Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Manajemen Pembiayaan Pendidikan Tingkat Makro

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen keuangan

Dosen pengampu :

Oleh :

Mohamad hafilludin

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

STAI MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG

MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulisan makalah kami yang berjudul “ ....................” dapat selesai tepat
pada waktunya. Terima kasih kepada Bapak..................., selaku dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Manajemen yang telah memberikan bimbingan.

Makalah yang berjudul “................................”ini, ditulis untuk memenuhi tugas mata


kuliah Filsafat Manajemen. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai sejarah
perekembangan manajemen .

Kami menyadari, makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik serta saran yang bersifat
membangun sangat bermanfaat untuk perbaikan makalah ini.

Malang, 10 april 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Dari semua sumber daya pendidikan yang dianggap penting adalah uang. Uang ini ibarat
kuda dan pendidikan sebagai gerobak. Gerobak tidak akan berjalan tanpa ditarik kuda.
Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya biaya atau uang. Uang ini termasuk sumber daya
yang langka dan terbatas. Sehingga, uang perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar
membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Manajemen Pembiayaan dalam lembaga pendidikan berbeda dengan manajemen
pembiayaan perusahaan yang berorientasi profit atau laba. Organisasi pendidikan dikategorikan
sebagai organisasi publik yang nirlaba (non profit). Oleh karena itu, manajemen pembiayaan
memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan
terdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yang bersifat mikro
(satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan
pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam
penggunaannya, akutabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada
semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan
pembiayaan pendidikan. Oleh karena itulah kami akan membahasnya dalam makalah di bawah
ini.
B.    Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian manajemen pembiayaan pendidikan?
2.    Bagaimanakah manajemen pembiayaan pendidikan dalam tingkat makro?

C. Tujuan masalah
1.    Untuk mengetahui manajemen pembiayaan pendidikan.
2.    Untuk mengetahui manajemen pembiayaan pendidikan dalam tingkat makro.
BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian Menejemen Pembiayaan Pendidikan


Menejemen pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang usianya relative masih muda
sehingga tidak aneh apabila banyak yang belum mengenalnya. Istilah lama yang sering
digunakan adalah administrasi. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur,
mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah
manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat
dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu: manajemen adalah suatu
proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dan pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang
telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Lebih lanjut menurut Mulyani A. Nurhadi (1983)  manajemen merupakan kegiatan atau
rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk manusia. Rangkaian kegiatan itu
merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya
kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Tujuan pendidikan ini tidak terlepas dari pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa. Proses pengelolaan itu dilakukan oleh sekelompok
manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta
kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan ini. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai sutu tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat umum dan yang
diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus). Proses pengelolaan itu
dilakukan agar tujuannya dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen menurut Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa manajemen yaitu “Proses
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama
yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan
mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”.
Manajemen pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha
kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis
yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.
Tujuan kegiatan manajemen pendidikan adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. (Hadari
Nawawi, 1981). 
Biaya pendidikan merupakan komponen instrumental yang sangat penting dalam
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Dalam mencapai tujuan pendidikan, baik tujuan
yang bersifat kualitatif maupun tujuan kuantitatif, peranan biaya merupakan salah satu faktor
yang menentukan. Setiap upaya pendidikan tidak terlepas dari adanya biaya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalan.
Pembiayaan adalah kemampuan interval sistem pendidikan untuk mengelola dana-dana
pendidikan secara efisien.
Pembiayaan pendidikan adalah sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input) yang
digunakan untuk suatu kegiatan pendidikan. Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut
analisa sumber, tetapi juga menggunakan dana secara efisien. Semakin efisien sistem pendidikan
itu semakin kurang pula dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya dan lebih
banyak yang dicapai dengan anggaran yang tersedia.
Manajemen pembiayaan pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan
sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan. Kegiatan yang ada dalam manajemen pembiayaan meliputi tiga hal, yaitu:
penyusunan anggaran, pembiayaan, pemeriksaan.

2.    Manajemen Pembiayaan Pendidikan Tingkat Makro (Nasional)


Pembiayaan pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pembiayaan pendidikan yang bersifat makro maupun mikro haruslah tepat dan adil
dan mengarah pada tujuan pendidikan nasional. Anatomi pembiayaan baik makro maupun mikro
harus dipahami secara benar sehingga para pengambil keputusan sungguh dapat menghasilkan
kebijakan yang tepat. Diperlukan suatu penelitian atau studi yang mendalam khususnya saat
menentukan kebijakan pembiayaan pendidikan yang bersifat mikro, yaitu pada tataran
lembaga/sekolah. Pada umumnya penelitian lebih terfokus pada pembiayaan pendidikan dalam
skala makro (Nasional). .
Dalam pengelolaan pendidikan, khususnya sebuah sekolah tentunya sumber biaya terdapat
dari sejumlah pihak atau sektor yang dapat membantu dalam manajemen pembiayaan tersebut.
Dilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro (Nasional) berasal dari:
a.    pendapatan Negara dari sector pajak (yang beragam jenisnya)
b.    pendapatan Negara dari sector non pajak, misalnya dari pemanfaatan sumber daya alam dan
produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam gas dan non migas.
c.    keuntungan dari sector barang dan jasa
d.    usaha-usaha Negara lainnya, termasuk dari divestasi saham dan perusahaan Negara (BUMN)

e.    bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari lembaga-
lembaga keuangan Internasional ( seperti Bank Dunia, ADB, IMF, IDB, JICA) maupun
pemerintah, baik melalui kerjasama multilateral maupun bilateral.
Menurut Depdiknas (2007), sumber-sumber pendapatan sekolah dapat berasal dari: 
a.    Pemerintah, yang meliputi: Pemerintah Pusat, yang dialokasikan melalui APBN serta
Pemerintah Kabupaten/Kota, yang dialokasikan melalui APBD;
b.     Usaha mandiri sekolah, yang berupa kegiatan: pengelolaan kantin sekolah, koperasi
sekolah, wartel, jasa antar jemput siswa, panen kebun sekolah; kegiatan sekolah yang menarik
sehingga ada sponsor yang memberi dana; kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana
dari peserta yang dapat disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah; serta penyelenggaraan lomba
kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang dapat disisihkan sebagian dananya
untuk sekolah;
c.    Orang tua siswa, yang berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan
gedung, iuran BP3, dan SPP;
d.    Dunia usaha dan industri, yang dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai kegiatan, baik
berupa bantuan uang maupun fasilitas sekolah;
e.    Hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, di mana kepala
sekolah perlu menyusun proposal yang menguraikan kebutuhan pengembangan program
sekolah;
f.    Yayasan penye-lenggara pendidikan bagi lembaga pendi-dikan swasta;
g.     Masyarakat luas.
 Sementara di tingkat daerah, baik tingkat satu maupun tingkat dua berasal dari kucuran dana
dari pusat beserta yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara dalam tataran
sekolah, baik sekolah swasta maupun negeri pada dasarnya berasal dari subsidi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, iuran siswa dan sumbangan masyarakat (Supriadi, 2010: 4).
Mengacu pada perundang-undangan yang berlaku, negaralah yang paling bertanggung jawab
atas pembiayaan pendidikan secara makro. Akan tetapi peran masyarakat untuk ikut serta
bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan juga tidak boleh dimatikan. Ketentuan
dalam UU Sisdiknas Bab VIII tentang Wajib Belajar, Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga
negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Ketentuan tersebut kemudian diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain seperti BOS (Biaya
Operasional Sekolah).
Dalam teori dan praktik pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro,
dikenal beberapa kategori biaya pendidikan (Anwar, 1991;   Gaffar, 1991;   Thomas, 1971). 
a.    biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah
biaya yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan, misalnya pakaian, papan
tulis, dan lain sebagainya. Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung
menunjang proses pendidikan tetepi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di
sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan,
dan lain-lain.
b.    biaya pribadi dan biaya sosial. Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan
atau dikenal dengan pengeluaran rumah tangga. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan
masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh
pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh
pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.
c.    biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monatary cost).
Dalam kenyataannya, ketiga kategori biaya pendidikan tersebut dapat bertumpang tindih,
misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung serta berupa
uang dan bukan uang.
BAB III
KESIMPULAN

1.    Manajemen pembiayaan pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan
penataan sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan.
2.    Menurut Depdiknas (2007), sumber-sumber pendapatan sekolah dapat berasal dari:
a.    Pemerintah, yang meliputi: Pemerintah Pusat, yang dialokasikan melalui APBN serta
Pemerintah Kabupaten/Kota, yang dialokasikan melalui APBD.
b.     Usaha mandiri sekolah, yang berupa kegiatan: pengelolaan kantin sekolah, koperasi
sekolah, wartel, jasa antar jemput siswa, panen kebun sekolah; kegiatan sekolah yang menarik
sehingga ada sponsor yang memberi dana; kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana
dari peserta yang dapat disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah; serta penyelenggaraan lomba
kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang dapat disisihkan sebagian dananya
untuk sekolah;
c.    Orang tua siswa, yang berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan
gedung, iuran BP3, dan SPP;
d.    Dunia usaha dan industri, yang dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai kegiatan, baik
berupa bantuan uang maupun fasilitas sekolah;
e.    Hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, di mana kepala
sekolah perlu menyusun proposal yang menguraikan kebutuhan pengembangan program
sekolah;
f.    Yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta;
g.     Masyarakat luas.
Dalam teori dan praktik pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro, dikenal
beberapa kategori biaya pendidikan (Anwar, 1991,Gaffar, 1991, Thomas, 1971).
a.    biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost).
b.    biaya pribadi dan biaya sosial.
c.    biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monatary cost).
DAFTAR PUSTAKA

Muljani A. Nurhadi. 1983. Administrasi Pendidikan Di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset


Hadari, Nawawi. 1981. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT. Gunung Agung
Supriadi, Dedi. 2010. Satuan Biaya Pendidikan Dasar Dan Menengah. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Anwar, M.I. 1991. “Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan”. Mimbar
Pendidikan, No. 1 Tahun X 1991.
Gaffar, M.F. (1991) “Konsep dan Filosofi Biaya Pendidikan”. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun
X, 1991.
Thomas, J.A.(1971).The Productive School: A Sytem Analysis Approach to Educational
Administration. New York: John Wiley & Sons.
Depdiknas. 2005. Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009. (Online),
(http://www.depdiknas.go.id, diakses 16 Oktober 2010)

Anda mungkin juga menyukai