkan
usaha (industri kecil) bersama-sama dan dapat berupa informasi lainnya.
d. Mengajak rekan perempuan dalam komunitas agar lebih percaya diri, dan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kelompok
e. Bersama-sama ikut memberikan pendapat dalam rapat atau pertemuan penyelesaian
masalah karena suara perempuan juga penting.
4. Aktivitas Psikososial Pada Lansia
a. Berikan keyakinan yang positif
b. Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
c. Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada lokasi penampungan
d. Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun lingkungan sosial
lainnya
e. Dampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan
5. Trauma Healing
Untuk mengatasi trauma pada korban bencana, maka dilaksanakan program trauma healing.
Trauma healing merupakan salah satu program yang bertujuan untuk penyembuhan luka trauma
yang dialami oleh korban bencana, mulai dari anak-anak, dewasa, dan lansia. Beberapa
program trauma healing yang dapat dilaksanakan yaitu:
a. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dijalankan dengan membentuk FGD (Focus Group Discussion)
dimana dalam kelompok ini, peserta mendiskusikan sebuah topic masalah kemudian
mencari pemecahan masalah dari topic yang diangkat dan disepakati.
b. Kegiatan ibadah
Kegiatan ibadah sangat membantu korban bencana dalam menerima apa yang dialaminya
dengan ikhlas dan lapang dada. Selain, fisik, rohani korban juga perlu diberikan siraman
agar korban tetap tegar dalam menjalani kondisinya saat pasca bencana. Salah satu kegiatan
ibadah yang dapat dijalankan untuk korban dewasa yaitu majelis taklim.
c. Kesenian dan keterampilan
Kegiatan kesenian dan keterampilan yang dilakukan hendaknya kegiatan yang dapat
menghasilkan uang, sehingga kegiatan ini memberikan manfaat bagi korban dewasa.
Diantara kegiatan kesenian dan keterampilan yang dapat dilakukan, yaitu: menyulam,
merajut, memasak, dan lain-lain.
d. Terapi Aktivitas dan exercise pada lansia
Melakukan latihan fisik secara teratur dengan tujuan meningkatkan kesehatan, bisa
dilakukan individu dan kelompok.

2. KRISIS

A. KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN KRISIS KESEHATAN

Kejadian bencana selalu menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya perlu diatur
dalam bentuk kebijakan sebagai berikut:

1. Setiap korban akibat bencana perlu mendapatkan pelayanan kesehatan sesegera mungkin
secara maksimal dan manusiawi.

2. Prioritas awal selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat medik
terhadap korban luka dan identifikasi korban mati disarana kesehatan.

3. Prioritas berikutnya adalah kegiatan kesehatan untuk mengurangi risiko munculnya


bencana lanjutan, di wilayah yang terkena bencana dan lokasi pengungsian.

4. Koordinasi pelaksanaan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dilakukan secara


berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.

5. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dibantu
dari berbagai pihak, termasuk bantuan negara sahabat, lembaga donor, LSM nasional atau
internasional, dan masyarakat.

6. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri, perlu mengikuti standar dan prosedur
yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.

7. Pengaturan distribusi bantuan bahan, obat, dan perbekalan kesehatan serta SDM
kesehatan dilaksanakan secara berjenjang.
8. Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalannya fungsi
pelayanan kesehatan setempat, kendali operasional diambil alih secara
berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.

9. Penyampaian informasi yang berkaitan dengan penanggulangan kesehatan pada


bencana dikeluar-kan oleh Dinas Kesehatan setempat selaku anggota
Satkorlak/Satlak

10. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti oleh semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan kesehatan, sekaligus
menginformasikan kegiatan masing-masing.

3. EMERGENCY
A. Konsep dan Model-Model Triase Bencana

1. Pengertian Triase

Triase berasal dari Bahasa Prancis “Trier” berarti mengambil atau memilih. Adalah penilaian,
pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis dan evakusasi pada
kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang diberikan berdasarkan
prioritas sesuai dengan keadaan penderita.

Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan dalam kondisi
korban masalah atau bencan dan diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk
bertahan hidup. Triage secara umum dibagi menjadi dua yakni Triage di UGD/IGD Rumah Sakit dan
Triage di Bencana.

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang
berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh
petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus
karena status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase.
Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai
pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai berikut :

a. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

b. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan transport
segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).

c. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan
respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar
ringan).
d. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera
(cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan
jalan nafas serta gawat darurat psikologis).

Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati ventilasi, perfusi, dan
status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau
tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera. Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna tagging system yang
sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

Sistem triase terdiri dari Disaster dan Non Disaster. Disaster digunakan untuk menyediakan
perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak. Sedangkan Non Disaster digunakan
untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien.

2. Konsep dan Klasifikasi Triase

1) Konsep Triase antara lain :

a) Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa

b) Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya

c) Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu

d) Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage

2) Triase diklasifikasi berdasarkan pada :

a) Tingkat pengetahuan

b) Data yang tersedia

c) Situasi yang berlangsung

3) Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut
:

a) Prioritas 1 atau Emergensi

· Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera

· Pasien dibawa ke ruang resusitasi

· Waktu tunggu 0 (Nol)

b) Prioritas 2 atau Urgent

· Pasien dengan penyakit yang akut

· Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki


· Waktu tunggu 30 menit

· Area Critical care

c) Prioritas 3 atau Non Urgent

· Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal

· Luka lama

· Kondisi yang timbul sudah lama

· Area ambulatory / ruang P3

d) Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian

· Tidak ada respon pada segala rangsangan

· Tidak ada respirasi spontan

· Tidak ada bukti aktivitas jantung

· Hilangnya respon pupil terhadap cahaya

4) Klasifikasi Triage Dalam Gambaran Kasus

a) Prioritas 1 – Kasus Berat

· Perdarahan berat

· Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla

· Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat

· Fraktur terbuka dan fraktur compound

· Luka bakar > 30 % / Extensive Burn

· Shock tipe apapun

b) Prioritas 2 – Kasus Sedang

· Trauma thorax non asfiksia

· Fraktur tertutup pada tulang panjang

· Luka bakar terbatas

· Cedera pada bagian / jaringan lunak

c) Prioritas 3 – Kasus Ringan

· Minor injuries
· Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan

d) Prioritas 0 – Kasus Meninggal

· Tidak ada respon pada semua rangsangan

· Tidak ada respirasi spontan

· Tidak ada bukti aktivitas jantung

· Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

3. Penilaian Di tempat dan Prioritas Triase

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian
dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai
keadaan.

Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk
secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama
melakukan tindakan sesuai kode pada tag. Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai
petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase dan setelah triase selesai. Kondisi
penilaian di tempat dan prioritas triase antara lain :

a. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

b. Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan
jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.

c. Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan
antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.

d. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :

1) Petugas Komando Musibah

2) Petugas Komunikasi

3) Petugas Ekstrikasi/Bahaya

4) Petugas Triase Primer

5) Petugas Triase Sekunder

6) Petugas Perawatan

7) Petugas Angkut atau Transportasi

e. Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :

1) Sektor Komando/Komunikasi Musibah


2) Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga)

3) Sektor Musibah

4) Sektor Ekstrikasi/Bahaya

5) Sektor Triase

6) Sektor Tindakan Primer

7) Sektor Tindakan Sekunder

8) Sektor Transportasi

f. Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :

1) Kritik Pasca Musibah

2) CISD (Critical Insident Stress Debriefing)

4. Triase dalam Bencana

Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara mendadak atau tidak terncana atau secara
perlahan tetapi berlanjut, baik yang disebabkan alam maupun manusia, yang dapat menimbulkan
dampak kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar
biasa untuk menolong, menyelamatkan manusia beserta lingkunganya.

Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan
tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk
mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga
beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma.
Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma
yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).

Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat,
gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif
(mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan/atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau
keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme
cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk
menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai
tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer
kefasilitas sesuai.

Saat penolong (tenaga medis) memasuki daerah bencana yang tentunya banyak memiliki koran yang
terpapar hal yang pertama kali harus dipikirkan oleh penolong adalah Penilaian TRIASE. Triase dibagi
menjadi penilaian triase pada psikologis korban dan menilai triase medis.
Dalam Triase Medis sebaiknya menggunakan metode START (Simple Triage and Rapid Treatment)
yaitu memilih korban berdasarkan pengkajian awal terhadap penderita degan menilai Respirasi,
Perfusi, dan Status Mental.

Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan penolong saat terjadi bencana :

a. Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa menggunakan alat atau melakuakan
tindakan medis.

b. Panggil penderita yang dapat berjalan dan kumpulkan diarea pengumpulan

c. Nilai penderita yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.

d. Inti Penilaian Triage Medis (TRIASE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita sudah
tidak dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis sehingga
memerlukan penanganan yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak kritis), Hijau
(penanganan pendirita yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar. Penderita tidak memiliki
cedera serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak menambah korban yang lebih banyak.
Penderita yang memiliki hidup lebih banyak harus diselamatkan terlebih dahulu).

1) Langkah 1: Respirasi

· Tidak bernapas, buka jalan napas, jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM

· Pernfasan >30 kali /menit atau <10 kali /meni beri TAG MERAH

· Pernafasn 10-30 kali /menit: lanjutkan ke tahap berikut

2) Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir kebiruan)

· Bila CRT > 2 detik: TAG MERAH

· Bila CRT < 2 detik: tahap berikutnya

· Bila tidak memungkinankan untu CRT (pencahayaan kurang), cek nadi radial, bila tidak
teraba/lemah; TAG MERAH

· Bila nadi radial teraba: tahap berikutnya

3) Langkah 3: Mental Status

· Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG KUNING

· Bila tidak dapat mengikuti perintah: TAG MERAH

Tindakan yang haru CEPAT dilakuakn adalah :

· Buka jalan napas, bebaskan benda asing atau darah

· Berikan nafas buatan segara jika korban tidak bernafas


· Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka/perdarahan

Setelah memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian triase
(hijau, kuning, merah, hitam), setelah itu menuju korban lainya yang belum dilakukan triase. Triase
wajib dilakukan dengan kondisi ketika penderita/korban melampaui jumlah tenaga kesehatan.

4. REHABILITATIF
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:

1. Rehabilitasi, melalui kegiatan :

a) perbaikan lingkungan daerah bencana


b) perbaikan prasarana dan sarana umum
c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
d) pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan
e) rekonsiliasi dan resolusi konflik
f) pemulihan sosial ekonomi budaya
g) pemulihan keamanan dan ketertiban
h) pemulihan fungsi pemerintahan dan
i) pemulihan fungsi pelayanan publik

5. REKONTRUKSI
1. Tahap Rekonstruksi

Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola
kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korban mungkin telah sembuh, namun  beberapa yang tidak
mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian  yang
serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri  dapat
meningkat, kelelahan kronis,  ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka
menjadi pendendam dan mudah menyerang orang lain termasuk orang-orang
yang ia sayangi.  Gangguan ini pada akhirnya merusak hubungan korban
dengan keluarga dan komunitasnya.
2. Fase Rekonstruksi

e. Melanjutkan  memberikan layanan  psikologis dan pembekalan bagi pekerja


kemanusiaan dan penyintas bencana.
f. Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.
g. Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya.
h. Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang
pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

3. Rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:

a) pembangunan kembali prasarana dan sarana;


b) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana;
e) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat; peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
f) peningkatan fungsi pelayanan publik; dan peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat.
BAB III
SKENARIO
A. Peran
Mahasiswa: -
-
-
-
Tokoh Masyarakat: -
-
Masyarakat: -
-
-
-
-
-
-
B. Naskah Role Play
Tanggal 20 Januari 2017, Banjir merendam ratusan rumah warga di Kota
Pekanbaru tepatnya didaerah Rumbai akibatnya, ratusan warga harus dievakuasi ke
tempat yang lebih aman. Banjir terjadi akibat hujan deras yang mengguyur kawasan
tersebut sepanjang Kamis sore hingga Jumat pagi. Serta diperparah meluapnya Sungai
B.
Satu kelompok relawan yang terdiri dari mahasiswa keperawatan PSIK STIKes
Tengku Maharatu, datang ke Kecamatan Rumbai untuk memberikan Trauma Healing
pada wanita dan lansia di salah satu desa di Kecamatan Rumbai ini, banyak terdapat
lansia dengan bermacam-macam trauma (kehilangan rumah, anak/cucu, istri/suami,
keluarga).
1. Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik : Pengkajian psikologis pada korban pasca bencana
b. Sasaran : Wanita dan Lansia korban pasca banjir
c. Metode : Diskusi
d. Media dan Alat :
e. Tempat : Balai Desa
f. Hari/Tanggal : Jum’at / 20 Januari 2017
g. Waktu : 09.00-09.30 Wib
2. Pengorganisasian
Struktur Pengorganisasian
a. Leader :
b. Fasilitator :-
                                  -

Tugas Pengorganisasian

a. Leader :
 Uraian tugas
- Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan kegiatan
b. Fasilitator :-
-
-
 Uraian tugas
- Memotivasi dan memfasilitasi para masyarakat untuk bertanya
- Mengajak para audiens untuk menyampaikan luahan hati
- Meminimalkan gangguan dari luar yang menghambat lancarnya
kegiatan

STRATEGI KOMUNIKASI

Tahap orientasi

Leader : “ Assalamu’alaikum Ibu-ibu/Bapak-bapak”

Peserta : “ Wa’alaikum salam”

Leader :  “Bagaimana kabarnya pagi ini?”

Semua peserta : “ Baik (beberapa orang menjawab sehat)....”

Leader : “ Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu-ibu/Bapak yang telah


meluangkan waktunya untuk datang ke balai desa ini dan bertemu dengan kami ”
Leader  : “ Perkenalkan nama saya ..............., biasa dipanggil .........
Teman saya yang berada ditengah-tengah Ibu-ibu/Bapak sekalian yang berbaju ..........,
namanya ............. biasa dipanggil Selfi. Dan yang memakai baju ............. namanya
.............. biasa dipanggil .........., dan yang pakai baju ........ namanya ....... biasa
dipanggil ........ Kami bertiga adalah mahasiswa Keperawatan STIKes Tengku Maharatu
Ibu-ibu/Bapak.”

Fasilitator  : “ Salam kenal Ibu-ibu/Bapak “

Leader : “Apakah Ibu-ibu/Bapak semua sudah saling kenal?”

Peserta : “ Sudah dek....”

Leader : “ Baiklah, kan semuanya udah saling kenal, sekarang kami


juga ingin mengenal Ibu-ibu/Bapak. Sekarang kita kenalan dulu ya Bu. Dimulai dari
Ibu yang di sebelah kanan saya. Silahkan Bu, perkenalkan nama, nama panggilan, dan
alamatnya.“

Masing-masing ibu memperkenalkan diri.

Leader : “Oke, semua ibu telah memperkenalkan diri, saya ulangi ya


Bu. ( Leader menyebutkan nama masing-masing Ibu). Kami datang ke sini agar sejenak
melepaskan rasa sedih yang ibu alami pasca bencana yaitu dengan saling berbagi
kesedihan dan kami pun ingin sedikit menjelaskan bagaimana agar hati kita bisa tegar
menghadapi cobaan ini, dan kami juga ingin memberikan terapi kepada Bapak Ibu
semua yaitu berupa teknik relaksasi otot, gunanya merilekskan kondisi pikiran tubuh
melalui olah otot. Bagaimana Ibu-ibu/Bapak?? Setuju??”

Peserta : “ Setuju”

Leader : “Selama 30 menit ke depan, kami juga akan membantu Ibu-


ibu/Bapak dalam relaksasi otot tersebut”

Fase kerja

Leader : “Baik, sebelumnya ada tidak diantara Ibu / Bapak semua yang
ingin berbagi tentang pengalaman ataupun isi hati tentang bencana banjir ini”?
Ibu 3 : “Saya dek, saya sangat khawatir sekali sama keadaan kami ini
dek, sedih bagaimana nasib kami kedepannya nanti, rumah saya tenggelam dan saya
tidak tau bagaimana kondisinya, anak saya sekarang sulit disuruh makan, saya stress
dibuatnya dek”.

Leader :”Baiklah ibu, mari kita banyak berdo’a kepada Allah, yakin
bahwa disebalik musibah Allah telah menyiapkan hikmah yang luar biasa, mari kita
berprasangka baik kepada Allah, dan renungkan kembali apa dari kita yang
menyebabkan bencana banjir ini, apakah itu kita selalu membuang sampah
sembarangan atau kita telah menebang hutan secara liar?, sekarang mari kita lakukan
hal-hal yang positif, mari kita perbanyak interaksi sesama teman kita yang terkena
musibah disini, agar kita tidak merasa terlalu berat dalam menghadapi semua ini,
apakah ada ibu bapak disini yang kehilangan keluarganya?

Bapak : “saya dek, saya belum bertemu dengan keluarga saya”

Leader :”Oke, mari selepas ini kita bantu Bapak / Ibu yang belum
menemukan keluarganya, kita bantu bersama-sama agar lebih memudahkan,”

Leader : “ Baiklah Bapak / Ibu semua mari kita melakukan terapi


berupa tekhnik relaksasi otot, yang mana fungsinya merilekskan kondisi pikiran tubuh
melalui olah otot, Sebelumnya apakah sudah ada diantara Ibu-ibu/Bapak yang pernah
mencobakan teknik relaksasi otot??”

Ibu-ibu/Bapak : “ Belum”

Leader            : “ Hm.. Baiklah, nanti kita akan latihan teknik relaksasi otot.
Bagaimana kalau sebelum memulai acara ini. Kita berdoa dulu?”

Relaksasi otot adalah cara untuk merilekskan kondisi pikiran tubuh melalui olah otot.
Penekanan utama pada relaksasi otot adalah menstimulasi otak untuk menyadari
kemampuannya untuk memilih.

1. Tarik napas dalam-dalam, lalu tahan hitung 1…2…3....4.....5. (selama kira-kira 15-
20 detik). Lalu lepaskan.
2. Sekarang kerutkan dahi Ibu-ibu/Bapak sebanyak mungkin. Tahan.1…
tahan….2….semakin kuat 3…lebih kuat lagi, 4.....5…..Ya…. Lepaskan.. Ulangi
lagi……(ulangi 2 kali, shg total 3 kali)
3. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
4. Sekarang buka mata Ibu-ibu/Bapak selebar mungkin. Tahan.
Hitung1….2…..3....4...tahan...5 ….Sekarang kendorkan. (Ulangi dua kali)
5. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
6. Tutup mata Ibu-ibu/Bapak sekuat mungkin, rasakan ketegangan disekitar kelopak
mata….hitung 1….2…..3…4...5... lepaskan…rilekskan….ulangi lagi dua kali
7. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
8. Sekarang buka mulut Ibu-ibu/Bapak selebar mungkin. Lebih lebar lagi.
1….2…..3…4...5... Ok kembali santai. ulangi lagi dua kali
9. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
10. Tegangkan bibir Ibu-ibu/Bapak dengan memonyongkan mulut Ibu-ibu/Bapak,
1….2…..3…4...5.... Ok sekarang kembali santai. ulangi lagi dua kali
11. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
12. Angkat kedua bahu Ibu-ibu/Bapak, bernapaslah dengan normal, 1….2…..3…
4...5.... Sekarang jatuhkan tangan. ulangi lagi dua kali
13. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
14. Sekarang, kepalkan keras-keras tangan Ibu-ibu/Bapak, . Rasakan tegangan yang
terjadi. Hitung sampai lima, pada hitungan kelima lepaskan kepalan Ibu-ibu/Bapak.
ulangi lagi dua kali
15. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
16. Angkat tangan Ibu-ibu/Bapak lagi, lengkungkan jari-jari Ibu-ibu/Bapak ke
belakang mengarah ke tubuh Ibu-ibu/Bapak. 1….2…..3…4...5...  lepaskan dan
santai. ulangi lagi dua kali
17. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
18. Sekarang lengkungkan punggung Ibu-ibu/Bapak ke belakang. Tahan. Pastikan
tangan Ibu-ibu/Bapak santai, 1….2…..3…4...5.... Sekarang lepaskan. ulangi lagi
dua kali
19. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
20. Bungkukkan punggung Ibu-ibu/Bapak ke depan. Tahan dan pastikan Ibu-
ibu/Bapak bernapas dengan normal dan kedua tangan Ibu-ibu/Bapak tetap santai,
1….2…..3…4...5.... Sekarang kembali santai. ulangi lagi dua kali
21. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
22. Palingkan kepala Ibu-ibu/Bapak ke kanan dan tegangkan leher Ibu-ibu/Bapak
1….2…..3…4...5.... Santai, dan kembalikan posisi kepala Ibu-ibu/Bapak ke posisi
semula. ulangi lagi dua kali
23. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
24. Palingkan kepala ke kiri tegangkan leher Ibu-ibu/Bapak, 1….2…..3…4...5....
Santai sekarang kembalikan posisi kepala ke posisi semula. ulangi lagi dua kali
25. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
26. Sekarang tundukkan kepala Ibu-ibu/Bapak hingga hampir menyentuh dada. Tahan.
Sekarang kembalikan posisi kepala Ibu-ibu/Bapak. ulangi lagi dua kali
27. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
28. Sekarang hirup udara dan simpan di dada, sehingga dada Ibu-ibu/Bapak membesar,
tahan 1…2…3….4...5.. (ulangi dua kali)
29. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
30. Pertahankan relaksasi ini, angkat kedua tungkai Ibu-ibu/Bapak 1….2…..3…4...5...
Sekarang turunkan.
31. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
32. Sekarang lengkungkan jari-jari kaki Ibu-ibu/Bapak mengarah ke tubuh Ibu-
ibu/Bapak. Lengkungkan sekeras mungkin. 1….2…..3…4...5...
33. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
34. Lengkungkan jari Ibu-ibu/Bapak ke arah sebaliknya. Perhatikan
tegangannya1….2….3. Sekarang santai kembali.
35. Tarik nafas…lepaskan perlahan…..rasakan perbedaannya, saat tegang dan rileks
36. Santai, sekarang lengkungkan jari-jari kaki Ibu-ibu/Bapak, sekeras mungkin. Ok
relaks.
Ini mengakhiri secara resmi prosedur relaksasi ini. Sekarang eksplorasi tubuh Ibu-
ibu/Bapak dari kaki ke atas. Pastikan setiap otot santai.

- yang pertama jari-jari kaki Ibu-ibu/Bapak, tungkai Ibu-ibu/Bapak…, pantat Ibu-


ibu/Bapak…. perut Ibu-ibu/Bapak… bahu Ibu-ibu/Bapak… leher Ibu-ibu/Bapak…
mata Ibu-ibu/Bapak… dan terakhir dahi Ibu-ibu/Bapak
- Nah, sepertinya semua sudah santai sekarang. Tetaplah duduk (atau berbaringlah)
di sana, perhatikan pada rasa hangat yang dihasilkan oleh relaksasi ini. Tahan
keadaan ini (kira-kira 1 menit). Sekarang saya akan menghitung dari satu sampai
lima. Saat sampai hitungan ke lima saya ingin Ibu-ibu/Bapak membuka mata Ibu-
ibu/Bapak dengan perasaan sangat tenang ,santai dan sangat segar.  Satu…merasa
sangat tenang; Dua… sangat tenang, sangat segar; Tiga… sangat segar; Empat…;
dan Lima.
Fase terminasi

Leader : “ Bagaimana perasaan Ibu-Ibu/Bapak setelah membuat karya tadi?”

Ibu 1 :” Segar dek”

Ibu 2 :” Senang, dek.”

Ibu 4 :” Sering-sering aja kayak gini dek.”

Leader :“Nanti setelah ini ibu bisa memperlihatkan dan mengajarkan kepada
teman-teman ibu. Jika memungkinkan, Ibu bahkan bisa membentuk kelompok untuk
melakukan teknik relaksasi otot ini”

Leader : “ Karena semua acara kita udah selesai,, kita akan menutup acara ini
dengan membacakan  lafaz Alhamdulillah. Sampai ketemu lagi di lain waktu. Kami
berharap kedatangan kami ke sini memberi manfaat bagi Ibu-Ibu/Bapak semua. Mohon
Maaf Atas Semua kesalahan. Saya tutup dengan Asslamualaikum. Wr.wb. “

Peserta : “ Wa’alaikum salam. “

Anda mungkin juga menyukai