Anda di halaman 1dari 21

HASIL KLINIS DAN KEAMANAN IBUPROFEN PADA PASIEN

COVID-19

Dosen Pengampu: Dr. M. Yanis Musdja. M.Sc.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Audit Internal Obat Halal

Fella Salinda Putri

41201097000019

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

OKTOBER 2020
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3. Tujuan penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………… .. 3
2.1. Corona Virus Desease (COVID-19).......................................... 3
2.1.1. Virulogi COVID-19.............................................................. 3
2.1.2. Gejala COVID-19................................................................. 4
2.1.3. Patogenesis dan Penularan COVID-19 ............................... 5
2.1.4. Pengobatan COVID-19........................................................ 6
2.2. Ibuprofen ...................................................................................... 7
2.2.1. Farmkologi Klinik Ibuprofen............................................... 8
2.2.2. Aplikasi Theraupetic............................................................ 8
2.3. Ibuprofen sebagai Terapi Demam............................................... 9
2.3.1. Ibuprofen untuk Pasien COVID-19...................................... 10
2.3.2. Ibuprofen versus Parasetamol.............................................. 11
2.3.3. Kesimpulan Keamnan Ibuprofen.......................................... 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...… 14

i
ABSTRAK
Wabah awal dilaporkan terjadi di pasar Grosir Makanan Laut Huanan, di Wuhan, Hubei,
Cina1 pada Desember 2019 dan melibatkan sekitar 66% staf di sana. Pasar ditutup pada 1
Januari 2020, setelah pengumuman peringatan epidemiologi oleh otoritas kesehatan setempat
pada 31 Desember 2019.Wabah tersebut adalah pneumonia misterius dan akhirnya disebut
sebagai pandemi global. Gejala biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sesak napas,
kelelahan, malaise antara lain. Penyakit ini ringan pada sebagian besar orang ( dan biasanya
terjadi keparahan pada orang tua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta), dan
berkembang menjadi pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dan disfungsi
multi organ. Banyak orang tidak menunjukkan gejala. Obat demam sebagian besar diobati
dengan kategori OAINS, yaitu parasetamol dan ibuprofen. Ada beberapa isu yang menyebar
bahwa penggunaan ibuprofen harus dihindari sebagai obat demam dan lebih disarankan untuk
menggunakan parasetamol sebagai antipiretik pada pasien COVID-19. Dalam
menindaklanjuti penyebaran masalah ini, kita masih bisa menggunakan monoterapi
parasetamol untuk menurunkan demam pada pasien COVID-19. Jika parasetamol saja tidak
dapat mencapai efek antipiretik, bukti saat ini tidak cukup untuk mencegah penggunaan
ibuprofen bersamaan dengan parasetamol, meskipun risiko penambahan ibuprofen masih
harus dinilai berdasarkan manfaatnya.

Kata kunci: COVID-19, Geajala, Ibuprofen, Ibuprofen versus Paracetamol.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal tahun 2020 semua negara di seluruh dunia digemparkan oleh wabah
pneumonia misterius dan akhirnya disebut pandemi global. Wabah pneumonia misterius
ditandai oleh demam, batuk kering, dan kelelahan, dan gejala gastrointestinal sesekali terjadi
di pasar grosir makanan laut, Pasar Grosir Makanan Laut Huanan, di Wuhan, Hubei, Cina.
Wabah awal dilaporkan di pasar pada Desember 2019 dan melibatkan sekitar 66% staf di
sana. Pasar ditutup pada 1 Januari 2020, setelah pengumuman peringatan epidemiologi oleh
otoritas kesehatan setempat pada 31 Desember 2019. Namun, pada bulan berikutnya (Januari)
ribuan orang di China, termasuk banyak provinsi (seperti Hubei, Zhejiang, Guangdong,
Henan, Hunan, dll.) Dan kota-kota (Beijing dan Shanghai) diserang oleh penyebaran penyakit
yang merajalela.

Kasus pertama dilaporkan di negara kita pada 2 Maret 2020 dengan awal mula
penyebaran oleh warga negara asing. Pada 29 Maret 2020 total 1.115 kasus yang
dikonfirmasi terinfeksi dan 102 kasus dengan kematian. Tingkat kematian COVID-19 di
Indonesia adalah 8,9%, dan itu adalah level tertinggi di Asia Tenggara. Data terakhir per 20
Oktober 2020 sebanyak 368.842 kasus yang dikonfirmasi terinfeksi dan 12.734 kematian.
Penularan COVID-19 dari manusia ke manusia bisa disebabkan oleh hubungan dekat seperti
keluarga, kerabat dekat, teman dekat, kontak dengan orang yang sudah tertular. Penularan
terjadi melalui batuk, bersin dan udara atau aerosol. Penularan melalui udara berkontribusi
pada wabah COVID-19. Jarak kurang dari satu meter dari orang yang terinfeksi berpotensi
untuk penularan. Dalam mekanisme penyakit infeksi, penularan melalui muntah berperan
lebih besar dibandingkan droplet.

Gejala yang timbul biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sesak napas, kelelahan,
malaise antara lain. Penyakit ini ringan pada sebagian besar orang (dan biasanya terjadi
keparahan pada orang tua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta), dapat berkembang
menjadi pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dan disfungsi multi organ.
Banyak orang tidak menunjukkan gejala. Tingkat kematian kasus diperkirakan berkisar
antara 2 hingga 3%. Diagnosis ditegakkan dengan menunjukkan virus dalam sekresi
pernapasan dengan tes molekuler khusus. Pada beberapa pasien gejala yang muncul ringan

1
dan tidak disertai demam tetapi tidak dapat disembuhkan pasien dengan kondisi kritis dan
risiko kematian juga pada tingkat tinggi.

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa demam merupakan gejala umum COVID-19.


Gejala harus ditangani dengan pengobatan untuk mengurangi gejala. Obat demam sebagian
besar diobati dengan kategori OAINS, yaitu parasetamol dan ibuprofen. Namun pada pasien
kasus COVID-19 terdapat beberapa isu yang menyebar bahwa penggunaan ibuprofen harus
dihindari sebagai obat demam dan lebih disarankan untuk menggunakan parasetamol sebagai
antipiretik pada pasien COVID 19.

1.2 Masalah Steatment


1.2.1 Bagaimana informasi yang jelas tentang ibuprofen tidak dapat digunakan untuk pasien
COVID-19 sebagai terapi dalam menurunkan demam?
1.2.2 Mengapa ibuprofen harus diganti dengan parasetamol?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Menunjukkan informasi yang jelas mengenai ibubrofen tidak dianjurkan pada pasien
COVID-19 sebagai terapi dalam menurunkan demam
1.3.2 Mengetahui informasi yang jelas bahwa ibuprofen harus diganti dengan parasetamol.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Corona Virus Desease 19 (COVID-19)

Corona Virus Desease 2019 ditetapkan sebagai 2019-nCoV atau COVID-19. Kasus
pertama terjadi di Wuhan, China, pada akhir 2019. Virus ini terjadi pada sekelompok
pasien dengan diagnosis pertama tampak seperti pneumonia dengan etiologi yang tidak
diketahui. Para pasien ini mengkonfirmasi bahwa mereka secara epidemiologis terkait
dengan pasar grosir makanan laut dan hewan basah di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada
tanggal 24 Januari 2020, sedikitnya 830 kasus telah terdiagnosis di sembilan negara sich
seperti China, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Taiwan, Nepal, dan
Amerika Serikat. Dua puluh enam kematian terjadi, terutama pada pasien yang menderita
penyakit serius atau penyakit penyerta. Meskipun banyak rincian kemunculan virus ini
seperti asal dan kemampuannya untuk menyebar di antara manusia masih belum
diketahui, peningkatan jumlah kasus tampaknya disebabkan oleh penularan dari manusia
ke manusia. Penularan dari manusia ke manusia terdeteksi dari seorang pasien yang
diduga terjangkit COVID-19 dan menularkan virus tersebut ke petugas medis di salah
satu rumah sakit di Wuhan. Mengingat dengan wabah sebelumnya yaitu wabah
Coronavirus (SARSCoV) sindrom pernafasan akut yang parah pada tahun 2002 dan
wabah Coronavirus sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) pada tahun 2012,
keduanya memiliki karakteristik virus yang sama dengan COVID-19. COVID-19 adalah
virus korona ketiga yang muncul pada populasi manusia dalam dua dekade terakhir,
kemunculan yang telah membuat lembaga kesehatan masyarakat global waspada.

2.1.1 Virulogi COVID-19

Kasus pertama dilaporkan dari tiga pasien COVID-19 di Rumah Sakit Wuhan
Jinyintan pada 30 Desember 2019 yang mengisolasi COVID-19 di bagian
bronchoalveolar. COVID-19 dianggap sebagai anggota β-CoVs setelah evolusioner dan
urutan dalam studi laboratoty. Familia CoV adalah kelas virus dengan positive sense
single stranded RNA virus yang memiliki rentang luas akar alami. Virus ini dapat

4
menyebabkan penyakit pernapasan, enterik, hati, dan neurologis. CoV dibagi menjadi
empat subfamili secara genotip dan serologis seperti α, β, γ, dan δ-CoV. Infeksi CoV
pada manusia disebabkan oleh α- dan β-CoVs18,19.Anggota β-CoV adalah SARS
coronavirus (SARS-CoV) dan MERS coronavirus (MERS-CoV) `. COVID 19 terbagi
79,5% dan 50% identitas sequence hingga SARS-CoV dan MERS-CoV masing-masing
diindikasikan dari analisis lhylogenetic seluruh genom. Walalupun pada COVID-19 dan
SARS-CoV terdapat 94,6% dan kurang dari 90% identitas urutan antara tujuh domain
replika. Secara tidak langsung bahwa COVID 19 termasuk dalam garis keturunan B
(Sarbecovirus) dari β-CoV. Pada gambar 1A menunjukkan serupa dengan β-CoV lainnya
dan COVID 19 berukuran 29,9 kb .Proses genom memiliki nukleokapsid yang terdiri
dari RNA genom dan protein nukleokapsid (N) terfosforilasi. Dua jenis spike protein
seperti hemagglutinin-esterase (HE) yang terbagi di seluruh struktur genom CoV dan
spike glycoprotein trimmer (S) yang menempati semua struktur genom CoV merupakan
lapisan ganda fosfolip tempat nukleokapsid terkubur di dalamnya. Di antara protein S
yang pada selubung virus terdapat protein membran (M) dan protein selubung atau
envelope protein (E). Genom COVID-19 memiliki sequence teriminal 50 dan 30 (265 nt
pada terminal 50 dan 229 nt pada daerah terminal 30), tipikal β-CoV adalah urutan gen
50-replicase open reading frame (ORF) 1ab -S-envelope (E) -membrane (M) -N-30
(Gambar 1B). Gen S, ORF3a, E, M, dan N dari SARS-CoV-2 masing-masing memiliki
panjang 3822, 828, 228, 669, dan 1260 nt. Mirip dengan SARS-CoV,

Gambar 1A dan 1B

2.1.2 Gejala COVID-19

Dalam waktu sekitar 5,2 hari merupakan masa inkubasi dari infeksi COVID-19 dan
setelah masa inkubasi gejala muncul. Kematian berkisar antara 6-41 hari dengan median

5
selama 14 hari setelah periode sejak timbulnya gejala COVID-19. Status sistem imun
dan umur penderita mempengaruhi periode gejala dan rentang kematian. Pasien berusia>
70 tahun rentan terinfeksi dibandingkan dengan pasien di bawah usia 70 tahun. Paling
umum Gejala awal penyakit COVID-19 adalah demam, batuk, dan kelelahan, sementara
gejala lainnya termasuk produksi sputum, sakit kepala, hemoptisis, diare, dispnea, dan
limfopenia. Sebuah CT scan dada yang dilakukan memperlihatkan gambaran klinis
sebagai peneumonia, tetapi RNAaemia menunjukan adanaya sindrom gangguan
pernapasan akut, cedera jantung akut, dan grand-glass opacities yang menyebabkan
kematian karna ditemukan abnormal. Dalam beberapa kasus diamati bahwa di daerah
subpleural dari kedua paru-paru menunjukkan beberapa kekeruhan ground-glass perifer.
Interferon inhalasi sebagai pengobatan pada kasus yang sama tidak menunjukkan efek
klinis dan malah tampak memperburuk kondisi dengan memperburuk kekeruhan paru.

Ada persamaan dalam gejala tersebut dengan COVID-19 dan virus betacorona
sebelumnya seperti batuk kering, dispnea demam dan kekeruhan ground-glass bilateral
pada CT scan dada. Walaupun, bersin, rinorea, dan sakit tenggorokan merupakam gejala
yang timbul pada saluran pernapasan bagian atas yang memang sudah menjadi gejala
yang timbul pada pasien COVID-19, tetapi dalam efek klinis menunjukan bahwa terbukti
terdapat beberapa ciri klinis yang unik pada pasien COVID-19 yaitu dengan penargetan
jalan nafas bagian bawah. Sebagai tambahan, berdasarkan hasil dari radiografi dada
pada pasien, beberapa kasus menunjukkan infiltrat di lobus atas paru yang berhubungan
dengan peningkatan dispnea dengan hipoksemia. Pasien yang terinfeksi COVID-19
menngeluhkan keluhan nyeri gastrointestinal seperti diare bila dibandingkan dengan
pasien MERS-CoV atau SARS-CoV mereka menunjukkan persentase yang rendah
dengan gangguan gastrointestinal yang serupa. Dari perbedaan antara gejala yang timbul
maka penting untuk menguji sampel feses dan urin untuk meminimalisir kemungkinan
jalur penularan alternatif.

4
Gambar 2. Gangguan sistemik dan pernapasan akibat infeksi COVID-19

2.1.3 Patogenesis dan Penularan COVID-19

Inang alami untuk COVID-19 masih belum jelas dan belum diketahui secara pasti,
tetapi menyiratkan bahwa mungkin berasal dari semacam kehidupan liar di pasar basah.
Host alami dari CoVs sudah diketahui berasal dari zoonosis terutama kelelawar.
Mengacu pada SARS-CoV terbukti bahwa inang alami adalah musang yang menginfeksi
manusia. Ditemukannya kelelawar Phinopolid Cina sebagai SARS yang dikonfirmasi
secara genetik seperti CoV, dan kemudian dua CoV kelelawar baru dari kelelawar tapal
kuda Tiongkok (famili: Rhinolophidae) di Provinsi Yunnan, Tiongkok dipastikan terkait
sangat erat dengan SARS-CoV, dan menganggap bahwa kelelawar tapal kuda Tiongkok
adalah inang alami dari SARS-CoV. Biasanya, area aktivitas manusia jauh dari habitat
kelelawar sehingga virus kemungkinan ditularkan ke manusia oleh inang hewan lain, dan
inang hewan tersebut bersentuhan dengan manusia. Asal zoonosis seperti SARS-CoV
kelelawar tidak dapat secara langsung menginfeksi manusia kecuali mengalami mutasi
atau rekombinasi pada inang hewan.

Pada pasien COVID-19 dilaporkan ada temuan kelainan pernapasan, peningkatan


kadar sitokin pro-inflamasi plasma, dan jumlah leukosit yang lebih tinggi. Pasien
mengalami demam dengan suhu tubuh 39,0 ° C, suara nafas kasar atau terdengan berat
dari kedua paru-paru pada hari ke 5 telah dilaporkan pada salah satu pasien COVID-19.
Hasil rantai polimerase real time positif dari dahak pasien, menunjukkan bahwa pasien
terkonfirmasi COVID-19. Leukopenia dengan jumlah leukosit 2,91 × 10 ^ 9 sel / L
dimana 70,0% merupakan neutrofil yang ditunjukkan oleh pemeriksaan laboratorium.
Hasil lain nilai protein C-reaktif darah 16,16 mg / L yang merupakan nilai normal dalam
kisaran (0-10 mg / L), selain itu D-dimer dan sentimentasi eritrosit tinggi juga perlu
diamati.

2.1.4 Pengobatan COVID-19

Saat ini, pengobatan untuk COVID-19 tidak jelas dan masih tidak valid. Strategi
pengobatannya adalah perawatan suportif dan simptomatik, seperti menjaga tanda-tanda
vital, menjaga saturasi oksigen dan tekanan darah, serta mengobati komplikasi, seperti

5
infeksi sekunder atau kegagalan organ. Terapi gejala COVID-19 termasuk demam, batuk,
diare dan lain-lain harus ditangani dengan terapi pengobatan untuk mengurangi gejalanya.
Seperti kita ketahui COVID-19 adalah virus, dan pengobatan utamanya tentu obat
antivirus atau vaksin untuk melawan infeksi COVID-19. Obat yang tersedia yang
digunakan untuk COVID 19 adalah obat antivirus spektrum luas seperti HIV protease
inhibitor yang dapat melemahkan infeksi virus sembari menunggu antivirus yang spesifik
dan jelas. Sejauh ini pengobatan telah dicoba untuk 75 pasien yang menggunakan obat
antivirus yang ada. Pengobatan termasuk pemberian oral 75 mg oseltamivir, 500 mg
lopinavir, 500 mg ritonavir dan pemberian intravena 0,25 g gansiklovir selama 3-14 hari.
Antiviral spektrum luas remdesevir dan klorokuin telah dilaporkan dapat sangat efektif
dalam pengendalian infeksi COVID-19 secara in vitro. Remdesevir telah digunakan untuk
pasien COVID-19 dengan rekam jejak keamanan dan efek klinis yang baik.

Selain itu, saat ini ada pengembangan obat antiviral, salah satunya adalah senyawa
EIDD-2801 yang menunjukkan infeksi virus influenza musiman dan ini merupakan obat
potensial lain yang dapat dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi COVID-19. Logis
untuk mempertimbangkan antivirus berspektrum lebih luas yang memiliki potensi besar
untuk pilihan terapi pada pasien. COVID -19. Obat tersebut adalah Lopinavir / Ritonavir,
Penghambat neuraminidase, peptida (EK1), penghambat sintesis RNA. Namun perlu
beberapa penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi obat kemoterapi untuk mengobati
pasien COVID-19. Ilmuwan dari beberapa kelompok saat ini masih bekerja untuk
mengembangkan model primata bukan manusia untuk mempelajari infeksi COVID-19
dan untuk menguji pengujian vaksin potensial.

2.2 Ibuprofen

Ibuprofen adalah (2RS) -1 [4- (2-metil propil) fenil] asam propionat (BP. 2004). Pada
tahun 1960 sebagai alternatif yang lebih baik dari ibuprofen adalah aspirin dan
merupakan anggota pertama dari turunan asam propionat. Efek samping yang umum
seperti ketidaknyamanan lambung, liminat dan mual tetapi efek sampingnya lebih
minimum dibandingkan dengan aspirin atau indometachin. Ibuprofen tidak selektif
menghambat Cyclo-oxygenase-1 (COX-1) dan Cyclooxygenase-2 (COX-2). Namun, efek
antiinflamasi ibuprofen mungkin lebih lemah dibandingkan NSAID lainnya, efek utama
ibuprofen terutama dalam peran analgesik dan antipiretik. Efek yang dihasilkan yaitu dari

4
penghambatan pada siklo-oksigenase, yang terlibat dalam sintesis prostaglandin.
Prostaglandin berperan utama sebagai sumber demam, nyeri dan peradangan.

2.2.1 Farmakologi Klinik Ibuprofen

Dosis ibuprefen ada dalam kisaran 200 sampai 800 mg. Dosis biasa yang digunakan
sebagai terapi adalah 400 sampai 800 mg tiga kali sehari.Ibuprofen hampir tidak bisa larut
dalam air karena memiliki pKa 5.3.8. Dalam penyerapan oral baik, setelah liminasi oral
dan diserap, konsentrasi serum puncak dicapai dalam 1 sampai 2 jam. Ibuprofen memiliki
waktu paruh 1,8 hingga 2 jam dan dengan cepat ditransformasikan secara biologis dengan
serum. Dalam 24 jam obat yang habis tereliminasi dengan dosis terakhir dan tereliminasi
juga oleh metabolisme. Lebih dari 99% obat terikat dengan protein, dimetabolisme total
di hati dan sedikit yang diekskresikan tanpa perubahan.

Namun, ia memiliki ikatan yang kuat dengan protein plasma (90-99%) interaksi
perpindahan tidak signifikan secara klinis, oleh karena itu dosis anticogulan oral dan
hipoglikemik oral tidak perlu diubah. Lebih dari 90% dieliminasi di urin sebagai
metabolit atau senyawa konjugatnya, senyawa terhidroksilasi dan karboksilat adalah
metabolit utama dalam ibuprofen.

Eliminasi ibuprofen tidak berpengaruh pada usia tua dan juga kinetika obat tidak
berpengaruh pada gangguan ginjal. Administrasi ibuprofen secara konsisten
menghasilkan profil konsentrasi waktu serum yang tenang dan sama baik dalam kondisi
puasa atau segera sebelum makan. Meskipun diberikan setelah makan, tingkat absorsi
akan berkurang tetapi tidak banyak menurunkan tingkat penyerapan.

Gambar 3. Struktur Ibuprofen

2.2.2 Aplikasi Theraupetik

5
Ibuprofen biasanya digunakan sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik.
Ibuprofen dosis rendah memiliki kesamaan dengan aspirin dan parasetamol dan setiap
pasien dapat memesan di apotek karena obat bebas. Nyeri sedang terkait dismenore, sakit
kepala, migrain, sakit gigi pasca operasi, manajemen spondilitis, osteoartritis, rheumatoid
arthritis dan gangguan jaringan lunak digunakan dari struktur berulang ibuprofen dan S
(+) enansiomer. Tindakan dan efek ibuprofen lainnya juga dapat dikaitkan dengan
penghambatan prostaglandin (PG) atau sintesis tromboksan, termasuk perubahan fungsi
trombosit (PGI2 dan Tromboksan), perpanjangan gestasi dan persalinan (PGE2, PGF2A),
kerusakan mukosa gastrointestinal (PGI2 dan PGE2), ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit (PG ginjal), penutupan prematur duktus arteriosus (PGE2) dan asma bronkial
(PG) 31.

2.3 Ibuprofen sebagai Terapi Demam

Ibuprofen adalah salah satu over the counter (OTC) dan terutama digunakan untuk
mengobati demam, sakit kepala, khususnya sakit kepala tipe tegang. Ibuprofen telah
dilaporkan sehingga dapat lebih efektif menurunkan demam dengan cepat jika
dikombinasikan dengan parasetamol. Pengaruh ibuprofen daripada parasetamol dalam
menurunkan suhu selama 4-5 jam pertama setelah pemberian dosis dan dengan demikian
ibuprofen bisa dikatakan sebagai agen antipiretik. Pada tahun 2006 dilakukam penelitian
untuk ibuprofen dalam pengobatan migrain pada anak-anak dan remaja. Tingkat hasil dari
pereda nyeri setelah dua jam adalah 28% untuk plasebo, 62% untuk zolmitriptan dan 69%
untuk ibuprofen.

Dalam situasi pandemi ini terdapat beberapa isu penanganan yang membicarakan
keamanan ibuprofen sebagai pengobatan demam untuk pasien COVID-19. Pernyataan
pertama diterbitkan oleh Menteri Kesehatan Prancis untuk obat anti-inflamasi seperti
ibuprofen atau kortison, yang diklaim dapat memperburuk infeksi selama pandemi untuk
pasien COVID-19 . Terdapat sekitar 400 kasus dari infeksi parah yang terkait sementara
dengan pemberian ibuprofen. Steatment juga diakui oleh profesional lainnya termasuk
Layanan Kesehatan Nasional dan British Pharmacological Society yang
menginformasikan penggunaan parasetamol sebagai pengobatan lini pertama untuk
pasien COVID-19 hingga lebih banyak bukti dan penelitian dikumpulkan. Steatment di
atas terkait dengan penelitian in vitro baru-baru ini yang mendukung hipotesis bahwa
reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2), dan produksi ACE2 serta ekspresi

4
reseptor ACE 2 memiliki afinitas yang tinggi terhadap COVID-19 patogen, dan mereka
dapat ditingkatkan dengan ibuprofen. WHO telah menanggapi dengan pernyataan resmi
dan sekarang mencabut peringatan sebelumnya untuk tidak menggunakan ibuprofen.
Terdapat satu penelitian yang membahas tentang keamanan ibuprofen untuk pasien
COVID 19. Dalam penelitian itu, mereka menggunakan studi kohort retrospektif pasien
dengan COVID-19 dari Shamir Medical Center, Israel, dan memantau setiap penggunaan
ibuprofen dari seminggu sebelum diagnosis COVID-19, dan selama pasien telah di
diagnosis COVID-19. Hasil kajian tersebut akan kita bahas pada topik lain di bawah ini.

2.3.1 Bukti tentang Asupan Ibuprofen, Kematian dan Dukungan Pernapasan pada
Pasien COVID-19
Sebelumnya telah terdapat beberapa penelitian lain tentang risiko ibuprofen pada
penderita pneumonia. Sebagai contoh, sebuah studi observasional dari Perancis
menemukan adanya potensi risiko pneumonia yang menggunakan obat antiinflamasi
nonsteroid untuk gejala. Ditemukan dari pasien yang menggunakan obat antiinflamasi
nonsteroid untuk gejala pneumonia yang didapat dari komunitas dan ternyata berkembang
menjadi pneumonia yang lebih parah dan dirawat di rumah sakit lebih lama daripada
bukan pengguna. Studi observasi lain mensurvei faktor-faktor risiko komunitas yang
didapat dari infeksi yang rumit dan kompleks pada anak-anak. Hasilnya ketika
dibandingkan antara ibuprofen (OR, 3.27; 95% CI, 1.11-9.65) dan parasetamol (OR, 2.68;
95% CI, 1.37-5.23) diidentifikasi sebagai faktor risiko.

Inilah salah satu penelitian yang dibuktikan berdasarkan hasil penelitiannya pada
pasein COVID-19. Pasien yang setiap saat mengkonsumsi ibuprofen sebagai pengobatan
medis tidak menunjukan perbedaan yang bermakana dengan pasien yang tidak
mengkonsumsi ibuprofen kecuali fakta bahwa 79% pasien seluruh ibuprofen mengalami
demam, tetapi hanya 35% pasien yang menghindari penggunaan ibuprofen melaporkan
demam (p <0,001). Pada kelompok ibuprofen (3,4%) pasien meninggal, tetapi pada
kelompok non-ibuprofen 9 (2,8%) pasien meninggal (p 0,95). Sembilan (10%) pasien dari
kelompok ibuprofen membutuhkan bantuan pernafasan sebagai pengobatan,
dibandingkan dengan 35 (11%) dari kelompok non-ibuprofen (p 1). Hasil studi tersedia
pada tabel di bawah ini.

5
Tabel 1 Hasil Studi Asupan Ibuprofen, Mortalitas dan Bantuan Pernapasan pada Penderita COVID-19

2.3.2 Bukti Penggunaan Ibuprofen versus Parasetamol pada Pasien COVID-19


Paracetamol adalah obat yang memiliki potensi kuat sebagai antipiretik. Parasetamol
merupakan obat analagseik non narkotik dengan cara penghambatan sintesis
prostaglandin di Ssistem Saraf Pusat (SSP). Parasetamol memiliki efek analgesik dan
antipiretik. Efek yang paling poten adalah sebagai antipiretik, dan tidak menyebabkan
iritasi serta peradangan pada lambung.

Dalam hasil studi mereka tentang Ibuprofen versus Parasetamol penggunaan pada
pasien demam COVID-19 menunjukkan bahwa pasien dengan demam dan diobati dengan
ibuprofen dan parasetamol memiliki usia dan jenis kelamin yang lebih baik. Tidak ada

4
perbedaan dalam tingkat kematian yang diamati (0 versus 3, hal 0,3). Satu (2%) dari
pasien eksklusif yang diobati dengan ibuprofen membutuhkan bantuan pernapasan selama
perjalanan penyakit mereka, dibandingkan dengan 11 (12,9%) dari pasien eksklusif yang
diobati oleh pengguna parasetamol (p 0,06) 52. Hasil studi tersedia pada tabel di bawah
ini.

Tabel 2 Hasil Studi Asupan Ibuprofen, Kematian dan Bantuan Pernapasan pada Penderita COVID-19

2.3.3 Kesimpulan tentang Keamanan Ibuprofen


Kesimpulan dari diskusi ini adalah bukti epidemiologi saat ini tidak cukup untuk
membuktikan masalah tersebut. Kami tidak dapat menyimpulkan penyebab efek samping
ibuprofen pada pasien COVID-19. Pada penelitian klinis di atas mereka mengatakan
bahwa hipotesis tentang ketidkamanan ibuprofen pada pasien COVID-19 tidak didukung
dalam pengujian yang mereka lakukan . Mereka juga mengatakan studi mereka masih
memiliki keterbatasan. Mulai dari recall bias yang menjadi perhatian. Kedua, peta medis
rivew adalah satu-satunya informasi yang dapat dikumpulkan dari pasien yang meninggal.
Ketiga, ukuran sampel mereka tidak cukup untuk memungkinkan analisis multivariabel.

5
Terakhir, kebijakan Kementerian Kesehatan Israel adalah menguji hanya pada pasien
dengan gejala yang mengarah ke COVID-19. Diperlukan studi prospektif yang lebih
besar untuk memvalidasi hasil kami.
Dalam menindaklanjuti penyebaran masalah ini, kita masih bisa menggunakan
monoterapi parasetamol untuk menurunkan demam pada 19 pasien COVID. Jika
parasetamol saja tidak dapat mencapai efek antipiretik, bukti saat ini tidak cukup untuk
mencegah penggunaan ibuprofen bersamaan dengan parasetamol, meskipun risiko
penambahan ibuprofen masih harus dinilai berdasarkan manfaatnya

4
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Assiri, J.A. Al-Tawfiq, A.A. Al-Rabeeah, F.A. Al-Rabiah, S. Al-Hajjar, A. Al-
Barrak, et al.Epidemiological, demographic, and clinical characteristics of 47 cases of
Middle East respiratory syndrome coronavirus disease from Saudi Arabia: a
descriptive study Lancet Infect. Dis., 13 (2013), pp. 752-761
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23891402/
2. A. Hussin Routan and Siddappa N Byareddy.2020.Journal of Autoimunity.Website :
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0896841120300469
3. Antal EJ, Wright CE, III, Brown BL, Albert KS, Aman LC, Levin NW. The influence
of hemodialysis on the pharmacokinetics of ibuprofen and its major metabolites. J Clin
Pharmacol 1986. Mar;26(3):184-190
https://accp1.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/j.1552-4604.1986.tb02931.x
4. Anti-inflammatoires non stéroïdiens (AINS) et complications infectieuses graves—
point d’Information—ANSM : agence nationale de sécurité du médicament et des
produits de santé n.d. https://www.ansm.sante.fr/S-informer/Points-d-information-
Points-d-information/Anti-inflammatoires-non-steroidiens-AINS-et-complications-
infectieuses-graves-Point-d-Information#_ftn1 
5. Bogoch, A. Watts, A. ThomasBachli, C. Huber, M.U.G. Kraemer, K. KhanPneumoni
a of unknown etiology in wuhan, China: potential for international spread via
commercial air. 2020.
https://www.researchgate.net/publication/340362876_A_REVIEW_ON_CORONA_V
IRUS_COVID-19/link/5e8f26e9a6fdcca789023217/download
6. Bushra Rabia and Nousheen Assalam.2010. An Overview of Clinical Pharmacology
of Ibuprofen. Oman Medichal Journal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3191627/
7. Burhan ,Erlina et.al. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2020. Webite:
https://persi.or.id/images/2020/data/buku_pneumonia_covid19.pdf
8. C. Huang, Y. Wang, X. Li, L. Ren, J. Zhao, Y. Hu, et al.2020.Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China
Lancet, 395 (10223).
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140673620301835
9. Christoper J Esh,et all. 2017. Acetaminophen (Paracetamol): Use beyond Pain
Management and Dose Variability
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5744234/
10. Corman, V.M.; Muth, D.; Niemeyer, D.; Drosten, C. Hosts and Sources of Endemic
Human Coronaviruses. Adv. Virus Res. 2018, 100, 163–188.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0065352718300010?via%3Dihub

5
11. Chavez ML, DeKorte CJ. 2003. Valdecoxib: a review. Clin Ther.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0149291803801108
12. Day M. Covid-19: ibuprofen should not be used for managing symptoms, say doctors
and scientists. BMJ. 2020;368:m1086. doi: 10.1136/bmj.m1086.
https://www.bmj.com/content/368/bmj.m1086.full
13. Dwi, Wahy N.2020.Transmisi COVID-19 Manusia ke Manusia.
http://bionursing.fikes.unsoed.ac.id/bion/index.php/bionursing/article/view/51
14. Ebenezer, et al.2013. Effectiveness of Ibuprofen as an Anti-inflammatory Drug on the
Post Opeperative Sequelae following Transalveolar Extraction of Impacted Lower
Third Molars.
https://search.proquest.com/openview/a7bcde66426a6ba281ee9cd0fd64acb8/1?pq-
origsite=gscholar&cbl=1316336
15.  Erlewyn-Lajeunesse MD, Coppens K, Hunt LP, Chinnick PJ, Davies P, Higginson
IM, et al. 2010. Randomised controlled trial of combined paracetamol and ibuprofen
for fever.
https://academic.oup.com/trstmh/article-abstract/89/5/507/1911198
16. Evers S, Rahmann A, Kraemer C, Kurlemann G, Debus O, Husstedt IW, et al. 2006.
Treatment of childhood migraine attacks with oral zolmitriptan and
ibuprofen. Neurology. https://n.neurology.org/content/67/3/497.short
17. Fang L., Karakiulakis G., Roth M. 2020. Are patients with hypertension and diabetes
mellitus at increased risk for COVID-19 Infection.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7118626/
18. Ge, X.-Y.; Li, J.-L.; Yang, X.-L.; Chmura, A.A.; Zhu, G.; Epstein, J.H.; Mazet, J.K.;
Hu, B.; Zhang, W.; Peng, C.; et al. Isolation and characterization of a bat SARS-like
coronavirus that uses the ACE2 receptor. Nature 2013, 503, 535–538.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24172901/
19. H. Lu.2020Drug treatment options for the 2019-new coronavirus (2019-nCoV)
Biosci. Trends. https://www.jstage.jst.go.jp/article/bst/14/1/14_2020.01020/_article/-
char/ja/
20. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China.
https://www.researchgate.net/publication/338806634_Clinical_features_of_patients_in
fected_with_2019_novel_coronavirus_in_Wuhan_China
21. J. Lei, J. Li, X. Li, X. QiCT. 2020. Imaging of the 2019 novel coronavirus (2019-
nCoV) pneumonia Radiology 
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140673620301835
22. Katzung BG, Furst DE. Non steroidal anti inflammatory drugs, disease miodifying anti
rheumatic drugs, non opioid analgesics, drugs used in gout. In: Katzung BG editor.
Basic and clinical pharmacology, 7th ed., Appliton and Lang Stamford, Connecticut,
1998. p.586, 1068.
23. Krishna S, Pukrittayakamee S, Supanaranond W, ter Kuile F, Ruprah M, Sura T, et
al. . Fever in uncomplicated Plasmodium falciparum malaria: randomized
double-‘blind’ comparison of ibuprofen and paracetamol treatment. Trans R Soc Trop
Med Hyg 1995. https://academic.oup.com/trstmh/article-abstract/89/5/507/1911198

4
24. Kotsiou O.S., Zarogiannis S.G., Gourgoulianis K.I. 2016. Prehospital NSAIDs use
prolong hospitalization in patients with pleuro-pulmonary infection. 
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611116303262
25.  Krenke K., Krawiec M., Kraj G., Peradzynska J., Krauze A., Kulus M. Risk factors
for local complications in children with community-acquired pneumonia. Clin Respir
J. 2018;12(1):253–261. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27401931/
26. L.L. Ren, Y.M. Wang, Z.Q. Wu, Z.C. Xiang, L. Guo, T. Xu, et al.2020.Identification
of a novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study
Chinese Med J. http://nlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/jmv.25689
27. L.T. Phan, T.V. Nguyen, Q.C. Luong, T.V. Nguyen, H.T. Nguyen, H.Q. Le, et
al.2020.Importation and human-to-human transmission of a novel coronavirus in
Vietnam N. Engl. J. Med. https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc2001272
28. Li, F. Structure, Function, and Evolution of Coronavirus Spike Proteins. Annu. Rev.
Virol. 2016, 3, 237–261. https://www.annualreviews.org/doi/10.1146/annurev-
virology-110615-042301
29. M. Wang, R. Cao, L. Zhang, X. Yang, J. Liu, M. Xu, et al.2020.Remdesivir and
Chloroquine Effectively Inhibit the Recently Emerged Novel Coronavirus (2019-
nCoV) in Vitro .Cell research. https://www.nature.com/articles/s41422-020-0282-0?
fbclid=IwAR3c5iy9h65X1cnkrL6i6fJcWwi0ygN1LtI67SkcgREM4DyxxAcPauRuf5w
30. Michael, D.Wood. 2006. Fatality after deliberate ingestion of sustained-release
ibuprofen: a case report. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16542487/
31. Moore N. Forty years of ibuprofen use. Int J Clin Pract Suppl 2003. Apr;(135):28-31.
https://europepmc.org/article/med/12723744
32. N. Chen, M. Zhou, X. Dong, J. Qu, F. Gong, Y. Han, et al.2020. Epidemiological and
clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in
Wuhan, China: a descriptive study.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673620302117
33. N. Lee, D. Hui, A. Wu, P. Chan, P. Cameron, G.M. Joynt, et al.2003.A major outbreak
of severe acute respiratory syndrome in Hong Kong N.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12682352/
34. Olive G. Analgesic/Antipyretic treatment: ibuprofen or acetaminophen? An
update. Therapie 2006. Mar-Apr;61(2):151-160. 10.2515/therapie:2006034
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16886709/
35. Physician’s desk reference. 51st ed., Published by Medical Economic Company, Inc. at
Montvale, 1997. p. 1389-1391. 
36. Pottast H, Dressman JB, Junginger HE, Midha KK, Oestr H, Shah VP, et al. Biowaiver
monographs for immediate release solid oral dosage forms: ibuprofen. J Pharm
Sci 2005;94(10):2122.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022354916318597
37. Q. Li, X. Guan, P. Wu, X. Wang, L. Zhou, Y. Tong, et al.2020Early transmission
dynamics in wuhan, China, of novel coronavirus-infected pneumonia N. Engl. J.
Med. 
https://www.researchgate.net/publication/340362876_A_REVIEW_ON_CORONA_
VIRUS_COVID-19
38. Rinotte. E, et all. 2020 Ibuprofen use and clinical outcomes in COVID-19 patients
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7289730/

5
39.  Roberts LK, Morrow JD. Analgesic antipyretic and anti inflammatory agents and
drugs wmplyed in treatment of gout. In: Hardman JG and Limbird LE editors.
Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutics. 10th ed., McGraw
hill, New York, Chicago, 2001. p. 711.
http://182.160.97.198:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/949/Chapter%2036-
%2040.pdf?sequence=10
40. Senekjian HO, Lee C, Kuo TH, Krothapalli R. An absorption and disposition of
ibuprofen in hemodialysed uremic patients. Eur J Rheumatism and inflammation 1983;
6(2):155-162
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/6673979/
41. Shang J., Ye G., Shi K., Wan Y., Luo C., Aihara H. 2020. Structural basis of receptor
recognition by SARS-CoV-2. https://www.nature.com/articles/s41586-020-2179-y
42. Singhal, Tanu. 2020. A Review of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Website :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7090728/
43. Tripathi KD. Non steroidal anti inflammatory drugs and anti pyretic analgesics. In:
Essentials of medical pharmacology. 5th edn., Jaypee Brothers, New Delhi, 2003. p.
176.
44. Vijaykrishna, D.; Smith, G.J.; Zhang, J.X.; Peiris, J.S.; Chen, H.; Guan, Y.
Evolutionary insights into the ecology of coronaviruses. J. Virol. 2007, 81, 4012–4020.
https://jvi.asm.org/content/81/8/4012
45. W. Wang, J. Tang, F.2020. WeiUpdated understanding of the outbreak of 2019
novel coronavirus (2019-nCoV) in Wuhan, China J. Med. Virol., 92 (4).
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMOa2001316
46. Wahbi AA, Hassan E, Hamdy D, Khamis E, Barary M. Spectrophotometric methods
for the determination of Ibuprofen in tablets. Pak J Pharm Sci 2005. Oct;18(4):1-6
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16380350/
47. Weikle B. WHO clarifies guidance on ibuprofen, says there’s no evidence it can
worsen COVID-19. CBC website. https://www.cbc.ca/ news/health/ibuprofen-covid-
19-novel-coronavirus-1.5501496. Accessed March 19, 2020.
https://www.cbc.ca/news/health/ibuprofen-covid-19-novel-coronavirus-1.5501496
48. Wu, F.; Zhao, S.; Yu, B.; Chen, Y.-M.; Wang, W.; Hu, Y.; Song, Z.-G.; Tao, Z.-W.;
Tian, J.-H.; Pei, Y.-Y.; et al. 2020.Complete genome characterisation of a novel
coronavirus associated with severe human respiratory disease in Wuhan, China.
bioRxiv.
https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.01.24.919183v2
49. Wood DM, Monaghal J, Streete P, Jones AL, Dargan PI. Fourty five years of
ibuprofen use. 2006 Critical care, 10: R 44
50. World Health OrganizationNovel Coronavirus (2019-nCoV).2020
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019.
51. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19).2020
https://www.who.int/emergencies/diseases/nov el-coronavirus-2019/situation-reports
52. Wrapp, D.; Wang, N.; Corbett, K.S.; Goldsmith, J.A.; Hsieh, C.-L.; Abiona, O.;
Graham, B.S.; McLellan, J.S. 2020. Cryo-EM Structure of the 2019-nCoV Spike in the
Prefusion Conformation. bioRxiv.
https://www.annualreviews.org/doi/10.1146/annurev-virology-110615-042301
53. Yang ji. Et al.2020. Prevalence of comorbidities and its effects in patients infected
with SARS-CoV-2: a systematic review and meta-analysis
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1201971220301363

4
54. Zhu, N.; Zhang, D.; Wang, W.; Li, X.; Yang, B.; Song, J.; Zhao, X.; Huang, B.; Shi,
W.; Lu, R..et al. 2020. A Novel Coronavirus from Patients with Pneumonia in China,
2019. N. Engl. J. Med. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31978945/

Anda mungkin juga menyukai