Anda di halaman 1dari 10

Makalah Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu Budha di Indonesia

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

R
(RAJA, RATU, DAN RAHASIA)

NAMA:

 SRI RESKI FITRIAH YUSNA


 NURUL AFIFAH MU’MININ
 NURFADILLAH
 NURFADILAH
 FITRI
 MUH. NUR FAJAR RAMADHAN
 WANDI

KELAS : X PIA 2

PEMBIMBING : PAK. SAPRI

SMA NEGERI 5 TAKALAR


TAHUN AJARAN
2018/2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk menyelesaikan makalah ini yaitu tentang Kerajaan
Hindu-Buddha.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan
negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah.
Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana
dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing
mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai
daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan
Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang
ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan
tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir
dari era ini.
BAB II
Pembahasan
2.1 Kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia
1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Terletak di Tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Di Kutai
ditemukan prasasti berupa "yupa" yaitu tugu batu yang digunakan dalam upacara kurban. Yupa ini
bertuliskan huruf Pallawa dan Bahasa Sankserta, diperkirakan berasal dari tahun 400 M. Dalam Yupa
diterangkan mengenai silsilah raja-raja Kutai. Raja Kutai yang pertama adalah Kudungga(nama ini
diperkirakan asli orang Indonesia). Kudungga mempunyai putra yang bernama Aswawarman, nama ini
diperkirakan berasal dari India sehingga Aswawarman dianggap sebagai "wangsakarta" atau pembentuk
keluarga/dinasti. Selain itu ia juga dijuluki "Ansuman" atau dewa matahari. Aswawarman mempunyai
putra bernama Mulawarman. Mulawarman adalah raja yang terbesar/terkenal di Kutai. Kutai adalah salah
satu kerajaan tertua di Indonesia, yang diperkirakan muncul pada abad 5 M atau± 400 M, keberadaan
kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang
berbentuk Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah. Prasasti Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
sansekerta tersebut, dapat disimpulkantentang keberadaan kerajaan Kutai dalam berbagai aspek
kebudayaan yaitu antara lain politik,sosial, ekonomi, dan budaya.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Hindu ini terletak di dekat sungai Citarum, Jawa Barat. Kerajaan ini di perkirakan berdiri tahun
450 M. Raja yang paling terkenal adalah Purnawarman. Ia adalah raja yang sangat baik terhadap rakyat,
hal ini dibuktikan dengan pembuatan irigasi atau sungai untuk mengairi sawah dan mencegah banjir,
sungai ini diberi nama sungai "Gomati". Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara antara lain
Prasasti Tugu, Munjul, Kebon Kopi, Pasir Awi, Jambu,Ciaruteun, dan Muara Cianten.

3. Kerajaan Kalingga

Keterangan mengenai kerajaan ini diperoleh dari prasasti Tuk mas. Berdasarkan prasasti ini diperkirakan
Kerajaan Kaling berada di sekitar Purwodadi dan Blora. Raja yang terkenal adalah Ratu Sima. Ia dikenal
sebagai Ratu yang tegas, jujur, dan bijaksana.

4. Kerajaan Sriwijaya

Keterangan mengenai kerajaan sriwijaya diperoleh dari berita perjalanan I-Tsing, seorang pendeta Budha
dari Cina. Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berada di Sumatra Selatan. Selain dari I-Tsing,
keterangan mengenai Sriwijaya juga diperoleh dari Prasasti-prasasti antara lain : Prasasti kedukan bukit
yang berisi tentang perjalanan suci Sang Dapunta Hyang, Prasasti Kota Kapur yang berisi permintaan
kepada para dewa untuk menjaga kesatuan Sriwijaya, Prasasti Telaga Batu yang berisi kutukan terhadap
mereka yang berbuat kejahatan, prasasti Talang tuo dan prasasti Karang Berahi. Sriwijaya adalah nama
kerajaan yang tentu sudah tidak asing bagi Anda, karena Sriwijaya adalahsalah satu kerajaan maritim
terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7 -15 M).Jika Anda ingin mengetahui
perkembangan Sriwijaya hingga mencapai puncak kebesarannyasebagai kerajaan Maritim, maka Anda
harus mengetahui terlebih dahulu sumber-sumber sejarahyang membuktikan keberadaan kerajaan
tersebut.Sumber-sumber sejarah kerajaan Sriwijaya selain berasal dari dalam juga berasal dari luar
sepertidari Cina, India, Arab, Persia. Sumber-sumber dari dalam negeri

Sumber dari dalam negeri berupa prasasti yang berjumlah 6 buah yang menggunakan bahasa Melayu
Kuno dan huruf Pallawa, serta telah menggunakan angka tahun Saka.

a.Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kedukan Bukit, di tepi sungai Talang

dekatPalembang, berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Isi prasasti tersebut menceritakan
perjalanansuci/Sidayatra yang dilakukan Dapunta Hyang, berangkat dari Minangatamwan dengan
membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Dari perjalanan tersebut berhasil menaklukkan beberapa
daerah.

b.Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat kota Palembang berangka tahun 606 Saka /684 M.
Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Sriksetra untuk kemakmuran semuamakhluk dan terdapat
doa-doa yang bersifat Budha Mahayana.

cPrasasti Telaga Batu ditemukan di Telaga Batu dekat Palembang berangka tahun 683 M.

d.Prasasti Kota Kapur ditemukan di Kota Kapur pulau Bangka berangka tahun 608 Saka / 686M

e.Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi tidak berangka tahun.

f. Prasasti Palas Pasemah ditemukan di Lampung Selatan tidak berangka tahunKeempat Prasasti yang
disebut terakhir yaitu Prasasti Telaga Batu, Kota Kapur, Karang bukit, danPalas Pasemah menjelaskan isi
yang sama yaitu berupa kutukan terhadap siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.

5. Kerajaan Mataram Kuno

Keterangan mengenai kerajaan ini diperoleh berdasarkan prasasti Gunung Wukir, Magelang. Kerajaan ini
diperintah oleh Raja Sanjaya dan Raja Sanna (Sanjaya adalah keponakan Sanna. Kerajaan Mataram
diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Sanjaya (yang menganut agama Hindu ) dan raja-raja dari Dinasti
Syailendra (yang menganut Agama Budha). Setelah Raja Sanjaya meninggal, Mataram diperintah oleh
Rakai Panangkaran. Setelah Panangkaran yang berkuasa adalah Samaratungga, pada masa kekuasaan
Samaratungga dibangun Candi Borobudur. Pengganti Samaratungga adalah menantunya yaitu Rakai
Pikatan (suami dari Pramodhawardani). Kerajaan Mataram mencapai Puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Raja Balitung. Pada tahun 929 M, pusat kerajaan Mataram dipindahkan ke Watugaluh
(JawaTimur) oleh Empu Sindok. Hal ini dilakukan untuk menghindari ancaman bahaya letusan gunung
berapi. Pengganti Empu Sindok adalah Dharmawangsa. Ketika kepemimpinannya terjadi peristiwa
"Pralaya Medang" yaitu penyerbuan Mataram oleh Wura Wari (bawahan Darmawangsa yang dihasut oleh
Sriwijaya). Pengganti Dharmawangsa sekaligus raja terakhir Mataram adalah Airlangga. Airlangga adalah
menantu Dharmawangsa. Berakhirnya kerajaan mataram karena Airlangga membagi kerajaan menjadi
dua untuk menghindari perebutan kekuasaan antara putra Darmawangsa dan putra Airlangga, Mapanji
Garasakan. Mataram dibagi menjadi dua yaitu Jenggala atau singosari yang beribu kota di kahuripan dan
Panjalu atau Kediri yang beribu kota di Daha.

Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di JawaTengah.
Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar
diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnyasubur sehingga
pertumbuhan penduduknya cukup pesat.

Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno / lama tersebutyaitu
antara lain:

a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M
dalam bentuk Candrasangkala.

b.Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulisdalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi
Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaankeluarga Syaelendra dan
Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha(umat Budha).

c.Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yangmenggunakan
bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului
Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, RakaiPanunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai
Pikatan, Rakai Kayuwangi, RakaiWatuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung.Untuk itu prasasti
Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung. d.Prasasti Klurak ditemukan di desa
Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya
menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indrayang bergelar Sri Sanggrama dananjaya Menurut
para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek
Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor Dan Prasasti Nalanda
peninggalan kerajaan Sriwijaya.

Sumber berupa Candi

Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-
bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi-
candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara.Selanjutnya di Jawa
Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, CandiMendut, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain

6.Kerajaan Singasari

Pusat Kerajaan Singosari terletak di Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok, setelah
berhasil membunuh Bupati tumapel Tunggul Ametung. Ken Arok menjadi raja pertama Singasari dan
berhasil memperistri Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang
Amurwabumi. Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh Anusapati (anak dari Tunggul Ametung).
Pemerintahan Anusapati tidak berjalan lama karena ia dibunuh oleh Tohjaya (anak dari Ken Arok). Tidak
lama kemudian Ranggawuni (anak dari Anusapati menuntut kekuasaan dari Tohjaya, tetapi Tohjaya
menolak dan mengirimkan pasukan melawan Ranggawuni, dalam pertempuran tersebut Tohjaya
melarikan diri dan akhirnya meninggal di daerah Katang Lumbung. Ranggawuni naik tahta dengan gelar
Sri Jaya Wisnu Wardana. Setelah meninggal ia digantikan putranya yaitu Kertanegara. Keruntuhan
kerajaan Singasari adalah karena mendapat serangan Jayakatwang dari Kediri.

7. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit berada di sekitar Delta sungai Brantas, Mojokerto. Raja Majapahit yang pertama
adalah Raden Wijaya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Setelah Raden Wijaya meninggal,
Majapahit diperintah oleh Jayanegara.Dalam masa pemerintahannya timbul beberapa pemberontakan
antara lain, pemberontakan Nambi, Semi, Ranggalawe, Lembu Sora dan Kuti. Pemberontakan Kuti adalah
yang dianggap paling berbahaya karena berhasil menduduki ibukota Majapahit dan Jayanegara terpaksa
mengungsi ke daerah Badander. Akhirnya pemberontakan Kuti berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada,
dan berkat jasanya ia di angkat menjadi patih Kahuripan. Pengganti Jayanegara adalah
Tribuwanatunggadewi. Ketika pemerintahannya timbul pemberontakan Sadeng, pemberontakan ini juga
berhasil ditumpas oleh Gajah Mada sehingga ia di angkat menjadi Mahapatih Majapahit. Pada waktu
pelantikan ia mengucapkan sumpah yang dikenal dengan "Sumpah Palapa". Isi sumpahnya adalah tidak
akan merasakan palapa (istirahat) sebelum menyatukan nusantara di bawah

Majapahit. Setelah Tribuwanatunggadewi meninggal ia digantikan putranya yaitu Hayam Wuruk.


Majapahit mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di dampingi mahapatih
Gadjah Mada. Keruntuhan Majapahit antara lain akibat tidak ada tokoh yang cakap dan berwibawa
sesudah wafatnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Terjadi Perang paregrek (perang saudara) antara Bhre
Wirabumi dan Wikramawardhana, Banyak negeri bawahan Majapahit yang berusaha melepaskan diri,
dan Berkembangnya agama Islam di pesisir Pantai Utara Jawa.

8. Kerajaan Kendiri

Kediri, adalah salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada tahun 1049 (satu lainnya adalah
Janggala), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua puteranya. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua
kerajaan untuk menghindari perselisihan dua puteranya, dan ia sendiri turun tahta menjadi pertapa.
Wilayah Kerajaan Kediri adalah bagian selatan Kerajaan Kahuripan. Sesungguhnya kota Daha sudah ada
sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama
ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan
berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi
berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah
bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu.
Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu
kota Janggala.

Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini
dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga
dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).

Perkembangan Kerajaan Kendiri

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang
diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan
sepeninggal Airlangga.

Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan
urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti
yang ditemukan.

Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan
semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah
kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan
pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.

Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu
negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di
Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri
diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut.

Runtuhnya Kerajaan Kendiri

Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan
Nagarakretagama.

Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta
perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel
yang merupakan daerah bawahan Kadiri.

Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan
pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian
menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.

Raja-raja yang terkenal dari kerajaan Kediri antara lain :

a. Raja pertama Kediri adalah Raja Kameswara (1115 - 1130 M) mempergunakan lancana
Candrakapale yaitu tengkorak yang bertaring pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan karya-karya
sastra, bahkan kiasan hidupnya dikenal dalam Cerita Panji.

b. Raja Jayabaya adalah Jayabaya memerintah tahun 1130 - 1160 mempergunakan lancana Narasingha
yaitu setengah manusia setengah singa pada masa pemerintahannya Kediri mencapai puncak
kebesarannya dan juga banyak dihasilkan karya sastra terutama ramalannya tentang Indonesia antara lain
akan datangnya Ratu Adil.

c. Raja terakhir Kediri adalah Kertajaya, (1185-1222).

9. Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur


Jika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka,
yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan adanya sebuah pusat
kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan Kerajaan Sriwijaya.

Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari sebuah bangunan
candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di antaranya yaitu dua
buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di daerah Lembah Mekhing,
Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7
masehi.

Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang
berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan - peninggalan lain yaitu di
antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan
arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa,
seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.

Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang
kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya
sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul
benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang
telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi
ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.

Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota
Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah
ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat
Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak
dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di
Pulau Bangka.

10. Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali, kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi.
Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa, keterangan mengenai kehidupan masyarakat
kerajaan Bulelengh pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa prasasti seperti
prasasti Belanjong, Panempahan dan Melatgede.

Kerajaan Buleleng ialah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan
jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari
Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah-wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal
dengan nama Den Bukit.

Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum karena ia selalu
melindungi rakyatnya, Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah
satu peninggalan Marakatapangkaja ialah kompleks candi di Gunung Kawi “Tampaksiring”. Pemerintahan
Marakatapangkaja digantikan oleh adikanya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari
Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menaggulangi berbagai
gangguan baik dari dalam maupun luar kerajaan.

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut
pakirankiran I Jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini
berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam
masyarakat, Senapati bertugas di bidaang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi
masalah sosial dan agama.

11. Sejarah Singkat Kabupaten Tulang Bawang

Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan merupakan salah
satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara.
Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan
Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-
Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya, To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang)
di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera). Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat
kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km
dari pusat kota Menggala.

Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang
Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai
perkembangan kerajaan ini.

Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di daerah yang dijuluki “Sai Bumi
Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah Proklamasi kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan
sebagai daerah Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan wilayah
Kewedanaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak
dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke
Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun
kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.

B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu
diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada
di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita
miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton.
Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan
yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang
ditinggalkan agama Hindu-Budha.

Anda mungkin juga menyukai