Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

PEMANFAATAN AMPAS TAHU (Glycine Max (L) Merill)


SEBAGAI MEDIA ALTERNATIF PERTUMBUHAN JAMUR
Aspergillus Niger

OLEH :

CINDY AMALIA
NIM. 2081009

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan limpahan rahmat, karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Skripsi dengan judul “Pemanfaatan Ampas Tahu (Glysine Max (L)
Merill) Sebagai Media Alternatif Pertumbuhan Jamur Aspergillus Niger”
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd, M.Kes Selaku Ketua Yayasan Institut
Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
2. Ns. Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns. M.Kep Selaku Rektor Institut
Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
3. Dr. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM Dekan Fakultas Kedokteran Institut
Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
4. Sa’adah Siregar, S.Si., M.Kes Selaku Ketua Program Studi Teknologi
Laboratorium Medis Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
5. Bd. Novita Br,Ginting Munthe, SS T,M.Keb Selaku Dosen Pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi
arahan kepada peneliti.
6. Seluruh Dosen dan Staf pegawai Institut Kesehatan Medistra Lubuk
Pakam yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan, dan
arahan selama mengikuti pendidikan.
7. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada
Ayahanda Surya Darma dan Ibunda Suriani yang telah mencurahkan kasih
sayangnya, mendukung dalam suka maupun duka, dan selalu mendoakan
yang terbaik untuk putrinya.
8. Teman-teman mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik yang telah
memberikan saran dan dukungan dalam penyusunan skkripsi ini.

i
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekuranganya, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
untuk perbaikan selanjutnya. Demikian, semoga proposal ini bisa bermanfaat dan
menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Lubuk Pakam, Februari 2024

CINDY AMALIA
2081009

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tahu merupakan makanan yang banyak mengandung banyak protein nabati
yang banyak diminati konsumen. Efek lain dari peningkatan produksi tahu adalah
surplus ampas tahu atau sisa dari pembuatan tahu yang belum banyak
dimanfaatkan dan dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis. Ampas tahu
adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum.
Sampai saat ini ampas tahu cukup mudah didapat dengan harga murah, bahkan
bisa didapat dengan cara Cuma cuma.

Bahan baku murah, memiliki kandungan nutrisi tinggi, dan mudah


didapatkan, diantaranya ampas tahu. Ampas tahu mengandung protein 26,6%,
lemak 18,3%, dan karbohidrat 41,3% pada setiap 100 gramnya (Wati, 2013).
Ampas tahu merupakan limbah dari industri tahu yang banyak diproduksi seiring
dengan meningkatnya kebutuhan akan tahu sebagai bahan pangan, sehingga dari
hargapun termasuk relative terjangkau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
terdapat kenaikan konsumsi tahu pada tahun 2021 jika dibandingkan pada tahun
2020 (Badan Pusat Statistik, 2021). Berdasar hal ini, pemanfaatan ampas tahu
menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi terbuka sangat luas.
Pemanfaatan ampas tahu untuk media telah digunakan untuk pertumbuhan bakteri
maupun jamur. Kombinasi ampas tahu dan molase digunakan untuk media
produksi antibiotik dari bakteri (Hamida et al., 2019).

Jamur adalah salah satu jenis mikroba yang banyak ditemukan di alam, dan
menjadi salah satu ancaman terhadap komoditas agrikultur dan pangan. Salah satu
jenis mikroba yang bisa dimanfaatkan dalam industri adalah Aspergillius niger.
Aspergillus niger merupakan salah satu genus Aspergillus sp, jamur ini
mempunyai struktur sel kapang yang berfilamen sehingga dapat menghasilkan
asam sitrat dan 23 jenis enzim yang telah diidentifikasi dari jamur Aspergillus
niger. Enzimkomersil yang dihasilakan oleh jamur Aspergillus niger adalah

4
amilase, glukoamilase, selulase, pectinase, glukosa oksidase dan katalase. Jamur
ini dapat tumbuh jika nutrisi yakni karbohidrat terpenuhi pada media
pertumbuhannya (Irma, 2015).

Aspergillus niger merupakan spesies Aspergillus sp yang menyebabkan


aspergillosis. Aspergillosis ditandai dengan bentuk invasif dan non invasif,
aspergillus non invasif biasanya mempengaruhi host normal, baik muncul sebagai
reaksi alergi atau sekelompok hifa jamur. Jamur aspergillus merupakan organisme
yang banyak ditemukan di mana-mana seperti tanah, di makanan yang membusuk,
buah-buahan, dan tanaman. Aspergillosis dapat menerang pembuluh darah,
menyebabkan trombosis dan infark jaringan sekitar, atau juga menyerang sinus,
sehingga menyebabkan lesi pada daerah palatal dan lidah juga dapat
menyebabkan spektrum luas dari penyakit, mulai dari reaksi hipersensitivitas
terhadap angioinvasion langsung dan penyebab paling umum mikosis sinus
paranasal. Manifestasi dan keparahan dari aspergillosis tergantung pada status
kekebalan pasien (Kristandia et al. 2015).

Salah satu media agar yang cocok dan mendukung pertumbuan jamur adalah
Potato Dextrose Agar (PDA) yang memiliki pH yang rendah (pH 4.5-5.5)
sehingga menghambat petumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang
netral dengan pH 7.0 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-35°C
(Cappucino & Sherman, 2014). Berdasarkan komposisinya, PDA termasuk dalam
media semisintetik karena tersusun atas bahan alami kentang dan bahan sintetik
dextrose dan agar. Kentang mengandung karbohidrat, vitamin, dan mikronutrien
lain yang dapat dimanfaatkan oleh jamur. Sedangkan dextrose sebagai karbohidrat
sederhana menjadi sumber energi yang dapat segera digunakan. Komponen agar
dalam media berfungsi sebagai bahan pemadat. Masing-masing dari ketiga
komponen tersebut sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme terutama jamur (Octavia & Wantini, 2017). Media pertumbuhan
yang baik adalah media yang mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh
organisme yang akan ditumbuhkan (Murwani, 2015). Nutrisi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroba meliputi unsur non logam seperti karbon, nitrogen,
belerang, fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, Fe, vitamin, air,
dan energi (Cappuccino, 2014).
Syarat tumbuhnya mikroorganisme adalah media harus mempunyai tekanan
osmose, mengandung nutrisi, derajat keasaman pH yang sesuai, suhu tertentu,
media harus steril, dan tidak mengandung zat-zat penghambat (Shilmy, 2017).
Media PDA biasanya berbentuk instan dibuat oleh pabrik atau perubahan tertentu
yang berupa sediaan siap pakai sehingga lebih praktis. Mahalnya media PDA
instan (mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah per gram), dan melimpahnya
sumber daya alam yang tersediah sebagai media pertumbuhan mikroorganisme,
mendorong para peneliti untuk mencari bahan yang didapat sehingga dapat
mengurangi kebutuhan akan total biaya yang dikeluarkan untuk penelitian..

Beberapa peneliti sebelumnya mengembangkan media yang dipakai untuk


pertumbuhan jamur aspergillus niger:
a. Penelitian oleh Nury Ismawati (2016) berjudul “Pemanfaatan Ubi Jalar
Putih, Ubi Jalar Kuning, dan Singkong Sebagai Media Alternatif Potato
Dextrose Agar (PDA) untuk Pertumbuhan Aspergillus Niger” Penelitian
ini untuk mengetahui pertumbuhan Aspergillus niger pada media alternatif
(yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan ubi kayu). Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Disimpulkan bahwa media ubi jalar
putih, ubi jalar kuning, dan ubi kayu dapat digunakan sebagai alternatif
media PDA untuk pertumbuhan jamur.
b. Penelitian oleh Aida Wildatun Muthmainnah (2019) berjudul
“Penggunaan Bahan Dasar Pisang Ambon (Musa acuminate) sebagai
Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Aspergillus Niger” Hasil
kesimpulan Jamur adalah mikroorganisme yang tidak berklorofil sehingga
dalam memenuhi kebutuhan pangannya sangat bergantung dari luar, media
pertumbuhan yang baik adalah media yang mengandung semua nutrien
yang diperlukan oleh organisme yang akan ditumbuhkan salah satunya
adalah karbohidrat, sumber karbohidrat pada penelitian ini diperoleh dari
tepung pisang ambon. Tujuan Penelitian mengamati pertumbuhan jamur
Aspergillus niger pada media alternatif berbahan dasar pisang ambon
dengan konsentrasi 10% dan konsentrasi 20% secara makroskopis dan
mikroskopis. Tata cara Riset: riset ini bertabiat deskriptif riset ini
berlangsung memakai tata cara purposive sampling, jamur Aspergillus
niger diisolasi dari bahan pangan serta ditumbuhkan pada media PDA
(potato dextrose agar) serta media alternatif pisang ambon (musa
acuminata) di lihat sepanjang 5 hari dengan memandang warna, diukur
diameter koloni serta wujud koloninya. Hasil penelitian: konsentrasi 10%
dan konsentrasi 20% koloni tumbuh dengan baik dilihat secara
makroskopis dan mikroskopis. Kesimpulan: bubuk pisang ambon dapat
digunakan sebagai media alternatif untuk pertumbuhan jamur Aspergillus
niger.
c. Penelitian oleh Atika Nur Safitri (2022) berjudul “Perbandingan
Pertumbuhan Jamur Candida albicans pada Media Alami Jagung,
Singkong dan Ubi Jalar Kuning” Penelitian ini dilakukan dengan
eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 2 faktor perlakuan. Faktor 1 adalah jenis jamur yaitu Candida
albicans, faktor 2 adalah jenis media alami yaitu media dari jagung,
singkong dan ubi jalar kuning serta media PDA sebagai kontrol. Pada
pengamatan inkubasi 48 jam di dapatkan pertumbuhan rata-rata koloni
jamur Candida albicans sebanyak 4,27 pada media jagung, 5,87 pada
media singkong, 5,70 pada media ubi jalar kuning dan 2,48 pada media
PDA. Dari hasil uji Saphiro-wilk di dapatkan bahwa data terdistribusi
normal (P>0,05). Data hasil uji Levene Test di dapatkan bahwa data
diasumsikan sama (P>0,05), serta uji One Way Anova di dapatkan bahwa
(P<0,05) yang berarti terdapat perbedaan pertumbuhan jamur candida
albicans pada media jagung, singkong dan ubi jalar kuning. Ubi jalar
kuning digunakan dalam penelitian ini karena memiliki kandungan nutrisi
yang cukup banyak dan memungkinkan untuk pertumbuhan jamur.
kandungan karbohirat pada ubi jalar kuning sebesar 26,7 gram (Zulaekah,
2002

Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud untuk mengkaji tentang


pemanfaatan tepung ampas tahu sebagai media alternatif potato dextrose agar
(PDA) untuk pertumbuhan jamur aspergillus niger. Dengan menggunakan bahan
alami ampas tahu sebagai bahan utamanya, karena kandungan karbohidrat dan
nutrisi pada ampas tahu sangat besar sehingga memenuhi syarat pembuatan
media, selain itu ampas tahu mudah di temukan dan harganya yang relatif murah.
Peneliti juga ingin memvariasikan media alternatif ampas tahu dengan konsentrasi
5% dan 20%.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian adalah :
1. Apakah pemanfaatan ampas tahu bisa dijadikan sebagai media alternatif
pertumbuhan jamur Aspergillus niger
2. Pada konsentrasi berapakah pertumbuhan jamur Aspergillus niger paling
baik
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah Ampas tahu (Glicine (L) Merill) dapat digunakan
sebagai Media alternatif pertumbuhan Jamur Aspergillus niger.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bisa atau tidak ampas ampas tahu digunakan sebagai
media pertumbuhan jamur Aspergillus niger
2. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan jamur Aspergillus niger pada
konsentrasi yang berbeda
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institut Kesehatan Lubuk Pakam
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan pembelajaran dan bahan
tambahan referensi bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang
pengembangan media alternatif yang dibuat menggunakan bahan alami yaitu
Ampas Tahu (Glicine (L) Merill) sebagai media pengganti Potato Dextrose Agar
(PDA).
1.4.2 Bagi Ilmu Pendidikan
Memberikan informasi bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat media alternatif pertumbuhan jamur aspergillus niger.
1.4.3 Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat menemukan media alternatif untuk
pertumbuhan jamur Aspergillus niger. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai
bahan masukan atau sebagai pembanding dan referensi bagi peneliti selanjutnya
yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Pengertian Media

Media merupakan suatu wadah (container) yang terdiri atas campuran dari
bahan-bahan organik dan anorganik untuk pertumbuhan jasad renik atau fungi
(Tamam, 2019). Media adalah suatu bahan yang tersusun dari campuran zat
makanan (nutrisi) yang dibutuhkan sebagai tempat pertumbuhan jamur
(Jiwintarum et al., 2017).

Syarat media pertumbuhan mikroba yang baik adalah pH media harus


sesuai, tidak ada kandungan zat yang bisa menghambat, suhu harus sesuai dan
steril, dan mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan Seperti sumber energi
(gula), air, unsur karbon, mineral, nitrogen dan Vitamin (Nurdin, 2020). Sumber
karbon yang dibutuhkan banyak untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah
glukosa (dextrose). Dan macam sumber nitrogen untuk pertumbuhan
mikroorganisme meliputi asam amino, pepton, ekstrak malt, ekstrak ragi, dan
senyawa ammonium nitrat (Tamam, 2019).

2.1.2 Macam-macam Media Pertumbuhan


Media mengandung nutrien penting untuk pertumbuhan bakteri, media
mempunyai tujuan khusus mengandung satu atau lebih senyawa kimia bagi
spesifikasi fungsionalnya. Berikut media pertumbuhan berdasarkan fungsinya
menurut Capuccino (2013) :

1. Media Selektif
Media selektif mengisolasi kelompok bakteri spesifik dan menghambat
pertumbuhan bakteri lainnya. Contoh media selektif, yaitu agar feniletil alcohol,
agar Kristal violet, agar NaCl 75%.
2. Media Diferensial
11

Media selektif dapat membedakan kelompok bakteri yang berkaitan


secara morfologis dan biokimia. Media ini dapat menghasilkan
perubahan karakteristik pada pertumbuhan bakteri dan/atau media di
sekeliling koloni. Contoh media diferensial, yaitu agar garam
mannitol, agar MacConkey, agar Eosin-Metilen Biru (Levine).

3. Media Diperkaya
Media ini telah ditambahkan dengan bahan-bahan bernutrisi tinggi,
seperti darah, serum, atau ekstak khamir, untuk tujuan kultuvasi
organisme selektif. Contoh dari media diperkaya yaitu, agar darah.
2.1.3 Media Menurut Komposisi atau Susunan Bahannya

Bagi Suriawira (2005) dalam Tamam (2019) Bersumber pada komposisinya


penyusun ataupun pembuatannya, media di bedakan jadi 3 ialah:

1. Media alami
Media natural merupakan media yang bisa digunakan buat pembuatan
sesuatu media namun belum dikenal takaran tentu komposisinya.
Semacam bahan pangan yang bisa ditumbuhi oleh mikroba tetapi tidak
dikenal Kandungan Karbon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitogen (N)
serta faktor lainya. Yang tersusun dari bahan- bahan natural semacam:
umbi-umbian, kentang, kacang-kacangan, telur daging serta sebagian
bahan yang yang lain (Basarang, Naim&amp; Rahmawati, 2018).
2. Media sintetik
Media sintetik ialah media praktis siap gunakan (ready for use) yang
dibuat oleh industri tertentu. Media sintetik sendiri ialah media yang
telah dikenal komposisi penyusunnya sebab terbuat oleh manusia serta
tersusun oleh senyawa kimia. Contoh media sintetik buat perkembangan
jamur Clostridium, Saboround Supaya serta Czapeksdox Supaya
(Octavia et angkatan laut (AL)., 2017).
3. Media semi sintetik
Media semi sintetik sama halnya dengan media sintetik ialah media
praktis siap gunakan (ready for use) yang dibuat oleh industri tertentu.
Tetapi media semi sintetik memakai media natural serta media sintetik
12

selaku komposisinya. Salah satu contoh media semi sintetik merupakan


Potato Dextrose Agar yang dibuat dari ekstrak kentang serta bahan kimia
yang lain (Suriawia 2005; Tamam 2019).

2.1.4 Media Pertumbuhan Jamur


1. Media PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan media yang universal
buat perkembangan jamur di laboratorium sebab memilki pH yang
rendah (pH 4,5 hingga 5,6) sehingga membatasi perkembangan kuman
yang memerlukan area yang netral dengan pH 7,0 serta temperatur
optimum buat perkembangan antara 25-30°C (Cappucino, 2014).
Bersumber pada komposisinya PDA tercantum dalam media semi
sintetik sebab tersusun atas bahan natural (kentang) serta bahan sintesis
(dextrose serta Agar). Kentang ialah sumber karbon (karbohidrat),
vitamin serta tenaga, dextrose selaku sumber gula serta tenaga, tidak
hanya itu komponen supaya berperan buat memadatkan medium PDA.
Tiap-tiap dari ketiga komponen tersebut sangat dibutuhkan untuk
perkembangan serta perkembangbiakkan mikroorganisme paling utama
jamur (Octavia serta Wantini, 2018). Isi nutrisi yang dipunyai media
PDA berbentuk karbohidrat, air serta protein berasal dari kentang serta
glukosa. Dalam 100 gram kentang memiliki 19,1 gram karbohidrat, 2
gram protein, 0,1 gram lemak, 11mg kalsium, 56 miligram fosfor, 1
miligram besi, 0,11 miligram vit B serta 17 miligram vit C (Depkes RI,
2010).
2. Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) ialah media yang digunakan
buat mengisolasi jamur. Konsistensi media SDA berupa padat (Solid)
serta tersusun dari bahan sintesis. Guna dari media SDA ialah, isolasi
mikroorganisme jadi kultur murni, buat budidaya jamur patogen,
komensal serta ragi, digunakan dalam penilaian mikologi santapan, dan
secara klinis menolong dalam penaksiran ragi serta jamur pemicu
peradangan (Kustyawati, 2009). Komposisi media SDA ialah
Mycological peptone 10 gram, Glucose 40 gram, serta Agar 15 gram.
Mycological peptone berperan sediakan nitrogen serta sumber vit yang
13

dibutuhkan buat perkembangan mikroorganisme dalam media SDA,


glukosa selaku sumber tenaga serta supaya berperan selaku bahan
pemadat. Mayoritas jamur ada di alam serta berkembang dengan kilat
pada sumber nitrogen serta karbohidrat yang simpel. Secara tradisional,
supaya Sabouraud, yang memiliki glukosa serta pepton modifikasi (pH
7,0), sudah dipakai sebab tidak kilat mendesak perkembangan kuman
(Kustyawati, 2009).
2.1.5 Media berdasarkan bentuknya
Media biakan bakteri berdasarkan sifat bentuknya menurut Prof. Unus
(2005) dapat dibedakan menjadi :

1. Media Padat
Media padat umumnya digunakan untuk menumbuhkan bakteri, ragi,
jamur maupun mikroalge. Jumlah pemadat atau tepung agar ditambahkan
tergantung kebutuhan organisme yang ditumbuhkan. Organisme yang
memerlukan kadar air yang ditumbuhkan. Untuk organisme dengan
kebutuhan kelembaban tinggi, jumlah tepung harus lebih sedikit, dan
untuk organisme dengan kebutuhan kelembaban rendah, jumlah tepung
harus lebih banyak.
2. Media Cair
Media cair tidak ditambahkan zat pemadat, umumnya dipergunakan
untuk mikroalga dan juga bakteri dan ragi.
3. Media Semi Padat-Cair
Media ini umumnya diperlukan untuk pertumbuhan organisme yang
memerlukan kandungan air dan hidup anaerobik mau pun fakultatif
dengan penambahan zat pemadat hanya 50% atau kurang dari yang
seharusnya.
2.2 Ampas Tahu
2.2.3 Pengertian Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan limbah dari industri pengolahan tahu yang selama
ini nyaris tidak termanfaatkan kecuali sebagai pakan ternak atau dibuang begitu
saja (Anonim,2005). Menurut Permana (1989), ampas tahu dapat dikonsumsi
14

manusia dalam bentuk tempe gembus dengan harga yang relatif murah.
Kekurangtahuan masyarakat akan manfaat ampas tahu ini menjadikan ampas tahu
sebagai limbah yang tidak terpakai. Menurut Yustina dan Abadi (2012).

Ampas tahu segar mempunyai kadar air yang tinggi (80 – 84%), sehingga
menyebabkan umur simpannya pendek, biaya pengangkutan tinggi dan daerah
penggunaan terbatas. Pengeringan merupakan salah satu cara mengatasi kadar air
yang tinggi dari ampas tahu segar (Pulungan dan Rangkuti, 1984). Menurut
Anonim (2006), pengeringan dan pembuatan ampas tahu menjadi tepung
mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas, ketengikan dan dapat
memperpanjang umur simpan.

Ampas tahu merupakan hasil sampingan dari pengolahan kedelai menjadi


tahu. Pengolahan kedelai biasanya menimbulkan bau langu yang khas. Bau langu
adalah bau yang khas pada kedelai yang disebabkan oleh oksidasi asam lemak tak
jenuh (PUFA) pada kedelai. Reaksi oksidasi ini dapat berlangsung dengan adalah
oksigen dan dikatalisis oleh enzim lipoksigenase pada asam lemak tak jenuh
terutama asam linoleat yang mengandung gugus cis, cis 1,4 pentadiena.
Komponen penyusun flavour yang dominan dalam reaksi tersebut adalah senyawa
etilfenilketon (Santoso, 1994 ; Winarno, 1995). Bau langu merupakan salah satu
faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan orang terhadap
produk dari kedelai. Dari hasil penelitian Carr o-Penzzi dkk.(1999), Wansink dan
Cheong (2002) dan Wansink (2003), bau langu ini telah menjadi stigma bagi
kebanyakkan orang yang telah mengkonsumsi kedelai.

2.2.4 Klasifikasi Kedelai


Menurut Adisarwonto, (2008) klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
15

Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L) Merill

Gambar 2.1

2.2.5 Kandungan Gizi Ampas Tahu

Ampas tahu mengandung serat kasar kurang lebih 16,8% (Lubis, 1964).
Alternatif pemanfaatan tahu untuk dijadikan tepung dalam pembuatan biskuit
akan lebih menguntungkan, karena lebih ekonomis dan membantu pengusaha tahu
dalam penanganan limbahnya untuk mewujudkan industri ramah lingkungan.
Selain itu, protein dan lemak yang masih tersisa dalam ampas tahu diharapkan
dapat meningkatkan kandungan protein dan lemak (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ampas Tahu

Zat Gizi Kadar (%)


Protein 23,55
Lemak 5,54
Karbohidrat 26,92
Air 10,43
Abu 17,03
Serat Kasar 16,53
Sumber : Pudjihastuti dalam Tarmidi 2010
2.2.6 Manfaat Ampas Tahu
Tahu merupakan makanan yang banyak mengandung banyak protein nabati
yang banyak diminati konsumen. Efek lain dari peningkatan produksi tahu adalah
16

surplus ampas tahu atau sisa dari pembuatan tahu yang belum banyak
dimanfaatkan dan dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis. Ampas tahu
adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum.
Sampai saat ini ampas tahu cukup mudah didapat dengan harga murah, bahkan
bisa didapat dengan cara cumacuma. Selain itu, kandungan yang masih terdapat di
dalam ampas tahu seperti isoflavon, lignan, fitosterol, coumestans, saponin dan
fitat mempunyai manfaat yang bagus untuk kulit.
2.3 Aspergillus Niger
2.3.1 Pengertian Aspergillus Niger

Kapang memerlukan nutrien dengan komposisi Tertentu untuk tumbuh dan


membelah diri. Salah satu Jenis kapang yang populer dan banyak digunakan
Secara komersial dalam suatu produksi yaitu Aspergillus niger (Sulistyarsi dan
Ardhi, 2016). Aspergillus niger merupakan salah satu genus Aspergillus sp, jamur
ini mempunyai struktur sel kapang yang berfilamen sehingga dapat menghasilkan
asam sitrat dan 23 jenis enzim yang telah diidentifikasi dari jamur Aspergillus
niger. Enzimkomersil yang dihasilakan oleh jamur Aspergillus niger adalah
amilase, glukoamilase, selulase, pectinase, glukosa oksidase dan katalase. Jamur
ini dapat Gambar 2.2 Tepung ubi jalar putih 14 tumbuh jika nutrisi yakni
karbohidrat terpenuhi pada media pertumbuhannya (Irma, 2015).

Aspergillus niger merupakan spesies Aspergillus sp yang menyebabkan


aspergillosis. Aspergillosis ditandai dengan bentuk invasif dan non invasif,
aspergillus non invasif biasanya mempengaruhi host normal, baik muncul sebagai
reaksi alergi atau sekelompok hifa jamur. Jamur aspergillus merupakan organisme
yang banyak ditemukan di mana-mana seperti tanah, di makanan yang membusuk,
buah-buahan, dan tanaman. Aspergillosis dapat menerang pembuluh darah,
menyebabkan trombosis dan infark jaringan sekitar, atau juga menyerang sinus,
sehingga menyebabkan lesi pada daerah palatal dan lidah juga dapat
menyebabkan spektrum luas dari penyakit, mulai dari reaksi hipersensitivitas
terhadap angioinvasion langsung dan penyebab paling umum mikosis sinus
paranasal. Manifestasi dan keparahan dari aspergillosis tergantung pada status
kekebalan pasien (Kristandia et al. 2015).
17

2.3.2 Karakteristik Aspergillus Niger


Bagi aspergillus niger secara industri adalah salah satu jamur filamen.
Beberapa strain yang termasuk dalam bagian ini digunakan dalam industri
fermentasi untuk produksi berbagai asam organik dan enzim hidrolitik. Ciri-ciri
makaroskopis: koloni terdiri dari dasar putih atau kuning kompak yang diliputi
oleh lapisan padat berwarna coklat gelap sampai hitam. Diameter koloni 65-75
mm. ciriciri mikroskopis: biseriate, bentuk fisikel bulat (spherical) berukuran 44
µm, metula 13 µm dan fialid 9,75 µm, kepala konodia berukuran besar
(berdiameter 3mm x 15- 20 µm). konodiafor berdinding halus, hyaline atau
berubah gelap menuju vesikel. Konidia berbentuk globose sampai subglobose
(berdiameter 3.5-5 µm), coklat tua sampai hitam dan berdinding kasar (Refai, El-
yazid and Hassan, 2014).
Aspergillus niger adalah salah satu spesies yang paling umum dari genus
aspergillus. Ini menyebabkan penyakit yang disebut jamur hitam pada buah dan
sayuran tertentu seperti anggur, bawang merah, dan kacang tanah dan merupakan
kontaminasi makanan yang umum. Jamur ini ada di mana-mana., di tanah dan
umumnya dilaporan berasal dari lingkungan dalam ruangan. Aspergillus niger
dapat menyebabkan aspergillosis pada manusia, khususnya, sering di antara
pekerja. hortikultura yang menghirup debu gambut, yang bisa kaya akan spora
aspergillus (Refai, El-yazid and Hassan, 2014).
2.3.3 Klasifikasi Aspergillus Niger

Adapun klasifikasi dari Aspergillus niger adalah sebagai berikut :


Kingdom : Fungi
Divisi : Eumycetes
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger (Food dan Drug of US, 1998).
18

Gambar 2.2 Aspergillus niger secara mikroskopis (Budiarti,


Purwaningsih, dan Suwarti, 2013)

2.3.4 Peranan Aspergillus Niger


Aspergillus niger memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah kemampuan
menghasilkan asam sitrat (Ali et al., 2002). Selain itu juga memiliki kemampuan
untuk menghasilkan amilase, protease, xylitolase dan lipase (Suganthi et al.,
2011). Aspergillus niger dan penicillium digiatum digunakan untuk meningkatkan
produksi verbenol. Verbenol merupakan senyawa pangan yang banyak digunakan
dalam minuman ringan, sup, daging, sosis, dan es krim (Rao et al., 2003). Pada
industri, Aspergillus niger dimanfaatkan untuk memproduksi asam oksalat dan
asam glukonat (Rymowicz and lenart, 2003). Aspergillus niger mempunyai fungsi
utama untuk proses saccharifikasi zat pati beras. Namun, beberapa spesies
digunakan dalam fermentasi produk tradisional seperti kecap, miso (tauco) dan
industri fermentasi seperti dalam industri sake (Debby et al., 2003).
Aspergillus niger merupakan jamur yang dapat menghasilkan protease.
Protease dari jamur genus Aspergillus memiliki keunggulan dibanding protease
bakteri dalam isolasi enzim karena miselium hanya dapat dihilangkan dengan
filtrasi. Protease yang dihasilkan oleh Aspergillus niger lebih baik karena
menghasilkan protease yang lebih tinggi, waktu produksinya lebih singkat dan
biayanya relatif murah. Aspergillus banyak digunakan dalam produksi makanan
fermentasi tradisional di beberapa negara Asia (Indratiningsih et al., 2013).
Pertumbuhan Aspergillus niger berhubungan langsung dengan nutrisi yang
terkandung dalam substrat. Molekul sederhana di sekitar miselium dapat
langsung diserap, sedangkan molekul yang lebih kompleks harus diurai terlebih
dahulu sebelum diserap ke dalam sel. Dengan memproduksi berbagai enzim
ekstraseluler, Contohnya antara lain protease , amilase, mannanase dan alfa-
laktosidase. Zat organik dalam substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk
aktivitas transportasi molekuler, pemeliharaan struktur sel, dan fluiditas sel.
19

Aspergillus niger bersifat toleran terhadap aktivitas air rendah, mampu


tumbuh pada substrat dengan potensial osmotik cukup tinggi dan sporulasi pada
kelembaban relatif rendah (Rahman, 1989). Terdapat 23 jenis enzim yang telah
diidentifikasi dari Aspergillus niger dan 20 jenis enzim dari Aspergillus oryzae
(Tauber, 1950). Menurut Reed (1966), enzim-enzim komersil yang dihasilkan
dari Aspergillus niger adalah amilase, glukoamilase, selulase, pektinase, glukosa
oksidase dan katalase. protease, amilase, mannanase dan alfa-laktosidase. Zat
organik dalam substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas
transportasi molekuler, pemeliharaan struktur sel, dan fluiditas sel.

2.3.5 Teknik Isolasi Jamur


1. Metode Perangkap
Dengan menggunakan metode ini jamur diudara dapat ditangkap dengan
mudah, dan dapat diketahui bentuk koloni dan morfologi dari jamur
tersebut. Metode ini udah diakukan haya dengan membuka cawan petri
yang telah beriri mediia pada tempat yag terlihat ditumbuhi jamur
metode ini biasanya digunakan untuk menangkap jamur diudara.
2. Metode Pengenceran
Metode ini dapat diketahui bentuk koloni dan morfologi jaur, biasanya
sampel yang digunakan berasal dari minuman atau sesuatu yang
berbentuk cair.
3. Metode Semai atau Tabur
Metode ini dari media SDA dapat diketahui morfologi dan spesies jamur.
Metode ini digunakan untuk emperoleh bermacam-macam jamur dari
tanah tepung dan sampel penderita.
4. Metode Tanam Langsung
Metode ini dapat diketahui bentuk ini dan morfoogi jamur yang ditanam
pada media SDA sampel yang biasa digunakan untuk metode ini yaitu
kerokan kulit atau rambut.
20

2.4 Kerangka Konsep

Media

Media Alami Media semi sintetik

Kandungan : Media Potato


1. karbohidrat Dextrose Agar (PDA)
2. protein
3. lemak
4. air
5. abu
6. serat kasar
Kelebihan : Kekurangan :
Media instan Harga mahal dan
Siap pakai hanya dapat
diperoleh oleh
Media alternatif tempat tertentu
pertumbuhan jamur
aspergillus niger

Gambar 2.3 Kerangka Teori


21

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

Media Alternatif Ampas


Pertumbuhan Jamur
Tahu dengan konsentrasi
Aspergillus niger

Suhu, waktu, kualitas ampas


tahu, kepadatan koloni,
ketetebalan dan kontaminasi

2.6 Hipotesis
Terdapat perbedaan diameter permukaan koloni Aspergillus niger terhadap
variasi konsentrasi media alternatif ampas tahu.
22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif dilakukan secara experimental
laboratory, yaitu suatu jenis penelitian dengan melakukan kegiatan
percobaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah jamur Aspergillus
niger dapat tumbuh pada media ampas tahu..
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2024 di
Laboratorium Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah ampas tahu
yang didapatkan dari pasar Lubuk Pakam
3.3.2 Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah ampas tahu
dengan konsentrasi paling rendah 5% dan paling tinggi 20% .
3.4 Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat, nilai dari orang,
objek organisasi atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(sugiyono, 2016). Variabel pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
pertumbuhan jamur Aspergillus niger. pada media kacang merah sebagai
pengganti media PDA (Potato Dextrose Agar).
1. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel (dependen) terikat
(sugiyono, 2016). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media
alternatif ampas tahu untuk pertumbuhan jamur Aspergillus niger..
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (sugiyono, 2016). Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah media PDA (Potato Dextrose Agar).

3.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel ialah dedinisi yang bersumber pada ciri yang diperhatikan dari satu
yang didefinisikan tersebut. Ciri yang bisa di ukur, diamati ialah kunci operasional
(Nursalam, 2015). Definisi operasional variabel pada penelitian ini dapat digambarkan
pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 defenisi operasional variabel

NO Variabel Defenisi Parameter Skala Instrument


Operasional
1 Independen : Media Tepung Nominal Oven untuk
Media ampas alternatif ampas tahu sterilisasi alat
tahu ampas tahu dan autoklaf
untuk
sterilisasi
media
2 Dependen : Media yang PDA Nominal Oven untuk
Media PDA digunakan (Potato sterilisasi alat
(Potato untuk Dextrose dan autoklaf
Dextrose pertumbuhan Agar) untuk
Agar) jamur sterilisasi
media
24

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, deck glass,
neraca analitik, hot plate, batang pengaduk, cawan petri, incubator, erlemeyer,
Bunsen, korek api, pipet tetes, ose, autoclave, spatula, mikroskop, alat penyaring,
oven, alat-alat yang di gunakan di sterilisasi terlebih dahulu.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media PDA (Potato
Dextrose Agar), kacang merah, jamur Aspergillus niger, agar-agar, kapas,
aluminium foil, object glass dan aquadest.

1.7 Metode Pemeriksaan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dekskriptif dilakukan


secara eksperimental laboratory, yaitu suatu jenis penelitian dengan melakukan
kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah jamur dapat tumbuh
pada media Aspergillus niger alternatif ampas tahu dengan metode penanaman
Single dot.

1.8 Prinsip Kerja

Prinsip kerja pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tumbuh atau
tidaknya jamur Aspergillus niger pada media alternatif ampas tahu.

3.9 Persiapan Penelitian


1. Persiapan Alat
Alat yang digunakan yaitu inkubator, autoclave, oven, neraca analitik, hot
plate, alat penyaring, mikroskop, panci, lampu bunsen, erlenmeyer, beaker glass,
pipet ukur, batang pengaduk, cawan petri, spatula, jarum ose, dan pisau. Alat-alat
yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu.
2. Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan yaitu isolate jamur Aspergillus niger .media Potato
Dextrose Agar (PDA), ampas tahu, dextrose, agar-agar tepung (swallow), kertas
perkamen, object glass, cover glass, kapas, korek api, aquadest, KOH 10%, pH
universal.
3.10 Prosedur Kerja
1. Proses Pembuatan Biakan Murni Jamur Trichopiton Sp
25

Untuk mendapatkan isolat murni jamur Trichophyton sp, maka dilakukan


proses pemurnian biakan terlebih dahulu. Adapun prosedur yang dilakukan
adalah: dilakukan proses sterilisasi jarum ose di atas api bunsen sampai berwarna
merah pijar dan dibiarkan dingin. Kemudian diambil koloni jamur Trichophyton
sp dengan jarum ose yang telah steril. Lalu disterilisasi mulut cawan petri berisi
media dengan api bunsen, kemudian dilakukan penanaman biakan jamur
Trichophyton sp pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dengan menggunakan
teknik gores secara steril di dekat api bunsen.
Langkah selanjutnya ditutup cawan petri, kemudian dilakukan proses
sterilisasi kembali mulut cawan petri dengan api bunsen. Lalu disterilkan kembali
jarum ose untuk mematikan biakan yang tertinggal. Setelah itu dibungkus cawan
petri yang sudah ditanami biakan jamur Trichophyton sp menggunakan koran.
Kemudian diinkubasi pada inkubator selama 24-48 jam pada suhu 37ºC.
2. Identifikasi Biakan Murni Jamur Trichophyton sp Secara Makroskopis dan
Mikroskopis
Biakan murni jamur Trichophyton sp diidentifikasi terlebih dahulu secara
makroskopis yaitu dengan cara mengamati ciri-ciri koloni jamur yang tumbuh
pada media, setelah itu dilanjutkan dengan pengamatan ciriciri secara
mikroskopis. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah ditetesi 1-2 tetes
KOH 10% di atas object glass. Kemudian dilakukan proses sterilisasi jarum ose di
atas api bunsen sampai berwarna merah pijar dan dibiarkan dingin.
Lalu diambil koloni jamur Trichophyton sp, dilakukan secara steril di dekat
api bunsen. Setelah itu ditempelkan jarum ose yang telah ada koloni jamur
Trichophyton sp pada object glass yang telah ditetesi larutan KOH 10% dan
ditutup dengan cover glass. Kemudian dilewatkan beberapa kali di atas api bunsen
dan didiamkan selama 10 menit. Lalu dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop
dengan pembesaran 10x dan 40x (Tamam, 2019).
3. Tahap Pembuatan Media
1. Prosedur Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)
a. Timbang media PDA sebanyak 3,9 gram
b. Larutkan dalam 100 ml aquadest didalam beaker glass
c. Tuangkan kedalam erlemeyer kemudian panaskan di hot plate sambil
dihomogenkan
d. Lalu tutup erlemeyer dengan kapas dan aluminium foil
26

e. Sterilkan di autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit


f. Tuangkan media ke dalam cawan petri biarkan media hingga padat
4. Pembuatan Media Kacang Merah
1. Prosedur Pembuatan Media Alternatif Serbuk Kacang Merah
Pada Setiap Konsentrasi

a. Timbang media sari pati kacang merah sebanyak 5 gram, agar-agar 1,5 gram,
larutkan dalam 100 ml aquadest didalam beaker glass
b. Tuangkan kedalam erlemeyer kemudian panaskan di hot plate sambil
dihomogenkan lalu tutup erlemeyer dengan aluminium foil
c. Sterilkan di autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian
tuangkan media ke dalam cawan petri
d. Timbang media sari pati kacang merah sebanyak 20 gram, agar-agar 1,5 gram,
larutkan dalam 100 ml aquadest dalam beaker glass
e. Tuangkan ke dalam Erlenmeyer kemudian panaskan di hot plate sambil
homogenkan lalu tutup erlemeyer dengan aluminium foil
f. Sterilkan di autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit,kemudian tuangkan
ke dalam cawan petri.

5. Inokulasi Jamur Trichopiton sp


Menurut penelitian (Tamam, 2019) yang telah dilakukan sebelumnya, proses
inokulasi jamur Trichophyton sp yaitu:
1. Dilakukan proses sterilisasi jarum ose di atas api bunsen sampai berwarna
merah pijar dan dibiarkan dingin.
2. Kemudian diambil koloni jamur Trichohyiton sp dengan jarum ose yang
telah steril.
3. Lalu disterilisasi mulut cawan petri berisi media dengan api bunsen,
kemudian dilakukan penanaman biakan jamur Trichophyton sp pada media
kacang merah dan media Potato Dextrose Agar (PDA) dengan
menggunakan teknik gores secara steril di dekat api bunsen.
4. Langkah selanjutnya ditutup cawan petri, kemudian dilakukan proses
sterilisasi kembali mulut cawan petri dengan api bunsen.
5. Lalu disterilkan kembali jarum ose untuk mematikan biakan yang
tertinggal.
27

6. Setelah itu dibungkus cawan petri yang sudah ditanami biakan jamur
Trichophyton sp menggunakan koran.
7. Kemudian diinkubasi pada inkubator selama 24-48 jam pada suhu 37ºC.
6. Tahap Pengamatan Jamur Trichophyton sp
1. Pengamatan Secara Makroskopis
Pengamatan tahap awal dilakukan dengan cara makroskopis yaitu
dilihat langsung dengan mata apakah pada media biakan ditumbuhi koloni.
Koloni jamur Trichophyton sp memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih
kekuningan, koloni sedikit timbul dari permukaan media, permukaan koloni
halus, licin atau berlipatlipat, dan berbau ragi (Ariningsih, dalam Tamam,
2019).
Untuk memastikan koloni jamur yang tumbuh pada media alternatif
kacang merah adalah koloni jamur Trichophyton sp, maka dibandingkan ciri-
ciri atau karakteristik koloni yang tumbuh dengan koloni jamur Trichophyton
sp yang ada pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Setelah dilakukan
pengamatan ciri-ciri atau karakteristik koloni jamur Trichophyton sp pada
media kacang merah, selanjutnya dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada
kedua media, kemudian dilihat perbedaan jumlah koloni jamur Trichophyton
sp yang tumbuh pada media kacang merah dan media Potato Dextrose Agar
(PDA).
2. Pengamatan Secara Mikroskopis
Setelah dilakukan pengamatan jamur Trichophyton sp secara
makroskopis, maka dilanjutkan dengan tahap pengamatan jamur Trichophyton
sp secara mikroskopis.
1. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah ditetesi 1-2 tetes
KOH 10% di atas object glass.
2. Kemudian dilakukan proses sterilisasi jarum ose di atas api bunsen
sampai berwarna merah pijar dan dibiarkan dingin.
3. Lalu diambil koloni jamur Trichophyton sp, dilakukan secara steril
di dekat api bunsen. Setelah itu ditempelkan jarum ose yang telah
ada koloni jamur Trichophyton sp pada object glass yang telah
ditetesi larutan KOH 10% dan ditutup dengan cover glass.
4. Kemudian dilewatkan beberapa kali di atas api bunsen dan
didiamkan selama 10 menit.
28

5. Lalu dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan


pembesaran 10x dan 40x (Tamam, 2019).
3.11 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengumpulan data yang telah dilakukan peneliti, maka data
akan diolah dengan tahap tabulating. Tabulating adalah pembuatan tabel data yang
sudah sesuai dengan tujuan penelitian (Notoatmojo, 2018). Pada penelitian ini
dilakukan pengolahan data dengan tabel yang menunjukkan pertumbuhan jamur
Aspergillus niger secara makroskopis dan mikroskopis pada media ampas tahu.
3.12 Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mengolah data yang telah terkumpul dengan
cara mengelompokkan data sesuai dengan kategori penelitian yang dilakukan,
dengan melihat jamur Aspergillus niger pada media alternatif ampas tahu dapat
tumbuh (positif) atau tidak dapat tumbuh (negatif) dengan melihat ciri-ciri jamur
Aspergillus niger secara makroskopis dan mikroskopis. Selanjutnya data dianalisa
secara deskriptif (Nursalam. 2017).
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai