Anda di halaman 1dari 231

FINAL

PELABUHAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pelabuhan”
Dosen Pengajar : T Mudi Hafli , ST .,MT.

Disusun Oleh :

Nama : SAIFUL BAHRI


Nim : 150 110 067
Kelas : A2

JURUSAN TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
REULEUT 2018

1
PELABUHAN
BAB 1. Pendahuluan
1.1.Sejarah Perkembangan Pelabuhan.....................................................................
1.2. Pengertian Pelabuhan........................................................................................
1.3. Fungsi dari pelabuhan.......................................................................................
1.4. Peranan Transportasi Laut................................................................................
1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pelabuhan........................
1.6. Perkembangan Pelabuhan Indonesia................................................................
1.7. Macam – macam Pelabuhan.............................................................................
1.8. Kapal.................................................................................................................
BAB 2. Beberapa Tinjauan Dalam Perencanaan Pelabuhan
2.1 Persyaratan dan Perlengkapan Pelabuhan..........................................................
2.2 Pemilihan Lokasi Pelabuhan..............................................................................
2.3 Tinjauan Hidro-Oceanografi terhadap Bentuk Pelabuhan.................................
2.3.1 Tinjauan Pelayaran.........................................................................................
2.3.2 Tinjauan Gelombang.......................................................................................
2.3.3 Tinjauan Sedimentasi......................................................................................
2.3.4 Penentuan Tata Letak Pemecah Gelombang..................................................
2.4 Tata Letak Fasilitas Pelabuhan..........................................................................
2.5 Mulut Pelabuhan................................................................................................
BAB 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan dan Pelaksanaan
Pembangunan Pelabuhan
3.1 Umum................................................................................................................
1.1 3.2 Ekologi Pantai........................................................................................
3.3 Faktor Angin dan Pengaruhnya.........................................................................
3.3.1 Pengertian Angin............................................................................................

2
3.3.2 Pengaruh Angin Terhadap Perencanaan Pelabuhan.......................................
3.4 Faktor Kedalaman Air.......................................................................................
3.4.1 Pengertian.......................................................................................................
3.4.2 Pengamatan Lapangan....................................................................................
3.5 Faktor Pasang Surut...........................................................................................
3.5.1 Pengertian Pasang Surut.................................................................................
3.5.2. Tipe Pasang Surut..........................................................................................
3.5.3. Pengaruh Pasang Surut terhadap Perencanaan Pelabuhan.............................
3.5.4. Pengamatan Pasang Surut..............................................................................
3.6 Faktor Arus........................................................................................................
3.6.1. Pengertian Arus..............................................................................................
3.6.2. Arus Pasang Surut..........................................................................................
3.6.3 Endapan (Sedimentologi)...............................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Perkembangan Pelabuhan


Dari penemuan-penemuan Arkeolog (hasil survey ,penggalian - penggalian
dan berdasarkan pada dokumen-dokumen tua) maka dapat diketahui
bahwasejarahdari perkembangan pada hakekatnya sudah mulai pada waktu Kekai
pendapat Romawi, sekitar tahun 3500 SM. Bangunan-bangunan pelabuhan yang
banyak dijumpai di lautan Tengah danlautan Merah Teluk Persia.

Dari hasil penemuan-penemuan yang telah dilakukan untuk membuat teknik-


teknik yang telah digunakan dan digunakandengan baik sekarang ini telah digunakan
dalam perencanaan dandesain konstruksiyang diperlukan dan efektif.

Tapi oleh karena banyak sebab seperti jatuhnya kekaisaran Romawi, bencana
alam (gempa bumi,banjir,dan sebagainya). Kurangnya perawatan akibatnya banyak
bangunan-bangunan pelabuhan yang hancur atau lenyap. Mulai abad ke XVIII,
perhatian dalam pekerjaan-pekerjaan pelabuhan muncul kembali berkenaan dengan
keinginan dari bangsa-bangsa di dunia untuk menjelajah lautan serta pencaharian
jalur perdagangan dan pencaharian tanah-tanah atau daerah baru dalam memperluas
imperiumnya. Perluasan koloni oleh kerajaan Inggris, Spanyol dan Portugis,
semuanya ini mempunyai andil dalam perkembangan pelabuhan apalagi setelah
ditemukannya mesin uap, kapal tidak lagi digerakkan oleh layar tetapi sudah
digerakkan oleh mesin uap.

Dimulai saat itu pekerjaan konstruksi pelabuhan berkembang pesat. Jumlah


kapal-kapal bertambah pesat kebutuhan untuk semua kapal-kapal menjadi jelas
kelihatan sehingga fasilitas-fasilitas pelabuhan menjadi perlu. Perkembangan
pelabuhan menjadi lebih meningkat lagi setelah adanya pelabuhan bebas (free
port,bounded ware house) yang merupakan indikasi bahwa pelabuhan merupakan
suatu unit dalam system ekonomi secara keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan

4
dengan kondisi ekonomi daerah yang dilayani oleh pelabuhan tersebut. Peningkatan
perkembangan perdagangan dunia yang cepat mengakibatkan banyak prasarana harus
disesuaikan untuk memberikan pelayanan pelabuhan yang lebih baik sehingga
diperlukan biaya atau investasi yang besar.

Pelabuhan - pelabuhan di Indonesia pada tahun 1920 ada 500 pelabuhan, tapi
sekarang justru berkurang dan sekarang terdapat 336 pelabuhan yang disinggahi oleh
kapal-kapal secara regular yang terdiri atas:

 Pelabuhan laut 51 buah


 Pelabuhan pantai yang terbuka untuk ekspor-impor 38 buah
 Pelabuhan pantai umum 164 buah
 Pelabuhan pantai khusus 67 buah
 Pelabuhan khusus 26 buah,

Pada waktu penjajahan Belanda, walaupun bangunan - bangunan pelabuhan


berkembang sangat pesat namun hal ini tidak lebih untuk kepentingan penjajah
sendiri sehingga bangsa dan rakyat Indonesia sendiri sangat ketinggalan dalam
membangun pelabuhan. Baru setelah Indonesia merdeka bangsa dan rakyat Indonesia
sudah mulai bisa membuat pelabuhan sendiri, bahkan saat ini tenaga-tenaga ahli
Indonesia banyak membangun pelabuhan tidak saja di negara sendiri. Dan saat ini
diseluruh Indonesia terdapat 336 pelabuhan besar dan kecil dengan panjang dermaga
(tahun 1993) adalah 55.155 meter.

Tabel 1.1 Perum Pelabuhan Indonesia: Cakupan Geografis

5
1.2 Pengertian Pelabuhan
2.4.1. Definisi Pelabuhan

Kata Pelabuhan dapat diartikan dalam dua istilah, yaitu Bandar dan
Pelabuhan.

1. Bandar ( harbour ), Bandar adalah suatu fasilitas di daerah per air-an


(estuari atau muara sungai, teluk) dengan kedalaman air yang memadai
dan terlindung dari gempuran gelombang, angin dan arus untuk
berlabuh, bertambat maupun tempat singgah kapal untuk mengisi
bahan bakar, reparasi dan sebagainya.
2. Pelabuhan ( port ), Pelabuhan adalah suatu daerah per-air-an (di
samudera, estuari/muara sungai, dan teluk) dengan kedalaman yang
memadai dan terlindung dari gempuran gelombang, angin dan arus,
serta dilengkapi dengan fasilitas terminal laut dan darat.

6
Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan,
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan /
atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar
moda transportasi.

Pengertian secara umum, pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung


samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo
maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang
dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang
berlabuh. Crane dan gudang berpendingin juga disediakan oleh pihak pengelola
maupun pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula disekitarnya dibangun
fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang.

Ditinjau dari sub sistem angkutan (transport), maka pelabuhan adalah salah
satu simpul dari mata rantai kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara
umum pelabuhan adalah suatu daaerah perairan yang terlindung terhadap badai/
ombak / arus, sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar/membuang
sauh, sedemikian rupa sehingga bongkar muat atas barang dan perpindahan
penumpang dapat dilaksanakan; guna mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun
dermaga (piers or wharves), jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan
sebagainya, sehingga fungsi pemindahan muatan dari atau ke kapal yang bersandar di
pelabuhan menuju pelabuhan selanjutnya dapat dilaksanakan.

1.3 Fungsi Pelabuhan

Pelabuhan berfungsi untuk bongkar muat barang dan penumpang secara aman
dan lancar, kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan

7
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
kepelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas
kapal, penumpang dan atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat perpindahan
intra dan atau antar moda.

Kapal yang bersandar di pelabuhan memerlukan pelayanan dan fasilitas baik


barang maupun jasa dalam memperlancar arus pelayaran kapal, barang serta arus
penumpang. Peranan pelabuhan terutama sebagai prasarana guna menunjang dan
mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri dari daerah atau
regional yang menjadi hinterland pelabuhan tersebut. Sebagai prasarana, pelabuhan
harus selangkah lebih maju dari sektor yang ditunjang. Ini berarti setiap rencana
pembangunan dan pengembangan industriataupun pertanian disuatu daerah, sudah
sepantasnya didahulukan atau secara bersama-sama (paralel) dengan program-
program pengembangan dan pembangunan pelabuhan.

Adapun fungsi dari pelabuhan antara lain:

 Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya.


 Melayani kebutuhan perdagangan terutama perdagangan internasional dari
daerah belakang (Hinterland) pelabuhan tersebut berada.
 Membantu berjalannya roda perdagangan dan pengembangan industri
nasional.
 Pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional, dan internasional.
 Tempat kegiatan alih moda transportasi.
 Penunjang kegiatan industri dan perdagangan.
 Tempat distribusi, konsolidasi dan produksi.
 Sebagai salah satu fungsi dari pemerintahan, yaitu:
o Pelaksana fungsi keselamatan pelayaran.
o Pelaksana fungsi bea cukai.
o Pelaksana fungsi imigrasi.

8
o Pelaksana fungsi karantina
o Pelaksana fungsi keamanan dan ketertiban.
 Fungsi pengusahaan jasa kepelabuhan, yaitu:
o Usaha pokok yang meliputi pelayanan kapal, barnag dan penumpang.
o Usaha penunjang yang meliputi persewaan gudang, lahan dan lain lain.
1.4 Peranan Transportasi Laut

Peranan transportasi laut bagi Indonesia sangat penting. Dimulai dari masa
Kerajaan Sriwijaya dan Mahapahit dimana kedua kerajaan tersebut tumbuh dengan
pesat dan jaya dikarekan memiliki armada yang kuat. Kelancaran arus perhubungan
sangat berpengaruh dengan pencapaian sasaransasaran pembangunan serta mampu
memperkokoh persatuan dan kesatuan Bangsa dalam meningkatkan ketahanan
nasional.

Dengan adanya peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi menyebabkan


pembangunan fasilitas pelabuhan juga meningkat dengan sangat pesat. Pembangunan
fasilitas pelabuhan seperti dermaga pemecah gelombang dan perancangan bangunan
pantai untuk pelabuhan, dan fasilitas-fasilitas lainnya dengan menggunkan teknologi
yang canggih, maka hal ini menjadi tantangan bagi para perencana pelabuhan.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pelabuhan


2.4.1. Faktor-Faktor Umum (General Factors)
a. Penduduk dunia membutuhkan sandang, pangan dan tempat tinggal
yang layak. Akan tetapi tidak semua negara di dunia diberkati oleh
tingkat kesuburan yang sama. Oleh karena akibat kebutuhan yang
sama, penyebaran penduduk dunia yang tidak merata mengakibatkan
banyak negara-negara di dunia untuk memenuhi kebutuhan
penduduknya mendatangkan barangbarang yang dibutuhkan itu dari
negara-negara lain (import).
b. Disamping itu banyak juga negara-negara yang kelebihan barang-
barang misalnya bahan mentah yang sebagian besar negara

9
berkembang belum mampu untuk mengolah bahan mentah menjadi
barang jadi sehingga bagaimanapun harus mengekspor barang-barang
mentah tersebut dan mengimport barang-barang yang sudah jadi dan
sangat dibutuhkan oleh penduduknya.
c. Dengan adanya pertualangan pelaut-pelaut yang gagah berani seperti
Columbus, Drake, Releigh, Cook, Magellan dan lain-lain yang
memelopori pelayaran dengan menggunakan kapal-kapal besar dengan
crew yang besar mengarungi lautan yang luas dari benua ke benua.
Keberanian yang dilakukan oleh mereka itu menghapuskan ketakyulan
dan ketakutan akan lautan dan daratan di seberang. Selanjutnya yang
tadinya pelayaran yang hanya dilakukan dalam jarak dekat yang
umumnya sepanjang sungai atau pantai serta dengan kapal-kapal kecil
dengan muatan sedikit sudah mulai berganti dengan kapal-kapal yang
besar dengan crew yang besar segera berlayar mengangkut penumpang
dan barang dari benua ke benua menyebabkan munculnya pelabuhan-
pelabuhan modern. Dari hasil-hasil ekspedisi tersebut melahirkan
pertumbuhan lalu lintas, perkembangan pembangunan fasilitas-fasilitas
pelabuhan seperti dermaga, dibuatkan terusan-terusan dan sebagainya.
1.6 Perkembangan Pelabuhan di Indonesia
1.6.1. Pembanguna Pelabuhan Indonesia

Pelabuhan merupakan salah satu mata rantai transportasi yang


menunjang roda perekonomian negara atau di daerah-daerah tersebut berada.
Perindustrian, buang, pertanian dan perdagangan padaumumnya
membutuhkan jasa transportasi termasuk jasa pelabuhan. Oleh karena itu tidak
hanya untuk kepentingan pelabuhan, tetapi juga akan mempengaruhi berbagai
sektor yang ditunjang.

Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dan pertimbangan


dalam pengembangan pelabuhan adalah:

10
1. Pertumbuhan / perkembangan ekonomi daerah penyangga (hinterland)
dari pelabuhan yang bersangkutan.
2. Perkembangan industri yang terkait dengan pelabuhan.
3. Data arus (cargo flow) sekarang dan perkiraan yang akan datang dan
jenis-jenis komoditi yang akan keluar masuk.
4. Jenis dan ukuran kapal yang diperhitungkan akan merepotkan.
5. Jaringan jalan (prasarana dan sarana angkutan dari / ke daerah
penyangga.
6. Alur masuk / keluar menuju laut.
7. Aspek nautis dan hidraulis.
8. Dampak dan lingkungan hidup.
9. Analisa ekonomi dan keuangan.
10. Koordinasi antar lembaga penyelenggara yang seimbang.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa berbagai desain yang berbeda-beda,


termasuk dalam berbagai aspek kegiatan dan keterlibatan lembaga yang terkait. Tidak
mungkin bisa dicoba dan direkayasa begitu saja, baiksebagai terminal juga untuk
pelabuhan secara utuh, tanpa biaya dan cadangan yang menghubungkan dari / ke
daerah penyangga untuk mana pelabuhan tersebut dibangun.

1.7 Macam-Macam Pelabuhan

Pelabuhan Adalah Tempat Yang terdiri Dan Daratan Dan perairan di


Sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
turun penumpang dan) atau bongkar barang yang dilengkapai dengan fasilitas
pelayaran dan kegiatan penunjang dan sebagai tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi.

a. Pelabuhan ibu/Penumpang

11
Pelabuhan umum adalah yang untuk kepentingan masyarakat umum dalam hal
transportasi laut. Di indonesia pelabuhan umum di seberang oleh persero Pelindo.

b. Pelabuhan Ikan

Pelabuhan ikan merupakan pelabuhan yang digunakan untuk mengumpulkan


ikan-ikan hasil tangkapan nelayan, biasanya pelabuhan ikan juga berisi lokasi khusus
untuk melakukan pelelangan dari hasil tangkapan nelayan tadi.

c. Pelabuhan Khusus

Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dibangunan oleh pihak tertentu


untuk menunjang kegiatan sendiri. Misalnya pelabuhan Pertamina yang khusu untuk
mendistribusikan minyak ke seluruh wilayah indonesia.

d. Pelabuhan Barang atau Peti kemas

Terminal petikemas atau container terminal adalah terminal yang dlengkapi


sekurang-kurangnya dengan fasilitas berupa tambatan, dermaga, lapangan
penumpukan (container yard (CY)), serta peralatan yang layak untuk melayani
kegiatan bongkar muat petikemas.

e. Pelabuhan Militer Kapal

Adalah yang pihak militer untuk menunjang pertahanan dan perang negara.

f. Minyak Pelabuhan

Pelabuhan militer adalah badan yang untuk penumpang minyak yang di


datangkan dari luar, seperti minyak bumi dan minyak tanah.

1.8 Kapal

Kapal, adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai


dan sebagainya) seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya
cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci. Sedangkan dalam istilah

12
Inggris, dipisahkan antara ship yang merupakan kapal yang lebih besar dan
sedangkan boat yang lebih kecil. Secara kebiasaannya kapal dapat membawa perahu
tetapi perahu tidak dapat membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu
disebut kapal selalu ditetapkan oleh undangundang dan peraturan atau kebiasaan
setempat. Di Indonesia kapal-kapal yang berukuran dibawah 7 GT pengurusan ijin
operasinya cukup di wilayah kabupaten atau kota. Kapal-kapal yang melayani rute
gugus pulau disamping tersedia kapal penyeberangan milik pemerintah dan kapal
pariwisata milik swasta, sebagian besar adalah perahu layar dilengkapi mesin 20
sampai 120 PK dan Speed Boat dengan mesin 500 sampai 900.

A. Pengertian Karakteristik Kapal

Tonase kotor (gross tonnage), disingkat GT adalah perhitungan volume semua


ruang yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup
yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan
tertutup yang terletak di atas geladak paling atas (superstructure).

Daya muat adalah berat muatan yang biasa dimuat dalam kapal sampai batas
garis muatan atau kapal tenggelam sampai pada batas garis muatan Brotto Register
Ton (BRT) = gross tonnage yaitu jumlah isi kapal seluruhnya.

Netto Register Ton (NRT) merupakan berat brutto dikurangi isi muatan
seperti bahan bakar, ruang mesin, tangki air. Jadi NRT adalah ruang yang dapat
dijual/disewakan.

Dead Weight Tonnage (DWT) adalah selisi antara loaded displacement


dengan light displacement merupakan kapasitas muat yang biasa dinyatakan dalam
long tons; 1 long tons = 1,016 ton. Sedangkan displacement adalah berat air yang
dipindahkan oleh kapal atau dapat juga disebut volume dari kapal yang terletak
dibawah air dikalikan BD nya.

Tonase kotor dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 kaki
kubik yang setara dengan 2,83 kubik meter. Perhitungan tonase kotor dijelaskan di

13
dalam Regulation 3 dari Annex 1 dalam (The International Convention on Tonnage
Measurement of Ships, 1969). Tergantung dari dua variabel:

1. V, adalah total volume dalam meter kubik (m³), dan


2. K, adalah faktor pengali berdasarkan volume kapal

B. Klasifikasi Kapal

Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi sungai atau


lautan yang diawali oleh penemuan perahu. Biasanya manusia pada masa lampau
menggunakan kano, rakit ataupun perahu, semakin besar kebutuhan akan daya muat
maka dibuatlah perahu atau rakit yang berukuran lebih besar yang dinamakan kapal.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal pada masa lampau
menggunakan kayu, bambu ataupun batang-batang papirus seperti yang digunakan
bangsa mesir kuno kemudian digunakan bahan bahan logam seperti besi/baja karena
kebutuhan manusia akan kapal yang kuat. Untuk penggeraknya manusia pada
awalnya menggunakan dayung kemudian angin dengan bantuan layar, mesin uap
setelah muncul revolusi Industri dan mesin diesel serta Nuklir. Beberapa penelitian
memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti
Hovercraft dan Eakroplane. Serta kapal yang digunakan di dasar lautan yakni kapal
selam.

C. Kapal Roll-On/Roll-Off

Prinsip pada kapal roll-on/roll-off (roro) adalah bahwa barang-barang yang


diangkut ditempatkan diatas trailer atau di rolling stock lainnya, dan trailer rolling
stock berikut barang diatasnya (biasanya barang dalam container) ditarikoleh sebuah
traktor ke dalam kapal dan sebaliknya melalui sebuah trap pada bagian belakang
kapal.

14
Keuntungan dari angkutan ini adalah bahwa waktu muat/bongkar dapat
dipersingkat. Kapal roro dioperasikan untuk ferry service pada trayek-trayek jarak
pendek dengan waktu berlayar 24 jam. Walaupun presentasi daya muat dalam palka
sangat rendah, kapal ini memberikan hasil yang terbaik untuk mengangkut barang
dari produsen sampai ke konsumen tanpa mengalami hambatan dalam prosedur
bongkar/muat dipelabuhan.

15
BAB II
BEBERAPA TINJAUAN DALAM PERENCANAAN PELABUHAN

2.2 Pendahulan

Perkembangan pelabuhan memakan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu
di perlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak untuk memutuskan
pembangunan suatu pelabuhan. Keputusan pembangunan pelabuhan biasanya
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi, politik dan teknis. Ketiga
dasar pertimbangan tersebut saling berkaitan, tetapi biasanya yang paling menentukan
adalah pertimbangan ekonomi. Pembuatan pelabuhan secara ekonomis harus layak,
yang berakti penghasilan yangg diperoleh pelabuhan harus bisa menutup biaya
investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu serta
untuk mendapatkan keuntungan.
Beberapa faktor yang diperhatikan di dalam pembangunan suatu pelabuhan
adalah kebutuhan akan pelabuhan dan pertimbangan ekonomi, volume perdagangan
melalui laut, dan adanya hubungan dengan daerah pedalaman baik melalui datat
maupun air. Sarana tersebut keberadaan tidak akan banyak berakti bagi
perkembangan daerah.
Setelah beberaoa studi di atas dilakunan, selanjutnya ditetapkan lokasi secara umum
pelabuhan, fungsi utama pelabuhan, dan jenis serta volume barang yang dilayani.
Langkah berikutnya adalah membuat studi pendahulan dan layout pelabuhan dalam
persiapan untuk membuat penyelidikan lapangan yang lebih lengakap guna
mengumpulakan semua informasi yang diperlukan yang perlu dilakukan adalah
survei hidrografi dan topografi, penyelidikan tanah di rencanakan lokasi pemecahan
gelombang, dermaga, dan bangunan-bangunan pelabuhan lainnya, angin, arus pasang
surut dan gelombang.
2.2 Persyaratan dan Perlengkapan Pelabuhan

Kapal laut diusakan oleh suatu perusahaan pelayaran untuk mengangkut


barang dan atau penumpang. Keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut
tergantung banyak faktor seperti banyak/sedikitnya barnag penumpang yang di
angkut, waktu pelayaran kapal, waktu singgah pelabuhan, dan sebagainya. Semakin
banyak barang/penumpang yang diangkut akan memberikan penghasilan yang besar.
Waktu pelayaran di pengaruhi oleh kecepatan kapal. Kapal yang berlayar dengan
kecepatan penuh akan memakan bahan bakar yang banyak, sebaliknya jika terlalu

16
lambat dapat mengacaukan jadwal pelayaran dan kemungkinan kerusakan (busuk)
barang yang diangkut. Biasanya kapal berlayar dengan kecepatan ekonomis, yaitu
suatu kecepatan dimana pengeluaran biaya adalah serendah mungkin.
Kapal yang berada di pelabuhan harus membayar biaya jasa pelabuhan, yang
meliputi biaya pandau, tunda, labuh, tambah air, dermaga, dsb. Untuk menghemat
biaya maka kapal harus diusakan sesingkat mungkin berada di pelabuhan. Oleh
karena itu berbagai kegiatan harus dapat dilakukan secepat mungkin, dan kapal dapat
sesegera mungkin meninggalkan pelabuhan. Berbagai kegiatan yang ada di pelabuhan
antara lain melakukan bongkar muat barang yang ada di pelabuhan antara lain
melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang, penyelesaian
surat-surat administrasi, pengisian bahan bakar reparasi, penyediaan perbekalan dan
air bersih, dsb. Untuk bisa memberi pelayaran yang baik dan cepat, maka pelabuhan
harus bisa memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.
1. Harus ada hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat seperti jalan
raya dan kereta api, sedemikian sehingga barang-barang dapat diangkut ke
dan dari pelabuhan dengan mudah dan cepat.
2. Pelabuhan berada disuatu lokasi yang mempunyai daerah belakang (daerah
pengaruh) subur dengan populasi penduduk yang cukup padat.
3. Pelabuhan harus mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup.
4. Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus bisa membuang sauh selama
menunggu untuk merapat ke dermaga guna bongkar muat barang atau mengisi
bahan bakar.
5. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang (kran, dsb) dan
gudang-gudang menyimpanan barang,
6. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk merepasi kapal-kapal.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut pada umumnya pelabuhan mempunyai


bangunan-bangunan berikut ini ( Gambar 2.1).
1. Pemecah gelombang, yang berfungsi untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang. Gelombang besar yang datang daru laut
lepas akan dihalangi oleh banguna ini. Ujung pemecah gelombang (mulut
pelabuhan) harus berada diluar gelombang pecah. Apabila daerah perairan
sudah terlindungi secara alami, misalnya berada di selat, teluk, muara sungai,
maka tidak diperlukan pemecahan gelombang.
2. Alur pelayaran, yang berfungsi untuk mengarah kapal-kapal yang akan
keluar/masuk kepalabuhan. Alus pelayaran harus mempunyai kedalaman dan
lebar yang cukup untuk bisa lalui kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.

17
Apabila laut dangkal maka harus dilakukan pengerukan untuk mendapatkan
kedalaman yang di perlukan.
3. Kolam pelabuhan, merupakan daerah perairan di mana kapal berlabuh untuk
melakukan bongkar muat, melakukan gerakan untuk memutar (di kolam
putar), dsb. Kolam pelabuhan harus terlindung dari gangguan gelombang dan
mempunyai kedalaman yang cukup. Di laut yang dangkal diperlukan
pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang direncanakan

Gambar 2.1 Bangunan dan Pelabuhan


4. Dermaga, adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya
kapal dan menambatkannya pada waktu bongkar muat barang. Ada dua
macam dermaga yaitu yang berada di garis pantai dan sejajar dengan pantai
yang disebut wharf dan yang menjorok (tegak lurus) pantai disebut pier atau
jetty. Pada pelabuhan barang, di belakang dermaga harus terdapat halaman
yang cukup luas untuk menempatkan barang-barang selama menunggu
pengapalan atau angkutan ke darat. Dermaga ini juga dilengkapi dengan kran
atau alat bongkar-muat lainnya untuk mengangkut barang dari dan ke kapal.
5. Alat penambat, digunakan untuk menambatkan kapal pada waktu merapat di
dermaga maupun menunggu di perairan sebelum bisa merapat ke dermaga.
Alat penambat bisa diletakkan di dermaga atau di perairan yang bcrupa
pelampung penambat. Pelampung penambat ditempatkan di dalam dan di luar

18
perairan pelabuhan. Bentuk lain dari pelampung penambat adalah dolphin
yang terbuat dari tiang-tiang yang dipancang dan dilengkapi dengan alat
penambat.
6. Gudang lini I dan lapangan penumpukan terbuka, yang terletak di belakang
dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus menunggu pengapalan
atau yang dibongkar dari kapal sebelum dikirim ke tempat tujuan. Gudang lini
I digunakan untuk menyimpan barangbarang yang mudah rusak, mudah
hilang dan barang berharga yang memeriukan perlindungan terhadap cuaca
dan hujan. Sedang lapangan penumpukan terbuka digunakan untuk
menyimpan barang-barang besar, berat (mesin, besi, pipa, dll) yang tidak
mudah hilang dan rusak akibat cuaca dan hujan. Untuk barang-barang yang
mengganggu, berbahaya, mudah terbakar, beracun, mudah meledak dan lain-
lain harus ditumpuk di gudang khusus, bahkan terhadap barang berbahaya
kelas 1 (bahan peledak), harus langsung dikeluarkan dari daerah kerja
pelabuhan.
7. Gedung terminal untuk keperluan administrasi.
8. Fasilitas bahan bakar untuk kapal.
9. Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lain yang diperlukan
untuk membawa kapal masuk/keluar pelabuhan. Untuk kapalkapal besar,
keluar/masuknya kapal dari/ke pelabuhan tidak boleh dengan kekuatan
(mesin) nya sendiri, sebab perputaran baling-baling kapal dapat menimbulkan
gelombang yang akan mengganggu kapalkapal yang sedang melakukan
bongkar muat barang. Untuk itu kapal harus dihela oleh kapal tunda, yaitu
kapal kecil bertenaga besar yang dirancang khusus untuk menunda kapal.
10. Peraiatan bongkar muat barang seperti kran darat (gantry crane), kran apung,
kendaraan untuk mengangkat/memindahkan barang seperti forklift, straddle
carrier, sidelift truck, dsb.
11. Fasilitas-fasilitas lain untuk keperluan penumpang, anak buah kapal dan
muatan kapal seperti terminal penumpang, ruang tunggu, karantina, bea cukai,
imigrasi, dokter pelabuhan, keamanan, dsb.

2.4 Pemilihan Lokasi Pelabuhan

Pemilihan lokasi rencana pelabuhan dilakukan dengan memperhatikan kondisi


fisik lokasi yang meliputi 1) aksesibilitas (kondisi jalan menuju lokasi), 2) daerah
pengaruh (hinterland), 3) ketersediaan lahan, 4) kondisi oseanografi, dan 5) fasilitas

19
pendukung. Pemilihan lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan berbagai faktor
tersebut. Tetapi biasanya tidak semua faktor bisa terpenuhi, sehingga diperlukan
suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal.
1) Aksesibilitas

Suatu pelabuhan akan dapat berkembang dengan baik apabila lokasi tersebut
terhubung dengan jaringan jalan atau saluran transportasi air dengan daerah di
sekitarnya, sehingga muatan (barang dan penumpang) dapat diangkut ke dan dari
pelabuhan dengan mudah dan cepat. Kondisi jalan yang baik, lebar, datar dan dekat
dengan lokasi pelabuhan memungkinkan hubungan yang lancar dengan kota-kota di
sekitamya.
2) Daerah pengaruh

Pelabuhan yang mempunyai daerah pengaruh subur dengan populasi


penduduk cukup padat dan dekat dengan kota-kota besar di sekitarnya akan dapat
berkembang dengan baik. Masyarakat dan industri akan mudah memanfaatkan
keberadaan pelabuhan, baik untuk angkutan penumpang, barang maupun komoditi
lainnya.
3) Ketersediaan lahan

Ketersediaan lahan yang cukup luas baik di perairan maupun daratan, akan
dapat menampung fasilitas-fasilitas pendukung pelabuhan. Tinjauan daerah perairan
menyangkut luas perairan yang diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar (turning
basin), penambatan dan tempat berlabuh. Daerah daratan juga harus cukup luas untuk
bisa mengantisipasi perkembangan di daerah sekitar pelabuhan, seperti
pengembangan industri dan kegiatan lainnya. Keadaan topografi daratan dan bawah
laut harus memungkinkan untuk membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan
untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk
membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah
industri. Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal
untuk memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai
tersebut. Daerah yang akan digunakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai
kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke pelabuhan. Selain
keadaan tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya
melakukan pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan hasil
pengerukan tersebut untuk menimbun tempat lain.
4) Hidrooseanografi

20
Perairan pelabuhan harus tenang terhadap serangan gelombang dan terhindar
dari sedimentasi. Untuk itu sedapat mungkin pelabuhan berada di perairan yang
terlindung secara alami dari pengaruh gelombang seperti di perairan yang terlindung
oleh pulau, di teluk, di sungai/estuari. Namun apabila hal ini tidak memungkinkan,
pelabuhditempatkan di pantai terbuka dengan membuat pemecah gelombang, dengan
konsekuensi biaya pembangunan menjadi lebih mahal.
Pemecah gelombang merupakan fasilitas pelabuhan yang sangat/ paling mahal.
5) Fasilitas pendukung

Keberadaan fasilitas pendukung pelabuhan yang telah ada di lokasi pelanuhan


seperti air bersih, listrik dan komunikasi. Dengan memperhatikan berbagai faktor
yang mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan tersebut akan dapat diketahui
apakah suatu lokasi layak dibangun suatu pelabuhan. Perlu diketahui kelayakan
pelabuhan tersebut dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini.
1) Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan, termasuk
pengerukan pertama yang harus dilakukan.
2) Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan
kolam pelabuhan.
3) Penghasilan dari pelabuhan untuk dapat mengembalikan biaya investasi yang
telah dikeluarkan dan biaya operasional dan pemeliharaan pelabuhan.
4) Manfaat dari pelabuhan tersebut terhadap perkembangan daerah pengaruh.

2.4 Tinjauan Hidro-oseanografi Terhadap Bentuk Pelabuhan

Kondisi hidro-oseanografi sangat penting di dalam menentukan tata letak


suatu pelabuhan. Kondisi hidroseanografi yang ditinjau meliputi gelombang, arus,
sedimentasi dan pengaruhnya terhadap gerak kapal yang masuk ke pelabuhan.
Pelabuhan harus bisa memberi kemudahan dan keamanan bagi kapal-kapal yang
masuk dan keluar ke dan dari pelabuhan. Perairan pelabuhan harus tenang terhadap
gangguan gelombang dan arus sehingga kapal dapat melakukan berbagai kegiatan
seperti bongkar muat barang, menaik-turunkan penumpang dengan lancar dan aman.
Tata letak pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi bisa
diminimalkan atau bahkan ditiadakan. Berikut ini diberikan lebih rinci beberapa
tinjauan dalam menentukan tata letak pelabuhan.

2.4.1. Tinjauan Pelayaran

21
Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan
menggunakannya. Kapal yang berlayar dipengaruhi oleh faktorfaktor alam seperti
angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada
badan kapal. Faktor tersebut semakin besar apabila pelabuhan terletak di pantai yang
terbuka ke laut, dan sebaliknya pengaruhnya berkurang pada pelabuhan yang terletak
di daerah yang terlindung secara alami. Pada umumnya gelombang, angin dan arus
mempunyai arah tertentu yang dominan. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang
memasuki pelabuhan tidak mengalami dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal.
Demikian juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus memasuki pelabuhan pada arah
sejajar dengan arah angin dominan. Gelombang yang mempunyai amplitudo besar
akan menyebabkan diperlukannya kedalaman alur pelayaran yang lebih besar, karena
pada keadaan tersebut kapal-kapal berosilasi (bergoyang naik turun sesuai dengan
fluktuasi muka air).
Gambar 2.2. menunjukkan tata letak pemecah gelombang dan alur pelayaran
terhadap arah gelombang dan angin dominan. Pada Gambar 2.2.a. kapal yang akan
masuk ke pelabuhan menerima tiupan angin dan serangan gelombang dominan pada
sisi badan kapal. Gaya-gaya tersebut akan dapat mendorong kapal ke arah samping
sehingga dapat bahayakan kapal yang melewati ujung pemecah gelombang. Pada
Gambar 2.2.b, gaya gelombang dan angin yang bekerja pada buritan kapal tidak
sebesar pada Gambar 2.2.a. Gerak kapal ketika masuk dan keluar pelabuhan tidak
sesulit pada tata letak pelabuhan seperti dalam Gambar 2.2.a. Dapat disimpulkan
bahwa ditinjau dari sisi pelayaran atau olah gerak {manoeuvre ) kapal, tata letak
pemecah gelombang pada Gambar 2.2.b lebih baik daripada Gambar 2.2.a.

22
Gambar 2.2 Pengaruh arah gelombang terhadap manuver kapal

2.4.2. Tinjauan Gelombang

Perairan pelabuhan harus tenang terhadap gangguan gelombang supaya


kapal dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang dan menaik-turunkan
penumpang. Mulut pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
gelombang tidak langsung masuk ke perairan pelabuhan. Seperti ditun jukkan dalam
Gambar 2.3.a, mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah datang gelombang,
sehingga gelombang tidak langsung masuk ke perairan pelabuhan. Dengan demikian
perairan pelabuhan bisa tenang. Berbeda dengan Gambar 2.3.b, di mana mulut
pelabuhan menghadap arah datang gelombang. Pada kondisi ini gelombang bisa
langsung masuk ke perairan pelabuhan, sehingga perairan pelabuhan tidak tenang
terhadap gelombang. Di kolam pelabuhan yang tidak tenang, kapal sulit untuk
melakukan kegiatan bongkar-muat barang. Dapat disimpulkan bahwa dari tinjauan
gelombang, tata letak pemecah gelombang seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.3.a
adalah lebih baik dibandingkan Gambar 2.3.

23
Gambar 2.3 Pengaruh arah gelombang terhadap ketenangan pelabuhan

2.4.3. Tinjauan Sedimentasi

Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di


daerah perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan ini dapat
dilakukan pada waktu membangun pelabuhan maupun selama perawatan. Pengerukan
selama perawatan harus sedikit mungkin.
Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi
harus sesedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Oleh karena itu, pelabuhan harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi sesedikit mungkin.
Angkutan sedimen sepanjang pantai dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
Gelombang yang datang dari laut dalam menuju pantai akan pecah pada
kedalaman tertentu Jb (Gambar 2.4). Pada saat gelombang pecah akan terjadi
limpasan energi gelombang yang dapat mengerosi sedimen dasar laut. Apabila
gelombang pecah tersebut membentuk sudut terhadap garis pantai ( otA ), komponen
energi gelombang searah panjang pantai akan menyebabkan arus sepanjang pantai.
Arus ini akan membawa sedimen yang tererosi dalam arah sejajar pantai, sehingga
terjadi angkutan sedimen sepanjang pantai ( Qs).

24
Gambar 2.4 Terbentuknya angkutan sedimen sepanjang pantai
Apabila di pantai tersebut dibangun pelabuhan, maka pemecah gelombang
akan menghalangi transpor sedimen sepanjang pantai. Sedimen yang terhalang
tersebut akan mengendap di sebelah hulu (terhadap arah angkutan sedimen) pemecah
gelombang, sedang di hilimya terjadi erosi. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.5.,
angkutan sedimen sepanjang pantai (Qs) yang bergerak dari kiri ke kanan akan
terhalang oleh pemecah gelombang, sehingga sedimen tersebut akan mengendap di
sebelah kiri pemecah gelombang. Terjadi perubahan bentuk garis pantai. Garis pantai
akan maju ke arah laut. Apabila majunya garis pantai cukup besar, endapan bisa
mencapai ujung pemecah gelombang, dan angkutan sedimen sepanjang pantai yang
terus terjadi akan bisa mengendap di alur pelayaran.
Tata letak pemecah gelombang direncanakan dengan memperhatikan
angkutan sedimen sepanjang pantai. Pada Gambar 2.5.b, di mana mulut pelabuhan
menghadap arah gelombang dominan, angkutan sedimen sepanjang pantai akan
mudah masuk ke alur pelayaran dan perairan pelabuhan, sehingga di lokasi tersebut
akan terjadi sedimentasi. Sementara pada Gambar 2.5.a di mana pemecah gelombang
sisi kiri lebih panjang, sedimen lebih sulit atau memerlukan waktu lebih lama untuk
bisa mencapai alur pelayaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari

25
tinjauan sedimentasi bentuk tata letak pelabuhan seperti pada Gambar 2.5.a lebih baik
daripada Gambar 2.5.b.

Gambar 2.5 Pengaruh arah gelombang terhadap sedimentasi


Sedimentasi merupakan masalah serius dalam pengelolaan pelabuhan.
Pengerukan yang harus dilakukan membutuhkan biaya yang sangat besar. Berikut ini
diberikan contoh masalah sedimentasi di pelabuhan Pulau Bai Bengkulu, yang
terletak di pantai barat Sumatera (Gambar 2.6). Gelombang di Samudra Indonesia
besar dan membentuk sudut terhadap garis pantai. Seperti telah dijelaskan di depan,
pada saat gelombang tersebut pecah terjadi arus sepanjang pantai yang mengangkut
pasir pantai dalam bentuk traspor sedimen sepanjang pantai. Sedimen yang bergerak
sepanjang pantai tersebut akan terhalang oleh pemecah gelombang dan mengendap di
daerah tersebut. Karena pemecah gelombang kurang panjang maka ruang
pengendapan tersebut cepat penuh dan transport sedimen yang terus terjadi akhimya
melintasi pemecah gelombang dan sebagian masuk ke alur pelayaran dan perairan
pelabuhan. Diperlukan pengerukan sedimen secara periodik yang membutuhkan
biaya sangat besar.
Penanggulangan pengendapan dapat dilakukan dengan menambah panjang pemecah
gelombang dan membuat groin di sepanjang pantai sebelah kiri pelabuhan.

26
Mengingat pembuatan bangunan-bangunan tersebut mahal maka cara lain adalah
dengan melakukan pengerukan

Gambar 2.6 Pelabuhan Pulai Bai Bengkulu


Untuk mengurangi masalah sedimentasi di pelabuhan, maka tata letak
pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga sedimen sulit masuk ke
perairan pelabuhan (Gambar 2.6). Dalam Gambar 2.6.a. mulut pelabuhan dibuat tidak
menghadap ke arah transpor sedimen sepanjang pantai. Sedimen yang bergerak ke
kiri terhalang oleh pemecah gelombang dan mengendap di tempat tersebut. Dalam
Gambar 2.6.b. sedimen suspensi dari sangai menyebar di pantai. Apabila terjadi arus
dari kanan sedimen tersebut akan terbawa ke kiri. Apabila mulut pelabuhan
menghadap ke kanan sedimen akan mudah masuk ke pelabuhan dan menyebabkan
terjadinya sedimentasi. Karena sifat sedimen suspensi yang mudah terbawa arus,
maka sedimen tersebut masih bisa masuk ke pelabuhan, meskipun mulut pelabuhan
telah dibuat menghadap ke kiri, tetapi jumlahnya lebih sedikit dibanding apabila
mulut menghadap ke kanan.

27
Gambar 2.7 Pengaruh sedimen terhadap pemecah gelombang
Perlu ditambahkan di sini bahwa di dalam pembangunan pelabuhan, ujung
pemecah gelombang harus berada di luar lokasi gelombang pecah. Di lokasi
gelombang pecah terjadi limpasan energi gelombang yang sangat kuat sehingga
menyebabkan turbulensi yang sangat besar. Pada saat masuk ke mulut pelabuhan
kapal harus dapat bergerak dengan tenang, tidak terganggu oleh turbulensi dan
hantaman gelombang pecah. Dengan membuat mulut pemecah gelombang berada di
luar lokasi gelombang pecah, di mana pada lokasi tersebut kondisi air tenang,
makakapal akan mudah masuk ke mulut pelabuhan.
Apabila mulut pelabuhan pada atau di dalam lokasi gelombang pecah,
ketika akan masuk ke mulut pelabuhan kapal akan terhempas oleh gelombang pecah
yang dapat membahayakan stabilitasnya dan mendo- 4 rong kapal yang bisa
menyebabkan benturan dengan pemecah gelombang. Gambar 2.8. menunjukkan
kondisi tersebut.

28
Gambar 2.8 Gelombang pecah bisa membahayakan gerak kapal
2.4.4. Penentuan Tata Letak Pemecah Gelombang

Telah dijelaskan di depan bahwa arah gelombang dan angin dominan


sangat menentukan tata letak palabuhan. Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan
bahwa kapal-kapal yang masuk ke mulut pelabuhan tidak menerima serangan
gelombang dan angin pada sisi kapal yang dapat membahayakan gerak kapal.
Ditinjau dari sisi pelayaran, mulut pemecah gelombang sebaiknya menghadap arah
datangnya gelombang. Namun mulut pelabuhan yang menghadap arah datangnya
gelombang akan menyebabkan masuknya energi gelombang yang besar ke
pelabuhan, sehingga mengganggu kapal yang sedang bongkar muat barang. Demikian
juga mulut pelabuhan yang menghadap datang gelombang dan arah arus sepanjang
pantai juga akan menyebabkan sedimentasi di pelabuhan. Oleh karena itu harus
diambil kompromi sehingga didapat pelabuhan yang an dal dan memungkinkan
kapal-kapal dapat berlabuh dengan mudah dan aman, namun juga pelabuhan tidak
banyak mengalami sedimentasi. Berbagai tinjauan tersebut disajikan dalam Tabel 2.1.
dari pertimbangan tersebut dipilih tata letak pelabuhan dengan mulut pelabuhan tidak
menghadap arah datang gelombang. Untuk memudahkan pelayaran kapal, mulut
pelabuhan dibuat lebih lebar

29
Tabel 2.1. Pertimbangan pemilihan tata letak

*Gambar 2.2., 2.3., dan 2.5


2.5 Tata Letak Fasilitas Pelabuhan

Dalam sub bab sebelumnya telah dijelaskan persyaratan dan fasilitas yang
diperlukan oleh suatu pelabuhan. Penentuan tata letak fasilitas pelabuhan tergantung
pada beberapa faktor, di antaranya adalah angin, gelombang, arus, kondisi geografis,
jumlah dan ukuran kapal yang akan menggunakan pelabuhan, dan penggunaan kapal
tunda untuk membantu gerak kapal. Pelabuhan yang direncanakan harus seefektif dan
seefisien mungkin sedemikian sehingga biaya pembangunan seminimal mungkin,
tetapi masih memungkinkan pengoperasian kapal dengan mudah dan aman.
Pelabuhan juga dimungkinkan untuk dapat berkembang di masa yang akan datang.
Pembangunan pelabuhan di perairan yang terlindung secara alami dapat mengurangi
biaya pembangunannya karena tidak memerlukan pemecah gelombang yang sangat
mahal.
Gambar 2.10. adalah contoh beberapa bentuk tata letak fasilitas pelabuhan.
Gambar lO.a. menunjukkan perairan yang tenang terhadap gangguan gelombang
karena terlindung oleh pulau, yang dimanfaatkan sebagai pelabuhan. Fasilitas
pelabuhan terdiri dari dermaga dan alur pelayaran yang diperlebar di depan dermaga
untuk memungkinkan gerak berputamya kapal. Pelabuhan ini dibuat dengan
mengeruk alur pada perairan dangkal. Karena pelabuhan terlindung secara alami oleh
suatu pulau, maka tidak diperlukan pemecah gelombang. Contoh dari pelabuhan.
Tipe ini adalah Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap yang teriindung oleh Pulau
Nusakambangan dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang teriindung oleh Pulau
Madura. Pelabuhan yang memanfaatkan perairan tenang secara alami juga dapat
dibangun di sungai atau muara sungai. Perairan di muara sungai tidak terganggu oleh
gelombang, namun di muara sungai terdapat arus sungai cukup besar terutama pada
waktu banjir. Contoh pelabuhan di sungai adalah Pelabuhan Belawan-Medan,
Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Pontianak, dsb.
Gambar 2.10.b. adalah pelabuhan yang berada di suatu teluk. Perairan di teluk
relatif tenang dibanding dengan di laut terbuka. Namun pada saat air pasang dan

30
gelombang datang dari arah tegak lurus teluk, gelombang di perairan masih cukup
besar. Untuk mengurangi gangguan gelombang dibangun pemecah gelombang pada
salah satu sisi tebing. Alur pelayaran dibuat pada sisi tebing lainnya. Pengerukan
dilakukan pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan untuk memungkinkan kapal
dapat masuk ke pelabuhan dengan aman. Kolam putar dibuat untuk memungkinkan
kapal merubah arah. Dermaga dibangun pada tepi garis pantai. Contoh pelabuhan tipe
ini adalah beberapa pelabuhan di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang merupakan pantai berkarang dengan banyak teluk,
seperti Pelabuhan Perikanan Sadeng di DIY, Pelabuhan Perikanan Prigi di Jawa
Timur.
Gambar 2.10.C. adalah bentuk pelabuhan dengan daerah perairan yang
dilindungi oleh dua buah pemecah gelombang. Untuk memudahkan kapal berubah
arah, dibuat kolam putar berbentuk lingkaran. Pada pelabuhan besar yang
memungkinkan kapal dapat merubah arah dengan mudah , jari-jari kolam putar
adalah sama dengan dua kali panjang kapal terbesar. Beberapa contoh pelabuhan tipe
ini diantaranya adalah Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Mas
Semarang.
Gambar 2.10.d. adalah pelabuhan yang dibangun dengan melakukan
pengerukan di darat untuk kolam pelabuhan. Untuk melindungi alur pelayaran dan
perairan pelabuhan dari gangguan gelombang, dibuat pemecah gelombang. Pelabuhan
tipe ini dipilih untuk mengurangi Panjang pemecah gelombang yang sangat mahal,
terutama di laut dengan gelombang sangat besar. Namun diperlukan pengerukan
lahan untuk kolam pelabuhan. contoh pelabuhan tipe ini adalah Pelabuhan Perikanan
Samudra Cilacap.

31
Gambar 2.10. a) Pelabuhan di perairan teriindung pulau, b) pelabuhan di teluk, c)
pelabuhan di laut terbuka. 1. Garis pantai asli, 2. Pemecah gelombang, 3. Alur
pelayaran, 4. Perairan pelabuhan, 5. Dermaga, 6. Pulau.

32
Gambar 2.10 d) Pelabuhan dengan kolam pelabuhan di darat
2.6 Mulut Pelabuhan

Pemecah gelombang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan


terhadap gangguan gelombang. Kapal masuk dan keluar ke dari pelabuhan melalui
mulut pelabuhan. Tata letak dan lebar mulut pelabuhan harus direncanakan dengan
cermat yang memungkinkan kapal dapat masuk ke palabuhan dengan mudah dan
aman. Seperti telah diberikandalam Sub Bab 2.4. Tata letak mulut pelabuhan
ditentukan berdasar tinjauan kemudahan pelayaran, ketenangan perairan terhadap
gangguan gelombang, dan pengaruh sedimentasi; seperti telah dijelaskan dalam Sub
Bab 2.4. Untuk kemudahan pelayaran, lebar alur dibuat menghadap langsung ke laut
dan cukup lebar serta arah angin dan gelombang dominan tidak mengenai sisi
samping kapal (angin dan gelombang melintang). Di sisi lain, semakin kecil lebar
mulut pelabuhan, ketenangan di perairan akan semakin baik. Diperlukan kompromi
untuk menentukan tata letak mulut pelabuhan yang memungkinkan ketenangan di
perairan lebih terjamin dan terhindar dari sedimentasi. Pada kondisi di mana tidak
mungkin menghindari angin dan gelombang melintang, maka pemecah gelombang di
sisi yang menghadap arah angin dan gelombang dapat diperpanjang sepanjang satu
kali panjang kapal rencana. Dengan demikian ketika kapal melewati mulut pelabuhan
telah terlindung dari angin dan gelombang melintang. Mulut pelabuhan juga harus
berada di luar lokasi gelombang pecah. Apabila mulut pelabuhan berada di daerah
gelombang pecah {surfzone ) akan menyulitkan gerak kapal karena terdorong oleh
hempasan gelombang pecah.

33
Gelombang dari laut dalam akan masuk ke pelabuhan melalui mulut pelabuhan.
Dalam perjalanannya masuk ke pelabuhan, tinggi gelombang berkurang secara
berangsur-angsur karena adanya proses difraksi, yaitu menyebamya energi
gelombang ke seluruh lebar daerah perairan pelabuhan. Tinggi gelombang di kolam
pelabuhan dapat dihitung dengan rumus Stevenson, yang mempunyai bentuk :

dengan :
B p : tinggi gelombang di titik P di dalam pelabuhan (m).
H : tinggi gelombang di mulut pelabuhan (m).
b : lebar mulut (m)
B : lebar kolam pelabuhan di titik P, yaitu panjang busur lingkaran dengan jari-jari D
dan pusat pada titik tengah mulut (m).
D : jarak dari mulut ke titik P.
Persamaan tersebut tidak berlaku pada titik yang berjarak kurang dari 15 m
dari mulut.

Gambar 2.14 Penjelasan rumus Stevenson (Quinn A.Def., 1972)

34
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PELABUHAN
3.1 Umum
Dalam perencanaan dan pelaksanaan pelabuhan banyak faktor yang harus
diperhitungkan agar perencanaan yang dibuat efektif dan efisien. Faktor-faktor yang
akan menghasil gaya-gaya antara lain angin yang dalam perhitungannya nanti
ditentukan sesuai dengan peraturan muatan Indonesia, ombak yang ditentukan
berdasarkan; karakter (sifat) ombak yang terutama pada daerah basin pelabuhan dan
juga pada waterway, ombak yang ekstrem seperti gelombang, arus-arus ekstrim
(sangat kuat) dan terutama sekali harus diberikan perhatian pada persimpangan
arusarus dijalur pelayaran dan pada jalur masuk, gempa bumi, dalam mendisain
pelabuhan dan fasilitas-fasilitasnya pengaruh gempa harus diperhitungkan sedemikian
rupa sehingga fasilitas-fasilitas tersebut akan dapat menahan/ mencegah gempa
dengan sempurna sesuai dengan peraturan Muatan Gempa Indonesia, kemudiaan
pasang surut terutama sekali gaya-gaya hasil goncangan (naik turunnya) permukaan
air laut yang besar harus diperhitungkan serta gaya-gaya lain yang mempengaruhi
perencanaan dan keamanan dari konstruksi harus diperhatikan. Demikian juga halnya
pada Meteorology, Thopografhy, Oceanografhy, Geologhy, Geomorphology dan
Hidraulik dan yang paling penting adalah gaya-gaya kapal, dimensi kapal yang sangat
berpengaruh dalam desain pelabuhan. Air laut mengandung beberapa macam garam,
dengan diketahuinya variasi kadar garam dibeberapa tempat di laut, maka diketahui
pula arah pergerakan arus. Berat jenis air laut 1,03 sedang berat jenis air 1,00, maka
dapat ditentukan draft (sarat) kapal yaitu garis muatan maksimum kapal. Misal draft
untuk di laut 7,50 meter maka draft untuk di air tawar 7,70 meter. Air laut juga
mengandung benda-benda kecil dari zat padat seperti lumpur atau pasir yang
menyebabkan endapan/sedimen. Banyaknya sidemen/endapan menentukan harga
pelabuhan, makin banyak dikeruk makin mahal.
3.2 Ekologi Pantai (Coastal Ecology)
Coastal engineering adalah suatu ilmu teknologi mengenai penerapan
pengaruh angin, arus, gelombang terhadap kondisi fisik, perencanaan selanjutnya
berusaha mengendalikan gaya-gaya tersebut untuk tujuan pelaksanaan pembangunan
pelabuhan. Dalam kaitannya dengan coastal engineering, pemecahan dapat dibedakan
menjadi coastal structures, coastal sediments dan coastal hydraulics. Diagram

35
memperlihatkan hubungan ketiga unsur tersebut dalam masalah coastal ekologi yang
diperlihatkan dalam gambar 3.1

Gambar 3.1 Ekologi Pantai (Coastal ecology)

Coastal area meliputi daerah pantai (shore) dan daerah dimana gelombang
pecah atau surf zona. Daerah di luar coastal area kearah laut disebut off shore atau
lepas pantai (lihat Gambar 3.2). Off shore menjadi semakin penting dengan
ditemukannya sumber-sumber kekayaan alam, salah satunya sumber minyak lepas
pantai. Yang sudah barang tentu harus dibangun fasilitas-fasilitas untuk menunjang
bongkar-muat minyak tersebut seperti misalnya dermaga dan fasilitas-fasilitas
pelabuhan yang lainnya. Bagian daratan pada daerah air tinggi dan air rendah disebut
pantai atau shore. Dasar laut yang merupakan lanjutan dari daratan dengan kedalaman
kurang dari 200 meter, diukur dari kedudukan air rendah disebut landasan kontinem
atau continental shelf

Gambar 3.2 Bentuk pantai pada umumnya


3.3 FaktorAngin dan Pengaruhnya

36
3.8.1. Pengertian Angin
Angin adalah perpindahan arus udara dari tempat dengan tekanan udara tinggi
ketempat-tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah. Sirkulasi udara yang kira-
kira sejajar dengan permukaan bumi kita ketahui sebagai angin. Pada umumnya
perbedaan tekanan udara disebabkan karena tidak meratanya temperature atau suhu.
Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer yaitu bila udara
panas, kepadatannya (density) menjadi berkurang, udara bergerak naik dan
kemudiaan digantikan oleh udara yang lebih dingin demikian seterusnya. Perubahan
temperatur atmosphir disebabkan oleh perbedaan penyerapan panas sehingga akibat
dari hal tersebut diketahui berbagai jenis angin yang antara lain adalah :
1. Angin darat dan angin laut
Angin darat dan angin laut dihasilkan oleh perbedaan penyerapan panasmoleh
permukaan tanah (daratan) dibandingkan dengan air (laut). Secara popular
diketahui bahwa daratan atau tanah cepat menjadi panas dan cepat menjadi dingin
sebaliknya air lebih lambat menjadi panas dan lebih lambat menjadi dingin. Inilah
yang dapat menerangkan bahwa pada siang hari angin menghebus dari laut ke
daratan yang disebut angin laut. Pada waktu malam hari laut lebih panas dari
daratan dan dengan demikian timbul angina dari darat ke laut yang disebut angin
darat. Angin-angin ini adalah angina lokal dan akan timbul setiap hari.
2. Angin Gunung, Angin Lembah, Angin Lereng, Angin Kompensasi
Angin gunung dan angin lembah sama seperti di atas yaitu dihasilkan oleh
perbedaan penyerapan panas antara gunung-gunung dibandingkan dengan
lembah-lembah. Seperti diketahui bahwa gunung lebih cepat menjadi panas dan
lebih cepat menjadi dingin. Sebaliknya lembah lebih lambat menjadi panas dan
lebih lambat menjadi dingin. Hal ini disebabkan oleh karena aliran udara yang
terjadi pada daerah pegunungan disebabkan oleh karena pada siang puncak
gunung lebih dahulu mendapatkan penyinaran lebih banyak dari pada lembah-
lembahnya maka terjadilah angin lembah. Sebaliknya pada malam hari tempertur
puncak lebih dingin dari pada dilembah, maka terjadilah angin gunung. Akibat
adanya penyinaran lereng-lereng gunung menjadi lebih panas dan tekanan
atmosfer menjadi berbeda pada tinggi yang sama sehingga menjadi angin lereng.
Angin Kompensasi (jatuh) terjadi pada pegunungan yang tinggi sekali yang
disebabkan oleh udara akibat sengatan matahari. Pada siang hari udara bergerak
melalui lereng ke puncak. Karena pada malam hari udara dibagian atas dapat

37
cepat menjadi dingin menyebabkan tekanannya cepat pula menaik. Aliran udara
yang mendatar beredar ke lembah disebut dengan angin kompensasi.
3. Angin Musim (Monsoon)
Angin musim ini disebabkan oleh karena adanya angin musim dingin dan angin
musim panas. Pada saat benua Australia musim panas maka pada bagian daratan
di Asia terjadi musim dingin. Jadi tekanan udara di atas Asia lebih di bandingkan
Australia sedang lapisan udara di daratan Australia seolah-olah menghisap semua
udara disekelilingnya, bahkan sampai melewati equator di mana angin Pasat
Timur Laut bertiup.disebabkan sifat menghisap yang sangat keras ini, maka Pasat
Timur Laut disebut dibelokan hamper 90o sedemikian sehingga mengarah
menjadi Angin Barat Laut dan sebelah pada lintang 20o menjadi angin barat
sehingga angin mengarah menjadi angin barat laut dan sebaliknya menjadi angin
barat daya. Pengaruh angin musim ini menyebabkan musim hujan dan musim
kemarau di Indonesia dan populer disebut dengan angin musim atau angin
Muson.
3.8.2. Pengaruh Angin Terhadap Perencanaan Pelabuhan
Pengetahuan tentang angin sangat penting sekali untuk perencanaan
pelabuhan. Karena arah angin menentukan arah dan letak penangkis gelombang dan
juga arah dan letak pintu pelabuhan. Hal ini dikarenakan angin berpengaruh pada
gerakan atau manuver kapal dalam pelayaran khususnya disekitar pelabuhan terutama
pendekatan kapal pada mulut pelabuhan. Disamping itu angin adalah salah satu
penyebab adanya gelombang, dimana gelombang ini juga akan mengganggu baik
pada konstruksi bangunan maupun kapalnya. Penyelidikan angin memerlukan waktu
yang lama minimal 3-5 tahun berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik.
Dalam penyelidikannya mengenai angin ini, hal-hal yang perlu kita selidiki atau sifat-
sifat angina yang perlu diketahui untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
pelabuhan adalah :
a. Arah angin (wind direction)
b. Kecepatan Angin (wind speed)
c. Kekuatan Angin,
d. Lamanya angin bertiup (duration).

1. Arah Angin
Arah angin dapat dilihat dengan menggunakan kantong angin atau panah.

38
Gambar 3.3 Kantong Angin
2. Kecepatan Angin
Kecepatan diukur dengan anemometer, yang terdiri dari 4 mangkok, yang
dipasang pada 4 batang. Lamanya angin meniup, dengan menggunakan alat yang
mencatat sendiri atau self registering aparatus maka dapat dicatat kecepatan angin
selama satu periode (minggu, hari, jam). Pada suatu daerah, besaran angin diukur
berdasarkan kecepatan (itensitas) dan jumlah banyaknya pada suatu periode
tertentu (frekuensi). Intensitas/ kecepatan angin diukur dengan dimensi meter per
detik atau Km per jam ataupun mil per jam.

Gambar 3.4 Anemometer untuk menghitung kecepatan angin

Berdasarkan observasi, arah, frekuensi dan intensitas dari angin pada suatu lokasi dan
periode waktu tertentu digambarkan seperti wind rose yang diilustrasikan dalam
gambar 2.5, 2.6, dan Gambar 2.7. Kekutan angin diklasifikasikan sesuai dengan skala

39
yang ditetapkan oleh Admiral Beaufort. Seperti diketahui intensitas range berjumlah
13, yaitu 0 sampai 12. Setiap nomor mewakili perkiraan kecepatan angin yang
berhembus dan diskripsi umum dari intensitas. Berdasarkan pengamatan Beaufort,
maka disusun skala intensitas dari 1 sampai dengan 12 yang umumnya menyebut
sebagai “skala Beaufort” seperti terlihat pada table 2.1.
Tabel 3.1 Skala BEAUFORT (Beaufort Wind Scale)

Tekanan angin tergantung luas angin yang bertiup yang sesuai dengan rumus :
p = c. V2........................................................................3.1
dimana
c = konstanta yang biasanya diambil 0,00256
V = Kecepatan angin berhembus (mil/jam)
p = Gaya (tekanan) angin (lb/ft)
Total tekanan angin tergantung pada keamanan konstruksi, oleh karena itu tekanan
angin biasanya dikalikan faktor angka keamanan antara 1,3 sampai 1,6. Dalam buku
Peraturan Muatan Indonesia 1970 atau NI-18 besarnya tekanan muatan ini
dinyatakan:

…………………..………………………..3.2
dimana
p = tekanan tiup (kg/m2)

40
V = kecepatan angin (m/det)
Untuk suatu lokasi, maka kecepatan ini di observasi, kemudian berdasarkan
observasi-observasi digambarkan sebagai frekuensi-frekuensi angin (Gambar
2.5, 2.6, 2.7).
Pengamatan sifat-sifat angin dalam suatu periode tertentu harus diolah dan
disimpulkan dalam suatu diagram yang dapat menunjukan keadaan angin sepanjang
tahun. Biasanya data dibuat selama lima tahun berturutturut tiap tahun dibuatkan
tabel untuk mengetahui besar dan arah angina tersebut yang dinyatakan dalam %.
Contoh data angin yang dibuat dalam tabel :
Tabel 3.2 Prosentase arah angin yang bertiup menurut arah mata angina dalam
1 (satu) tahun

Dan kemudiaan disimpulkan dalam suatu diagram yang dapat menunjukan keadaan
angin sepanjang tahun seperti Gambar 2.5. Contoh-contoh Gambar Wind Roose yang
digambar dengan cara yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 3.5 Wind Roose dari Tabel 3.2

41
Gambar 3.6 Tipikal Wind Roose
3.5 Faktor Kedalaman Air
3.4.1. Pengertian
Kedalaman air laut di daerah pelabuhan diketahui dari kondisi konturnya.
Sedangkan kedalaman yang dibutuhkan pada suatu pelabuhan tergantung dari ukuran
kapal terbesar yang direncanakan akan bertambat dan melakukan bongkar muat. Jadi
kedalaman air laut yang dibutuhkan harus mampu menerima kapal terbesar yang
menggunakan fasilitas pelabuhan. Sedangkan luas wilayah dengan kedalaman yang
dibutuhkan tersebut harus mampu pula melayani manuver kapal yang akan membelok
ataupun sebagai penampungan/parkir sementara, menunggu giliran untuk melakukan
kegiatan bongkar muat. Kedalaman tersebut diukur dari permukaan air pada waktu
surut terendah. Untuk mengetahui kedalaman air laut ini diperlukan obsevasi atau
penyelidikan lapangan kedalaman laut dengan menggunakan peralatan, kemudian
menghitung atau mengevaluasi data yang diperoleh.

3.4.2. Pengamatan Lapangan


1. Tujuan
Tujuan dari survey kedalaman laut ini adalah untuk mendapatkan gambaran

42
peta kedalaman laut (kontur) di lokasi pengamatan
2. Scope Pengamatan
a. Pemetaan
 Menyangkut penentuan titik-titik yang dibutuhkan di lokasi pemetaan, agar
situasi dari pelabuhan dapat digambarkan dalam peta.
 Pengamatan fluktuasi muka air laut untuk menentukan tinggi muka air laut di
lokasi pemetaan pada saat tertentu.
 Pendugaan kedalaman laut, untuk menentukan kedalaman laut di lokasi
pemetaan, agar dapat digambarkan kondisi kontur pada daerah yang
dipetakan.
b. Alat yang digunakan
 Satu unit Echosounder Atlas Dezo 10
 Satu unit Thedolite Wild T2
 Topcon
 Palem
 Prisma
 Motor boat 25 PK
 Dan peralatan bantu lainnya
3. Cara Kerja
 Sebagai guiding line untuk menuntun arah dari gerakan meter boat dipakai
system Ray-ray dengan penuntun dua jalon.
 Jarak antara dua guiding line dalam hal ini dipakai 12,5 meter.
 Untuk membatasi panjang jarak yang ditempuh motor boat dipakai cutting
line dengan jarak antara dua cutting line diambil 100 meter. Lokasi dari
cutting line ditentukan dengan Theodolite wild T2 tetap di darat.
 Sounding dimulai dari cutting line I sampai cutting line II dengan arah sesuai
dengan arah guiding line.
 Posisi cutting line I ditentukan oleh sudut , sedangkan posisi cutting line II
ditentukan oleh sudut (lihat Gambar 2.7)
 Sebelum dan susudahnya sounding, diadakan check bar sebagai kalibrasi alat
dengan cara memasang plat baja pada kedalaman 1, 2, 3, 4 meter dibawah
Trandouser (snsor echosounder). Kemudian hasil dari sounding tersebut di
cek

43
Gambar 3.7 Posisi Guiding line dalam pendugaan kedalaman laut

Gambar 3.8 Contoh hasil check bar


3.5 Faktor Pasang Surut
3.5.1. Pengertian Pasang Surut
Pasang surut adalah periode naik dan turunnya permukaan air laut secara
teratur satu atau dua kali dalam satu hari. Pergerakan ini terutama kelihatan dengan
jelas di pinggir laut atau pantai yang terjadi secara berangsurangsur dan dapat
memperlihatkan antara muka air tertinggi dan muka air terendah atau paling surut.
Umumnya interval rata-rata antara pasang dan surut berturut-turut 12 jam 25 menit,
yaitu setengah waktu berturut-turut antara jalan lintasan bulan pada garis lintang
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9. Gerakan pasang surut ini disebabkan karena
adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari terhadap massa
air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari tetapi
karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan

44
terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari. Karena bulan
mempunyai pengaruh yang besar pada pasang surut dibandingkan matahari, maka
pasang surut yang tertinggi yang terjadi pada interval setengah bulan yang disebut
spring tides (Gambar 3.10). pasang surut ini terjadi pada atau mendekati waktu bulan
baru atau bulan purnama yaitu ketika matahari, bulan dan bumi terletak pada satu
garis.

Gambar 3.9 Pasang surut

Gambar 3.10 Spring tides


Seperti diketahui bumi mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam dan bulan
dalam 24 jam 50 menit 28 detik. Dengan adanya selisih dalam kedua rotasi tersebut
maka, saat air tinggi yang disebabkan oleh gaya tarik bulan digeser terlambat selama
50 menit 28 detik sehari dari air tinggi yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.

45
Apabila kita berada di tepi laut, maka, kita akan melihat bahwa permukaan air selama
24 jam akan naik satu kali tau dua kali dan turun satu atau dua kali. Sebaliknya
apabila bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2.14)
maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi
pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) dimana tinggi pasang surut kecil
dibanding dengan hari-hari yang lain.
3.5.2. Tipe Pasang Surut
Pasang surut pada lokasi berbeda mempunyai tipe pasang surut yang tidak sama. Di
suatu lokasi dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara
umum pasang surut di berbagai lokasi dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu
pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua
jenis campuran.

Gambar 3.11 Kedudukan Bumu – Bulan saat pasang Purnama (a) dan pasang
perbani (b)
a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang
surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
b. Pasang sutut harian tunggal (diurnal tide)

46
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang
surut adalah 24 jam 50 menit.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda.
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi
kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Data pasang surut yang terjadi di
beberapa pelabuhan utama dunia seperti ditunjukan pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Pasang surut tertinggi dan rata-rata yang terjadi pada beberapa
pelabuhan utama Dunia

3.8.3. Pengaruh Pasang Surut terhadap Perencanaan Pelabuhan


Secara praktis seorang perencana dan pelaksana pembangunan pelabuhan
haruslah mengetahui keadaan pasang surut suatu daerah lokasi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang akan dibangun. Pengetahuan tentang
pasang surut adalah penting di dalam perencanaan pelabuhan. Elevasi muka air
tertinggi (pasang) dan terendah (surut) serta perbedaan pasang surut sangat penting
untuk merencanakan bangunan-bangunan pelabuhan. Seperti misalnya, peil dari pada

47
dermaga harus cukup aman terhadap keadaan pasang tertinggi, elevasi puncak
bangunan pemecah gelombang dan sebagainya ditentukan oleh elevasi muka air
pasang, sementara keadaan alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut.
Demikian juga halnya dalam pelaksanaan pembangunan pelabuhan data-data pasang
surut sangat penting sekali seperti misalnya kapan sebaiknya melaksanakan
pengecoran selimut beton untuk melindungi tiang-tiang baja yang sering digunakan
dalam mendukung dermaga-dermaga pier, demikian juga misalnya apabila diperlukan
pengurugan-pengurugan dan pemancangan-pemancangan. Data-data pasang surut
sangat penting untuk menentukan dimensi bangunan-bangunan dilaut dan juga untuk
memudahkan serta memperlancar pelaksanaan pembangunan di laut. Suatu kapal laut
dinyatakan dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang di dermaga tempat
bertambatnya oleh petugas-petugas pelabuhan, apabila perbedaan pasang surut tidak
lebih besar dari 17 ft (5 meter). Apabila beda pasang surut lebih besar daripada angka
tersebut, maka diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dock tertutup.mKasus
lain yang cukup penting akibat adanya perbedaan pasang surut ini adalah menyangkut
masalah keamanan kapal dalam melakukan pelayaran. Sebab dengan adanya beda
pasang surut yang besar mempengaruhi kedalaman yang besar pula. Mengingat
elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang
ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman di
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pelabuhan. Beberapa elevasi
tersebut adalah (lihat Gambar 2.15):
a. Muka air tinggi (high water level, HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada saat
air pasang dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air
tinggi selama periode 19 tahun.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air
rendah selama periode 19 tahun.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi
untuk elevansi di daratan.
f. Muka air tinggi tertinggi (highest high wate level, HHWL), adalah air tinggi pada
saat pasang surut purnama atau pada bulan mati.

48
g. Air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati
h. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut tipe campuran.
i. Lower low water level, adalah air rendah dari dua air rendah dalam satu hari
3.8.4. Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan pasang surut permukaan laut di pelabuhan dimaksudkan untuk
mendapatkan data elevasi muka air tertinggi dan terendah di lokasi pengamatan.
Pengamatannya biasanya dilakukan terus menerus selama 24 jam selama 2 (dua)
minggu. Pengamatan dilakukan dengan memasang automatic water level recorder
yang mencatat elevasi muka air setiap saat.

Gambar 3.12 Kedudukan muka air

1. Scope pengamatan
a. Pasang tertinggi :
Menentukan pasang tertinggi yang terjadi dilokasi pengamatan setiap hari, selama
waktu pengamatan.
b. Surut terendah :
Menentukan surut terendah yang terjadi dilokasi pengamatan setiap hari,
selama waktu pengamatan.

49
c. Beda pasang surut :
Menentukan beda pasang surut terbesar yang terjadi di lokasi pengamatan setiap hari,
selama waktu pengamatan.
d. Alat yang digunakan :
 Automatic Water Level Recorder
 Kertas grafis
 Alat-alat bantu lainnya
e. Cara kerja
Alat pengamat pasang surut (Automatic Water Level Recorder) yang digunakan
disini setelah dipasang pada sisi dermaga pelabuhan bagian dalam. Prinsip dari
penempatan ini adalah di pilih suatu lokasi, dimana bila terjadi air surut terendah
maka pelampung dari alat masih menyentuh air. Untuk menghindarkan pengaruh naik
turunnya elevasi muka air laut akibat adanya gangguan dilaut, maka pelampung dari
alat dilindungi dengan pipa sampai kebawah permukaan air. Setelah alat pengamat
tersebut dihidupkan, maka elevasi muka air akan direkam secara otomatis oleh alat
pada kertas grafis yang dipasang pada alat. Sebelum dan sesudah pengamatan, selalu
dicatat waktunya.
f. Hasil pengamatan:
Hasil pengamatan pasang surut yang dilakukan di pelabuhan dengan
menggunakan peralatan Automatic Water Level Recorder merupakan suatu suatu
grafik pasang surut, dimana garis vertikal sampai memotong grafik tersebut adalah
pembacaan elevasi muka air dengan skala 1:10 (pembacaan dilakukan dari atas).
Sedangkan garis horisontal menunjukan waktupengamatan dengan skala: 1 mm = 1
jam, pembacaan dilakukan dari kanan ke kiri. Setelah diadakan perhitungan duduk
dengan sistim Doodsoon Rooster (Admiralty Method) terhadap hasil pembacaan
grafik pasang surut Automatic Water Level Recorder, didapatkan pembacaan duduk
tengah atau Mean Sea Level (MSL). Pada setiap pelabuhan data-data pasang surut
biasanya dicatat setiap hari dengan menggunakan tabel 2.4. Pencatatan tinggi pasang
surut dengan alat sederhana yaitu sebuah bola yang dihubungkan dengan sebuah
lengan kayu/besi ke alat pencatat seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.16.
Kedudukan permukaan air harus dicatat minimal selama 15 hari. Disamping itu
pencatatan dapat juga dilakukan dengan bak/jalon seperti ditunjukkan pada Gambar
2.17.
Tabel 2.4 Pencatatan data-data pasang surut

50
Gambar 2.13 Pengamatan pasang surut dengan alat sederhana

51
Gambar 2.14 Pengamatan pasang surut dengan alat sederhana
3.7 Faktor Arus
3.6.1. Pengertian Arus
Arus adalah perpindahan air secara mendatar. Arus terjadi disebabkan oleh karena
pasang surut, karena tekanan udara, karena perbedaan berat jenis, kadar garam dan
karena suhu. Arus biasanya membawa butir-butir tanah (lumpur), untuk butir yang
berat bisa menyebabkan pengendapan. Berhubung adanya endapanendapan
menyebabkan laut menjadi dangkal. Untuk itu dalam perencanaan pelabuhan masalah
pengendapan ini harus dilakukan penyelidikan yang teliti karena biaya pengerukan
sama dengan pembuatan pelabuhan yang baru atau kadang-kadang malah lebih besar.
Penyelidikan ini gunanya untuk mengetahui sifat dan banyaknya endapan yang terjadi
sehingga dapat ditentukan periode pergerakannya.
3.6.2. Arus Pasang Surut
Perubahan taraf permukaan air laut akibat pasang surut dibeberapa lokasi
bumi yang berbeda, mengakibatkan pergerakan air secara horizontal, perpindahan air
di bawah permukaan ini umumnya disebut arus pasang surut (tidal current/steream).
Arah arus pasang umumnya berlawanan dengan arus surut. Sebagaimana gerakan
pasang surut yang harmonis. Pengaruh pasang surut sangat besar pada muara-muara
sungai (estuary). Jadi bila suatu pelabuhan dibangun pada muara-muara sungai, maka
dua hal yang perlu diperhatikan:
a. Navigasi melalui muara harus cukup aman.
b. Pengendapan (sidementasi) harus cukup kecil.
Kedua hal ini sangat bertentangan. Di satu pihak keamanan navigasi membutuhkan
mulut pelabuhan harus besar, tetapi hal ini menyebabkan kecepatan arus rendah, jadi
mempermudah terjadinya sidementasi. Sebaliknya mulut pelabuhan yang kecil
mengurangi keamanan navigasi, tetapi menghindarkan terjadinya pengendapan. Jadi
harus dicari besaranmantara kedua pokok soal di atas. Gerakan air akibat pasang surut
ini menjadi arus berputar (rotating movement) yang disebut “vortex” (Walze).
Tergantung dari besarnya arus, biasanya terdapat “primary vortex” dan “secondary
vortex” (Lihat Gambar 2.15).

52
Gambar 2.15 Primary Vortex dan Secondary Vortex
Pengendapan dalam arah lateral tergantung pada karakteristik vortexvortex
tersebut, sebab pergantian cairan berlumpur (liquid material) adalah berhubungan
dengan pergantian angkutannya. Biasanya pengendapan bagian kasar pada pola lokasi
(a) dan bagian halus pada lokasi (b). Secara umum dapat dijelaskan bahwa sebab-
sebab sedimentasi adalah sebagai berikut
a. Akibat arus (current effect, vortex pada mulut pelabuhan karena terjadinya
perubahan energi).
b. Akibat pasang surut (pada saat pasang, maka air pasang masuk ke dalam
kolam).
c. Akibat berat jenis (density effect, pada mulut pelabuhan terdapat perbedaan
berat jenis air laut dan air tawar yang mengandung lumpur). Yang paling
menentukan dalam proses pengendapan adalah akibat arus.
Pada Gambar 2.16. kita coba melukiskan ketiga efek-efek tersebut.

53
Gambar 2.16 Efek-efek Arus
3.6.3. Endapan (Sedimentologi)
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell,
1932). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari
proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi,
tertansportasi oleh air, angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan atau
tersedimentasikan. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang
ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan
batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi,
baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.
a. Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan.
Faktor-faktor yang penting antara lain :
Sumber material batuan sedimen:
Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh materialmaterial
asalnya. Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan
jarak transportasi, tergantung dari prosentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.
Lingkungan pengendapan:
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu:
Lingkungan Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan
ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri
tertentu.
Pengangkutan (transportasi):
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki
peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi
berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik materialmaterial sedimen seperti
ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap

54
butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam
sedimen.
Pengendapan:
Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di
bawah titik daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara
sungai, dan lain-lain.
Kompaksi:
Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/grafitasi dari material-material
sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-
pori akan bermigrasi ke atas.
Lithifikasi dan Sementasi:
Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap
material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi),
yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-
unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.
Replacement dan Rekristalisasi:
Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh
pelarutanpelarutan kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan
atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh
temperatur dan tekanan yang relatif rendah.
Diagenesis:
Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik
tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.
b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi
dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi
darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia,
dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu
sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu
kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk.

55
Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural,
dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan
demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki
pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti
warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada
karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan
depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk
sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan
deposional. Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu
kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk
rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk
sedimen memperkenankan kita menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan.
Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen memperkenankan kita
menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan
perubahan lateral dan temporer di dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan
kerangka kerja kronologi.
Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang
terfokus pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi,
petrologi, geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu
pengetahuan telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah
diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena
kemajuan-kemajuan di lapangan, maka diperkenalkannya.
integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda-
beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-aspek
berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya
tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas
hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-
cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik
tambahan. Metode-metode yang digunakan oleh sedimentologis untuk
mengumpulkan data dan bukti pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen
meliputi;

 Mengukur dan menggambarkan singkapan dan distribusi unit batu;


o Menggambarkan formasi batuan, proses formal mendokumentasikan
ketebalan, lithology, singkapan, distribusi, hubungan kontak formasi lain
o Pemetaan distribusi unit batu, atau unit

56
 Deskripsi batuan inti (dibor dan diambil dari sumur eksplorasi selama
hidrokarbon)
 Sequence stratigraphy
o Menjelaskan perkembangan unit batu dalam baskom
 Menggambarkan lithology dari batu
o Petrologi dan petrography; khususnya pengukuran tekstur, ukuran butir,
bentuk butiran (kebulatan, pembulatan, dll), pemilahan dan komposisi
sedimen
 Menganalisis geokimia dari batu Geokimia isotop, termasuk penggunaan
penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan dengan
daerah sumber. Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari
beberapa sumber yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan
menjadi empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan
material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut
melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut
dan akan terendapkan jika energi tertransforkan telah melemah.
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme
yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik
yang mengalami dekomposisi.
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi
kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut
sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini
adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan
masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat
bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat
yang terbawa angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan sisa-
sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang
berasal dari letusan gunung berapidapat berukuran halus berupa debu
volkanik, atau berupa fragmenfragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang
berasal dari partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah
kering dimana proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada
daerah subtropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini
umumnya sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-
sumber yang lain. (Sugeng Widada) Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat
yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada
terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut.

57
Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-
layang di dalam laut. Setelah mencapai dasar lautpun, sedimen tidak diam
tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan.
Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah
sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara
butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi
tetap berlangsung penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di antara
butiran mineral. Era oseanografi secara sistematis telah dimulai ketika HMS
Challenger kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei 1876 membawa sampel,
laporan, dan hasil pengukuran selama ekspedisi laut yang memakan waktu
tiga tahun sembilan bulan. Anggota ilmuan yang selalu menyakinkan dunia
tentang kemajuan ilmiah Challenger adalah John Murray, warga Kanada
kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang dikumpulkan oleh Murray
merupakan penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam.
Distribusi Sedimen Laut:
Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat terdistribusi pada :
1. Daerah perairan dangkal, seperti endapan yang terjadi pada paparan benua
(Continental Shelf) dan lereng benua (Continental Slope). Dijelaskan oleh
Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa ‘Continental Shelf’ adalah suatu
daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4% dan berbatasan
langsung dengan daerah daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km, kedalaman
maksimum dari lautan yang ada di atasnya di antara 100 – 200 meter.
‘Continental Slope’ adalah daerah yang mempunyai lereng lebih terjal dari
continental shelf, kemiringannya anatara 3 – 6 %.
2. Daerah perairan dalam, seperti endapan yang terjadi pada laut dalam. Endapan
Sedimen pada Perairan Dangkal: Pada umumnya ‘Glacial Continental Shelf’
dicirikan dengan susunan utamanya campuran antara pasir, kerikil, dan batu
kerikil. Sedangkan ‘Non Glacial Continental Shelf’’ endapannya biasanya
mengandung lumpur yang berasal dari sungai. Di tempat lain (continental
shelf) dimana pada dasar laut gelombang dan arus cukup kuat, sehingga
material batuan kasar dan kerikil biasanya akan diendapkan. Sebagian besar
pada ‘Continental slope’ kemiringannya lebih terjal sehingga sedimen tidak
akan terendapkan dengan ketebalan yang cukup tebal. Daerah yang miring
pada permukaannya dicirikan berupa batuan dasar (bedrock) dan dilapisi
dengan lapisan lanau halus dan lumpur. Kadang permukaan batuan dasarnya
tertutupi juga oleh kerikil dan pasir. Endapan Sedimen pada Perairan Laut

58
Dalam Sedimen laut dalam dapat dibagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen
Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis.
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas
berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa
fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau
dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisasisa organisme plankton yang perlahan,
tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan
sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan kedalaman
serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi, keberadan mikrofil dalam
sedimen laut dadigunakan untuk menentukan kedalaman air dan produktifitas
permukan.
3.6.4. Pengamatan Arus, Endapan dan Material Tanah Dasar
Pengamatan ini dilakukan selama satu minggu setiap jam selama 24 jam terus
menerus. Pengukuran arus dan pengambilan contoh air dilakukan pada kedalaman 0,3
; 0,7 dan 0,9 dari kedalaman laut di lokasi pengamatan.

Tujuan
Tujuan dari pada survey arus, endapan dan material tanah dasar adalah untuk
mengetahui kondisi arus, endapan dan material tanah dasar dilokasi pengamatan.
Scope pengamatan

 Pengukuran Arus:

Menyangkut penentuan kecepatan arus dan arah arus dilokasi pengamatan.

 Pengamatan contoh air :

Mengambil contoh air dilokasi pengamatan sesuai dengan kedalaman yang


dibutuhkan, untuk kemudian ditentukan endapannya.

 Pengamatan contoh tanah dasar :

Mengambil contoh tanah dasar dilokasi pengamatan, untuk kemudian ditentukan


grain size distribution nya. Alat yang digunakan:
o Satu unit Current Flown Meter B.F.M. 008 MK3
o Alat Derek tangan (Hand Winch with metric indicator)

59
o Sextant
o Satu unit XRB Van Dorn Water Sampler
o Satu unit Steel Grab Sampler.
o Alat-alat bantu lain.

Cara kerja
A. Pengukuran arus:

 Menentukan lokasi pengamatan menggunakan sextan daristasiun pengamatan


dengan bantuan tiga titik tetap di darat
 Mengukur kedalaman laut setiap jam pengamatan, untuk menentukan posisi
kedalaman alat ukur pada setiap pengamatan sesuai dengan kebutuhan. Yaitu
dalam pengamatan diambil 0, 3d, 0, 7d, dan 0, 9d.
 Pengukuran arus dilakukan tiga kali untuk setiap kedalaman dengan mencatat
jam pengamatan, jumlah putaran alat ukur dan arah arus yang terbaca pada
alat ukur setiap interval waktu 50 detik untuk satu kali pengamatan.
 Kecepatan arus di lokasi pengamatan dapat dilihat pada table kecepatan arus
(m/dt) dengan terlebih dahulu menghitung jumlah putaran alat ukur perdetik.

 Untuk menurunkan alat ukur kedalam air laut digunakan alat derek tangan
yang dilengkapi dengan menunjuk kedalaman (Hand Winch With Metric
Indicator), sehingga posisi alat ukur dapat disesuaikan dengan kedalamanyang
diinginkan.
 Koordinat dari pada stasiun pengamatan dihitung dengan perhitungan Snellius
mengikat dari belakang secara Cassini. Gambar 2.20 Unit Alat pengukuran
Arus Current Flow Meter BFM 008 MK3

60
Gambar 2.19 Unit Alat pengukuran
Arus Current Flow Meter BFM 008
MK3
B. Pengambilan contoh air:
 Lokasi pengambilan contoh
air dilakukan pada stasiun
pengamatan arus.
 Contoh air diambil dengan alat
XRB Van Dorn Water
Sampler pada setiap
kedalaman yang sesuai dengan
pengukuran arus
 Untuk mengetahui kadar
endapan dari contoh air, maka dilakukan penelitian melalui laboratorium
teknik kimia. Yaitu meliputi penelitian kadar suspended solid, derajat
keasaman dan kadar garam.
C. Pengambilan contoh tanah dasar:
 Pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan alat Steel Grab
Sampler dilokasi stasiun pengamatan arus (lihat Gambar 2.20)
 Untuk mengetahui Grain Size Distribution material tanah dasar, maka
dilakukan penyelidikan analisa saringan melalui Laboratorium Mekanika
Tanah.

61
Gambar 2.20 Alat untuk pengambilan contoh air

Gambar 2.21 Steel Grab Sampler

Hasil Pengamatan
A. Arus
Hasil pengamatan arus laut di stasiun pengamatan di lokasi pelabuhan dapat
dibuat dalam tabel kecepatan arus (dalam m/dt) dengan arah yang ditunjukan dalam
derajat, dimana arah utara magnetis adalah 0. Kemudian hasil dari pada pengamatan
arus laut ini menggambarkan dalam peta pengamatan arus.
B. Contoh Air
Dari hasil penelitian contoh air laut yang diambil dari lokasi pengamatan
dipelabuhan, maka telah didapatkan data-data mengenai kondisi air laut ditempat
tersebut meliputi kadar endapan (suspendit solid dalam mg/l), kadar garam (Clorida
dalam mg/l), dan derajat keasaman (PH)
C. Contoh Tanah
Dari hasil analisa saringan yang dilakukan terhadap contoh material tanah
dasar dari lokasi pengamatan dipelabuhan dapat dibuat tabel Grain Size Distribution
beserta grafik dari contoh tanah dasar tersebut.

62
3.7 Faktor Gelombang
3.7.1. Umum
Kelakuan gelombang laut adalah merupakan sebagian kecil phenomena alam
yang tak kita mengerti. Gelombang di lautan dapat terjadi oleh karena angin
disamping oleh gangguan-gangguan lain yang terjadi dilaut, seperti gempa, benda-
benda bergerak seperti kapal, tarikan benda-benda angkasa seperti bulan dan
matahari, letusan gunung berapi dibawah permukaan laut dan lain-lain.
Disini kita hanya membahas gelombang yang disebabkan oleh angin karena
jenis gelombang inilah yang sering kita temui di permukaan laut. Proses
pembentukan ini sebenarnya adalah merupakan proses pemindahan energi dari energi
yang dikandung oleh angin kedalam laut melalui permukaannya. Karena sifat air
yang tidak dapat menyerap energi ini dirubah kedalam bentuk gelombang yang
kemudian dibawa kepantai. Di pantai energi ini dilepaskan dengan pecahnya
gelombang.
Umumnya gelombang yang terjadi akibat bergeraknya kapal dan pasang surut
tidak diperhitungkan karena disamping lemahnya gelombang yang diakibatkan juga
karena pada kapal-kapal mendekati atau bergerak disekitar bangunan-bangunan
kecepatannya sudah sangat kecil kecuali diluar bangunan pelabuhan demikian juga
gelombang-gelombang yang diakibatkan oleh pasang surut sangat kecil kecuali
dibeberapa tempat yang terjadi gelombang yang cukup besar yang disebabkan antara
muara sungai dengan lautan yang biasa disebut dengan tidal bores. Sedangkan
gelombang yang diakibatkan oleh adanya gempa bumi walaupun kadangkadang
menyebabkan kerusakan yang dahsyat namun sampai saat ini tidak ada perhitungan
untuk penyebab terjadinya gelombang. Pada konstruksi hanya diperhitungkan gempa
yang menyebebkan goyangan pada konstruksi bangunan. Sedangkan gelombang yang
diakibatkan oleh gempa bumi sampai saat ini belum ada perhitungannya.
“Sea” atau kadang-kadang disebut juga “Sea Waves” adalah gelombang yang
masih dalam proses pembentukan. Sifat dari gelombang ini adalah sangat acak karena
belum menemukan bentuknya. Gelombang ini terdapat di daerah tempat angin bertiup
atau daerah pembentukan gelombang (Fetcs).
Karena sifat alamnya yang dispersip (berpisah sesuai dengan kecepatannya)
setelah gelombang ini menemukan bentuknya gelombang-gelombang ini akan
memisahkan diri. Gelombang yang panjang akan merambat lebih cepat dari
gelombang yang pendek. Gelombang yang teratur ini disebut “scolth”. Scolth
dibentuk oleh gelombang-gelombang yang mempunyai frekuensi atau panjang

63
gelombang yang hampir sama. Untuk mengetahui tinggi/panjang/waktu gelombang
pada saat ini digunakan perekam gelombang (wave recorder) dan untuk tekanan
gelombang laut yang sangat besar digunakan perekam sonic ultra gelombang ( ultra
sonic wave recorder).
Kelakuan gelombang yang terjadi dilautan sangat menarik perhatian bagi
perencana bangunan-bangunan dilepas pantai/di pinggir pantai. Namun, dari sudut
matematika gelombang adalah masalah yang paling sulit. Guna dapat memecahkan
persoalan diatas, maka dibuat model dan pendekatan matematika yang menggunakan
perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk mempermudahnya, sehingga kadang-
kadang mengaburkan ketepatan terhadap realita. Karena gelombang laut sangat rumit
dan tidak beraturan seperti yang dijelaskan diatas maka, untuk dapat menemukan
hubungan antara parameter-parameternya, kita harus menyederhanakannya terlebih
dahulu.
3.7.2. Pembentukan dan Perambatan Gelombang
Gelombang merupakan perwujudan dari permukaan yang bergelembung dari
air laut yang terjadi pada suatu interval tertentu. Gangguan gelombang amat terasa
pada kedalaman tertentu dan oleh karena itu kedalaman dari air sangat berpengaruh
pada karakteristik gelombang.
Gelombang yang terjadi pada kedalaman air d>L/2 pada dasar laut tidak
begitu berpengaruh pada partikel-partikel air yang bergerak lambat. Sedangkan
gelombang yang terjadi pada air yang dangkal d<L/2 berpengaruh terhadap
perubahan bentuk, bergerak dan berputar dari bentuk bundar menjadi ellip atau
mendekati ellip seperti terlihat pada Gambar 2.23 sampai dengan 2.27.
Selama penjalaran gelombang dari laut dalam ke laut dangkal, orbit partikel
mengalami perubahan bentuk. Orbit perpindahan partikel berbentuk lingkaran pada
seluruh kedalaman di laut dalam. Di laut transisi dan dangkal lintasan partikel
berbentuk ellips. Semakin besar kedalaman bentuk ellips semakin pipih, dan di dasar
gerak partikel adalah horizontal.

64
Gambar 2.22 Karakteristik dan bentuk gelombang pada laut dalam

Gambar 2.23 Perambatan gelombang


Gelombang pecah ketika puncak gelombang melampaui kecepatan
perambatannya. Pada air yang dalam biasanya ini terjadi ketika tinggi gelombang
melebihi 1/7 L. Ketika gelombang mencapai air yang dangkal di mana kedalaman
kira-kira 1,25 dari ketinggiannya biasanya akan pecah. Walaupun begitu pecahnya
gelombang tidak hanya tergantung pada kedalamannya saja tapi juga tergantung pada
kekuatan angin dan kondisi tanah dasarnya. Sehingga bisa saja terjadi gelombang
sudah pecah pada kedalaman yang agak dalam.

Gambar 2.24 Penurunan amplitude gelombang dan radius dengan peningkatan


kedalaman air
Gelombang Osilasi/goyangan (wave of oscilation) adalah gelombang yang
terjadi terus menerus atau tidak terputus-putus dan tetap ada walaupun sudah pecah
pada air yang dalam karena gelombang tersebut akan dibentuk kembali. Gambar 2.21
memperlihatkan bentuk gelombang osilasi dan karakteristiknya. Pada air yang dalam

65
setiap partikel air pada permukaan gelombang membentuk sebuah lingkaran yang
radiusnya 1,5 kali tinggi gelombang dari garis normal, tengah-tengah antara puncak
dan lembah. Garis normal/garis pusat rotasi terletak diatas muka air rata-rata dan
ketinggian ini diukur setinggi ho.
Garis tebal dengan tanda panah adalah bentuk gelombang pada permukaan air,
panjang antara dua puncak gelombang yang berurutan adalah Panjang gelombang (L),
dan tinggi antara lembah dan puncak adalah disebut tinggi gelombang atau amplitude
(H). Bentuk gelombang yang bergerak diatas permukaan air, dan waktu untuk
mencapai puncak yang berurutan adalah disebut periode gelombang (T). kecepatan
pembentukan gelombang disebut kecepatan gelombang atau kecepatan perambatan
gelombang. Karakteristik ini diberikan pada persamaan berikut.

dimana:
v = kecepatan perambatan gelombang
L = panjang gelombang (ft)
T = periode gelombang (det)
Jika salah satu karakteristik diketahui, yang lainnya dapat dihitung dan dengan
nilai konstan untuk Ǒ dan g maka :

3.7.3. Klasifikasi Gelombang

66
Selama penjalaran gelombang dari laut dalam ke laut dangkal, orbit partikel
mengalami perubahan bentuk seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.22. Orbit
perpindahan partikel berbentuk lingkaran pada seluruh kedalaman di laut dalam. Di
laut transisi dan dangkal lintasan partikel berbentuk ellips. Semakin besar kedalaman
bentuk ellips semakin pipih, dan di dasar gerak partikel adalah horizontal.
Fenomena ini, bentuk dan bangkitan gelombang pada waktu yang lalu telah
ditulis dalam bahasa yang cukup sederhanan sengga dapat dimengerti oleh pembaca
pada waktu itu. Disini akan diterangkan beberapa teori gelombang dan teori
matematis yang dapat diterapkan pada gelombang dilaut antaranya adalah: F.V.
Gerstner (1802), G.B. Airy (1845), G.G. Stokes (1880), Saint Venant dan Flamant
(1888).

Gambar 2.25 Gerak orbit partikel di air laut dangkal, transisi dan dalam
F.V. Gerstner (1802)
Merupakan pencetus pertama persamaan gerakan gelombang yang telah
meletakan dasar-dasar teori gelombang modern. Teorinya didasarkan pada hubungan
geometri dan merupakan pencetus pertama persamaan gerakan gelombang. Ia

67
mengasumsikan bahwa gelombang berputar membentuk lingkaran di mana
diameternya akan berkurang seiring dengan penambahan kedalaman. Semua partikel
mempunyai kecepatan permukaan air serta mempunyai tekanan yang konstan pula.
G.B. Airy (1845)
Pendekatannya hampir sama. Ia menggunakan perputaran bentuk ellip dimana
perlu, tetapi mengasumsikan bahwa pecahnya gelombang diatas ketinggian muka air
rata-rata.
G.G. Stokes (1880)
Menjelaskan ketidak cocokan pada beberapa bagian dari teori gerster
sertamengabaikannya. Ia sendiri mengembangkan rumus yang memperhitungkan
perlakuan gelombang yang sesungguhnya yaitu pecahnya gelombang pada posisi
tertinggi diatas permukaan air rata-rata kemudian bergerak sampai gelombang jatuh
di lembah. Menurutnya teori Stokes hanya khusus untuk gelombang yang sangat
kecil.
Saint Venant dan Flamant (1888)
Mengadopsi teori Gerster untuk gelombang pada laut dangkal dengan
mengasumsikan gerakan orbit menjadi elip
3.7.4. Peramalan Panjang dan Tinggi Gelombang
Ukuran (panjang dan tinggi) gelombang pada suatu tempat tergantung pada
kecepatan angin, lamanya angin bertiup, arah angin, fetch dan kedalaman
air laut.
Untuk mendapatkan data-data kelakuan gelombang yang akan digunakan
dalam perencanaan bangunan-bangunan di laut, perencana biasanya membutuhkan
waktu yang cukup lama. Untuk itu, biasanya dalam menentukan ukuran gelombang
yang akan digunakan dalam perencanaan konstruksi bangunan pada suatu tempat,
Thomas Stevenson dalam tahun 1864 untuk pertama kalinya memperkenalkan rumus
untuk menghitung tinggi gelombang (H, ft) yang diakibatkan oleh fetch (F, nautical
miles).

68
Thomas Stevenson mengembangkan persamaan tersebut didasarkan pada pengamatan
yang dilakukan disuatu danau, kemudian dicek kembali disuatu tempat di Laut Utara.
Dalam pengecekan tersebut menunjukan bahwa tinggi gelombang di tempat tersebut
ternyata sangat ditentukan oleh kecepatan angin padahal mereka tidak memasukan
kecepatan angina sebagai variable.
Kapten D.D. Gaillard dari corps Engineers Angkatan Bersenjata Amerika Serikat
dalam tahun 1904 melaporkan pengumpulan data-data secara ektensif atau secara
terus menerus pada tinggi gelombang di lautan.
D.A. Molitor dalam sebuah papernya memaparkan tekanan gelombang pada dinding
atau pemecah gelombang, yang diterbitkan dalam Procceeding Amerika Society Of
Civil Engeneers (Mei 1934), yang mengembangkan teoriteori yang sudah ada
khususnya pada perumusan Thomas Stevenson dengan memperkenalkan atau
memasukan kecepatan angin sebagai variable dan menggunakan statutes Miles di
samping juga menggunakan Nautical Miles
dimana :

Dimana :
U = kecepatan angin (mil/jam)
F = fetch (mil), jarak horizontal antara timbulnya gelombang angin yang
menimbulkan gelombang sampai lokasi gelombang (NM, 1 nautical miles = 5280 ft =
1,6093 km)
H = tinggi gelombang (ft)
Perbandingan (ratio) panjang gelombang dengan tinggi gelombang pada
kecepatan angin, lamanya semburan, kedalaman air dan kateristik tanah dasar.
Menurut observasi yang dibuat oleh Kapten Gillard, ratio L/H untuk daerah danau
yang relatif agak dalam atau untuk lautan dangkal yaitu antara 9 sampai 15 dan untuk
gelombang dilautan atau untuk laut dalam L/H adalah antara 17 sampai 33. Ratio ini
lebih kurang berbanding terbalik dengan intensitas angin yang kecepatannya ratio
kecil untuk intensitas angin yang lebih kencang.
Arah dan kecepatan angin
Biasanya pengukuran angin dilakukan didaratan, padahal di dalam
rumusrumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di

69
atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin di atas
daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angina di atas permukaan laut.
Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh
RL = UW/UL seperti terlihat di dalam Gambar 2.27
Gambar tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Great Lake,
Amerika Serikat. Grafik tersebut dapat digunakan untuk daerah lain kecuali apabila
karakteristik daerah sangat berlainan. Lama hembus (durasi) angina dapat diperoleh
dari data angin jam-jam seperti yang dijelaskan di depan. Rumus-rumus dan grafik-
grafik pembangkitan gelombang mengandung variable UA, yaitu factor tegangan
angin yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagi konversi
kecepatan angin yang dijelaskandiatas, kecepatan angin dikonversikan pada faktor
tegangan angin dengan menggunakan rumus berikut:
UA = 0,71 U1.23
Di mana U adalah kecepatan angin dalam m/det

Gambar 2.26 Hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat


Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak
hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam
berbagi sudut terhadap arah angin. Gambar 2.28 menunjukkan cara untuk
mendapatkan fetch efektif. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut.

70
Dimana :

Feff : fetch rerata efektif


Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir
fetch
A : deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan 60
sampai sudut sebesar 420 pada kedua sisi dari arah angina
Gambar 2.27 Fetch
Difraksi (diffraction)
Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah
gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung
rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya. Gejala semacam ini biasa
disebut difraksi gelombang.
Tipikal difraksi gelombang yang terjadi pada suatu pelabuhan yang dilengkapi
dengan perlindungan pelabuhan dari gelombang atau pemecah gelombang seperti
ditunjukan pada Gambar 2.28. Dalam difraksi gelombang ini terjadi transfer energi
dalam arah tegak lurus perambatan gelombang menuju daerah terlindung. Seperti

71
terlihat pada Gambar 2.28, apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah
dibelakang rintangan akan tenang. Tetapi karena adanya proses difraksi maka daerah
tersebut terpengaruh oleh gelombang datang. Transfer energi ke daerah terlindung
menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar
gelombang di luar daerah terlindung. Garis puncak gelombang di belakang rintangan
mempunyai bentuk busur lingkaran. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan.

Gambar 2.28 Skema pola difraksi gelombang


Garis lengkung pada kolam pelabuhan menunjukan tinggi gelombang baru
sedangkan garis lurus diluar kolam pelabuhan menunjukan tinggi gelombang asal.
Pengetahuan tentang difraksi gelombang ini penting di dalam perencanaan
pelabuhan dan pemecah gelombang sebagai pelindung pantai. Selanjutnya bentuk dan
ukuran pintu pelabuhan serta tinggi gelombang di dalam kolam pelabuhan dapat
dilihat pada Bab 3 Metode Perencanaan Pelabuhan.
Pada keadaan alamiah dapat pula terjadi di mana terdapat jorokan suatu
jazirah sehingga gelombang laut asal berubah arah dan karakteristiknya seperti pada
gambar 2.29 Di laboratorium sering dibuat percobaan-percobaan dengan membuat
suatu model pemecah gelombang dengan berbagai arah gelombang datang dan diukur
besaran difraksi gelombang. Jenis pengukuran-pengukuran dengan satu sisi pemecah
gelombang (lihat gambar 2.31 ) atau dua sisi pemecah

72
gelombang (break water gap) yang berbeda-beda (lihat gambar 2.32) masingmasing
dengan berbagai besaran sudut (ǂ) antara letak pemecah gelombang tersebut terhadap
arah gelombang asal. Pada gambar-gambar tersebut digambarkan faktor-faktor
difraksi (…) dan perambatan puncak-puncak gelombang (___) Gambar 2.29 Daerah

73
Gambar 2.29 Daerah bayangan gelombang

Gambar 2.30 Tipikal model pemecah gelombang di laboratorium

74
Gambar 2.31 Tipikal model pemecah gelombang di laboratorium

75
Tabel 2.5 Koefisien Difraksi K sebagai fungsi dan posisi titik r/L dan

76
Tabel 2.5 Koefisien Difraksi K sebagai fungsi dan posisi titik r/L dan (lanj...)

Refraksi

77
Adalah dimana garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha sejajar
dengan garis kedalam laut. Dan garis orthogonal gelombang, yaitu garis yang tegak
lurus dengan garis puncak gelombang dan menunjukan arah penyaluran gelombang,
juga akan membelok, dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan garis kontur
dasar laut. Garis puncak gelombang berubah bentuk dan berusaha untuk sejajar garis
kontur dan garis pantai. Garis orthogonal gelombang membelok dalam arah menuju
tegak lurus garis kontur seperti yang ditunjukan pada gambar 2.33

Gambar 2.32 Proses Refraksi


Refleksi
Gelombang yang membetur dinding vertikal, karang yang terjal atau pantai
yang terjal tidak akan kehilangan energinya tetapi dipantulkan (refleksi). Gelombang
tersebut berbentuk standing wave atau clapotis yaitu dimana pertikel-pertikel air
menyentuh dinding naik turun setempat tidak kurang daripada dua kali tinggi
gelombang asal (H) seperti ditunjukan pada Gambar 2.33

Gambar 2.33 Proses refleksi

78
Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidak tenangan di
dalam perairan pelabuhan. Fluktuasi muka air ini akan menyebabkan gerakan kapal-
kapal yang di tambat. Ada banyak metode untuk memperkecil pantulan gelombang di
dalam perairan pelabuhan yang bisa menyerap/menghancurkan gelombang. Suatu
bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa
menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak dan
masif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.34.

Gambar 2.34 Bangunan sisi miring pada pantai pelabuhan penyeberangan


Ketapang, Banyuwangi
3.8 Karakteristik Kapal yang Berkaitan dengan Perencanaan Pelabuhan
Panjang, lebar, dan draft kapal yang akan menggunakan pelabuhan akan
berpengaruh langsung pada desain saluran pendekatan, pelabuhan, dan fasilitas
terminal, dan yang terakhir jenis kapal dan kapasitasnya atau tonase akan
berpengaruh juga terhadap perencanaan pelabuhan
3.8.1. Kapasitas Angkut
Tonase kapal mengindikasikan kapasitas angkut kapal dalam jumlah dari
barang yang dapat diangkut oleh kapal. Namun, tergantung pada tipe kapal, negara
asal, atau maksud dari pemakaian tonase (seperti misalnya untuk sewa pelabuhan),
terdapat beberapa tonage yang digunakan. Yang paling penting diantaranya adalah:
GRT Gross Register Tonnage,
NRT Net Register Tonnage,

79
DWT Dead Weight Tonnage
Hubungan diantara ketiga parameter ternyata tidak jelas: ketiganya tergantung
terutama pada tipe kapal: Walaupun begitu, dalam batas tertentu, hubungan berikut
dapat menjadi pendekatan:
Kapal general cargo: DWT = 1.5 . GRT = 2.5 . NRT,
Kapal tanker: DWT = 2.0 . GRT = 2.6 . NRT (lihat Gambar 2.37)

Gambar 2.35 BRT dibandingkan dengan DWT


Sumber: (H.Ligteringen and H. Velsink 2012)
Definisi tonase adalah sebagai berikut:
GRT Gross Register Ton adalah total volume dari semua ruang tertutup diatas
dan dibawah deck, dengan pengecualian tertentu, seperti ruang kemudi, ruang
diagram, ruang radio dan ruang-ruang khusus lainnya diatas dek, dinyatakan dalam
ton, dimana 1 ton adalah sama dengan 100 GRT biasanya digunakan sebagai dasar
perhitungan biaya berlabuh di pelabuhan
NRT Netto Register Ton adalah total dari semua ruang yang diperuntukkan untuk
muatan barang, dinyatakan dalam satuan . NRT = GRT dikurangi akomodasi crew,
workshop, ruang mesin dan sebagainya.

80
NRT = ruang yang dapat dijual/disewakan.
DWT Dead Weight Tonnage adalah selisih antara loaded displacement dengan light
displacement merupakan kapasitas muat yang biasa dinyatakan dalam long tons =
1.016 ton. Sedangkan displacement adalah berat air yang dipindahkan oleh kapal atau
dapat juga disebut volume dari kapal yang terletak dibawah air dikalikan dengan BD
nya.

 Loaded displacement adalah kapal saat muatan penuh, jadi termasuk lambung
kapal, mesin-mesin kapal, barang, crew dan lain sebagainya. Terisi penuh
artinya bahwa kapal turun kedalam air sampai pada garis yang diijinkan (lihat
Plimsoll Mark)
 Light displacement adalah lambung kapal, mesin-mesin kapal, suku cadang
dan semua keperluan barang lainnya untuk kinerja kerja normal.
Dalam arti kata yang lain, DWT memberikan ruang untuk barang, bahan
bakar, crew, penumpang, air minum, persediaan makanan dan sebagainya yang
dinyatakan dalam metric tones. Unit-unit berikut digunakan:
Ton atau metric ton (t = 1000 kg)
Inggris atau long ton (1016 kg)
Short ton (907 kg)
Untuk kapal-kapal tertentu, kapasitas angkut tidak hanya dinyatakan dalam
GRT, NRT atau DWT, tetapi juga dalam satuan lain hanya untuk tipe kapal yang
bersangkutan saja. Seperti contoh:
TEU adalah satuan yang biasanya digunakan untuk menunjukkan kapasitas
untuk penyimpanan container diatas kapal. TEU singkatan dari Twenty Foot
Equivalent Unit yang merupakan ruang dari dimensi container standar yaitu:
Panjang = 20 feet = 6.03 m
Tinggi = 8 feet = 2.44 m dan
Lebar = 8 feet = 2.44 m, jadi
Volume = 6.03 . 2.44 . 2.44 = 35.9
3.8.2. Demensi Vertikal
Draf (Draught)
Draf kapal (draught) D adalah jarak maksimum dalam meter antara garis air
dan keel (struktur memanjang sepanjang garis tengah di bagian bawah lambung
kapal, dalam beberapa kapal diperpanjang ke bawah sebagai pisau atau ridge untuk

81
meningkatkan stabilitas) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.38. Perpindahan
tonase dihitung berdasarkan draf D dan stationary freeboard hf (ketinggian sisi kapal
antara garis air dan dek), yang ditunjukkan pada sisi kapal.
Garis draf kapal maksimum disebut dengan Plimsoll Mark.atau garis beban/
muatan Tanda (mark) ini terdiri dari sebuah lingkaran dan garis horizontal yang
memotong ditengah lingkaran dengan tulisan disisi kanan dan kirinya lingkaran. Surat
keterangan klasifikasi diterbitkan oleh perhimpunan dari Plimsoll Mark, yang
menjelaskan kondisi dari ukuran dan kualitas material yang digunakan, kapan waktu
pengujian yang akan dilakukan, dan sebagainya. Tanpa klasifikasi sebuah kapal pada
hakekatnya tidak ada jaminan.

Gambar 2.36 Dimensi Kapal


Sumber: (H.Ligteringen and H. Velsink 2012)
Umumnya sebagian besar surat keterangan adalah:
LR Lloyds Register (Inggris)
BV Bureau Veritas (Prancis) dan
AB American Bureau of Shipping (USA)
Draf kapal berkaitan dengan berat volume air dimana kapal itu berlayar (daya
angkat). Oleh karena berat volume air tidak sama sepanjang tahun, dan disamping itu
juga terdapat perbedaan longitude dan latitude ( kedalaman kapal yang tenggelam
kedalam air saat summer dibandingkan winter di Atlantik utara), indikator yang lain
ditunjukkan pada sisi kanan dari Plimsoll Mark. Tanda yang menunjukkan draf
maksimum yang diijinkan kondisinya berbeda-beda seperti berikut:
TF = Tropical Fresh Water
F = Fresh Water

82
T = Tropical Salt Water
S = Summer Salt Water
W = Winter Salt Water dan
WNA = Winter Salt Water on North Atlantic
Batas keamanan tertentu juga dimasukkan dalam tanda dari draf maksimum
yang diijinkan. Draf kapal digambar pada kedua sisi lambung kapal biasanya pada
haluan kapal, tengah kapal (amidship) dan pada buritan kapal. Biasanya gambar ini
menunjukkan draf dalam feet ( 1 feet = 0.308 meter)
3.8.3. Demensi Horisontal

Lebar
Lebar kapal atau biasa disebut beam atau breadth , adalah jarak maksimum
dalam meter antara dua sisi dari kapal

83
Gambar 2.37 Kamewa bow thruster

3.8.4. Ukuran Standar Kapal


Apabila ukuran-ukuran kapal tidak diketahui dengan jelas, maka karakteristik
dari tipe-tipe kapal yang umum dapat dipakai dalam perhitungan atau penentuan
fasilitas pelabuhan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6
Tabel 2.6 Ukuran standar kapal jenis kapal penumpang

84
85
86
BAB IV
ALUR PELAYARAN
4.1 Pemilihan Karakteristik Alur
Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur-alur tersebut
merupakan tempat terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut.
Sebuah kapal yang mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur
gerakannya {maneuver), tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan
menyebabkan gerakan yang tidak baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke
pelabuhan adalah sebagai berikut ini.
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.
Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan
keuntungan-keuntungan baik langsung maupun tidak langsung seperti :
1. jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut akan
lebih besar,
2. berkurangnya batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft besar.

87
Gambar 4.4 Gerak kapal masuk dan keluar pelabuhan
4. Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan,
5. mengurangi waktu penungguan kapal-kapal yang hanya dapat masuk ke
pelabuhan pada waktu air pasang,
6. mengurangi waktu transito barang-barang.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut, dalam menentukan karakteristik alur
ini perlu ditinjau pula biaya pengerukan yang lebih besar apabila alur tersebut lebar
dan dalam, dibanding dengan alur yang sempit dan dangka
4.2 Kedalaman Alur

88
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk
harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan
kapal bermuatan penuh.

H = d +G + R+ P+ S + K (4.1)

Gambar 4.5 kedalaman alur pelayaran


Dengan:
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air
referensi ini ditentukan berdasarkan dari muka air surut terendah pada saat pasang
purnama {spring tide) dalam periode panjang, yang disebut LLWS {lower low water
spring tide ).
Beberapa definisi yang terdapat dalam Gambar 4.4. adalah sebagai berikut ini.
Elevasi dasar alur nominal adalah elevasi di atas mana tidak terdapat rintangan yang
mengganggu pelayaran. Kedalaman elevasi ini adalah jumlah dari draft kapal dan
ruang kebebasan bruto yang dihitung terhadap muka air rencana. Ruang kebebasan
bruto adalah jarak antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal, pada
draft kapal maksimum yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri dari ruang gerak

89
vertikal kapal karena pengaruh gelombang dan squat dan ruang kebebasan bersih.
Ruang kebebasan bersih adalah ruang minimum yang tersisa antara sisi terbawah
kapal dan elevasi dasar alur nominal kapal, pada kondisi kapal bergerak dengan
kecepatan penuh dan pada gelombang dan angin terbesar. Ruang kebebasan bersih
minimum adalah 0,5 m untuk dasar laut berpasir dan 1,0 m untuk dasar karang.
Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan
memperhitungkan beberapa hal berikut ini.
a. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan
b. Toleransi pengerukan
c. Ketelitian pengukuran

1. Draft kapal
Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan
pelabuhan, muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas
dan temperatur. Tabel 1.1. memberikan draft kapal untuk berbagai ukuran. Nilai yang
ada dalam tabel tersebut perlu ditambah dengan angka koreksi karena adanya salinitas
dan kondisi dengan : muatan. Angka koreksi minimum adalah sebesar 0,3 m.
2. Squat
Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan
oleh kecepatan kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimen-si dan kecepatan
kapal dan kedalaman air. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.6., kecepatan air di sisi
kapal akan naik disebabkan karena gerak kapal. Berdasar hukum Bernoulli,
permukaan air akan turun karena kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di
saluran sempit, tetapi juga terjadi di saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor
yang menentukan besar squat adalah kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal.
Squat dihitung berdasarkan kecepatan maksimum yang diijinkan.

90
Gambar 4.6 Squat
Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang
didasarkan pada percobaan di laboratorium (Bruun, P., 1981).

(4.2)

Dengan :
A : volume air yang dipindahkan {m )
Zpp : panjang garis air {m)
Fr : angka Fraude - ^ fgh (tak berdimensi)
V : kecepatan {m/d)
g : percepatan gravitasi {m/cf )
h : kedalaman air {m)
3. Gerak kapal karena pengaruh gelombang
Gerak kapal relatif terhadap posisinya pada waktu tidak bergerak di air diam
adalah penting di dalam perencanaan alur pelayaran dan mulut pelabuhan. Gerak
vertikal kapal digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedang gerak horisontal
terhadap sumbu alur yang ditetapkan adalah penting untuk menentukan lebar alur.
Gambar 4.7. adalah beberapa gerakan kapal karena pengaruh gelombang. Skala dari
gambar tersebut didistorsi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas.
Kenaikan draft yang disebabkan oleh gerak tersebut kadang-kadang sangat
besar. Untuk kapal yang lebar, pengaruh rolling dapat cukup besar, terutama bila
frekwensi rolling kapal sama dengan frekwensi gelombang. Sebagai contoh untuk
kapal tanker dengan lebar 60 m dan oleng dengan membentuk sudut 3°, maka
pertambahan draft adalah 60/2 x sin 3° = 1,6 m. Apabila kedalaman air terbatas,
gerak kapal akan diredam oleh air yang berada di antara dasar kapal dan dasar alur.

91
Beberapa parameter yang diberikan di atas harus diperhitungkan di dalam
menentukan elevasi dasar alur nominal. Untuk menyederhanakan hitungan, Brunn
(1981) memberikan nilai ruang kebebasan bruto secara umum untuk berbagai daerah
berikut ini.
1. Di laut terbuka yang mengalami gelombang besar dan kecepatan kapal masih
besar, ruang kebebasan bruto adalah 20% dari draft kapal maksimum.
2. Di daerah tempat kapal melempar sauh di inana gelombang besar, ruang
kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal.
3. Alur di luar kolam pelabuhan di mana gelombang besar, ruang
4. kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal.
5. Alur yang tidak terbuka terhadap gelombang, ruang kebebasan bruto adalah
10% dari draft kapal.
6. Kolam pelabuhan yang tidak terlindung dari gelombang, ruang kebebasan
bruto adalah 10% - 15% dari draft kapal.
7. Kolam pelabuhan yang terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto
adalah 7% dari draft kapal.

Gambar 4.7 Pengaruh gelombang pada gerak kapal


Selain acuan yang diberikan oleh Brunn tersebut di atas, OCDI (1991) juga
memberikan cara penentuan kedalaman alur, yaitu dengan menambahkan suatu
kelonggaran (kedalaman tambahan untuk keamanan) terhadap kedalaman kolam pelabuhan
seperti diberikan dalam Tabel 4.4. (dalam Sub Bab 4.6. Kolam Pelabuhan). Kelonggaran
yang diberikan tergantung pada gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang seperti

92
rolling, pitching, squad kapal dan kondisi dasar laut. Untuk alur pelayardi luar pemecah
gelombang, tinggi kelonggaran tersebut adalah sekitar dua-pertiga dari tinggi gelombang
untuk kapal kecil dan sedang, dan setengah tinggi gelombang untuk kapal besar.

Beberapa aturan untuk menentukan kedalaman alur yang diberikan oleh Brunn dan
OCDI adalah untuk menentukan elevasi dasar alur
nominal. Untuk menetapkan kedalaman alur pelayaran perlu diperhitungkan ruang untuk
pengendapan dan toleransi pengukuran dan pengerukan.

4.3 Lebar Alur


Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman
yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. lebar, kecepatan dan gerakan kapal
2. trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur
3. kedalaman alur
4. apakah alur sempit atau lebar
5. stabilitas tebing alur
6. angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur.
Tidak ada rumus yang memuat foktor-foktor tersebut secara exploit, tetapi
beberapa kriteria telah ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor-faktor
tersebut secara implisit. Pada alur untuk satu jalur
(tidak ada simpangan), lebar alur dapat ditentukan dengan mengacu Gambar
4.8.a.; sedang jika kapal boleh bersimpangan, lebar alur dapat ditentukan dengan
menggunakan 4.8.b. (Bruun, P., 1981).
Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Lebar
alur untuk dua jalur diberikan oleh Tabel 4.1. Untuk alur di luar pemecah gelombang,
lebar alur harus lebih besar daripada yang diberikan dalam tabel tersebut, supaya
kapal bisa melakukan gerakan (imaneuver) dengan aman di bawah pengaruh
gelombang, arus, topografi dan sebagainya.

Tabal 4.1 Lebar alur menurut OCD

93
Gambar 4. Lebar
alur dua jalur (Bruun, P., 1981).

94
4.4 Layout Alur Pelayaran
Untuk mengurangi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin trase alur
pelayaran merupakan garis lurus. Apabila hal ini tidak mungkin, misalnya karena
adanya dasar karang, maka sumbu alur dibuat dengan beberapa bagian lurus yang
dihubungkan dengan busur lingkaran. Faktorfaktor yang berpengaruh pada pemilihan
trase adalah kondisi tanah dasar laut, kondisi pelayaran (angin, arus, gelombang),
peralatan bantu (lampulampu, radar) dan pertimbangan ekonomis. Secara garis besar
trase alur ditentukan oleh kondisi lokal dan tipe kapal yang akan menggunakannya.
Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase
alur pelayaran.
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan
interval pendek.
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai
panjang minimum 10 kali panjang kapal terbesar.
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk
memperkecil alur melintang.
5. Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus
berlawanan dengan arah kapal yang datang.
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angina melintang.
Hal ini dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan
terlindung. Untuk itu maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar.
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali di mana
kapal tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titikn tersebut kapal
-kapal diharuskan melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus
terletak sedekat mungkin dengan mulut pelabuhan dengan
merencanakan/membuat tempat keluar yang memungkinkan kapal-kapal yang
mengalami kecelakaan dapat meninggalkan tempat tersebut, atau dengan
membuat suatu lebar tambahan.
Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung.
Jari-jari busur pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur. Jari-
jari minimum untuk kapal yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah seperti
berikut ini (Gambar 4.9)

95
R > 3L untuk a < 25°
R > S L untuk 25° < a < 35°
R > 10Z untuk a > 35°
Dengan :
R : jari-jari belokan
L : panjang kapal
a : sudut belokan
Lebar alur pada belokan dibuat lebih besar dibanding dengan lebar pada alur
pada bagian lurus lurus, yang dimaksudkan untuk memudahkan gerak kapal.
Tergantung pada olah gerak kapal dan jari-jari belokan, pelebaran bervariasi dari
sekitar dua kali lebar kapal terbesar pada bagian lurus sampai empat kali lebar kapal
terbesar di belokan

Gambar 4.9 Alur Pada Belokan


4.5 Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang cukup,
sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar
muat barang. Selain itu tanah dasar harus cukup baik untuk bisa menahan angker dari
pelampung penambat. OCDI memberikan beberapa besaran untuk menentukan
dimensi kolam pelabuhan.
Daerah kolam yang digunakan untuk menambatkan kapal, selain penambatan
di depan dermaga dan tiang penambat, mempunyai luasan air yang melebihi daerah
lingkaran dengan jari-jari yang diberikan dalam Tabel 4.2. Sedangkan pada
pelampung penambat, daerah perairan mempunyai jari-jari yang diberikan dalam
Tabel 4.3. Pada kolam yang digunakan untuk penambatan di depan dermaga atau

96
tiang penambat, mempunyai dae rah perairan yang cukup. Panjang kolam tidak
kurang dari panjang total
kapal (Loa) ditambah dengan ruang yang diperlukan untuk penambatan
yaitu sebesar lebar kapal; sedang lebamya tidak kurang dari yang diperlukan untuk
penambatan dan keberangkatan kapal yang aman. Lebar kolam di antara dua dermaga
yang berhadapan ditentukan oleh ukuran kapal, jumlah tambatan dan penggunaan
kapal tunda. Apabila dermaga digunakan untuk tambatan tiga kapal atau kurang, lebar
kolam di antara dermaga adalah sama dengan panjang kapal (Loa). Sedang dermaga
untuk empat kapal atau lebih, lebar kolam adalah 1,5 L0a.
Tabel 4.2 Luas kolam untuk tambahan

1. Kolam putar
Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum
adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total (L0a) dari kapal
terbesar yang menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan dengan bantuan
jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolam putar minimum adalah luas
lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal (Loa)-
2. Kedalaman kolam pelabuhan
Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam seperti
gelombang, angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1 kali
draft kapal pada muatan penuh di bawah elevasi muka air rencana. Kedalaman
tersebut diberikan dalam Tabel 4.4.

97
Tabel 4.4 Kedalaman kolam pelabuhan

3. Ketenangan di pelabuhan
Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam
di depan dermaga harus tenang untuk memungkinkan penambatan selama 95 % - 97,5
% dari hari atau lebih dalam satu tahun. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat

98
barang di kolam di BABY depan fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis
kapal, ukuran dan kondisi bongkar muat, yang dapat diberikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tinggi gelombang kritis di pelabuhan

Catatan
Kapal kecil : kapal kurang dari 500 GRT yang selalu menggunakan kolam untuk
kapal kecil Kapal sedang dan besar : Kapal selain kapal kecil dan sangat besar Kapal
sangat besar : Kapal lebih dari 500.000 GRT yang menggunakan dolphin besar dan
tambatan di laut.

99
BAB V
PEMECAH GELOMBANG
5.2 Pengertian Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi
daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan
daerah perairan dari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak
dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Daerah perairan dihubungkan dengan laut
oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu, dan kapal ke luar/masuk pelabuhan
melalui celah tersebut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah perairan
pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat barang dengan
mudah. Gambar 5.1. menunjukkan contoh bentuk memecah gelombang.
Pengaturan tata letak pemecah gelombang telah dipelajari dalam bab II. Pada
prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhan
tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi
pelabuhan. Gelombang yang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai
dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar akan bisa
mengangkut sedimen dasar dan membawanya searah dengan arus tersebut. Mulut
pelabuhan yang menghadap arus tersebut akan memungkinkan masuknya sedimen ke
dalam perairan pelabuhan yang berakibat terjadinya pendangkalan.

Gambar 5.1 Pemecah Gelombang sisi miring


Ada beberapa macam pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan
bangunan yang digunakan. Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan
menjadi pemecah gelombang sisi miring, sisi tegak dan campuran.

100
Pemecah gelombang bisa dibuat dari tumpukan batu, blok beton, beton massa,
turap dan sebagainya. Tipe masing-masing pemecah gelombang akan dibahas lebih
mendalam dalam sub bab berikutnya.
Dimensi pemecah gelombang tergantung pada banyak faktor, di antaranya
adalah ukuran dan layout perairan pelabuhan, kedalaman laut. tinggi pasang surut dan
gelombang, ketenangan pelabuhan yang diharapkan (besarnya limpasan air melalui
puncak bangunan yang diijinkan), transpor sedimen di sekitar lokasi pelabuhan.
Mengingat tujuan utama pemecah gelombang adalah untuk melindungi kolam
pelabuhan terhadap gangguan gelombang, maka pengetahuan tentang gelombang dan
gaya-gaya yang ditimbulkannya merupakan faktor penting di dalam perencanaan.
Pemecah gelombang harus mampu menahan gaya-gaya gelombang yang bekerja.
Pada pemecah gelombang sisi miring, butir-butir batu atau blok beton harus
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak runtuh oleh serangan gelombang.
Demikian juga, pemecah gelombang dinding tegak harus mampu menahan gaya-gaya
pengguling yang disebabkan oleh gaya gelombang dan tekanan hidrostatis. Resultan
dari gaya berat sendiri dan gaya-gaya gelombang harus berada pada sepertiga lebar
dasar bagian tengah. Selain itu tanah dasar juga harus mampu mendukung beban
bangunan di atasnya
5.2 Tipe Pemecah gelombang
Pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu :
1. pemecah gelombang sisi miring,
2. pemecah gelombang sisi tegak,
3. pemecah gelombang campuran.
Termasuk dalam kelompok pertama adalah pemecah gelombang dari
tumpukan batu alam, blok beton, gabungan antara batu pecah dan blok beton, batu
buatan dari beton dengan bentuk khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars, dolos,
dan sebagainya. Di bagian atas pemecah gelombang tipe ini biasanya juga dilengkapi
dengan dinding beton yang berfungsi menahan limpasan air di atas bangunan. Sedang
yang termasuk dalam tipe kedua adalah dinding blok beton massa yang disusun
secara vertikal, kaison beton, sel turap baja yang didalamnya diisi batu, dinding turap
baja atau beton dan sebagainya. Selain kedua tipe tersebut pada kedalaman air yang
besar, di mana pembuatan pemecah gelombang sisi miring atau vertikal tidak
ekonomis, dibuat pemecah gelombang tipe campuran yang merupakan gabungan dari
tipe pertama dan kedua. Gambar 5.2. menunjukkan beberapa contoh ketiga tipe
pemecah gelombang.

101
Gambar 5.2.a. adalah pemecah gelombang sisi miring, yang terdiri dari
tumpukan batu di bagian dalamnya sedang lapis luamya dapat berupa batu dengan
ukuran besar atau beton dengan bentuk tertentu. Lapis luar (lapis pelindung) ini harus
mampu menahan serangan gelombang. Gambar 5.2.b. adalah pemecah gelombang
sisi tegak dari kaison beton. Tanah dan laut dikeruk dan diganti dengan batu yang
berfungsi sebagai fondasi. Untuk menanggulangi gerusan pada fondasi, maka dibuat
perlindungan kaki yang terbuat dari blok beton. Bagian dalam kaison diisi dengan
pasir. Sedang gambar 5.2.c. adalah pemecah gelombang campuran. Bagian bawah
terdiri dari tumpukan batu sedang bagian atas terbuat dari kaison beton yang
didalamnya diisi pasir atau batu.
Tipe pemecah gelombang yang digunakan biasanya ditentukan oleh
ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut, kedalaman
air, fungsi pelabuhan, dan ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan.

Gambar 5.1 Pemecah Gelombang Sisi miring


Batu adalah salah satu bahan utama yang digunakan untuk membangun
pemecah gelombang. Mengingat jumlah yang diperlukan sangat besar maka
ketersediaan batu di sekitar lokasi pekerjaan harus diperhatikan. Ketersediaan batu
dalam jumlah besar dan biaya angkutan dari lokasi batu ke proyek yang ekonomis
akan mengarahkan pada pemilihan pemecah gelombang tipe tumpukan batu.

102
Gambar 5.2 c Pemecah gelombang sisi tegak dari kaison

Gambar 5.2 c Pemecah gelombang sisi tegak dari kaison


Faktor periling lainnya adalah karakteristik dasar laut yang mendukung
bangunan tersebut di bawah pengaruh gelombang. Tanah dasar (fondasi bangunan)
harus mempunyai daya dukung yang cukup sehingga stabilitas bangunan dapat
terjamin. Pada pantai dengan tanah dasar lunak, di mana daya dukung tanah kecil,
maka konstruksi harus dibuat ringan (memperkecil dimensi) atau memperlebar dasar
sehingga bangunan berbentuk trapesium (sisi miring) yang terbuat dari tumpukan
batu atau blok beton. Bangunan berbentuk trapesium mempunyai luas alas besar
sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh berat bangunan kecil. Apabila daya dukung
tanah besar maka dapat digunakan pemecah gelombang sisi tegak. Bangunan ini
dapat dibuat dari blok-blok beton massa yang ditumpuk secara vertikal atau berupa
kaison, yaitu bangunan berbentuk kotak dari beton yang didalamnya diisi pasir atau
batu. Sering dijumpai tanah dasar sangat lunak sehingga tidak mampu mendukung

103
beban diatasnya. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan perbaikan tanah
dasar dengan mengeruk tanah lunak tersebut dan menggantinya dengan pasir, atau
dengan memancang turucuk bambu yang akan berfungsi sebagai fondasi.
Selain itu kedalaman air juga penting terutama di dalam analisis stabilitas
bangunan. Di daerah pantai yang dalam dimensi pemecah gelombang sisi miring
(trapesium) menjadi besar yang berarti dibutuhkan bahan bangunan yang sangat
banyak sehingga harga bangunan menjadi mahal. Dengan demikian apabila
kedalaman air besar pemakaian pemecah gelombang sisi miring tidak ekonomis.
Dalam hal ini dipakai pemecah gelombang sisi tegak.
Stabilitas pemecah gelombang sisi tegak tergantung pada dimensi bangunan.
Berat sendiri bangunan harus mampu menahan gayagaya gelombang. Perbandingan
antara tinggi (//) dan lebar (B ) bangunan juga mempengaruhi stabilitas. Semakin
besar kedala-man diperlukan lebar bangunan lebih besar. Perbandingan antara lebar
dan tinggi pemecah gelombang tidak boleh kurang dari tiga perempat ( B 0,75// ).
Dengan demikian di laut yang sangat dalam pemakaian pemecah gelombang sisi
tegak tidak ekonomis lagi. Pada kondisi ini digunakan pemecah gelombang tipe
campuran. Bagian bawah dari bangunan ini terbuat dari tumpukan batu sedang bagian
atas merupakan bangunan sisi tegak.
Tabel 5.1. memberikan beberapa keuntungan dan kerugian dari masing-
masing tipe pemecah gelombang.

104
Tabel 5.1 Keuntungan dan kerugian ketiga tipe pemecah gelombang

5.6.1. Ditinjau dari bentuk konstruksinya yaitu:


nnghnfgngng
5.6.2. Ditinjau dari letak konstruksinya
dffdvdfgfgdgdddf
5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Tipe Pemecah Gelombang
hgffgffff
5.5 Pemecah Gelombang Sisi Miring
Pemecah gelombang sisi miring biasanya dibuat dari tumpukan batu alam
yang dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan bentuk
tertentu. Pemecah gelombang tipe ini banyak digunakan di Indonesia, mengingat

105
dasar laut di pantai perairan Indonesia kcbanyakan dari tanah lunak. Selain itu batu
alam sebagai bahan utama banyak tersedia.
Pemecah gelombang sisi miring mempunyai sifat fleksibel. Kerusakan yang
terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba (tidak fatal). Meskipun
beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih bisa berfungsi. Kerusakan yang
terjadi mudah diperbaiki dengan menambah batu pelindung pada bagian yang longsor
(Gambar 5.3).

Gambar 5.3. Kerusakan dan perbaikan pemecah gelombang sisi miring

Biasanya butir batu pemecah gelombang sisi miring disusun dalam beberapa
lapis, dengan lapis terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan ukuran besar dan
semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu lapis pelindung
tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi bangunan. Bentuk
butiran akan mempengaruhi kaitan antara butir batu yang ditumpuk. Butir batu
dengan sisi tajam akan mengait (mengunci) satu sama lain dengan lebih baik
sehingga lebih stabil. Batu-batu pada lapis pelindung dapat diatur peletakannya untuk
mendapat kaitan yang cukup baik atau diletakkan secara sembarang. Semakin besar
kemiringan memerlukan batu semakin berat. Berat tiap butir batu dapat mencapai
beberapa ton. Kadang-kadang sulit mendapatkan batu seberat itu dalam jumlah yang
sangat besar. Untuk mengatasinya maka dibuat batu buatan (butir pelindung) dari
beton dengan bentuk tertentu. Butir pelindung ini bisa berbentuk sederhana (kubus)
yang memerlukan berat yang cukup besar, atau bentuk khusus yang lebih ringan
tetapi lebih mahal dalam pembuatan. Butir pelindung ini bisa berupa tetrapod, tribar,
hexapod, dolos, dsb. Beberapa bentuk butir pelindung diberikan dalam Gambar 5.4.
Tetrapod mempunyai empat kaki yang berbentuk kerucut terpancung. Tribar terdiri
dari tiga kaki yang saling dihubungkan oleh lengan. Quadripod mempunyai bentuk
mirip tetrapod tetapi sumbusumbu dari ketiga kakinya berada pada bidang datar.
Dolos terdiri dari dua kaki saling menyilang yang dihubungkan dengan lengan.
Gambar 5.5. adalah contoh bentuk tetrapod yang disusun secara acak pada pemecah
gelombang Pelabuhan Perikanan Cilacap. Berat butir tetrapod adalah 4,5 ton. Dalam
gambar tersebut terlihat bahwa kaki-kaki tetrapod saling mengkait yang dapat

106
meningkatkan stabilitasnya. Dibanding dengan tumpukan batu, stabilitas tetrapod lebih
baik, sehingga diperlukan berat butir yang lebih kecil dibanding dengan tumpukan batu.

Gambar 5.4. Butir lapis lindung buatan


Gambar 5.6.a. adalah contoh pemecah gelombang tumpukan batu dengan lapis
pelindung terbuat dari tetrapod. Berat satu butir tetrapod adalah 25 ton. Tetrapod
hanya diletakkan pada sisi bangunan yang banyak menerima serangan gelombang
besar. Gambar 5.6.b. adalah contoh pemecah gelombang tumpukan batu dengan lapis
pelindung dari tumpukan blok beton berbentuk kubus dengan berat tiap butir adalah 8
16 ton. Bangunan ini dimungkinkan terjadinya limpasan, sehingga lapis pelindung
juga dibuat pada kedua sisi bangunan. Lapis pelindung pada sisi pelabuhan digunakan
untuk menahan limpasan air.

107
Gambar 5.5. Tetrapod disusun secara acak

Gambar 5.6.a. Pemecah gelombang dengan lapis pelindung tetrapod

Gambar 5.6.b. Pemecah gelombang dengan lapis pelindung blok beton

108
5.4.1. Konfigurasi potongan melintang
jhgngngngng
5.4.2. Dimensi pemecah gelombang sisi miring
jghjgjhjgjgjg
5.4.3. Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Miring
Jkhmhmhmhmh
5.5 Pemecah Gelombang Sisi Miring Tumpukan Batu dan Cetakan Beton
(Concrete Block and Rock-Mound Breakwaters)
Jhggnnhgngg
5.5.1. Contoh Pemecah Gelombang Blok Beton di Atas Tumpukan Batu
kukmhjmhmhmh
5.5.2. Pemecah Gelombang dengan Unit Irregular Concrete
ghnghnhnhgngn
5.5.3. Contoh Bangunan Pemecah Gelombang dengan tetrapod dan Tribar
Hjgngngng
5.6 Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Pada pemecah gelombang sisi miring energi gelombang dapat dihancurkan
melalui runup pada permukaan sisi miring, gesekan dan terbulensi yang disebabkan
oleh ketidak-teraturan permukaan. Pada pemecah gelombang sisi tegak, yang
biasanya ditempatkan di laut dengan kedalaman lebih besar dari tinggi gelombang,
akan memantulkan gelombang tersebut. Superposisi antara gelombang datang dan
gelombang pantul akan menyebabkan tcrjadinya gelombang stasioner yang disebut
dengan klapotis. Tinggi gelombang klapotis ini bisa mencapai dua kali tinggi
gelombang datang. Oleh karena itu tinggi pemecah gelombang di atas muka air
pasang tertinggi tidak boleh kurang dari 1 1/3 sampai 1 1/2 kali tinggi gelombang
maksimum, dan kedalaman di bawah muka air terendah ke dasar bangunan tidak
kurang dari 1 1/4 sampai 1 1/2 kali atau lebih baik sekitar 2 kali tinggi gelombang.
Kedalaman maksimum di mana pemecah gelombang sisi tegak masih bisa dibangun
adalah antara 15 dan 20 m. Apabila lebih besar dari kedalaman tersebut maka
pemecah gelombang menjadi sangat lebar, hal ini mengingat lebar bangunan tidak

109
boleh kurang dari 3/4 tinggi-nya. Di laut dengan kedalaman yang lebih besar maka
pemecah gelombang sisi tegak dibangun di atas pemecah gelombang tumpukan batu
(pemecah gelombang campuran) Pemecah gelombang ini dapat dibangun di laut
sampai pada kedalaman 40 m.
Pemecah gelombang sisi tegak dibuat apabila tanah dasar mempunyai daya
dukung besar dan tahan terhadap erosi. Apabila tanah dasar mempunyai lapis atas
berupa lumpur atau pasir halus, maka lapis tersebut harus dikeruk dulu. Pada tanah
dasar dengan daya dukung kecil, dibuat dasar dari tumpukan batu untuk menyebarkan
beban pada luasan yang lebih besar. Dasar tumpukan batu ini dibuat agak lebar
sehingga kaki bangunan dapat lebih aman terhadap penggerusan. Supaya benar-benar
aman terhadap peng-gerusan, panjang dasar dari bangunan adalah 1/4 kali panjang
gelombang terbesar. Kegagalan yang sering terjadi bukan karena kelemahan
konstruksinya, tetapi karena terjadinya erosi pada kaki bangunan, tekanan yang
terlalu besar dan tergesemya tanah fondasi.
Pemecah gelombang sisi tegak bisa dibuat dari blok-blok beton massa yang
disusun secara vertikal, kaison beton, turap be-ton atau baja ang dipancang dan
sebagainya. Suatu blok beton mempunyai berat 10 sampai 50 ton. Kaison adalah
konstruksi yang berupa kotak dari beton,bertulang yang dapat terapung di laut.
Pengangkutan ke lokasi dilakukan,dengan pengapungkan dan menariknya. Setelah
sampai ditempat yang dikehendaki kotak ini diturunkan ke dasar laut dan kemudian
diisi dengan beton atau batu. Pemecah gelombang turap bisa berupa satu jalur turap
yang diperkuat dengan tiang-tiang pancang dan blok beton di atasnya; atau berupa
dua jalur turap yang dipancang vertikal dan satu dengan yang lain dihubungkan
dengan batang-batang angker dan kemudian diisi dengan pasir dan batu.
Di dalam perencanaan pemecah gelombang sisi tegak perlu diperhatikan hal-
hal berikut ini.
1. Tinggi gelombang maksimum rencana harus ditentukan dengan baik, karena
tak seperti pada pemecah gelombang sisi miring, stabilitas ter hadap
penggulingan merupakan faktor penting.
2. Tinggi dinding harus cukup untuk memungkinkan terjadinya klapotis.
3. Fondasi bangunan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tak terjadi erosi
pada kaki bangunan yang dapat membahayakan stabilitas bangunan.
Gambar 5.13. adalah contoh pemecah gelombang yang terbuat dari blok-blok
beton massa yang disusun secara vertikal. Masing-masing blok dikunci dengan beton
bertulang yang dicor ditempat setelah blokblok tersebut disusun. Puncak pemecah

110
gelombang dibuat dinding beton yang dicor ditempat. Fondasi terbuat dari tumpukan
batu yang diberi lapis pelindung dari blok beton.
5.6.1. Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Contoh pemecah gelombang sisi tegak dari kaison diberikan oleh Gambar
5.14. Pemecah gelombang ini dibuat di daratan dan kemudian dibawa ke lokasi yang
telah ditentukan dengan ditarik oleh kapal. Pengangkutan ke lokasi dilakukan pada
waktu air tenang. Setelah sampai di lokasi kaison tersebut ditenggelamkan ke dasar
laut dengan mengisikan air ke dalamnya dan kemudian diisi dengan pasir. Bagian
atasnya kemudian dibuat lantai dan dinding beton. Gambar 5.15. adalah sket
penempatan kaison ke lokasi yang ditentukan.

Gambar 5.13. Pemecah gelombang sisi tegak dari blok beton

Gambar 5.16. menunjukkan contoh pemecah gelombang dari turap. Pemecah


gelombang ini terdiri dari turap beton dan tiang beton yang dipancang melalui tanah
lunak sampai mencapai tanah keras. Bagian atas dari turap dan tiang tersebut dibuat
blok beton. Pemecah gelombang ini dibuat apabila dasar laut terdiri dari tanah lunak
yang sangat tebal, sehingga penggantian tanah lunak dengan pasir menjadi mahal .
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang menggunakan pemecah gelombang tipe ini. Tiang
pancang baja dipancang sampai mencapai tanah keras sedalam lebih kurang 30 m.

111
BAB VI

DERMAGA (WHARVES, PIERS, BULKHEAD, DOLPHIN, DAN MOORING

6.1 Pengertian dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat


dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muatbarang dan menaik turunkan
penumpang . Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal
yang bertambat pada dermaga tersebut . Dermaga harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga kapal dapat merapat dan bertambat serta melakukan kegiatan di
pelabuhan dengan aman , cepat dan lancar . Di belakang dermaga terdapat apron dan
fasilitas jalan . Apron adalah daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi depan
gudang ( pada terminal barang umum ) atau container yard ( pada terminal peti emas )
, di mana terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut ( kapal ) ke kegiatan angkutan
darat ( kereta api , truk , dsb ) . Gudang transit atau container yard digunakan untuk
menyimpan barang atau peti kemas sebelum bisa diangkut oleh kapal , atau setelah
dibongkar dari kapal dan menunggu pengangkutan barang ke daerah yang dituju .
Gambar 6.1 adalah contoh tampang dermaga dan halaman dermaga beserta fasilitas
yang ada dari pelabuhan barang umum { general cargo ) .

112
6.2 Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe darmaga

Pemilihan tipe dermaga tergantung pada jenis kapal yang dilayani (kapal
penumpang atau barang yang bisa berupa barang satuan, peti kemas, barang curah
pada maupun cair , kapalikan , kapal militer , dsb ), ukuran kapal, kondisi topografi
dan tanah dasar laut, kondisi hidroose anografi ( gelombang dan pasang surut). Tipe
dermaga dipilih yang paling sesuai sehingga biaya pembangunannya seekonomis
mungkin. Gambar 6.4.dan 6.5. menunjukkan pertimbangan dalam menentukan tipe
dermaga.

113
Dalam Gambar 6.4. pantai mempunyai kemiringan kecil (landai) dan pelabuhan
akan digunakan untuk berlabuh kapal barang curah cair atau pun padat (kapal
minyak, kapal LNG, kapal/tongkang batubara, dan semacamnya) dengan bobot cukup
besar (draft kapal besar). Bongkar muat barang dapat dilakukan dengan menggunakan
pompa untuk minyak dan LNG, sedang untuk batubara bisa menggunakan belt

114
conveyor. Dengan demikian muatan tersebut tidak memberikan beban yang besar
pada dermaga. Mengingat hal tersebut, apabila digunakan wharf diperlukan
kedalaman pelabuhan yang dalam sehingga struktur dermaga sangat besar/berat dan
pengerukan dasar laut dalam jumlah sangat besar. Dalam hal ini, penggunaan jetty
akan lebih efisien dan murah. Pelabuhan Pertamina Cilacap adalah salah satu contoh
jetty untuk kapal tanker, dan Pelabuhan Badak Kalimantan Timur adalah contoh jetty
untuk kapal LNG, sedang contoh dermaga untuk membongkar muatan batubara
adalah jetty PLTU (Pembangkit ListrikTenaga Uap) Tanjungjati Jepara Jawa
Tengah. Meskipun pada umumnya jetty digunakan untuk merapat kapal barang curah
cair maupun padat, namun dermaga kapal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya menggunakan tipe jetty.Gambar 6.6. adalah contoh jetty sederhana dari
kayu untuk menaikturunkan penumpang pada terminal penyeberangan di Teluk
Ambon.

Gambar 6.5. adalah pantai yang memungkinkan dibangun wharf untuk berlabuh
kapal barang. Dermaga tersebut menerima beban yang besar di atasnya, seperti kran
(crane ), barang yang dibongkarmuat, peralatan untuk bongkar muat barang,
prasarana transportasi (kereta api, truk). Kebanyakan dermaga kapal barang
mempunyai bentuk tipe wharf yang mampu mendukung beban cukup besar. Dermaga

115
bisa berbentuk tipe tertutup atau terbuka. Pada tipe tertutup digunakan turap untuk
menahan beban dermaga dan tekanan tanah di belakangnya, sedang pada sistem
terbuka beban dermaga didukung oleh tiangtiang pancang . Gambar 6.7. adalah
contoh dermaga tipe terbuka Pelabuhan Gorontalo.

Pier adalah dermaga serupa dengan wharf yang disusun dalam bentuk seperti
jari sehingga bisa digunakan untuk merapat lebih banyak kapal. Pada umumnya
dermaga tipe ini digunakan untuk melayani kapal barang, dengan beban muatan di
atas dermaga cukup besar . Pada pier juga dapat dibangun gudang transito untuk
menyimpan barang yang baru dibongkar dari kapal ataupun barang yang akan
dikapalkan.

Pada pelabuhan dengan luas lahan terbatas, pengembangan pelabuhan dapat


dilakukan dengan membuat dermaga dan halaman dermaga di perairan. Dermaga dan
fasilitas di atasnya seperti gudang dan lapangan penumpukan dibuat di atas tiangtiang
pancang atau dibuat pada tanah timbunan (reklamasi). Pada tipe kedua digunakan
turap untuk menahan timbunan tanah . Dermaga dihubungan dengan daratan
menggunakan jembatan, seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.8.

Pada perairan yang mempunyai pasang surut besar, seperti di perairan timur
Sumatra (Riau, Jambi) dengan tinggi pasang surut bisa sekitar 4 sampai 5 m,
dimungkinkan untuk memilih dermaga apung, yang bisa menyesuaikan perubahan
elevasi muka air. Dermaga berupa ponton dari kotak baja atau beton yang bisa
mengapung menyesuaikan perubahan elevasi muka air laut. Ponton dan daratan
dihubungan dengan jembatan

yang kedua ujungnya ditumpu pada sendi putar sehingga bisa menyesuaikan
dengan perubahan posisi dermaga. Gambar 6.9. adalah bentuk dermaga apung ,
sedang Gambar 6.10 . adalah dermaga apung Pelabuhan Muara Sabak Jambi .

116
117
118
a. Struktur Dermaga Dermaga

Merupakan batas muka antara daratan dan perairan di mana kapal dapat
bertambat. Struktur dermaga dapat dikelompokkan menjadi dua macam berikut ini.

1. Dermaga konstruksi terbuka dimana lantai dermaga didukung oleh tiang-tiang


pancang .
2. Dermaga konstruksi tertutup atau solid, dimana batas antara darat dan
perairan dipisahkan oleh suatu dinding yang berfimgsi menahan tanah
dibelakangnya, yang dapat berupa dinding massa, kaison, turap dan dinding
penahan tanah. Baik wharf, pier maupun jetty dapat dibangun dengan salah
satu dari konstruksi tersebut.
Baik wharf, pier maupun jetty dapat dibangun dengan salah satu dari
konstruksi tersebut.
Elevasi puncak dermaga ditentukan oleh beberapa faktorberikut:
1. elevasi muka air pasang tertinggi
2. kenaikan muka air karena pengaruh gelombang dan angin
3. tipe kapal yang menggunakan pelabuhan
4. fasilitas yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang.
Pada umumnya, untuk terminal barang umum, elevasi permukaan dermaga
paling tidak 1,5 m diatas mukaair rencana.Elevasi dasar pelabuhan didepan dermaga
ditentukan berdasa rmuka air surut terendah,

b. Wharf
Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit
dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf biasanya digunakan untuk
pelabuhan barang potongan atau petik emas dimana dibutuhkan suatu halaman
terbuka yang cukup luas untuk menjamin kelancaran angkutan barang.
Perencanaan wharf harus memperhitungkan tambatan kapal, peralatan
bongkar muat barang dan fasilitas transportasi darat. Karakteristik kapal yang akan

119
berlabuh mempengaruhi panjang wharf dan kedalaman yang diperlukan untuk
merapat nya kapal.
Gambar 6.11. adalah wharf kontruksi terbuka dari pelabuhan Tokyo yang
digunakan untuk melayani kapal barang umum dan petik emas dengan bobot sampai
30.000 dwt (PC/,1990). Kedalaman pelabuhan adalah 10,0 m terhadap muka air surut
terendah (+0,0m). Lebar dermaga adalah 20,0 m. Sisi muka dermaga dipasang fender
karet. Dermaga terscbut terbuat dari balok dan slab beton bertulang yang didukung
oleh tiang pancang baja, serta dilengkapi dengan turap baja untuk menahan tanah di
belakangnya. Turap tersebut ditahan oleh angker. Tiang-tiang dipancang sampai
kedalaman -31,0 m dari muka air laut rerata.

Wharf tipe tertutup biasanya berimpit dengan garis pantai dan juga berfungsi
sebagai penahan tanah dibelakangnya. Gambar 6.12. adalah wharf tipe tertutup yang
terbuat dari selturap baja dari Pelabuhan Voisey’sbay, Labrador Kanada. Bangunan
tipe ini digunakan apabila kedalaman air tidak lebih besar dari 15 m dan tanah dasar
mampu mendukung bangunan massa diatasnya. Bagian atas dari se ltersebut biasanya
dibuat slab beton. Selter buat dari turap baja yang dipancang melingkar dan mampu
menahan gaya tarik untuk menahan bahan isian didalamnya, sehingga membentuk
dinding massa (gravitas) yang cukup berat dan mampu menahan penggulingan.

120
Gambar 6.13. adalah wharf dari turap yang dipancang ke dalam tanah. Turap
bisa terbuat dari beton atau baja. Turap berfungsi sebagai penahan tanah yang ada di
belakangnya. Dalam gambar tersebut bagian atas turap ditahan oleh angker yang
ujungnya ditahan oleh plat beton (deadman ) yang diletakkan pada jarak yang aman.
Sedangkan turap bagian bawah ditanam ke dalam tanah dan terjepit.
Gambar 6.14. adalah dermaga dari turap baja di Pelabuhan Peti Kemas
Havana Kuba (Arcelor Mittal, 2007). Elevasi muka air pada +0,0 m dan kedalaman
pelabuhan adalah 12,5 m. Beban hidup yang bekerja pada lantai dermaga adalah 50
kN/m . Kran darat yang dapat berjalan diatas rel didukung oleh fondasi tiang pancang
beton dengan beban 26 kN/m . Mengingat kedalaman pelabuhan cukup besar
(elevasi dasar pelabuhan 12, 5 m) atau tinggi dermaga adalah 15,0 m; maka turap
tersebut juga didukung oleh tiang pancang baja yang dipancang sampai kedalaman
24, 0 m. Hubungan antara tiang dan turap diberikan dalam Gambar 6.15.

121
122
Kaison beton juga banyak digunakan sebagai wharf seperti yang
Ditunjukkan dalam Gambar 6.14 . Dalam gambar tersebut kaison diletak kan pada
pondasi dari tumpukan batu . Bagian dalam kaison diisi dengan
pasir atau batu untuk menambah berat bangunan sehingga lebih stabil terhadap
tekanan tanah di belakangnya . Kaison bisa dibuat di tempat ke ring dan kemudian
diturunkan dengan melakukan pengerukan tanah kolam pelabuhan di depannya ,
seperti terlihat dalam Gambar 6.15 Gambar
6.18 adalah dermaga yang terbuat dari dinding kantil ever yang dapat menahan
tekanan tanah di belakangnya .

123
c. Pier
Pier adalah dermaga serupa wharf ( berada di garis pantai ) yang berbentuk
seperti jari dan dapat untuk merapat kapal pada kedua sisinya , sehingga bisa
digunakan bersandar kapal dalam jumlah lebih banyak untuk satu satuan panjang
pantai . Perairan di antara dua pier yang berdam pingan disebut slip .
Seperti halnya dengan wharf struktur pier juga bisa berupa struktur terbuka
dan struktur tertutup . Pada struktur terbuka pier berupa balok balok dan plat yang
didukung tiang tiang pancang seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.19 . Dalam
gambar tersebut , pier dapat digunakan untuk bertambat kapal di kedua sisinya .
Tiang pancang miring digunakan untuk menahan gaya horisontal yang ditimbulkan
oleh benturan kapal pada waktu merapat dan gaya tarikan kapal akibat gelombang ,
arus dan angin .
Pier struktur tertutup dibuat dari dua pasang turap baja atau beton yang
dipancang secara berhadapan dan di antara kedua turap tersebut diisi pasir ataubahan
timbunan lain , seperti ditunjukan dalam Gambar 6.20 . sisi atasnya diperkeras
dengan plat beton atau jenis perkerasan lainnya. Kedalaman pemancangan tergantung
pada karakteristik tanah . Bagian atas turap ditahan oleh angker baja untuk
mengurangi momen yang terjadi pada turap di bagian bawah ( jeph pada tanah ) .
Apabila jarak antara ke dua turap tidak panjang , angker tersebut dibuat menerus
menghubungkan kedua turap .

124
Apabila jarak antara kedua turap cukup lebar, angker yang mcnahan turap
bagian atas bisa dibuat terpisah yang ditahan oleh plat beton (<deadman) seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6.21. Di halaman dermaga dapat dibangun gudang dan
lapangan penumpukan.
d. Jetty

125
Jettya dalah dermaga yang dibangun menjorok cukup jauh ke arah laut,
dengan maksud agar ujung dermaga berada pada kedalaman yang cukup untuk
merapat kapal. Pada umumnya jetty digunakan untuk merapat kapal tanker, kapal
LNG, tongkang pengangkut batubara. Gambar 6.22. adalah contoh jetty yang
digunakan untuk merapat kapal tanker atau LNG .Untuk menahan benturan kapal
yang merapat dipasang dolphin penahan benturan (bresting dolphin) didepan jetty.
Sedang untuk mengikat kapal digunakan dolphin penambat (mooring dolphin).
Dolphin-dolphin tersebut dihubungkan dengan catwalk (semacam jembatan kecil),
yang berfungsi sebagai jalan petugas yang akan mengikat kan tali kapal kedolphin.
Gambar 6.23 adalah jetty yang bisa digunakan untuk bertambat tiga kapal dengan
ukuran berbeda. Gambar 6.24 adalah penambatan kapal tanker pada jetty.
Gambar 6.25. adalah jetty untuk bertambat nya kapal tanker dari Pelabuhan
Niigata-Jepang, yang dapat digunakan untuk merapat kapal pada kedua sisinya. Kapal
merapat pada bresting dolphin dan pengikatan dilakukan dengan mooring dolphin
(dolphin penambat).

6.3 Bahan dan tipe kontruksi dermaga

Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu wharf pier dan jetty ; seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6.2 . Struktur wharf dan pier bisa berupa struktur tertutup
atau terbuka sementara jetty pada umumnya berupa struktur terbuka. Struktur tertutup
bisa berupa dinding gravitas dan dinding turap , sedang struktur terbuka berupa
dermaga yang didukung oleh tiang pancang . Dinding gravitas bisa berupa blok beton
, kaison , sel turap baja atau dinding penahan tanah .

126
Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit
dengan garis pantai . Wharf } uga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada
dibelakangnya . Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya
tegak lurus dengan garis pantai ( berbentuk jari ) . Berbeda dengan wharf yang
digunakan untuk merapat pada satu sisi nya , pier bisa digunakan pada satu sisi atau
dua sisinya ; sehingga dapat digunakan untuk merapat lebih banyak kapal . Jetty
adalah dermaga yang menorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada
pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal . Jetty digunakan untuk merapat
kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam , yang mempunyai ukuran sangat besar .
Sisi muka jetty ini biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan
oleh jembatan yang membentuk sudut tegak lurus dengan jetty . Gambar 6.3 ,
menunjukkan beberapa tipe dermaga .

127
6.4 Faktor faktor yang yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dermaga

6.4.1 Penentuan ukuran dan layout dermaga

Ukuran dermaga dan perairan untuk bertambat tergantung pada dimensi kapal
terbesar dan jumlah kapal yang menggunakan dermaga. Tata letak dermaga
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ukuran perairan pelabuhan, kemudahan kapal
yang merapat dan meninggalkan dermaga, ketersediaan/penggunaan kapal tunda
untuk membantu kapal bertambat, arah dan besamya angin, gelombang danarus.

128
129
Gambar 6.26. menunjukkan panjang dermaga untuk satu tambatan, yaitu
sama dengan panjang kapal terbesar yang menggunakan dermaga ditambah
masingmasing 10% kali panjang kapal di ujung hulu dan buritan kapal. Apabila
perairan di depan dermaga harus dikeruk, ukuran daerah yang dikeruk ditunjukkan
dalam Gambar 6.27. Untuk kapal yang merapat dengan bantuan kapal tunda, panjang
daerah yang dikeruk tidak kurang dari 1,25 kali panjang kapal terbesar yang

130
menggunakan pelabuhan, dan apabila tanpa bantuan kapal tunda tidak kurang dari 1,5
kali panjang kapal. Lebar dari daerah yang dikeruk tidak kurang dari 1,25 kali lebar
kapal terbesar yang menggunakan dermaga (Thoresen, CA., 2003).

Apabila dermaga digunakan oleh lebih dari satu tambatan kapal, di antara dua
kapal yang berjajar diberi jarak sebesar 10% kali panjang kapal terbesar yang
menggunakan pelabuhan (Gambar 6.28.). Biasanya kapal yang masuk ke pelabuhan
terdiri dari banyak ukuran. Untuk itu dihitung panjang kapal rerata yang berlabuh di
pelabuhan. Panjang dermaga yang digunakan untuk merapat beberapa kapal
didasarkan pada '

panjang kapal rerata. IMO (International Maritim Organization) memberikan


persamaan untuk menentukan panjang dermaga, seperti diberikan oleh bentuk berikut
ini.

Lp = nLoa +(n+1)x10%x L (6.1) oa

dengan :

Ip : panjang dermaga

I0a : panjang kapal yang ditambat

n : jumlah kapal yang ditambat

Di dalam Gambar 6.28. ditunjukkan pula fasilitas di dermaga seperti apron,


gudang dan jalan . Lebar apron tergantung pada alat bongkar muat (crane ) yang
digunakan, jumlah jalur kereta api dan truk. Gambar 6.29. memberikan lebar apron

131
untuk berbagai kondisi operasi yang berbeda. Apabila adalah luas gudang yang
melayani satu tambatan , maka beberapa ukuran yang lain adalah sebagai berikut ini .

d= Lp 2e

b= 3AI {d -2e)

dengan :

A : luas gudang I : panjang kapal yang ditambat

b : lebar gudang

a : lebar apron

e : lebar jalan

Nilai a dan e dapat dilihat dalam Gambar 6.29(Quinn A. Def. , 1972 ).

132
Dimensi pier , yaitu dermaga berbentuk jari diberikan oleh Gambar 6.30 . dan
6.31 . yang digunakan untuk dua dan empat tambatan . Slip yang digunakan untuk
empat tambatan harus cukup besar untuk gerakan kapal yang masuk dan keluar
dengan bantuan kapal tunda . Ukuran dermaga diberikan oleh bentuk berikut ini .

133
1 . Pier dua tambatan , 2 . Pier empat tambatan

Panjang pier : Panjang pier :

LP = nL „ a + 50 Lebar pier : Lp— 2 Loa + 65

Bp = 2 a + b Lebar slip :

Lebar pier : 5 = 25 + 35

5p=2a+b Panjang gudang :

Lebar slip : d=L{c+e)

5 25 + 50 Lebar gudang :

Panjan gudang : b = Aid

d=L—(c+e)

Lebar gudang :

b A!d

6.4.2 Tipe desain

Sebuah dermaga dapat dirancang sebagai struktur kaku di mana gaya lateral
diambil alih oleh tiang pancang atau dengan gaya rangka kaku. Namun, karena
deformasi elastis dan lentur, beberapa gerakan mungkin terjadi, tapi ini biasanya
diabaikan dalam menyerap tumbukan dari kapal. Beberapa konstruksi dirancang
untuk menjadi fl eksibel sehingga dapat menyerap tumbukan kapal saat merapat.
Kumpulan tiang pancang dari kayu adalah contoh dari jenis fl eksibilitas, karena
mereka menyerap energi dari tumbukan melalui gerakan besar dimana kayu mampu
menjalani tanpa terjadi distorsi permanen. Penggunaannya, bagaimanapun, biasanya
terbatas pada dermaga untuk kapal tongkang dan kapal kecil. Di mana kapal besar
yang akan berlabuh terhadap struktur yang fl eksibel itu harus dirancang dari struktur

134
rangka baja dan tiang baja untuk memberikan gaya melawan yang memadai. Contoh
dari jenis konstruksi ini ditunjukkan pada Gambar. 6.13 diatas dan 6.26 dibawah.
yang terakhir adalah dermaga bijih besi dibangun baru-baru ini oleh Bethlehem Steel
Corporation di Sparrows Point, Maryland, yang dirancang untuk berlabuh kapal bijih
180.000 DWT.

6.5 Fender Dermaga

6.5.1 Fungsi Fender Dermaga

Fungsi utama dari fender dermaga adalah untuk mencegah kapal dan / atau
dermaga dari kerusakan pada saat kapal merapat di dermaga. Dalam kondisi yang
ideal dan terkendali sempurna kapal mungkin mendekati dermaga tanpa benturan
yang keras, tetapi masih penting untuk memisahkan dermaga dengan gesekan dengan

135
landasan kayu atau karet untuk mencegah cat tidak rusak yang disebabkan dari
gerakan relatif antara dermaga dan kapal, yang disebabkan oleh angin dan ombak.
Kayu gelondongan mengambang atau “unta,” seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
6.30 kadang-kadang ditempatkan di antara kapal dan sistem fender atau dimuka
dermaga. Ini mempunyai dua tujuan yaitu, memegang kapal dari muka dermaga, dan
membantu untuk mendistribusikan beban di sepanjang sistem fender. Yang terakhir
ini penting ketika sebuah kapal besar yang berlabuh di samping dermaga kayu dengan
kumpulan fender kayu.

6.5.2 Tipe Fender

Dalam bentuk yang paling sederhana fender mungkin bagian dari struktur kayu
horizontal atau sejumlah struktur kayu vertikal atau landasan gesekan diikat ke
dermaga. Untuk setiap bagian vertikal, kumpulan kayu dapat digunakan atau
mungkin kayu berakhir di water level dan tergantung dari dek, dalam hal ini fender
disebut fender menggantung, “seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.31.
Perawatan harus dilakukan untuk melihat bahwa berat fender didukung pada kurung
dari muka dermaga: sebaliknya, panjang baut yang memegang kayu di tempat akan
melengkung untuk memungkinkan fender melorot sesuai ketinggian air. Kayu itu
sendiri dapat menyerap sejumlah energi karena dikompresi, dan, jika ini dibangun
dalam ketebalan yang cukup besar, dampak kekuatan akan sangat berkurang.

136
Tumpukan kayu-fender, yang ditempatkan jauh dari dermaga pada sedikit tumbukan
berulang-ulang sekitar 1 pada 24, akan menyerap energi karena defl eksi yang akan
berlangsung bila benturan oleh kapal. Namun, apabila kapal menjadi lebih besar
sesuatu tambahan dibutuhkan untuk menyerap lebih banyak energi, dan berbagai jenis
sistem yang fl eksibel-fender telah dirancang dan telah berfungsi dengan cukup
sukses.

Gambar 6.32 menunjukkan jenis fender kayu di mana penyerapan energi


diperoleh tidak hanya dari defl eksi dari kumpulan kayu tapi dari defl eksi dari papan
sepanjang sisi kapal kayu, lebih tebal dari papan biasa, dan memperkuat dan
melindungi lambung yang disebut wood wale. Hal ini dicapai dengan menempatkan
kayu pada titik-titik seperempat rentang dan dengan menghalangi keluar ganjal kayu
antara tumpukan. Wood wale harus proporsional dan hati-hati untuk memberikan defl
eksi yang tepat tanpa gagal pada geser atau lentur.

137
Dalam merancang sistem fender yang melibatkan terutama penggunaan kayu,
harus dipastikan hanya kayu kelas satu dan senantiasa untuk merawat (kayu) dengan
kreosot 12 sampai 16 lb/ft3. Lubang baut harus dibor dengan diameter persis sama
seperti bautnya, dan posisi semua lubang muka fender harus tepat sehingga sekrup,
paku, atau baut dapat dimasukkan rata dengan permukaan (countersunk). Semua
pemotongan dibuat di lapangan harus dicat dengan minyak creosote, dan ruang yang
tersisa di sekitar kepala semua baut countersunk harus diisi dengan damar wangi.
Semua hardware fender harus galvanis. Karet telah digunakan secara luas dalam
sistem fender. Ban karet tergantung di sisi dermaga adalah contoh dari
pemanfaatannya sebagai fender. Penggunaan yang unik dari karet ban sebagai fender
ditunjukkan pada Gambar. 6.33, di mana ban truk di atas roda ditempatkan dalam
posisi horizontal sepanjang muka dermaga dan as roda diatur dalam dek beton,
sehingga menghilangkan gesekan memanjang antara kapal dan muka dermaga. Jenis
ini hanya akan cocok untuk lokasi di mana air tenang dan rentang pasang kecil.

Setelah penggunaan ban karet bermunculan silinder lubang atau fender persegi
panjang, blok karet persegi panjang, dan jenis sandwich yang dikenal sebagai fender
penyangga Raykin. Jenis silinder berongga awalnya digunakan sebagai fender

138
terbungkus, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.34. Hal ini memerlukan dinding fasia
yang kuat untuk kedalaman minimal 6 ft, karena dimaksudkan untuk menyebarkan
beban saat tumbukan. Ketinggian setidaknya 3-ft dari bidang kapal. Dalam hal ini,
penting untuk memiliki fender melengkung ke radius tertentu. Fender yang
terbungkus sangat mudah beradaptasi dengan jenis konstruksi dermaga tertutup,
Gambar 6.34 menunjukkan instalasi fender karet silinder pada dermaga supertanker
Puerto La Cruz, Venezuela Fender karet terbungkus didukung oleh tali kawat atau
rantai melekat pada mata baut diatur dalam dinding dermaga beton. Mata baut diatur
dalam relung sehingga mereka tidak menonjol keluar. Mata baut untuk fender 12-24
in. Harus bervariasi dari 11/4 sampai 2 in. Jika mungkin, diameter harus ditetapkan
sehingga berada dalam posisi ketegangan, bukan menjadi sasaran geser langsung dan
bantalan terhadap beton, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.35. Untuk ukuran
fenders yang lebih besar dianjurkan diikat, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.36

139
Apabila tidak praktis untuk menggunakan dermaga dalam jalur balok atau
dinding, fender karet silinder dapat ditempatkan di belakang balok baja horisontal
yang melekat pada tiang fender, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.37. Jika balok
baja kira-kira lebih panjang dari 30 ft, harus diartikulasikan dengan memasukkan
terhubung pin sanbungan yang akan meneruskan geser tapi bukan momen. Tiang
pancang dapat berupa kayu atau baja, tetapi jika yang terakhir digunakan asalkan
tiang harus dengan kayu strip (wood rubbing strip).

140
Fender karet silinder, seperti yang diproduksi oleh Goodyear Tire & Rubber Co
dan Uniroyal Inc. (US Rubber Co), terdapat dalam ukuran mulai dari 3 in. Gambar
6.38a dan b ditunjukkan penyerapan energi dan kekuatan yang dihasilkan sehubungan
dengan defl eksi untuk masing-masing ukuran fender karet silinder, dan Gambar.
6.39a dan b memberikan informasi yang sesuai untuk fender karet persegi panjang.
Penyerapan energi dari fender karet silinder berbanding lurus dengan kekuatan defl
eksi sampai sama dengan sekitar 50 persen dari diameter luar. Di luar titik ini
kekuatan meningkat jauh lebih cepat daripada penyerapan energi, dan biasanya
dibutuhkan penggunakan fender cukup besar agar energi tumbukan dari kapal akan
diserap tanpa memerlukan defl eksi sebesar itu untuk menghasilkan peningkatan gaya
secara proporsional. Lord Manufacturing Company adalah distributor dari perusahaan
Bridgestone Tire. Fender LTD’S silinder karet dalam ukuran luar dari 6 sampai 59 in.
Tabel 6.1 menyajikan dimensi, beban, energi, dan berat masing-masing ukuran.
Fender penyangga Raykin terdiri dari serangkaian lapisan yang terhubung yang
terbuat dari pelat baja disemen ke lapisan dari karet, seperti yang

141
ditunjukkan pada Gambar. 6.39. Fender ini dapat diperoleh dalam berbagai
ukuran dan kapasitas menyerap energi seperti diberikan dalam Tabel 6.2.
FenderLordfl eksibel dock dari kekuatan konstruksi karet berikat yang digunakan
“kolom tekuk” prinsip seperti yang telah dipatenkan untuk menyediakan penyerapan
energi. Setelah menangkis benturan , dan mengaitkan dalam arah tertentu pada beban
yang telah ditentukan. Pemasangan karet terikat pada pelat baja datar, dengan lubang
untuk memungkinkan fender untuk melesat ke dermaga di satu sisi dan bantalan baja
atau fender di sisi lain. Tabel 6.3 memberikan dimensi dan kapasitas Fender Lord fl
eksibel. Tabel 6,4 sampai dengan 6,12, memberikan dimensi dan kapasitas fender
Bridgestone Super Arch, diproduksi oleh Bridgestone Tire Company, Ltd, dan
didistribusikan oleh Lord Manufacturing Company. Dengan munculnya tanker
100.000 DWT pada tahun 1961 dan tanker raksasa yang lebih baru 200.000 - 300.000
dan 500.000 DWT, Jepang, merupakan negara yang telah banyak membangun kapal
tanker besar, mengembangkan beberapa jenis fender karet dengan reaksi gaya rendah,
karakteristik energi penyerapan tinggi, yang akan menyerap energi yang jauh lebih
besar dari benturan kapal-kapal yang lebih besar pada fender dermaga yang
sebelumnya sudah menyerap. Fender karet ini dikenal sebagai Seibu jenis V dan H
yang diproduksi oleh Seibu Rubber Chemical Co, Ltd ; dermaga sel fender oleh
Bridgestone Tire Co, Ltd dan fender karet pneumatik oleh Yokohama Rubber Co,
Ltd. Fender ini telah digunakan tidak hanya di Jepang, tapi di Amerika Serikat dan
negara-negara lainnya juga. Jenis fender karet Seibu V bentuk intinya dari karet alam
atau karet sintetis mencakup jenis polimer sintetik yang menyerupai karet, tahan
terhadap minyak, panas, dan pelapukan. dengan ketebalan dari 2 sampai 3 mm.
Permukaan atas biasanya dilapisi dengan urethane. Blok karet terikat pada pelat baja,
dan unit ini diikat dengan baut jangkar diatur dalam colokan resin dalam beton pier
atau dolphin. Tabel 6.13 memberikan dimensi dari jenis unit V, dan Tabel 6.14
kapasitasnya. Dengan dimensi yang diberikan dalam Tabel 6.15. Kapasitas diberikan
dalam Tabel 6.16. Fender tipe-H telah dipasang pada tahun 1969 untuk tambatan
kapal tanker 500.000 ton di Ki-ire Kagoshima, Jepang selatan. Dolphin utama yang

142
digunakan 12 buah dengan ukuran masing-masing 2000H x 3000 L, dan diyakini
fender dermaga terbesar yang pernah dipasang.

143
144
dianjurkan terutama untuk melayani kapal-kapal besar yang membutuhkan
desain reaksi rendah untuk menjaga tekanan rendah terhadap gaya luar. Tabel 6.17
memberikan dimensi dan kapasitas fender sel individu. Fender karet pneumatik,
terbuat dari tiga lapisan, yaitu, karet penutup eksternal, kain ban nilon yang kuat
terdiri dari sekitar 15-ply kabel serat sintetis yang disusun tegak lurus, mirip dengan
konstruksi ban, dan karet penutup internal. Pada setiap akhir adalah besi fl ange, salah
satunya berisi katup udara. Unit ditutupi dengan tali kawat jaring dilapisi karet
dimana tali kawat dapat dilampirkan untuk memegang fender dalam posisi. Tabel
6.18 memberikan dimensi dan kapasitas fender pneumatik. Gambar. 6.40 dan 6.41
memberikan kurva defleksi energi dan beban. Unit terdiri dari batang karet butyl
dimana permukaan yang kontak dengan kapal dilindungi dengan urethane. Urethane

145
menyajikan tahan gores, tidak cacat, permukaan gesekan rendah. Fender terikat pada
pelat baja dengan lubang untuk unit baut struktur dermaga. Unit ini hanya dalam satu
ukuran, tetapi sejumlah kombinasi dapat dirancang dengan penahan yang diatur setiap
waktu atau terus menerus, horisontal atau vertikal. Pegas baja telah digunakan dalam
sistem fender dermaga.

Fender karet umumnya menggantikan penggunaan pegas sebagai sediakala


memiliki umur yang lebih panjang dan membutuhkan sedikit perawatan. Juga, jenis
silinder fender karet lebih mampu mengambil kekuatan memanjang sejajar dengan
dermaga. Fender jenis gravitasi telah digunakan selama bertahun-tahun di Eropa,
tetapi tidak pernah menjadi terlalu populer di Amerika Serikat. Fender ini dirancang
atas dasar mengubah energi kinetik menjadi energi potensial dengan cara menaikkan
beratnya. Hal ini dilakukan dalam beberapa cara: (1) dengan sistem kabel dengan
jumlah besar, (2) dengan pendulum, atau (3) dengantrunnions. Fender gravitasi
pertama dipasang di Heysham, Inggris, pada tahun 1942, di sebuah dermaga minyak
khusus perang. Lokasi ini tidak terlindung dari laut, kondisi cuaca dan pasang surut
27 ft. Ujung dermaga dilindungi oleh dolphin lonceng. Bingkai luar memberikan
stabilitas (kapal) dengan menempatkan alat pemberat dalam lambung kapal tersebut.
yang dapat memutar dan ketika dorongan lateral pada pusat gravitasi dari bel, yang
beratnya 170 ton, terangkat 11 in. Pekerjaan selesai adalah, 170 x 11 = 1.870 inci-ton,
yang cukup menyerap seluruh energi benturan kapal dengan berat yang dipindahkan
28.000 long ton panjang, dengan kecepatan gerak 0,5 ft per detik. Jenis unit fender
gravitasi umum yang cocok untuk digunakan sepanjang muka dermaga. Unit-unit ini
dari tabung baja diisi dengan beton, dengan strip kayu, dalam rang membongkar
jangkar 15 ton dan memiliki gerakan.

vertikal maksimum sekitar 2 ft, sehingga menyerap energi 30 ft-ton. Dengan


memberikan jumlah yang cukup sepanjang dermaga, energi benturan kapal dapat
diserap, dengan mempertimbangkan bahwa jumlah energi yang diserap oleh setiap
unit akan bervariasi secara langsung dengan gerakan, yang akan tergantung pada

146
sudut dan kelengkungan lambung kapal dengan dermaga, seperti ditunjukkan pada
Gambar. 6.42.

Desain lain memanfaatkan prinsip mentransfer energi kinetik dari benturan


energi potensial dari posisi, di mana blok beton besar tergantung horisontal dengan
dua set kabel atau rantai cenderung dalam posisi melintang dan membujur dari arah
dek dermaga. Bagian depan blok beton disediakan dengan strip kayu. Yang
beroperasi pada prinsip gravitasi adalah, virgil Blancato, manajer, cabang struktural,
Departemen Pekerjaan Umum, New York Naval Shipyard, telah merancang sebuah
unit fender,. Sebuah unit yang mempunyai panjang 88 kaki dari jenis fender dipasang
di Brooklyn Navy Yard pada tahun 1955. Unit fender ini bila terkena kapal akan
bergerak ke dalam dan ke atas dan miring, sehingga memanfaatkan berat fender
untuk menyerap energi kinetik benturan kapal.

147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
6.5.3 Disain Umum Fender

Benturan maksimum yang disebabkan oleh kapal yang membentur dermaga


ketika merapat didasarkan pada asumsi tertentu dari operasi kapal menyangkut sudut
dan kecepatan saat merapat ke dermaga. Dalam perancangan biasanya kapal dianggap
terisi penuh (displaced tonnage) dan pendekatan merapat dengan sudut 10o ke muka
dermaga, seperti yang ditunjukkan pada Gambar.6.43. Hal ini mudah dilihat bahwa
haluan kapal akan membentur fender, dan hanya sekitar dari kapasitas kapal yang
akan efektif dalam menciptakan energi tumbukan yang akan diserap oleh fender dan
dermaga. Kecepatan pendekatan harus diasumsikan dan bahwa di sini ada
ketidakpastian sangat besar, terutama karena efeknya pada energi bervariasi sebagai
kuadrat kecepatan. Kecepatan kapal harus dikonversi ke dalam komponen normal ke
dermaga, dan pengalaman telah menunjukkan bahwa kecepatan ini akan berada di

169
antara 0,15 dan 1,0 ft per detik, angka terakhir yang berhubungan dengan kecepatan
pendekatan sekitar 31/2 knot pada sudut 10o ke muka dermaga. Secara umum,
kecepatan dari 0.5 sampai 1,0 ft per detik adalah normal dan diasumsikan untuk muka
dermaga terkena benturan lebih, kapal-kapal berlabuh diasumsikan tanpa bantuan
kapal tunda, dan untuk kapal tonase ringan, sedangkan kecepatan di bawah 0,5 ft per
detik berlaku untuk kapal-kapal yang lebih berat akan merapat di lokasi yang
dilindungi atau dengan bantuan kapal tunda.

Dampak Energi kinetik adalah E=1/2 mv2 dan, W/g untuk massa M, E menjadi:

1/2x (w/g) mv2 (6.1)

dimana

E = energi, (ft-tons (2,240 lb)


W = berat displaced kapal, long tons
v = kecepatan normal kapal merapat, ft per sec
g = gaya gravitasi, 32.2 ft/dt2

Displacement kapal W=Cb.L.D.J (6.2)


dimana:
Cb = block coeffi cient (0,65 – 0,75)
L = panjang kapal (m)
B = lebar kapal (m)
D = draft maximum kapal (m)
j = berat volume air laut (1,03 t/m3)
W = displacement kapal (ton)
Energi yang akan diserap oleh sistem fender dan dermaga biasanya diambil untuk
menjadi 1/2E, tetap diasumsikan setengah yang diserap oleh kapal dan air, karena
rotasi pusat massa dari kapal sekitar titik kontak dari haluan dengan fender, dan

170
diasumsikan pada titik seperempat dari panjang kapal. Untuk titik kontak merapat
lainnya dari kontak kapal dengan dermaga. Seibu Karet Chemical Co, Ltd, telah
mengembangkan kurva nyaman (Gbr. 6.42) untuk menentukan faktor K .

dalam persamaan Sebagai contoh, jika titik merapat/berlabuh adalah sepertiga


bukannya seperempat panjang kapal, faktor K adalah sekitar 0,7 bukan seperti yang
diasumsikan 0,5 dari energi yang ditransfer ke dermaga akibat benturan. Jelas, jika
benturan pada setengah panjang kapal atau pusat gravitasi diasumsikan tidak ada
rotasi kapal, dan seperti yang ditunjukkan pada kurva faktor K adalah 1, dan semua
energi dampak ditransmisikan ke dermaga. Dengan asumsi energi yang akan menjadi
1/2E, itu harus diserap oleh sistem fender dermaga dan dalam mengantar kapal untuk
bertambat. Perlawanan meningkat dari nol sampai maksimum, dan kerja yang
dilakukan oleh dermaga adalah 1/2F x d. Oleh karena itu, 1/2E = 1/2F.

x d yang merupakan kerja yang dilakukan oleh dermaga dalam menyerap energi,
Dimana F = gaya yang harus dilawan (long tons), dan d = jarak perpindahan gaya (ft),
dan merupakan kompresi elastis dari fender dan / atau lendutan dari fender dan
struktur. d diasumsikan untuk kayu adalah ketebalan (ft), dibagi dengan 20. Sistem
fender dirancang untuk menyerap energi ini, dan kekuatan yang dihasilkan akan
dilawan oleh dermaga yang tergantung pada jenis dan fender dan defl eksi dermaga,
jika dirancang sebagai struktur yang fleksibel.

171
Beberapa pihak menyarankan bahwa tidak cukup untuk mempertimbangkan
hanya massa kapal bergerak, tetapi ketika gerakan kapal tersebut tiba-tiba
terhambat/diperiksa harus mempertimbangkan efek dari air laut bergerak bersama
dengan kapal bergerak. Efek seperti gumpalan air bergerak dianggap berat tambahan
yang harus ditambahkan dengan berat kapal. Berat tambahan tersebut dapat didekati
dengan menyamakan dengan berat gumpalan silinder air sepanjang kapal dan
diameter sama dengan draft kapal. Ini dapat dinyatakan sebagai:

µ 2
W= D lpw
4

Dimana :

D = draft kapal, ft

L = panjang kapal, ft

PW = kepadatan air laut (0.0287 long ton/cu ft)

Berat tambahan ini dapat diabaikan apabila kapal tersebut berlabuh pada
dermaga terbuka atau dolphin tiang pancang, di mana ada sedikit halangan air
bergerak bersama kapal. Dalam hal apapun, efek dari berat tambahan kapal relatif
kecil dibandingkan dengan efek pada energi dari variasi kecepatan kapal ketika
membentur dermaga, efek terakhir yang bervariasi sebagai kuadrat dari kecepatan
kapal. Pemilihan kecepatan kapal yang tepat merupakan faktor yang lebih penting
dalam mendapatkan energi yang akan digunakan dalam perancangan struktur, dan
untuk alasan itu biasanya mengabaikan berat tambahan dalam mempertimbangkan

172
efek yang mungkin dari berat tambahan kapal yang dihasilkan dari gumpalan air yang
diasumsikan bergerak dengan kapal. Permanent International Associations of
Navigation Congress (PIANC, 1984) memberikan perumusan sebagai berikut:

E= 0,50.Cg.Cs.Cn.m . v 2

dimana:

Cg: faktor eksentrisitas, untuk kapal yang diukur dari titik kontak = 0,50

Cs: Softness factor, untuk fender yang lembut = 1. Sedangkan untuk fender yang
keras = 0,90

Cn: factor massa

Angin

Gaya yang ditimbulkan oleh angin yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang
kapal dihitung dengan rumus:

RW=0,7.A.P angin
dimana:

173
A = luas lambung kapal yang menerima gaya angin. Koefi sien diambil 0,7
karena tidak seluruh bidang kapal yang menerima gaya angin (karena
bentuk kapal)
P angin= 40 kg/m2 (PMI-81)

6.6 Tiang Dermaga

Desain tiang pancang untuk dermaga berbeda dengan tiang pancang pada
umumnya. Tiang pancang pada dermaga disamping sebagai pondasi yang menyokong
dermaga juga berfungsi sebagai kolom. Analisa dan perencanaan tiang pancang
pelabuhan terlebih dahulu diperhatikan beban atau gayagaya yang bekerja pada tiang
pancang yaitu:

1. Gaya-gaya vertikal yang bekerja pada dermaga yaitu akibat berat sendiri dan
beban hidup.

2. Gaya-gaya horisontal yaitu: docking impact, angin dan arus, tarikan bolder
dan gaya gempa.

Setelah diketahui beban-beban yang bekerja selanjutnya direncanakan ukuran


tiang pancang kemudian rencana ini dikontrol antara lain.

174
Dalam merancang tiang untuk menerima beban tertentu perlu mengetahui
kondisi dukungan di kedua bagian tiang yaitu atas dan bawah karena dalam
konstruksi dermaga tiang harus dirancang sebagai kolom panjang. Tiang dapat
dianggap jepit jika ujung-ujungnya dicegah untuk berputar. Ini berarti bahwa untuk
tiang vertikal sumbu tiang harus tetap vertikal pada ujung-ujungnya. Untuk ketetapan
di atas adalah penting bahwa dermaga menjadi konstruksi berat dan tiang menjadi
kaku menyatu dengan dermaga.

Perhitungan tekanan perlawanan tanah bila mendapat gaya horisontal.


Momen maximum akibat gaya horizontal terjadi dimana pergeseran akan
mengakibatkan titik fi xed point sedalam f dari permukaan tanah tanah (lihat Gambar
6.45). Misal lj = 32o;˜ = 1,39 maka njp = tg2(45+lj/2) = 3,255; P =njp . ˜ .f bias
didapat, selanjutnya dicari titik tangkap E total. Perlawanan tanah tiap tiang pancang

175
harus > H kombinasi, apabila < maka dibutuhkan bantuan tiang miring. Oleh karena
itu, jika tiang jepit di atas tetapi tidak

bagian bawah, panjang efektif untuk desain 0.75 panjangnya dari titik
tangkap di bagian bawah. Jika konstruksi dermaga ringan seperti kayu atau baja
ringan, bagian atas tiang tidak dapat dianggap sebagai jepit, dan panjang efektif tiang
kemudian menjadi jarak antara titik penyangga di atas (biasanya bagian bawah
dermaga) dan titik penyangga di bagian bawah. Berbagai kondisi ditunjukkan pada
Gambar. 6.46. Setelah panjang efektif tiang ditentukan beban yang diijinkan dapat
dihitung.

176
Tiang pancang dari beton, biasanya lebih banyak digunakan untuk dermaga
dibandingkan dengan tiang pancang lainnya. Karena, disamping dimensinya bias
lebih ramping, yang terutama sekali karena beton lebih tahan pada air yang
mengandung garam tanpa perlu ada biaya-biaya pemeliharaan. Di Indonesia cukup
popular karena sebagian besar bahannya menggunakan bahan local yang ada di
hamper setiap lokasi di Indonesia kecuali mungkin semen , besi dan alat prategang
kalau menggunakan beton pratekan. Walaupun begitu ada juga keterbatasannya.
Salah satunya yang terpenting menyangkut panjang tiang dan penyambungan tiang.

Tiang pancang baja, akhir-akhir ini penambahan draft dan ukuran kapal
konstruksi dermaga yang dibangun akan lebih besar dan lebih kuat menyebabkan
kebutuhan akan dermaga akan semakin besar dengan kedalaman yang lebih besar.
Untuk menanggulangi hal tersebut pemakaian baja untuk tiang pancang sangat
popular karena relative ringan dan dapat dengan mudah disambung/di las untuk
mendapatkan panjang yang sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan yang utama adalah
perlunya perawatan berkala untuk menghindari karat dan pada umur tertentu sudah
harus diganti.

6.7 Bolder

Gaya tarik kapal (mooring force) ditentukan berdasarkan pengaruh gaya akibat
angin dan arus yang bekerja pada kapal yang sedang bertambat alat tambat untuk
menahan tarikan kapal disebut bolder. Sehingga kapasitas bolder cukup ditentukan
atas dasar kecepatan angin dan arus maksimum yang diijinkan sehubungan dengan
manuver dan bertambat yang moderat bagi kapal, sebagai berikut:

 angin Vmaximum: 40 knot = 20,63 m/detik

 arus Vmaksimum 3 knot = 1,547 m/detik.

177
Sedangkan menurut Peraturan Muatan Indonesia untuk Sedangkan menurut
Peraturan Muatan Indonesia untuk Gedung, 1981 (PMI, 1981), tekanan tiup harus
diambil minimum 40 kg/m2 yaitu setara dengan 25,3 m/dt > 20,63 m/dt. Dalam
perencanaan biasanya nilai ini yang diambil sebagai dasar perencanaan. Gaya tambat
kapal (mooring force) dihitung dengan anggapan bahwa tali pengikat kapal
membentuk sudut = 30o terhadap sumbu memanjang dermaga (pada bidang
horisontal) dan sudut vertikak = 25o seperti ditunjukkan pada Gambar 6.47

Gambar 6.47 Sudut tali pengikat kapal pada bolder

6.8 Desain Umum Dermaga

Misal dermaga yang direncanakan untuk melayani kapal barang umum dengan
tonase 10.000 DWT dari Tabel 2.9 di dapat:

 panjang kapal (L) = 141 m

 lebar kapal (B) = 19,4 m

 draft kapal = 8,2 m

 kecepatan merapat = 0,5 ft/dt = 0,15 m/dt


A. Perhitungan pelat lantai Dermaga

178
1. Momen akibat berat sendiri
2. momen akibat beban pangkalan
3. momen akibat mobile blasting
4. kombinasi momen
5. penulangan pelat lantai dermaga

B. Perencanaan Fender

Displacement kapal Ws=Cs.L.B.D.J

= 0,7 . 141 . 19,4 . 8,2 . 1,03

= 16.172,23 ton

1 2
Additional weight W2= nd .Pw.L
4
1
= 4 µ ( 8,2 ) 3.1,03 .141

= 7,665.73 ton

W1+W2 = 23.837,96 ton Energi tumbukan kapal

Energi tumbukan kapal E= 1/2MV 2


1 23.837,96
¿ +
2 9,8
= 27,36 ton m
Energi yang diserap fender adalah 50 % = 27,36/2 = 13,68 tm
Dari Tabel 6.13 misalnya kita rencanakan tipe fender Seibu 300 H
H = 300 mm
H = 300 mm
dari Tabel 6.14 double fendering = 4 tm L = 3.000 mm

179
Energi yang diterima tiap meter = 13,68/3 = 4,56 tm > E tabel (tidak
memenuhi) diganti tipe fender 400 H

H = 400 mm
L = 4.000 mm
dari Tabel 6.14 double fendering = 8 tm L = 4.000 mm
Energi yang diterima tiap meter = 13,68/4 = 3,42 tm < E tabel (OK) Jadi
dipakai fender Seibu double fendering system 400 H

1. Langkah-langkah Perhitungan Lainnya

Lebar bidang tumbukan = 0,1 x panjang kapal (meter) dari hasil perhitungan
lebar bidang tumbukan di dapat misalnya ada sedikitnya 3 buah tiang fender
yang menerima energi. Jadi 2 fender pile menerima = 2/3 x 1/2 E (ton meter)
kemudian lihat grafi k Gambar 6.40. Karena pada Grafi k dalam inch kips maka
(ton meter) dirubah menjadi inch kips.

1 ton = 7,2375 kips

1 meter = 39,37 inch

dari Grafik Gambar 6.40 didapat compression deflection.

Hasil compression defl ection ini dimasukkan kedalam grafi k Gambar 6.41
didapat compression load (Gaya fender terhadap tiang pancang) dalam (kips)
kemudian kita rubah menjadi ton. Docking impact yang telah diserap oleh sistem
fender menghasilkan reaksi fender = compression load (ton) dengan bidang
penyebaran pada dermaga selebar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.45
yang disebarkan keseluruh lebar dermaga dengan sudut penyebaran 45o. Jika jarak
portal 4 meter dan lebar dermaga 20 meter, maka gaya docking impact tersebut
diterima oleh:

180
C. Perencanaan Bolder

Contoh perhitungan Bolder:


Pada saat kapal kosong
A kibat angin: Rw = 1,3 x L x T x
Cw = 1,3 x 141 x 8,2 x 40 = 60,12 ton
misalnya data yang didapat:

 kecepatan arus pasang maksimum adalah 1,5 knot = 0,77 m/det

 arah 340o berarti searah dengan kapal ï

 keadaan kosong draft = 11,1 – 8,2 = 2,9 m

Akibat arus Rc = 0,060 (1025/9,81) x 0,772 x 19,4 x 2,9 x (1 +2,9/9,5)3


= 453,675 kg = 0,45 ton
Pada saat kapal penuh
Akibat angin Rw = 1,3 x L x T x Cw
= 1,3 x 141 x (11,1 - 8,2) x 40
= 21,26 ton

181
misalnya data yang didapat:

 kecepatan arus pasang maksimum adalah 1,5 knot = 0,77 m/det

 arah 340o berarti searah dengan kapal

 keadaan kosong draft = 11,1 – 8,2 = 2,9 m

Akibat arus Rc = 0,060 (1025/9,81) x 0,772 x 19,4 x 8,2 x (1 +8,2/9,5)3

= 3819 kg

= 3,81 ton

Terrnyata akibat arus, gaya yang bekerja pada kapal sangat kecil (dapat di
abaikan). Yang menentukan adalah keadaan kapal kosong (sarat minimum). aya
ini ditahan oleh 2 (dua) buah bolder breat line, sehingga masing-masing bolder
menahan gaya.

H = 60,12/2 = 30,06 ton

sesuai peraturan dalam Standard Criteria For Port in Indonesia, hal. 15. Gaya tarik
bolder untuk kapal ukuran 10 DWT ditentukan:

 Gaya horizontal H =35 ton > 30,06 ton (OK)

 Gaya vertical V = 17,5 ton

Border yang direncanakan, diletakkan pada balok melintang agar gaya dari bolder
dapat langsung didistribusikan pada portal-portal tiang pancang. Guna lebih
menjamin stabilitas dari konstruksi perlu diingat bahwa gaya horisontal akibat
tarikan bolder harus lebih kecil dari gaya-gaya horisontal yang bekerja pada
dermaga. Hal ini dimaksudkan agar supaya apabila terjadi.

gaya maksimum pada bolder maka stabilitas dermaga secara keseluruhan


tidak terganggu (mungkin dermaga akan roboh, tetapi boldernya terlebih dahulu

182
akan tercabut/lepas). Berdasarkan anggapan demikian, maka perencanaan bolder
disini direncanakan terhadap gaya tarik bolder horizontal sebesar 20 ton, dimana
gaya tersebut masih lebih kecil dari gaya horisontal yang diperhitungkan terhadap
dermaga yaitu 30,06 ton

183
BAB VII
FASILITAS PELABUHAN DI DARAT
7.1 Pendahuluan
Muatan yang diangkut kapal dapat dibedakan menjadi barang. Umum (general
cargo ) , barang curah { bulk cargo ) , dan peti kemas { con tainer ) . Barang umum
terdiri dari barang satuan seperti mobil , mesin mesin , material yang ditempatkan
dalam bungkus , koper , karung atau peti .Barang barang ini memerlukan perlakuan
khusus dalam pengangkutan nya untuk menghindari kerusakan . Barang curah terdiri
dari barang lepas dan tidak dibungkus / dikemas, yang dapat dituangkan atau
dipompa ke dalam / dari kapal . Barang ini dapat berupa biji bijian ( beras , jagung ,
gandum , dsb ) , butiran atau batu bara ; atau bisa juga berbentuk cairan seperti
minyak . Karena angkutan barang curah dapat dilakukan dengan lebih cepat dan biaya
lebih murah daripada barang dalam bentuk kemasan , maka beberapa barang yang
dulunya diangkut dalam bentuk kemasan sekarang diangkut dalam bentuk lepas .
Sebagai contoh adalah pengangkutan se men , gula , beras , jagung , dan sebagainya .
Peti kemas adalah peti besar yang di dalamnya diisi barang . Biasanya peti kemas
diangkut dengan kapal khusus yang disebut dengan kapal peti kemas , sedang di darat
diangkut dengan truk triler dan kereta api .

Penanganan muatan di pelabuhan dilakukan di terminal pengapalan yang


disesuaikan dengan jenis muatan yang diangkut . Terminal merupakan tempat untuk
pemindahan muatan diantara sistem pengangkutan yang berbeda yaitu dari angkutan
darat keangkutan laut dan sebaliknya. Masing-masing terminal mempunyai bentuk
dan fasilitas berbeda. Terminal barang umum (generalcargo terminal) harus
mempunyai perlengkap bongkar muat berbagai bentuk barang yang berbeda.
Terminal barang curah biasanya direncanakan untuk tunggal guna dan mempunyai
peralatan bongkar muat untuk muatan curah. Demikian juga terminal petik emas yang
khusus menangani muatan yang dimasukkan dalam peti kemas, mempunyai peralatan
untuk bongkar muat petik emas. Tidak semua pelabuhan mempunyai peralatan

184
bongkar muat yang berada didermaga. Beberapa pelabuhanya ngrelatif kecil, seperti
Pelabuhan Gorontalo, Tanjung Intan (Cilacap), Tarakan, dan beberapa pelabuhan
lainnya, bongkar muat barang dari kapal ke dermaga danse baliknya dilakukan
dengan menggunakan kran (crane) kapal. Berbagai jenis terminal tersebut dapat
berada dalam satu pelabuhan, dan letak antara terminal satu dengan lainnya dapat
berdampingan, seperti terlihat dalam Gambar 8.1. dimana terdapat penggabungan
antara terminal peti kemas dan barang umum. Gambar 8.2. adalah dermaga terminal
barang umum dan petik emas Pelabuhan Bojanegara Jawa Barat.

Untuk mendukung penanganan muatan dipelabuhan, selain fasilitas pelabuhan


yang berada diperairan seperti alur pelayaran, pemecah gelombang, dermaga, alat
penambat dan sebagainya diperlukan pula fasilitas yang ada didarat seperti gudang
laut, gudang, bangunan pendingin, gedung administrasi, gedung pabean, kantor
polisi, kantor keamanan, ruang untuk buruh/pekerja pelabuhan, bengkel reparasi,
garasi, rumah pemadam kebakaran, dan rumah tenaga. Sebagai tambahan untuk
terminal pengiriman barang curah harus dilengkapi dengan elevator, silo, tangki
penyimpanan, gudang-gudang untuk gula, pupuk dan sebagainya. Sedang untuk
terminal petik emas diperlukan lapangan penumpukan, gudang penyortiran, garasi
perawatan, menara kontrol.

185
Beberapa dari fasilitas diatas dapat berada dalam satu bangunan, misalnya
gudang laut dapat menjadi satu dengan kantor pabean, kantor administrasi dan
perusahaan pelayaran, ruang tenaga kerja, kamar kecil. Hal ini mengingat digudang
laut terdapat kegiatan yang memerlukan fasilitas-fasilitas tersebut.Selain itu, pada
pelabuhan-pelabuhan besar diperlukan kantor-kantor pusat dari berbagai fasilitas
tersebut yang berada dalam satu bangunan. Kantor/bangunan pusat ini merupakan
tempat kedudukan kepala pelabuhan, kepala pemeriksa pabean, kepala polisi, kepala
pergudangan, departemen akutansi, dsb. Semua kegiatan yang ada di pelabuhan
dikendalikan dari kantor pusat ini.

7.2. Terminal Barang Umum (General Cargo Terminal)


Fasilitas fasilitas yang ada dalam terminal barang potongan dapat dilihat dalam
Gambar 8.3. Gambar 8.4. adalah terminal barang umum di Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta. Penjelasan dari beberapa fasilitas tersebut diberikan berikut ini.

186
1. Apron

Apron adalah halaman di atas dermaga yang terbentang dari sisi muka dermaga
sampai gudang laut atau lapangan penumpukan terbuka. Apron digunakan untuk
menempatkan barang yang akan dinaikkan ke kapal atau barang yang baru saja
diturunkan dari kapal. Bentuk apron tergantung pada jenis muatan, apakah barang
umum, curah atau peti kemas. Lebar apron tergantung pada fasilitas yang
ditempatkan di atasnya, seperti jalan untuk truk dan/atau kereta api, kran, alat
pengangkut lainnya seperti forklift, kran mobil, gerobag yang ditarik traktor, dan
sebagainya. Di dalam Bab VI tentang dermaga telah diberikan cara untuk menghitung
lebar apron. Biasanya lebar apron adalah antara 15 dan 25 meter. Sebagai contoh,
terminal barang umum di Pelabuhan Tanjung Mas dan Tanjung Priok mempunyai
lebar 25 m.

2. Gudang Laut dan Lapangan Penumpukan Terbuka

Gudang laut (disebut juga gudang pabean, gudang linie ke I, (gudang transit)
adalah gudang yang berada di tepi perairan pelabuhan dan hanya dipisahkan dari air
laut oleh dermaga pelabuhan. Gudang ini menyimpan barangbarang yang baru saja
diturunkan dari kapal dan yang akan dimuat ke kapal, sehingga barang terlindung dari
hujan dan terik matahari. Untuk barang yang tidak memerlukan perlindungan, seperti
mobil, truk, besi beton, dan sebagainya dapat ditempatkan pada lapangan
penumpukan terbuka. Barangbarang tersebut harus diselesaikan urusan
administrasinya, seperti pengecekan untuk menyesuaikan antara barang dan packing
list, pembayaran bea masuk (import) atau bea eksport dan biayabiaya lainnya.

187
Gudang laut hanya menyimpan barang barang untuk sementara waktu sambil
menunggu pengangkutan lebih lanjut ke tempat tujuan terakhir . Masa penyimpanan
barang barang dalam gudang laut adalah maksimum 15 hari untuk barang barang

188
yang akan dimasukkan ke dalam peredaran bebas setempat ( dengan angkutan darat )
dan maksimum 30 hari untuk barang barang yang akan diteruskan ke pelabuhan lain (
dengan kapal lain ) . Apabila sampai batas waktu tersebut barang belum bisa dikirim
ke tempat tujuan akhir maka barang hams dipindahkan ke gudang lini ke II
{ warehouse ) . Fasilitas yang ada di gudang laut biasanya tidak dipungut biaya untuk
waktu pemakaian antara 3 sampai 5 hari . Tetapi apabila lebih dari waktu tersebut
akan dikenakan biaya .Tidak semua barang yang dibongkar dari kapal disimpan

Di gudang dan lapangan penumpukan . Sebagian barang dikirim langsung ke


tempat tujuan , sedang sisanya tertahan di pelabuhan dan disimpan di gudang dan
lapangan penumpukan Luas gudang dan lapangan penumpukan dapat dihitung
dengan persamaan berikut :

Contoh 1
Pelabuhan umum Gorontalo melayani bongkar muat barang yang dikemas
dalam kantong (bag cargo ) dengan volume 300.000 ton per tahun . Arus barang yang

189
melalui dermaga sebesar 75 % diangkut langsung ke tempat tujuan dan 25 % tertahan
di pelabuhan . Sebanyak 25 % barang yang tertahan tersebut 80 % disimpan di
gudang sedang 20 % disimpan dilapangan penumpukan . Hitung kebutuhan luas
gudang dan lapangan penumpukan .

Penyelesaian

Gambar 8.5 . adalah arus angkutan barang di Pelabuhan Gorontalo . Sebanyak 75


% barang yang dibongkar dari kapal langsung diangkut ke tempat tujuan , dan hanya
25 % barang yang tertinggal di dermaga . Barang yang tertinggal di dermaga
sebanyak 80 % disimpan di gudang dan 20 % di lapangan penumpukan terbuka .

Gambar 8.6 . menunjukkan muatan semen yang dibongkar dari kapal langsung
diangkut dengan menggunakan truk ke lokasi tujuan . Sebagian besar barang yang
dibongkar di Pelabuhan Gorontalo langsung dikirim ke pemilik barang .

Dalam hitungan luas gudang dan lapangan penumpukan , para meter yang ada
pada Persamaan ( 8.1 ) disesuaikan dengan kondisi di lapangan .

190
Dengan menggunakan nilai nilai seperti tersebut di atas maka kebutuhan gudang
dan lapangan penumpukan dihitung sebagai berikut ini.

191
Dengan demikian kebutuhan luas gudang dan lapangan penumpukan berturut
turut adalah 600 m 2 ( pembulatan ke atas dari 511 m) dan 400 m ( pembulatan ke
atas dari 320 m) . Pembulatan ke atas untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan di
masa datang .

3 . Gudang

Gudang ( warehouse ) digunakan untuk menyimpan barang dalam waktu lama .


Gudang ini dibuat agak jauh dari dermaga . Hal ini mengingat beberapa hal berikut
ini .

a) Ruangan yang tersedia di dermaga biasanya terbatas dan hanya digunakan


untuk keperluan bongkar muat dari dan / atau ke kapal .
b) Pengoperasian gudang laut sangat berbeda dengan gudang . Gudang laut
memerlukan gang yang lebih besar untuk penanganan secara cepat barang
barang dengan menggunakan peralatan pengangkut ( fork lift , dsb . )
c) Dari tinjauan ekonomis pembuatan gudang di dermaga tidak
menguntungkan , mengingat konstruksi gudang lebih berat dari gudang laut
sementara kondisi tanah di daerah tersebut kurang baik sehingga diperlukan
fondasi tiang pancang yang mahal .

192
4 . Bangunan Pendingin ( Cold Storage )

Apabila barang yang memerlukan pendinginan dikapalkan olch kapal dengan


pendingin dan didistribusikan ke daerah tujuan dengan kereta api atau truk , maka
diperlukan bangunan pendingin ( cold storage building ) di dermaga sedemikian
sehingga barang barang beku tersebut dapat dipindahkan dari kapal ke tempat di
bangunan cold storage dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga perubahan
temperatur yang terjadi sekecil mungkin . Dengan demikian kerusakan makanan yang
terjadi dapat ditekan. Bahan makanan yang memerlukan pendinginan adalah daging ,
ikan , buah -buahan, sayur-sayuran.

5. Fasilitas penanganan barang umum

Ada beberapa macam alat yang dipergunakan untuk melakukan bongkar muat
barang potongan, seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

a) Derek kapal (ship’s derricks)

Alat ini digunakan untuk mengangkat muatan yang tidak terlalu berat dan
pengangkatan berlaku untuk radius kecil, yaitu sekitar 6 meter dari lambung kapal.
Derek kapal ini terdiri lengan, kerekan dan kabel baja yang digerakkan (dilepas dan
ditarik) dengan bantuan pesawat lain yang disebut winch .Pada sebuah kapal biasanya
terdapat beberapa buah derek yang bisa berkapasitas 0,5 ton; 2,5 ton atau 5 ton; yang
tergantung pada besar kecilnya kapal. Untuk kapalkapal besar biasanya mempunyai
satu atau beberapa buah derek berat {heavy derrick) yang berkapasitas 10 ton, 20 ton
dan bahkan ada yang 50 ton sampai 70 ton. Radius pengangkatan derek kapal ini
biasanya kecil, sebab apabila terlalu panjang bisa mengganggu stabilitas kapal.
Gambar 8.7. menunjukkan bongkar muat kapal dengan menggunakan derek/kran
kapal.

b) Kran darat (shore crane)

Kran darat adalah pesawat untuk bongkar muat dengan lengan cukup panjang
yang ditempatkan di atas dermaga pelabuhan, dipinggir permukaan perairan

193
pelabuhan. Kran ini mempunyai roda dan dapat berpindah sepanjang rel kereta api.
Daya angkat kran darat bermacammacam, bisa 2,5 ton, 5 ton, 10 ton, 20 ton atau
lebih. Sesuai dengan besar kecilnya daya angkat, jangkauan lengan kran juga dapat
diatur. Jarak jangkauan lengan cukup panjang sehingga dapat meletakkan muatan
pada lantai kedua dari gudang yang bertingkat, atau meletakkan muatan pada radius
20 m dari lambung kapal. Selain kran darat yang bertumpu pada rel kereta api , ada
juga kran yang bertumpu pada roda truk. Mengingat besarnya beban yang
ditimbulkan oleh kran ini , maka di dalam perencanaan dermaga harus diperhitungkan
beban dari kran tersebut. Gambar 8.8. adalah kran darat.

c . Kran terapung ( floating crane )

Kran terapung adalah pesawat bongkar muat yang mempunyai mesin sendiri
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya . Tetapi ada juga pesawat jenis ini
yang tidak dilengkapi dengan mesin sendiri , dan perpindahan tempat dilakukan
dengan ditarik oleh kapal tunda . Le ngannya dipasang mati dan tidak dapat diatur
panjang jangkauanny perti pada kran darat . Kran terapung biasanya digunakan untuk
bongkar muat barang dengan ukuran besar , seperti lokomotif , gerbong kereta api ,
mesin mesin pembangkit tenaga listrik , dan muatan berat lainnya ( 10 ton , 25 ton ,
50 ton , 200 ton atau lebih ) . Meskipun bisa mengangkat beban sa ngat berat , kran
terapung tidak meneruskan beban tersebut ke dermaga . Apabila pengangkatan
muatan berat tersebut dilakukan dengan menggu nakan kran darat dapat
menimbulkan tekanan terlalu besar pada lantai dermaga . Gambar 8.9 . menunjukkan
kran terapung .

194
d . Alat pengangkat muatan di atas dermaga

Ada beberapa macam alat untuk mengangkat dan mengangkut barang di atas
dermaga , di antaranya adalah fork lift , kran mobil , gerobag yang ditarik traktor ,
dsb . Fork lift banyak digunakan untuk mengangkat barang dari aprondan me
mbawanya ke gudang laut , dan bisa menumpuknya sampai pada ketinggian
mencapai 6 m . Penumpukan barang ini memungkinkan penggunaan ruangan lebih
efisien . Selain fork lift , kran mobil dengan roda dari ban mobil / truk yang
dilengkapi dengan derek yang bisa diatur panjang lengannya secara hidraulis juga
banyak digunakan di atas dermaga . Alat ini dapat beroperasi di ruang sempit .
Traktor yang menarik gerobag dengan dasar rendah dan beroda truk juga dapat
digunakan apabila jarak antara sisi kapal dan tempat penumpukan barang cukup jauh
untuk dilayani fork lift secara efisien . Gerobag ini juga berguna untuk mengangkut
barang campuran yang terdiri dari bungkusan bungkusan kecil yang dikirim ke alamat
berbeda . Barang dalam bentuk satuan juga dapat diangkut secara horisontal untuk

195
jarak yang pendek dengan menggunakan sabuk berjalan ( belt conveyor ) . Gambar
8.10 . menunjukkan fork lift yang sedang mengangkut semen dari peti kemas di
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang .

7.3 Terminal Barang Curah (BulkCargoTerminal)


Muatan curah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. muatan lepas yang berupa hasil tambang seperti batu bara, biji besi,
bouxit dan hasil pertanian seperti beras, gula, jagung dan sebagainya.

2. muatan cair yang diangkut dalam kapal tangki seperti minyak bumi,
minyak kelapa sawit, bahan kimia cair dan sebagainya.

Terminal muatan curah harus dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan muatan.


Tipe fasilitas penyimpanan tergantung pada jenis muatan, yang bisa berupa lapangan
untuk mengangkut muatan, tangki-tangki untuk minyak, silo atau gudang untuk
material yang memerlukan perlindungan terhadap cuaca, atau lapangan terbuka untuk
menimbun batu bara, biji besi dan bauxit.

196
Barang curah dapat ditangani secara ekonomis dengan menggunakan beltconve
yorataubuck etelevator atau kombinasi dari keduanya. Barang cair dapat diangkut
dengan pompa. Sedang barang berupa bubuk, material berbutir halus seperti semen
dan butiran atau material yang ringan dapat diangkut dengan alat penghisap (alat
pneumatis).

Beltcon veyor adalah alat yang paling serbaguna untuk mengangkut berbagai
macam barang berbentuk bubuk, butiran dan kental. Alat tersebut dapat untuk
mengangkut material dalam jumlah besar untuk jarak jauh, baik secara horisontal
maupun naik atau turun dengan kemiringan dari 15° sampai 20°.Alat ini digunakan
untuk memindahkan material dari tempat penimbunan kedalam kapal, dan sebaliknya.

Bucket elevato rmengangkut material secara vertik alat auyang mempunyai


kemiringan besar. Kapasitas nya lebih rendah dari pada kapasitas beltconveyor. Alat
ini digunakan untuk mengisi silo.

Kran yang dapat bergerak disepanjang dermaga dengan menggunakan rel juga
banyak digunakan untuk bongkar muat barang curah. Pada kranini digantungkan
ember yang dapat digerakkan naik-turun dan kedepan/kebelakang. Apabila
diperlukan penanganan muatan dengan kecepatan tinggi, dapat digunakan dua atau
lebih kran yang dikerjakan pada

1. Terminal barang tambang (batu bara, biji besi, bouxit)

Barang curah padat bisa berupa barang tambang seperti batu bara, pasir besi,
bouxit; material konstruksi seperti semen, pasir, batu, kerikil; atau produk pertanian
seperti beras, jagung, gandum, dsb. Terminal untuk barang curah hasil tambang dapat
dibedakan menjadi dua macam ,yaitu terminal untuk pemuatan dan pembongkaran.
Operasi pemuatan muatan curah kekapal (eksport) berbeda dengan pembongkaran
muatan dari kapal (import). Terminal pemuatan berada didaerah penghasil barang
tambang yang mengirim muatan kedaerah yang membutuhkan.

197
Saat ini penambangan batu bara sedang marak diIndonesia. Di antara beberapa
jenis barang curah padat, batu bara merupakan bahan yang banyak ditambang.
Batubara merupakan bahan bakar yang digunakan pada banyak industri dan
pembangkit listrik tenaga uap. Potensi sumber daya batu bara diIndonesia melimpah,
terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Pada umumnya lokasi tambang berada
didaerah pedalaman yang jauh dari daerah industri atau PLTU yang membutuhkan
nya. Di perlukan angkutan batu bara dari lokasi penambangan kedaerah industri.
Pengangkutan bisa dilakukan dengan menggunakan truk menuju kepelabuhan atau
tongkang yang ditarik kapal tunda melalui saluran dan sungai. Penggunaan truk untuk
angkutan batu bara banyak ditentang karena mengganggu lalulintas umum dandapat
mempercepatkerusakan jalan karena beban yang berat. Oleh karena itu pengusaha
penambangan banyak yang menggunakan tongkang untuk angkutan batu bara. Pada
umumnya tongkang mampu mengangkut muatan antara 5.000 ton sampai 10.000 ton,
yang jauh lebih efisien dibanding truk yang kapasitas nya kecil. Tongkang dapat
mengangkut batu bara langsung ketempat tujujan (lokasi industri atau PLTU yang
membutuhkan ) atau menuju kepelabuhan dan memindah kan muatan kekapal yang
lebih besar.

Gambar 8.11 .menunjukkan Sungai Negara dan Saluran Puting di Kalimantan


Tengah yang digunakan untuk alur angkutan batu bara dengan menggunakan
tongkang .Saluran Puting menuju kelokasi tambang batu bara Tapin (Hutama
Karya,2007). Batu bara dari lokasi tambang diangkut dengan menggunakan dump
truck ketempat penimbuna yang berada diterminal pemuatan. Dengan menggunakan
alat berat batu bara dituangkan kehopper, yang selanjutnya hopper tersebut
mengeluarkan kontinyu batu bara kebelt conveyor, yang kemudian membawanyadan
menuangkannya kedalam tongkang yang berada didermaga.

198
(Gambar 8.12 ) . Gambar 8.13 . adalah foto belt conveyor yang membawa
batubara menuju tongkang , dan Gambar 8.14 . adalah pemuatan ke tongkang .

199
Terminal pemuatan besar biasanya dilengkapi dengan alat pemuat yang bisa
bergerak secara radial atau linier di atas badan kapal untuk menuangkan muatan yang
dibawanya dengan belt conveyor (Gambar 8.15). Terminal ini mempunyai lapangan
penimbunan muatan yang luas dengan jaringan distribusi menuju ke alat pemuat.

200
Terminal pembongkaran dilengkapi dengan kran yang dapat bergerak di
sepanjang dermaga dengan menggunakan rel. Pada kran tersebut digantungkan ember
(bucket ) yang dapat diturunkan di kapal untuk mengeruk muatan. Kemudian ember
dan isinya bergerak untuk menuangkan isinya di lapangan penimbunan, atau langsung
ke alat pengangkut di darat seperti truk, kereta api atau belt conveyor. Seperti terlihat
dalam Gambar 8.16. Meskipun muatan bisa langsung dipindah dari kapal ke alat
pengangkut di darat, namun sebaiknya juga tetap disediakan lapangan penimbunan
sementara di belakang dermaga supaya pembongkaran di kapal tidak terganggu
apabila terjadi keterlambatan/ kerusakan alat tersebut. Gambar 8.17 adalah jetty di
PLTU Tanjungjati Jepara Jawa Tengah yang dilengkapi kran untuk membongkar
muatan batu bara.

201
2. Terminal muatan biji bijian
Untuk bijibijian seperti beras, tepung, gula dan sebagainya; bongkar muat barang
dapat dilakukan dengan alat khusus yang berupa alat penghisap atau dengan elevator.
Muatan tersebut kemudian disimpan dalam silo , yaitu suatu tabung besar dan tinggi
yang terbuat dari beton. Silo ini dihubungkan dengan peralatan yang ada di dermaga
dengan menggunakan belt conveyor atau bucket elevator . Dari silo ini muatan
dipindahkan ke truk atau gerbong kereta api . Gambar 8.18 . dan 8.19 adalah contoh
terminal muatan curah dengan menggunakan silo .

202
3 . Terminal minyak
Prinsip pelabuhan minyak telah dijelaskan dalam bab I . Pada umumnya fasilitas
penambatan berupa jetty menjorok ke laut yang dilengkapi dengan dolphin penahan
dan dolphin penambat . Bongkar muat minyak dilakukan dengan tenaga pompa
melalui pipa pipa yang dipasang pada jetty ( jembatan ) dan menghubungkan kapal
dengan tangki penyimpanan . Tangki ini terbuat dari baja yang dibangun di atas tanah
atau di bawah tanah .

Untuk kapal tangker raksasa yang mempunyai draft besar sehingga tidak bisa
masuk ke pelabuhan yang ada , maka penambatan dilakukan di lepas pantai . Bongkar
muat muatan dilakukan dengan menggunakan pipa bawah laut , atau dengan

203
memindahkan muatan ke dalam kapal yang lebih kecil dan kemudian membawanya
ke pelabuhan .

8.4 . Terminal Peti Kcmas ( Container Terminal )


Pengiriman barang dengan menggunakan peti kemas ( container ) telah banyak
dilakukan, dan volumenya terus meningkat dari tahun ke tahun . Beberapa pelabuhan
terkemuka telah mempunyai fasilitas fasilitas pendukungnya yang berupa terminal
peti kemas seperti Pelabuhan Tanjung Priok , Tanjung Mas , Tanjung Perak ,
Belawan dan Ujung Pandang .

Pengangkutan dengan menggunakan peti kemas memungkin kan barang barang


digabung menjadi satu dalam peti kemas sehingga aktivi tas bongkar muat dapat
dimekanisasikan . Hal ini dapat meningkatkan jumlah muatan yang bisa ditangani
sehingga waktu bongkar muat menjadi lebih cepat .

Ada beberapa jenis peti kemas yang tergantung pada tipe muatan yang diangkut .
Dry cargo container digunakan untuk mengangkut barang umum kering yang tidak
memerlukan perlakuan khusus . Reefer container digunakan untuk mengangkut
barang yang dikapalkan dalam keadaan dingin atau beku seperti daging / ikan segar ,
udang dan komoditi lainnya yang memerlukan pendinginan selama pengapalan .
Untuk itu peti kemas dilengkapi dengan mesin pendingin . Selama pengangkutan di
dalam kapal , di darat ( truk trailer atau kereta api ) dan penyimpanan di container
yard , peti kemas dihubungkan dengan aliran listrik . Bulk container di gunakan untuk
mengangkut muatan curah seperti beras , gandum dan lain lainnya .

Pengiriman barang dengan menggunakan peti kemas dapat dibe dakan menjadi
dua macam yaitu full container load { CFL ) dan less than container load ( LCL ) .
Pada FCL seluruh isi peti kemas milik seorang pengirim atau penerima muatan ,
sedang dalam LCL peti kemas berisi beberapa pengiriman yang masing masing
pengiriman terdiri dari sejumlah muatan yang volumenya kurang dari satu peti
kemas

204
Pengangkutan dengan peti kemas ini memungkinkan diterapkan pengangkutan
intermodal dari pintu ke pintu ( door to door ) , yaitu peng angkutan yang
berlangsung dari pintu gudang eksportir ke pintu gudang importir diselenggarakan
oleh satu tangan . Eksportir dan importir hanya berhubungan dengan satu perusahaan
saja tanpa mengingat bahwa pe ngangkutan barang dilakukan oleh lebih dari satu
perusahaan pelayaran .

Dalam pengiriman door to door tersebut digunakan berbagai alat transportasi


seperti truk / kereta api kapal laut truk / kereta api sehingga sistem ini disebut
intermodal . Pada pengiriman door to door ini muatan dimasukkan ke peti kemas di
gudang eksportir dan peti kemas ter sebut tidak dibuka sampai menyelesaikan seluruh
rangkaian perjalanan nya sampai di gudang importir untuk kemudian dibongkar
isinya . Di negara negara maju pemeriksaan pabean dilakukan pada waktu barang
dimasukkan di peti kemas di gudang eksportir dan pada waktu pembong karan barang
di gudang importir , sehingga proses pengangkutan peti ke mas menjadi lancar dan
cepat . Di Indonesia hal seperti itu belum bisa di laksanakan karena berbagai
hambatan administratif , psikologis dan tal . Oleh karena itu pengiriman door to door
ke dan dari Indonesia tetap mengalami pemeriksaan pabean di pelabuhan .

7.4 . 1 . Penanganan peti kemas


Penanganan bongkar muat di terminal peti kemas dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu lift on / lift off ( Lo / Lo ) dan roll on / roll off ( Ro / Ro ) . Pemakaian
kedua metode tergantung pada cara kapal bongkar muat muatannya . Pada metode Lo
/ Lo , bongkar muat dilakukan vertikal dengan menggunakan kran , baik kran kapal ,
kran mobil dan / atau kran tetap yang ada di dermaga ( quai gantry crane ) . Beberapa
pelabuhan di Indonesia , seperti Pelabuhan Tanjung Intan , Gorontalo , Tarakan , dan
pelabuhan lainnya belum dilengkapi dengan quai gantry crane , dan bong kar muat
peti kemas dilakukan dengan menggunakan kran / derek kapal ( Gambar 8.7 ) . Pada
metode Ro / Ro , bongkar muat dilakukan secara hori sontal dengan menggunakan
truk / trailer .

205
Pada pelabuhan besar seperti Tanjung Priok Jakarta , Tanjung Mas Semarang ,
Tanjung Perak Surabaya , Belawan Medan , Panjang Bandar Lampung , dan Makasar
, penanganan peti kemas menggunakan kran yang ditempatkan di dermaga ( quai
gantry crane ) . Peralatan ini berupa kran raksasa yang dipasang di atas rel di
sepanjang dermaga untuk bongkar muat peti kemas dari dan ke kapal ( Gambar 8.20 )
. Alat ini dapat menjangkau jarak yang cukup jauh di daratan maupun di atas kapal .

Pada umumnya penanganan peti kemas di lapangan penumpukan ( container yard


) dapat dilakukan dengan menggunakan sistem berikut ini .

1. Forklift truck , reach stacker dan side loader ( Gambar 8.21 . a ,b ,c ) yang
dapat mengangkat peti kemas dan menumpuknya sampai tingkat.

2. Straddle carrier ( Gambar 8.22 ) yang dapat menumpuk peti kemas dalam
dua atau tiga tingkat ;

3. Rubber tyre gantry ( RTG ) atau transtainer yaitu kran peti kemas yang
berbentuk portal beroda karet atau yang dapat berjalan pada rel ( Gam bar
8.23 ) , yang dapat menumpuk peti kemas sampai empat atau tingkat dan
dapat mengambil peti tersebut dan menempatkannya di atas gerbong
kereta api atau truck trailer ( Gambar 8.24 ) ; atau

4. gabungan dari beberapa sistem tersebut di atas .

Pada metote Ro / Ro peti kemas berada di atas chasis atau trailer yang ditarik
traktor masuk ke kapal . Trailer dan peti kemas tersebut ke mudian dilepaskan dari
traktor dan ditempatkan di geladak kapal . Selanjutnya traktor tersebut kembali ke
darat untuk mengambil trailer yang lain . Operasi bongkar muat ini dilakukan secara
simultan . Kapal tipe Ro / Ro mempunyai geladak yang bertingkat . Keluar masuknya
truk ke kapal melalui semacam jembatan yang disebut rampa yang biasanya berada di
buritan , haluan atau samping kapal . Peti kemas ditempatkan di tingkat bawah ,
tengah atau atas sesuai dengan tujuan pengirimannya .

206
Kelebihan dari pengoperasian Ro / Ro adalah dapat memuat jenis muatan lain
seperti pipa dan baja dengan ukuran panjang , tangki tangki besar , mobil , truk , dan
sebagainya . Selain itu juga mempunyai tingkat pembongkaran dan pemuatan yang
tinggi , serta tidak diperlukan krankran darat yang mahal . Kekurangan dari metode
Ro / Ro adalah banyaknya ruang kosong yang tidak dimanfaatkan , mengingat peti
kemas berada diatas chasis , sehingga mengurangi kapasitas kapal .

207
208
209
210
211
7.4.2 . Fasilitas pada terminal peti kemas
Pelabuhan terkemuka di Indonesia telah dilengkapi terminal yang khusus
menangani angkutan peti kemas . Beberapa fasilitas di terminal peti kemas adalah
dermaga , apron , container yard ( lapangan penumpukan peti kemas ) , container
freight station ( CFS ) , menara pengawas , bengkel pemeliharaan , dan fasilitas lain
seperti jalan masuk , gedung perkantoran ,tempat parkir , dsb ; ditunjukkan dalam
Gambar 8.26 .

1 . Dermaga

Pada umumnya dermaga peti kemas berbentuk wharf , hal ini mengingat
beberapa hal berikut ini .

 Dermaga menerima beban cukup besar , baik beban peti kemas maupun beban
peralatan untuk bongkar muat dan alat pengangkutan . Tanah di pinggir pantai
mempunyai daya dukung yang lebih besar dibanding tanah di perairan
( apabila dennaga berbentuk jetty atau pier ) .

212
 Terminal peti kemas memerlukan halaman luas untuk menampung peti kemas
dalam jumlah banyak , yang bisa mencapai 10 ha atau lebih untuk tiap satu
tambatan . Di belakang wharf bisa diperoleh lahan yang cukup luas dibanding
dengan apabila dermaga bertipe jetty atau pier .

213
Namun demikian , ada juga dermaga terminal peti kemas yang berupa jetty ,
yaitu terminal peti kemas Tanjung Perak Surabaya ( Gambar 8.27 ) . Dermaga berupa
jetty yang menjorok ke laut untuk memperoleh kedalaman yang cukup bagi kapal
peti kemas . Dengan menggunakan gantry crane peti kemas dibongkar dari kapal dan
dibawa oleh truk trailer menuju ke lapangan penumpukan peti kemas yang berada di
darat . Pembuatan jetty dimaksudkan untuk menghindari pengerukan pelabuhan
dengan volume yang sangat besar .

Panjang dermaga tergantung pada panjang dan jumlah kapal yang bersandar di
dermaga . Mengingat kapal kapal peti kemas berukuran besar maka dermaga hams

214
cukup panjang dan dalam . Panjang dermaga antara 250 m dan 350 m , sedang
kedalamannya dari 12 m sampai 15 m ; yang tergantung pada ukuran kapal .

2 . Apron

Apron terminal peti kemas lebih lebar dibanding dengan apron untuk terminal
lain , yang biasanya berukuran dari 20 m sampai 50 m . Pada apron ini ditempatkan
peralatan bongkar muat peti kemas seperti gantry crane , rel rel kereta api dan jalan
truk trailer , serta pengoperasian peralatan bongkar muat peti kemas lainnya . Fasilitas
fasilitas tersebut memberikan beban yang sangat besar pada dermaga dan harus diper
hitungkan dengan teliti di dalam perencanaan .

3 . Container yard

( lapangan penumpukan peti kemas ) Container yard adalah lapangan untuk


mengumpulkan , menyimpan dan menumpuk peti kemas ; di mana peti kemas yang
berisi muatan diserahkan ke penerima barang dan peti kemas kosong diambil oleh
pengirim barang . Pada terminal peti kemas modem / besar container yard dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu container yard untuk peti kemas export , container
yard untuk peti kemas import , container yard untuk peti kemas dengan pendingin
( refrigerated container ) , dan container yard untuk peti kemas kosong

Lapangan ini berada di daratan dan permukaannya harus diberi perkerasan


untuk bisa mendukung peralatan pengangkat / pengangkut dan beban peti kemas .
Beban peti kemas tertumpu pada ke empat sudutnya . Beban tersebut bisa cukup
besar , terutama bila peti kemas ditumpuk . Penumpukan dapat dilakukan sampai tiga
atau empat tingkat . Dengan cara penumpukan dapat mengurangi luas container yard ,
tetapi berakibat bertambahnya waktu penanganan muatan karena peti kemas paling
atas harus dipindahkan pada saat peti kemas di bawahnya akan dikirim lebih dahulu .
Container yard harus memiliki gang gang baik memanjang maupun melintang untuk
beroperasinya peralatan penanganan peti kemas . Gambar 8.28 menunjukkan terminal
peti kemas Tanjung priok.

215
Beberapa pelabuhan yang relatif kecil digunakan untuk bongkar muat barang
campuran , seperti barang umum dengan kemasan karung. dan drum ; peti kemas ,
kayu gelondongan , dsb . Bongkar muat dilakukan pada satu dermaga . Angkutan peti
kemas di dermaga dilakukan dengan menggunakan forklift .

Gambar 8.29 adalah tempat penumpukan peti kemas dari Pclabuhan Gorontalo .
Pelabuhan Gorontalo berada di muara sungai Bone , dan mempunyai lahan yang
sempit karena di sekelilingnya berupa perbukitan . Karena tempat penumpukan peti
kemas relatif sempit , maka dibuat lapangan penumpukan yang berada di lokasi yang
agak jauh dari pelabuhan . Angkutan peti kemas dengan menggunakan truk trailer .
Lapangan penumpukan berupa lahan kosong dengan tanah dipadatkan ( tidak
diperkeras seperti terminal peti kemas besar / modem ) .

4 . Container freight station ( CFS )


Container freight station adalah gudang yang disediakan untuk barang barang
yang diangkut secara LCL . Di CFS pada pelabuhan pe muatan , barang barang dari
beberapa pengirim dimasukkan menjadi satu dalam peti kemas . Di pelabuhan tujuan
/ pembongkaran , peti kemas yang bermuatan LCL diangkut ke CFS dan kemudian
muatan tersebut dikeluarkan dan ditimbun dalam gudang perusahaan pelayaran yang
bersang kutan dan peti kemasnya ditempatkan di container yard untuk peti kemas

216
kosong ( empty container depot , ECD ) untuk sewaktu waktu digunakan lagi dalam
kegiatan eksport .

5 . Menara pengawas

Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan di semua tempat


dan mengatur serta mengarahkan semua kegiatan di termi nal , seperti pengoperasian
peralatan dan pemberitahuan arah penyimpan an dan penempatan peti kemas .

6 . Bengkel pemeliharaan

Mekanisasi kegiatan bongkar muat muatan di terminal peti kemas


menyebabkan dibutuhkannya perawatan dan reparasi peralatan yang di gunakan dan
juga untuk memperbaiki peti kemas kosong yang akan digunakan lagi . Kegiatan
tersebut dilakukan di bengkel perawatan . Sebe lum peti kemas kosong dimasukkan
ke container yard untuk peti kemas kosong , biasanya dilakukan pemeriksaan apakah
ada kerusakan . Apabila ada kerusakan maka dilakukan perbaikan sehingga peti
kemas siap dipakai sewaktu waktu . Bengkel pemeliharaan ini ditempatkan dekat de
ngan container yard untuk peti kemas kosong .

217
7 . Fasilitas lain

Di dalam terminal peti kemas diperlukan pula beberapa fasilitas lainnya seperti
jalan masuk , bangunan perkantoran , tempat parkir , umum sumber tenaga listrik
untuk peti kemas khusus berpendingin , suplai bahan bakar , suplai air tawar ,
penerangan untuk pekerjaan pada malam hari dan keamanan , peralatan untuk
membersihkan peti kemas kosong dan peralatan bongkar muat , listrik tegangan
tinggi untuk mengoperasikan kran .

7.4.3 Sistem penanganan peti kemas di container yard


Pemindahan peti kemas dari kapal ke lapangan penumpukan peti kemas atau
container yard dan sebaliknya dari lapangan penumpukan ke kapal dilakukan dengan
menggunakan berbagai peralatan . Tata letak peti kemas di lapangan penumpukan
tergantung pada sistem penanganan petikemas yang digunakan . Selain itu , setiap
alat memiliki ukuran yang ber beda sehingga memerlukan lebar jalur yang berbeda
dalam beroperasi . Berdasarkan pada peralatan yang digunakan di container yard ,
sistem penanganan peti kemas dapat dibedakan menjadi empat tipe berikut ini .

1 . Sistem chassis

Pada sistem ini peti kemas ekspor ditaruh di atas chasis dan ditempatkan di
lapangan penumpukan ( < container yard ) . Peti kemas dan chasisnya ditarik oleh
traktor menuju ke dermaga dan kemudian quaigantry crane mengangkat peti kemas
dari chasis dan memasuk kan nya ke dalam kapal . Selanjutnya quai gantry crane
mengambil peti kemas dari kapal dan menempatkannya di atas chasis yang masih
berada di dermaga . Kemudian traktor membawanya kembali ke container yard .
Sistem ini memungkinkan peti kemas dapat diambil setiap saat karena peti kemas
tidak ditumpuk . Sistem chassis cocok untuk pengiriman door to door Selain itu
jumlah muatan yang rusak dapat dikurangi karena peti kemas tidak sering diangkat .
Tetapi sistem ini mempunyai kekurangan yaitu diperlukan lapangan yang luas dan
chassis dalam jumlah banyak . Gambar 8.30 menunjukkan tata letak peti kemas di

218
lapangan penumpukan peti kemas dengan sistem chassis ( Rudy Setiawan dkk , 2007
).

2 . Sistem fork lift truck

Pada sistem ini peti kemas dari lapangan penumpukam dimuat ke atas tractor
trailer dan dibawa ke dermaga , yang kemudian diangkat oleh quai gantry crane dari
tractor trailer dan dimasukkan ke dalam kapal . Selanjutnya quai gantry crane
mengambil peti kemas dari kapal dan menempat kan nya di atas tractor trailer yang
masih berada didermaga , dan membawanya ke container yard . Penanganan peti
kemas di container yard dapat dilakukan dengan menggunakan forklift truck ,
reachstacker dan / atau side loader . Peralat tersebut dapat menumpuk peti kemas
bermuatan penuh dengan ketinggian susun sampai dua atau tiga tumpukan . Peti
kemas kosong bisa ditumpuk sampai empat susun . Untuk dapat menahan beban peti
kemas dalam beberapa tumpukan , sehingga lapangan penumpukan perlu diperkeras
untuk dapat menahan beban . Gambar 8.30 menunjukkan tata letak peti kemas di
lapangan penumpukan peti kemas dengan alat penanganan tractor trailer ( Rudy
Setiawan dkk , 2007 ) . Pada system ini terdapat gang cukup lebar untuk

219
memungkinkan peralatan dapat bergerak dengan lancar . Lapangan penumpukan
untuk peti kemas uuran 40 kaki diperlukan jalan dengan lebar 18 m , sedang untuk
peti kemas 20 kaki diperluka lebar jalan sebesar 12 m . Penanganan peti kemas
dengan system forklift dan reach stacker ini adalah yang paling ekonomis dan untuk
terminal kecil . Forklift digunakan untuk terminal yang menangani sekitar 60.000
80.000 TEUs per tahun , scdang reach stacker untuk penanganan peti kemas pada
terminal dengan kapasitas sekitar 200.000 TEUs sampai 300.000 TEUs . Biasanya
satu quaigantry crane dilayani oleh 3 5 tractor trailer dan 2 reach stacker . Jumlah
tractor trailer tergantung pada jarak antara dermaga dan container yard . Kapasitas
penumpukan relative rendah yaitu sekitar 500 TEUs / ha dengan penyusunan sekitar
empat tumpukan ( Thoresen , CA . , 2003 ) .

3 . Sistem straddle carrier

Penanganan peti kemas dengan sistem straddle carrier banyak digunakan pada
lapangan penumpuan peti kemas( container yard ) . Peti kemas yang dibongkar dari
kapal diletakkan di apron yang kemudian diangkut dengan menggunakan straddle
carrier ke container yard untuk ditata dalam dua atau tiga tumpukan . Untuk
meningkatkan efisiensi , penanganan peti kemas dapat dilakukan dengan membawa
peti kemas dari dermaga ke lapangan penumpukan , kemudian straddle carrier
mengangkut dan menyusun peti kemas di container yard Pada saal peti kemas ekspor
datang , peti kemas tersebut diterima di container yard dan straddle carrier
memindahkannya dari chasisnya menuju ke tempat pony impanan di atas tanah atau
di atas peti kemas lainnya jika penyimpanan dilakukan dalam tumpukan . Apabila
peti kemas akan dikapalkan , straddlecarrier memindahkan peti kemas pada chasis
yang ditarik traktor dan membawanya ke dermaga untuk dinaikkan ke kapal oleh
gantry crane . Apabila peti kemas siap untuk dikirim ke penerima barang ,
straddlecarrier menempatkannya pada truk trailer yang membawanya keluar
pelabuhan . Kelebihan dari sistem straddle carrier ini adalah dimungkinkan
menyimpan peti kemas dalam tumpukan sampai tiga tumpukan sehingga dapat

220
mengurangi luas lapangan penumpuan . Sedang kekurangannya adalah pada setiap
pemindahan peti kemas diperlukan kembali mengangkut peti kemas ke truck trailer .
Sistem straddle carrier digunakan pada ter minal yang melayani peti kemas sebanyak
lebih dari 100.000 TEUs pertahun . Biasanya satu gantry crane dilayani oleh 3 sampai
5 straddle carrier . Produktifitas straddle carrier adalah sekitar 10 gerakan ( moves ) /
jam . Gambar 8.31 . adalah penyimpanan peti kemas di container yard dengan sistem
straddle carrier . Kapasitas penumpukan sedang yaitu sekitar 750 TEUs / ha dengan
penyusunan sekitar tiga tumpukan ( Tho resen , CA . , 2003 ) .

4 . Sistem rubber tyred gantry crane

Pada sistem ini quai gantry crane menurunkan peti kemas dari kapal dan dimuat
di atas tractor trailer yang kemudian membawanya ke salah satu blok pada lapangan
penumpukan peti kemas . Selanjutnya rubber tyred gantry crane (RTGC ) menyusun
peti kemas dalam sampai sembilan baris dan penumpukan sampai lima atau enam
tingkat . Pada sistem ini tidak diperlukan gang yang lebar, sehingga pemakaian
lapangan dapat lebih efektif . Untuk suatu luas lapangan yang sama dapat ditumpuk
peti kemas dalam jumlah yang lebih banyak daripada dengan tata letak pada sistem
yang lain . Sistem ini digunakan pada terminal yang melayani lebih dari 200.000
TEUs per tahun . Satu quai gantry dilayani oleh 2 3 tractor trailer dan 2 RTGC , yang

221
tergantung pada jarak antara dermaga dan lapangan penumpukan . Kebanyakan
terminal peti kemas besar dan sibuk banyak menggunakan sistem ini . Kapasitas
penumpukan tinggi yaitu sekitar 800 TEUs / ha dengan penyusunan sekitar empat
tumpukan ( Thoresen , CA . , 2003 ) . Gambar 8.32 menunjukkan susunan peti kemas
yang ditangani oleh RTGC .

8.4. 4 Kebutuhan luas terminal peti kemas

Ukuran terminal dan kapasitas terminal peti kemas tergantung pada


ketersediaan lahan dan kondisi tanah , peralatan penanganan peti kemas , sistem
operasi , dan perkiraan jumlah peti kemas yang keluar dan masuk melalui terminal .
Apabila ketersediaan lahan cukup dan harga lahan murah , sistem penyimpanan tanpa
ditumpuk adalah ekonomis dan tidak diperlukan peralatan yang mampu menyusun
peti kemas dalam tumpukan . Namun pada sistem ini jarak angkut menjadi lebih jauh
sehingga diperlukan peralatan tambahan untuk transfer . Sistem penyusunan peti
kemas tanpa ditumpuk juga sesuai untuk tanah reklamasi dengan kondisi tanah
lunak , karena beban peti kemas satu susun adalah kecil . Sebaliknya , jika
ketersediaan lahan terbatas dan harganya mahal , maka diperlukan sistem

222
penumpukan , sehingga lapangan bisa menampung lebih banyak peti kemas. Luas
terminal peti kemas adalah penjumlahan dari luasan berikut enam crane ini .

AT = A pK + Ac FS + ^ PKK + 4 FPP
Dengan:
AT : luas total terminal peti kemas
ApK : luas lapangan penumpukan peti kemas , dengan luasan sekitar 50 75 %
dari luas total
AcFS : luas container freight station , sekitar 10 30 % luas total
APKK :luas lapangan penumpukan peti kemas kosong , sekitar 10 20 % luas
total
AFPP : luas fasilitas jalan masuk , bangunan kantor , tempat parkir , dsb ;
sekitar 5 15 % luas total

7.4. 5 Luas lapangan penumpukan peti kemas (containeryard )


Lapangan penumpukan digunakan untuk menempatkan peti ke mas yang akan
di muat ke kapal atau setelah dibongkar dari kapal , baik yang berisi muatan ataupun
peti kemas kosong . Luas lapangan penum pukan peti kemas dapat dihitung dengan
persamaan berikut :

223
224
7.4. 6 Kinerja peralatan penangan peti kemas
Pengadaan peralatan untuk penangan peti kemas perlu memperhatikan beberapa
faktor , di antaranya adalah biaya operasi , sistem dalam penanganan bongkar muat ,
kehandalan alat , ketersediaan suku cadang serta teknologi yang digunakan . Kegiatan
bongkar muat di terminal peti kemas membutuhkan per alatan yang berbeda dengan
dermaga barang umum . Peralatan yang digunakan seperti quai gantry crane ( GC ) ,
rubber tyred gantry crane ( RTCi ) atau transteiner , straddle carrier , head truck dan
chassis , top loader , forklift , side loader .

Kapasitas terpasang peralatan adalah kemampuan peralatan untuk menangani


kegiatan bongkar muat peti kemas , baik dari / ke kapal maupun menyusun peti
kemas di lapangan penumpukan .

225
1 . Quai gantry crane ( GC )

Variabel yang berpengaruh di dalam menentukan kapasitas quai gantrycrane


( GC ) adalah

a) Jumlah quaigantry

b) Kecepatan pelayanan :njunit crane

c) Waktu kerja dalam satu tahun

Dari variabel dialas dapat dihitung throughput alat:


a) Throughput capacity GC: TcGc= Vitibox/GC/jam

b) .Kapasitas terpasang• Ktgc-TCGCnjbox/tahun

2. Rubhertyred gantrycrane (RTG)

Variabel yang berpengaruh didalam menentukan kapasitas gantrycrane


(RTG) adalah
 Jumlah RTG

 Kecepatan pelayanan : V2box/GC/j

 Waktu kerja dalam satu tahun : t2jam

Dari variabel diatas dapat dihitung throughput alat:


 Throughput capacity RTG : TCRT GV2t2 box/RTG/jam

 Kapasitas terpasang : SubTotal : 65detik KTRTG~TCRTGn2box/tahunf

Untuk mengetahui kinerja peralatan bongka rmuat barang/petikemas


dipelabuhan dilakukan pencatatan waktu operasi peralatan tersebut. Rudy Setiawan,
dkk (2007) telah melakukan pencatatan waktu pelayanan (servicetime) GC untuk
menurunkan petikemas dari kapal ketractor trailer dan RTG menumpuk petikemas
dilapangan penumpukan petikemas. Rincian waktu GC membongkar petikemas
adalah sebagai berikut:

226
a) Mengunci petikemas dikapal =10 menit

b) Mengangkat petikemas dari kapal =25 menit

c) Menggeser petikemas dari kapalke Tractor-Trailer =30 menit

d) Menurun kan petikemas keatas Tractor-Trailer =10 menit

e) .Melepaskan kunci diatas Tractor-Traile =10 menit

Jadi total waktu diperlukan untuk menurunkan petikemas dari kapal ketra
ctortrailer adalah 145 detik.
Petikemas yang telah berada diatas tractor-trailer kemudian dibawa kelapangan
penumpukan petikemas. Kecepatan tractor-trailer dibatasi pada 20 km/jam. Dengan
mengetahui jarak rerata antara dermaga dan lapangan penumpukan petikemas akan
dapat dihitung waktu yang diperlukan untuk membawa petikemas dari dermaga
kecontaineryard. Setelah sampai dilokasi penumpukan. Petikemas tersebut
ditumpuk oleh Rubber-TyredGantry-Crane (RTGC) dengan waktu pelayanan
sebagai berikut ini (Rudy Setiawan, dkk, (2007).

Jadi total waktu diperlukan dari menurun kan petikemas dari tractor trailer
sampai menyusun dicontainer yard adalah 105 detik.
Produktifitas RTG:¥ = 3600/105 = 34box/RTG/jam.

227
yang tersedia Produktifitas dari peralatan lain, seperti straddlecarrier, head truck dan
chassis, toploader, forklift, sideloa derdapat dihitung dengan cara yang sama. Dengan
demikian akan dapat diketahui kinerja dari terminal petikemas dan selanjutnya
apabila diketahui arus barang dan kapal yang dilayani akan dapat dihitung kebutuhan
fasilitas yang diperlukan.

Contoh2

Terminal PetiKemas Semarang (TPKS) melayani bongkar mual petikemas


pada tahun 2008 dengan volume 373, 644T Eus pertahun. Luas lapangan
penumpukan petikemas (containeryard) adalah 7,77 ha. Selidiki kemampuan
lapangan penumpukan dan peralatan.

228
1. Lapangan penumpukan peti kemas(containeryard)

Luas lapangan penumpukan dihitung dengan Persamaan (8.2) . Data arus peti
kemas di TPKS pada tahun 2008 adalah 7=373.644 TEUs, dwelling time D=7 hari,
untuk peti kemas yang ditumpuk dalam 2 dan menggunakan RTG maka^TEU= 15
m2/TEU, dan nilai BS=25%, sehingga

Jadi luas lapangan penumpukan yang ada saat ini seluas 7,77 ha tidak
mencukupi kebutuhan tahun 2008sebesar 14,33 ha. Supaya luas lapangan
penumpukan mampu menampung peti kemas, maka susunan peti kemas dilakukan
dalam 4 tumpukan di mana untuk 1TEU diperlukan luasan 7 ,5 m , dan hasilnya
adalah :

2. Kapasitas peralatan

a. QuaiGantry crane (GC)

Diketahui bahvva jumlah GC adalah 4 unit dengan kapasitas 24 box/ jam/ GC


dan waktu kerja adalah 7200 jam/ tahun. Meskipun jumlah hari kerja adalah 355 hari/
tahun dan jam kerja adalah 24 jam/ hari, namun ada waktu istirahat bagi operator
untuk makan, shalat dan kegiatan lain sehingga waktu kerja tidak penuh 355 x24=
8520jam.

Kapasitas GC :

Tc per GC = 24 x 7200= 172.800 box/ GC/tahun

= 172.800 x 1, 7= 293, 760TEUs /GC /tahun

229
Kapasitas terpasang GC :

Tc 4 GC = 4 x 293,760 =1,175,040 TEUs/tahun

b. Rubber TiredGantry (RTG )

Diketahui bahwa jumlah rubber tired gantry crane adalah 8 unit dengan
kapasitas 7 box/jam/ RTG dan waktu kerja adalah 7200jam/tahun . Kapasitas gantry
crane :

Kapasitas gantry crane :

Tc per RTG = 7 x 7200 = 50.400 box/ RTG/tahun

=50.400 x 1,7= 85.680TEUs /RTG /tahun

Kapasitas terpasang RTG (8 unit) :

Tc 8 RTG = 8 x 85.680= 685.440 TEUs /tahun

Hitungan kapasitas peralatan menunjukkan bahwa jumlah GC (4 unit ) dan


RTG (8 unit) masih mencukupi untuk melayani peti kemas sebanyak 373.644TEUs
pada tahun 2008 .

230

Anda mungkin juga menyukai