Disusun oleh:
Rispa Maulana Sya’ban
NIS 181910205
XII MIPA-7
SMA Negeri 1 Cisarua
Bandung Barat
2021
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. LATARBELAKANG
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat sudah sejak lama dikenal sebagai sentra
jamur. Hal itu disebabkan karena banyaknya masyarakat yang membudidayakan jamur tiram,
sedikitnya terdapat 450 petani kini mengembangkan usaha jamur sebagai mata pencahariannya.
Kondisi geografis Kecamatan Cisarua yang berada di kaki Gunung Burangrang dengan ketinggian
daerah dari 1000-1200 meter di atas permukaan laut, ini menciptakan iklim yang cocok untuk
pertumbuhanjamur.
Masalah yang sering dihadapi petani jamur ialah sulitnya mendapatkan media pembibitan F0
berupa PDA. Pada umumnya petani jamur membuat media PDA buatan, namun keterbatasan alat
pendukung menyebabkan biakan murni mudah terkontaminasi sehingga bibit yang dihasilkan
berkualitas buruk. Untuk menghindari hal tersebut petani jamur dapat membeli media PDA instan
dipasaran, akan tetapi harganya sangat mahal yaitu sekitar Rp. 1.000.000 untuk setiap 500 g. Karena
permasalahan itulah petani jamur pun kini mengalami penurunan produksi dan tidak dapat memenuhi
permintaan pasar.
Untuk meningkatkan produksi jamur maka dibutuhkanlah media dengan formulasi baru yang
mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Bahan alternatif yang berpotensi sebagai media
pertumbuhan jamur adalah bekatul. Menurut Houston dalam Dewi, bekatul mengandung karbohidrat
tinggi, protein, lemak, vitamin, dan serat kasar (Dewi, dkk., 2005). Kandungan karbohidrat yang
tinggi pada bekatul ini dapat menjadi nutrisi yang akan diserap oleh miseliumjamur.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka munculah suatu gagasan untuk membantu para petani
jamur dalam membuat media pembibitan F0 menggunakan sumber daya yang tersedia dengan biaya
yang murah. Gagasan yang kami dapatkan adalah mengenai media pembibitan alternatif yang
dinamakan Bekatul Activated Charcoal Dextrose Agar. Maka dari itu, untuk menguji gagasan tersebut
agar dapat diaplikasikan dalam pertanian jamur secara riil, kami tim peneliti SMAN 1 Cisarua
mengadakan penelitian "BACHADA : Bekatul Activated Charcoal Dextrose Agar Sebagai Media
Pembibitan F0 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)" untuk diikutsertakan dalam kegiatan Kompetisi
Penelitian Siswa Indonesia 2020 bidang matematika, sains, dan teknologi.
Bibit F0 menjadi faktor terpenting dalam budidaya jamur tiram, karena bibit jamur berkualitas
baik, dapat menghasilkan produksi yang optimal pada waktu panen. Namun media pembibitan F0
menjadi problematik bagi para petani jamur, karena harga media instan sangatlah mahal dan sungguh
beresiko jika membuat media buatan. Maka dari itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai media
Project Based Learning-SMAN 1 Cisarua 2021 Page 2
alternatif pembibitan F0 dari bahan yang mudah didapat dengan harga murah. Salah satu bahan yang
berpotensi menjadi media pembibitan F0 adalah bekatul yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi.
Dari rumusan masalah tersebut, munculah beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Secara umum penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat menemukan media
alternatif dari bekatul yang dapat menggantikan PDA sebagai gold standard untuk pembibitan F0
jamur tiram, sehingga nantinya akan sangat membantu para petani jamur untuk melakukan produksi
jamur tiram dalam skala besar. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
1.4. KEBARUAN
Bekatul Activated Charcoal Dextrose Agar terinspirasi dari media bekatul yang sudah ada.
Namun pada kenyataannya penelitian-penelitian sebelumnya hanya sebatas menggunakan jamur uji
Aspergillus sp., Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Candida albicans, dan Mallasezia furfur.
Untuk itu dalam penelitian kali ini peneliti akan menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
sebagai objek yang diteliti.
Jamur tiram dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan Pleurotus ostreatus. Jamur tiram
putih mulai dibudidayakan sejak tahun 1900. Bentuk jamur ini memiliki tudung agak bulat dan
melengkung seperti cangkang tiram dengan diameter 6-14 cm. Daging buahnya berwarna putih dan
semakin tua akan semakin keras. Saat muda, bilahnya berwarna putih. Sebaliknya, saat menua, warna
bilah berubah menjadi krem kekuningan dan menyusut menjadi berukuran 1-3 cm (Asegap,2011).
Jamur dapat tumbuh pada berbagai bahan yang mengandung karbohidrat atau senyawa karbon
organik lainnya. Sumber karbon yang dapat diserap masuk ke dalam sel adalah senyawa-senyawa
yang bersifat larut seperti monosakarida atau senyawa sejenis gula, asamorganik, asamamino, dan
senyawa sederhana lainnya (Sumarsih, 2015). Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur
tiram antara lain karbohidrat, protein, mineral dan vitamin (Djarijah, N.M dan Djarijah, A.S.,2001).
Pertumbuhan jamur tiram ditandai dengan munculnya kumpulan miselium berwarna putih
yang merata di seluruh permukaan media tumbuhnya. Miselium jamur tiram dapat tumbuh di
beberapa media, seperti media nutrien sintetik, media kultur cair, dan media substrat. Pertumbuhan
miselium dapat dipercepat dengan menambahkan pengadsorbsi seperti arang aktif. Selain itu, dapat
ditambahkan juga nutrien dan garam-garam seperti sulfit liquor, berbagai sakarida, bahan bahan yang
mengandung protein seperti tepung kedelai, bahan-bahan yang mengandung nitrogen seperti NaNO 3,
Ca(NO3)2, dan bahan lain seperti NaHPO4 serta CaCO3 (Sumarsih,2015).
Secara umum proses budidaya jamur meliputi tiga tahap yaitu pembuatan biakan murni,
biakan induk, dan bibit produksi (Gunawan, 2008). Biakan murni (F0) adalah asal mula bibit yang
diperoleh dari pemilihan jamur yang baik. Jamur kemudian diisolasi sporanya dalam keadaan steril.
Isolasi ini dilakukan pada cawan petri berisi media PDA. Spora kemudian berkecambah dan
membentuk hifa, hifa semakin kompleks kemudian membentuk miselium (Suparti, dkk., 2018).
Dalam membuat bibit F0 diperlukan alat-alat khusus dan teknik aseptik, untuk menghindari terjadinya
kontaminasi atau menjaga kemurnian bibit (Yulliawati,2016).
PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum digunakan untuk pertumbuhan jamur
di laboratorium karena memiliki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Cappucino, J G dan Sherman, N, 2014). PDA merupakan salah satu medium
kaya nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan berbagai jamur (Saputri, 2018). Menurut penelitian
Wartaka tahun 2006 mengemukakan bahwa media PDA mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan jamur. Kandungan nutrisi yang dimiliki PDA berupa karbohidrat, air, dan protein yang
berasal dari substrat kentang dan glukosa.
Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam media semi sintetik karena tersusun atas
bahan alami (kentang) dan bahan sintetis (dextrose dan agar). Kentang merupakan sumber karbon
(karbohidrat), vitamin dan energi, dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar
berfungsi untuk memadatkan medium PDA. Masing-masing dari ketiga komponen tersebut sangat
diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terutama jamur (Octavia, A
dan Wantini, S,2017).
2.1.3. BEKATUL
Produksi gabah kering giling (GKG) nasional tahun 2019 sebesar 54,60 juta ton (BPS, 2020)
sehingga dapat menghasilkan 5,06 juta ton bekatul dengan konversi 10 % dari jumlah gabah kering
giling. Besarnya tingkat produksi bekatul di Indonesia yang belum dimanfaatkan secara maksimal,
didukung dengan kandungan gizi yang dimilikinya, membuka peluang untuk dijadikan media
alternatif pembibitan jamurtiram.
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang aktif adalah arang
yang telah mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimianya karena dilakukan perlakuan aktifasi
dengan aktifator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi, sehingga
daya serap dan luas permukaan partikel serta kemampuan arang tersebut akan menjadi lebih tinggi.
Oleh karena itu, arang aktif dapat digunakan sebagai adsorben/ penyerap (Sembiring, M.T, dan
Sinaga, T.S, 2003). Penambahan pengadsorbsi pada media pembibtan jamur dapat mempercepat
pertumbuhan miselium (Sumarsih,2015).
Penelitian tentang media bekatul telah banyak dilakukan, beikut ini sejumlah penelitian yang
menjadi acuan dan referensi untuk memudahkan peneliti dalam membuat penelitian ini:
Hj. Nurlia Naim dalam penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan Bekatul Sebagai Media
Alternatif Untuk Pertumbuhan Aspergillus sp.” (2016), mengulas tentang perkembangan jamur
Aspergillus sp. pada media bekatul yang dibandingkan dengan hasil pada media kontrol berupa SDA
(Sabouraud Dextrose Agar). Hasil akhir pengukuran diameter koloni adalah 82 mm untuk media
bekatul dan 80 mm untuk media SDA. Kesimpulan dari penelitian ini ialah media bekatul dapat
dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan jamur Aspergillus sp. dengan ditandai terbentuknya koloni
jamur yang lebih subur dibanding media SDA. Pembuatan media bekatul yang tidak ditambahi
dengan nutrien lain seperti dextrosa menjadi kelemahan dalam penelitian ini, sehingga hasil yang
didapat tidak signifikan berbeda meskipun lebihunggul.
Di samping itu, Basarang dkk. (2018) menulis tentang Perbandingan Pertumbuhan Jamur
Pada Media Bekatul Dextrose Agar (BDA) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Penelitian ini
membadingkan efektifitas media BDA dan PDA dengan jamur uji Aspergillus niger dan Candida
albicans. Pengukuran diameter koloni yang diperoleh untuk jamur Aspergillus niger yaitu 85 mm di
hari ke 5 pada media BDA dan 85 mm di hari ke 7 pada media PDA. Sedangkan untuk jamur
Candida albicans yaitu 8,5x105CFU pada BDA dan 8,9x105CFU pada PDA. Hasil yang cukup
signifikan diperoleh pada jamur uji Aspergillus niger dimana media BDA lebih unggul dibanding
Penelitian Basarang dkk. (2020), tentang Penggunaan Serbuk Infus Bekatul Sebagai Bahan
Baku Dextrosa Agar Untuk Pertumbuhan Jamur, menjadi rujukan mengenai komposisi bekatul pada
media dextrose agar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui takaran bekatul dan faktor nutrisi
yang menunjang pertumbuhan jamur dengan melakukan pengukuran kadar karbohidrat dan protein
pada media BDA (Bekatul Dextrose Agar) kemudian dibandingkan dengan media PDA (Potato
Dextrose Agar) dan SDA (Sabouraud DextroseAgar).
Berdasarkan pengukuran kadar karbohidrat dan protein, media BDA 200 g memiliki kadar
karbohidrat dan kadar protein paling tinggi, yaitu 9,11% dan 1,64%. Kadar karbohidrat dan protein ini
lebih tinggi dibandingkan pada media SDA (1,86% dan 1,13%) dan juga PDA (2,82% dan 0,96%).
Untuk mengetahui korelasi antara kandungan karbohidrat dan protein dengan pertumbuhan jamur
maka dilakukan uji coba dengan jamur uji M. furfur dan C. Albicans. Dengan hasil pertumbuhan
terbaik terdapat pada media BDA 200 g yaitu 2,0x10 7CFU M. furfur dan 1,8x107CFU C. Albicans.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi karbohidrat dan protein suatu media
maka semakin cepat pula pertumbuhanjamurnya.
3.1.1. ALAT
Alat yang digunakan adalah alat pembuatan media pembibitan F0 diantaranya : timbangan
digital, kompor, panci, batang pengaduk, cawan petri, bunsen dan korek api, serta jarum ose.
3.1.2. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam pembuatan media adalah : bekatul, arang aktif, kentang, agar-
agar, dextrosa, aquades, kloramfenikol, kultur murni jamur tiram, dan alumunium foil.
200 g bekatul direbus dalam 1000 mL aquades selama 30 menit. Hasil rebusan disaring
menggunakan kain saring ke dalam panci. Tambahkan agar 20 g dextrosa 20 g dan 100 g arang aktif.
Lalu panaskan hingga mendidih. Diamkan beberapa menit, setelah cukup dingin tuangkan ke dalam
cawan petri hingga mencapai ketinggian 1 cm dari dasar cawan kemudian ditambahkan kloramfenikol
0,05 g. Tutup cawan petri menggunakan alumunium foil hingga rapat. Lakukan sterilisasi
menggunakan panci presto selama 20 menit dengan tekanan 1,1 atmosfir dan suhu 121° C. dan
terakhir biarkan media memadat.
200 g kentang dipotong kecil-kecil lalu direbus dalam 1000 mL aquades selama 30 menit.
Hasil rebusan disaring menggunakan kain saring ke dalam panci. Tambahkan agar 16 g dan dextrosa
20 g. Lalu panaskan hingga mendidih. Diamkan beberapa menit, setelah cukup dingin tuangkan ke
dalam cawan petri hingga mencapai ketinggian 1 cm dari dasar cawan kemudian ditambahkan
kloramfenikol 0,05 g. Tutup cawan petri menggunakan alumunium foil hingga rapat. Lakukan
sterilisasi menggunakan panci presto selama 20 menit dengan tekanan 1,1 atmosfir dan suhu 121° C.
dan terakhir biarkan media memadat.
Metode inokulasi jamur pada media yang digunakan adalah single dot dengan cara jamur
tiram ditanam menggunakan jarum ose dan ditusukkan dibagian tengah permukaan agar. Sebelum
melakukan inokulasi jamur tiram maka ruangan disterilkan menggunakan bunsen selama 15 menit.
Buka tutup tabung yang mengandung kultur murni jamur dan leher botol dibakar di atas bunsen.
Pindahkan 1 ml biakan murni menggunakan jarum ose, lalu tusukan pada bagian tengah permukaan
agar. Lakukanlah inkubasi pada suhu 35°C selama 2-7 hari.
Pertumbuhan jamur membutuhkan nutrien dan faktor-faktor lingkungan yang sesuai. Nutrien
berupa unsur-unsur atau senyawa kimia dari lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia
penyusun sel. Menurut Basu, et.al. (2015), jamur akan tumbuh optimal pada media dengan sumber
karbohidrat dan nitrogen yang tinggi. Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan
pembangun sel, dan aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen (Waluyo,
2016). Selain faktor nutrien, selama pertumbuhan pH dan suhu harus terkontrol (Brooks, et al., 2012).
Jamur tiram mengalami pertumbuhan yang baik pada media BACHADA dan PDA karena tersedianya
nutrien dan faktor lingkungan yang terjaga. Pertumbuhan jamur tiram disajikan dalam tabel hasil
pengamatan berikut.
Tabel 1. Rata-rata diameter pertumbuhan Jamur tiram pada media BACHADA dan PDA
Diameter Pertumbuhan pada Jam ke- (mm)
Media
24 48 72 96 120 144 168
Bekatul Activated Charcoal Dextrose
15,25 24,75 46,5 64,75 85 (full) 85 (full) 85 (full)
Agar
Potatao Dextrose Agar 13 22,25 34 46,75 78 85 (full) 85 (full)
Dari tabel 1 terlihat bahwa setiap 24 jam terdapat pertambahan diameter miselium jamur tiram.
Koloni jamur tiram memenuhi semua permukaan media bekatul activated charcoal dextrosa agar pada
jam ke-120, sedangkan di median potato dextrosa agar pada jam ke-144. Berikut adalah gambar grafik
pertumbuhan Jamur Tiram
90
80
70
Rata-rata Diameter Koloni
60
Jamur Tiram (mm)
50
BACHADA
40 PDA
30
20
10
0
24 48 72 96 120 144 168
.
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Jamur Tiram pada Media Bekatul Activated Charcoal Dextrose Agar
(BACHADA) dan Potato Dextrose Agar (PDA)
Diameter pertumbuhan Jamur Tiram mengalami pertambahan yang diukur setiap 24 jam. Pada
grafik di atas jamur tiram menunjukkan pertambahan diameter secara eksponensial pada jam ke 24
sampai jam ke 120, pada jam ke 120 sampai jam ke 168 pertumbuhan memenuhi cawan petri sehingga
tidak dapat diukur lagi. Pada media PDA Jamur tiram mengalami pertumbuhan eksponensial pada umur
biakan 24 jam sampai 168 jam. Setelah 168 jam diameter tidak dapat dihitung lagi karena Jamur tiram
telah tumbuh memenuhi cawan petri.
Selain tercukupinya nutrien, pertumbuhan dan perkembangan jamur juga membutuhkan faktor-
faktor lingkungan yang sesuai, seperti pH dan suhu. Pada penelitian ini pH media sekitar 5,6 dan
diinkubasi pada suhu 35oC. Cappucino dan Sherman (2013) mengatakan bahwa media pertumbuhan
jamur membutuhkan keasamannya rendah (pH 4,5-5,6). Fungi mesofilik tumbuh paling baik pada suhu
30-37oC (Brooks et al., 2013). Pada suhu optimum, reaksi kimiawi dan enzimatis dalam sel berlangsung
lebih cepat sehingga pertumbuhan meningkat lebih cepat pula. Akan tetapi di atas suhu tertentu, protein,
asam nukleat dan komponen-komponen sel lainnya mengalami kerusakan permanen. Selanjutnya bila
terjadi kenaikan suhu pada kisaran tertentu, pertumbuhan dan fungsi metabolit meningkat sampai titik
tertinggi yang memungkinkan reaksi tidak berjalan sama sekali (Ali, 2005).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertumbuhan Jamur Tiram pada media
Bekatul Activated Charcoal Dextrose lebih cepat dibandingkan pada media Potato Dextrose Agar
(p>0,05) tapi tidak berbeda secara signifikan.
Basarang, dkk. (2018). Perbandingan Pertumbuhan Jamur Pada Media Bekatul Dextrose Agar
(BDA) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Prosiding Seminar Hasil Penelitian
(SNP2M), Hal: 121- 125.
Basarang, dkk. (2020). Penggunaan Serbuk Infus Bekatul Sebagai Bahan Baku Bekatul
Dextrosa Agar. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan 11 (1), 1-9.
Bhosale, S., dan Vijayalakshmi, D. (2015). Processing and nutritional composition of rice bran.
Bhosale, S., and Vijayalakshmi, D., 2015. ProcessCurrent Research in Nutrition and
Food Science, 3(1), Hal: 74–80.
BPS. (2020). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2019. Berita Resmi Statistik No.
16/02/Th.XXIII, 4 Februari 2020, Hal: 1.
Dewi, dkk. (2005). Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari Substrat Bekatul.
Bioteknologi 2 (1), Hal: 21-26.
Djarijah, N.M dan Djarijah, A.S. (2001). Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta:
Swadaya.
Naim, N. (2016). Pemanfaatan Bekatul Sebagai Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Aspergillus
sp.
Media Analis Kesehatan Vol. VII No. 2 November 2016, Hal: 1-6.
Nursalim, Y., dan Razali, Z.K. (2007). Bekatul MakananYang Menyehatkan. Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Sembiring, M.T, dan Sinaga, T.S. (2003). Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya).
Medan: Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Sumarsih, S. (2015). Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram Edisi Revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya. Suparti, dkk. (2018). Pertumbuhan Bibit Jamur Tiram F0 Pada Berbagai Mdia Umbi.
Wartaka. (2006). Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Pada
Berbagai Media Berlignin. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Yulliawati, T. (2016). Pasti Untung Dari Budidaya Jamur. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.