Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan/ maritim, peranan pelayaran adalah sangat
penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan/ keamanan,
dan sebagainya. Bidang kegiatan pelayaran sangat luas meliputi angkutan
penumpang dan barang, penjagaan pantai, Indonesia sebagai negara kepulauan/
maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi,
pemerintahan, pertahanan/ keamanan, dan sebagainya.
Sebagai negara kepulauan yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dan
wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling dunia melalui
katulistiwa. Kegiatan angkutan pelayaran sangat diperlukan untuk
menghubungkan antar pulau seperti pelabuhan.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/ atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Moda transportasi laut atau angkutan penyebrangan menjadi hal penting dalam
mendorong kegiatan perekonomian. Oleh sebab itu Transportasi yang aman,
nyaman dan ekonomis menjadi harapan bagi seluruh elemen masyarakat. Untuk
melakukan bongkar muat atau tempat kapal bersandar, maka dibutuhkan suatu
dermaga yang memadai.
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat
dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat dan menaik turunkan
penumpang. Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal
yang bertambat pada dermaga tersebut. Dermaga harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga kapal dapat merapat dan bertambat
serta melakukan kegiatan di pelabuhan dengan aman, cepat dan lancar (Triatmojo,
2003).

1.2 rumusan masalah


1. Apa pengertian dari Breakwater ?
2. Apakah system pelayanan dermaga sudah sesuai dengan standar pelayanan
Pelabuhan?
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami salah satu tipe
bangunan pantai dan bagaimana menangani kerusakan yang terjadi pada konstruksi
bangunan pantai.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pelabuhan


Pelabuhan mula-mula mempunyai arti yang sempit, yaitu suatu
perairan yang terlindung sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal
dengan aman dengan cara membuang sauh. Disamping itu ada
beberapa istilah atau sebutan-sebutan lain seperti:
Harbour, adalah perairan yang terlindung, tempat kapal-kapal
berlindung dengan aman (dari gangguan alam) dengan membuang
sauh atau mengikat dengan pelampung.
Port, adalah pintu gerbang atau tempat yang mempunyai harbour
lengkap dengan petugas bea cukai.
Dock, adalah suatu kolam dengan pintu air tempat dimana kapal
membongkar muat atau keperluan perbaikan.
Berarti pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang tertutup dan
juga terlindung dari alam (angin topan, badai) sehingga kapal-kapal
dapat berlabuh dengan aman, nyaman dan lancar untuk bongkar muat
barang, penumpang, pengisian bahan bakar, perbaikan kapal dan
sebagainya.
Pelabuhan dalam arti yang luas adalah merupakan gerbang tempat
berpindahnya angkutan darat ke laut, angkutan laut ke darat, arus
terminal dari angkutan laut ke laut. Sebagai terminal: harus
menyediakan tempat berlabuh, menyediakan tempat menyimpan
barang, menyediakan peralatan pengangkatan/pengangkutan.
Selanjutnya menurut peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1983,
pelabuhan adalah tempat berlabuh dan/atau tempat bertambatnya kapal
laut serta kendaraan lainnya, menaikan dan menurunkan penumpang,
bongkar muat barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan
kerja kegiatan ekonomi.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pelabuhan
mencangkup pengertian sebagai prasarana dan sistem, yaitu pelabuhan
adalah suatu lingkungan kerja terdiri dari area daratan dan perairan yang
dilengkapi dengan fasilitas tempat berlabuh dan bertambatnya kapal,
untuk terselenggaranya bongkar muat serta turun naiknya penumpang,
dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke moda transportasi lainnya
atau sebaliknya.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pelabuhan
Perkembangan atau pertumbuhan Pelabuhan disebabkan oleh
pertumbuhan arus kapal/barang di dalam suatu Pelabuhan. Banyak
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan arus kapal/barang di suatu
Pelabuhan, seperti peningkatan jumlah penduduk dunia dan
pertumbuhan sumber bahan mentah seberang laut dan lain-lain. Faktor-
faktor ini dan yang lebih umum lainnya akan dibahas dalam paragraph
berikut seperti ditunjukkan dalam Gambar: 1.1.

2.3. Perkembangan Pelabuhan-pelabuhan Khusus


Pelabuhan khusus adalah salah satu pelabuhan yang dibangun
dengan fasilitas-fasilitas khusus untuk menangani bongkar muat
barang yang khusus diperuntukkan untuk itu agar bongkar muat
barang lebih efisien. Seperti misalnya untuk barang-barang cair yang
diangkut dengan kapal- kapal tangker dan curah, seperti gula, pupuk,
semen, batu bara. Semua barang-barang tersebut harus menggunakan
peralatan-peralatan khusus untuk bongkar muatnya, sehingga
membutuhkan fasilitas-fasilitas yang khusus juga, termasuk fasilitas-
fasilitas gudangnya. Disamping itu juga harus menyediakan area yang
luas untuk menampung barang-barang tersebut. Pelabuhan-pelabuhan
khusus di Indonesia seperti Pelabuhan Petrokimia Gresik, Pelabuhan
Ikan, Pelabuhan Batubara Paiton, Suralaya dan banyak lagi pelabuhan-
pelabuhan khusus lainnya.

2.4 Pengertian Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang atau dikenal juga sebagai pemecah
ombak atau bahasa Inggris breakwater adalah prasarana yang
dibangun untuk memecahkan ombak/gelombang dengan
menyerap sebagian energi gelombang. Pemecah gelombang harus
didesain sedemikian sehingga arus laut tidak menyebabkan
pendangkalan karena pasir yang ikut dalam arus mengendap di
kolam pelabuhan.
Tinggi gelombang (H) mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kapal-kapal yang sedang bongkar muat. Karena
gelombang tersebut akan mengganggu kapal-kapal untuk
melakukan bongkar muat, maka adalah tugas perencana untuk
memperkecil tinggi gelombang di perairan pelabuhan dengan
membuat pemecah gelombang (Breakwater). Pelabuhan yang
dilengkapi dengan bangunan pemecah gelombang disebut dengan
pelabuhan buatan. Jadi, pemecah gelombang dibangun dengan
maksud untuk melindungi wilayah perairan pelabuhan agar
kapal dapat berlabuh dan melakukan bongkar muat barang dan
penumpang dengan aman dan nyaman. Disamping itu juga
digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus pantai.
Disamping fungsi utama tersebut kadang-kadang digunakan
untuk maksud ganda yaitu disamping sebagai pemecah
gelombang untuk melindungi perairan pelabuhan juga dijadikan
sebagai dermaga tempat kapal bertambat.
Dengan dibangunnya pemecah gelombang, maka arah
gelombang laut asal (inciden wave) akan terganggu oleh adanya
struktur baru tersebut, akan terjadi pembelokan arah maupun
perubahan karakteristik gelombang yaitu tinggi, panjang dan
waktu gelombang. Perlindungan oleh pemecah gelombang terjadi
karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di sisi
dalam perairan pelabuhan yang dilindungi di belakang
bangunan yang biasa disebut Leeward side. Gelombang yang
menjalar mengenai suatu bangunan peredam/lapisan pelindung
yang biasa disebut armour layer, sebagian energinya akan
dipantulkan (refleksi), sebagian diteruskan (transmisi) dan
sebagian dihancurkan (dissipasi) melalui pecahnya gelombang,
yang tergantung pada kekentalan fluida, gesekan dasar dan lain-
lain. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan,
dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang
datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam
gelombang (permukaan halus atau kasar, lulus air atau tidak
lulus air) dan geometrik bangunan peredam (kemiringan,
elevasi, dan puncak bangunan).
2.5 Tipe-tipe Pemecah Gelombang
Terdapat banyak tipe pemecah gelombang yang sudah
dibangun diseluruh dunia. Batu alam atau buatan dengan
bahan beton atau kombinasi antara keduanya, baja, kayu dan
pemecah gelombang dengan menggunakan tekanan air untuk
memecah kekuatan gelombang dari laut lepas. Berikut
ditunjukkan beberapa tipikal pemecah gelombang (lihat
Gambar 5.1) dan selanjutnya dijelaskan tinjauan secara
singkat tapi lengkap sebagai berikut:

1. Pemecah gelombang sisi miring (sloping type/mound type S)


a. Multi – layered rubble mound breakwater, dikembangkan untuk
meningkatkan stabilitas dan untuk mengurangi transmisi
gelombang serta mengurangi biaya bahan.
b. Armour layer. untuk meningkatkan stabilitas dengan
menggunakan blok beton, sementara limpasan gelombang dapat
dikurangi dengan menggunakan super-struktur ( dengan
Superstructure Type S).
c. Reef breakwater (or) Submerged, digunakan untuk merubah
karakteristik gelombang yang baru terbentuk. Material yang
digunakan biasanya hanya yang tersedia di sekitar lokasi.
d. Reshaping breakwaters, konsepnya dasarnya memanfaatkan
keseimbangan antara kemiringan rubble stone dan aksi
gelombang.
2.6 Defenisi Pemecah Gelombang

Pemecah gelombang atau breakwater, dalam hal ini pemecah gelombang lepas
pantai adalah bangunan yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari
garis pantai. Pemecah gelombang ini dibangun sebagai salah satu bentuk
perlindungan pantai terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang
sebelum sampai ke pantai. Pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari suatu
pemecah gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas
pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celaha. Pemecah gelombang berfungsi
untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari serangan gelombang yang
dapat mengakibatkan erosi pada pantai. Perlindungan oleh pemecah gelombang lepas
pantai terjadi karena berkurangnya energi gelombnag yang sampai pada perairan di
belakang bangunan. Karean pemecah gelombnag ini dibuat terpisah ke arah lepas
pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone) maka, bagian
sisa luar pemecah gelombang memberikan perkindungang dengan meredam energi
gelombang sehingga gelombang dan arus dibelakangnya dapat di kurangi
(Triatmodjo, 2011).

2.7 klasifikasi Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang (breakwater) dapat diklasifikasikan ke tinjauan yaitu
:

1. Tinjauan berdasarkan letaknya

2. Tinjauan berdasarkan bentuknya

3. Tinjauan berdasarkan bahan bangunan yang digunakan

A. Berdasarkan Letaknya

(Triatmodjo, 2011) berdasarkan letaknya pemecah gelombang atau


breakwater dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang
sambung pantai dan pemecah gelombang lepas pantai. Tipe pertama banyak
digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan. Sedangkan tipe kedua
untuk perlindungan pantai terhadap erosi. Secara umum kondisi perencanaan
kedua tipe adalah sama, hanya pada tipe pertama perlu ditinjau karakteristik
gelombang dibeberapa lokasi sepanjang pemecah gelombang, seperti halnya
paa perencanaan groin dan jetty. Penjelasan lebih rinci mengenai pemecah
gelombang sambung pantai lebih cenderung berkaitan dengan pelabuhan dan
bukan dengan perlindungan pantai terhadap erosi. Selanjutnya dalam tinjauan
ini, lebih difokuskan pada pemecah gelombang lepas pantai.

B. Berdasarkan Bentuk

Pemecah gelombang (breakwater) dapat dibedakan menjadi 3 bentuk


yaitu pemecah gelombang sisi miring, pemecah gelombang sisi tegak, dan
pemecah gelombang campuran (Triatmodjo, 1999).

1. Pemecah gelombang sisi miring (rubblemound)


Pemecah gelombang ini dibuat dari tumpukan batu alam yang
dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan bentuk
tertentu. Pemecah gelombang sisi miring mempunyai sifat fleksibel.
Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba
(tidak fatal). Meskipun beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih
bisa berfungsi. Kerusakan yang terjadi mudah diperbaiki dengan menambah
batu pelindung pada bagian yang longsor (Triatmodjo, 1999).

Perbaikan tersebut seperti diilustrasikan dengan gambar 2.7 berikut ini.

Gabar 2.7. Kerusakan dan perbaikan pemecah gelombang sisi miring

(Sumber: Triatmodjo, 1999).

Biasanya butir batu pemecah gelombang sisi miring disusun dalam


beberapa baris terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan ukuran besar
dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu lapis
pelindung tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi
bangunan. Bentuk butiran akan mempengaruhi kaitan antara butir batu yang
ditumpuk. Butir batu dengan sisi tajam akan mengait (mengunci) satu sama
lain dengan lebih baik sehingga lebih stabil.
Gambar 2.8 Tumpukan batu atau penyusunan batu secara benar
(Sumber: Triatmodjo, 1999).

(Triadmodjo, 1999) struktur konstruksi pemecah gelombang ini yang


disarankan pada umumnya terdiri dari 3 bagian seperti terlihat pada gambar
2.9 yaitu inti (core) lapisan bawah pertama (under layer), dan lapisan
pelindung utama (main armor layer). Penjelasannya sebagai berikut :

1. Inti (core)

Pada umumnya bagian ini terdiri dari agregat galian kasar, tanpa
partikel-partikel halus dari debu dan pasir. (Lihat W/200-W/4000)

2. Lapisan bawah pertama (under layer)

Lapisan ini disebut uga lapisan penyaring (filter layer) yang melindungi
bagianini (core) terhadap enghanyutan material, biasanya terdiri dari potongan
–potongan tunggal batu dengan berat bervariasi dari 500 kg sampai 1 ton
(lihat W/10)

3. Lapisan pelindung utama (main amor layer)

Lapisan pelindung utama merupankan pertahanan utama dari pemecah


gelombang terhadap serangan gelombang. Pada lapisan inilah biasanya batu-
batu ukuran besar dengan berat antara1-3 ton (lihat W pada gambar 2.3).
Semakin besar kemiringan pemecah gelombang memerlikan batu semakin
berat. Berat tiap butir batu dapat mencapai beberapa ton. Kadang-kadang sulit
mendapatkan batu seberat itu dalam jumlah yang sangat besar.
Untukmengatasinya maka dibuat batu buatan dari beton dengan bentuk
tertentu. Batu buatan ini bisa berbentuk sederhana (kubus) atau bentuk khusus
lainnya seperti Tetrapod,quaripod, dolos, tribar, xbloc, accropode dan lain-
lain. Seperti yang terlihat pada gambar 2.9 berikut ini.

Gambar 2.9 contoh bahan lapis pelindung buatan


Sumber:https://syahrin88.wordpress.com/2010/09/09/bangunan-pelindung-
pantai/

Menurut (Yuwono 1992) adapun syrat-syarat bahan lapis lindung yang


dipakai adalah sebagai berikut :

1. Bahan lapis lindung harus tahan terhadap lingkungan (tidak mudah lapuk, tidak
rusak karena bahan kimia, tahan terhadap gaya dinamik yang berasal dari gelombang
pecah).

2. Batu alam ataupun batu buatan harus mempunyai berat enis yang cukup besar
makin besar berat jenis bahan yang dipakai, makin kecil ukuran batu yang diperlukan,
sehingga mempermudah pelaksanaan pekerjaan.

3. Bahan lapis lindung yang dipakai haruslah relatif murah, perlu pemilihan jenis
bahan yang ada di lokasi pekerjaan sehingga didapatkan jenis konstruksiyang murah.
4. Bahan lapis lindung haruslah cukup kasar sehingga mampu menahan gaya-gaya
disebabkan oleh gelombang.

Menurut (Yuwono, 1992) pada empat sifat bahan lapis lindung yang
pening dan dua diantaranya adalah sangat penting untuk perhitungan stabilitas
konstruksi ( γ r dan KD), sedangkan kedua sifat lain sangat penting unruk
menentukan ukuran pemecah gelombang.

1. Rapat massa batuan ( γ r )

Untuk batu granit = 2,65 -3,00 tom/m3

Untuk batu basal = 2,7 ton/m3

Untuk Limestone = 2,3 – 2.75 ton/m3

Untuk kubus = 2,3 – 3,00 ton/m3

2. Koefisien batu lindung (KD)

Koefisien ini merupakan pencerminan dari berbagai sifat-sifat bahan yang


belum termasuk dalam ketiga sifat bahan yang dijelaskan ( γ r , K∆ dan n)

3. Koefisien lapisan (K∆ )

Koefisien ini menunjukkan tinggi bahan lapis lindung untuk bergabung


bersama dalam suatu lapisan. Koefisien ini penting untuk menentukan ukuran
ketebalan lapisan.

4. Koefisien prositas (n)

Koefisien ini menunjukan rasio antara volume rongga dengan total volume.
Koefisien ini terutama untuk menentukan jumlah batu dalam suatu proyek.
Gambar 2.10 Struktur (break water) sisi miring
Sumber:http//operator-it.blogspot.co.id/2014/04/ pemecah gelombang sisi miring

Selain itu pemecah gelombang ini juga dapat di buat dalam beberapa lapus
sepertiterlihat pada gambar 2.11 berikut ini.

Gambar 2.11 Tampang banyak lapis ideal pemecah gelombang sisi miring
Sumber:http//operator-it.blogspot.co.id/2014/04/ pemecah gelombang sisi miring

(Triadmodjo, 1999) untuk menjaga agar pemecah gelobang tersebut,


tahan terhadap erosi akibat gelombang dan arus maka diperlukan adanya
pondasi dan pelindung kaki. Tumpukan batu sebagai pelindung kaki
ditempatkan di depan bangunan yang berfungsi untuk melindungi tanah
pondasi terhadap gerusan akibat gelombang.
Contoh pondasi dan pelindung kaki tersebut seperti terlihat pada gambar 2.12 berikut
ini.

Gambar 2.12 Pondasi (a) dan plindung kaki (b) dari tumpukanbatu
(Sumber : Triatmodjo, 1999)
2. Pemecah gelombang sisi tegak
Pemecah gelombang sisi tegak dibuat apabila tanah dasar mempunyai daya
dukung besar dan tahan terhadap erosi. Tanah dasar mempunyai lapis atas berupa
lumpur atau pasir halus, maka lapis tersebut harus dikeruk dahulu. Pada tanah dasr
dengan daya dukung kecil, dibuat dasar dari tumpukan batu untuk menyebarkan
beban pada luasan yang lebih besar. Dasar tumpukan batu ini dibuat agak lebar
sehingga kaki bangunan dapat lebih aman terhadap gerusan . Kegagalan yang sering
terjadi bukan karena kelemahan konstruksinya, tetapi terjadi karena erosi bangunan,
tekanan yang terlalu besar dan tergesernya tanah pondasi. Pada pemecah gelombang
sisi tegak biasa di letakkan di laut dengan kedalaman lebih besar dari tinggi
gelombang, akan memantulkan gelombang tersebut (Triatmodjo, 2003).
Contoh pemecah gelombang sisi tegak terlihat pada gambar 2.13 berikut :

Gambar 2.13 Pemecah gelombang sisi tegak


Sumber : http://digilib.its.ac.id

C. Berdasarkan Bahan Bangunan Yang Di Gunakan


Berdasarkan bahan bangunan yang di gunakan, pemecah gelombang
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pemecah Gelombang dari Beton
Beton mempunyai permeabilitas rendah disesuaikan factor air semen (FAS) yang
direkomendasikan untuk kondisi lapangan, kuat, pori udara yang dibutuhkan
pada musim dingin, dan tipe PC sesuai kondisi panduan penggunaan beton.
a. Aditif digunakan untuk FAS rendah dan menurunkan pori udara yang
menyedapkan beton yang lebih tahan di air laut.
b. Batu kuarsa dan agregat harus diseleksi dengan baik untuk memastikan setiap
gradasi tercampur seacara bersama-sama.
c. Agregat miimal harus bisa teranalisa untuk kemungkinan terjadinya reaksi
kimia antara semen dan air laut.
d. Perawatan beton penutup tebing selama pengecoran sangat penting.
e. Pada setiap bagian ujung/tepi dibuat tak bersudut akan meningkatkan daya
tahan struktur.

2.8 Faktor Perencanaan Bangunan Pantai

Dalam mengikuti dasar-dasar perencanaan bangunan pantai. Menurut


(Triatmodjo, 1999), ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada, antara lain:
1. Bathymetri, topografi
2. Angin
3. Gelombang
4. Arus
5. Fluktuasi muka air laut
6. Keadaan tanah
2.8.1 Bathymetri dan Topografi
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk
membangun suatu bangunan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa
mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas
pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri. Apabila
daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk
memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai
tersebut. Daerah yang akan digunakan untuk perairan pelabuhan harus
mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke
pelabuhan. Selain keadaan tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti
mengenai sulit tidaknya melakukan penggerukan daerah perairan dan
kemungkinan menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk menimbun
tempat lain.

2.8.2 Angin
Menurut (Triatmodjo, 1999), angin yang berhembus di atas permukaan air akan
memindahkan energi ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tenaga pada
permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan tergangu dan
timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin
bertambah, riak tersebut semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya
akan terbentuk geombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,
semakin besar gelombang yang terbentuk.
Tinggi (H) dan periode (T) gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh
angin yang meliputi kecepatan angin U, lama hembus angin D, arah angin, dan fetch
F. Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin konstan. Arah angin masih
bisa dianggap konstan apabila perubahnnya tidak lebih dari 150, sedangkan kecepatan
angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt)
terhadap kecepatan rerata. Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan
gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin. Fetch ini berpengaruh pada
periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Gelombang dengan periode
panjang akan terbentuk jika fetch besar.
Pada daerah geostropik yang berada di atas 1000 m kecepatan angin
adalah konstan. Di bawah elevasi tersebut terdapat dua daerah yaitu daerah
Ekman yang berada pada elevasi 100 m sampai 1000 m dan daerah dimana
tegangan konstan yang berada pada elevasi 10 sampai 100 m. Di kedua daerah
tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai dengan elevasi, karena
gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara air dan
udara dilihat pada gambar 2.12.

Z 1000 m Daerah
Geostropik

Daerah Ekman

Lapisan Geser Konstan Z = 100 m

Gambar 2.14 Distribusi vertikal kecepatan angin


(Sumber: Triatmodjo, 1999)

Data angin yang diperlukan untuk peramalan gelombang adalah data di


permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Kecepatan angin diukur dengan
anemometer, dan biasanya dinyatakan dengan knot. Satu knot adalah panjang
satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam 1 jam, atau 1
knot = 1,852 km/jam = 0,5 m/dt. Data angin dicatat tiap jam dan biasanya
disajikan dalam tabel. Tabel 2.1. adalah contoh penyajian data angin dalam
bentuk tabel dari pencatatan angin di lapangan terbang Kemayoran selama 11
tahun (1974 - 1985)
Tabel 2.1 Data Presentasi kejadian angin di Kemayoran tahun 1974 - 1985
Kecepatan Arah Angin

(Knot) U TL T Tg S BD B BL

0 – 10 88,3%

10 – 13 1,23 0,27 0,32 0,06 0,08 0,6 0,56 1,35

13 – 16 1,84 0,40 0,48 0,08 0,13 0,70 0,70 2,03

16 – 21 0,17 0,07 0,08 0,01 0,01 0,12 0,12 0,20

21 – 27 0,01 - - - - 0,03 0,03 -

Sumber : Triatmodjo,(1999)
Dan gambar 2.14 adalah mawar angin yang dibuat berdasarkan data
tabel 2.1. Dengan pencatatan angin jam-jaman tersebut akan dapat diketahui
angin dengan kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum,
arah angin, dan dapat pula dihitung kecepatan angin rerata harian.

Gambar 2.15 Mawar angin


(Sumber : Triatmodjo, 1999)

Konversi kecepatan angin tidak lepas dari pengukuran data angin di


permukaan laut. Pengukuran data angin di permukaan laut adalah yang paling
sesuai untuk peramalan gelombang. Data angin dari pengukuran dengan kapal
laut perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut:
U = 2,16 Us7/9 .................................................................................(2.1)

Dimana:
U : kecepatan angin yang diukur oleh kapal (knot)
Us: kecepatan angin terkoreksi (knot)
Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di dalam
rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah
data angin yang didapat di permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan
transformasi data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke
data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan
angin di atas daratan terdekat diberikan oleh persamaan berikut:
RL = Uw/UL .................................................................................(2.2)

Dimana:
UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt)
Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt)
Hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat dilihat pada
gambar 2.14 berikut:

Gambar 2.16 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat
(Sumber : Triatmodjo, 1999)
Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang
menggunakan variabel UA, yaitu faktor tegangan angin (win-stress factor)
yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan beberapa
konversi kecepatan angin, kecepatan angin dikonversikan pada faktor
tegangan angin dengan menggunakan rumus berikut:
UA = 0,71 U1,23 .............................................................................. (2.3)
Dimana:
U : adalah kecepatan angin dalam m/dt
Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh
bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang,
gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah
angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Gambar 2.16
menunjukkan cara untuk mendapatkan fetch efektif. Fetch rerata efektif
diberikan oleh persamaan berikut:

Feff = ............................................................................
(2.4)
Dimana:
Feff : fetch rerata efektif
Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung
akhir fetch (m) dilihat pada gambar 2.15

:deviasi pada kedua sisi dari arah angin


Gambar 2.17 Fetch
(Sumber :Triatmodjo, 1999)

Grafik peramalan gelombang dapat di lihat pada gambarb 2.2

2.18 Grafik peramalan gelombang

(sumber : Triatmodjo, 1999)

2.8.3 Gelombang
Adapun beberapa pembahasan tentang gelombang yang perlu
diketahui terkait perencanaan bangunan pantai adalah sebagai berikut :
1. Deformasi gelombang
2. Kondisi gelombang
3. Gelombang representatif
4. Gelombang dengan periode ulang tertentu (analisis frekuensi)

1. Deformasi gelombang
Menurut (Triatmodjo, 1999), apabila suatu deret gelombang bergerak
menuju pantai, gelombag tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang
disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombag, difraksi, refleksi dan
gelombang pecah. Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman
laut. Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang disuatu titik pada garis puncak
gelombang lebih besar dari pada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan
energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil.
Difraksi terjadi apabila suatu deretan gelombang terhalang oleh rintangan seperti
pemecah gelombang atau suatu pulau. Gelombang yang menjalar dari laut dalam
menuju pantai akan mengalami perubahan benuk. Di laut dalam bentuk gelombang
adalah sinusoidal. Di laut transisi dan dangkal puncak gelombang semakin tajam,
sementara lebar gelombang semakin landai. Pada suatu kedalaman tertentu puncak
gelombang sedemikian tajam sehingga tidak stabil dan pecah. Setelah pecah
gelombang tersebut terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai
tinggi gelombang semakin berkurang.
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang
laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak
mengalami refraksi. Pemakaian gelombang ini bertujuan untuk menetapkan tinggi
gelombang yang mengalami refraksi, difraksi dan transformasi lainnya, sehingga
perkiraan transformasi dan deformasi gelombang dapat dilakukan dengan lebih
mudah. Tinggi gelombang laut dalam diberikan oleh bentuk berikut:
H’o = K’ Kr Ho ...........................................................................(2.5)
Dimana:
H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
Ho : tinggi gelombang laut dalam (m)
K’ : koefisien difraksi
Kr : koefisien refraksi
Konsep ini digunakan pada analisis gelombang pecah, limpasan gelombang dan
proses lain.
Refraksi dikarenakan adanya pengaruh kedalaman laut. Refraksi dan
pendangkalan gelombang (wave shoaling) dapat menentukan tinggi gelombang
disuatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap arah dan tinggi gelombang serta distribusi
energi gelombang di sepanjang pantai.
a) Tinggi gelombang
Tinggi gelombang akibat pengaruh refraksi gelombang dan pendangkalan
(wave shoaling) diberikan oleh rumus :
H = K s × K r × H 0....................................................................................(2.6)

Dimana :
H = Tinggi gelombang akibat pengaruh refraksi (m)
H 0 = tinggi gelombang laut dalam (m)
K s = koefisien pendangkalan (shoaling) berdasarkan tabel L-1 Bambang
Triatmodjo, 1999:377
K r = koefisien refraksi
b) Koefisien refraksi

cos α 1
Kr = ..................................................................................(2.7)
cos α

Menurut Bambang Triatmodjo 1999:72 dimana pada hukum snell berlaku


apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan disuatu titik yang ditinjau,
yaitu :
C
Sin 𝛼 = ( ) sin α o...............................................................................(2.8)
Co
Dimana :
K r : koefisien refraksi
𝛼 : sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut dititk
yang ditinjau.
α o : sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai.
C : kecepatan rambat gelombang (m/s)
Refleksi gelombang terjadi apabila gelombang yang datang mengalami suatu
rintangan dan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang
penting dalam perencanaan bangunan pantau. Besar kemampuan suatu bangunan
memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan
antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi.

X= .....................................................................................( 2.9)
Koefisien refleksi bangunan diperkirakan berdasarkan tes model. Koefisien
refleksi berbagai tipe diberikan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2. Koefisien refleksi


Tipe bangunan X

Dinding vertikal dengan puncak di atas air 0,7 - 1,0

Dinding vertikal dengan puncak terrendam 0,5 - 0,7

Tumpukan batu sisi miring 0,3 - 0,6

Tumpukan blok beton 0,3 - 0,5

Bangunan vertikal dengan peredam energy 0,05 – 0,2

(Sumber: Triatmodjo, 1999)

2. Kondisi Gelombang
Menurut (Triatmodjo 1999), dalam perencanaan bangunan pantai biasanya
karakteristik di laut dalam ditetapkan berdasarkan pengukuran gelombang di
lapangan atau berdasarkan hasil peramalan gelombang dengan menggunakan data
angin dan fetch. Dengan menggunakan analisis deformasi gelombang (refraksi dan
pendangkalan, difraksi dan gelombang pecah) data gelombang tersebut beserta
data elevasi muka air rencana dan peta bathimetry (kontur kedalaman laut)
digunakan untuk memprediksi karakteristik gelombang di lokasi bangunan.
Kondisi gelombang dilokasi bangunan pada setiap saat tergantung pada muka
air yang selalu berubah karena pasang surut. Bangunan bisa mengalami serangan
gelombang dengan bentuk yang berbeda karena adanya perubahan muka air, yaitu
apakah gelombang tidak pecah, pecah atau telah pecah. Oleh karena itu perlu
ditentukan kondisi gelombang di lokasi bangunan untuk berbagai elevasi muka air.
Hal ini mengingat bahwa gaya gelombang yang ditimbulkan oleh gelombang tidak
pecah, pecah dan telah pecah adalah berbeda.
Apabila bangunan berada pada kedalaman yang cukup besar, yaitu lebih besar
dari 1,5 kali tinggi gelombang maksimum yang terjadi maka gelombang di lokasi
tersebut tidak pecah.
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya
pecah pada suatu kedalaman tertentu. Proses gelombang pecah yaitu sejak
gelombang mulai tidak stabil sampai pecah sepenuhnya terbentang pada suatu
jarak xp. Hubungan antara jarak yang ditempuh selama proses gelombang pecah
(xp) dan tinggi gelombang saat mulai pecah Hb, yang tergantung pada kemiringan
dasar pantai. Proses gelombang pecah dapat dilihat pada gambar 2.17 di bawah ini.

Gambar 2.19 Proses gelombang pecah


(Sumber : Triatmodjo, 1999)
Perbandingan db/Hb berubah dengan kemiringan dasar m dan kemiringan
gelombang datang Hb/gT2 seperti ditunjukkan pada gambar 2.18 di bawah
ini.dalam percobaan yang dilakukan oleh Gravin, penyebaran data cukup besar,

sehingga pada gambar tersebut dibuat 2 set kurva. Kurva adalah batas atas dari

nilai db/Hb ; sehingga = (db/Hb)maks. Sedangkan adalah batas bawah dari nilai

db/Hb ; sehingga = (db/Hb)min.

Gambar 2.20 Grafik hubungan antara dan dengan H/gT2


(Sumber : Triatmodjo, 1999)

1. Gelombang Representatif
Menurut (Triatmodjo, 1999) untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan
pantai, perlu dipilih tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang
dapat mewakili suatu spektrum gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan
gelombang representatif. Apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan
diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat
ditentukan tinggi Hn yang merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi.
Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau tinggi rerata dari 33 % nilai
tertinggi dari pencatatan gelombang, yang juga disebut dengan tinggi gelombang
signifikan Hs. Misalkan sebuah data gelombang selama 20 tahun dengan Hmax dan
Tmax diketahui maka dapat dihitung H10 dan T10 sebagai berikut: n = 10% x 20 = 2

data, H10 = , T10 = , dengan a dan b adalah dua nilai tertinggi dari
hasil pencatatan tinggi gelombang (H) selama 20 tahun, dan c dan d adalah dua
nilai periode gelombang untuk masing- masing tinggi gelombang H tertinggi.
Dengan cara yang sama kita bisa menentukan tinggi dan periode gelombang untuk
gelombang signifikan Hs (gelombang 33,3%).
2. Gelombang dengan Periode Ulang (Analisis Frekuensi)
Menurut (Triatmodjo, 1999), dari setip tahun pencatatan dapat ditentukan
gelombang representatif, seperti Hs, H10, H1, Hmax dan sebagainya. Berdasarkan
data representatif untuk beberapa tahun pengamatan dapat diperkirakan
gelombang yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam T tahun dan
gelombang tersebut dikenal dengan gelombang periode ulang T tahun. Perkiraan
gelombang dengan perioe ulang (analisis frekuensi) bertujuan untuk menetapkan
gelombang-gelombang besar dengan periode ulang tertentu guna keperluan
perencanaan bangunan pantai. Apabila data yang tersedia adalah data angin maka
analisis frekuensi dilakukan terhadap data angin tersebut yang selanjutnya
dilakukan untuk memprediksi gelombang.
Fungsi distribusi probabilitas memberikan dua metode untuk memprediksi
gelombang dengan periode ulang tertentu yaitu metode distribusi Gumbel (Fisher-
Tippett Type I) dan distribusi Weibull. Dalam metode ini prediksi dilakukan untuk
memperkirakan tinggi gelombang signifikan dengan berbagai periode ulang.
Kedua distribusi tersebut mempunyai bentuk berikut ini.
a. Distribusi Fisher – Tippett Type I

P (Hs )
s =
..........................................(2.10)
b. Distribusi Weibull
P (Hs s) = 1-
........................................(2.11)
Dimana :

P (Hs ) : probabilitas bahwa


s s tidak dilampaui
H : tinggi gelombang representatif (m)

: tinggi gelombang dengan nilai tertentu (m)


A : parameter skala
B : parameter lokasi
K : parameter bentuk (dilihat pada tabel 2.3)

Tabel 2.3. Koefisien untuk menghitung deviasi standar


Distribusi 1 2 K C
FT-1 0,64 9,0 0,93 0,0 1,33
Weibull (k = 0,75) 1,65 11,4 -0,63 0,0 1,15
Weibull (k = 1,0) 1,92 11,4 0,00 0,3 0,90

Weibull (k = 1,4) 2,05 11,4 0,69 0,4 0,72

Weibull (k = 2,0) 2,24 11,4 1,34 0,5 0,54


(Sumber :Triatmojo, 1999)

2.9.4 Arus

Menurut Triatmodjo (1999), gelombang yang menjalar menuju pantai membawa


masa air dan momentum dalam arah penjalaran gelombang. Transport massa dan
momentum tersebut menimbulkan arus di daerah dekat pantai. Di beberapa daerah
yang dilintasinya, perilaku gelombang dan arus yang ditimbulkannya berbeda. Daerah
yang dilintasi gelombang tersebut adalah offshore zone, surf zone dan swash zone.
Arus sepanjang pantai juga ditimbulkan oleh gelombang pantai dengan
membentuk sudut terhadap garis pantai. Rumus untuk menghitung arus
sepanjang pantai adalah sebagai berikut
V = 1.17 ( gHb)√ 2 sin αb cos αb .................................................(2.12)
Dimana:
V : kecepatan arus sejajar pantai (m/dt)
g : percepatan grafitasi (m/dt2)
Hb: tinggi gelombang pecah (m)

b : sudut datang gelombang pecah (0)

2.8.5 Fluktuasi Muka Air Laut

Menurut (Triatmodjo 1999), elevasi muka air merupakan parameter


sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Muka air laut
berfluktuasi dengan periode yang lebih besar dari periode gelombang angin.
Fluktuasi muka air laut yang disebabkan oleh proses alam diantaranya adalah :

1. Tsunami
2. Kenaikan muka air karena gelombang (wave set up)
3. Kenaikan muka air karena angin (wind set up)
4. Pemanasan global
5. Pasang surut.
Di antara beberapa proses tersebut, fluktuasi muka air karena tsunami
dan badai tidak dapat diprediksi
1. Tsunami
Menurut (Triatmodjo 1999), tsunami adalah gelombang yang terjadi karena
gempa bumi atau letusan gunung api dilaut. Cepat rambat gelombang tsunami
tergantung pada kedalaman laut. Semakin besar kedalaman semakin besar
kecepatan rambatnya. Gelombang tsunami mempunyai hubungan erat dengan
kekuatan gempa dan kedalaman pusat gempa. Besaran tsunami (m) berkaitan erat
dengan kekuatan gempa M. Hubungan antara kekuatan gempa dan besaran
tsunami diberikan oleh persamaan berikut:
m = 2,8 M – 19,4 (untuk Jepang)
m = 2,26 M – 14,18 (untuk indonesia)
Besaran sunami (m) juga tergantung pada kedalaman laut (d) di lokasi
terbentuknya gempa. Terdapat hubungan empiris antara kedua parameter yang
diberikan oleh persamaan berikut:
m = 1,7 log (d) – 1,7
2. Kenaikkan muka air karena gelombang (wave set up)
Menurut (Triatmodjo, 1999), gelombang yang datang dari laut menuju pantai
menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada
waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap
elevasi muka air diam di sekitar lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik
gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya
muka air terssebut dikenal dengan wave set-down sedangkan naiknya muka air
disebut wave set-up.
Kedalaman air minimum di lokasi gelombang pecah pada saat wave set-down
adalah db. Perbedaan elevasi muka air rerata dan muka air diam di titik tersebut
adalah sb. Setelah itu muka air naik dan memotong garis pantai. Perbedaan elevasi
muka air antara kedua titik adalah wave set-up antara daerah gelombang pecah dan

pantai yang diberi notasi s. wave set-up terhadap muka air diam Sw adalah

perbedaan antara s dan Sb. Keadaan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.19.
berikut.
Gambar 2.21 Wave set-up dan wave set-down
(Sumber : Triatmodjo, 1999 )

wave set-up di pantai dapat dihitung dengan menggunakan teori longuet-Higginsdan


Stewart. Besar wave set-down di daerah gelombang pecah diberikan oleh persamaan
berikut:

0.536 H b 2/2

Sb 1/ 2 .....................................................................(2.13)
g T
Dimana :
Sb : set-down di daerah gelombang pecah (m)
T : periode gelombang (m)
H’o : tinggi gelombang laut dalam (m)
db : kedalaman gelombang pecah (m)
g : percepatan grafitasi (m / dt2)
wave set- up di pantai dihitung dengan rumus :

Hb
Sw = 0,19 1-2,82 Hb........................................................(2.14)
gT2

dimana :

W s = wave set- up (m)


g = percepatan gravitasi (m/s²)
T = periode gelombang (detik)
H b = tinggi gelombang pecah (m)
Sb = set down di daerah gelombang (m)
3. Kenaikan muka air karena angin (wind set up)
Menurut (Triatmodjo, 1999), Angin dengan kecepatan besar (badai) yang
terjadi di atas permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar
di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan
luas. Penentuan elevasi muka air rencana selama terjadinya badai adalah sangat
kompleks yang melibatkan interaksi antara angin dan air, perbedaan tekanan atmosfer
dan beberapa parameter lainnya.
Perbedaan tekanan atmosfer selalu berkaitan dengan perubahan arah dan
kecepatan angin dan angin tersebut yang menyebabkan fluktuasi muka air.
Gelombang badai biasanya terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan
proses alam lainnya seperti pasang surut. Besarnya kenaikan muka air karena
badai dapat diketahui dengan memisahkan hasil pengukuran muka air laut
selama terjadi badai dengan fluktuasi muka air laut karena pasang surut.

Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Fi
∆ h= ............................................................................................ (2.15)
2
2
V
∆ h=Fc ...................................................................................... (2.16)
2 gd
Dimana :
∆h : kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F : panjang fetch (m)
i : kemiringan muka air (%)
c : konstanta = 3,5 x 10-6
V : kecepatan angin (m/d)
d : kedalaman air (m)
g : percepatan gravitasi (m/s²)
Didalam memperhitungkan wind set up di daerah pantai dianggap bahwa laut dibatasi
oleh sisi (pantai) yang impermeabel, dan hitungan dilakukan untuk kondisi dalam
arah tegak lurus pantai. Apabila arah angin dan fetch membentuk sudut terhadap garis
pantai, maka yang diperhitungkan adalah komponen tegak lurus pantai.
4. Pemanasan global
Menurut (Triatmodjo,1999), Efek rumah kaca menyebabkan bumi panas
sehingga dapat dihuni kehidupan. Disebut efek rumah kaca karena kemiripan
dengan apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar.
Sinar matahari yang masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan
ruang di dalam sehingga suhu menjadi lebih tinggi dari pada di luar. Hal ini
disebabkan kaca menghambat sehingga sebagian panas untuk keluar. Dengan
kata lain rumah kaca berfungsi sebagai perangkap panas. Pengaruh kenaikan
muka air karena pemanasan global terhadap fluktuasi muka air laut hal ini
karena adanya peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer
menyebabkan kenaikan suhu bumi sehingga menyebabkan kenaikan muka air
laut. Di dalam perencanaan bangunan pantai, kenaikan muka air karena
pemanasan global ini harus diperhitungkan. Perkiraan kenaikan muka air laut
dapat dilihat pada gambar 2.20

Gambar 2.22. Perkiraan kenaikan muka air laut


(Sumber : Triatmodjo, 1999 )

5. Pasang surut
Menurut (Triatmodjo 1999), Pasang surut adalah fluktuasi muka air karena
adanya gaya tarik benda-benda di langit terutama matahari dan bulan terhadap
massa air laut di bumi. Pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam
perencanaan bangunan pantai. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah
(surut) sangat penting untuk merencanakan bangunan-bangunan pantai. Ada dua
pasang surut yaitu pasang surut purnama dan perbani. Pada sekitar tanggal 1 dan
15 (bulan muda dan bulan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada
pada 1 garis lurus, sehinga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling
memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, /
Springtide), dimana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari
lain. Sedangkan pada sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tigaperempat
revolusi bulan terhadap bumi) dimana bulan dan matahari membentuk sudut siku-
siku terhadap bumi maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi.
Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) dimana
tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan hari-hari yang lain dapat dilihat
pada gambar 2.21.

Gambar 2.23. Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang purnama (a) dan pasang
perbani (b)
(Sumber :Triatmodjo, 1999)

Adapun variasi pasang surut selama satu bulan yang menunjukkan terjadinya
pasang surut purnama dan perbani seperti gambar 2.22 berikut ini.
Gambar 2.24 Variasi pasang surut karena perubahan posisi bumi-bulan-matahari
(Sumber : Triatmodjo, 1999)

Menurut Triatmodjo (1999), untuk mendapatkan data pasang surut di lokasi


pekerjaan dalam hal ini elevasi muka air laut (MHWL, MLWL, MSL) ditentukan
berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimum 15 hari pengukuran
dilakukan dengan sistem topografi lokal di lokasi pekerjaan. Contoh hasil
pengamatan pasang surut selama 30 hari di muara sungai Doman, Cilacap terlihat
pada gambar 2.23 di bawah ini.

Gambar 2.25 Kurva pasang surut dan beberapa muka air


(Sumber : Triatmodjo, 1999)

Berdasrkan hasil analisa pasang surut dpat ditentukan elevasi-elevasi


pasang surut yag penting sebagai berikut :

HHW : Highes HighWater Level (air tertinggi pada pasang surut besar)
MHHWL : Mean Highest High Water Level (Air tertinggi rata-rata)

MSL : Mean Sea Level (Muka air laut rata-rata)

MLLWL : Mean Lowest Low Water Level (Air terendah rata-rata)

LLW : Lowes Low Water Level (Air terendah pasang surut besar)

Elevasi pasang surut tersebut di atas dapat dilihat pada gambar

Gambar 2.26 Tingkatan elevasi muka air laut pasang surut


(sumber: Triatmodjo, 1999)

2.8.6 Keadaan Tanah

Keadaan tanah atau kondisi tanah sangat penting dalam pertimbangan


perencanaan bangunan pantai terutama diperlukn dalam penentuan jenis
pondasi yang digunakan dan perhitungan dimensinya berdasarkan daya
dukung tanah di lokasi perencanaan bangunan.

2.9 Jenis Kerusakan Dan Penyebabnya


1. Erosi Pantai adalah proses mundurnya pantai dari kedudukan semula yang
antara lain disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasok dan
kapasitas angkutan sedimen. Perubahan morphologi Pantai jenis ini biasa
terjadi pada jenis Pantai landai (berpasir, atau berlumpur).
Penyebab :
 Pengaruh adanya bangunan pantai yang menjorok ke laut .
 Penambangan material pantai dan muara (Tanjung Pasir).
 Pemindahan muara sungai.
 Pencemaran lingkungan.
 Pembuatan waduk dan bangunan melintang sungai.
 Penebangan bakau.
 Bencana alam seperti tsunami.
2. Abrasi
Abrasi adalah proses terkikisnya batuan atau material keras seperti
dinding atau tebing batu, yang biasanya diikuti dengan longsoran atau
runtuhan material. Abrasi terjadi akibat lemahnya daya dukung material
terhadap gempuran gelombang.
3. Sedimentasi
 Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen di pantai atau muara
sungai
 Sedimentasi di muara terdiri atas : proses penutupan dan proses
pendangkalan muara.
 penutupan muara sungai terjadi tepat di mulut sungai pada Pantai yang
berpasir atau berlumpur yaitu dengan terjadinya formasi ambang (bar) di
muara. Proses ini biasanya disebabkan debit sungai kecil, terutama di musim
kemarau, sehingga tidak mampu membilas sedimen.
 Pendangkalan muara sungai dapt terjadi mulai dari muara ke udik sampai
pada suatu lokasi di sungai dimana pengaruh intrusi air laut (pasang surut
dan kegaraman) masih ada.
2.10 Strategi Penanganan

 Tidak melakukan pengamanan (membiarkan sampai terjadi keseimbangan


alami yang baru).
 Menyesuaikan diri dengan kondisi setempat, Adaptasiakomodasi.
 Melindungi dan mempertahankan garis pantai yang ada – proteksi.
 Memajukan garis pantai pada kedudukan awal sebelum terjadi erosi.-
Restorasi/rehabilitasi.
 Mundur dari posisi semula –Retrea
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemecah gelombang adalah bangunan pantai yang memisahkan daratan dan


perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan
limpasan gelombang (overtopping) ke darat. Bangunan pantai digunakan untuk
melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus. Pemecah
gelombang itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan berdasarkan
perlindungan alur arah horizontal. Ada berbagai bahan penyusun antara lain Pemecah
gelombang dari susunan blok beton,pemecah gelombang dari rubble mound. Dalam
perencanaannya tidak boleh asal-asalan agar tidak terjadi salah fungsi yang
menyebabkan bangunan pantai yang dibangun tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berbagai kerusakan yang terjadi pada bangunan pantai terjadi karena adanya
perbedaan elevasi muka air laut.
3.2 Saran
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui lebih jauh tentang
penyebab terjadinya kerusakan (kegagalan) pada bangunan pantai sehingga
penanggulangannya juga dapat dimaksimalkan.

Anda mungkin juga menyukai