Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN

ASESMEN
PRA BEDAH
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH LUMAJANG
MAJELIS PEMBINA KESEHATAN UMUM
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH
LUMAJANG
Kantor : Jl. Slamet Wardoyo No. 103 Telp. (0334) 8782955 Labruk Lor – Lumajang
Kode Pos 67316

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH
LUMAJANG

NOMOR:

TENTANG

PANDUAN ASESMEN PRA BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH
LUMAJANG

Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah


Lumajang,

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


bedah Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang,
maka diperlukan standarisasi penilaian status fisiologis
pasien yang akan mendapatkan pelayanan tindakan
pembedahan di lingkungan Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Lumajang
b. Bahwa agar proses asesmen pasien pra bedah
terlaksana dengan baik dan terstandardisasi maka perlu
suatu Panduan Asesmen Pra Bedah sebagai landasan
bagi pelaksanaan asesmen pra bedah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana butir a,
perlu ditetapkan Panduan Asesmen Pra Bedah di
lingkungan Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Lumajang dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi
Intensif di Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
Kedokteran;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Perawat Anestesi;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
Kedokteran;Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian
Kabupaten Lumajang;
11. Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lumajang
Nomor 017/KEP/III.0/B/2020 tentang pengangkatan dr. H.
Buntaran Suprianto, M.Kes sebagai Direktur RUMAH
SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH LUMAJANG
12. Ijin mendirikan Rumah Sakit, dikeluarkan oleh Bupati
Lumajang melalui Kepala Kantor Pelayanan Terpadu
Kabupaten Lumajang pada tanggal 7 Desemmber 2017
Nomor 503/002/427.62/IMRS/2017

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATUAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
MUHAMMADIYAH LUMAJANG TENTANG PANDUAN
ASESMEN PRA BEDAH DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
UMUM MUHAMMADIYAH LUMAJANG
Pertama : Panduan Asesmen Pra Bedah di Lingkungan Rumah Sakit
Umum Muhammadiyah Lumajang sebagaimana terlampir
dalam Peraturan ini.
Kedua : Panduan Asesmen Pra Bedah di lingkungan Rumah Sakit Umum
iv
Muhammadiyah Lumajang digunakan dalam penilaian status
fisiologis pasien sebelum tindakan bedah di Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Lumajang.
Ketiga : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :LUMAJANG

Pada Tanggal : 08 Februari 2020

DIREKTUR RSUM Lumajang

dr. TRIWORO SETYOWATI


NBM 1 357 447

v
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. DEFINISI................................................................................................1
B. TUJUAN.................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP...............................................................................2
A. RUANG LINGKUP.................................................................................2
B. PELAKSANA..........................................................................................2
BAB III TATALAKSANA.................................................................................3
A. PENJADWALAN....................................................................................3
B. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH............................................3
C. TATA LAKSANA PEMBERIAN EDUKASI PRE OPERASI...................7
BAB IV DOKUMENTASI.................................................................................8
A. STAF MEDIS.........................................................................................8
B. STAF PERAWAT...................................................................................8

vi
BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Asesmen Pra Bedah adalah suatu pemeriksaan dan perencanaan
sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan.

B. TUJUAN
1. Sebagai panduan yang sistematis untuk menentukan status
kesehatan pasien pada perencanaan dan perawatan lebih lanjut.
2. Dasar untuk memilih prosedur yang tepat, waktu yang optimal,
prosedur aman.
3. Memberikan manfaat terhadap prosedur yang direncanakan.
4. Pasien dan keluarga memperoleh informasi yang jelas mengenai
kemungkinan terjadinya komplikasi pembedahan.

1
BAB II RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP
Setiap pasien yang datang ke Rumah sakit harus dilakukan penilaian
awal dan penapisan (screening) oleh petugas yang berwenang dan
kompeten untuk melakukan perawatan selanjutnya, mengenai kebutuhan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Ruang lingkup penilaian tiap
disiplin ditentukan oleh kebijakkan setiap bagian bedah. Ruang lingkup
dan intensitas penilaian ditentukan oleh kondisi pasien sebagai berikut:
1. Kondisi / Diagnosis
2. Perencanaan Perawatan
3. Motivasi tentang Perawatan
4. Respon pada perawatan sebelumnya
5. Persetujuan tindakan
Data-data yang penting dari pasien harus dikomunikasikan secara
konsisten kepada tim yang merawat.Kelainan fisik atau diagnostik harus
dilaporkan ke dokter. Dokter bisa merujuk pasien bila fasilitas dan sarana
bedah tidak tersedia.

B. PELAKSANA
1. Dokter Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi

2
BAB III TATALAKSANA

A. PENJADWALAN
Dokter yang berwenang dan berkompeten melakukan permintaan
pelayanan operasi atau berkoordinasi dengan staf bagian kamar operasi
tentang jadual dan ketersediaan peralatan yang diperlukan dalam
operasi tersebut. Pasien – pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi
atau pembedahan baik yang elektif maupun darurat hendaknya
dipersiapkan dengan baik, karena keberhasilan dari tindakan anestesi
dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh pre operasi yang setidaknya
dilaksanakan 1-2 hari sebelum operasi pada pembedahan elektif,
sedangkan pada pembedahan darurat perlu dilakukan dengan segera,
bisa dilakukan di kamar operasi. Apabila peralatan atau sarana
penunjang lainnya yang akan digunakan tidak tersedia di kamar operasi,
maka pasien akan “dirujuk” ke rumah sakit lain.

B. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH


Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk
dilakukan tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk
menentukan kebutuhan pasien dan kebutuhan staf medis
dalammelakukan tindakan pembedahan.Asesmenini dibagi untuk 2
kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi.
1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta tim
bedah. Dokter akan menjelaskan operasi yang dimaksud selama
konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat dan risiko
operasi. Penyelidikan dan penilaian masalah-masalah medis diatasi
pada tahap ini, termasuk rujukan ke spesialis yang relevan termasuk
spesialis anestesi. Dokter bedah melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan yang diperlukan dan disesuaikan dengan kasus
bedahnya termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Bedah
elektif pada pasien dengan penyakit menahun sebaiknya hanya
dikerjakan bila kondisi medis pasien telah dioptimalkan dan risiko
minimal. Persiapan untuk bedah elektif, dilakukan untuk pasien yang

3
sudah siap operasi. Setelah pasien berada di ruang rawat inap, dokter
bedah menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang
akandikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi
operasi:
a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level
(tulang belakang).
b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien
c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur
terkena air/ alkohol/betadin.
d. Mudah dikenali.
e. Penandaan dilakukan dengan menggunakan tanda “ –“ (garis lurus
mendatar)
f. Digunakan secara konsisten di Rumah Sakit.
g. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan tindakan.
h. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan
dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien
termasuk menuliskan diagnose pre operasi dan nama tindakan
atau prosedur operasi yang akan dilakukan serta pernyataan
persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan dalam berkas
rekam medis pasien.
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi
berbeda dari pasien yang dijadualkan. Diagnosis yang mendasari
mungkin tidak diketahui dan operasi yang direncanakan tidak pasti.
Kontak secepat mungkin dengan spesialis anestesi akan
menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah. Setelah
diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk
memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum
pasien. Pada situasi tertentu dibutuhkan operasi segera. Perawatan
pra bedah dari pasien – pasien emergensi:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau
keluarganya. Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir
dan kepatuhan pasien. Apakah pasien memiliki alergi ?
4
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium
untuk melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50%
pasien dengan riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan
menceritakan riwayat penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun
sesudahnya. Pasien mungkin yakin mengalami serangan jantung
ketika sebenarnya tidak, dan begitupula sebaliknya.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan B1 – B6 sesuai prosedur
d. Pemberian antibiotik profilaksis
Diberikan 30 – 60 menit sebelum insisi kulit. Jenis antibiotic yang
diberikan sefalosporin generasi I dan II.
e. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan
hematologi, kimia klinik, CLFT, RFT, profil lipid, Glucosa, faal
hemostatis (PTT, APTT). Kirim sampel darah segera mungkin.
EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan
patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea.
f. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat
kehilangan darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang
syok tidak selalu takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami
hipotensi bila tekanan sistoliknya 100 mmHg.
g. Obati nyeri
h. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan
ketat untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan.
Volume cairan yang besar harus terlebih dahulu dihangatkan.
Kateter urin harus dipasang. Kadang-kadang hipotensi disebabkan
atau diperburuk oleh gagal jantung atau sepsis. Jangan biarkan
kepala pasien jatuh ketika memasang infus vena sentral.
i. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan
pergantian volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di HCU.
Sebagai alternatif, pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-
pasien perdarahan aktif memerlukan operasi penyelamatan jiwa
dan kamar operasi harus dipersiapkan segera. Kalau bisa darah
sampai ke kamar operasi sekaligus dengan pasien, dan pada

5
pasien yang kehabisan darah, darah dari golongan sama harus
sudah ada segera.
j. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau
hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan
setiap jam.
k. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan
saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry.
Pemeriksaan fisik dan radiologi biasanya akan menentukan
penyebab hipoksia. Pada pasien kritis, dispnea bisa disebabkan
oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang disebabkan hipoksia
jaringan sering akan memberi respons terhadap resusitasi umum,
walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari.
l. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang
tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan
aritmia jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus
dekstrosa.
m.Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk
mengurangi kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan
bahwa pasien dengan penurunan kesadaran memiliki jalan napas
tidak tersumbat, dan menerima oksigen serta dalam posisi sesuai.
Pada pasien dengan riwayat refluks asam, berikan omeprazole 40
mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan usus jelek) tepat
sebelum operasi.
n. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai
rencana tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur
yang direncanakan. Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan
operasi atau kondisi medis pasien. Jika operasi memiliki risiko
kematian, pastikan bahwa ini dipahami. Jangan anggap semua
pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi.

6
C. TATA LAKSANA PEMBERIAN EDUKASI PRE OPERASI
1. Latihan napas
a. Latihan menarik napas dalam. Bertujuan untuk mengembangkan
paru-paru secara optimal dan meningkatkan kadar oksigen di
dalam darah pasca tindakan anestesi.
b. Instruksikan pasien untuk latihan batuk dan tarik napas dalam
pada posisi duduk.
c. Iinstruksikan pasien untuk menarik napas dalam, tiga kali, melalui
lubang hidung dan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
dengan posisi bibir agak mengatup. Latihan tarik napas dalam
dilakukan setiap dua jam.
2. Latihan batuk dan posisi menahan
a. Latihan batuk membantu mengaluarkan secret dari rongga dada
dan bahu posisi menahan/”pembebat” yang dapat mengurangi
tekanan serta mengontrol nyeri.
b. Instruksikan pasien untuk menyilangkan jari-jari tangan, kemudian
meletakkan di atas lokasi bekas insisi sebagai
penahan/”pembebat” saat batuk nanti, mencegah cedera pada
bekas insisi.
c. Bersandar ke depan perlahan dari posisi duduk.
d. Bernapas menggunakan diafragma perut, tarik napas penuh
dengan mulut sedikit terbuka.
e. Batukkan 3-4 kali perlahan.
f. Kemudian dengan mulut terbuka, tarik napas dalam dengan cepat
lalu batukkan kuat 1-2 kali.
3. Latihan ambulasi
a. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kedua pergelangan kaki
dengan arah ibu jari kaki ke atas dan kebawah.
b. Instruksikan pasien untuk menekankan bagian belakang lutut ke
tempat tidur. Kemudian diikuti relaksasi lutut, kontraksi diikuti
relaksasi otot paha dan otot betis mencegah terbentukknya
thrombus.

7
BAB IV DOKUMENTASI

Data dan penilaian didokumentasikan oleh berbagai disiplin bedah pada


formulir yang sesuai, dan termasuk data medis umum harus
diidentifikasi.Pelayanan dan perawatan harus dikoordinasikan secara efektif
dan efisien.Didokumentasikan sebagai berikut :

A. STAF MEDIS
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Catatan perkembangan dan kebijakkan penyakit
3. Catatan pre dan post anestesi
4. Laporan konsultasi
5. Laporan Operasi
6. Ringkasan pasien pulang
7. Catatan Klinis

B. STAF PERAWAT
1.Catatan penilaian pasien / asuhan perawatan
2.Catatan pasien pulang
3.Catatan klinis

Rumah Sakit Umum


Muhammadiyah Lumajang
Direktur,

dr. TRIWORO SETYOWATI


NBM 1 357 447

Anda mungkin juga menyukai