Anda di halaman 1dari 25

2015

PUSAT PEMANFAATAN
PENGINDERAAN JAUH

LAPAN

Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh


Landsat 8 untuk MPT
LI 1 03 007 09 01

Pedoman Pengolahan
Data Penginderaan Jauh Landsat 8
untuk MPT

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH


LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
2015

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa Panduan Penyusunan Pedoman


Pengolahan Data Penginderaan Jauh telah dapat diselesaikan dengan baik.
Pedoman ini disusun sebagai salah satu tugas Pusat Pemanfaatan Penginderaan
Jauh (Pusfatja) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk
merumuskan “Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk
MPT” sebagai amanat Undang-Undang No. 21 tahun 2013.
Berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam membuat buku penyusunan pedoman ini, untuk itu perkenankan
kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Segenap pimpinan LAPAN yang telah memberikan segala bentuk naungan
dan dukungan dalam kegiatan ini.
2. Para narasumber yang telah mencurahkan segala kemampuan dan ilmunya
demi terwujudnya buku panduan penyusunan podoman ini.
3. Tim penyusun, tim verifikasi dan tim pelaksana dari instansi sektoral terkait
maupun dari kalangan intern yang telah bekerja keras hingga
terselesaikannya buku panduan penyusunan pedoman ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran kami harapkan demi
perbaikan buku pedoman ini pada masa yang akan datang. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi para pengguna.

Jakarta, 14 Desember 2015

Pusat Pemanfaatan
DAFTAR ISI Penginderaan Jauh

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Kepala

Dr. M. Rokhis Khomarudin, M.Si

NIP : 197407221999031006

iii
iv
DAFTAR ISI

Halaman:
KATA PENGANTAR Iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR RUMUS viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Ruang Lingkup 1
1.4 Acuan Normatif 2
1.5 Definisi Umum 2
1.6 Daftar Istilah 3
BAB II. TAHAP PENGOLAHAN 4
2.1 Pemetaan Unit Pedoman 4
2.2 Diskripsi Unit 4
2.3 Metodologi 5
2.3.1. Bahan dan Material 5
2.3.2. Peralatan 7
2.3.3. Sumberdaya Manusia 7
2.3.4. Tahapan Pengolahan Data 7
2.3.5. Uji Akurasi 13
BAB III. PENUTUP 14
DAFTAR PUSTAKA. 14

v
DAFTAR TABEL

Halaman:
Tabel 1. Tahapan dan Uraian Pengolahan Data Penginderaan Jauh 4
Landsat 8 untuk MPT
Tabel 2. Karakteristik Landsat 8 6

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman:
Gambar 1. Contoh data Landsat 8 6
Gambar 2. Peralatan Survei 7
Gambar 3. Koreksi Geometrik 8
Gambar 4. Hasil Koreksi Radiometrik dengan Menggeser Histogram 9
Gambar 5. Koreksi Radiometrik Metode Regresi 10
Gambar 6. Citra Hasil Cropping Lokasi Penelitian 11
Gambar 7. Klasifikasi Supervised MPT 12

vii
DAFTAR RUMUS

Halaman:
Rumus 1. Algoritma yang Digunakan untuk Menghitung OIF 10

viii
Pedoman Pengolahan
Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk MPT

Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) adalah semua zat/material padat yang
tersuspensi didalam air. Zat padat yang tersuspensi tersebut dapat berupa lumpur,
tanah liat sampai pasir dan zat lainnya atau partikel partikel lainnya. Dapat berupa
komposisi komponen hidup (biotic) seperti phytoplankton, zat padat juga dapat
berupazooplankton,bakteri ataupun komponen mati (abiotik) dan partikel anorganik
lainnya. MPT merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang heterogen dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di perairan. Penetrasi cahaya
matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung sempurna
akibatnya fotosintesa tidak berlangsung sebagaimana mestinya.Pada umumnya
material tersuspensi dapat berasal dari aliran sungaiberupa hasil pelapukan,
material darat, oksihidroksida, dan bahan pencemar; dari atmosfer berupa debu-
debu atau abu yang melayang; dari laut berupa sedimen anorganik yang terbentuk
dilaut, dan sedimen biogenousdari sisa rangka organisme dan bahan organik
lainnya; serta dari estuari berupa hasil flokulasi, presipitasi sedimen dan produksi
biologis organisme estuary. Padatan tersuspensi dapat membuat perairan alami
menjadi lebih keruh dan bahkan membentuk endapan organik di dasarperairan.
Sebaran MPT dapat diukur dengan teknologi inderaja. Pada dasarnya, MPT
berkaitan dengan total hamburan partikel balik dari dalam kolom air yang diambil
dengan menggunakan data satelit pada spektrum sinar tampak. Hubungan antara
total hamburan dan kandungan MPT mungkin bervariasi dalam hal ukuran tiap
partikel. Oleh sebab itu kalibrasi suatu lokasi perlu dilakukan untuk meningkatkan
nilai akurasi MPT.
Pedoman ini dibuat untuk pengolahan data citra Landsat 8. Landsat 8 adalah
generasi terbaru menggantikan Landsat 7 yang memiliki sensor Onboard
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah
kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI dan kanal 10 dan 11 pada
TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 m untuk kanal 1, 2, 3,
4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic memiliki resolusi spasial 15 m.
Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada kanal 10 dan 11 yang merupakan
kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m. Kelebihan data Landsat 8
adalah adanya kanal Near Infra Red (NIR-Kanal 5) sehingga dengan menggunakan
kombinasi RGB yang tepat akan menunjukkan sebaran MPT.

1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman adalah untuk menyediakan petunjuk teknis dalam
pengumpulan dan pengolahan data penginderaan jauh untuk identifikasi parameter
MPT yang sesuai dengan prosedur yang telah disepakati.

1
1.3. Ruang Lingkup
Dokumen ini sebagai petunjuk teknis untuk identifikasi tanaman mangrove yang
terdiri dari pra pengolahan data, pengolahan data secara visual, dan pengolahan
data secara digital. Tahapan pengolahan data penginderaan jauh sebagai berikut:
A. Pra Pengolahan Data
i. Koreksi Geometris Citra
ii. Koreksi Radiometris Citra
B. Pengolahan Data Secara Visual
i. Penyusunan Komposit Warna
ii. Penajaman Digital (Digital Enhancement)
iii. Pemotongan Citra (Cropping)
C. Pengolahan Data Secara Digital
i. Klasifikasi Tidak terbimbing (Unsupervised)
ii. Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
D. Uji Akurasi

1.4. Acuan Normatif


Pedoman Teknik Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk MPT ini
mengacu kepada UU Keantariksaan No 21, Tahun 2013.

1.5. Definisi Umum


Penginderaan jauh adalah seni dan ilmu teknologi dalam memperoleh informasi
mengenai obyek dan atau fenomena di permukaan bumi yang direkam dengan alat
tertentu (sensor) tanpa adanya kontak langsung dengan objek, daerah, atau
fenomena yang dikaji. Data raster adalah data permukaan bumi yang disimpan
dalam bentuk grid atau piksel sehingga membentuk suatu ruang yang teratur yang
diperoleh dari citra perekaman foto atau radar dengan wahanaUnmanned Aerial
Vehicle (UAV), pesawat, atau satelit. Citra adalah gambaran kenampakan
permukaan bumi hasil penginderaan pada spektrum elektromagnetik tertentu yang
ditampilkan pada layar atau disimpan pada media rekam.
Satelit adalah benda angkasa yang mengitari benda angkasa lain yang
berukuran lebih besar/ benda buatan yang dirancang untuk mengitari bumi. Resolusi
adalah kemampuan semua jenis pengindera (lensa, antena, tayangan, bukaan rana,
dll.) untuk menyajikan citra tertentu dengan tajam. Ukuran dapat dinyatakan dengan
baris per mm atau meter. Resolusi spektral adalah Julat (range) spectrum
elektromagnetik yang dipergunakan oleh perangkat pengindera.
Resolusi temporal adalah Ukuran perulangan pengambilan data oleh satelit
tersebut pada lokasi yang sama di permukaan bumi. Resolusi spasial adalah Ukuran
objek terkecil yang dapat dibedakan dengan objek lain. Pada citra raster berarti
ukuran 1 (satu) pixel data di lapangan. Pada citra optik (fotografik) 1 (satu) detik
busur medan pandang di lapangan. Resolusi radiometrik adalah Julat (range)
representasi/kuantisasi data, biasanya dipergunakan untuk format raster.
Band/ kanal adalah Suatu julat spectrum elektromagnetik yang dirancang untuk
kepentingan misi tertentu pada sebuah pengindera. Sebuah pengindera sekurang-
kurangnya memiliki satu saluran, atau Sekumpulan data berisi nilai-nilai yang
2
disimpan dalam suatu berkas (file) yang menggambarkan spectrum elektromagnetik
tertentu. Multispektral adalah Perangkat pengindera yang terdiri atas kurang dari 10
(sepuluh) spectrum elektromagnetik yang berbeda.

1.6. Daftar Istilah

Data geospasial Data yang memiliki referensi ruang kebumian


(georeference) dimana berbagai data atribut terletak dalam
berbagai unit geospasial
Data raster data yang disimpan dalam bentuk grid atau piksel sehingga
terbentuk suatu ruang yang teratur, data ini merupakan
data geospasial permukaan bumi yang diperoleh dari citra
perekaman foto atau radar dengan wahana Unmanned
Aerial Vehicle (UAV), pesawat atau satelit.

MPT Bahan tersuspensi dengan diameter >1m yang terdiri dari


lumpur, pasir halus dan mikroorganisme yang disebabkan
oleh erosi tanah ke perairan.
Pantai Daerah pasang surut antara pasang tertinggi dan surut
terendah.

Penginderaan jauh Ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah


atau gejala di permukaan bumi yang direkam dengan alat
tertentu (device), yang diperoleh tanpa kontak langsung
terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.
Pesisir Merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut;
kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin;
sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.

Peta Gambaran dari unsur – unsur alam dan/atau unsur – unsur


buatan, yang berada di atas maupun di bawah permukaan
bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan
skala tertentu.

Skala Angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta


dengan jarak tersebut di permukaan bumi
Geospasial Aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang
mencakup lokasi, letak, dan posisinya.
Koefisien Korelasi Nilai yang menunjukan kuat/tidaknya hubungan linier antar
dua variabel
3
Bab II
Tahapan Pengolahan

2.1. Pemetaan Unit Pedoman


Kode Unit : LI 1 03 007 09 01
Judul Unit : Pengolahan MPT

2.2. Diskripsi Unit


Pedoman teknis ini dibuat sebagai acuan untuk melakukan identifikasi sebaran
MPT. Metode yang digunakan adalah klasifikasi supervised dan unsupervised.

Tabel 1. Tahapan dan Uraian Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk MPT
Tahapan Uraian
1. Mempersiapkan 1.1. Mempersiapkan perangkat keras dan perangkat
perangkat dan data lunak pengolahan citra .
1.2. Mempersiapkan software sesuai dengan kebutuhan
1.3. Mempersiapkan data yang akan digunakan
1.4. Mempersiapkan metode yang akan digunakan
1.5. Mempersiapkan informasi pendukung lainnya (data
lapangan, peta rupa bumi, dan lain sebagainya)
2. Melakukan pra 2.1. Melakukan koreksi geometrik. Melakukan koreksi
pengolahan data radiometris.
3. Melakukan interpretasi 3.1. Penyusunan komposit warna dengan menggunakan
data secara visual metode Optimum Index Factor (OIF) pada citra yang
telah terkoreksi.
3.2. OIF digunakan untuk menentukan kombinasi tiga
kanal terbaik untuk menggambarkan informasi
tertentu. Semakin besar nilai OIF yang dihasilkan
semakin banyak informasi warna yang diperoleh dan
sedikit duplikasi informasi, sehingga dapat dikatakan
bahwa nilai OIF tertinggi merupakan kombinasi kanal
yang terbaik.
3.3. Melakukan Formulasi Algoritma Identifikasi dengan
menggunakan Model Regresi dengan Data
Lapangan.
3.4. Melakukan penajaman citra untuk mendapatkan
tampilan yang tajam.
3.5. Melakukan pemotongan citra pada objek yang
dikehendaki sehingga memudahkan analisis.
4. Melakukan klasifikasi 4.1. Mempersiapkan citra terkoreksi
tak terbimbing 4.2. Melakukan klasifikasi unsupervised dengan input
(Unsupervised) semua kanal pada citra.
4.3. Melakukan reclass pada citra yang telah terklasifikasi
dengan mengacu pada tampilan RGB citra ataupun
informasi lainnya (data survei, RBI, dan lain
sebagainya)
4.4. Melakukan identifikasi objek
5. Melakukan klasifikasi 5.1. Mempersiapkan citra terkoreksi
4
terbimbing 5.2. Melakukan training area pada objek yang akan
(Supervised) diklasifikasi dengan jumlah sampel minimal 30 untuk
masing-masing objek.
5.3. Melakukan klasifikasi supervised pada citra
5.4. Melakukan reclass pada citra yang telah terklasifikasi
pada tampilan RGB citra ataupun informasi lainnya
(data survei, RBI, dan lain sebagainya)
6. Uji akurasi hasil 6.1. Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan
klasifikasi antara nilai dari data lapangan dengan data citra
6.2. Akurasi diperoleh dari hasil analisis regresi data citra
dengan data lapangan
7. Penyimpanan data 7.1. Menyediakan media penyimpanan untuk citra hasil
hasil klasifikasi klasifikasi dengan format yang telah ditentukan.

2.3. Metodologi
2.3.1. Bahan dan Material
Data yang digunakan adalah data penginderaan jauh berupa raster yang telah
terkoreksi radiometrik, geometrik, dan atmosferik yang telah dilakukan oleh
PUTEKDATA LAPAN. Data yang diperoleh berupa data reflektans multi spektral
dengan format *.tif.
Data citra yang digunakan pada pedoman teknis MPT ini adalah data raster
sensor optis Landsat 8. Landsat 8 adalah generasi terbaru menggantikan Landsat 7
yang memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared
Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI
dan kanal 10 dan 11 pada TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial
30 m untuk kanal 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic
memiliki resolusi spasial 15 m. Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada kanal
10 dan 11 yang merupakan kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m.
Pedoman ini dibuat untuk pengolahan data citra Landsat 8. Landsat 8 adalah
generasi terbaru menggantikan Landsat 7 yang memiliki sensor Onboard
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah
kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI dan kanal 10 dan 11 pada
TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 m untuk kanal 1, 2, 3,
4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic memiliki resolusi spasial 15 m.
Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada kanal 10 dan 11 yang merupakan
kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m. Kelebihan data Landsat 8
adalah adanya kanal Near Infra Red (NIR-Kanal 5) sehingga dengan menggunakan
kombinasi RGB yang tepat akan menunjukkan lokasi sebaran MPT.
Pada data Landsat generasi sebelumnya, tingkat keabuan (Digital Number-DN)
berkisar pada 0-256 sedangkan pada data cita Landsat 8 memiliki tingkat keabuan
0-4096. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan sensitifitas yang semula tiap
piksel memiliki kuantifikasi 8 bit sekarang telah meningkat menjadi 12 bit.
Peningkatan ini menjadikan proses interpretasi objek di permukaan menjadi lebih
mudah (Sugiarto, 2013). Spesifikasi kanal untuk Landsat 8 dapat dilihat pada Tabel
2.

5
Tabel 2. Karakteristik Landsat 8
Panjang
Kanal Gelombang Keterangan
µm
1 – aerosol pesisir 0.43 – 0.45 Studi aerosol dan wilayah
pesisir
2 – biru 0.45 – 0.51 Pemetaan bathimetrik,
membedakan tanah dari
vegetasi dan daun dari vegetasi
konifer
3 – hijau 0.53 – 0.59 Mempertegas puncak vegetasi
untuk menilai kekuatan vegetasi
4 – merah 0.64 – 0.67 Membedakan sudut vegetasi
5 – Infra Merah Dekat- 0.85 – 0.88 Menekankan konten biomassa
Near Infrared (NIR) dan garis pantai
6 – short – wave 1.57 – 1.65 Mendiskriminasikan kadar air
infrared (SWIR 1) tanah dan vegetasi; menembus
awan tipis
7 – short – wave 2.11 – 2.29 Peningkatan kadar air tanah dan
infrared (SWIR 2) vegetasi dan penetrasi awan
tipis
8 – Pankromatic 0.50 – 0.68 Resolusi 15 m, penajaman citra
9 – Sirus 1.36 – 1.68 Peningkatan deteksi awan sirus
yang terkontaminasi
10 – TIRS 1 10.60 – Resolusi 100 m, pemetaan suhu
11.19 dan penghitungan kelembaban
tanah
11 – TIRS 2 11.5 – Resolusi 100 m, peningkatan
12.51 pemetaan suhu dan
penghitungan kelembaban
tanah
Sumber: Widjaja, 2014.

Gambar 1. Contoh data Landsat 8


6
Selain menggunakan data citra Landsat 8, dilakukan pula mengambilan data
lapangan. Data lapangan tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk pembuatan
model regresi untuk ekstrasi MPT serta uji akurasi.

2.3.2. Peralatan
Peralatan dan software yang digunakan pada pengolahan data penginderaan
jauh untuk identifikasi sebran MPT adalah personal komputer, software pengolahan
data penginderaan jauh serta peralatan terkait dengan survei lapangan.
Peralatan yang diperlukan untuk mengambil sample air adalah botol PE yang
tebal. Sample air yang diambil sebanyak 100-250 ml. Sebelum dilakukan analisis
pengukuran kandungan MPT di laboratorium, maka perlu dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring (membran filter) dengan bantuan alat vakum (hand
pump atau listrik). Membran filter hasil penyaringan sample air kemudian dibungkus
dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock kemudian disimpan
dalam alat pendingin dengan suhu 4 °C. Membran filter TSM siap untuk dikirim ke
laboratorium Untuk pengukuran di laboratorium digunakan metode analisis APHA,
ed. 22, 2012, 2540-D.

Gambar 2. Peralatan Survei

2.3.3. Sumberdaya Manusia


Sumberdaya manusia untuk pengolahan data penginderaan jauh untuk
identifikasi sebaran MPT harus mampu mengoperasikan perangkat komputer serta
software pengolahan data penginderaan jauh. Selain itu, operator tersebut mampu
menterjemahkan data secara visual dan tidak buta warna.

2.3.4. Tahapan Pengolahan Data


Pengolahan data penginderaan jauh terdiri dari tiga tahapan, yaitu pra
pengolahan data, pengolahan data secara visual, dan pengolahan data secara
digital. Hasil pengolahan data penginderaan jauh tersebut disajikan sebagai
informasi spasial.
2.3.4.1. Pra Pengolahan Data
Pra pengolahan data dilakukan sebelum tahapan interpretasi dan deliniasi data
penginderaan jauh. Secara umum tahapan pra pengolahan data adalah koreksi

7
geometris dan radiometris. Pra pengolahan data telah dilakukan oleh PUSTEKDATA
LAPAN.

2.3.4.1.1.Koreksi Geometris
Koreksi geometrik diperlukan untuk mentransformasi citra hasil penginderaan
jauh sehingga citra tersebut mempunyai sifat-sifat peta dalam bentuk, skala dan
proyeksi. Transformasi geometrik yang paling mendasar adalah penempatan
kembali posisi piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra digital yang
tertransformasi dapat dilihat gambaran objek dipermukaan bumi yang terekam
sensor.
Citra rujukan Titik kontrol

Citra yang Tabel RMSe


dikoreksi

Gambar 3. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik harus dilakukan dengan mengacu ke data geospasial dasar


seperti peta RBI atau LPI dengan skala yang sama atau lebih besar dari data yang
akan dibuat. Sebagai contoh,untuk menghasilkan peta mangrove skala 1:50.000,
maka peta dasar untuk koreksi geometrik yang digunakanadalah peta RBI dengan
skala 1:50.000 atau 1:25.000. Koreksi geometrik citra dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu :
a. Image to map rectification: menggunakan polynomial (titik kontrol) atau
geocoding linear untuk merektifikasi sebuah citra ke dalam sebuah datum
dan proyeksi peta menggunakan GCP (titik kontrol) dari peta RBI atau titik
kontrol geodesi nasional.
b. Image to image rectification: menggunakan polynomial (titik kontrol) atau
geocoding linier untuk merektifikasi satu citra ke citra yang lainnya
menggunakan GCP. Proses koreksi geometrik dapat dilihat pada Gambar di
bawah ini.

2.3.4.1.2. Koreksi Radiometrik


Koreksi radiometrik ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel dengan
mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama.
8
Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara
lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment) dan metode regresi.
Koreksi radiometrik dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode
tersebut.
1. Pergeseran Histogram
Metode pergeseran histogram merupakan metode koreksi radiometrik yang paling
sederhana. Prinsip dasar dari metode ini adalah melihat nilai piksel minimum
masing-masing panjang gelombang (band) dari histogram yang dianggap sebagai
nilai bias minimum. Nilai minimum dari masing-masing kanal digunakan untuk
mengurangi nilai piksel sehingga akan didapatkan nilai piksel minimum adalah 0
(nol). Hasil dari proses koreksi radiometrik ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4.Hasil Koreksi Radiometrik dengan Menggeser Histogram

2. Metode Regresi
Penyesuaian regresi (Regression Adjusment) diterapkan dengan memplot nilai-nilai
piksel hasil pengamatan dengan beberapa kanal sekaligus.Hal ini diterapkan apabila
ada saluran rujukan (yang relatif bebas gangguan) yang menyajikan nilai nol untuk
obyek tertentu, biasanya air laut dalam atau bayangan. Kemudian tiap saluran
dipasangkan dengan saluran rujukan tersebut untuk membentuk diagram pancar
nilai piksel yang diamati. Saluran rujukan yang digunakan adalah saluran infra
merah dekat. Cara ini efektif mengurangi gangguan atmosfer yang terjadi hampir
pada semua saluran tampak bahkan mendekati perhitungan koreksi radiometrik
metode absolut. Walaupun metode ini melewati beberapa tahap yang cukup rumit,
akan tetapi hasilnya tidak selalu baik. Hal ini disebabkan karena tidak setiap citra
mempunyai nilai piksel objek yang ideal sebagai rujukan, seperti air dalam atau
bayangan awan.
9
Gambar 5. Koreksi Radiometrik Metode Regresi

2.3.4.2. Interpretasi Data Secara Visual


Interpretasi secara visual (manual) dilakukan terhadap data penginderaan jauh
yang berdasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan.
Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk,
ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.
Tahapan yang dilakukan pada interpretasi secara visual adalah dengan
menggunakan teknik kombinasi RGB. RGB yang digunakan disesuaikan dengan
informasi yang diinginkan.

2.3.4.2.1. Penyusunan Komposit Warna


Penyusunan komposit warna diperlukan untuk mempermudah intrepretasi citra
inderaja. Susunan komposit warna dari kanal citra inderaja minimal terdapat kanal
Inframerah dekat untuk mempertajam penampakan unsur vegetasi. Pemilihan kanal
untuk proses komposit dilakukan dengan menggunakan metode Optimum Index
Factor (OIF). OIF digunakan untuk menentukan kombinasi tiga kanal terbaik untuk
menggambarkan informasi tertentu. Semakin besar nilai OIF yang dihasilkan
semakin banyak informasi warna yang diperoleh dan sedikit duplikasi informasi,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai OIF tertinggi merupakan kombinasi kanal
yang terbaik. Algoritma yang digunakan untuk menghitung OIF adalah:

(1)
dimana:
SDi = Standar deviasi kanal i
ABS = Nilai absolut koefisien korelasi dua kanal dari kemungkinan tiga kanal

2.3.4.2.2. Penajaman Digital (Digital Enhancement)


Tahapan ini berisi penajaman digital yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas
visual dan variabilitas spektral citra menjadi lebih baik. Teknik yang digunakan pada
penajaman digital ini adalah teknik perentangan linear.

10
Teknik ini dapat digunakan untuk mempertajam kenampakan objek secara
keseluruhan mempertajam tepian, menghaluskan noise/gangguan, memunculkan
spesifik area tertentu di citra. Adapun teknis penajaman dengan perentangan linear
dapat dilakukan dengan melihat distribusi nilai piksel citra asli terlebih dahulu (nilai
terendah dan tertinggi), kemudian nilai terendah tersebut direntangkan menjadi
bernilai nol, dan nilai tertinggi ditarik ke nilai maksimum bit (binary digit) citra yang
digunakan. Metode ini biasa disebut sebagai perentangan linear minimum-
maksimum. Perentangan linear dapat pula dilakukan secara otomatis dengan
memasukkan nilai persentase perentangan (biasanya berkisar antara 1 – 3 atau 5%)
pada histogram masing-masing citra asli.
Teknis perentangan dilakukan masing-masing terhadap band merah, hijau, dan
biru dalam komposisi warna RGB. Perentangan linear juga dapat dilakukan secara
interaktif, dengan cara menarik garis transformasi (transform line) menjadi nilai
minimum dan maksimum citra output. Ini sangat bermanfaat pada saat penentuan
training area obyek maupun membantu pemilihan GCP untuk koreksi geometrik.

Gambar 6. Citra Hasil Cropping Lokasi Penelitian

2.3.4.2.3. Pemotongan Citra (Cropping)


Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah penelitian sehingga
memudahkan analisis pada komputer. Selain itu, pemotongan citra akan mengurangi
kapasitas memori sehingga memudahkan pada proses pengolahan data citra
tersebut. Teknik yang digunakan pada tahapan cropping adalah dengan
memfokuskan lokasi yang diinginkan pada citra. Cropping dapat dilakukan dengan
menggunakan data vektor, koordinat geodetik, atau dengan menggunakan box
(zooming) yang ada pada software yang digunakan. Contoh cropping citra dapat
dilihat pada Gambar 7.

2.3.4.3. Pengolahan Data Secara Digital


Pengolahan data secara digital yang dimaksud adalah proses klasifikasi sebagai
salah satu tahapan pada interpretasi. Klasifikasi yang dilakukan pengacu pada SNI
11
7645-2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan. Dalam melakukan klasifikasi, metode
minimum yang disarankan adalah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised).

2.3.2.3.1. Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised)


Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised) dilakukan dengan mengelompokkan
piksel pada citra menjadi beberapa kelas hanya berdasarkan pada perhitungan
statistik tertentu tanpa menentukan sampel piksel (training) yang digunakan oleh
komputer sebagai acuan untuk melakukan klasifikasi. Identifikasi ulang dilakukan
dengan membandingkan citra hasil koreksi untuk menghasilkan klasifikasi yang
lebih sedikit (penggabungan kelas/merging) sesuai dengan klasifikasi yang
dibutuhkan pada skala hasil. Pada proses interpretasi ulang ini dibantu secara visual
menggunakan citra komposit warna atau data hasil kerja lapangan sebagai dasar
penggabungan kelas. Algoritma yang disarankan digunakan dalam klasifikasi tidak
terbimbing adalah isodata classification.
Pada prinsipnya klasifikasi isodata mengklasifikasikan nilai piksel berdasarkan
nilai rata-rata (means) menjadi klaster-klaster tertentu, piksel yang tidak terkelaskan
dalam nilai rata-rata tertentu akan dikelaskan kembali secara iterative berdasarkan
analisis nilai piksel minimum. Parameter utama dalam klasifikasi isodata adalah
threshold dan iterasi klasifikasi. Secara praktis, klasifikasi isodata dilakukan secara
trial and error hingga menghasilkan jumlah kelas optimal yang mewakili kelas habitat
pada skala hasil.

2.3.4.3.2. Klasifikasi Terbimbing (Supervised)


Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokkan piksel pada citra
menjadi beberapa kelas tertentu dengan berdasarkan pada statistik sampel piksel
(training) atau region of interrest ditentukan oleh pengguna sebagai piksel acuan
yang selanjutnya digunakan oleh komputer sebagai dasar melakukan klasifikasi.
Sampel piksel yang baik memiliki rerata keterpisahan yang baik antar tiap kelasnya
yang ditunjukkan oleh nilai indeks separabilitas (separability index) (Richards, 1999).
Sampel piksel dapat bersumber dari pengetahuan interpreter terhadap kondisi lokal
atau data hasil kerja lapangan. Algoritma klasifikasi citra yang digunakan yaitu
maximum likelihood.

Gambar 7. Klasifikasi Supervised MPT


12
Klasifikasi maximum likelihood mengkelaskan nilai piksel berdasarkan
probabilitas suatu nilai piksel terhadap kelas tertentu dalam sampel piksel. Apabila
nilai probabilitas nilai piksel berada di bawah nilai threshold yang ditentukan maka
piksel tersebut tidak terkelaskan. Lain halnya apabila dalam klasifikasi tidak
memasukkan nilai threshold maka semua piksel dapat terkelaskan sesuai sampel
piksel yang ada.

2.3.5. Uji Akurasi


Uji akurasi dilakukan dengan metode survei dengan mengambil sampel di
lapangan, hasil penelitian yang telah lalu ataupun dengan data sekunder yang telah
dirilis oleh instansi yang berkepentingan. Akurasi hasil pengolahan data citra minimal
adalah 70% dan setelah divalidasi dengan data lapangan maka akurasi hasil
penelitian adalah 90%.
Secara umum metode survei dalam pedoman ini dilakukan melalui kegiatan
survey lapangan yang difokuskan pada pengambilan sample kualitas air dan
pengukuran radiansi perairan untuk keperluan validasi data inderaja. Data dan
informasi yang terdapat di stasiun pengamatan lapangan seperti data pasang surut
juga dapat dikumpulkan sebagai bagian dari observasi kondisi lapangan. Selain itu
kondisi lingkungan perairan juga perlu diobservasi, seperti kondisi cuaca dan awan,
karena kondisi awan ini akan sangat mempengaruhi kualitas data inderaja yang
akan digunakan pada saat uji akurasi.

13
Bab III
Penutup

Berdasarkan Undang-undang Keantariksaan No. 21 Tahun 2013, Pasal 19 ayat


92) dan Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa LAPAN bertugas untuk
menetapkan metode dan kualitas pengolahan data penginderaan jauh. Pemanfaatan
data dan diseminasi informasi penginderaan jauh oleh setiap instansi harus
berdasarkan pada pedoman yang telah dilakukan oleh lembaga. Salah satu
pedoman yang telah berhasil terselesaikan adalah Pedoman Teknik Pengolahan
Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk MPT.
Ucapan terimakasih kami ucapkan pada seluruh pihak yang telah berkontribusi
dalam menyelesaikan pedoman ini. Pedoman teknis ini dibuat sebagai panduan
untuk identifikasi MPT dengan menggunakan data Landsat 8. Sangat disadari
bahwa pedoman ini masih banyak kekurangannya sehingga perlu masukan dan
saran dari berbagai pihak yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA

Budhiman, Syarif. 2004. Mapping TSM Concentrations from Multisensor Satellite


Images in Turbid Tropical Coastal Waters of Mahakam Delta, Indonesia. Thesis ITC,
Enschede, The Netherland. Hal 1-81.
Chester, R. 1990. Marine Geochemistry. Unwin Hyman Ltd. London.
Colwell, R.N. Ed., 1983. Manual of Remote Sensing. 2 Vols. Second Edition.
Curran, P.J. 1985. Principles of Remote Sensing. International Journal of Remote
Sensing. Vol 6. London. Longman
Everett, and Simonett. 1976. Principles, Concepts, and Philosophical Problems in
Remote Sensing, In: Remote Sensing of Environment. Lintz, andSimonett: Addison-
Wesley Publishing Company, London.
Green, Edmund P.; Alasdair J. Edwards and Peter J. Mumby. 2000. Mapping
Bathymetry. P : 219-233 dalam Edwards, A. J. (ed.) Remote Sensing Handbook for
Tropical Coastal Management. UNESCO Publishing. Paris.
Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer, 1997. Penginderaan Jauh dan
Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono,
Suharyadi ; Sutanto (penyunting). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Lindgren, D.T., 1985. Land Use Planning and Remote Sensing. Doldrecht: Martinus
Nijhoff Publisher.
Solihuddin, Tb. 2009. Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal untuk Memantau
Kosentrasi Total Padatan Tersuspensi di Perairan Delta Cimanuk, Jawa Barat. Hal
107-116.
Sutanto, 1987. Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
14
Sutanto 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Gajah Mada University Press, Jogjakarta.
Viessman, Warren Jr and Mark J. Hammer, 1992. Water Supply and Pollution
Control. Fifth Edition. Harper Collins College Publishers.
Woerd, H and Pasterkamp R, 2004. Mapping of The North Sea Turbid Coastal
Waters Using SeaWifs Data. Jurnal Remote Sensing Vol 30. pp. 44 – 53. Kanada

15
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2015

Anda mungkin juga menyukai