Anda di halaman 1dari 11

Seminar 2 – “Reclamation and Port Project: Ngurah Rai Reclamation and Construction

of West Apron”
Pengertian Reklamasi
Reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris, to reclaim yang artinya
memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia
Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from
the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai
pekerjaan memperoleh tanah. Ada beberapa sumber yang mendefinisikan arti dari reklamasi
yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005), reklamasi adalah kegiatan
yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan atau drainase.
2. Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011 menyebutkan bahwa,
reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis
pantai dan atau kontur kedalaman perairan.
3. Berdasarkan Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai dan Perencanaan Bangunan
Pengamanannya (2004), reklamasi pantai adalah meningkatkan sumberdaya lahan
dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan,
kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis.
4. Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi sendiri mempunyai pengertian yaitu
usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang produktif (seperti rawa, baik
rawa pasang surut maupun rawa pasang surut gambut maupun pantai) menjadi daerah
produktif (perkebunan, pertanian, permukiman, perluasan pelabuhan) dengan jalan
menurunkan muka air genangan dengan membuat kanal – kanal, membuat tanggul/
polder dan memompa air keluar maupun dengan pengurugan.
5. Berdasarkan Modul Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi (2007)
adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak
berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara
dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut,
di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau.
Detail Proyek Reklamasi Bandar Udara Ngurah Rai
Bandara I Gusti Ngurah Rai adalah bandar udara internasional yang terletak di
wilayah sebelah selatan Bali, Indonesia, tepatnya di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta,
Kabupaten Badung, Bali. Tepatnya berada pada koordinat 8 o 44’53”LU 115o 10’3”BT
dengan ketinggian MDPL 14 kaki (4 meter). Kode Internasional Air Transport Association
(IATA) adalah DPS, sedangkan kode Internasional Civil Aviation Organization (ICAO)
adalah WADD (dahulu WRRR). Pemerintah Indonesia selaku panitia ingin mempersiapkan
Bandara Internasional Ngurah Rai untuk menampung tamu dari beberapa negara yang akan
datang ke Indonesia dalam rangka memperingati pertemuan tahunan International Monetary
Fund (IMF) dan World Bank Group yang akan diadakan di Bali. Rencana utamanya adalah
menambah taxiway di bandara Internasional Ngurah Rai sehingga banyak pesawat
pemerintah dari negara lain bisa memarkir pesawatnya. Guna membuka lebih banyak ruang
untuk taxiway, dibutuhkan sebagian besar lahan sehingga pemerintah memutuskan untuk
melakukan reklamasi lahan di sekitar Bandara Ngurah Rai yang sudah ada untuk memperluas
bandara. Dengan pengerjaan tiga setengah bulan dan areal seluas 35,75 Ha yang
membutuhkan reklamasi, proyek ini berhasil dilaksanakan.

Gambar 1. Area Reklamasi Bandar Udara Ngurah Rai

 Lokasi reklamasi : Bandar Udara Ngurah Rai


 Owner : PT.ANGKASA PURA I.
 Penyedia Jasa : PT.PP(PERSERO) Tbk.
 Pekerjaan Reklamasi : 35.75 Ha
 Pasir Laut : 2.640.000 m3
 Pekerjaan Breakwater
 Batu Alam : 130.000 m3
 Tetrapod :12.041 Unit
 Panjang Armor : 1500 m
Breakwater
Pemecah gelombang (breakwater) adalah bagunan yang digunakan untuk melindungi
daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah
perairan dari laut lepas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh
gelombang besar di laut. Daerah perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan
dengan lebar tertentu dimana kapal keluar masuk melalui celah tersebut.
Sebenarnya breakwater atau pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
pemecah gelombang “sambung pantai” dan “lepas pantai”. Tipe pertama banyak digunakan
pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk perlindungan pantai
terhadap erosi. Secara umum kondisi perencanaan kedua tipe adalah sama, hanya pada tipe
pertama perlu ditinjau karakteristik gelombang di beberapa lokasi di sepanjang pemecah
gelombang, seperti halnya pada perencanaan  jetty.  Breakwater atau dalam hal ini pemecah
gelombang lepas pantai  adalah bangunan yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak
tertentu dari garis pantai. Pemecah gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk
perlindungan pantai terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum
sampai ke pantai, sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan. Endapan ini dapat
menghalangi transport sedimen sepanjang pantai.

.Dalam kasus pembangunan Breakwater di Bandara Udara Ngurah Rai ini, digunakan
breakwater dengan bahan utama Tetrapod.Tetrapod adalah struktur beton pracetak yang
memiliki empat sisi berbentuk silinder. Tetrapod mudah dijumpai pada kawasan pantai yang
memiliki ombak tinggi dan berpotensi mengakibatkan erosi pada kawasan dataran di pinggir
pantai. Adapun beberapa fungsi dari tetrapod sebagai berikut :
 Sebagai pemecah gelombang ombak
 Melindungi daratan dari abrasi
 Perlindungan area laut
 Mencegah pendangkalan
Fungsi tetrapod umumnya dipilih dan digunakan untuk melindungi aktivitas pada sisi pantai
yang memiliki potensi ombak besar. Pada proyek reklamasi ini sisi selatan pantai adalah
daerah yang sangat rawan ombak besar karena langsung berhadapan dengan Samudera
Hindia. Adapun alasan dari pemilihan Tetrapod Precast sebagai pemecah gelombang pada
Konstruksi Breakwater yaitu sebagai berikut:
 Proses kontroling tidak sulit bias dengan tinjauan langsung atau dengan
satelit citra.
 Memerlukan tingkat perawatan yang minim
 Pemasangan lebih praktis dan efisien
 Jangka pemakaian cukup lama
 Harga tergolong lebih murah disbanding membuat bangunan dan jangka
pemakaian cukup lama
 Tetrapod sudah teruji
Kemudahan perawatan dan kontrol dari Tetrapod menjadi alasan mengapa konstruksi ini
lebih banyak digunakan untuk perlindungan pantai. Pada pembangunan breakwater Bandar
Udara Nguurah Rai digunakan 4 tipe breakwater sebagai berikut:
 Breakwater Tipe 1( Tetrapod 1.5 ton)
 Breakwater Tipe 2( Tetrapod 2 ton)
 Breakwater Tipe 3 ( Boulder 400-800kg)
 Break water Tipe 4( Tetrapod Eksisting)

Gambar 2. Tipe-Tipe Breakwater pada Reklamasi Bandar Udara Ngurah Rai

Maksudnya breakwater tipe 1,2,4 ialah breakwater yang diisis dengan tetrapod pembedanya
hanyalah banyak nya tetrapod yang dibutuhkan sebagai lapisan luarnya breakwater.
Sedangkan untuk untuk tipe 3 diisi dengan Batu Boulder dan limerock .
Pemasangan Tetrapod untuk Breakwater
Tetrapod Precast adalah lapisan terluar dari sebuah pondasi Breakwater. Untuk
lapisan dalamnya diisi dengan batu alam yang mencakup batu Core. Pembangunan
breakwater memerlukan beberapa tahap penting yang perlu diperhatikan. Berikut adalah
tahapan pemasangan Tetrapod untuk Breakwater:
1. Pemasangan Silt Curtain pada area pembangunan Proyek. Silt Curtain berfungsi
untuk menjadi batas sampah-sampah bekas proyek melebar ke laut lepas.
2. Pemasangan matras bambu dan matras Geotextile pada sisi dalam Breakwater.
Pemasangan matras bamboo disini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung
dan medistribusikan beban yang bekerja pada tanah dasar dan memberikan
buoyancy sehingga daya dukung meningkat.
3. Penempatan batu pengisi inti yang berukuran 10-50kg , terletak diatas matras
geotextile. Penempatan batu pengisi meliputi penumpukan batu, penggusuran,
perataan, hingga terbentuk penampang trapezium. Penempatan batu dilakukan
lapis perlapis
4. Pemasangan Filter Layer Batu Armor , lapisan filter atau saringan geotextile
dipasang diantara lapisan batu inti dengan batu transisi untuk mencegah
mengalirnya pasir menyebrang breakwater.
5. Penempatan Batu filter. Batu filter adalah lapisan breakwater yang terletak antara
lapisan inti dengan lapisan tetrapod. Penempatan batu meliputi penumpukan batu,
penempatan dengan escavator, perataan permukaan .
6. Pemasangan Tetrapod. Tetrapod disini memiliki sifat seperti laminating pada laut
yang menjadi sisi terluar dari breakwater. Terletak diatas lapisan filter.
Penempatan tetrapod meliputi penyediaan tetrapod dilokasi, pengangkatan dan
penempatan dengan crane, penyetelan dan perapihan permukaan pada posis
7. Pengecoran Concrete Crown Breakwater yang berupa blok-blok beton dimana
disitu aka nada pagar, peralatan erektical , cctv, dan lain lain.
Pengambilan Pasir
1. Penentuan lokasi quarry
2. Pelaksanaan vibro coring dan survey Sub Bottom Profile untuk memastikan
ketersediaan pasir
3. Melakukan pengerukan pasir dengan suction pipe TSHD
4. Pengisian pasir ke dalam hopper hingga 80 – 90 % kapasitas hopper (berkaitan
dengan draft kapal dan seabed di sekitar lokasi proyek maupun di alur pelayaran)
5. Pengukuran volume hopper dengan system ullage 6. Pengukuran volume dengan
form khusus yang di verifikasi oleh biro standarisasi di negara masing – masing
vendor reklamasi tersebut
6. Pengukuran volume dengan form khusus yang di verifikasi oleh biro standarisasi di
negara masing – masing vendor reklamasi tersebut
Pekerjaan Vibroflotation
Metode perbaikan tanah dengan vibroflotation umumnya digunakan untuk
memperbaiki lapisan tanah berpasir terhadap risiko likuifaksi dengan kedalaman
perbaikan tanah mencapai 30 m. Namun efektifitas dari metode ini bergantung pada
jumlah fine content yang terdapat dalam lapisan tanah tersebut dengan batas
maksimum adalah 12%. Adapun dalam proyek Ngurah Rai dipilih metode
vibroflotation karena:
 Target perbaikan tanah pasir yang akan diperbaiki cukup dalam dengan
kedalaman 6 – 10 m
 Kondisi lapisan tanah yang diperbaiki merupakan tanah pasir dengan fine
content < 12%
 Pekerjaan dapat dilakukan dekat dengan struktur eksisting yang operasional
Pengendalian Lingkungan pada Proyek Reklamasi Ngurah Rai
Pembangunan proyek reklamasi yang bertujuan untuk perluasan Bandar udara Ngurah
Rai di Bali tentu saja menimbulkan dampak yang besar untuk berbagai aspek. Aspek yang
terkena dampaknya adalah lingkungan Laut dan Bandar Udara. Pertama-tama penulis akan
membahas aspek lingkungan laut sekitar Bandar udara
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif pada aspek lingkungan laut tersebut
PT.PP(PERSERO) memasang Silt Curtain diarea pembangunan proyek reklamasi agar
sampah –sampah bekas proyek tidak tercampur dengan lautan bebas. (Silt Curtain) adalah
tirai pembatas lumpur yang dipasang di air untuk mencegah menyebarnya kontaminasi
(bahan pencemar) yang disebabkan oleh pekerjaan konstruksi di laut, danau, dan sungai
bahkan dapat menahan pelebaran pada kasus kebocoran kapal-kapal minyak (tumpahan
minyak, oil spiil). Silt protector terbuat dari woven geotextile yang diperkuat dengan PP strap
dan bagian pelampungnya merupakan polistirena dengan penutupnya woven poliester yang
dilapisi dengan PVC.

Gambar 3. Silt Curtain dipasang pada laut


Lalu, PT.PP(PERSERO) TBK menjalin kerjasama dengan Universitas Udayana dalam
proses pengendalian lingkungan area Bandara. Ruang lingkup pengendalian ini terbagi
sebagai berikut:
1. Kualitas Fisik Air Laut
• Warna dan Bau
• Kecerahan dan Kekeruhan
• TSS / Padatan Total Suspended Solid
• Benda Terapung
• Lapisan Minyak
• Suhu
2. Kualitas Kimia Air Laut
• pH
• Salinitas
• DO, BOD-5, COD, NH3, NO2
• Sianida, Fosfat, Minyak, Fenol
3. Kualitas Udara
• SO2, NO2
• Debu Total
• PM10, HC, CO
4. Aspek Biologi
• Tutupan Terumbu Karang
• Kelimpahan Ikan, Nekton dan Plankton
Selain ruang lingkup pengendalian diatas, dilakukan juga pemantauan terhadap
perubahan garis pantai. Dari hasil pemantauan terhadap garis pantai di lokasi pemantauan
terdapat fluktuatif walaupun tidak signifikan. Pemantauan dilakukan sepanjang 2.5 km dari
Pantai Jerman menuju Pantai Kuta. Fluktuasi terjadi di kisaran + - 10 cm yang lebih
diakibatkan perubahan musim yang terjadi sepanjang periode pemantauan. Tidak terlihat
adanya abrasi yang signifikan yang diakibatkan adanya pekerjaan reklamasi baru yang
dilaksanakan.
Dari pemantauan yang dilakukan sepanjang periode konstruksi dari awal pada bulan
Juni 2018, pada saat konstruksi bulan Juli 2018, Agustus 2018, dan pasca reklamasi pada
bulan November 2018 dan bulan Februari 2019, maka didapatkan kesimpulan hasil pantauan
yang dilaksanakan PT. PP bekerja sama dengan Universitas Udayana adalah sebagai berikut:
1. Secara garis besar parameter – parameter kualitas fisik air laut, kualitas air
laut, kualitas udara, serta aspek hidrooseanografi berada didalam baku mutu yang
disyaratkan pemerinta di sepanjang periode konstruksi dan pasca konstruksi. Tidak
terlihat adanya pengaruh signifikan terhadap penurunan kualitas akibat pengaruh
reklamasi yang dilaksanakan padabulan Juli – Agustus 2018.
2. Terdapat beberapa parameter seperti TSS dan kecerahan yang tidak memenuhi
baku mutu yang disyaratkan berkaitan dengan pengaruh posisi lokasi pemantauan
pada perairan dangkal dan dekat dengan posisi gelombang pecah yang mengakibatkan
partikel – partikel pasir dan tanah mengambang di air mengakibatkan tingginya TSS
dan rendahnya kecerahan. Adapun fluktuasi yang terjadi berkaitan dengan pengaruh
perubahan musim khususnya pada bulan November – Februari pada saat adanya angin
barat.
3. Adapun kondisi tutupan terumbu karang baik pada rona awal dan sepanjang
konstruksi dan pasca konstruksi dalam kondisi buruk. Area ini pun telah dilakukan
survey secara independent oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada April 2018
yang juga menyimpulkan hal serupa dan area ini disimpulkan belum layak
dikategorikan sebagai area konservasi lingkungan L3.
4. Tidak terlihat adanya perubahan garis pantai secara signifikan sepanjang
konstruksi dan pasca konstruksi. Perubahan atau fluktuasi yang terpantau lebih
dikarenakan adanya perubahan musim sepanjang periode pemantauan.
Untuk aspek di lingkungan Bandar Udara atau penerbangannya, tantangan yang
dihadapi terjadi pada jalan lepas landas(Take-off) dan mendarat (Landing) pesawat atau
Runaway. Hal ini terjadi dikarenakan pada pekerjaan reklamasi khususnya pada tahap
penimbunan pasir, proyektil-proyektil kecil pasir dan batu ikut berserakan disekitar jalan
runaway diakibat kan oleh angin yang berhembus. Untuk mengatasi masalah ini PT.PP
(PERSERO) melakukan beberapa tindakan khusus yaitu membuat keadaan pasir selalu dalam
kondisi basah agar pasir ini tidak menjadi debu dan mengenai jet pesawat yang bias
mengakibatkan hal yang fatal. Selain itu juga, dilakukan pengawasan ketat antara jalur
runaway dengan lokasi pekerjaan proyek, contohnya dalam sehari PT.PP (PERSERO)
melakukan 3 kali pembersihan pada jalur runaway dan taxi way. Pembersihan dilakukan pada
saat pesawat tidak sedang jam operasi.

Anda mungkin juga menyukai