JMP Online
Vol 2, No. 4, 404-415.
Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2018 Kresna BIP.
e-ISSN 2550-0481
URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com
p-ISSN 2614-7254
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kampanye “Go To Sea” yang dicanangkan oleh International Maritime
Organization (IMO) sejak tahun 2008 dan digaungkan kembali pada tahun 2010, telah
mendongkrak pendidikan kepelautan di Indonesia. Hal ini terlihat dari tingginya minat
lulusan Sekolah Menengah Atas untuk melanjutkan studi di pendidikan tinggi
kepelautan. Peningkatan minat tersebut juga didorong oleh pencanangan program
Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk membangkitkan kembali
kejayaan Indonesia sebagai poros maritim.
Seiring dengan peningkatan minat tersebut, maka harus diiringi pula dengan
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan (diklat) kepelautan. Salah satu
perubahan yang signifikan yaitu dengan diberlakukannya kewajiban memiliki
simulator di setiap lembaga diklat kepelautan. Hal itu sejalan dengan ketentuan
Internasional yang tertuang dalam Seafarers’ Training, Certification, and
Watchkeeping (STCW) Code 1978 beserta amandemennya, khususnya pada Section A-
I/12 tentang standar pemakaian simulator sebagai sarana pembelajaran dan pengujian.
Namun, terlepas dari sekedar sebuah kewajiban memenuhi ketentuan, tentu akademi
pelayaran sebagai pendidikan vokasi memiliki kewajiban untuk mencetak lulusan yang
siap diserap oleh dunia kerja. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki lulusan harus sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Adapun kompetensi yang
diharuskan bagi seorang lulusan akademi pelayaran, dalam hal ini dari program studi
Nautika, dikelompokkan ke dalam empat fungsi yaitu navigation, cargo handling and
stowage, controlling the operation of the ship and care for persons on board, dan
radio communications. Pembelajaran dengan simulator diperlukan untuk seluruh
fungsi. Bahkan mulai akhir tahun 2017, Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP)
Kementerian Perhubungan juga telah melaksanakan ujian keahlian pelaut secara
komprehensif dengan menggunakan simulator. Namun karya tulis ini hanya fokus
membahas pemanfaatan bridge simulator yang memberikan gambaran nyata keadaan
seperti di anjungan sebuah kapal, untuk meningkatkan kompetensi yang tergabung
dalam fungsi navigasi.
Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni) sebagai salah satu lembaga
diklat kepelautan di Indonesia yang telah mendapat Approval dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, juga tidak lepas dari ketentuan penggunaan simulator. Ada banyak
jenis simulator yang kemudian dipasang di Akpelni, antara lain simulator anjungan
kapal, simulator mesin kapal dan beberapa simulator peralatan navigasi lainnya.
Simulator-simulator tersebut digunakan untuk menunjang proses pembelajaran tujuh
fungsi di dalam STCW Code. Tentu harapannya dengan belajar di simulator, maka
mahasiswa (selanjutnya disebut taruna) akan memiliki pengetahuan dan keterampilan
sebagaimana yang dipersyaratkan. Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan,
betulkah pembelajaran dengan pendekatan dunia kerja yang disimulasikan tersebut,
akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Untuk itulah
diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif terkait dengan pemanfaatan simulator
dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan taruna sehingga kemudian akan
didapatkan sebuah masukan yang bermanfaat bagi pengembangan lembaga diklat
kepelautan di Indonesia.
Rumusan Masalah
Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan agar pembahasan lebih fokus, maka
penulis membatasi ruang lingkup hanya pada fungsi navigasi dengan menggunakan
simulator anjungan kapal dan dilaksanakan di Akpelni. Sementara itu, berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang ada dirumuskan dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana pemanfaatan simulator dalam pembelajaran di Akpelni?
b. Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan
taruna pada fungsi navigasi?
c. Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan keterampilan
taruna pada fungsi navigasi?
Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan bridge simulator dalam pembelajaran
di Akpelni.
2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan
pengetahuan taruna pada fungsi navigasi.
3) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan
keterampilan taruna pada fungsi navigasi.
Manfaat Penelitian
1) Bagi lembaga diklat kepelautan, setelah membaca tulisan ini akan semakin mengerti
tentang pentingnya mengoptimalkan pembelajaran dengan menggunakan simulator
agar dicapai hasil yang maksimal.
2) Bagi pembaca di luar kalangan insan maritim, penulisan ini diharapkan membuka
wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan yang lebih mengedepankan proses
pemahaman dan keterampilan lulusan.
3) Bagi penulis, penulisan ini merupakan sarana untuk pengembangan keilmuan
khususnya dalam menuangkan ide kreatif secara ilmiah.
KAJIAN PUSTAKA
Pengetahuan, keterampilan, dan perilaku adalah tiga elemen penting dalam
sebuah pembelajaran. Ketiganya harus dapat diwujudkan dalam sebuah program
pembelajaran yang efektif. Pada diklat kepelautan diketahui telah banyak metode yang
digunakan untuk mencapai hal tersebut. Namun, seiring dengan perkembangan
teknologi, maka penggunaan teknologi di dalam proses pembelajaran tidak dapat
dielakkan lagi, termasuk pemanfaatan teknologi simulator.
Seorang perwira pelayaran niaga yang kompeten harus mampu melaksanakan
serangkaian tugas baik dalam operasional kapal secara normal maupun dalam situasi
yang tidak diperkirakan sebelumnya. Dia harus mampu mengambil keputusan yang
tepat, membuat skala prioritas, dan bekerjasama dalam tim secara efektif. Hal tersebut
memerlukan lingkungan belajar yang mampu mewujudkan situasi sebagaimana pada
keadaan sesungguhnya. Oleh karena itulah, pemakaian simulator dinilai tepat untuk
menyediakan model pembelajaran dimana ketiga elemen pembelajaran dapat
diintegrasikan melalui sebuah pengalaman belajar.
Menurut modul IMO Model Course 6.10 (2012), setidaknya ada empat elemen
yang saling terkait dalam pembelajaran dengan simulator. Keempat elemen itu adalah
peralatan simulator, program pelatihan, peserta didik, dan instruktur. Keempat elemen
tersebut saling tergantung satu dengan yang lain sehingga proses pembelajaran di
simulator perlu dipersiapkan dengan baik agar hasilnya maksimal. Simulator sendiri
adalah sebuah sarana yang mendekati replica asli dari peralatan, sistem, fenomena,
atau proses, yang pada umumnya dilengkapi dengan sebuah model matematika atau
algoritma. Simulator disiapkan dengan kondisi awal yang memungkinkan terjadinya
sebuah prediksi, visualisasi, dan pengontrolan seiring dengan perubahan waktu serta
mudah dilakukan penyesuaian kondisi dan parameter. Simulator telah digunakan pada
berbagai konteks seperti simulasi teknologi untuk optimasi kinerja, rekayasa
keselamatan, pengetesan, pelndidikan dan pelatihan, serta permainan. Pemanfaatan
simulator kapal untuk mendemonstrasikan kompetensi dijelaskan pada STCW 2010
sebagai salah satu metode penilaian. Untuk itu, penggunaan simulator harus mendapat
pengesahan (Approval) dari Administration selaku pihak yang berwenang.
Sebuah simulator apapun jenisnya, minimal memiliki 3 area penting, yaitu : 1)
Server Station; 2) Instructor Station; dan 3) Trainee Station. Berdasarkan International
Marine Simulators Forum (IMSF), pembagian jenis simulator adalah sebagai berikut :
a. Jenis simulator berdasarkan fungsi dasarnya, yaitu Bridge Operation, Machinery
Operation, Radio Communication, Liquid Cargo Handling, Dry Cargo and Ballast
Handling, Dynamic Positioning, Safety and Security, dan VTS Operations. Pada
setiap jenis simulator tersebut, peserta dapat dilatih sesuai dengan materi yang
hendak disampaikan dan kompetensi yang hendak dicapai. Satu dengan yang lain
tidak saling terkait karena memang berbeda jenis.
b. Jenis simulator berdasarkan tingkatan/level kemampuannya, yaitu Class A (Full
Mission), Class B (Multi-Task), Class C (Limited Task), dan Class S (Special Task).
Pada setiap jenis simulator, peserta dapat dilatih secara bertahap mulai dari model
yang paling sederhana dengan hanya mengoperasikan satu perangkat tertentu di
anjungan atau kamar mesin, hingga mengerjakan tugas yang kompleks di simulator
dengan misi lengkap dimana terdapat seluruh perangkat seperti layaknya di kapal.
STCW 1978 beserta amandemennya telah menetapkan standar performa
simulator untuk setiap tingkatan kompetensi dan tanggung jawab, baik level
manajemen, operasional, maupun pendukung/ support. Tabel kompetensi pada STCW
telah menjelaskan secara detail pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai
serta metode dan kriteria untuk membuktikannya. Pada kolom metode, simulator
adalah salah satu yang disebutkan sebagai metode untuk mendemonstrasikan
kompetensi. Untuk memenuhi standar tersebut, maka ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi antara lain :
a. Simulator harus memiliki model untuk minimal 10 jenis kapal yang berkarakteristik
sesuai dengan kapal sesungguhnya, baik itu ukuran, tenaga, dan gerakan realistis
sesuai dengan efek hidrodinamika akibat pengaruh angin, arus, dan alun. Tipe yang
direkomendasikan adalah Bulk Carriers Handy Size dan Panamax Size,
Containership, Coaster, Ro-Ro/Car Carrier, Tanker, Super Tanker, dan Very Large
Crude Carrier.
b. Simulator harus mampu menampilkan setidaknya 20 target kapal yang berbeda tipe.
Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan
simulator dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salman (2013)
dalam disertasinya di World Maritime University menyatakan pentingnya
penggunakan simulator untuk meningkatkan kompetensi para Nakhoda dan perwira
jaga. Simulator sebagai sarana pembelajaran memiliki beberapa keuntungan untuk
mengajarkan keadaan riil seperti navigasi dalam berbagai kondisi cuaca, belajar
menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, serta meminimalkan terjadinya
kesalahan operasional di kapal. Perkovic dkk (2013) menyatakan bahwa penggunaan
simulasi maritim yang terintegrasi dapat digunakan untuk menghadirkan keadaan nyata
yang mungkin terjadi di laut ke dalam proses pembelajaran, misalnya bagaimana
mengolah gerak dan mengendalikan kapal saat terjadi pencemaran atau polusi di laut.
Hontvedt (2014) dalam thesis doktoralnya di University of Oslo memaparkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa simulator sangat berpotensi untuk menjembatani
antara pendidikan dan dunia kerja. Melalui pembelajaran di simulator, dapat diamati
bagaimana peserta didik berinteraksi satu dengan yang lain saat menghadapi setiap
situasi yang ada sebagaimana dalam keadaan riil.
Namun, bagaimanapun baiknya pembelajaran simulator, tetap ada kelemahan
atau kekurangannya. Sulaiman dkk. (2011) menyebutkan bahwa meskipun pemakaian
simulator itu baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, namun masih ada
keterbatasan pada simulator yang masih perlu dibenahi. Misalnya bawha simulator
perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu agar kualitas
pembelajaran menjadi semakin efektif. Sellberg (2017) menyatakan bahwa penelitian
terkait pelatihan maritim berbasis simulator masih sangat sedikit atau terbatas. Bahkan
penelitian yang sudah adapun memiliki sedikit sekali data empiris sebagai pendukung.
Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan simulator sangat
menguntungkan tersebut, belum banyak diimplementasikan. Sehingga hal ini masih
menyimpan potensi risiko keselamatan bagi dunia industri pelayaran, jika
pembelajaran di simulator tidak dilaksanakan dengan kualitas yang tepat.
Berdasarkan dua kelompok penelitian tersebut, menunjukkan bahwa masih ada
research gap yang merupakan peluang bagi dilaksanakannya sebuah penelitian lain
untuk membuktikan bagaimana pemanfaatan pembelajaran dengan menggunakan
simulator, khususnya di Indonesia. Itulah yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian ini, dengan meneliti hasil ujian akhir peserta pelatihan simulator di kampus
Akpelni Semarang.
METODE PENELITIAN
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Analisis data penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai
dengan Januari 2018.
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji validitas sebagaimana tampak pada tabel 1 dan 2, dapat
dilihat bahwa instrumen pengujian, dalam hal ini soal tes tertulis dan soal ujian praktek
merupakan alat uji yang valid. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai KMO-MSA sebesar
0.592 (lebih besar dari 0.5) dan nilai loading factor/component matrix yang lebih besar
dari 0.4.
Berdasarkan hasil pengujian deskriptif statistik sebagaimana disajikan pada
tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada tes tertulis atau ujian teori selalu
lebih baik daripada ujian praktek. Jika kriteria kelulusan menggunakan passing grade
dari Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP), dimana nilai diatas 70 dapat dinyatakan
lulus, maka taruna Akpelni memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi secara
keterampilan masih harus ditingkatkan karena secara rerata belum mencapai standar
minimal.
Jika dilihat sepintas dari tren antara kedua tahun tersebut, maka nilai tahun
akademik 2016/2017 pada ujian teori lebih baik daripada tahun akademik 2015/2016.
Sedangkan pada nilai ujian praktek justru mengalami sedikit penurunan. Hal ini bisa
dilihat pada nilai rerata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang sering muncul
(mode). Namun, kita tidak bisa serta-merta mengatakan demikian, jika dilihat dari nilai
terendah dan tertingginya. Tampak bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan
terutama pada nilai terendah. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa tingkat
pemahaman dan keterampilan taruna dalam bernavigasi sudah cukup baik dan terus
meningkat. Namun, pada sebagian besar taruna masih ditemui kelemahan pada
penguasaan materi khususnya secara praktek. Dari hasil evaluasi selama dua tahun,
dapat disimpulkan bahwa penguasaan secara teori atau pengetahuan taruna usai
mengikuti pembelajaran dengan simulator dinilai sudah cukup baik, permasalahannya
4. Motivasi Taruna
Lepas dari seluruh kesiapan faktor pendukung, motivasi taruna merupakan faktor
yang tidak dapat dilupakan. Taruna harus dikondisikan benar-benar siap belajar dan
berlatih, bukan sedang memasuki area permainan. Motivasi mereka untuk
menguasai kompetensi yang harus dimiliki harus ditumbuhkan setiap saat sehingga
ada antusiasme yang tinggi saat belajar dengan menggunakan simulator.
Saran
Perlu peningkatan pada faktor yang ikut berperan yaitu instruktur dan teknisi,
kesiapan teknis alat simulator, kurikulum dan skenario, serta motivasi taruna. Keempat
faktor tersebut harus dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui besarnya peranan
masing-masing terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan taruna dalam
bernavigasi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yakni hanya dilakukan di Akpelni dan
tidak ada nilai pre-test sebagai pembanding dengan nilai post-test untuk mengukur
peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara lebih akurat. Untuk itu, masih ada
peluang mengembangkan penelitian ini dengan memperluas cakupan area penelitian,
misalnya dengan melihat hasil pembelajaran di simulator pada kampus maritim/
pelayaran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program ISBM SPSS 21, edisi
7, Semarang, BP Universitas Diponegoro.
Hontvedt, M. 2014. Simulations in Maritime Training, A Video Study of the Socio-
Technical Organisation of Ship Simulator Training, Oslo, Department of
Education – Faculty of Educational Sciences.
International Maritime Organization, 2012. Train the Simulator Trainer and Assessor
Model Course 6.10, London, CPI Group (UK) Ltd.
Perkovic, M., Harsch R., Suban V., Vidmar P., Nemec D., Muellenhoff O., & Delgado
L., 2013. ‘The Use of Integrated Maritime Simulation for Education in Real
Time’, ResearchGate/ Pub.228912986, p. 461 – 478.
Salman, A.K.M.D.W. 2013. ‘The Importance of Using Ship Bridge Simulation
Training to Enhance the Competency of Masters and Watch-officers : A Case
Study of the Iraqi Dredging Fleet’, The Maritime Commons : Digital Respository
of the World Maritime University, Sweden, WMU.
Sellberg, C. 2017. ‘Simulators in Bridge Operation Training and Assessment : A
Systematic Review and Qualitative Synthesis’, WMU J Marit Affairs, no. 16, p.
247 – 263.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, CV. Alfabeta.
Sulaiman, O., Saharuddin A.H., Kader A.S.A, 2011, ‘Utilization of Simulation for
Training Enhancement’, International Journals of Humanities and Social
Science, vol. 1 no. 3 p. 204 – 2014.