Anda di halaman 1dari 16

PEMERINTAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ALIMUDDIN UMAR


Jl. Teuku Umar No. 03, Telp (0728) 21651, Fax (0728) 21211, E-mail : rsuliwa@yahoo.co.id
Liwa, 34813

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ALIMUDDIN UMAR


KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Nomor : 445 / 211.b / III.02 /2021

TENTANG

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ALIMUDDIN UMAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT
DIREKTUR RSUD ALIMUDDIN UMAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan farmasi Rumah Sakit, maka
diperlukan Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat;
b. bahwa agar Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat dapat terlaksana
dengan baik perlu adanya Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan obat
Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar
Kabupaten Lampung Barat.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671;

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062) ;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi


dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781) ;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 tentang Kebijakan


Obat Nasional ;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1282/MENKES/SK/XI/1998 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Liwa
Kabupaten Daerah Tingkat I Lampung Barat;

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1337/MENKES/SK/XII/1999 tentang Penetapan Pelayanan Rumah Sakit dan Standar
Pelayanan Medik;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

11. Peraturan Menteri Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044) ;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar Kabupaten Lampung
Barat Tentang Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat Rumah Sakit Umum Daerah
Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat.

Kedua : Kebijakan Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat Rumah Sakit Umum Daerah
Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan tentang Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
dilaksanakan oleh Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar
Kabupaten Lampung Barat.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Liwa
Pada tanggal : 03 Maret 2022
Direktur RSUD Alimuddin
Umar Kabupaten Lampung
Barat

dr. IMAN HENDARMAN, M.Kes.,Sp.A


NIP. 19780613 200501 1 011
Lampiran I : SK Direktur RSUD Alimuddin Umar
Nomor :
Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ALIMUDDIN UMAR

A. KEBIJAKAN UMUM

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar adalah penanggung jawab atas peraturan dan
kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan dan
penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan adalah suatu proses yang dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi, dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur rumah sakit dalam
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan pemakaian
perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
4. Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah Sakit dan
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan semua pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar yang optimal meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan produksi serta melaksanakan pelayanan
farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etik profesi.
5. Pengelolaan perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar diselenggarakan
dengan sistem satu pintu sesuai dengan Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pasal 15 ayat 3.

B. KEBIJAKAN KHUSUS

I. Organisasi dan Tata Laksana

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar adalah penanggung jawab atas peraturan dan
kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan dan
penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur rumah sakit dalam
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan pemakaian
perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
3. Bidang Pelayanan Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola kegiatan
pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan keselamatan pasien serta
mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan dan penelitian.
4. Instalasi farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah Sakit dan
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan kesehatan yang optimal meliputi :
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, produksi, pemantauan serta
melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi.
5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker , berijazah sarjana farmasi dan telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker dan Surat Ijin Praktek Apoteker, dalam pelaksanaan tugasnya dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan tenaga teknis kefarmasian.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan
farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan proses distribusi di rumah sakit.
7. Dalam struktur organisasi Instalasi Farmasi, Kepala Instalasi dibantu oleh Apoteker pendamping
dengan 3 Unit Pelayanan Farmasi (UPF) yaitu Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dan Rawat Inap,
Unit Pelayana IGD dan Apoteker penanggung jawab logistik yang bertugas utama dalam
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan produksi.
8. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan pengusulan dari Komite Medik dan
disahkan oleh Direktur Rumah Sakit. Keanggotaan minimal terdiri dari 1 orang ketua (Dokter), 1
orang sekretaris (Apoteker) dan anggota.

II. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan

1. Pemilihan
a. Komite Farmasi dan Terapi membatasi dan memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaan di pasaran,
harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
b. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Alimuddin Umar digunakan sebagai dasar dalam penulisan resep/ dalam pelayanan kesehatan
yang tertuang dalam buku Formularium Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar.
c. Dalam proses penyusunan dan revisi formularium Instalasi Farmasi bekerja sama dengan Komite
Farmasi dan Terapi dan dirancang agar dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
d. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu peraturan yang
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua personel rumah sakit.
e. Formularium dievaluasi setiap satu tahun sekali dengan melibatkan para praktisi pelayanan
kesehatan.
f. Penambahan atau pengurangan obat dilaksanakan sesuai prosedur berdasarkan safety dan
efektifitasnya dan dimintakan penetapannya kepada Direktur melalui Komite Farmasi dan Terapi.
g. Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan
informasi tentang kelas terapi, indikasi, bentuk sediaan dan kekuatan, bioavailabilitas dan
farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping, efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat ini
dibandingkan dengan obat lama yang tercantum dalam formularium, uji klinik, perbandingan
biaya pengobatan, dan indikasi keamanannya.
h. Suatu obat dapat dihapuskan dari formularium bila obat sudah tidak ada di pasaran, tidak ada lagi
dokter yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang cost-effective
i. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dokter
dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir Permintaan Khusus Obat non
Formularium yang diajukan ke KFT untuk dapat mendapat persetujuan.
j. Buku formularium yang berlaku wajib ada di lokasi pelayanan. Setiap dokter harus mengacu pada
formularium ini dalam melakukan praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar.
k. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar tidak mengelola obat
khemoterapi, bahan radioaktif, produk nutrisi, dan obat sampel.
2. Perencanaan, Pengadaan dan Penerimaan
a. Perencanaan obat mengacu kepada formularium Rumah Sakit, serta kepada daftar alat kesehatan
yang telah disepakati dan diajukan oleh pengguna dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit.
b. Pengadaan obat yang tidak tercantum dalam formularium hanya dapat dilakukan setelah mendapat
rekomendasi dari Komite Farmasi dan Terapi dan disetujui oleh Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Alimuddin Umar.
c. Pelaksanaan pengadaan perbekalan kesehatan untuk mendukung kebutuhan rumah sakit
dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan.
d. Proses penerimaan semua pengadaan perbekalan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Alimuddin Umar dilaksanakan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) berdasarkan Surat
Perintah Direktur Rumah Sakit.
e. Untuk mengatasi ketidaktersediaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar maka
dibuat perjanjian kerjasama dengan instalasi farmasi atau apotek luar.
f. Setiap obat dibuat kartu stok untuk memantau setiap transaksinya dan diadakan stok opnam setiap
bulan untuk melindungi dari kehilangan atau pencurian di Rumah Sakit.
3. Penyimpanan
a. Area penyimpanan perbekalan kesehatan tidak boleh dimasuki oleh personel selain petugas
farmasi, atau di bawah pengawasan petugas farmasi.
b. Penyimpanan obat berdasarkan teknik FIFO (first in first out) dimana obat yang datang pertama
dikeluarkan lebih dulu atau FEFO (first expired first out) dimana obat yang dekat
expire/kadaluarsa dikeluarkan terlebih dulu.
c. Penyusunan obat berdasarkan alfabetis dan bentuk sediaan.
d. Penyimpanan obat, suplai medik, gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan dan standar
kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan dalam pencarian
dalam rangka mempercepat pelayanan.
e. Perbekalan kesehatan yang memiliki sifat fisika-kimia atau atas dasar rekomendasi pabrikan,
harus disimpan khusus pada suhu tertentu dan terkontrol.
f. Penyimpanan harus terkontrol dengan didokumentasi, dimonitor, dicatat, dan dilaporkan secara
periodik.
g. Bahan yang bersifat mudah yang mudah terbakar/berbahaya (B3), eksplosif, radioaktif,
oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi, dan bahan
berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dalam ruang penyimpanan dan disertai label berbahaya
dan ada informasi penanganan kalau terkena percikan (MSDS).
h. Bahan yang terkontrol (Obat narkotika dan psikotropika) disimpan dalam lemari terpisah dengan
kunci ganda.
i. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan kandungan, tanggal kadaluarsa
dan peringatan penting.
j. Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali merupakan kebutuhan klinis
yang penting dan dilaksanakan sesuai prosedur.
k. Obat High Allert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di tempat terpisah
dan diberi label khusus.
l. Obat dengan tampilan mirip dan bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA) disimpan dengan
penandaan LASA dan diberi jarak antar obatnya.
m. Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit atau dari pemakaian sebelumnya dari rumah dapat
digunakan di rumah sakit setelah disetujui oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP),
diperiksa mutunya secara visual dan disimpan di depo pelayanan farmasi.
n. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik 1 bulan sekali untuk memastikan
obat disimpan secara benar.
o. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar tidak mengelola obat untuk
penelitian, obat yang bersifat radioaktif, dan obat khemoterapi.
p. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar tidak melaksanakan pencampuran
produk nutrisi parenteral.
q. Perbekalan kesehatan untuk kepentingan emergensi disimpan dalam troli/ kit/ lemari emergensi
yang selalu dikunci, disegel, diperiksa secara rutin oleh petugas farmasi, dan dipastikan obat
dalam keadaan siap pakai dengan jumlah yang sesuai daftar dan tidak kadaluarsa.
r. Dilakukan penggantian obat-obat emergensi di emergency kit segera setelah digunakan oleh
petugas Farmasi.
s. Perbekalan kesehatan yang tidak digunakan lagi karena rusak atau kadaluarsa disimpan di
instalasi farmasi didata dan ditempatkan dalam wadah tersendiri untuk dilakukan pemusnahan.
t. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau oleh pabrikan, kadaluarsa dan atau
ketinggalan jaman dikembalikan ke instalasi farmasi.
4. Peresepan
a. Yang berhak menulis resep adalah staf medis tetap, dokter mitra, dokter internship yang diberi
wewenang oleh Direktur Rumah Sakit Alimuddin Umar untuk praktek medis di rumah sakit, dan
mempunyai surat ijin praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar dan dikenal oleh
seluruh staf farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar
b. Resep ditulis secara manual pada blanko resep dengan kop surat Rumah Sakit Umum Daerah
Alimuddin atau secara elektronik (electronic prescription) , yang ditetapkan oleh rumah sakit.
c. Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan lazim sesuai dalam
buku daftar singkatan.
d. Obat yang diresepkan dengan nama generiknya, sesuai dengan obat yang ada dalam formularium
rumah sakit.
e. Elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap serta jenis pemesanan
yang akseptabel untuk digunakan meliputi :
1) Data indentitas pasien
a) Nama Pasien
b) Nomor rekam medis
c) Tanggal lahir
2) Elemen-elemen pemesanan atau peresepan
a) Tanggal penulisan resep
b) Nama dokter
c) Nomor SIP
d) Riwayat alergi
e) Tanda R/ pada setiap obat yang diresepkan
f) Nama obat sesuai di formularium, disertai bentuk sediaan dan kekuatannya, dan jumlah
sediaan.
g) Bila obat berbentuk racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat.
h) Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian)
3) Obat ditulis dengan nama generik untuk pasien BPJS, jamkesda dan pasien umum kelas tiga,
untuk pasien lainnya dapat menggunakan obat generik ataupun obat paten sesuai formularium.
4) Indikasi untuk penggunaan obat Pro Re Nata (jika diperlukan) harus dituliskan dan disertakan
dosis maksimal dalam sehari
5) Pemesanan obat LASA sesuai prosedur khusus.
6) Peresepan yang tidak lengkap, tidak jelas , tidak terbaca dikonfirmasikan ke dokter penulis
resep sesuai prosedur
7) Pada pesanan obat yang emergency ditulis “CITO”
8) Pesanan obat melalui telepon ditulis kembali secara lengkap oleh penerima pesanan dan
dikonfirmasi ulang.
9) Instruksi lisan (verbal order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high alert tidak
boleh, kecuali dalam keadaan emergensi. Instruksi lisan tidak diperbolehkan saat dokter
berada di ruang rawat.
10) Berat badan dicantumkan pada pesanan obat untuk pasien anak
f. Peresepan obat-obat psikotropik selain dokter spesialis penyakit saraf hanya 3 hari pemakaian.
g. Obat – obat yang diresepkan harus ditulis dalam formulir terapi untuk pasien rawat inap dan
blangko resep untuk pasien rawat jalan dan dicatat dalam rekam medis setiap pasien.
h. Obat-obat yang diresepkan untuk pasien meliputi jenis, dosis dan aturan pakai dicatat di rekam
medis dan disertakan di status pasien pada saat pemulangan dan pemindahan.
i. Obat yang dipakai pasien sebelum dirawat jika atas persetujuan DPJP tetap dipakai maka dicatat
di Rekam Medis Pasien dan di Formulir rekonsiliasi obat dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan DPJP dalam memberikan resep pertama sesuai prosedur.
j. Resep yang sudah dikerjakan, didokumentasikan, disimpan dengan baik, dan setelah 3 tahun dapat
dimusnahkan.

III.Pelayanan Farmasi

1. Penyiapan
a. Yang dimaksud penyiapan obat adalah proses dimulai dari resep/ instruksi pengobatan diterima
oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang ditunjuk sampai dengan obat diterima oleh perawat
di ruang rawat untuk pasien rawat inap atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga di
rawat jalan.
b. Sebelum obat disiapkan, apoteker/ tenaga teknis kefarmasian harus melakukan pengkajian
terhadap resep/ instruksi pengobatan meliputi :
1) Ketetapan dosis, dosis, frekuensi dan rute pemberian.
2) Duplikasi terapi
3) Alergi atau reaksi sensitivitas yang sesungguhnya maupun yang potensial
4) Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat dengan obat-obatan atau makanan.
5) Variasi dari kriteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit
6) Berat badan pasien dan informasi fisiologis dari pasien
7) Kontra indikasi
c. Petugas yang berwenang melakukan telaah resep adalah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
yang mempunyai surat ijin dan terlatih.
d. Apoteker diberi akses ke data pasien atau rekam medis untuk melakukan pengkajian resep.
e. Telaah tidak perlu dilakukan pada kondisi darurat, atau jika DPJP hadir yaitu di IBS dan IGD,
dalam tindakan radiologi intervensional dan diagnostic imaging
f. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar belum menggunakan software
interaksi obat dan alergi
g. Dalam proses penyiapan obat, petugas farmasi dapat melakukan substitusi terapetik obat artinya
farmasi diperbolehkan melakukan penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi zatnya
berbeda dengan terlebih dulu meminta persetujuan dokter penulis resep.
h. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik
kefarmasian.
i. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh personel lain selain petugas farmasi.
j. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap dengan sistem Unit Dose
Dispensing artinya obat disiapkan per sekali minum dan untuk rawat jalan dengan sistem
distribusi resep individual.
k. Obat disalurkan dalam bentuk yang paling siap diberikan kecuali obat intra vena.
l. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin Umar belum melakukan penyiapan
produk steril.
2. Pemberian
a. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang memiliki
kewenangan dan kompetensi serta memilik ijin praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Alimuddin
Umar.
b. Pemberian obat harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat.
c. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah supervisi
instruktur klinik, kecuali obat high alert.
d. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi dulu oleh apoteker/ perawat tentang 7
benar, meliputi
1) Benar pasien
2) Benar obat
3) Benar dosis
4) Benar waktu & frekuensi pemberian
5) Benar cara/rute pemberian
6) Benar dokumentasi
7) Benar informasi.
e. Mutu obat yang diberikan kepada pasien harus dipastikan baik, dan diperiksa secara manual.
f. Setiap penyerahan obat dari petugas farmasi kepada pasien/ keluarga/ perawat selalu
didokumentasikan.
g. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan
diberikan.
h. Obat yang tergolong high alert harus diperiksa kembali oleh perawat lain sebelum diberikan
kepada pasien.
i. Obat yang diberikan harus sesuai dengan peresepan dan dicatat dalam rekam medis pasien
j. Pemberian obat di ruang perawatan dicatat di lembar pemberian obat sesuai dengan identitas
pasien dan waktu pemberian
k. Pemberian obat kepada pasien rawat jalan dan digunakan secara mandiri harus mendapat edukasi
terlebih dulu oleh petugas farmasi.

IV. Pengawasan dan Pelaporan


1. Petugas farmasi melaksanakan supervisi ke ruang perawatan untuk melakukan visite, monitor tentang
pengelolaan di ruang perawatan.
2. Pemantauan efek samping obat diprioritaskan pada obat yang baru masuk formularium rumah sakit.

3. Pemantauan efek samping obat dilaksanakan oleh dokter/perawat/apoteker dan dilaporkan kepada
Komite Farmasi dan Terapi
4. Komite Farmasi dan Terapi melakukan monitoring terhadap efek samping obat.

5. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyiapan/ peracikan, atau
pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan ataupun tidak ditetapkan melalui proses
kolaborasi antara dokter, Apoteker dan Perawat.
6. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang menemukan/terlibat langsung
dengan kejadian tersebut dan atasan langsungnya, dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah
ditemukan dengan menggunakan formulir laporan insiden ke Tim Keselamatan Pasien dicatat di
dalam catatan medik pasien.
7. Tipe kesalahan yang dilaporkan :

a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien, yang tidak
menyebabkan cedera pada pasien.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) suatu kejadian yang mengakibatkan cedera pada pasien.

8. Pelaporan kesalahan obat dan KNC digunakan untuk proses perbaikan pengobatan.

9. Kajian penggunaan Obat (Drug Utilization Review) merupakan pengkajian sistematik terhadap seluruh
aspek penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan cost
effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dilakukan dengan menganalisis dan
menginterpretasikan pola penggunaan obat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil pengkajian
dijadikan dasar dalam mengidentifikasi kekurangan dan menyusun strategi untuk perbaikan.
10. Obat-obatan yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi obat yang diduga banyak digunakan secara
tidak rasional, obat mahal, dan obat sedang dievaluasi untuk penggunaan dalam formularium.
11. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan strategi/ intervensi yang bertujuan untuk
memecahkan masalah obat, dapat dilakukan dengan edukasi (seminar, diskusi kelompok, pelayanan
informasi obat) tatalaksana (audit, umpan balik) dan pembatasan (penghentian obat, pembagian lini
penggunaan obat).
V. Rekonsiliasi Obat
1. Rekonsiliasi Obat Pasien Saat Admisi

1) Rekonsiliasi obat pasien admisi dilakukan di poli dan IGD ketika pasien dinyatakan masuk
rawat inap
2) Rekonsiliasi obat dilakukan oleh dokter atau apoteker dengan melakukan persetujuan kepada
dokter penanggungjawab (DPJP) mengenai obat yang digunakan pasien sebelum rawat inap
dilanjut atau tidak selama dirawat di ruang perawatan
3) Apoteker saat visit melakukan identifikasi riwayat penggunaan obat pasien dan memastikan
rekonsiliasi dilakukan
4) Bila obat tidak dilanjut oleh DPJP, obat disimpan diinstalasi farmasi dalam lemari khusus,
terpisah dengan obat lainnya.

2. Rekonsiliasi Obat Pasien Saat Pindah Ruang Rawat

1) Rekonsiliasi obat pasien saat pindah ruang rawat dilakukan ketika pasien pindah dari satu
ruang perawatan ke ruang perawatan lainnya
2) Rekonsiliasi obat antar ruangan ini dilakukan oleh dokter atau apoteker dengan melakukan
persetujuan kepada dokter penanggungjawab (DPJP) mengenai obat pasien dari ruangan
perawatan sebelumnya dilanjut atau tidak untuk di ruang perawatan berikutnya.
3. Rekonsiliasi Obat Saat pulang ( Discharse )
1) Rekonsiliasi obat saat pulang (discharse ) dilakukan ketika pasien dinyatakan boleh pulang
oleh dokter penanggungjawab (DPJP).
2) Rekonsiliasi obat pasien pulang ini dilakukan oleh apoteker dengan menuliskan daftar
regimen obat yang diteruskan untuk di rumah pada formulir rekonsiliasi obat saat pulang
(discharse ).
VI. Penulisan Terapi Rawat Inap Dalam Daftar Pemberian Obat
1. Formulir daftar pemberian obat (DPO) diisi oleh DPJP yang dapat diwakilkan oleh perawat (PN) dengan
menuliskan hal dibawah ini :
a) Identitas pasien mencakup nama, tanggal lahir dan atau nomor rekam medis.
b) Menuliskan berat badan pasien, riwayat alergi, ruang rawat dan nomor kamar pasien
c) Menuliskan secara lengkap nama obat, kekuatan sediaan, jumlah obat, aturan pakai, cara atau rute
pemberian obat.
d) DPJP memberikan tandatangan pada kolom paraf DPJP
2. Formulir Daftar Pemberian Obat (DPO) diisi oleh dokter penanggungjawab (DPJP) yang dapat
diwakilkan oleh perawat (PN) dengan menuliskan hal dibawah ini yakni:
a) Identitas pasien mencakup nama, tanggal lahir dan atau nomor RM (barcode)
b) Menuliskan berat badan pasien, riwayat alergi, ruang rawat dan no kamar pasien
c) Menuliskan secara lengkap nama obat, kekuatan sediaan, dosis, frekuensi, cara atau rute pemberian
obat pada kolom NAMA OBAT
d) DPJP memberikan tandatangan pada kolom NAMA & PARAF DOKTER
3. Apoteker memberikan ceklist pada kolom HIGH ALERT. Bila obat yang digunakan termasuk kategori
High Alert, berikan ceklist (√) YA, namun bila obat yang digunakan tidak termasuk kategori High Alert,
berikan ceklist (√) TDK
4. Apoteker menuliskan jam pemberian obat yang disarankan pada kolom Jam* serta mengecek seluruh
kesesuaian penulisan terapi dan dosis obat pasien dan memastikan obat diberikan secara tepat. Jika
sesuai, apoteker harus memberikan tandatangan pada kolom paraf Apoteker.
5. Setiap kali perawat memberikan obat kepada pasien, perawat harus mengecek 5 Benar Obat dan wajib
menuliskan paraf pada kolom Perawat 1 serta menuliskan jam obat tersebut diberikan ke pasien pada
kolom Jam**.
6. Untuk obat-obat High Alert, dilakukan proses double check. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan
perawat lainnya untuk melakukan pengecekan obat High Alert yang diberikan, kemudian membubuhkan
paraf perawat lainnya tersebut di kolom Perawat 2.
7. Jika terdapat interaksi obat atau respon yang tidak diharapkan seperti efek samping atau respon alergi,
dapat dituliskan pada kolom CATATAN APOTEKER, dan dilaporkan kepada DPJP agar dilakukan
penanganan kepada pasien tersebut.
8. Bila pasien menolak minum obat tuliskan huruf (T) = Tolak pada kolom KET atau bila ada penundaan
pemberian obat karena perubahan kondisi pasien tuliskan huruf (K) pada kolom KET.
9. Bila obat STOP diberikan, tuliskan tanda // pada kolom Tgl pada baris nama obat dan berikan alasan
pada kolom keterangan, beri paraf dan nama dokter.
10. Pemberian obat oleh pasien sendiri, baik yang dibawa sendiri atau yang diresepkan dari semua Rumah
Sakit harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medis pasien.
VII. Pelayanan Informasi Obat
1. Dalam lembar daftar pemberian obat, apoteker wajib melakukan verifikasi dan pengawasan mengenai
nama obat, sediaan, cara pemberian, dosis serta waktu pemberian obat yang dilakukan perawat kepada
pasien dari resep rawat inap atau Daftar Pemberian Obat (DPO).
2. Referensi produk farmasi yang digunakan RSUD Alimuddin Umar adalah MIMS® yang diupdate
secara berkala.
3. Telaah resep dilakukan oleh apoteker, hal yang perlu dikaji adalah kelengkapan administrasi, farmasetik,
dan klinis. Dalam pengkajian klinis di dapatkan adanya interaksi obat yang di gunakan untuk acuan
adalah Medscape® atau buku referensi lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.

VIII. Konseling
1. Konseling yang diberikan di rawat inap adalah pasien baru, pasien pulang, dan pasien yang meminta
untuk diberikan informasi obat.
2. Untuk pasien rawat inap, tanyakan apakah ada pengobatan atau penggunaan obat selain yang didapatkan
di rawat inap saat ini. Jika ada, maka obat yang digunakan kemudian konfimasikan ke dokter
penanggung jawab, lalu tulis di form rekonsiliasi.
3. Untuk pasien yang akan pulang, agar terapi di rumah patuh maka dibuatkan kartu minum obat untuk
pasien pulang.
IX. Visite
Pencatatan pemberian obat pasien rawat inap dan rawat jalan dituliskan dalam rekam medis secara jelas
dan rinci oleh dokter, perawat, apoteker.

X. Pemantaun Terapi Obat


1. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk mengotimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki
2. Pemantauan terapi obat dilakukan oleh apoteker secara berkesinambungan, didokumentasikan, dan
dievaluasi secara teratur agar keberhasilan atau kegagalan terapi dapat diketahui.

XI. Monitoring Efek Samping Obat


1. Monitoring efek pengobatan yang dilaksanakan di RSUD Alimuddin Umar dilakukan dalam rangka
meningkatkann mutu dan keselamatan pasien.

2. Kegiatan pelaporan efek samping obat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang pertama kali menemukan
efek samping obat yang dialami pasien.

3. Kejadian efek samping obat yang ringan dicatat dalam berkas rekam medis. Kejadian efek
samping obat yang berat/ reaksi obat yang tidak diharapkan (ROTD) dicatat dalam formulir
Insiden Internal dan dilaporkan ke TKPRS (Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit).
4. Seluruh kejadian efek samping obat dicatat dalam formulir MESO dan dilaporkan kepada Tim
Farmasi dan Terapi. Laporan MESO dibuat maksimal 1 x 24 jam sejak kejadian efek samping
obat tersebut dialami pasien pada formulir MESO yang tersedia di setiap ruangan.

XII. Dispensing Sediaan Steril

1. Dispensing obat yang di lakukan di RSUD Alimuddin Umar adalah dispensing obat steril dan
dispensing obat non steril.
2. Penyiapan dan penyerahan obat dilakukan dalam lingkungan yang aman bagi pasien, petugas
dan lingkungan untuk menjamin kemanan, mutu, manfaat, stabilitas dan khasiat obat tersebut.
3. Dispensing sediaan steril meliputi peracikan sediaan TPN, sediaan IV ad mixture dan
peracikan sediaan sitostatika.
4. Dispensing obat steril dilakukan pencampuran melalui alat BSC untuk kemoterapi, dan LAF
untuk obat non kemo.

XIII. Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien (patient safety) tercapai apabila dilakukan medication safety, dimana apoteker wajib
melakukan verifikasi dan pengawasan mengenai obat, sediaan, cara pemberian obat dan waktu pemberian
obat yang baik dan benar.

XIV. Penutup
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan seperlunya.

DIREKTUR RSUD ALIMUDDIN UMAR


KABUPATEN LAMPUNG BARAT

dr. IMAN HENDARMAN, M.Kes.,Sp.A


NIP. 19780613 200501 1 011

Anda mungkin juga menyukai