Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AKHIR CHARACTER BUILDING PANCASILA

PERILAKU MENYONTEK SEBAGAI BENTUK DARI PERILAKU


KORUPTIF

DISUSUN OLEH:
1. Alwin Alfredo (2301878095)
2. Eagan Tan (2301884343)
3. Miranda Carolina (2301903310)
4. Nicho Candra (2301919334)
5. Viviyanti (2301865874)

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
Tahun Ajaran 2019/2020
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

Judul : Perilaku Menyontek sebagai Bentuk dari Perilaku Koruptif

Pelaksana:

1. Alwin Alfredo

2. Eagan C. W. Tan

3. Miranda Carolina

4. Nicho Candra

5. Viviyanti

Telah disahkan

di Jakarta, 31 Oktober 2019

Miranda Carolina Murty Magda Pane, ST., M.Si


Ketua Kelompok Dosen Pembimbing
BAB 1

PENDAHULUAN

Perilaku korupsi memang identik dengan politik, namun setelah mencari


tahu lebih dalam, tim penulis menemukan luasnya konteks korupsi yang
seringkali dilakukan tapi dianggap normal. Padahal, masalah korupsi di kalangan
politisi seringkali menjadi kritik tajam oleh masyarakat. Tentu jika dilihat dari
perspektif objektif, hal ini sangat memalukan. Masyarakat, baik sadar maupun
tidak, melakukan korupsi namun justru mengkritik pemerintah karena melakukan
yang sama.

Begitu banyaknya jenis korupsi di Indonesia mengharuskan tim penulis


memilih satu jenis. Berhubungan dengan status tim penulis sebagai mahasiswa,
tim penulis memilih membahas tindakan menyontek dari jenis korupsi ide yang
paling akrab dengan mahasiswa. Perilaku menyontek pasti disadari sebagai
tindakan salah, namun tak disadari sebagai bagian dari korupsi ide. Sayangnya,
meski disadari sebagai perilaku salah, ada banyak alasan yang digunakan
mahasiswa untuk membenarkan tindakan mereka, tanpa menyadari bahwa hal itu
memperdalam budaya korupsi di kalangan generasi muda Indonesia. Tim penulis
melihat budaya menyontek seringkali dipandang remeh namun sebenarnya sangat
fatal akibatnya. Bukan jangka pendek, melainkan jangka panjang, yaitu rusaknya
karakter manusia. Meremehkan tindakan menyontek seringkali dilakukan, bahkan
oleh pendidik. Di sekolah dan universitas umumnya, tak ada tindak tegas terhadap
menyontek. Biasanya pelaku hanya akan dibiarkan, ditegur, diberi kesempatan
ujian lain, atau mungkin digagalkan dalam ujian. Namun, tak ada tindakan serius
yang kami nilai dapat memberi efek jera bagi pelajar untuk tidak lagi menyontek.
Betapa buruknya menyontek tak diajarkan secara spesifik dan mengakibatkan
pelajar tidak menyadari betapa salahnya kebiasaan itu dari sedini mungkin.

Itulah yang melatarbelakangi tim penulis untuk mencari tahu lebih dalam
mengenai korupsi ide ini.
BAB 2

KONSEP DIMENSI

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut
Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus
/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Di sisi
lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga bisa bermakna kebusukan,
keburukan, dan kebejatan. Definisi ini didukung oleh Acham yang mengartikan
korupsi sebagai tindakan menyimpang dari norma masyarakat dengan meraup
keuntungan untuk pribadi serta merugikan kepentingan umum. Korupsi adalah
menyalahgunakan kepercayaan publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi.1

Perilaku koruptif dapat menjelma dalam berbagai jenis dan bentuk. Jenis
korupsi materi: uang, adalah yang paling dikenali setiap waktu. Namun sejatinya,
terlambat pun juga merupakan korupsi (waktu). Dalam kegiatan kali ini, kami
akan membahas jenis korupsi ide, yaitu menyontek. Selain menyontek,
plagiarisme juga merupakan perilaku yang termasuk korupsi ide, yaitu tindakan
menggunakan pendapat, ide, atau hasil karya orang lain sebagai milik pribadi
tanpa mencantumkan sumber asli pendapat, ide, atau hasil karya orang lain itu.

Bower (Alhadza, 2004) menyatakan menyontek adalah perbuatan yang


menggunakan cara tidak sah untuk tujuan sah, yaitu untuk mendapatkan
keberhasilan akademis. Dalam sebuah karya tulis milik M. Pratiwi, ia menuliskan
bahwa menurut Hetherington dan Feldman (1964) serta menurut Hartanto
(2012:17), menyontek dapat dikelompokkan dalam 4 bentuk: individual

1
No name, “BAB II Korupsi dan Dampaknya,”
<http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf>, diakses pada 13 Oktober 2019
pukul 16.50 WIB.
opportunistic, yaitu mengganti jawaban ketika ujian sedang berlangsung dengan
menggunakan catatan ketika guru keluar dari kelas; independent planned, yaitu
menggunakan catatan ketika ujian berlangsung, atau membawa jawaban lengkap
atau dipersiapkan dengan menulisnya dahulu sebelum ujian; social active, yaitu
mengkopi atau melihat atau meminta jawaban dari orang lain; social passive,
adalah mengizinkan seseorang melihat atau mengkopi jawabannya. 2 Kurangnya
pembahasan mengenai menyontek mungkin karena para pakar memandang sepele
masalah ini, padahal masalah menyontek merupakan masalah penting dan
fundamental karena berpengaruh pada sumber daya manusia.3

Dari teori tentang motivasi, menyontek bisa terjadi jika berada dalam
tekanan, atau apabila dorongan atau harapan untuk berprestasi jauh lebih besar
daripada potensi yang ada. Semakin besar harapan atau semakin tinggi prestasi
yang diinginkan, semakin besar pula hasrat dan kemungkinan menyontek
(Alhadza, 2004). Selain itu, motivasi berkompetisi juga mendorong perilaku
menyontek, yaitu dorongan diri untuk memperlihatkan keunggulan pribadi dan
mencapai yang terbaik, mencari pengakuan dan kehormatan dari orang lain,
menghindari kerja sama, memaksimalkan hasil pribadi dan menonjolkan diri
(Mahzumah, 2004). Mulai dari tekanan mendapatkan nilai tinggi, posisi tempat
duduk dan jumlah siswa, kerendahan inteligensi, sampai jenis kelamin dan rasa
takut dapat berujung pada tindakan menyontek.4 Hasil penelitian yang dilakukan
Septian Dwi Cahyo dan Solicha (2017) menunjukkan hasil yang sama dengan
penelitian Whitley (1998), yaitu bahwa semakin positif pandangan mengenai
perilaku menyontek, maka semakin cenderung ia menyontek.5

2
Muni Pratiwi (2015), “Hubungan antara self-efficacy dengan Perilaku Menyontek pada Siswa
SMP Ahmad Yani Turen Malang,” <http://etheses.uin-malang.ac.id/618/6/10410172%20Bab%20
2.pdf>, diakses tanggal 13 Oktober 2019 pukul 23.05 WIB.
3
Frila Rezkyani. Op. Cit.
4
Ibid.
5
Septian Dwi Cahyo & Solicha (2017), “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek
pada Pelajar dan Mahasiswa di Jakarta - Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia,”
<http://psikologi.uinjkt.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/087-096-Septian-Dwi-Cahyo-
Solicha.pdf>, diakses tanggal 13 Oktober 2019 pukul 18.24 WIB.
Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007) mengungkapkan bahwa menyontek
terlanjur dianggap sepele oleh masyarakat. Padahal, praktik kontinu menyontek
niscaya memunculkan malapetaka: peserta didik akan menanam kebiasaaan tidak
jujur, yang pada saatnya akan menjadi kandidat koruptor (Poedjinoegroho,
2006). 6 Menyontek jelas memunculkan watak pesimis, tidak disiplin, tidak
bertanggung jawab, malas, curang, dan menghalalkan segala cara. Walau salah,
ada kecenderungan terus ditolerir oleh masyarakat, dengan pandangan kewajaran.7

Sehubungan dengan dimensi proyek yang adalah nilai-nilai Pancasila dan


penguatan karakter antikorupsi, tentu ada nilai Pancasila yang dilanggar perilaku
menyontek. Nilai yang paling dominan dilanggar adalah sila ke-5: “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dengan nilai keadilannya. Dibandingkan
mereka yang belajar untuk mempersiapkan ujian, tentu memperoleh nilai bagus
dengan curang adalah ketidakadilan. Selain itu, menyontek juga melanggar sila
ke-2: “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dengan nilai kemanusiaannya.
Perilaku menyontek tidak mencerminkan keluhuran manusia yang beradab.
Belum lagi, menyontek juga merusak karakter secara perlahan, dan berujung pada
kecenderungan mentolerir kebiadaban. Menyontek juga melanggar sila ke-1:
“Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan nilai Ketuhanan, karena setiap agama
mewajibkan penganutnya melakukan yang baik dan menjauhi penyimpangan.

Meski begitu, bukan tak mungkin menahan diri tidak menyontek, atau
menghentikan kebiasaan menyontek. Untuk itu, yang terutama tentu harus ada
tekad dan komitmen setiap pribadi. Jika individunya tak punya tekad dan
komitmen, tak akan ada perubahan sekalipun ada usaha maksimal dari luar.
Individu tersebut justru akan semakin bersemangat menyontek. Dibutuhkan juga
dukungan dari luar, seperti keluarga dan sosial yang baik dan mampu
memotivasinya.

6
Frila Rezkyani. Op. Cit.
7
Anugrahening Kushartanti (2009), “Perilaku Menyontek Ditinjau dari Kepercayaan Diri,”
<http://eprints.ums.ac.id/6681/1/F100050256.pdf>, diakses tanggal 13 Oktober 2019 pukul 22.31
WIB.
BAB 3

PROSES PELAKSANAAN KEGIATAN

Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai perilaku koruptif dan kaitannya


dengan nilai-nilai Pancasila, tim penulis membuat video talk show untuk
mendiskusikan masalah korupsi yang telah kami pilih, yaitu korupsi ide dalam
bentuk menyontek. Dalam merancang video ini, kami melakukan diskusi dalam 2
kali pertemuan, dengan topik diskusi adalah bentuk video yang menurut kami
paling efektif untuk merangkum topik perilaku koruptif ini, serta isi video yang
lengkap dan sesuai dengan durasi yang telah ditentukan. Setelahnya, tim penulis
juga membuat proposal sekaligus merancang naskah talk show ini, dan
menyelesaikan naskah dalam 4 hari. Sementara proposal tahap 1 diselesaikan
dalam waktu kurang dari seminggu, revisi-revisinya memakan waktu sekitar 2-3
hari. Dalam pembuatan video, ada yang berperan sebagai cameraman, dua orang
pembawa acara, dan dua orang narasumber: satu orang berperan sebagai pelajar
yang sering menyontek dan satu orang lagi sebagai pelajar ideal (tidak
menyontek). Melalui talk show itu, tim penulis menjabarkan definisi korupsi dan
menyontek sebagai salah satu bentuknya, faktor penyebab pelajar menyontek,
dampak dan akibat dari kebiasaan menyontek, serta bagaimana cara mengatasi
kebiasaan menyontek.

Talk show ini kami rekam pada hari Jumat, 18 September 2019 di kost Icon
di depan Universitas Binus Anggrek, dalam 1 hari. Proses editing memakan waktu
sekitar 1 minggu. Saat rekaman, ada beberapa kendala yang kami alami selain
sulitnya berkonsentrasi, di antaranya naskah yang ternyata agak kurang lengkap
serta pencahayaan yang minim. Hasil video kami adalah percakapan naskah yang
telah dimodifikasi.
BAB 4

REFLEKSI PRIBADI ANGGOTA

Alwin Alfredo : Menurut saya, menyontek adalah suatu kelakuan yang tidak
terpuji dan tidak boleh ditiru, karena dampak dari menyontek adalah
ketidakjujuran, maka para siswa yang menyontek akan cenderung tidak jujur saat
bekerja nanti dan bisa berujung pada tindakan korupsi.

Eagan C.W.T. : Menurut saya menyontek mengasikkan, tetapi dari menyontek


konsekuensinya fatal, contohnya di DO, nilai 0. Tetapi menyontek ini perbuatan
yang sangat tidak baik karena menyontek sama dengan perbuatan mencuri dan
mencuri sama dengan korupsi. Maka dari itu, belajarlah untuk tidak korupsi dari
kecil.

Miranda C. : Saya cukup puas dengan hasil kegiatan ini. Menurut saya, hasil
kegiatan ini; baik dalam tahap persiapan dan proposal, video, maupun laporan
akhir banyak memberi saya pelajaran yang penting. Dengan puas dan bangga saya
akui saya memang telah menjauhi kebiasaan menyontek sejak lama dan tetap
dapat mempertahankan prestasi. Namun saya akui pula, saya tidak terlalu
menganggap serius kebiasaan ini, sampai ke tahap menyadari bahwa menyontek
adalah perilaku koruptif dan akan berujung kerusakan karakter menjadi calon
koruptor. Mengerjakan proyek ini membantu saya dalam memahami dan
menyadari betapa seriusnya kebiasaan menyontek jika dibiarkan. Menyontek bagi
saya adalah kebohongan dan kebusukan pribadi yang menjijikan untuk dilakukan,
begitupun perilaku koruptif yang menggerogoti kepercayaan orang lain sedikit
demi sedikit. Dengan pencerahan yang saya dapat melalui proyek ini, saya
berharap hasil video ini pun dapat menjadi pencerahan bagi generasi muda
lainnya untuk menghentikan kebiasaan menyontek dan koruptif mereka.

Nicho Candra : Menurut saya, menyontek ialah salah satu perilaku yang
mencerminkan bibit-bibit perilaku koruptif, karena hal ini dilakukan secara
terstruktur untuk memperoleh hasil yang bagus secara instan. Dan oleh karena itu,
marilah kita sebagai generasi muda mulai sadar akan buruknya perilaku
menyontek dengan dimulai dari diri sendiri, yaitu berperilaku jujur dan bekerja
keras untuk memperoleh hasil yang baik.

Viviyanti : Menurut saya, menyontek itu adalah suatu perbuatan yang


melanggar salah satu norma, yaitu norma kesusilaan karena suatu sanksi dari
norma sesusilaan adalah penyesalan. Berikut menyontek merupakan salah satu
tindak yang membuat generasi milenial memasuki tahap awal dari korupsi, karena
pengertian dari korupsi penyalahgunaan kepercayaan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, seperti yang kita lihat para siswa/i menyontek untuk
mendapatkan keuntungan pribadi seperti mendapat nilai yang bagus tanpa harus
belajar.
BAB 5
KESIMPULAN

Perilaku koruptif yang disadari oleh masyarakat umumnya hanya korupsi


materi (uang) yang dilakukan para politisi. Namun sebenarnya, ada begitu banyak
jenis dan implementasi perilaku koruptif dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
mahasiswa atau pelajar, yang paling sering dilakukan dan berbahaya adalah
menyontek. Meski dipandang remeh dan wajar, menyontek menyimpan bahaya
besar, yakni merusak karakter generasi muda secara perlahan, menjadikan mereka
pemalas, pembohong, orang yang tidak bertanggung jawab, dan akhirnya calon
koruptor di masa depan mereka. Karenanya, diperlukan pencegahan dan
pengatasan budaya korupsi di kalangan pelajar untuk mencegah bencana ini,
untuk membangun Indonesia melalui generasi muda yang cemerlang dan dapat
diandalkan.
Untuk itu, yang terutama diperlukan adalah tekad dan komitmen dari
individu untuk menghentikan kebiasaan menyontek. Memang sulit, tapi perlu
komitmen untuk berada di jalan yang benar demi masa depan mereka. Selain itu,
diperlukan juga dukungan luar seperti orangtua, teman, dan lingkungan
masyarakat. Orangtua harus belajar memahami kemampuan dan bakat anak, tidak
mengekang dan menuntut anak akan nilai. Harus ada pemahaman bahwa nilai
bukanlah tujuan akhir pendidikan. Orangtua harusnya juga membimbing anak,
bukan menyeret mereka mengikuti impian orangtua. Lebih lanjut, pengajar juga
harus memotivasi anak melakukan yang benar dan tegas terhadap kecurangan,
tanpa merendahkan subjeknya. Pengetahuan dapat dipelajari secara bertahap,
namun perendahan akan meninggalkan luka bagi anak; dalam semua hal ada
pengetahuan; dan pengetahuan tidak hanya ada di pendidikan formal. Ketiga hal
tersebut, sangat penting dipahami masyarakat untuk menghilangkan budaya
menyontek yang merupakan perilaku koruptif, secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

________________. “BAB II Korupsi dan Dampaknya.”


<http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf>. Diakses
pada 13 Oktober 2019 pukul 16.50 WIB.

Anugrahening Kushartanti. (2009). “Perilaku Menyontek Ditinjau dari


Kepercayaan Diri.” <http://eprints.ums.ac.id/6681/1/F100050256.pdf>.
Diakses tanggal 13 Oktober 2019 pukul 22.31 WIB.

Frila Rezkyani. “Budaya Menyontek dan Pengaruhnya terhadap Prestasi Siswa.”


https://www.academia.edu/9584637/Budaya_Menyontek_dan_Pengaruhn
ya_terhadap_Prestasi_Siswa. Diakses pada 13 Oktober 2019 pukul 17.04
WIB.

Muni Pratiwi. (2015). “Hubungan antara self-efficacy dengan Perilaku Menyontek


pada Siswa SMP Ahmad Yani Turen Malang.” <http://etheses.uin-
malang.ac.id/618/6/10410172%20Bab%20 2.pdf>. Diakses tanggal 13
Oktober 2019 pukul 23.05 WIB.

Septian Dwi Cahyo & Solicha. (2017). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Perilaku Menyontek pada Pelajar dan Mahasiswa di Jakarta - Jurnal
Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia.”
<http://psikologi.uinjkt.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/087-096-
Septian-Dwi-Cahyo-Solicha.pdf>. Diakses tanggal 13 Oktober 2019 pukul
18.24 WIB.

Anda mungkin juga menyukai