Anda di halaman 1dari 12

Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No.

4 April (2018) 404-415

JMP Online
Vol 2, No. 4, 404-415.
Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2018 Kresna BIP.
e-ISSN 2550-0481
URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com
p-ISSN 2614-7254

PEMANFAATAN SIMULATOR DALAM MENINGKATKAN


PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN BERNAVIGASI
TARUNA AKADEMI PELAYARAN NIAGA INDONESIA

Cahya Fajar Budi Hartanto


Akademi Pelayaran Niaga Indonesia

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Dikirim : 12 April 2018 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


Revisi pertama : 16 April 2018 pemanfaatan simulator terhadap peningkatan pengetahuan
Diterima : 17 April 2018 dan keterampilan bernavigasi taruna Akpelni. Hipotesis
Tersedia online : 30 April 2018 penelitian ini adalah bahwa pembelajaran dengan
menggunakan simulator dinilai akan meningkatkan
Kata Kunci : Akademi Pelayaran, pengetahuan dan keterampilan taruna dalam bernavigasi.
Navigasi, Simulator Penelitian dilakukan selama dua tahun dengan
mengevaluasi hasil ujian akhir dari program pelatihan
Email : fajar@akpelni.ac.id simulator untuk taruna pada tahun akademik 2015/2016 dan
2016/2017. Untuk menguji pengetahuan, taruna diberikan
soal ujian tertulis dan untuk menguji keterampilan, taruna
harus menyelesaikan skenario di simulator. Dari hasil ujian
tahun akademik 2015/2016 didapatkan nilai rata-rata ujian
teori 70,54 dan ujian praktik 68,85. Sedangkan untuk tahun
akademik 2016/2017 didapatkan nilai rata-rata ujian teori
78,24 dan ujian praktek 68,13. Dari hasil tersebut
disimpulkan bahwa inovasi dalam pendidikan kepelautan
dengan praktek simulator sebagai salah satu model
pembelajaran adalah sangat baik, namun proses
pembelajaran di kelas dengan sistem konvensional masih
tetap diperlukan karena memegang peranan sekitar 22 –
32%.

Cahya Fajar Budi Hartanto 404


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kampanye “Go To Sea” yang dicanangkan oleh International Maritime
Organization (IMO) sejak tahun 2008 dan digaungkan kembali pada tahun 2010, telah
mendongkrak pendidikan kepelautan di Indonesia. Hal ini terlihat dari tingginya minat
lulusan Sekolah Menengah Atas untuk melanjutkan studi di pendidikan tinggi
kepelautan. Peningkatan minat tersebut juga didorong oleh pencanangan program
Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk membangkitkan kembali
kejayaan Indonesia sebagai poros maritim.
Seiring dengan peningkatan minat tersebut, maka harus diiringi pula dengan
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan (diklat) kepelautan. Salah satu
perubahan yang signifikan yaitu dengan diberlakukannya kewajiban memiliki
simulator di setiap lembaga diklat kepelautan. Hal itu sejalan dengan ketentuan
Internasional yang tertuang dalam Seafarers’ Training, Certification, and
Watchkeeping (STCW) Code 1978 beserta amandemennya, khususnya pada Section A-
I/12 tentang standar pemakaian simulator sebagai sarana pembelajaran dan pengujian.
Namun, terlepas dari sekedar sebuah kewajiban memenuhi ketentuan, tentu akademi
pelayaran sebagai pendidikan vokasi memiliki kewajiban untuk mencetak lulusan yang
siap diserap oleh dunia kerja. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki lulusan harus sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Adapun kompetensi yang
diharuskan bagi seorang lulusan akademi pelayaran, dalam hal ini dari program studi
Nautika, dikelompokkan ke dalam empat fungsi yaitu navigation, cargo handling and
stowage, controlling the operation of the ship and care for persons on board, dan
radio communications. Pembelajaran dengan simulator diperlukan untuk seluruh
fungsi. Bahkan mulai akhir tahun 2017, Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP)
Kementerian Perhubungan juga telah melaksanakan ujian keahlian pelaut secara
komprehensif dengan menggunakan simulator. Namun karya tulis ini hanya fokus
membahas pemanfaatan bridge simulator yang memberikan gambaran nyata keadaan
seperti di anjungan sebuah kapal, untuk meningkatkan kompetensi yang tergabung
dalam fungsi navigasi.
Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni) sebagai salah satu lembaga
diklat kepelautan di Indonesia yang telah mendapat Approval dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, juga tidak lepas dari ketentuan penggunaan simulator. Ada banyak
jenis simulator yang kemudian dipasang di Akpelni, antara lain simulator anjungan
kapal, simulator mesin kapal dan beberapa simulator peralatan navigasi lainnya.
Simulator-simulator tersebut digunakan untuk menunjang proses pembelajaran tujuh
fungsi di dalam STCW Code. Tentu harapannya dengan belajar di simulator, maka
mahasiswa (selanjutnya disebut taruna) akan memiliki pengetahuan dan keterampilan
sebagaimana yang dipersyaratkan. Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan,
betulkah pembelajaran dengan pendekatan dunia kerja yang disimulasikan tersebut,
akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Untuk itulah
diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif terkait dengan pemanfaatan simulator
dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan taruna sehingga kemudian akan
didapatkan sebuah masukan yang bermanfaat bagi pengembangan lembaga diklat
kepelautan di Indonesia.

Cahya Fajar Budi Hartanto 405


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

Rumusan Masalah
Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan agar pembahasan lebih fokus, maka
penulis membatasi ruang lingkup hanya pada fungsi navigasi dengan menggunakan
simulator anjungan kapal dan dilaksanakan di Akpelni. Sementara itu, berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang ada dirumuskan dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana pemanfaatan simulator dalam pembelajaran di Akpelni?
b. Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan
taruna pada fungsi navigasi?
c. Seberapa besar pengaruh penggunaaan simulator dalam meningkatkan keterampilan
taruna pada fungsi navigasi?

Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan bridge simulator dalam pembelajaran
di Akpelni.
2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan
pengetahuan taruna pada fungsi navigasi.
3) Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan simulator dalam meningkatkan
keterampilan taruna pada fungsi navigasi.

Manfaat Penelitian
1) Bagi lembaga diklat kepelautan, setelah membaca tulisan ini akan semakin mengerti
tentang pentingnya mengoptimalkan pembelajaran dengan menggunakan simulator
agar dicapai hasil yang maksimal.
2) Bagi pembaca di luar kalangan insan maritim, penulisan ini diharapkan membuka
wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan yang lebih mengedepankan proses
pemahaman dan keterampilan lulusan.
3) Bagi penulis, penulisan ini merupakan sarana untuk pengembangan keilmuan
khususnya dalam menuangkan ide kreatif secara ilmiah.

KAJIAN PUSTAKA
Pengetahuan, keterampilan, dan perilaku adalah tiga elemen penting dalam
sebuah pembelajaran. Ketiganya harus dapat diwujudkan dalam sebuah program
pembelajaran yang efektif. Pada diklat kepelautan diketahui telah banyak metode yang
digunakan untuk mencapai hal tersebut. Namun, seiring dengan perkembangan
teknologi, maka penggunaan teknologi di dalam proses pembelajaran tidak dapat
dielakkan lagi, termasuk pemanfaatan teknologi simulator.
Seorang perwira pelayaran niaga yang kompeten harus mampu melaksanakan
serangkaian tugas baik dalam operasional kapal secara normal maupun dalam situasi
yang tidak diperkirakan sebelumnya. Dia harus mampu mengambil keputusan yang
tepat, membuat skala prioritas, dan bekerjasama dalam tim secara efektif. Hal tersebut
memerlukan lingkungan belajar yang mampu mewujudkan situasi sebagaimana pada
keadaan sesungguhnya. Oleh karena itulah, pemakaian simulator dinilai tepat untuk
menyediakan model pembelajaran dimana ketiga elemen pembelajaran dapat
diintegrasikan melalui sebuah pengalaman belajar.

Cahya Fajar Budi Hartanto 406


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

Menurut modul IMO Model Course 6.10 (2012), setidaknya ada empat elemen
yang saling terkait dalam pembelajaran dengan simulator. Keempat elemen itu adalah
peralatan simulator, program pelatihan, peserta didik, dan instruktur. Keempat elemen
tersebut saling tergantung satu dengan yang lain sehingga proses pembelajaran di
simulator perlu dipersiapkan dengan baik agar hasilnya maksimal. Simulator sendiri
adalah sebuah sarana yang mendekati replica asli dari peralatan, sistem, fenomena,
atau proses, yang pada umumnya dilengkapi dengan sebuah model matematika atau
algoritma. Simulator disiapkan dengan kondisi awal yang memungkinkan terjadinya
sebuah prediksi, visualisasi, dan pengontrolan seiring dengan perubahan waktu serta
mudah dilakukan penyesuaian kondisi dan parameter. Simulator telah digunakan pada
berbagai konteks seperti simulasi teknologi untuk optimasi kinerja, rekayasa
keselamatan, pengetesan, pelndidikan dan pelatihan, serta permainan. Pemanfaatan
simulator kapal untuk mendemonstrasikan kompetensi dijelaskan pada STCW 2010
sebagai salah satu metode penilaian. Untuk itu, penggunaan simulator harus mendapat
pengesahan (Approval) dari Administration selaku pihak yang berwenang.
Sebuah simulator apapun jenisnya, minimal memiliki 3 area penting, yaitu : 1)
Server Station; 2) Instructor Station; dan 3) Trainee Station. Berdasarkan International
Marine Simulators Forum (IMSF), pembagian jenis simulator adalah sebagai berikut :
a. Jenis simulator berdasarkan fungsi dasarnya, yaitu Bridge Operation, Machinery
Operation, Radio Communication, Liquid Cargo Handling, Dry Cargo and Ballast
Handling, Dynamic Positioning, Safety and Security, dan VTS Operations. Pada
setiap jenis simulator tersebut, peserta dapat dilatih sesuai dengan materi yang
hendak disampaikan dan kompetensi yang hendak dicapai. Satu dengan yang lain
tidak saling terkait karena memang berbeda jenis.
b. Jenis simulator berdasarkan tingkatan/level kemampuannya, yaitu Class A (Full
Mission), Class B (Multi-Task), Class C (Limited Task), dan Class S (Special Task).
Pada setiap jenis simulator, peserta dapat dilatih secara bertahap mulai dari model
yang paling sederhana dengan hanya mengoperasikan satu perangkat tertentu di
anjungan atau kamar mesin, hingga mengerjakan tugas yang kompleks di simulator
dengan misi lengkap dimana terdapat seluruh perangkat seperti layaknya di kapal.
STCW 1978 beserta amandemennya telah menetapkan standar performa
simulator untuk setiap tingkatan kompetensi dan tanggung jawab, baik level
manajemen, operasional, maupun pendukung/ support. Tabel kompetensi pada STCW
telah menjelaskan secara detail pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai
serta metode dan kriteria untuk membuktikannya. Pada kolom metode, simulator
adalah salah satu yang disebutkan sebagai metode untuk mendemonstrasikan
kompetensi. Untuk memenuhi standar tersebut, maka ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi antara lain :
a. Simulator harus memiliki model untuk minimal 10 jenis kapal yang berkarakteristik
sesuai dengan kapal sesungguhnya, baik itu ukuran, tenaga, dan gerakan realistis
sesuai dengan efek hidrodinamika akibat pengaruh angin, arus, dan alun. Tipe yang
direkomendasikan adalah Bulk Carriers Handy Size dan Panamax Size,
Containership, Coaster, Ro-Ro/Car Carrier, Tanker, Super Tanker, dan Very Large
Crude Carrier.
b. Simulator harus mampu menampilkan setidaknya 20 target kapal yang berbeda tipe.

Cahya Fajar Budi Hartanto 407


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

c. Simulator harus memiliki minimal 8 area geografis internasional termasuk laut


terbuka dan area dengan lalu lintas pelayaran yang padat. Area yang
direkomendasikan adalah Dover Straits, Singapore Straits, Malacca Straits,
Gibraltar Straits, Approaches to New York, Approaches to Rotterdam/ Flushing,
Bisan Seto/ Kanmon Kaikyo, St. Lawrence River, Entrance to Mississipi River/
approaches to Houston, dan Open Sea.
Selain itu, ada spesifikasi teknis yang harus dipenuhi yaitu terkait dengan
visualisasi, kemampuan simulator, ruang kemudi/anjungan kapal, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah kemampuan instruktur dalam mengoperasikan atau mengendalikan
simulator.
Lebih jauh, STCW Code, Section A-1/12 menyebutkan bahwa seluruh pihak
terkait di dalam proses pembelajaran harus memastikan bahwa simulator yang
digunakan harus memenuhi kriteria agar dapat memenuhi tujuan pembelajaran dan/
atau pengujian. STCW memungkinkan pemanfaatan simulator sebagai sarana
pembelajaran dan pengujian, tepatnya pada :
a. Regulation-I/6 – Training and Assessment
Regulasi ini meminta seluruh pihak memastikan pembelajaran dan pengujian pelaut
sesuai dengan STCW Code A dan semua instruktur serta asesor memiliki
kualifikasi dan kompeten melaksanakan tugasnya.
b. Section A-I/6 – Training and Assessment (Mandatory)
Bagian ini mensyaratkan bahwa jika pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan simulator, maka instruktur yang terlibat harus sudah menerima
petunjuk teknis pemakaian simulator dan memiliki cukup pengalaman
menggunakan simulator pada jenis yang dipakai. Demikian juga jika asesmen
dilakukan dengan simulator, maka asesor haruslah orang yang berpengalaman
menguji dengan simulator.
c. Section B-I/6 – Guidance regarding Training and Assessment
Bagian ini memberikan petunjuk tentang bagaimana memenuhi kewajiban pada
Code A dengan memberikan IMO Model Course.
d. Regulation-I/12 – Use of Simulators
Regulasi ini merupakan landasan hukum bagi standar simulator yang digunakan
dalam pembelajaran dan pengujian serta proses sertifikasi.
e. Section A-I/12 – Standards governing the Use of Simulators (Mandatory)
Bagian ini terdiri dari 2 sub-bagian, yakni sub-bagian 1, mengatur tentang standar
performa simulator yang dapat digunakan untuk pembelajaran dan pengujian, serta
sub-bagian 2, mengatur tentang diskusi dan persiapan para instruktur dan asesor
sebelum menggunakan simulator, termasuk desain dan uji coba scenario latihan
sebelum dipakai.
f. Section B-I/12 – Guidance regarding Use of Simulators
Bagian ini berisi panduan penggunaan simulator Radar/ARPA untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Beberapa pelatihan yang dapat dilakukan adalah Team
Training, Operator Training, Decision Training, Procedure Training, Maintenance
Training, Trouble Shooting, Special Operations.
Adapun tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran dengan
simulator adalah : 1) briefing; 2) planning; 3) simulation exercise; dan diakhiri

Cahya Fajar Budi Hartanto 408


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

dengan 4) debriefing. Diharapkan dengan metode pelatihan yang tepat, akan


dihasilkan pula perwira pelaut yang handal dan profesional.

Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan
simulator dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salman (2013)
dalam disertasinya di World Maritime University menyatakan pentingnya
penggunakan simulator untuk meningkatkan kompetensi para Nakhoda dan perwira
jaga. Simulator sebagai sarana pembelajaran memiliki beberapa keuntungan untuk
mengajarkan keadaan riil seperti navigasi dalam berbagai kondisi cuaca, belajar
menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, serta meminimalkan terjadinya
kesalahan operasional di kapal. Perkovic dkk (2013) menyatakan bahwa penggunaan
simulasi maritim yang terintegrasi dapat digunakan untuk menghadirkan keadaan nyata
yang mungkin terjadi di laut ke dalam proses pembelajaran, misalnya bagaimana
mengolah gerak dan mengendalikan kapal saat terjadi pencemaran atau polusi di laut.
Hontvedt (2014) dalam thesis doktoralnya di University of Oslo memaparkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa simulator sangat berpotensi untuk menjembatani
antara pendidikan dan dunia kerja. Melalui pembelajaran di simulator, dapat diamati
bagaimana peserta didik berinteraksi satu dengan yang lain saat menghadapi setiap
situasi yang ada sebagaimana dalam keadaan riil.
Namun, bagaimanapun baiknya pembelajaran simulator, tetap ada kelemahan
atau kekurangannya. Sulaiman dkk. (2011) menyebutkan bahwa meskipun pemakaian
simulator itu baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, namun masih ada
keterbatasan pada simulator yang masih perlu dibenahi. Misalnya bawha simulator
perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu agar kualitas
pembelajaran menjadi semakin efektif. Sellberg (2017) menyatakan bahwa penelitian
terkait pelatihan maritim berbasis simulator masih sangat sedikit atau terbatas. Bahkan
penelitian yang sudah adapun memiliki sedikit sekali data empiris sebagai pendukung.
Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan simulator sangat
menguntungkan tersebut, belum banyak diimplementasikan. Sehingga hal ini masih
menyimpan potensi risiko keselamatan bagi dunia industri pelayaran, jika
pembelajaran di simulator tidak dilaksanakan dengan kualitas yang tepat.
Berdasarkan dua kelompok penelitian tersebut, menunjukkan bahwa masih ada
research gap yang merupakan peluang bagi dilaksanakannya sebuah penelitian lain
untuk membuktikan bagaimana pemanfaatan pembelajaran dengan menggunakan
simulator, khususnya di Indonesia. Itulah yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian ini, dengan meneliti hasil ujian akhir peserta pelatihan simulator di kampus
Akpelni Semarang.

METODE PENELITIAN
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Analisis data penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai
dengan Januari 2018.

Cahya Fajar Budi Hartanto 409


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

Prosedur Pengumpulan Data


Sumber data pada penelitian ini adalah sumber data primer yaitu langsung dari
taruna yang telah menyelesaikan proses pembelajaran bridge simulator pada semester–
IV. Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengambil langsung nilai hasil ujian
simulator pada akhir tahun akademik 2015/2016 dan 2016/2017. Ujian simulator
dilakukan dengan dua metode yaitu ujian tulis dan ujian praktek di simulator.

Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh taruna program studi Nautika yang
masuk Akpelni tahun 2014 dan 2015, atau di Akpelni disebut dengan sebutan angkatan
50 dan 51. Angkatan 50 mengikuti ujian simulator di akhir tahun akademik 2015/2016,
sedangkan angkatan 51 di akhir tahun akademik 2016/2017. Dikarenakan jumlah
taruna Nautika angkatan 50 sebanyak 185 dan angkatan 51 sebanyak 180, maka
diambil metode sampel jenuh, dimana data diambil dari keseluruhan populasi
(Sugiyono, 2010).

Teknik Analisis Data


a. Uji Kualitas Instrumen
Uji kualitas instrumen diperlukan untuk memastikan bahwa instrumen penelitian
memiliki validitas sebagai alat uji. Analisis faktor yang digunakan adalah metode
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA) dengan nilai >
0,5 dan Loading Factor (Component Matrix) > 0,4 (Ghozali, 2013).
b. Analisis Deskriptif
Analisis ini menggunakan deskripsi variabel dengan penyajian nilai-nilai statistik
yang kemudian ditarik beberapa kesimpulan penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan simulator merk Transas tipe Navi-5000. Simulator
anjungan yang dipasang di Akpelni merupakan simulator kelas A atau Full Mission
Bridge Simulator dengan tampilan visual 225°. Setelah menerima pembelajaran selama
1 tahun, maka di akhir proses pelatihan dilaksanakan ujian dalam bentuk tertulis dan
praktek. Nilai ujian tertulis dan nilai ujian praktek untuk 2 tahun akademik kemudian
dianalisis dan hasilnya sebagaimana dipaparkan pada penelitian ilmiah ini.

Hasil Uji Kualitas Instrumen


Pada pengujian validitas instrumen, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. KMO and Bartlett’s Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy 0.592
Approx. Chi-Square 32.145
Bartlett’s Test of Sphericity Df 6
Sig. 0.000
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

Cahya Fajar Budi Hartanto 410


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

Tabel 2. Component Matrix


Variable Component
Teori (Angkatan 50) 0.808
Praktek (Angkatan 50) 0.725
Teori (Angkatan 51) 0.764
Praktek (Angkatan 51) 0.764
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

Hasil Uji Analisis Deskriptif


Adapun pada pengujian deskriptif statistik, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Uji Deskriptif Statistik
Statistic Data Teori 50 Praktek 50 Teori 51 Praktek 51
Mean 70.54 68.85 78.24 68.13
Median 70.00 70.00 78.00 66.00
Mode 70.00 70.00 78.00 64.00
Std. Deviation 10.59 8.34 8.82 8.70
Minimum 25 34 45 49
Maximum 93 86 97 90
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)
Tabel 4. Deskripsi Nilai Ujian Teori Angkatan 50
Nilai Ujian Frekuensi Persentase
25 – 39 4 2.2
40 – 54 6 3.2
55 – 69 54 29.2
70 – 84 106 57.3
85 – 99 15 8.1
Jumlah 185 100
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)
Tabel 5. Deskripsi Nilai Ujian Praktek Angkatan 50
Nilai Ujian Frekuensi Persentase
25 – 39 4 2.2
40 – 54 1 0.5
55 – 69 80 43.2
70 – 84 98 53.0
85 – 99 2 1.1
Jumlah 185 100
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

Cahya Fajar Budi Hartanto 411


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

Tabel 6. Deskripsi Nilai Ujian Teori Angkatan 51


Nilai Ujian Frekuensi Persentase
45 – 55 2 1.1
56 – 66 12 6.7
67 – 77 70 38.9
78 – 88 77 42.8
89 – 99 19 10.5
Jumlah 180 100
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)
Tabel 7. Deskripsi Nilai Ujian Praktek Angkatan 51
Nilai Ujian Frekuensi Presentasi
45 – 55 11 6.1
56 – 66 82 45.6
67 – 77 58 32.2
78 – 88 26 14.4
89 – 99 3 1.7
Jumlah 185 100
Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

Pembahasan
Berdasarkan hasil uji validitas sebagaimana tampak pada tabel 1 dan 2, dapat
dilihat bahwa instrumen pengujian, dalam hal ini soal tes tertulis dan soal ujian praktek
merupakan alat uji yang valid. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai KMO-MSA sebesar
0.592 (lebih besar dari 0.5) dan nilai loading factor/component matrix yang lebih besar
dari 0.4.
Berdasarkan hasil pengujian deskriptif statistik sebagaimana disajikan pada
tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada tes tertulis atau ujian teori selalu
lebih baik daripada ujian praktek. Jika kriteria kelulusan menggunakan passing grade
dari Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP), dimana nilai diatas 70 dapat dinyatakan
lulus, maka taruna Akpelni memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi secara
keterampilan masih harus ditingkatkan karena secara rerata belum mencapai standar
minimal.
Jika dilihat sepintas dari tren antara kedua tahun tersebut, maka nilai tahun
akademik 2016/2017 pada ujian teori lebih baik daripada tahun akademik 2015/2016.
Sedangkan pada nilai ujian praktek justru mengalami sedikit penurunan. Hal ini bisa
dilihat pada nilai rerata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang sering muncul
(mode). Namun, kita tidak bisa serta-merta mengatakan demikian, jika dilihat dari nilai
terendah dan tertingginya. Tampak bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan
terutama pada nilai terendah. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa tingkat
pemahaman dan keterampilan taruna dalam bernavigasi sudah cukup baik dan terus
meningkat. Namun, pada sebagian besar taruna masih ditemui kelemahan pada
penguasaan materi khususnya secara praktek. Dari hasil evaluasi selama dua tahun,
dapat disimpulkan bahwa penguasaan secara teori atau pengetahuan taruna usai
mengikuti pembelajaran dengan simulator dinilai sudah cukup baik, permasalahannya

Cahya Fajar Budi Hartanto 412


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

adalah pada penguasaan praktek atau keterampilan. Ini menunjukkan bahwa


pembelajaran dengan simulator yang diyakini dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tersebut, masih terdapat celah yang bisa diperbaiki dalam rangka
meningkatkan keterampilan taruna khususnya dalam hal bernavigasi. Untuk dapat
mengetahui secara lebih detail, maka pada tabel 4, 5, 6, dan 7 disajikan deskripsi nilai
ujian teori dan nilai ujian praktek, baik untuk angkatan 50 maupun 51.
Melihat dari hasil ujian teori maupun praktek bagi taruna yang telah selesai
mengikuti pembelajaran di simulator sebagaimana tampak pada tabel-tabel tersebut,
maka lembaga diklat, dalam hal ini Akpelni, perlu melakukan evaluasi terhadap proses
pembelajaran simulator untuk dapat meningkatkan kualitas taruna di masa mendatang.
Beberapa telaah yang dilakukan mendapati faktor-faktor yang turut berperan dalam
proses pembelajaran ini yaitu :
1. Instruktur dan Teknisi
Faktor ini menjadi kunci dalam kesuksesan program pembelajaran simulator. IMO
Model Course 6.10 (2012) menyatakan bahwa seiring dengan pergeseran model
dari teacher centred menjadi learner centred, maka peran intruktur juga bergeser
dari penguasa keseluruhan proses belajar menjadi fasilitator, manajer,
pengorganisir, pemandu, motivator, evaluator, bahkan memiliki peran psikologis
dalam pendampingan. Keahlian yang dipersyaratkan bagi instruktur antara lain
memiliki sikap/ attitude sebagai pengajar yang baik, memiliki keterampilan teknis
operasional simulator, memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait materi ajar,
dan mampu menghilangkan blok antara instruktur dengan peserta diklat untuk
membangun kepercayaan dari para peserta diklat.
Instruktur juga harus didampingi oleh teknisi yang memiliki loyalitas pada proses
pembelajaran karena instruktur belum tentu menguasai seluruh hal terkait detail
teknis alat simulator. Oleh karena itu, untuk memastikan terlaksananya proses
pembelajaran yang lancar di simulator, maka kehadiran teknisi yang handal
memiliki peran penting.
2. Kesiapan Teknis Alat Simulator
Alat simulator yang memenuhi persyaratan kualifikasi merupakan syarat mutlak
untuk mendukung tercapainya kompetensi peserta diklat. Seluruh komponen yang
ada di anjungan dan digunakan dalam bernavigasi, harus juga terpasang dan
beroperasi di dalam simulator. Meskipun tombol yang ada disimulasikan dengan
mouse-click pada layar monitor, tetapi efek yang dihasilkan harus menampakkan
sebagimana keadaan aslinya. Tanpa alat yang baik, niscaya proses pembelajaran
juga tidak akan lancar.
3. Kurikulum dan Skenario
Sebaik apapun alatnya, jika kurikulum dan skenario pembelajaran tidak
dipersiapkan dengan baik, maka semuanya itu menjadi tidak berguna. Kurikulum
merupakan rancangan pembelajaran yang harus dipersiapkan sebelumnya dengan
baik sehingga memiliki panduan yang jelas. Skenario juga perlu diuji coba sebelum
dibakukan dan kemudian dilaksanakan. Setiap instruktur harus patuh untuk
menjalankan skenario tersebut.

Cahya Fajar Budi Hartanto 413


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

4. Motivasi Taruna
Lepas dari seluruh kesiapan faktor pendukung, motivasi taruna merupakan faktor
yang tidak dapat dilupakan. Taruna harus dikondisikan benar-benar siap belajar dan
berlatih, bukan sedang memasuki area permainan. Motivasi mereka untuk
menguasai kompetensi yang harus dimiliki harus ditumbuhkan setiap saat sehingga
ada antusiasme yang tinggi saat belajar dengan menggunakan simulator.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Untuk menjawab pertanyaan penelitian dan memenuhi tujuan penulisan
sebagaimana diajukan pada Bab II penelitian ilmiah ini maka penulis mengambil
beberapa simpulan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan bridge simulator di Akpelni sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari
adanya program pelatihan simulator yang dijadwalkan khusus di luar jadwal kuliah
dan diakhiri dengan pengujian untuk menilai hasil belajar. Penelitian membuktikan
bahwa pembelajaran navigasi di kelas konvensional masih memegang peranan
sebesar 22 – 32%.
b. Penggunaan simulator dalam meningkatkan pengetahuan taruna pada fungsi
navigasi telah cukup baik. Hal ini terbukti dari nilai ujian teori pada dua tahun
terakhir telah mencapai nilai ketuntasan dan bahkan meningkat dari tahun akademik
2015/2016 ke tahun 2016/2017.
c. Penggunaan simulator dalam meningkatkan keterampilan taruna pada fungsi
navigasi belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat pada
pencapaian rerata nilai ujian praktek yang masih di bawah 70 dan bahkan
mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya.

Saran
Perlu peningkatan pada faktor yang ikut berperan yaitu instruktur dan teknisi,
kesiapan teknis alat simulator, kurikulum dan skenario, serta motivasi taruna. Keempat
faktor tersebut harus dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui besarnya peranan
masing-masing terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan taruna dalam
bernavigasi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yakni hanya dilakukan di Akpelni dan
tidak ada nilai pre-test sebagai pembanding dengan nilai post-test untuk mengukur
peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara lebih akurat. Untuk itu, masih ada
peluang mengembangkan penelitian ini dengan memperluas cakupan area penelitian,
misalnya dengan melihat hasil pembelajaran di simulator pada kampus maritim/
pelayaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program ISBM SPSS 21, edisi
7, Semarang, BP Universitas Diponegoro.
Hontvedt, M. 2014. Simulations in Maritime Training, A Video Study of the Socio-
Technical Organisation of Ship Simulator Training, Oslo, Department of
Education – Faculty of Educational Sciences.

Cahya Fajar Budi Hartanto 414


Cahya Fajar Budi Hartanto / JMP Online Vol. 2 No. 4 April (2018) 404-415

International Maritime Organization, 2012. Train the Simulator Trainer and Assessor
Model Course 6.10, London, CPI Group (UK) Ltd.
Perkovic, M., Harsch R., Suban V., Vidmar P., Nemec D., Muellenhoff O., & Delgado
L., 2013. ‘The Use of Integrated Maritime Simulation for Education in Real
Time’, ResearchGate/ Pub.228912986, p. 461 – 478.
Salman, A.K.M.D.W. 2013. ‘The Importance of Using Ship Bridge Simulation
Training to Enhance the Competency of Masters and Watch-officers : A Case
Study of the Iraqi Dredging Fleet’, The Maritime Commons : Digital Respository
of the World Maritime University, Sweden, WMU.
Sellberg, C. 2017. ‘Simulators in Bridge Operation Training and Assessment : A
Systematic Review and Qualitative Synthesis’, WMU J Marit Affairs, no. 16, p.
247 – 263.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, CV. Alfabeta.
Sulaiman, O., Saharuddin A.H., Kader A.S.A, 2011, ‘Utilization of Simulation for
Training Enhancement’, International Journals of Humanities and Social
Science, vol. 1 no. 3 p. 204 – 2014.

Cahya Fajar Budi Hartanto 415

Anda mungkin juga menyukai