Anda di halaman 1dari 35

DAFTAR SINGKATAN

ANNCCeH : Australian National Consultative Committee on Electronic Health


APPs : Federal Privacy Act and Privacy Principles
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPS : Badan Pusat Statistik
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CCTV : Closed Circuit Television
EMR : e-Medical Record / Rekam Medis Elektronik
Fasyankes : Fasilitas Layanan Kesehatan
HFIS : Health Facilities Information System
HDG : Health Data Grid
i-HeFF : Indonesia Health Facility Finder
IOT : Internet of Things
IP : Internet Protocol
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
Kemendagri : Kementerian Dalam Negeri
Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kemkominfo : Kementerian Komunikasi dan Informatika
KSP : Kantor Staf Kepresidenan
LAN : Local Area Network
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Perpres : Peraturan Presiden
PISPK : Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
PP : Peraturan Pemerintah
PUPR : Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
PUSDATIN : Pusat Data dan Teknologi Informasi
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Rakerkesnas : Rapat Kerja Kesehatan Nasional
RI : Republik Indonesia
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RKE : Rekam Kesehatan Elektronik
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
Sagasih : Sapa Keluarga dengan Kasih
SDM : Sumber Daya Manusia
SIKDA : Sistem Aplikasi Daerah
SIKNAS : Sistem Informasi Kesehatan Nasional
SIMPUS : Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
SIMRS : Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
SIP : Sistem Informasi Puskesmas
SIRANAP : Sistem Informasi Rawat Inap
SI-SDMK : Sistem Informasi Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan
SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional
SOAP : Subjective, Objective, Assessment, Plan
SOP : Standard Operating Procedure
SP2TP : Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
SP3 : Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
UHC : Universal Health Coverage
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
WHA : World Health Assembly
WHO : World Health Organization
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan


Gambar 2. Pengembangan Sistem Pembayaran
Gambar 3. Kendali Mutu dan Biaya
Gambar 4. Evolusi rekam medis di pelayanan primer
Gambar 5. Arsitektur Sistem Informasi Rumah Sakit
Gambar 6. Manajemen bed di salah satu Rumah Sakit
Gambar 7. SIRANAP-Real Time
BAB VIII
KEBIJAKAN KESEHATAN MASYARAKAT DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

dr. Niken Sasanti Ardi, dr. Reli Giusman, Rianti Merviane Erungan SKM, MBA, Dmin, dr.
Septian Saraslina Ekawati, drg. Yuki Melati Indriana, dr. Fitri Dwi Anggraini, dr. Rafika Stany
Yonathan, apt. Zahra Kesturi Rifandari, S.Farm

Tujuan Instruksional
Setelah membaca bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami :
1. Pihak-pihak yang berperan dalam membuat kebijakan terkait Kesehatan Masyarakat dan
Teknologi di era Revolusi Industri 4.0
2. Peraturan yang mengatur mengenai teknologi kesehatan secara Nasional maupun
Internasional
3. Implementasi kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia

8.1. Pendahuluan
8.1.1. Definisi, Tujuan, dan Ruang Lingkup Kebijakan Kesehatan Masyarakat Dengan
Teknologi 4.0

Pada era Revolusi Industri 4.0, dunia memasuki periode perkembangan baru dimana teknologi
baik teknologi fisik, digital, maupun biologi mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Ketiga teknologi inilah yang menjadi pendorong dasar untuk Revolusi Industri 4.0. (1) Contoh
perubahan yang terjadi pada era Revolusi Industri 4.0 antara lain dimulainya penggunaan big
data, serta munculnya Internet of Things (IOT) dimana terjadi peningkatan penggunaan jaringan
internet pada semua perangkat yang akan saling terhubung dan dapat diakses kapan saja dan
dimana saja.(1) Hal ini tentu menjadi suatu tantangan tersendiri, karena pesatnya perkembangan
teknologi akan berdampak pada semakin mudahnya akses dan menurunkan biaya yang
dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan maupun informasi kesehatan yang
berkualitas.
Pada era Revolusi Industri 4.0, pelayanan kesehatan juga turut berkembang dimana banyak
inovasi baru yang bermunculan dalam bidang pelayanan kesehatan itu sendiri, contohnya seperti
pengembangan pelayanan kesehatan digital. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
pengembangan pelayanan kesehatan digital ini bergantung pada kemampuan dan tujuan dari
masing-masing negara. Pada beberapa negara maju, pelayanan kesehatan mereka telah
mengerucut kepada pelayanan yang holistik dan berkesinambungan, seperti di negara Australia,
Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga negara ini juga sangat mendukung adanya pengembangan
teknologi informasi di bidang Kesehatan. Sementara itu, pengembangan pelayanan kesehatan
digital di negara berkembang juga telah mulai dilakukan dan masih terus dikembangkan, seperti
di negara Thailand dan Vietnam.

Untuk dapat mendukung perkembangan yang terjadi, maka pemerintah harus dapat mengamati
perubahan yang terjadi, meningkatkan pemahaman akan munculnya stakeholder baru,
meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan teknologi, serta saling berkolaborasi.
Menurut World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia, kolaborasi dapat
berupa kemitraan baik lintas kementerian antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi
maupun kabupaten/kota, dengan organisasi profesi, dengan lintas sektoral misalnya antara
bidang kesehatan dengan bidang pendidikan, maupun dengan pihak swasta dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM).1 Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan
kebijakan berupa peraturan yang bertujuan untuk mendorong inovasi pelayanan kesehatan, serta
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih cepat dan dapat menjangkau seluruh
daerah di Indonesia.

8.2. Kebijakan Kesehatan Masyarakat Dengan Teknologi 4.0


8.2.1. Kebijakan di Tingkat WHO

Seiring dengan perubahan teknologi digital yang turut serta mempengaruhi fokus dunia dalam
bidang pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan primer, Universal Health Coverage
(UHC), dan usaha dalam mencapai “Kesehatan untuk Semua”, maka WHO turut serta
mengeluarkan kebijakan terkait kesehatan digital yang dapat mendorong negara-negara anggota
WHO untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka terkait dengan kesehatan digital.
Perangkat kesehatan digital berpotensi untuk memperkuat kapasitas pekerja kesehatan melalui
pendidikan dan pelatihan, meningkatkan performa, kualitas, dan produktivitas pekerja,
mendukung manajemen, serta meningkatkan interaksi dan kolaborasi dengan sistem yang lebih
baik dan lebih canggih.

Pada WHO itu sendiri terdapat suatu badan yang bertugas sebagai pembuat dan pengambil
keputusan kebijakan-kebijakan kesehatan yang akan diberlakukan di dunia, mengangkat Direktur
Jenderal Kepala WHO, melakukan supervisi kebijakan finansial, melakukan analisis, serta
menyetujui program kerja dan pembiayaan yang akan dilakukan WHO. Badan ini disebut dengan
World Health Assembly (WHA) atau Majelis Kesehatan Dunia.1 Kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh WHA diantaranya :
1. Kebijakan WHA 71.7 mengenai Kesehatan Digital(1)
2. Buku panduan kebijakan mengenai Peralatan Medis (Medical Devices)(5)
3. Kebijakan WHA 60.29 mengenai Pengembangan Kerangka Kerja Kebijakan Kesehatan
Nasional(1,6)
4. Buku panduan pelatihan untuk Penyusunan Kebijakan Kesehatan(1)

8.2.2. Kebijakan di Tingkat Regional(10)

Beberapa negara di Asia telah sukses mengimplementasikan teknologi mutakhir pada pelayanan
kesehatannya. Menjamurnya penggunaan teknologi digital dalam bidang kesehatan perlu diiringi
dengan aturan dan kebijakan yang jelas dalam pelaksanaannya, terutama terkait hal informed
consent, perlindungan data pasien, kredensial tenaga kesehatan, rekam medis, resep, dan klaim
terhadap malpraktik.

Singapura telah membuat kebijakan Nasional mengenai penggunaan informasi teknologi dan
komunikasi pada seluruh sektor pelayanan kesehatan mencakup program promosi dan
pencegahan dalam bidang kesehatan. Contohnya adalah pembentukan Health Data Grid (HDG)
yang merupakan database virtual yang memfasilitasi akses data pada penelitian klinis di
berbagai institusi kesehatan. Program ini akan meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan
dalam memberikan informasi. Pada tahun 2015, Kementerian Singapura telah membentuk
National Telemedicine Guideline sebagai panduan provider pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan melalui telemedicine, serta menyediakan standar etik kedokteran bagi
dokter yang berpraktik melalui telemedicine.

Negara di Asia lainnya yang juga telah mengembangkan teknologinya di bidang pelayanan
kesehatan adalah Malaysia. Pemerintah Malaysia mulai menerapkan konsep kebijakan kesehatan
digital dalam bentuk e-Healthcare Information Management and Support Services. Data dari
fasilitas kesehatan terkumpul melalui aplikasi e-Form. Hal ini mempermudah Malaysia untuk
dapat memiliki Data Kesehatan Nasional yang terintegrasi. Selain itu, pemerintah Malaysia juga
telah membentuk suatu peraturan terkait kredensial terhadap dokter, di mana dokter harus
teregistrasi dan memiliki surat izin praktik untuk dapat berpraktik melalui telemedicine.

Selain negara-negara di Asia, Australia juga telah menerapkan kebijakan sistem kesehatan digital
terintegrasi melalui Medicare. Setiap warga negara Australia, kecuali bagi penduduk dengan
pendapatan di bawah rata-rata, diwajibkan membayar pajak pendapatan 2% sampai 2,5% setiap
bulannya ke Departemen Kependudukan negara Australia, dimana dana ini akan dialokasikan ke
Medicare. Australia juga memiliki program Health Direct yaitu pelayanan kesehatan publik
nasional yang tersedia 24 jam dalam bentuk konsultasi dengan dokter dan informasi kesehatan.
Selain itu, Pemerintah Australia juga membentuk Australian National Consultative Committee
on Electronic Health (ANCCeH) yang menangani seluruh persoalan terkait telemedicine di
negaranya sejak tahun 2004. Pada tahun 2012, ANCCeH mengeluarkan kebijakan strategis
telehealth di negara Australia. Telehealth adalah teknologi telekomunikasi yang digunakan untuk
meningkatkan informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan di daerah yang memiliki masalah
pada kondisi geografis, akses, tingkat sosial, dan budaya, sehingga dapat mendukung perawatan
klinis kesehatan jarak jauh.32 Terkait perlindungan terhadap data pasien, Australia membentuk
Federal Privacy Act and Privacy Principles (APPs), dimana sanksi diberikan kepada orang-
orang yang tidak berkepentingan bila menggunakan informasi kesehatan pasien pada
telemedicine.

8.2.3. Kebijakan di Indonesia

Dalam rangka mengimbangi kemajuan teknologi, Indonesia harus dapat mengamati perubahan
yang terjadi, memahami stakeholder yang baru, beradaptasi terhadap perubahan teknologi, serta
berkolaborasi dan bermitra baik dengan organisasi profesi, perguruan tinggi, donor, swasta,
maupun LSM. Langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia antara lain dengan meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan melalui penguatan sistem kesehatan yang tertuang dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) No. 72 tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional, serta melakukan sinergi antara pusat dan daerah dengan penguatan
pemerintah daerah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 tahun
2016 tentang Perangkat Daerah, PP RI No.2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal,
serta Undang-Undang (UU) No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.(10)

Pemerintah Indonesia berinisiatif untuk meningkatkan interoperabilitas dan pemanfaatan data


pemerintah melalui sebuah program yang disebut Satu Data. Pemanfaatan data pemerintah tidak
terbatas pada penggunaan internal antar instansi, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan
kebutuhan data publik bagi masyarakat. Kebijakan Satu Data ini dilaksanakan dengan strategi
melalui pengembangan satu standar data, satu metadata yang baku, dan satu portal.(11)
Indikator Kunci e-Kesehatan sesuai Nawacita 2020 yang ingin diraih Indonesia adalah(11)
1. Penerapan sistem daring (online) data rekam medis di 20% fasilitas kesehatan (Puskesmas &
RSUD) pada 2015 menjadi 50 % pada 2019
2. Penerapan sistem daring (online) resep obat untuk memudahkan pasien membeli obat dari
berbagai apotek agar tidak terjadi monopoli pada tahun 2016
3. Pemutakhiran data dan informasi kegiatan layanan Puskesmas melalui optimalisasi
penggunaan sistem daring (online) hingga 40% dari jumlah Puskesmas pada 2015 dan 100%
pada 2019

8.2.3.1 Dasar Hukum Kesehatan Masyarakat Pada Era Teknologi Informasi

Dasar hukum pengembangan kesehatan masyarakat pada era teknologi informasi di Indonesia
antara lain :
1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28
Menurut UUD 1945 Pasal 28 setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No. 932 Tahun 2002
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota
3. Kepmenkes RI No. 837/Menkes/SK/VII/2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer
(SIKNAS) Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional
4. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No. 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis
6. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Permenkes RI No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan: mengamanatkan Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) sebagai pelaksana tugas
Kemenkes di bidang data dan informasi kesehatan
8. Permenkes RI No. 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
9. PP RI No. 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
10. Permenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
11. Permenkes RI No. 90 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Kawasan Terpencil Dan Sangat Terpencil
12. Permenkes RI No. 97 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun
2015- 2019
13. Permenkes RI No. 46 Tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan Nasional
14. Permenkes RI No. 51 Tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian Teknologi Kesehatan (Health
Technology Assessment) Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional
15. Perpres RI No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
16. Permenkes RI No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
17. Permenkes RI No. 31 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Puskesmas

8.2.3.2 Pengembangan Teknologi Dan Sumber Daya Manusia

Pengembangan teknologi yang terjadi pada pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain :
a. Sistem Aplikasi Daerah (SIKDA) Generik
Dalam upaya mengatasi fragmentasi data, pemerintah sedang mengembangkan aplikasi yang
disebut dengan SIKDA Generik. SIKDA Generik merupakan upaya Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam menerapkan standardisasi sistem informasi
kesehatan agar tersedia data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat, dan cepat dalam
pengambilan kebijakan di bidang kesehatan dengan mendayagunakan teknologi, informasi,
dan komunikasi. (12)
b. Sistem Informasi Puskesmas (SIP)
Sistem Informasi Puskesmas (SIP) adalah suatu tatanan yang menyediakan informasi untuk
membantu proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan manajemen Puskesmas dalam
mencapai sasaran kegiatannya.(14) SIP merupakan revisi dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Terpadu Puskesmas. (SP2TP), Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3), ataupun
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Setiap Puskesmas wajib melakukan
kegiatan sistem informasi Puskesmas baik secara elektronik maupun non-elektronik. SIP
merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Dalam menyelenggarakan
SIP, Puskesmas wajib menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas secara berkala kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota dan laporan ini merupakan sumber data dari pelaporan data
kesehatan prioritas yang diselenggarakan melalui komunikasi data. (15)

SIP saat ini mengakomodir family folder yang merupakan berkas keluarga dimana data setiap
anggota keluarga dicatat. Tujuan dari adanya berkas keluarga adalah untuk mengetahui
keadaan kesehatan seluruh keluarga, sehingga mudah ditelusuri hal-hal seperti penyakit yang
dapat diturunkan secara genetik maupun penyakit menular. Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PISPK) yang saat ini sedang digalakkan di Kemenkes RI dapat
dimasukkan ke dalam berkas keluarga ini.(16)

c. Indonesia Health Facility Finder (i-HeFF)


Indonesia Health Facility Finder (i-HeFF) adalah aplikasi yang dikembangkan oleh
Kemenkes RI untuk menemukan fasilitas kesehatan di sekitar kita dengan memperkirakan
jarak dan rute ke fasilitas kesehatan tersebut. Aplikasi ini terintegrasi dengan Sistem
Informasi Rawat Inap (SIRANAP) dan Sistem Informasi Sumber Daya Kesehatan Dinas
Kesehatan (SI-SDMK). (17)
8.2.3.3 Kolaborasi Lintas Sektoral

Berbagai kementerian di Indonesia bekerjasama untuk mencapai satu tujuan yaitu meningkatkan
derajat kesehatan di Indonesia. Kolaborasi Kemenkes RI dan Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) dilakukan dengan adanya roadmap inisiatif
digitalisasi sektor strategis yang berfokus pada pengumpulan data secara mobile, konektivitas
bagi Puskesmas offline, dan peningkatan partisipasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Pemerintah mengharapkan adanya potensi aplikasi digital berupa inisiasi sistem
kesehatan berbasis ponsel yang dapat menjangkau daerah terpencil di Indonesia. Namun, sampai
penghujung tahun 2017, konektivitas Puskesmas offline masih kurang untuk lebih dari 6000
Puskesmas. (17)

Kolaborasi digital lainnya pada bidang kesehatan masyarakat adalah dibentuknya Sistem
Informasi Imunisasi pada roadmap e-Government Nasional 2016-2019. Pelopor kolaborasi ini
adalah Kemenkes RI yang berkolaborasi dengan Kemkominfo RI, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia (Kemendagri RI), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Sistem ini akan
menggunakan manual dan elektronik, serta berfungsi sebagai alat kontrol bagi pemerintah untuk
(19)
memastikan setiap sasaran program imunisasi yang tepat dan sesuai jadwal. Selain itu,
Kemkominfo RI juga membangun kerja sama dengan Kemendagri RI, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR), dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) untuk melakukan gerakan smart city. Pada bidang
kesehatan masyarakat, Kabupaten Bojonegoro berhasil membuat aplikasi Sagasih (Sapa
Keluarga dengan Kasih), yang bertujuan memantau kondisi kesehatan warga, memberikan
perhatian dan dukungan, serta semangat warga yang sedang sakit.(19)

Untuk menjaga keamanan layanan dan data infrastruktur digital, merujuk pada UU RI No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik
secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya”, Pasal 40 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pemerintah menetapkan
instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi”, dan PP RI
No 82 Tahun 2012 pasal 19 yang menyebutkan bahwa “Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
melakukan pengamanan terhadap komponen Sistem Elektronik”, maka disusunlah Kebijakan
Perlindungan Infrastruktur Informasi Kritis Nasional. Penyusunan kebijakan ini dimaksudkan
untuk memberikan pencerahan, mendorong, dan menambah kesadaran akan pentingnya
keamanan informasi (cyber security) bagi instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik pada
sektor strategis akan arti penting keamanan informasi dalam melindungi data elektronik strategis
yang dimilikinya.(20)

Untuk mendukung konektivitas telekomunikasi Nasional sebagai prasyarat untuk meningkatkan


pertumbuhan ekonomi dan derajat kesehatan, pemerintah membangun infrastruktur “Tol Langit”
dengan meluncurkan Palapa Ring yang merupakan salah satu bentuk implementasi Nawacita ke-
3, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan, dalam bentuk upaya pemerataan layanan telekomunikasi di seluruh
Indonesia. Internet cepat akan mengakselerasi digitalisasi di sektor pendidikan, kesehatan, serta
kesejahteraan sosial, termasuk jaminan sosial.(21)

8.3. Implementasi Kebijakan Kesehatan Masyarakat dengan Teknologi 4.0 :


8.3.1. Implementasi Kebijakan Telemedicine(22)

Telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan
dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi
diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, serta
pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan
individu dan masyarakat. Telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan yang selanjutnya
disebut Pelayanan Telemedicine adalah telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas
pelayanan kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk
menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit. Selain itu, telemedicine juga
digunakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan, terutama bagi wilayah terpencil.
Kemenkes RI menerbitkan Permenkes RI No. 20 Tahun 2019 sebagai upaya untuk mewujudkan
pelayanan telemedicine yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif, serta mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien. Pelayanan telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki surat izin praktik di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) penyelenggara yang
terdiri atas pelayanan teleradiologi, telelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis,
dan pelayanan konsultasi telemedicine lainnya yang telah disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mencapai tujuan pelayanan telemedicine, diperlukan pengaturan secara khusus mengenai
pelayanan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan. Agar dapat melaksanakan ketentuan
Pasal 19 ayat (2) dari Permenkes RI No. 90 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil, maka
perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine
Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.(23)
8.3.2. Implementasi Kebijakan JKN(24)

Arah kebijakan dan strategi dalam memantapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) tercantum dalam Perpres RI No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Arah dan kebijakan ini dilaksanakan oleh
rumah sakit sebagai provider dimana pada kendali mutu dan biaya harus dilakukan transformasi
pelayanan ke digital. Selain itu, Kemenkes RI sebagai regulator harus membuat regulasi
mengenai pemanfaatan teknologi informasi yang merupakan bagian dari faktor-faktor yang dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Berikut adalah pasal-pasal yang tercantum dalam
Perpres RI No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang berhubungan dengan
implementasi di era 4.0 :
● Pasal 57 ayat 3 berbunyi “Menteri menetapkan sistem pelayanan kesehatan sebagaimana
maksud pada ayat (2).” Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di bidang Kesehatan (BPJS
Kesehatan) telah mengembangkan sistem pelayanan kesehatan ini dengan meluncurkan
aplikasi BPJS Kesehatan Mobile (mobile JKN), finger print, Rujukan Online, dan Aplicare

Gambar 1. Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan.


(Sumber: Savithri, Y. Kebijakan Pelayanan Kesehatan ERA Jaminan Kesehatan Nasional. In: INAHEA 5th; 2018
Nov 2. Jakarta. [Internet]. Diakses dari: http://www.inahea.org/wp-content/uploads/2018/11/PAPARAN-BU-
YOUT-INAHEA.pdf)

● Pasal 71 mengenai sistem pembayaran. BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem dan
penagihan secara digital seperti V-Claim

Gambar 2. Pengembangan Sistem Pembayaran.

(Sumber: Savithri, Y. Kebijakan Pelayanan Kesehatan ERA Jaminan Kesehatan Nasional. In: INAHEA 5th; 2018
Nov 2. Jakarta. [Internet]. Diakses dari: http://www.inahea.org/wp-content/uploads/2018/11/PAPARAN-BU-
YOUT-INAHEA.pdf)

● Pasal 86 mengenai kendali mutu dan biaya dengan melakukan kredensial fasilitas kesehatan,
survei kepuasan peserta, dan pemantauan serta pengawasan pemanfaatan. BPJS telah
dikembangkan melalui sistem Health Facilities Information System (HFIS)
Gambar 3. Kendali Mutu dan Biaya.

(Sumber: Savithri, Y. Kebijakan Pelayanan Kesehatan ERA Jaminan Kesehatan Nasional. In: INAHEA 5th; 2018
Nov 2. Jakarta. [Internet]. Diakses dari: http://www.inahea.org/wp-content/uploads/2018/11/PAPARAN-BU-
YOUT-INAHEA.pdf)

8.3.3. Kebijakan Rekam Medis Elektronik atau e-Medical Record (EMR)

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, informasi yang cepat dan
akurat semakin menjadi kebutuhan utama para pengambil keputusan (decision maker), dengan
kata lain informasi merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap manajemen untuk
melakukan pengambilan keputusan. Rumah sakit sebagai sebuah institusi yang menyimpan
begitu banyak data, memerlukan pengolahan data yang benar dan akurat yang dapat disajikan
sedemikian rupa dalam bentuk laporan. Berbicara mengenai data, maka data pribadi pasien
adalah data mengenai diagnosa dan tindakan medis yang diterima oleh pasien. Semua data
tersebut disimpan oleh pihak rumah sakit dalam bentuk berkas yang disebut dengan berkas
rekam medis.(25) Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai saat
pasien diterima di rumah sakit sampai dengan pencatatan data medis, keperawatan, pelayanan
pasien, serta profesional pemberi asuhan lainnya selama pasien mendapat asuhan.(27)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam


Medis, pasal 2 dinyatakan bahwa: (26)
1. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik
2. Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur
lebih lanjut dengan peraturan tersendiri

Menurut Anis Fuad saat menyampaikan paparannya di dalam Rakerkesnas 2019, diperlukan
segera revisi Permenkes Rekam Medis yang mengatur secara rinci rekam medis elektronik
sampai dengan rekam kesehatan personal karena idealnya sebuah rekam medis berisi data
riwayat kesehatan pasien dari mulai ia lahir hingga saat ini. (1) Namun karena sistem yang ada
di Indonesia sekarang ini terkait informasi kesehatan belum terintegrasi dan belum didukung
sepenuhnya oleh teknologi informasi, maka data-data pasien tersebut terpisah-pisah dan terbagi
tergantung pada tempat dimana ia mendapatkan pelayanan kesehatan pertama kali. Melihat
pentingnya sebuah rekam medis elektronik, maka sudah saatnya semua rumah sakit di Indonesia
membangun EMR dan akan lebih berdaya guna jika semua rekam medis itu terkoneksi di dalam
jaringan komputer seluruh rumah sakit di Indonesia. Jadi, seandainya seorang pasien jatuh sakit
di kota lain, maka tidak perlu dibuatkan rekam medis baru. Dengan adanya EMR maka pasien
yang memiliki kebutuhan khusus seperti pasien yang datang tanpa pendampingan, tidak sadarkan
diri, atau tidak bisa bicara tetap akan dapat diketahui riwayat medis sebelumnya. EMR bukan
merupakan wacana baru karena di beberapa rumah sakit dan klinik modern, sudah tidak lagi
menggunakan rekam medis kertas. Seluruh informasi pasien tercatat dalam EMR meliputi gejala,
hasil observasi, diagnosis sampai dengan pengobatan. Rumah sakit yang belum memiliki EMR
umumnya masih terbentur beberapa kendala organisasi seperti biaya, budaya kerja, teknis dan
sumber daya.(25)

EMR sendiri berbeda dengan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). RKE merupakan kumpulan
dari EMR pasien yang ada di masing-masing rumah sakit (pusat pelayanan kesehatan). RKE
dapat diakses dan dimiliki oleh pasien, serta datanya dapat digunakan di pusat pelayanan
kesehatan lain untuk keperluan perawatan berikutnya. RKE bisa terwujud jika sudah ada
standardisasi format data EMR pada masing-masing rumah sakit sehingga data-data tersebut bisa
diintegrasikan. Untuk mewujudkan RKE dibutuhkan suatu sistem yang terintegrasi dan
disepakati bersama oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan pada suatu wilayah tertentu
atau bahkan lebih luas bersifat Nasional.
Gambar 4. Evolusi rekam medis di pelayanan primer.

(Sumber : Fuad A. Inovasi dan Pemanfaatan Teknologi Digital Bidang Kesehatan. 2019. Diunduh tanggal 23
Desember 2019 dari: https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas-2019/SESI
%20II/Kelompok%202/2-Inovasi-dan-Pemanfaatan-Teknologi-Digital-Bidang-Kesehatan.pdf )

Di tingkat pelayanan primer, sudah terjadi evolusi rekam medis yang digagas oleh BPJS
Kesehatan. Awalnya rekam medis menggunakan kertas, ditulis dengan pulpen yang warnanya
berbeda, dan tidak rapih. Kemudian berubah menjadi Pcare, yaitu suatu sistem informasi
berbasis komputasi awan untuk perawatan primer, terintegrasi dengan basis data populasi dari
Kemendagri RI menggunakan ID Nasional. Format tetap sama, mengandung subjective (S),
objective (O), assessment (A), plan (P/resep).

8.3.3.1 Tantangan Rekam Medis Elektronik(25)

Beberapa alasan mengapa EMR tidak berkembang cepat antara lain :

a. Rekam medis elektronik tidak memiliki payung hukum yang jelas

Hal ini khususnya berkaitan dengan penjaminan agar data yang tersimpan terlindungi terhadap
unsur privacy, confidentiality, maupun keamanan informasi secara umum. Secara teknis,
teknologi enkripsi termasuk berbagai penanda biometrik (misal: sidik jari) akan lebih protektif
melindungi data daripada tanda tangan biasa. Tetapi masalahnya bukan pada hal-hal teknis,
melainkan pada aspek legalitas.

b. Tantangan berikutnya adalah ketersediaan dana


Aspek finansial menjadi persoalan penting karena rumah sakit harus menyiapkan infrastruktur
teknologi informasi (komputer, jaringan kabel maupun nirkabel, listrik, sistem pengamanan,
konsultan, pelatihan dan lain-lain). Rumah sakit biasanya memiliki anggaran terbatas,
khususnya untuk teknologi informasi.

c. EMR tidak menjadi prioritas

Pada kenyataannya, rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain seperti sistem penagihan
elektronik (computerized billing system), sistem akuntansi, sistem penggajian, dan sistem
lainnya. Rumah sakit beranggapan bahwa semua sistem tersebut lebih diutamakan karena
dapat menjamin manajemen keuangan rumah sakit yang cepat, transparan, dan bertanggung
jawab. EMR bisa dinomorduakan karena sistem pengolahan transaksi untuk fungsi pelayanan
medis masih dapat dilakukan secara manual.

8.3.3.2 Manfaat EMR(25)

Mempertimbangkan berbagai keuntungan termasuk faktor cost and benefits dari penerapan EMR
di rumah sakit (pusat pelayanan kesehatan), ada tiga manfaat yang dapat diperoleh, antara lain :

a. Manfaat Umum

EMR akan meningkatkan profesionalisme dan kinerja manajemen rumah sakit. Para
stakeholder seperti pasien akan menikmati kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan
pelayanan kesehatan. Bagi para dokter, EMR memungkinkan diberlakukannya standar praktek
kedokteran yang baik dan benar. Sementara bagi pengelola rumah sakit, EMR menolong
menghasilkan dokumentasi yang auditable dan accountable sehingga mendukung koordinasi
antar bagian dalam rumah sakit. Disamping itu EMR membuat setiap unit dapat bekerja sesuai
fungsi, tanggung jawab, dan wewenangnya.

b. Manfaat Operasional

Ketika EMR diimplementasikan paling tidak ada empat faktor operasional yang akan
dirasakan, yaitu :

1. Kecepatan penyelesaian pekerjaan administrasi. Kecepatan ini berdampak membuat


efektifitas kerja meningkat
2. Faktor akurasi terutama mengenai data. Saat menggunakan sistem manual petugas
memeriksa setiap berkas, namun dengan EMR data pasien menjadi akurat karena
meminimalisir faktor kesalahan manusia. Hal lain yang dapat dicegah adalah terjadinya
duplikasi data untuk pasien yang sama. EMR akan menolak jika identitas pasien diinput
lebih dari 1 kali, dan EMR akan memberikan peringatan jika tindakan yang sama untuk
pasien yang sama dicatat 2 kali sehingga data lebih akurat dan user lebih teliti
3. Faktor efisiensi karena waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan administrasi
jauh berkurang, sehingga karyawan dapat lebih fokus pada pekerjaan utamanya
4. Kemudahan pelaporan karena pelaporan adalah pekerjaan yang menyita waktu namun
sangat penting. Dengan adanya EMR, proses pelaporan tentang kondisi kesehatan pasien
dapat disajikan hanya memakan waktu dalam hitungan menit sehingga kita dapat lebih
konsentrasi untuk menganalisis laporan tersebut
c. Manfaat Organisasi

Pemasukan data (input data) harus dilakukan tepat waktu dan dilakukan dengan benar, serta
budaya kerja yang selalu menunda kegiatan harus diubah. Hal ini dikarenakan data EMR
saling berkaitan antara unit layanan satu dengan unit layanan lainnya. Sebagai contoh resep
obat yang ditulis oleh dokter di EMR digunakan oleh apotik untuk menyiapkan obat, serta
dibutuhkan oleh kasir untuk menghitung total biaya tindakan dan obat. Jadi, EMR dapat
membuat koordinasi antar unit semakin meningkat. Selain itu, dengan EMR analisis cukup
dilakukan di layar komputer, dan jika sudah benar baru datanya dicetak. Hal ini menjadi
penghematan biaya yang cukup signifikan dalam jangka panjang.

8.3.4. Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)(29)

Untuk menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Direktorat Jenderal yang


menyelenggarakan urusan di bidang bina upaya kesehatan Kemenkes RI membutuhkan
informasi yang handal, tepat, cepat dan terbarukan (up to date) untuk dapat mendukung proses
pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan, Rumah Sakit sering mengalami
kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun eksternal.
Sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang efisien, cepat, mudah,
akurat, murah, aman, terpadu, dan akuntabel. Salah satu bentuk penerapannya adalah melalui
sistem pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui penggunaan sistem
informasi berbasis komputer.

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat sudah seharusnya menerapkan SIMRS untuk mendukung proses pelayanan. SIMRS
adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan
seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan
bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.(29) Keberadaan SIMRS telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan rumah sakit. SIMRS
sebaiknya sesuai dengan konsep bisnis dari rumah sakit tersebut, yang paling penting adalah data
tentang pasien atau rekam medis, serta data pelaksanaan kegiatan rumah sakit terutama untuk
informasi riwayat kesehatan pasien atau rekam medis (tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien), dan informasi kegiatan
operasional (termasuk informasi sumber daya manusia, material, alat kesehatan, penelitian serta
bank data). Faktor-faktor yang juga berkontribusi di dalam keberhasilan penerapan sistem
informasi rumah sakit adalah proses bisnis, perubahan manajemen, tata kelola Teknologi
Informasi dan lain-lainnya. Karena itu bukan hanya teknologi tetapi juga kerangka kerja secara
komprehensif sistem informasi rumah sakit.(30)

SIMRS di Rumah Sakit dibagi menjadi 6 komponen utama guna menunjang terlaksananya
penerapan SIMRS yang benar dan sesuai kebutuhan, yaitu :
1. Software (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit)
2. Hardware (perangkat keras berupa komputer, printer dan lainnya)
3. Networking (jaringan LAN (Local Area Network), wireless dan lainnya)
4. SOP (Standard Operating Procedure)
5. Komitmen (komitmen semua unit/departemen/instalasi yang terkait untuk sama-sama
menjalankan sistem karena sistem tidak akan berjalan tanpa dilakukan input)
6. SDM (sumberdaya manusia adalah faktor utama suksesnya sebuah sistem dimana data di-
input dan diproses melalui tenaga SDM tersebut)(30)
Hal yang terpenting dalam suatu SIMRS adalah dapat mengakomodasi suatu proses bisnis pada
masing masing rumah sakit, paling tidak mempunyai aplikasi yang mencakup proses bisnis pada
pelayanan utama (front office) dan pelayanan administratif (backoffice). Selain itu, diperlukan
infrastruktur jaringan komputer bukan hanya untuk kebutuhan sistem informasi Rumah Sakit
saja, tetapi juga harus mampu digunakan untuk berbagai hal, seperti jalur telepon, Internet
Protocol (IP), Closed Circuit Television (CCTV), Intelligent Building, Medical Equipment, dan
lainnya. (30)

Gambar 5. Arsitektur Sistem Informasi Rumah Sakit.

(Sumber: Bustomi, A. Makalah Arsitektur Informasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).
2016. [Internet]. Diakses dari: http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id/FTI/tugas_doc_20161/2015/15112089-
TIF40_P_4-Ahmad%20Bustomi%20-%2015112089%20-%20MAKALAH%20ARumah SakitITEKTUR
%20TEKNOLOGI%20INFORMASI.pdf)

Gambar di atas adalah salah satu contoh arsitektur rumah sakit yang bisa diaplikasikan di rumah
sakit. Kecerdasan klinis dan bisnis sangat mempengaruhi rancangan SIMRS. Ada 2 bagian
penting, yaitu: 

1. Front office

Meliputi registrasi, admisi (pendaftaran dan manjemen tempat tidur), rawat jalan,
laboratorium, radiologi, kamar operasi, dan rawat inap (rekam medis, sistem informasi
laboratorium, sistem informasi farmasi, sistem pencitraan digital) yang akan masuk ke sistem
tagihan, serta proses pemulangan pasien (discharge).

2. Back office

Meliputi pengawasan, perencanaan, dan penyerapan anggaran melalui proses pengadaan, serta
financial, accounting, budgeting, dan supply chain management.

Gambar 6. Manajemen bed di salah satu Rumah Sakit.

(Sumber: Bustomi, A. Makalah Arsitektur Informasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).
2016. [Internet]. Diakses dari: http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id/FTI/tugas_doc_20161/2015/15112089-
TIF40_P_4-Ahmad%20Bustomi%20-%2015112089%20-%20MAKALAH%20ARumah SakitITEKTUR
%20TEKNOLOGI%20INFORMASI.pdf)

Informasi manajemen tempat tidur sangat bermanfaat untuk rumah sakit dan masyarakat yang
mencari ruangan untuk rawat inap. Pasien yang gawat darurat pun bisa tertolong lebih dini
karena tidak perlu memakan waktu mendatangi rumah sakit satu per satu.

Gambar 7. SIRANAP-Realtime.
(Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Percepatan Pengembangan Sistem Informasi Rawat
Inap Rumah Sakit Untuk Masyarakat Indonesia. 2018. [Internet]. Diunduh dari: https://docplayer.info/57699475-
Rumah-sakit-untuk-masyarakat-indonesia.html)

Kemenkes RI sudah mulai melakukan informasi terpadu mengenai rawat inap di seluruh kota di
Indonesia. Di Indonesia ada 2705 rumah sakit, dan baru 33 rumah sakit yang terintegrasi di
dalam SIRANAP. Namun sangat disayangkan, untuk area Indonesia Timur, terutama Papua,
belum terintegrasi di dalam SIRANAP. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan akses dan
infrastruktur yang belum berkembang pesat.

8.4. Penutup

Digitalisasi kesehatan membantu mendorong pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.
Beberapa negara maju di dunia telah membentuk kebijakan pada strategi kesehatan digital di era
industri 4.0 ini. Sedangkan industri kesehatan di Indonesia masih menghadapi beberapa
tantangan dalam era transformasi digital ini. Termasuk dalam hal penetapan kebijakan-kebijakan
demi terciptanya ekosistem kesehatan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada Revolusi Industri 4.0 Pilihannya hanya
Dua, Beradaptasi Atau Ketinggalan [Internet]. 2019 [diakses pada 15 Desember 2019].
Diunduh dari: http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/080613-pada-
revolusi-industry-4.0-pilihannya-hanya-dua_-beradaptasi-atau-ketinggalan.
2. Shidiq M. Pengertian Internet of Things (IoT) [Internet]. 2018 [diakses pada 15 Desember
2019]. Diunduh dari: http://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/06/02/pengertian-internet-of-things-
iot/
3. Robert Bollinger, Larry Chang, Reza Jafari, Thomas O’Callaghan, Peter Ngatia, Dykki
Settle, Jane McKenzie-White, Kunal Patel AD & NAS. Bulletin of the World Health
Organization. Leveraging information technology to bridge the health workforce gap
[Internet]. Agustus 2013 [diakses pada 13 Desember 2019]; volume 91:p. 890–1. Diunduh
dari: https://www.who.int/bulletin/volumes/91/11/13-118737/en/
4. News Department of World Health Organization. Strengthening health workers capacities
through digital health [Internet]. Geneva, Switzerland: WHO; Juli 2019 [Updated 9 Juli
2019; diakses pada 15 Desember 2019]. Diakses dari: https://www.who.int/news-
room/detail/09-07-2019-strengthening-health-workers-capacities-through-digital-health
5. World Health Organization. WHO Global Forum Medical Devices : context, outcomes,
future actions [Internet]. 2011 [diakses pada 13 Desember 2019]:p76. Diunduh dari:
https://apps.who.int/iris/handle/10665/70668
6. World Health Organization. WHA60.29 on Health Technologies [Internet]. Mei 2007
[diakses pada 13 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://www.who.int/healthsystems/WHA60_29.pdf
7. World Health Organization. National Policy on Health Technology [Internet]. Mei 2007
[diakses pada 15 Desember 2019]:p. 22–7. Diunduh dari:
https://www.who.int/medical_devices/policies/3_1.pdf?ua=1
8. Ministry of Social Affairs and Health in Finland. Health in All Policies: training manual
[Internet]. 2006 [diakses pada 13 Desember 2019]:p1–271. Diunduh dari:
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0003/109146/E89260.pdf
9. Deloitte Indonesia, Bahar Law Firm. 21st Century Health Care Challenges : A Connected
Health Approach: Megatrends in Health Care [Internet]. Indonesia; Deloitte; 2019 [diakses
pada 15 Desember 2019] Diunduh dari: https://www2.deloitte.com/id/en/pages/life-sciences-
and-healthcare/articles/ehealth-publication-Indonesia.html
10. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI. Satu Data Kesehatan untuk
Indonesia Memudahkan Akses Pelayanan Kesehatan. 2019. [Internet]. 2019 [diakses pada 16
Desember 2019]. Diunduh dari:
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/19101700001/satu-data-kesehatan-untuk-
indonesia-memudahkan-akses-pelayanan-kesehatan.html
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penerapan SIKDA Generik Modul Puskesmas
[Internet]. Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat; 2019 [diakses pada 18
Desember 2019]. Diunduh dari: https://dinkes.kalbarprov.go.id/wp-
content/uploads/2019/03/PENERAPAN-SIKDA-GENERIK-MODUL-Puskesmas.pdf
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Workshop Integrasi SIKDA Generik versi 1.4 -
P-Care [Internet]. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 25 Juli 2017 [Updated 25 Juli 2017; diakses pada 18 Desember 2019]. Diunduh
dari: https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/17073100001/workshop-integrasi-sikda-
generik-versi-1-4---p-care.html
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2014 [diakses pada 16 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://kesmas.kemkes.go.id/perpu/konten/permenkes/pmk-no-75-th-2014-ttg-puskesmas
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 31 Tahun
2019 Tentang Sistem Informasi Puskesmas [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2019 [diakses pada 18 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/19091300001/pmk-no-31-tahun-2019-tentang-
sistem-informasi-puskesmas.html
15. Sibuea F. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan. Sistem Informasi Puskesmas (SIP)
[Internet]. 2016 [diakses pada 18 Desember 2019]:hal 22-29. Diunduh dari:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-SIK-
2016.pdf
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia Health Facilities Finder (iHeFF)
[Internet]. Jakarta: Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan; 2019 [diakses pada 18
Desember 2019]. Diunduh dari: https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-
terkini/rakerkesnas-2019/SESI%20I/Kelompok%206/2-Indonesia-Health-Facilities-Finder-
iHeFF.pdf
17. Sekretariat Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Laporan
Tahunan Dirjen Aplikasi Informatika 2017 [Internet]. 2017 [diakses pada 16 Desember
2019]. Diunduh dari: https://www.kominfo.go.id/content/detail/13844/laporan-tahunan-
direktorat-jenderal-aplikasi-informatika-2017/0/laporan_tahunan
18. Khasanah L, Widodo AP, Agushybana F. Pengembangan Sistem Pengumpulan Data
Imunisasi Terpadu Elektronik untuk Mendukung Evaluasi Program Imunisasi Di Dinas
Kesehatan Kabupaten Brebes [Internet]. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia Volume 5
Nomor 3;2017 [diakses pada 17 Desember 2019] Diunduh dari:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jmki/article/download/16195/15056
19. Anita DS, Prabawati I. Pelayanan Prima Program SAGASIH (Sapa Keluarga dengan Kasih)
di Puskesmas Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro [Internet]. Jurnal Online
Program Studi S-1 Ilmu Administrasi Negara - Fakultas Ilmu Sosial UNESA Vol 6 no
4;2018 [diakses pada 17 Desember 2019]. Diunduh dari:
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/publika/article/view/23157
20. Bagian Komunikasi Publik Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, BSSN. CIIP-ID Summit
2019; Perlindungan Infrastruktur Kritis Di Era Digital [Internet]. 2019 [diakses pada 16
Desember 2019]. Diunduh dari: https://bssn.go.id/ciip-id-summit-2019-perlindungan-
infrastruktur-kritis-di-era-digital/
21. Presiden Resmikan Proyek Palapa Ring, Misi Pemerintah Satukan Indonesia Lewat Internet
Tercapai [Internet]. 2019. [diakses pada 16 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://kominfo.go.id/content/detail/22170/presiden-resmikan-proyek-palapa-ring-misi-
pemerintah-satukan-indonesia-lewat-internet-tercapai/0/artikel_gpr
22. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan
Kesehatan [Internet]. 2019 [diakses pada 19 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk202019.pdf
23. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 90
Tahun 2015 Tentang Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Kawasan Terpencil Dan Sangat Terpencil [Internet]. 2015 [diakses pada 20
Desember 2019]. Diunduh dari:
https://persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk902015.pdf
24. Savithri, Y. Kebijakan Pelayanan Kesehatan ERA Jaminan Kesehatan Nasional. In:
INAHEA 5th; 2018 Nov 2. Jakarta [Internet]. 2018 [diakses pada 20 Desember 2019].
Diunduh dari: http://www.inahea.org/wp-content/uploads/2018/11/PAPARAN-BU-YOUT-
INAHEA.pdf
25. Handiwidjojo W. Rekam Medis Elektronik. Jurnal EKSIS [Internet]. 2009 [diakses pada 22
Desember 2019] 02(01): p36-41. Diunduh dari:
https://media.neliti.com/media/publications/79132-ID-rekam-medis-elektronik.pdf
26. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008
Tentang Rekam Medis [Internet]. 2008 [diakses pada 22 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://ngada.org/menkes269-2008.htm
27. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Draft Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
[Internet]. 2017 [diakses pada 18 Desember 2019]. Diunduh dari:
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/manajemen_mutu/data/snars_edisi1.pdf?opwvc=1
28. Fuad A. Inovasi dan Pemanfaatan Teknologi Digital Bidang Kesehatan [Internet]. 2019
[diakses pada 23 Desember 2019]. Diunduh dari:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas-2019/SESI
%20II/Kelompok%202/2-Inovasi-dan-Pemanfaatan-Teknologi-Digital-Bidang-
Kesehatan.pdf
29. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 tentang Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit [Internet]. 2013 [diakses pada 23 Desember 2019].
Diunduh dari: https://www.kemhan.go.id/itjen/wp-content/uploads/2017/03/bn87-2014.pdf.
30. Bustomi A. Makalah Arsitektur Informasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) [Internet]. 2016 [diakses pada 14 November 2019]. Diunduh dari:
http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id/FTI/tugas_doc_20161/2015/15112089-
TIF40_P_4-Ahmad%20Bustomi%20-%2015112089%20-%20MAKALAH%20ARumah
SakitITEKTUR%20TEKNOLOGI%20INFORMASI.pdf
31. Kementerian Kesehatan RI. Percepatan Pengembangan Sistem Informasi Rawat Inap Rumah
Sakit Untuk Masyarakat Indonesia [Internet]. 2018 [diakses pada 20 Desember 2020].
Diunduh dari: https://docplayer.info/57699475-Rumah-sakit-untuk-masyarakat-
indonesia.html
32. Rizkiyani I., dkk. Pemanfaatan Teknologi Telehealth pada Perawat di Layanan Homecare
[Internet]. Jakarta; Researchgate:2018 [diakses pada 8 November 2020]. Diunduh dari:
https://www.researchgate.net/publication/332638810
INDEKS

A
accounting
administrasi
akurasi
akurat
apotik
arsitektur
assessment
B
back office
bed
biaya
big data
biometrik
budgeting
C
confidentiality
Cyber security
D
data
decision maker
diagnosis
digital
diskriminasi
dokter
duplikasi
E
efektifitas
efisiensi
e-Form
e-government
e-Healthcare Information Management and Support Services
eksternal
elektronik
enkripsi
equipment
evolusi
F
faktor
fasilitas
faskes
finansial
front office
H
hardware
health direct
i-Heff
implementasi
informasi
infrastruktur
input
intelligent building
internal
K
kabel
keamanan
kemenkes
kesehatan digital
klaim
komputasi awan
komputer
komunikasi
konsentrasi
konsultan
konsultasi
koordinasi
kredensial
M
malpraktik
manajemen
manfaat
manual
medical devices
medicare
mutakhir
N
National Telemedicine Guideline
Nawacita
networking
O
objective
operasional
P
paripurna
Palapa Ring
pasien
Pcare
penagihan
pencegahan
peraturan pemerintah
Permenkes
plan
privacy
program
promosi
Puskesmas
R
rekam medis
resep
revolusi industri 4.0
S
satu data
sidik jari
SIKDA Generik
Smart city
software
stakeholder
subjective
supply chain management
T
tantangan
teknologi
telehealth
Telemedicine
teleradiologi
teleelektrokardiografi
teleultrasonografi
telekonsultasi
tol langit
U
undang-undang
user
V
virtual
DAFTAR PENULIS
BAB Penulis Jabatan No.HP Email
VIII. Kebijakan dr.Niken CEO 0817794021 mine266nsa@gmail.co
Kesehatan Sasanti Ardi m
PT.Lapisan
Masyarakat Di
Proteksi Indonesia
Era Revolusi
dr.Reli Change 087878609070 religiusman@gmail.com
Industri 4.0
Giusman Management
Officer. PT.
Medikaloka
Hermina Tbk
Rianti 08118899922 riantimaria@yahoo.com
Merviane
Erungan
SKM, MBA,
Dmin
dr. Septian Dokter Umum. 082262532005 septian.saraslina@gmail
Saraslina Rumah Sakit .com
Ekawati Yadika Pondok
Bambu Jakarta
drg. Yuki Kepala Instalasi 0811187068 yuki.melati@gmail.com
Melati Penunjang Medik
Indriana Klinis. Rumah
Sakit Adhyaksa
Jakarta
Dr. Fitri Dwi Kepala Instalasi 082169900945 dr.fitri.dwianggraini@g
Anggraini Gawat Darurat mail.com
Rumah Sakit
Petukangan
Jakarta
dr. Rafika Manajer Pelayanan 081296806203 pikayona@gmail.com
Stany Medis Rumah
Yonathan Sakit Vania
apt. Zahra Manajer 087898772559 zahrakesturi@gmail.co
Kesturi Penunjang Medis m
Rifandari, S. Rumah Sakit Ibu
Farm. dan Anak Sam
Marie Basra

Anda mungkin juga menyukai