Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

FIELDTRIP PETANI BENIH

NAMA : IKA DYAH SARASWATI

NIM : 105040200111041

KELOMPOK : KAMIS 13.00

ASISTEN : MAS ABI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kagiatan bertani di masyarakat petani tidaklah lepas dari produksi benih
sertaa penggunaan benih bagi penanaman di lahan mereka. Benih yang digunakan
bervariasi, tergantung pada banyak aspek dalam kehidupan sosial ekonomi petani.
Umumnya, benih yang beredar di kalangan petani adalah benih-benih hibrida
yang dibuat oleh pabrik-pabrik, dan juga benih non hibrida yang berasal dari
lembaga sertifikasi benih ataupun yang berasal dari pedagang benih yang
benihnya bersumber dari hasil ekstraksi panennya sendiri.
Petani benih dalam hal ini menjadi produsen benih yang kemudian akan
menjual benihnya kepada petani yang lain untuk ditanam di lahan mereka. Benih
yang dihasilkan tersebut tentunya berbeda dengan benih-benih yang diproduksi
oleh lembaga produksi benih resmi yang bersertifikat dan benih yang diproduksi
oleh pabrik banih pada produksi benih hibrida maupun nonbrida. Perbedaan itu
terletak pada kualitas dan kuantitas yang dapat dihasilkan, dan juga cara produksi
yang dikembangkan.
Kendala-kendala produksi pada petani sangat mungkin terjadi mengingat
keterbatasan sarana dan prasarana produksi dan kemungkinan juga pengetahuan
tentang produksi benih itu sendiri. Sehingga pembahasan mengenai produksi
benih di tingkat petani benih perlu untuk dilakukan sehingga rekomendasi dan
saran dapat diberikan untuk menigkatkan kualitas dan kuantitas benih yang dapat
dihasilkan.

1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui cara produksi benih yang dilakukan oleh petani benih
- Untuk membandingkan proses produksi benih secara umum dengan yang
dilakukan petani dan untuk mengetahui cara yang paling baik dan effisien
- Untuk mengetahui apa saja kendala yang dialami petani benih dalam
proses produksi benih
- Untuk memberikan rekomendasi atau saran yang dapat membantu
menyelesaikan permasalah produksi benih pada petani

1.3 Manfaat
- Dapat mengetahui cara produksi benih yang dilakukan oleh petani benih
- Dapat membandingkan proses produksi benih secara umum dengan yang
dilakukan petani dan untuk mengetahui cara yang paling baik dan effisiesn
- Dapat mengetahui apa saja kendala yang dialami petani benih dalam
proses produksi benih
- Dapat memberikan rekomendasi atau saran yang dapat membantu
menyelesaikan permasalah produksi benih pada petani
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Komoditi


Secara umum, jagung (Zea mays) mempunyai ciri morfologi memiliki
akar, batang, daun, bunga yang tersusun atas malay dan tongkol, sedangkan buah
yang terbentuk ada pada tongkol sebagai bunga betina berisi biji-bijian, selain itu
jagung juga dapat membentuk anakan sedangkan penjelasan fungsi dan
perkembangan berdasar bagian sebagai berikut ini:

1. Akar
Seperti halnya pada jenis rumpu-rumputan yang lain, akar tanaman
jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah
yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pada kondisi tanah yang subur dan gembur karena sistem
pengolahan tanahnya cukup baik, akan didapatkan jumlah akar yang cukup
banyak, sedangkan pada tanah yang kurang baik (jelek) akar yang tumbuh
jumlahnya terbatas (terbatas).

2. Batang
Batang tanaman jagung bulat silindris dan tidak berlubang seperti
halnya batang tanaman padi, tetapi padat dan berisi berkas-berkas
pembuluh sehingga makin memperkuat berdirinya batang. Demikian juga
jaringan kulit yang tipis dan keras yang terdapat pada batang bagian
luarnya (kulit luar batang).
Fungsi batang tanaman jagung yang berisi berkas-berkas pembuluh
adalah sebagai media pengangkut zat-zat makanan dari atas ke bawah atau
sebaliknya. Zat-zat makanan yang diserap oleh akar tanaan (akar serabut)
pada jagung yang berupa unsur-unsur hara diangkut ke atas melalui
berkas-berkas pembuluh menuju daun tanaman untuk selanjutnya diolah
dengan bantuan sinar matahari dan CO2. Proses pemasakan tersebut
dinamakan asimilasi. Hasil proses asimilasi itu selanjutnya dikirimkan ke
berbagai jaringan tanaman yang membutuhkan .
3. Anakan
Anakan jagung bisa terbentuk pada nodia atau buku yang terletak
di bawah tanah karena terdapat mata tunas yang dorman.anakan tersebut
dapat tumbuh bila keadaan lingkungan memenuhi syarat, misalkan
kandungan lengas tanah yang tinggi.
Bila didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi, pada fase
vegetatif ini akan terbentuk anakan (tunas kaki). Tunas kaki ini akan
muncul (tumbuh) pada nodia ( buku) di bawah tanah.
Khusus pada jagung hibrida jarang terbentuk tunas kaki. Untuk
mengurangi atau menghindari tumbuhnya tunas kaki caranya dengan
dibumbun. Dengan tidak terbentuknya tunas kaki, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung menjadi lebih baik.

4. Daun
Daun tanaman jagung terbentuk pita atau garis. Selain itu, tanaman
jagung juga memiliki ibu tulang daun yang terletak tepat di tengah-tengah
daun dan sejajar dengan ibu tulang daun.
Tangkai daun merupakan pelepah yang biasanya berfungsi untuk
membungkus batang tanaman jagung. Daun-daun jagung tersebut
mempunyai telinga daun yang terletak di pangkal daun.
Lidah daun yanng juga terletak di pangkal daun juga berfungsi
untuk mengatasi masuknya air dari atas (air hujan) ke dalam batang
tanaman jagung. Dengan demikian, batang tanaman jagung dapat dihindari
dari kebusukan.
Khusus pelapah daun pada jagung fungsinya ialah membungkus
batang tanaman. Tepi pelepah daun yang satu berurutan menutup
(membungkus) batang yang lain (pelepah lainnya) secara bergantian dan
hal ini merupakan ciri khas dari graminae.
Daun pada tanaman jagung mempunyai peran penting dalam
pertumbuhan tanaman, umumnya berpengaruh dalam penentuan produksi.
Sebab pada daun tersebut terjadi beberapa aktivitas tanaman yang sangat
mendukung proses perkembangan tanaman.
5. Bunga
Pada setiap tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan
betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di
ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung.
Bunga betina ini, yang biasanya disebut tongkol, selalu dibungkus
oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahhnya sekitas 6 helai hingga 14
helai. Tangkai kepala putik putik merupakan rambut atau benang yang
berjumbai di ujung tongkol sehingga kepala putik menggantung di luar
tongkol.
Keistimewaan tanaman jagung ialah jumlah ruas pada tongkol
sama dengan jumlah ruas dari tongkol ke atas. Selain itu, pada bunga
betina terdapar sejumlah rambut yang ujungnya membelah dua dan
jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada dalam
tongkol).
Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu
dari pada bunga betina. Bunga betina hanya siap dibuahi dalam waktu tiga
hari saja. Persarian yang terbaik terjadi pada pagi hari, jumlah serbuk sari
yang ada diperkirakan sekitar dua sampai lima juta per tanaman. Pada
waktu itu terjadi proses penempelan serbuk sari pada rambut. Serbuk sari
terbentuk selama tujuh hari sampai lima belas hari. Bila udara panas dan
kering keluarnya sebuk sari cepat, sedangkan rambut pada tongkol
keluarnya lama, akibatnya proses persarian gagal.
Persarian tanaman jagung pada umunya dibantu oleh angin.
Persariannya adalah persarian bersilang, yang dapat terjadi sampai sejauh
400 m. Selain itu persarian jagung akan lebih baik hasilnya bila dibantu
oleh lebah-lebah. Pada satu batang tanaman jagung jumlah tongkol
kadang-kadang lebih dari satu buah. Yang paling baik, satu batang
tanaman jagung memiliki satu tongkol.
6. Buah (biji)
Pada waktu keluar rambut, tepung sari mulai berjatuhan, dan
pemanjangan ruas berakhir. Tangkai tongkol dan kelobot tumbuh
sempurna, sedangkan tongkol dan rambut tumbuh cepat dan memanjang,
dan sel telur membesar dan siap untuk dibuahi. Setelah persarian terjadi,
dalam waktku 12 jam- 28 jam seerbuk sari tumbuh mencapai sel telur
dalam bakal biji. Bersatunya sel telur dengan sel jantan disebut
pembuahan.
Setelah terjadi pembuahan, terjadilah perkembangan biji. Selama 7
hari-10 hari yang pertama perkembangannya lambat, setelah itu cepat
berjalan linier sampai mencapai berat maksimal.
Dua belas hari setelah kelaur rambut, tongkol berkembangg penuh,
dan karbohidrat mulai berakumulasi di endosperm. Pada waktu itu mulai
terjadi translokaso N dan P dari daun ke biji.
Empat puluh hari setelah keluar rambut, embrio masak, lima calon
daun terbentuk dan akumulas bahan kering dalam biji berakhir. Embrio
masak morfologi oada umur 45 hari setelah terjadi pembuahan. Biji
disebut masak fisiologis bila berat kering telah mencapai maksimal.
Lima puluh hari setelah keluar rambut, biji mulai masak dan kadar
air mulai berkurang. Pertumbuhan dari keluarnya bunga jantan sampai
masaknya biji disebut pertumbuhan generatif. Dan lamanya antara 50-55
hari tergantung dati jenis dan kesuburan tanahnya.
Umur biji jagung yang paling tua pada umunya terdapat di bagian
pangkal tongkol karena yang tumbuh paling dahulu adalah pangkal
tongkolnya. Sebaliknya umur yang paling muda adalah padaujung tongkol
karena tumbuhnya belakangan.
Biji jagung yang digunakan untuk benih biasanya hanya yang
terdapat pada bagian tengah saja (sekitar 60%). Adapun yang terdapat
pada bagian tepinya, baik ujung tongkol maupun pangkal tongkol yang
masing-masing sekitar 20%, tidak digunakan untuk benih, melainkan
untuk jagung konsumsi (Warisno, 2003).
2.2 Profil Petani
Nama : H. Mat Ali
Alamat : Dadaprejo dalam, kota Batu
Lama bertani : 20 tahun
Pekerjaan sampingan : Ternak (1996/1997 sampai sekarang)
o ternak sapi : 20 ekor
o ternak kambing : 250 ekor
o ternak ayam
Tingkat pendidiakan : STM
Keluarga :
o Istri : Hj. Suistin (65 th)
o Anak : (1) Agus pranoto (1965) pekerjaan petani
(2) Setiawan (1968) pekerjaan pegawai hotel
Luas lahan : 1 ha milik sendiri, 2 ha sewa (total 3 ha)
Pengalaman organisasi : Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok
Tani)

2.3 Teknik Produksi Benih


Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah
mengembangkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada
kondisi lingkungan tertentu. Untuk itu diperlukan benih bermutu prima.
Kemudahan memperoleh benih unggul bermutu merupakan insentif yang
diperlukan petani untuk meningkatkan produksi jagungnya.
Tiga hal penting yang berkaitan dengan kualitas benih adalah:
(1) teknik produksi benih berkualitas;
(2) teknik mempertahankan kualitas benih yang telah dihasilkan dan
pendistribusian; dan,
(3) teknik deteksi atau mengukur kualitas benih. Selanjutnya, tiga kriteria
kualitas benih yang perlu diketahui adalah:
(a) kualitas genetik, yaitu kualitas benih yang ditentukan
berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan
tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas benih yang
dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe
tanaman;
(b) kualitas fisiologi, yaitu kualitas benih yang ditentukan oleh
daya berkecambah/daya tumbuh dan ketahanan simpan benih;
(c) kualitas fisik, ditentukan oleh tingkat kebersihan, keseragaman
biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih tanaman lain
atau biji gulma, dan kadar air.
Sebelum teknologi benih berkembang, perhatian terhadap kualitas
benih difokuskan pada cara mempertahankan dan menentukan kualitas
benih. Hal ini penting artinya, tetapi perlu disadari bahwa kualitas benih
ditentukan mulai dari proses prapanen. Panen dan pascapanen hanya
merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas benih yang telah
dicapai. Perbedaan kualitas dari lot benih (sebelum benih disimpan) dapat
terjadi karena adanya perbedaan lingkungan pertumbuhan (tingkat
kesuburan tanah, iklim, dan cara budi daya), waktu dan cara panen, cara
pengeringan, pemipilan, pembersihan, sortasi (grading), pengemasan, dan
distribusi (Handoyo, Joko. 2004).

Teknik Produksi
Teknik produksi benih jagung umumnya hampir sama dengan teknik
produksi jagung secara komersial, walaupun ada beberapa tambahan kebutuhan
yang unik untuk memproduksi benih.
Pertama, kualitas benih harus lebih baik daripada kualitas biji. Oleh karena
itu, perhatian dan input diberikan dalam sistem produksi benih lebih besar
dibandingkan dengan sistem produksi biji.
Kedua, kesuburan lahan lebih seragam untuk memudahkan seleksi dan
rouging terhadap tipe galur yang menyimpang (offtype).
Ketiga, fasilitas pendukung mudah tersedia saat dibutuhkan, seperti tenaga
kerja untuk pemotongan bunga jantan (detasseling), perawatan, panen, dan
pascapanen (Handoyo, Joko. 2004).
Kaidah perbanyakan benih.
 Varietas jagung bersari bebas yang telah dilepas dianggap sudah mencapai
keseimbangan genetik. Keseimbangan genetik tidak akan berubah bila
memenuhi persyaratan :
1. Varietas tersebut ditanam dalam jumlah yang banyak, minimal jumlah
tanaman tidak kurang dari 400 tanaman. Bila tanaman tersebut ditanam
hanya dalam jumlah 100 tanaman, maka kemungkinan tanaman
tersebut akan mengalami kemunduran dalam sifat sifatnya
( inbreeding) sebesar 0,50%, bila ditanam 200 tanaman mengalami
kemunduran sifat-sifatnya sebesar 0,25%.
2. Terjadinya perkawinan acak (randommating), artinya terjadi
perkawinan bebas secara alami di lapang.
3. Tidak ada seleksi ke arah perubahan sifat-sifat tertentu. Tetapi seleksi
negatif (rouging) perlu dilakukan.
4. Tidak terjadi percampuran atau perkawinan silang dengan varietas lain.
5. Tidak terjadi mutasi, kalaupun ada mutasi kemungkinan sangat
kecil.
Untuk memperbanyak benih jagung, tidak asal menanam saja walau
dengan budidaya yang baik. Kaidah-kaidah dalam memperbanyak benih
jagung perlu diperhatikan mengingat sifat tanaman jagung termasuk
tanaman yang berserbuk silang ( open pollynated) artinya sebagian besar
(95%) penyerbukan berasal dari tanaman lain, sehingga isolasi perlu
dilakukan baik isolasi waktu maupun isolasi tempat (Handoyo, Joko.
2004).

Budidaya Perbanyakan
 Penyiapan lahan. Jika memungkinkan lahan sudah disiapkan minimal dua
minggu sebelum tanam. Hal ini dimaksudkan agar tanah lebih gembur
sehingga membantu perkecambahan dan pertumbuhan benih. Biji-biji
jagung yang rontok dari tanaman sebelumnya dan tumbuh kembali lebih
mudah dikendalikan.
 Kerapatan tanaman. Mirip dengan populasi tanaman yang
direkomendasikan untuk tujuan komersial atau 10-15% lebih lebar. Ini
penting untuk memastikan mutu benih yang baik dan pengembangannya.
Populasi yang lebih lebar juga diperlukan untuk mengekspresikan tipe
tanaman secara penuh sehingga dapat dengan cepat diidentifikasi tipe
tanaman yang menyimpang.
 Pemupukan dan aplikasi pestisida. Pupuk diberikan optimal dan pestisida
diaplikasikan jika diperlukan. Pengendalian gulma sangat penting
dilakukan agar tanaman tidak mengalami cekaman kekurangan hara.
 Pengairan, perlu dipersiapkan dan diatur, terutama pada musim kemarau.
Pada musim hujan, perlu dibuatkan saluran drainase untuk menghindari
terjadinya genangan air. Usahakan penetapan waktu tanam telah
mempertimbangkan panen berlangsung pada saat tidak ada hujan
(kelembaban rendah)
 Takaran pupuk yang digunakan lebih tinggi daripada takaran pupuk untuk
tujuan produksi jagung secara komersial. Sebagai bahan pertimbangan,
takaran dan waktu pemberian pupuk untuk percobaan jagung pada
umumnya adalah:
o Saat tanam: 100 kg urea, 200 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha.
o Umur 25-30 hari: 150 kg urea dan 50 kg KCl/ha.
o Umur 45-50 hari: 150 kg urea/ha.
Pupuk pertama diberikan pada saat tanaman berumur 7-10 HST pada
lubang pupuk yang telah dipersiapkan sebelumnya, kemudian ditutup dengan
tanah. Pemberian pupuk kedua dilakukan setelah penyiangan pertama dan
pembumbunan, sedangkan pupuk ketiga diberikan pada saat tanaman menjelang
berbunga. Cara yang sama juga dilakukan pada saat pemberian pupuk susulan, di
mana pupuk dimasukkan pada lubang pupuk yang berjarak 5-7 cm dari tanaman.
Setiap selesai memupuk, lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah agar pupuk
tidak menguap.
Benih dari tanaman yang dipupuk menghasilkan bobot kering kecambah
yang lebih tinggi, dan daya hantar listrik nyata lebih rendah. Bobot kering
kecambah dari tanaman yang dipupuk berkisar antara 0,115-0,155 g/tanaman,
sedangkan yang tidak dipupuk hanya 0,108 g/tanaman. Kecambah dengan bobot
yang tinggi berkorelasi positif dengan pertumbuhan tanaman (Handoyo, Joko.
2004).

Rouging dan Isolasi


 Untuk mengeliminasi tanaman yang menyimpang dari tipe rata-rata dan yang
tertular penyakit berdasarkan hasil pengamatan secara visual, lakukan
pencabutan (roguing). Kegiatan ini bertujuan untuk menjamin mutu genetik
dan fisiologis benih yang dihasilkan. Selain itu juga perlu dilakukan isolasi.
Tujuan isolasi utamanya adalah menghindari terjadinya penyerbukan silang
pada tanaman jagung. Yang dimaksud dengan isolasi waktu adalah mengatur
waktu tanam sedemikian rupa sehingga waktu berbunga pertanaman jagung
yang diperuntukkan untuk bibit tidak bersamaan dengan pertanaman jagung
varietas lain. Sedang isolasi tempat adalah mengatur jarak pertanaman jagung
minimal 200 m dengan varietas jagung lain jika berbunga bersamaan sudah
cukup aman pada daerah datar dengan angin yang tidak kencang.
 Populasi tanaman jagung untuk perbenihan juga perlu diperhatikan. Untuk
dapat benih yang stabil dan seragam diperlukan campuran minimal 200
tongkol dari tanaman berbeda dari populasi tersebut. Tidak disarankan
menanam jagung dalam satu tongkol dalam satu tempat, karena akan terjadi
perkawinan sefamili.
 Perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan memperbanyak benih jagung
hibrida dengan menggunakan benih F1 dari jagung hibrida tersebut, karena
akan menurunkan hasil antara 15-20% karena mengalami segegasi.
(Handoyo, Joko. 2004)
Panen dan Pasca Panen
 Panen dilakukan setelah biji mengering dan telah muncul lapisan hitam
(black layer) minimal 50% di setiap barisan biji, yaitu lapisan warna hitam
pada titik tumbuhnya. Pada saat itu biasanya kadar air biji telah mencapai
< 30%, untuk varietas Bisma biasanya pada umur 100-105 hari dan
varietas Lamuru pada umur 95-100 hari. Kalau memungkinkan, seminggu
sebelum panen, klobot dibuka sehingga kering di lapangan. Pada saat
panen, tongkol yang terinfeksi penyakit dipisahkan supaya tidak menulari
tongkol yang sehat.
 Setelah panen, tongkol diseleksi sesuai dengan kriteria yang terdapat pada
deskripsi masing-masing varietas, kemudian dikeringkan hingga kadar air
< 16%. Jika benih akan dipipil dengan mesin pemipil, hendaknya diuji
terlebih dahulu untuk menentukan benih rusak atau tidak.
 Pemipilan jagung untuk benih sebaiknya dipilih tongkol jagung yang
seragam dan diambir 2/3 tongkol di bagian tengah, sesuai diskripsi,
kedudukan biji rapat, jagung cukup tua, tidak terserang jamur atau hama
gudang, warna biji cerah dan mengkilap.
 Setelah dipipil, biji disortasi dengan saringan/ayakan 7-8 mm tergantung
varietasnya, hanya biji yang tidak lolos saringan/ayakan dijadikan benih.
Dianjurkan untuk melakukan pemisahan biji antara di bagian pinggir atas
dan bawah tongkol. Hasil pipilan untuk benih dikeringkan lagi hingga
kadar 10% agar dapat disimpan lebih lama, minimal satu tahun.
 Sebelum benih dikemas dalam kemasan plastik perlu dilakukan uji daya
berkecambah. Benih dikemas secepatnya ke dalam kantong plastik putih
buram (bukan transparan) dengan ketebalan 0,2 mm dan dipres (usahakan
udara dalam plastik seminimal mungkin). Kemasan benih diberi label
nama varietas, tanggal/tahun dipanen, produsen, dan kartu sertifikasi dari
BPSB. Untuk penyimpanan > 6,0 bulan, benih sebaiknya disimpan dalam
gudang atau ruang berAC. Dianjurkan prosesing benih mulai saat panen
sampai dikemas tidak lebih dari dua minggu.
(Handoyo, Joko. 2004).

Penyimpanan
Kunci keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak
pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) dan Delouche (1990).
Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-
sel pada benih memiliki air aktif (water activity) yang memungkinkan proses
metabolisme dapat berlangsung.
Proses metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dan
dipercepat dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme
benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (Justice and Bass 1979).
Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al.
(1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air, daya simpan dua kali lebih
lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air 5-14%, dan suhu ruang simpan
tidak lebih dari 40oC. Secara praktis, benih dapat disimpan pada suhu kamar (28
C) atau ruang sejuk (12oC), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air
benih yang akan disimpan.
Apabila daya berkecambah benih dipertahankan di atas 80% (sesuai
standar daya berkecambah), maka kadar air benih harus 12% (dapat dicapai
melalui pengeringan dengan sinar matahari pada musim kemarau) agar daya
berkecambah benih masih dapat dipertahankan sampai 10 bulan penyimpanan
pada suhu kamar (28o C).
Kalau kadar air benih dapat diturunkan hingga 10%, daya berkecambah
benih dapat dipertahankan sampai 14 bulan, dan lebih dari 14 bulan kalau kadar
air benih pada saat disimpan 8%. Daya berkecambah benih setelah penyimpanan
14 bulan masih tinggi (89,3%). Di lain pihak, pada kadar air 14%, benih hanya
tahan disimpan selama delapan bulan, dan pada kadar air 16% hanya tahan
disimpan sampai empat bulan.
Penyimpanan pada suhu sejuk (12o C), daya berkecambah benih masih di
atas 80% dengan kadar air 16% dan dapat bertahan selama enam bulan. Apabila
kadar air diturunkan menjadi 14%, benih akan bertahan sampai 12 bulan dan pada
kadar air 8-12% dapat bertahan sampai 18 bulan.
Daya simpan benih selain bergantung pada suhu ruang simpan juga
bergantung pada kadar air awal. Jika disimpan pada kadar air <10% pada suhu
ruang simpan 28oC, daya berkecambah masih di atas 80% sampai pada
penyimpanan 16 bulan. Jika kadar air dinaikkan menjadi 12%, daya berkecambah
benih pada penyimpanan 16 bulan hanya sekitar 60%, pada kadar air 14% daya
berkecambahnya hanya 40%, bahkan pada kadar 16% benih sudah tidak
berkecambah setelah penyimpanan enam bulan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan hasil tanaman dari benih
yang telah disimpan selama 18 bulan, yaitu 38% untuk benih berukuran besar dan
54% untuk benih berukuran kecil (Arief dan Saenong 2006). Penurunan hasil
yang cukup besar akibat penggunaan benih dengan mutu fisiologi awal yang
rendah diawali dengan pertumbuhan kecambah yang lambat, kurangnya jumlah
tanaman tumbuh, lambatnya pertumbuhan tanaman, dan kurang tahannya terhadap
cekaman lingkungan seperti kekurangan air atau suhu yang terlalu tinggi.
BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan :
1. Sabtu, 07 April 2012
2. Selasa, 17 April 2012
Tempat : Desa Dadaprejo Dalam kota Batu di kediaman narasumber Bapak H.
Mat Ali.

3.2 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan adalah dengan metode pencarian informasi sebanyak-
banyaknya mengenai proses produksi benih di tingkat petani melalui wawancara
kepada petani benih yang bersangkutan. Dari hasil wawancara diharapkan dapat
mengetahui apa saja yang sama atau tidak sama antara teori tentang proses
produksi benih dengan proses produksi yang diaplikasikan oleh petani.
Dengan membandingkan antara praktik produksi benih yang dilakukan
oleh petani benih dengan teori dari beberapa literatur mendukung dan studi kasus
pada jurnal-jurnal tentang proses produksi benih maka akan didapatkan masing-
masing kelebihan dan kekurangan, maka dengan mengetahui hal tersebut diharap
dapat memberikan rekomendasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknik Produksi Benih


Seperti pada proses produksi benih yang lain, produksi benih yang
dikembangkan oleh bapak Mat Ali diawali dengan penanaman tanaman jagung
Surya. Menurut beliau, benih jagung Surya ini, apabila ditanam 1x hasilnya akan
bagus. Hal ini berkebalikan dengan prinsip kemungkinan tanaman tersebut akan
mengalami kemunduran dalam sifat sifatnya ( inbreeding) sebesar 0,50%, hal ini
disebabkan karena terjadinya perkawinan acak (randommating), artinya terjadi
perkawinan bebas secara alami di lapang.
Pemupukan menggunakan urea 15 hst dan ponska dengan jarak 1,5 bulan
dari urea (40-45 hst). Menurut keterangan beliau, tanaman jagung yang akan
digunakan sebagai bibit ditanam selama 4,5 bulan agar bijinya cukup tua untuk
ditanam. Sedangkan menurut Handoyo (2004) pemupukan yang baik dilakukan
Saat tanam 100 kg urea, 200 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, pemupukan kedua pada
umur 25-30 hari: 150 kg urea dan 50 kg KCl/ha, dan pemupukan ketiga pada
umur 45-50 hari: 150 kg urea/ha.
Irigasi dilakukan dengan cara mengalirkan dari sungai, dan ditambah
aplikasi pengairan irigasi pada 5-20 hst, karena pada saat itu tanaman memerlukan
lebih banyak air untuk pertumbuhan vegetatifnya.
Menurut keterangan dari narasumber, beliau juga melaksanakan isolasi
dan roguing. Isolasi dilakukan dengan isolasi jarak dan juga waktu, yaitu waktu
antara penanaman jagung untuk produksi bibit dengan jagung untuk biji
konsumsi, penanaman dapat acak, yang jelas waktunya dibedakan dengan selang
15 hari, sedangkan pada isolasi jarak, digunakan jarak 100 cm hal ini untuk
mencegah adanya kontaminasi pada proses penyerbukan pada jagung. Sedangkan
jarak tanam antar tanaman sendiri adalah 75 x 15 cm dan setiap lubang berisi 2
benih.
Roguing dilakukan pada tanaman jagung dengan melihat pada kondisi
fisiknya. Apabila terdapat tanaman jagung yang diketahui terjangkit penyakit
bulai maka harus segera dicabut karena ditakutkan akan menyebar pada tanaman
jagung yang sehat. Selain itu antisipasi terhadap munculnya gulma rumput-
rumputan dilakukan dengan aplikasi herbisida yang disebut dengan ‘Romat’, hal
ini dalam literatur disebutkan sebagai salah satu upaya untuk menjaga kemurnian
benih agar tidak terjadi penyerbukan oleh tanaman lain yang masih satu family
(Gramineae).
Setelah mencapai umur 4,5 bulan atau sekitar 135 hari, jagung dipanen
seperti kebanyakan panen, mengambil tongkol, pada Hendaryo (2004) dijelaskan
bahwa waktu panen ditandai dengan munculnya black layer dan kadar air yang <
30% tergantung pada varietas jagung yang digunakan dan kemudian klobot
dilepas satu per satu lantas langsung dijemur, dalam literatur juga disarankan
untung melepas klobot setidaknya satu minggu sebelum panen agar jagung dapat
kering terpampang di lapangan.
Menurut pak Ali cara paling simple untuk mengetahui jagung telah siap
panen adalah dari klobotnya saja yang kering. Dalam usaha produksi benih yang
dilakukan pak Ali memang tidak dilakukan pengujian mutu dan kualitas benih
seperti pada pabrik-pabrik benih sehingga tidak dilakukan pelabelan yang memuat
tentang keterangan-keterangan seperti daya tumbuh dll, tetapi yang dilakukan
adalah lebih sederhana dengan melihat pada ciri fisik tongkol yang dipanen.
Sebelum dijemur, tongkol diseleksi, jadi tidak semua akan digunakan sebagai
benih nantinya, hanya yang memiliki tongkol besar dan panjang dengan biji yang
tampak bernas secara visual, sedangkan yang bertongkol kecil disortir.
Tidak seperti apa yang kebanyakan ada di literatur bahwa penjemuran
dilakukan saat biji telah dipipil, bapak Ali memipil jagung setelah jagung
dikeringkan karena menurut beliau hal itu akan lebih memudahkan dalam proses
pemipilan. Jagung beserta tongkolnya di jemur dibawah matahari selama 4-5 hari
apabila cuaca terik, dan membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar 10 hari
untuk mencapai kering sempurna pada saat hujan. Hal ini berbeda dengan teknik
produksi benih jagung seperti kebanyakan dilakukan yaitu jagung dipipil dahulu
baru dijemur.
Jagung yang telah kering kemudian dipipil dengan cara manual karena
apabila menggunakan alat ditakutkan akan menyebabkan benih rusak secara fisik
mekanis, setelah proses pemipilan selesai jagung dimasukkan ke dalam tong besar
untuk menyimpan. Selama proses penyimpanan tersebut ditambahkan pestisida
agar benih tidak terserang hama dan penyakit pasca panen sehingga kualitas dan
kuantitasnya dapat dipertahankan.
Proses pemipilan seperti dijelaskan pak Ali ada benarnya yaitu untuk
menghindari kerusakan fisik, sebab kerusakan fisik yang terjadi selama prosesing benih
dapat merusak embrio, endosperm, dan dinding sel, yang selanjutnya berpengaruh
terhadap daya berkecambah, pertumbuhan kecambah, kerentanan terhadap penyakit,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan hasil biji. Kecepatan tumbuh dan kualitas
kecambah dipengaruhi oleh letak kerusakan dan pada embrio kerusakan yang paling
sensitif ialah pada bagian tengah embrio (Black and Bewley, 2000). Kerusakan kecil
tidak langsung berpengaruh terhadap viabilitas benih tetapi dapat menyebabkan
penurunan vigor kecambah dan makin banyaknya kecambah abnormal.
Menurut literatur (Arif dan Sanong, 2006), daya simpan benih selain
bergantung pada suhu ruang simpan juga bergantung pada kadar air awal. Jika
disimpan pada kadar air <10% pada suhu ruang simpan 28oC, daya berkecambah
masih di atas 80% sampai pada penyimpanan 16 bulan. Jika kadar air dinaikkan
menjadi 12%, daya berkecambah benih pada penyimpanan 16 bulan hanya sekitar
60%, pada kadar air 14% daya berkecambahnya hanya 40%, bahkan pada kadar
16% benih sudah tidak berkecambah setelah penyimpanan enam bulan. Hal ini
sesuai dengan yang bapak Ali katakan bahwa beliau tidak lagi menjual benih
jagungnya apabila masa simpannya telah melewati 6 bulan, karena dikhawatirkan
benih tidak akan berkecambah lagi. Kemungkinan besar hal ini karena
kemungkinan metabolisme biji selama masa simpan karena kadar air yang masih
tinggi sehingga respirasi terus terjadi menyebabkan cadangan makanan akan
terombak.

4.2 Permasalahan Produksi Benih


Dari segi budidaya permasalahannya sama dengan proses penanaman
seperti pada umumnya, yaitu tentang OPT hama dan penyakit. Jika banyak terjadi
hujan maka dapat tejadi kebusukan ataupun penyakit bulai. Sedangkan hama yang
menyerang adalah ulat atau ordo lepidoptera.
Waktu tanam yang tepat merupakan usaha memperkecil kegagalan panen.
Sesuatu yang sekiranya menjadi kendala pada proses pengelolaan tanaman hingga
panen perlu mendapat perhatian, misalnya musim tanam, kesulitan air, pengaruh
hama yang menyerang tanaman jagung pada saat tertentu. Demikian pula penyakit
yang sering menyerang pada keadaan tanaman jagung kurang baik, seperti
penyakit bulai/lier (Downy mildew) yang biasa timbul pada bulan Nopember. Ini
semua menjadi bahan pertimbangan rencana tanam.
Menurut Rukmana, Rahmat (1997) penyebab penyakit bulai adalah jamur
atau cendawan Peronoscle rospora atau Sclerospora sp. Van Hoop menemukan
tiga jenis jamur penyebab penyakit bulai, yakni S.phillippinensis West (di
Sulawesi Utara), S. maydis (RAC) BUTL di pulau Jawa, Madura, Bali dan
Lombok, dan S. northii (di Sumba, NTB).
Rukmana (1997) juga menambahkan ciri-ciri jagung yang terserang bulai
adalah sebagai berikut:
(1) Ciri khas gejala serangan penyakit bulai adalah terjadinya garis-garis
kuning pada daun jagung. Garis-garis kuning tersebut berukuran lebar dan
tertutup oleh tepung putih. Tepung putih akan tampak jelas bila diamati
pagi hari pukul 07.00. Daun jagung yang sakit berwarna kuning keputih-
putihan, kaku dan batangnya memendek.
(2) Bila tanaman jagung masih kecil (umur 1,5 bulan) terserang penyakit ini,
pertumbuhannya terhambat (kecil) dan daunnya berwarna bulai (bule,
kunigng keputih-putihan). Bila tanaman jagung dewassa yang terserang
bulai, pembentukan tongkol terhambat atau tidak sempurna dan kecil-
kecil.
Dari segi proses pasca panen adalah dalam pengeringan dan penyimpanan.
Apabila banyak hujan, maka proses pengeringan dengan cara sederhana
memanfaatkan panas matahari akan lebih lama memakan waktu. Kendala dalam
penyimpanan adalah dalam segi penanganan hama dan penyakit. Beliau menyebut
hama terbeut sebagai hama bubuk, sebab saat benih diserang hama ini akan
menyebabkan bubukan, menyebabkan kerusakan pada kotiledon ataupun embrio
sehingga benih tidak tumbuh karena mati. Kemungkinan hama tersebut adalah
hama gudang Sitophillus oryzae. Beliau juga menyebutkan bahwa apabila
pengeringan kurang baik maka dapat terjadi serangan penyakit pada benih jagung
yang disimpan.
Terjadinya penyakit ini sesuai dengan pendapat Sinuseng et al. (2004)
bahwa setelah panen, jagung perlu segera dikeringkan. Aerasi atau pengeringan
dapat mengurangi akumulasi suhu di sekitar benih, baik suhu panas dari lapang
maupun hasil respirasi. Aerasi juga dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air
benih yang tinggi mendorong respirasi dan menstimulasi pertumbuhan
mikroorganisme (terutama cendawan) yang menyebabkan kerusakan benih.

4.3 Solusi dan Rekomendasi


Untuk mengatasi permasalahan hama dan penyakit, bapak Ali
menggunakan pestisida baik pada proses penanaman dan proses penyimpanan di
gudang. Untuk serangan hama dan penyakit seperti hawar daun jagung dijelaskan
di dalam Dharma (1993) bahwa salah satu penyebab penyakit hawar daun adalah
Helminthosporium turcicum. Penyakit hawar daun (H. turcicum) ini mampu
menyebabkan kehilangan hasil hingga 50% bahkan dapat menyebabkan kerugian
besar bila serangan patogen terjadi sebelum pemunculan bunga jantan.
Untuk mencegah terjadinya kerugian karena penyakit ini tanaman harus
mendapat air yang cukup, pupuk yang seimbang, dan ditanam secara serentak
pada saat penanaman yang tepat. Pemberian unsur hara yang tepat dianggap
sebagai cara pengendalian yang paling baik (Semangun, 1996).
Menurut Aak (1993) penanaman jagung pada tanah tegal, biasanya
dilakukan menjelang musim hujan yaitu antara bulan September sampai bulan
Nopember. Bila perlu penanaman dilakukan setelah atau akhir musim hujan yaitu
antara bulan Februari hingga bulan April. Bila masih ada air, maka bulan Mei pun
dapat dilakukan penanaman jagung.
Di tanah sawah, jagung biasa ditanam secara bergantian atau bergilir
dengan tanaman padi sebagai tanaman pokok. Penanaman jagung di tanah sawah
inipun ada 2 waktu tanam, yaitu menjelang musim hujan atau pada awal musim
penghujan san setelah panen padi penanaman musim hukan. Jadi berdasarkan
perhitungan bulan yaitu antara bulan September-oktober dan antara bulan Mei dan
Agustus (Aak, 1993)
Rukmana, Rahmat (1997) merekomendasikan untuk mengatasi masalah
penyakit bulai adalah sebagai berikut ini:
(1) Menanam varietas jagung yang tahan atau resisten terhadapa penyakit
bulai, misalkan, varietas arjuna, wiyasa, kalingga, dan hibrida CPI-I,
(2) Perlakuan benih sebelum tanam dengan fungisida Ro-domil 35 SD
sebanyak 5g-7g per kg benih jagung. Caranya tambahkan air sedikit ke
dalam Ridomil 35 SD kemudian campurkan dengan benih jagung
hingga merata
(3) Mencabut dan memusnahkan tanaman jagung yang sakit besar
(4) Melakukan perbaikan aerasi dan drainase tanah agar keadaan kebun
tidak lembab
(5) Pergiliran atau rotasi tanam dengan yang bukan tnaman sefamili
Selain itu, perlakuan pada tanaman juga sangat mempengaruhi pada
tanaman jagung, misalkan jarak tanam atau jumlah populasi tanaman per satuan
luas merupakan faktor penting untuk mendapatkan produksi tinggi, disamping
kultur teknis lainnya. Jumlah populasi tanaman per satuan luas pada suatu tempat
sangat bergantung pada varietas, umur tanaman, kesuburan tanah dan keadaan air
tanah (Effendi,1985).
Dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun
antara tanaman dengan tanaman lain untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya
matahari maupun ruang tumbuh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan pengaturan jarak tanam.
Sedangkan untuk mengatasi serangan hama dan penyakit masa simpan,
dalam jurnal direkomendasikan oleh Sinuseng et al. (2004) bahwa selang waktu
antara panen dan pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu benih, terutama
daya simpan. Sebelum benih dikeringkan biasanya petani membiarkannya
beberapa waktu atau dikenal dengan istilah penyimpanan sementara (bulk
storage), apalagi kalau pengeringan hanya mengandalkan sinar matahari. Semakin
tinggi kadar air benih saat panen, semakin singkat selang waktu penyimpanan
sementara yang dapat ditoleransi, dan semakin tinggi suhu ruang simpan
sementara, semakin singkat pula selang waktu penyimpanan yang dapat
ditoleransi.
Hal yang tidak kalah penting adalah penyelesaian masalah pengeringan
benih atau penurunan kadar air. Pengeringan secara alami dengan menggunakan
sumber energi sinar matahari dapat berdampak pada penurunan mutu akibat terpapar pada
fluktuasi suhu ekstrim dan curah hujan (Agrawal et al. 1998). Hasil penelitian Cordova et
al. (1999) menunjukkan bahwa pengeringan tongkol jagung selama 5 hari diatas lantai
jemur dengan alas terpal menurunkan kadar air biji menjadi 11%, sedangkan pengeringan
tongkol tanpa alas terpal di atas lantai jemur hanya menurunkan kadar air biji menjadi
7,7%.
Sedangkan menurut Highlight Balitsereal (2007) kadar air biji jagung 17%
dengan suhu lingkungan antara 25-35ºC, merupakan kondisi yang sesuai untuk
tumbuh cendawan Aspergillus flavus. Kondisi demikian sering ditemukan pada
tingkat pedagang atau peternak. Oleh karena itu perlu penempatan alat pemipil
dan pengering untuk mempercepat penurunan kadar air biji setelah panen. Proses
pengeringan jagung pada musim hujan di wilayah iklim basah (tipe B dan C)
dengan cara pengeringan tongkol sampai kadar air biji 14% dan kemudian dipipil,
menghasilkan mutu fisik biji lebih baik, yaitu biji utuh 90,25%, biji rusak 8,83%,
biji pecah 1,05%, kotoran 0,08%, dan kandungan aflatoksin < 4,5 ppb.
Untuk mengurangi kerusakan biji akibat benturan dengan gigi perontok
pada mesin pemipil dan agar hasil pipilan dapat memenuhi mutu standar SNI
sebaiknya kadar air biji berkisar 15-19% dan putaran selinder perontok 800 RPM.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan Hasil Praktikum


 Penanaman jagung dilakukan pada jarak tanam 25 x 75 cm hal ini
termasuk salah satu usaha untuk optimalisasi pertumbuhan tanaman
jagung
 pengandalian hama dan penyakit pada masa pertanaman dapat dilakukan
dengan aplikasi pestisida, sedangkan cara mekanis dapat menggunakan
cara mengatur jarak tanam sehingga tidak terlau rapat dan kelembaban
menjadi rendah
 dilakukan rouging untuk menghilangkan tanaman yang off type, terserang
penyakit agar tidak menyebar, dan tanaman lain selain jagung sebagai
tanaman utama, selain itu dilakukan isolasi jarak 100 cm dan waktu 15
hari antara penanaman jagung benih dengan jagung konsumsi
 panen dilakukan pada saat 4,5 bulan, atau secara teori tergantung varietas
atau ditandai dengan munculnya black layer pada jagung
 Pemilihan atau seleksi didasarkan pada keadaan tongkol jagung, dipilih
tongkol besar dan panjang
 setelah panen dilakukan dapat dilakukan penjemuran di bawah sinar
matahari agar kadar air turun, hal ini ddapat dilakukan baik saat telah
dipipil ataupun sebelum dipipil seperti yang dilakukan pada usaha pak Ali
 pemipilan sebaiknya dilakukan setelah kadar air menurun agar tidak
merusak biji secara fisik karena pada kondisi air yang banyaj memudahkan
biji rusak saat dipipil
 benih dapat disimpan tergantung pada kadar air dan tempat untuk
menyimpan. Pada kadar air yang tinggi masa simpan akan lebih rendah
jika dibandingkan dengan benih yang kadar airnya rendah, demikian pula
benih yang disimpan pada tempat dengan suhu rendah akan menyebabkan
benih tahan lebih lama karena poses metabolisme terhambat
 pengaruh kadar air terhadap penyimpanan juga menyangkut ketahanan
terhadap bahaya serangan penyakit seperti jamur yang biasanya datang
pada saat benih dalam kondisi lembab pada penyimpanan, sehingga aerasi
yang baik sangat dibutuhkan pada penyimpanan benih.

5.2 Saran
 Saran untuk Asisten : diperbanyak untuk diskusi dan tanya jawab di
asistensi sehingga praktikum bukan hanya sekedar mendengar dan
mencatat saja. Terimakasih
 Saran untuk Praktikum : 1. waktu untuk praktikum terlalu sempit sehingga
materi tidak banyak bisa difahami, sehingga asistensi sangat diperlukan. 2.
Sebaiknya antara praktikum Teknologi Produksi Benih lingkup Budidaya
Pertanian dan Hama Penyakit Tanaman digabung saja, sehingga korelasi
antara teori dan aplikasi dapat dijalankan bersama-sama. 3. Fieldtrip agar
lebih terkoordinasi, selain fieldtrip mandiri ke petani benih, sebiknya ada
fieldtrip yang terorganisir, misalkan ke balai-balai, ex : Balitjestro (Balai
Penelitian Jeruk dan Buah Tropika) yang ada di Junrejo Batu, hal tersebut
akan lebih membuka wawasan praktikan. Terimakasih!
DAFTAR PUSTAKA

Aak, 1993. Budidaya Tanaman Jagung. Kanisius. Jogjakarta


Agrawal, P. K., B. D. Agrawal, P. Venkat Rao, and J. Singh. 1998. Seed
multiplication,conditioning, and storage, In M. L. Morris (ed.) Maize seed
industries in developing countries. Lynne Rienner Publishers and Cimmyt,
Colorado, USA, and Mexico, pp. 103-124
Arief, R. dan Sania Saenong. 2006. Pengaruh ukuran biji dan periode simpan
benih terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan. Indonesia 25(1):52-56.
Arief, Ramla. 2009. Mutu Benih Jagung Pada Berbagai Cara Pengeringan.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Lamuru
Black, M., and J.D. Bewley. (ed.) 2000. Seed technology and its biological basis.
CRC Press, Boca Raton, FL.
Cordova, H. S., J. L. Queme, and P. Rosado. 1999. Small-scale production of
maize seed by farmers in Guatemala, 2 nd edition. Mexico, D. F.;
CIMMYT
Delouche, J.C. 1990. Research on association of seed physical properties to seeds
quality. Prepared for Seed Research Workshop. AARP II Project,
Sukamandi, Indonesia.
Handoyo, Joko. 2004. Teknologi Perbanyakan Benih Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengambangan. Temanggung
Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.). Seed
biology Vol. III. Academic Press. New York. p. 145-245.
Highlight Balitsereal 2007. Inovasi Teknologi Produksi Jagung. Balitsentral.
Bogor
Justice. O.L. and L.N. Bass. 1979. Principles and practices of seed storage. Castle
House Bubl. Ltd. 289 p.
Matthes, R.K., G.B. Welch, J.C. Delouche, and G.M. Dougherty. 1969. Drying,
processing and storage of corn seed in tropical and subtropical regions.
American Society of Agricultural Engineers. New York No. 1838.
Miguel, M.V.C. and Marcos Filho, J. 2002. Potassium Leakage and Maize Seed
Physiology Potential. Scientia Agricola, Vol. 59 No. 2 : 315-319.
Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Jogjakarta
Sania., M. Azrai, Ramlah Arief, dan Rahmawati. 2002. Pengelolaan Benih
Jagung Saenong. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. UGM Press. Jogjakarta
Sinuseng, Y., I.U. Firmansyah, S. Saenong dan Rahmawati. 2004. Teknik
pengeringan, pemipilan dan penyimpanan benih jagung. Makalah
disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi
Benih Serealia. Balitsereal, Bogor 14 – 16 Juli 2004.
Warisno.2003. Jagung Hibrida. Kanisius. Jogjakarta
LAMPIRAN

Form Tanya Jawab

1. Nama H. Mat Ali


2. Alamat Desa Dadaprejo dalam kota Batu
3. Usia 70 tahun (1942)

4. Tingkat pendidikan STM


5. Anggota Keluarga Istri : Hj. Suistin (65 th)
Anak : (1) Agus pranoto (1965)
pekerjaan petani, (2) Setiawan
(1968) pekerjaan pegawai hotel
6. Pekerjaan sampingan Ternak (1996/1997 sampai
sekarang)
- ternak sapi : 20
ekor
- ternak kambing : 250
ekor
- ternak ayam
7. Luas lahan 1 ha milik sendiri, 2 ha sewa (total 3
ha)
8. Pengalaman organisasi Ketua Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani)
9. Lama profesi 20 tahun
10. Tanaman utama Jagung

11. Bahan tanam Jagung Surya

12. Tenaga kerja (Ongkos kerja) - Lepas : Laki-laki (20000),


perempuan (17500)
- Tidak lepas : Laki-laki (17500),
perempuan (15000)
13. Benih yang dihasilkan
a. Apa saja? Jagung
b. Sifat tanaman di lapang Produksi makin baik pada 1 kali
tanam
14. Proses selama masa tanam

a. Budidaya - Lama penanaman untuk bibit 4,5


bulan, untuk konsumsi 65 hari
saja
- Dilakukan pergiliran tanam
jagung-padi
b. Pembasmian OPT Pestisida

c. Pemupukan Pupuk Urea 15 hst dan Ponska 40-


45 hst
15. Proses panen Dipanen pada 4,5 bulan untuk benih
tanam, dan 65 hari untuk konsumsi

16. Proses pascapanen Lepas klobot  dikeringkan


(dijemur)  pemipilan  simpan
dalam tong  perawatan dengan
pemberian obat dan perlakuan
dalam penyimpanan --> masa
simpan 6 bulan
17. Preses produksi benih

a. Pengambilan benih 1 ton digunakan sebagai benih, 2


ton untuk dijual sebagai benih
konsumsi. Benih dipanen seperti
pada layaknya proses panen dengan
memisahkan tongkol dari batang
jagung dan kemudian dikeluarkan
dari klobot
b. Pengeringan benih Pengeringan dilakukan dengan cara
sederhana yaitu dengan
mnggunakan pengeringan matahari
(jemur), apabila cuaca panas maka
hanya memerlukan waktu 5 hari,
sedangkan apabila hujan maka
membutuhkan watu sekitar 10 hari
c. Penyimpanan benih Benih yang telah kering kemudian
disimpan di dalam tong yang
ditambahkan pestisida agar
terhindar dari serangga hama pascca
panen sehingga dapat awet selama 6
bulan, apabila lebih dari 6 bulan
maka benih tidak dapat tumbuh
18. Kemana saja dipasarkan Akses pasar 5-10 km dan pada
petani-petani sendiri. Harga per-kg
Rp.7.500,-
19. Bagaimana sistem pengemasannya Tergantung pada permintaan berapa
Kg, jadi langsung insidental
ditimbang. Ada jaminan yang tidak
tertulis bahwa apabila benih tidak
tumbuh dapat dikembalikan
20. Kendala yang dihadapi dalam
proses
a. Budidaya Kendala serangan ulat dan bulai
b. Panen -
c. Pasca panen Penyimpanan yang maksimal 6
bulan saja, hama pasca panen,
proses pengeringan
d. Pengeringan Tergantung pada cuaca, bila panas
terik maka cepat kering jika hujan
maka lebih lama
e. Penyimpanan Adanya OPT (hama gudang),
maksimal penyimpanan 6 bulan saja
21. Cara mengatasi oleh petani - Masalah OPT diatasi dengan
aplikasi pestisida
- Agar awet maka pengeringan
harus maksimal

22. Keuntungan yang didapat dalam 1x 50% dari total revenue (pendapatan)
panen
23. Harapan untuk usaha produksi Cukup seperti ini saja, hanya untuk
benihnya kalangan sendiri tidak perlu terlalu
besar.
LAMPIRAN
Dokumentasi lahan, benih, dan petani beserta kegiatan fieldtrip

Lahan Benih Benih

Benih dan Petani Pekerjaan sampingan


Gapoktan Kegiatan Fieldtrip

Anda mungkin juga menyukai