Anda di halaman 1dari 123

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH LUMAJANG

MAJELIS PEMBINA KESEHATAN UMUM


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH
LUMAJANG
Kantor : Jl. Slamet Wardoyo No. 103 Telp. (0334) 8782955 Labruk Lor – Lumajang Kode Pos
67316

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH LUMAJANG
NOMOR : …………………………
TENTANG
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN & KEBIDANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH LUMAJANG
Menimbang : a. Bahwa dalam pelayanan asuhan keperawatan/kebidanan di
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang diperlukan suatu
tata laksana pelayanan keperawatan/kebidanan;
b. Bahwa agar tata laksana asuhan keperawatan/kebidanan di
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang dapat terlaksana
dengan baik perlu adanya Panduan Asesmen Keperawatan dan
Kebidanan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam butir a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang.
Mengingat : 1. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/Per/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
7. Persetujuan Pemenuhan Komitmen izin Operasional Rumah
Sakit No. 503/001/427.62/IORS/2020;
v
8. Nomor Induk Berusaha (NIB) Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Lumajang Nomor. 0220305210368.
9. Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
Nomor: 2101/KEP/II.0/D/2021 Tentang Pengangkatan dr.
Triworo Setyowati sebagai Direktur Rumah Sakit (RS)
Muhammadiyah Lumajang Masa Jabatan 2021-2025.

MEMUTUSKAN

Menetapka : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


n MUHAMMADIYAH LUMAJANG TENTANG PANDUAN ASUHAN
KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Asuhan Keperawatan dan Kebidanan adalah pemberian pelayanan keperawatan dan


Kebidanan kepada pasien di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang.
2. Panduan Asuhan Keperawatan dan Kebidanan digunakan dalam penilaian/pengkajian
Keperawatan dan Kebidanan pasien gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap di Rumah
Sakit Umum Muhammadiyah Lumajang.

Pasal 2
Proses pengkajian keperawatan dan kebidanan adalah proses yang terus menerus dan
dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit kerja IGD, rawat inap dan rawat
jalan.

Pasal 3
Panduan Asuhan Keperawatan dan Kebidanan di Lingkungan Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Lumajang sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini.

Pasal 4
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Lumajang, 10 Januari 2022


Direktur,
RSU Muhammadiyah Lumajang

dr. Triworo Setyowati


v NBM : 1 357 447
LAMPIRAN 1
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
MUHAMMADIYAH LUMAJANG
NOMOR :
TENTANG PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN DAN
KEBIDANAN

KATA PENGANTAR

Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilaksanakan oleh berbagai profesional


pemberi asuhan (PPA) perlu dilaksanakan mengacu pada standar pelayanan profesi.
Setelah dilakukan skrining, dan pasien dapat diterima di rumah sakit untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, maka selanjutnya pasien perlu
dilakukan pengkajian/penilaian atas status kesehatannya.

Proses pengkajian keperawatan dan kebidanan yang efektif akan menghasilkan


keputusan tentang pelayanan keperawatan dan kebidanan yang harus segera dilakukan
dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan
terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses pengkajian keperawatan dan
kebidanan adalah proses yang terus menerus dan dinamis yang digunakan pada
sebagian besar unit kerja rawat inap dan rawat jalan.

Panduan Asuhan Keperawatan dan Kebidanan ini disusun sebagai acuan bagi
perawat dan bidan dalam melaksanakan proses pengkajian yang standar. pengkajian
pasien terdiri atas 3 proses utama:
1. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan
riwayat kesehatan pasien.
2. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan “Imajing
Diagnostic” (Radiologi) untuk mengidentikasi kebutuhan pelayanan
kesehatan pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yang telah diidentifikasi.
Pengkajian pasien sudah benar bila memperhatikan kondisi pasien, umur,
kebutuhan kesehatan, dan permintaan atau preferensinya. Proses-proses ini paling
efektif dilaksanakan bila berbagai profesional kesehatan yang bertanggung jawab atas
pasien bekerja sama.

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... V
DAFTAR ISI.................................................................................................... VI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. DEFINISI................................................................................................2
C. TUJUAN.................................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP............................................................................... 6
A. PERAWAT PELAKSANA...................................................................... 6
B. METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)..........6
C. KATEGORI ASESMEN PASIEN.........................................................11
D. KOMPONEN ASESMEN KEPERAWATAN........................................13
E. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT.....................................................18
F. PENGKAJIAN RAWAT JALAN...........................................................19
G. PENGKAJIAN RAWAT INAP..............................................................19
BAB III PENGKAJIAN KEPERAWATAN..................................................... 20
A. PENGUMPULAN DATA......................................................................20
B. PENDEKATAN PEMERIKSAAN FISIK DENGAN REVIEW OF
SYSTEM (ROS)..........................................................................................24
C. PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL.............................................49
D. ANALISIS DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN........................ 50
E. PERENCANAAN KEPERAWATAN (R).............................................. 52
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.....................................................54
G. EVALUASI KEPERAWATAN.............................................................. 55
H. DOKUMENTASI KEPERAWATAN..................................................... 56
BAB IV PENGKAJIAN KEBIDANAN............................................................58
A. ASUHAN ANTENATAL (ANTENATAL CARE)................................... 58
B. ASUHAN INTRA NATAL..................................................................... 70
C. TATALAKSANA ASUHAN KEBIDANAN PADA KALA III...................76
D. TATALAKSANA ASUHAN KEBIDANAN PADA KALA IV................... 79
E. PEMERIKSAAN FISIK PADA NEONATOLOGI DENGAN SISTEM
HEAD TO TOE...................................................................................... 82
F. PEMERIKSAAN FISIK BERDASARKAN POLA FUNGSI KESEHATAN
“GORDON ” 1982.......................................................................................95

vi
BAB V TATA LAKSANA............................................................................... 98
A. TATA LAKSANA ASESMEN AWAL KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT...................................................................................................98
B. TATA LAKSANA ASESMEN AWAL KEPERAWATAN RAWAT
JALAN…..................................................................................................... 98
C. TATA LAKSANA ASESMEN AWAL KEPERAWATAN RAWAT INAP
……………………………………………………………………………..98
D. TATA LAKSANA ASESMEN ULANG KEPERAWATAN RAWAT INAP
…………………………………………………………………………….99
E. TATA LAKSANA ASESMEN GIZI.....................................................100
F. TATA LAKSANA ASESMEN RISIKO JATUH...................................104
G. TATA LAKSANA ASESMEN NYERI.................................................104
H. TATA LAKSANA ASESMEN ULANG NYERI................................... 110
I. TATA LAKSANA ASESMEN PEDIATRIK.........................................110
J. TATA LAKSANA ASESMEN GERONTIK.........................................111
K. TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL...........................114
L. TATA LAKSANA ASESMEN KEBUTUHAN ROHANI
………………………………………………………………………………….115
M. TATA LAKSANA ASESMEN KEBUTUHAN PRIVASI
……………………………………………………………………………….….115
BAB V DOKUMENTASI..............................................................................116

vii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai
sejak diterima dan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada
Lokakarya Nasional Keperawatan (1983). Sejak saat itu berbagai upaya
telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan membuka
pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III
keperawatan, mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta
mengembangkan standar praktik keperawatan. Upaya penting lainnya
adalah dibentuknya Direktorat Keperawatan di Departemen Kesehatan di
Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan dapat
ditingkatkan. (Sitorus, 2006).
Walaupun sudah banyak hal positif yang telah dicapai di bidang
pendidikan keperawatan, tetapi gambaran pengelolaan layanan
keperawatan belum memuaskan. Layanan keperawatan masih sering
mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang sikap dan kemampuan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau
keluarga. (Sitorus, 2006).
Saat ini asuhan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih
sebagian besar bersifat okupasi, yang artinya tindakan keperawatan
yang dilakukan hanya berorientasi pada pelaksanaan prosedur,
pelaksanaan tugas berdasarkan instruksi dokter, sehingga pelaksanaan
tugas keperawatan belum didasarkan pada tanggung jawab moral dan
tampak masih kurangnya kemampuan analisis serta sintesis yang mandiri
dari asuhan keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
restrukturing, reengineering, dan redesigning system pemberian asuhan
keperawatan melalui pengembangan Model Praktek Keperawatan
Profesional (MPKP) yang pelaksanaannya diterapkan dalam bentuk
proses Asuhan Keperawatan, mulai dari tahapan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi
sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan. Peraturan
mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi,
psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit
merupakan Peraturan yang diambil berdasarkan pengkajian
Untuk itu Rumah Sakit membuat kebijakan mengenai proses pengkajian
pasien di Rumah Sakit sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.

B. DEFINISI
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)/Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat
profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut
(Hoffart & Woods, 1996). Ada 4 metode pemberian asuhan
keperawatan (dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam
menghadapi tren pelayanan keperawatan), Menurut Sitorus (2006)
antara lain:
a. Metode kasus
Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode
dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung
pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan
klien
b. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap
perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan
kepada semua klien di satu ruangan.
c. Metode Tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi.

2
d. Metode Perawatan Primer
Menurut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat
hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan
seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam
perencanaan, pemberian dan koordinasi asuhan keperawatan
klien, selama klien dirawat.”
2. Asuhan Keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada
klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan
berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic, dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah
yang dihadapi klien.
3. Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan
oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis,
merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan
serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan
berfokus pasa klien, berorentasi pada tujuan pada setiap tahap saling
terjadi ketergantungan dan saling berhubungan. (Hidayat, 2004. 95).
4. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan,
baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang
undangan yang berlaku. (Permenkes RI NO.1239 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat)
5. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-
psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga atau masyarakat yang sehat maupun sakit yang
mencangkup siklus hidup manusia. (Seminar Nasional Keperawatan
1983 )
6. Perawat profesional adalah Perawat yang bertanggungjawab dan
berwewenang memberikan pelayanan keparawatan secara mandiri
dan atau berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan
kewenangannya. (Depkes RI,2002).
7. Pengkajian Keperawatan adalah upaya mengumpulkan data secara
lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah

3
kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental,
sosial maupun spiritual dapat ditentukan.
8. Diagnosis Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Carpenito, 2000).
9. Rencana Tindakan Keperawatan adalah semua tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil
yang di harapkan (Gordon, 1994).
10. Implementasi Keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien.
11. Evaluasi Keperawatan merupakan perencanaan evaluasi yang
memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses
tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan
sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah di rumuskan sebelumnya.
12. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi Keperawatan.
13. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi Perawat yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan
Praktik Keperawatan.
14. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan
praktik Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
15. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah

4
mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta telah diakui secara
hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
16. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang
telah diregistrasi.
17. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
kepada Perawat sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
Praktik Keperawatan.
18. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penerapan asuhan keperawatan profesional
adalah untuk membantu klien agar mampu mandiri sehingga dapat
berfungsi secara optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Membantu individu klien untuk mandiri.
b. Mengajak individu klien atau masyarakat berpartisipasi dalam
bidang kesehatan.
c. Membantu individu klien mengembangkan potensi untuk
memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada
orang lain dalam memelihara kesehatannya.
d. Membantu individu klien memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.

5
BAB II RUANG LINGKUP

A. PERAWAT PELAKSANA
Perawat dapat memberikan Praktik Keperawatan wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan.
Perawat yang dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi adalah perawat
yang telah menempuh pendidikan tinggi keperawatan, berupa:
1. Pendidikan Vokasi
Merupakan pendidikan yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang
mempunyai izin penyelenggaraan sesuai peraturan perundang-
undangan, serendah-rendahnya program Diploma Tiga Keperawatan.
2. Pendidikan Akademik
Merupakan pendidikan yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang
mempunyai izin penyelenggaraan sesuai peraturan perundang-
undangan, meliputi:
a. Program Sarjana Keperawatan (Strata 1)
b. Program Magister Keperawatan (Strata 2), dan
c. Program Doktor Keperawatan (Strata 3)
3. Pendidikan Profesi
Merupakan pendidikan yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang
mempunyai izin penyelenggaraan sesuai peraturan perundang-
undangan, meliputi pendidikan profesi:
a. Program Profesi Keperawatan
b. Program Spesialis Keperawatan

B. METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)


Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan
keperawatan, oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang
benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Untuk
mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan keperawatan
yang profesional, yang selanjutnya akan ditentukan bagaimana asuhan
keperawatan tersebut dilaksanakan oleh perawat melalui berbagai
pendekatan model praktik keperawatan yang diberikan. Dan keberhasilan
tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah
pemahaman perawat tentang model-model asuhan keperawatan yang
ada saat ini diantaranya:

6
1. Metode Kasus
Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah
pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada
kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan
kebutuhan pasien. Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan yang mencakup seluruh aspek keperawatan
yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga
mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik,
sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena
mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan
model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas
profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang
banyak. Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus
seperti ruang perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU,
Haemodialisa dan sebagainya.
Kelebihan :
 Perawat lebih memahami kasus per kasus
 Sistem evaluasi dapat dilakukan dengan lebih
mudah Kekurangan :
 Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
 Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama

Contoh Pengorganisasian Metode Kasus

7
2. Metode Tim
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan
oleh pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group
bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan
pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya
ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan
pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien. Pada model tim,
perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk
sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat
profesional (Marquis & Huston, 2000). Perawat yang berperan
sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan
kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan
merencanakan perawatan klien.
Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus
diperhatikan:
a. Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat
penugasan bagi Anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
b. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan
demokratik atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota
tim.
c. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan
kepada kelompok pasien.
d. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat
sukses. Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana
perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan
tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di
antara anggota tim.
Kelebihan dan kelemahan metode Tim
Kelebihan :
 Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.

8
 Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
 Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk
belajar.
 Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
 Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang
berbeda-beda secara efektif.
 Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi
staf secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan
bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan
keperawatan yang diberikan
 Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan
 Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama
bertugas

Kelemahan :
 Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan
supervisi anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang
tinggi baik sebagai perawat pemimpin maupun perawat klinik
 Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila
konsepnya tidak diimplementasikan dengan total
 Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
 Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.
 Akuntabilitas dari tim menjadi kabur.
 Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

Dalam metode Tim ini setiap personil di ruang/ unit tersebut (kepala
ruang, ketua tim dan anggota tim) memiliki tanggung jawab masing-
masing, antara lain:
a. Tanggung jawab Kepala Ruang
1) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
2) Mengorganisir pembagian tim dan pasien

9
3) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
4) Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
5) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang
metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
6) Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
7) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
8) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan
yang lainnya,
9) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di
ruangannya, kemudian menindak lanjutinya,
10) Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
11) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua
staf.
b. Tanggung jawab ketua tim :
1) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan
kewenangannya yang didelegasikan oleh kepala ruangan.
2) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya,
3) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan
medik.
4) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan
5) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil
yang diharapkan serta mendokumentasikannya.
6) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan,
7) Menyelenggarakan konferensi
8) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan,
9) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi
tanggungjawab timnya,
10) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,

10
c. Tanggung jawab anggota tim
1) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan
keperawatan.
2) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang
telah diberikan berdasarkan respon klien.
3) Berpartisipasi dan memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan
4) Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
5) Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
6) Memberikan laporan kepada ketua tim

Contoh Pengorganisasian Metode Tim

PENANGGUNG JAWAB MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL (MAKP) DI RUMAH SAKIT

1. Manajer/ Kepala Bidang/ Direktur/ Kepala Seksi Keperawatan


2. Seluruh Kepala Unit ruang Keperawatan
3. Komite Keperawatan
4. Seluruh staf Keperawatan

C. KATEGORI PENGKAJIAN PASIEN


Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat
jalan adalah pengkajian pasien untuk memperoleh informasi terkait status
medis pasien. Khusus pasien rawat inap, pengkajian pasien terkait

11
statuskesehatan, intervensi, kebutuhan keperawatan, dan gizi. Untuk
dapat berhasil memberikan terapi/asuhan yang berorientasi kepada
pasien, dalam prakteknya, dokter, perawat dan dietisien harus memiliki
pengetahuan dan keahlian dalam melakukan pengkajian pasien.
Pengkajian pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain
(misalnya: profil terapi obat, rekam medis, dan lain-lain). Pengkajian
pasien dibutuhkan dalam membuat Peraturan-Peraturan terkait: (a) status
kesehatan pasien; (b) kebutuhan dan permasalahan keperawatan; (c)
intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul
dimasa mendatang; serta (d) tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil
yang diharapkan pasien terpenuhi.
Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/ terjadi kolaborasi
antara dokter, perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter
dapat menyembuhkan pasien tanpa bantuan asuhan keperawatan dan
terapi gizi.

PENGKAJIAN

PENGKAJIAN PENGKAJIAN PENGKAJIAN GIZI

RENCANA TERAPI

MENGEMBANGKAN

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN PENGKAJIAN ULANG BILA TERJADI

PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI

Dalam pengkajian, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam


seluruh proses, agar asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat
evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis
pasien, maka harus segera dilakukan pengkajian ulang. Bagian akhir
dari pengkajian adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut
monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan
12
pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.

1. Pengkajian Awal Keperawatan


a. Seluruh pasien baik rawat inap maupun gawat darurat dan rawat
jalan harus mendapat pengkajian awal sesuai standar profesi
medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di rumah sakit.
b. Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis (meliputi riwayat
penyakit sekarang, riwayat psikologis, sosial, spiritual dan
ekonomi) dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
serta terdokumentasi dalam rekam medik.
c. Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang
penanganan yang sebelumnya telah diterima pasien, serta
kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian, Peraturan tentang
pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care)
serta adanya diagnosis awal.
2. Pengkajian Lanjutan Keperawatan
a. Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi
respon terhadap pengobatan dan penanganan yang diberikan.
b. Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien.
Misalnya pada pasien gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan
melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan
pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon
dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medik dan
standar profesi keperawatan Rumah Sakit.
3. Pengkajian Ulang Keperawatan
Pengkajian ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subjektif,
Objektif, Pengkajian, Planning).

D. KOMPONEN PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian Keperawatan pada prinsipnya merupakan bagian dari Asuhan
Keperawatan, yang meliputi:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan yang merupakan
pemikiran dasar dari seluruh proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan informasi atau data mengenai klien untuk

13
mengidentifikasikan status kesehatan klien atau mengenali masalah
yang dialami klien, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan yang
dibutuhkan.
2. Analisis dan Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah Peraturan klinik mengenai respons
individu (klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial meliputi tanda dan gejala yang dialami oleh klien.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan.
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan dimana perawat
menetapkan tujuan keperawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan
rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien untuk
memecahkan masalah yang dialami klien serta rasional dari masing-
masing rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien
4. Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi merupakan tahapan pelaksanaan dari rencana
tindakan keperawatan yang bertujuan membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang meliputi peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping.
5. Evaluasi Keperawatan
Yaitu tahap terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan melihat respon klien sehingga perawat dapat
mengambil Peraturan sebagai berikut (Nursalam, 2011):
a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah
mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
Pasien keluar dari siklus jika kriteria hasil telah dicapai. Pasien
memasuki kembali siklus jika kriteria hasil belum tercapai. Perawat

14
kemudian mengkaji kembali pasien dan merencanakan untuk
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria
hasil (Allen, 1998).
Butir 1, 2 dan 3 merupakan suatu pekeperawatan.
1. Pengkajian terdiri atas 3 komponen utama, yaitu pengumpulan
Informasi (I), analisis informasi (A), dan penentuan rencana pelayanan
(R).
2. Pengumpulan Informasi (I)
Informasi yang didapatkan oleh perawatan dari pasien, berupa
informasi subyektif, informasi obyektif, dan informasi hasil
pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya.
a. Bagian subyektif (S) : berisi informasi tentang pasien yang
meliputi informasi yang didapatkan dari wawancara atau
anamnesis dengan pasien (autoanamnesis), anggota keluarga,
orang lain yang penting, atau yang merawat (hetero-anamnesis).
Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
1) Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke
rumah sakit, menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan
utama).
2) Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala
(riwayat penyakit saat ini).
3) Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
4) Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping
(dari pasien, bukan dari profil obat yang terkomputerisasi).
5) Alergi.
6) Riwayat sosial dan/atau keluarga.
7) Riwayat psikologis
8) Tinjauan/ulasan sistem organ
b. Bagian objektif (O) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik
yang mencangkup pemeriksaan B1-B6, tes – tes diagnostik dan
laboratorium dan terapi obat. Pemeriksaan fisik B1-B6 antara lain :
B1. Pernafasan:
a. Irama nafas,
b. Suara nafas tambahan
c. sesak nafas,
d. Batuk, sputum,
e. Alat bantu nafas, mode, SaO2

15
B2. Kardiovaskuler:
a. Irama jantung,
b. Akral,
c. pulsasi,
d. Perdarahan,
e. CVC,
f. Tekanan darah nadi, MAP, suhu,
B3. Persyarafan
a. GCS,
b. Kesadaran,
c. ICP,
d. tanda tanda peningkatan TIK,
e. konjungtiva,
B4. Perkemihan
a. Kebersihan area genetalia,
b. Jumlah cairan masuk,
c. Buang air kecil,
d. Produksi urine
B5. Pencernaan
a. Nafsu makan,
b. NGT,
c. Porsi makan,
d. Minum,
e. Mulut,
f. Mual, muntah,
g. Buang air besar,
B6. Muskuloskeletal/Intergumen
a. Kemampuan pergerakan sendi,
b. Warna kulit,
c. Odema,,
d. Dekubitus,
e. Luka,
f. Kontraktur,
g. Fraktur,
h. Jalur infuse.

16
3. Analisis Informasi (A)
Berdasarkan informasi yang didapatkan, maka perawat akan
melakukan analisis atas informasi tersebut dan menghasilkan
diagnosis keperawatan.
Diagnosis Keperawatan merupakan Peraturan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah status kesehatan klien.
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan
interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.
Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau
status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan
terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat.
a. Diagnosis Keperawatan berdasarkan SDKI ( Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia )
Diagnosis SDKI dibentuk oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional
Indonesia ) berdasarkan Undang-Undang Keperawatan No. 38
Tahun 2014. Diagnosis Keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal.
b. Diagnosis Keperawatan Doengoes
Diagnosis keperawatan Doengoes didasarkan atas dokumentasi
keperawatan yang terdiri dari 5 tahap yang spesifik yaitu
pengkajian, identifikasi masalah/diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dokumentasi
keperawatan pola Doengos terdiri dari 13 divisi : aktivitas istirahat,
sirkulasi, eliminasi, reaksi emosional, makanan/cairan, hygiene,
neurologis, nyeri, perubahan hubungan, keamanan, seksualitas,
penyuluhan/pembelajaran, ventilasi.
4. Penentuan Rencana Pelayanan (R)
Berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan,
selanjutnya dibut rencana keperawatan.

17
Berikut contoh diagnosis dan rencana keperawatan menurut
DOENGES:
N Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan
o Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1 Kekurangan Mendemontrasi 1. Kaji riwayat mual
volume cairan b/d kan hidarasi muntah dan intesitas
dieresis osmotic yang adekuat haluaran urine
S: peningkatan dibuktikan 2. Observasi tanda tanda
pengeluaran urine, dengan tanda vital dan catat adanya
haus vital yang stabil, perubahan TTV
O: penurunan berat nadi perifer 3. Kaji pola dan
badan tiba tiba, dapat diraba, frekusensi nafas(
mukosa bibir turgor kulit dan terutama adanya bau
kering, turgor kulit pengisisan keton)
buruk, hipotensi, kapiler baik, 4. Observasi suhu kulit
takikardi, crt≥3 dan kelembabanya
detik 5. Kaji penuruanan CRT
6. Ukur berat badan
setiap hari
7. Pertahannkan
pemberian cairan
paling sedikit 2500 cc/
hari
8. Kolaborasi dengan tim
medis
2. Perubahan nutrisi 1. Mencerna 1. Timbang berat badan
kurang dari jumlah setiap hari
kebutuhan tubuh kalori dan 2. Tentukan program diet
b/d ketidak nutrient dan pola makan pasien
cukupan insulin, yang tepat setiap hari
tidak adekuat 2. Menunjukan 3. Auskultasi bising usus
masukan oral, tingkat dan kaji adnya distensi
anoreksia, energy yang dan nyeri abdomen
mual,dan biasaya 4. Libatkan keluarga
penurunan 3. Nafsu pasien dalam pemilihan
kesadaran makan diet sesuai dengan
S : Kurang minat meningkat indikasi
pada makanan 4. Berat badan 5. Observasi tanda
O: nafsu makkan meningkat Hipoglikemia
menurun, 6. Lakukan pemeriksaan
kelemahan, tonus gula darah dengan Stik
otot memburuk, 7. Kolaborasi dengan tim
diare, muntah medis

E. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT


1. Pengkajian dilakukan di instalasi gawat darurat dan di seluruh unit
yang menemukan pasien dalam keadaan gawat. Pengkajian awal
gawat darurat dilakukan oleh dokter, atau perawat yang terlatih dalam
melakukan pengkajian gawat darurat.
2. Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat
kejadian gawat darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation

18
(ABC), dan tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, dan
pernapasan. Untuk pengkajian di UGD, pengkajian tambahan
dilakukan sesuai format
3. Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 3
menit sejak pasien tiba di Rumah Sakit atau mengalami kejadian
gawat darurat di Rumah Sakit.
4. Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik
dalam kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja
serta penanganan yang dilakukan.

F. PENGKAJIAN RAWAT JALAN


1. Pengkajian pasien rawat jalan dilakukan di poIikIinik, One Day Care,
One Day Surgery, Hemodialisa rawat jalan. Pengkajian awal pasien
rawat jalan dilakukan oleh perawat sesuai dengan format
2. Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru
dan pasien yang sudah satu tahun tidak berobat ke Rumah Sakit
3. Pengkajian rawat jalan didokumentasikan di rekam medik sesuai
ketentuan / kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas
mengenai waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), dan minimal
menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk
justifikasi diagnosis dan terapi.
4. Staff keperawatan membubuhkan tanda tangan dan nama atau
inisialnya di akhir dari penulisan di rekam medik

G. PENGKAJIAN RAWAT INAP


1. Pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan oleh staff keperawatan
sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap. Hasil pengkajian
didokumentasikan di Form ANAMNESA/PEMERIKSAAN FISIK dan
dilaporkan ke DPJP.
2. Pengkajian keperawatan untuk pasien rawat inap didokumentasikan di
rekam medik sesuai ketentuan/kebijakan rekam medik, dan minimal
terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada)
yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.
3. Pengkajian keperawatan rawat inap harus diIengkapi maksimal
dilakukan 24 jam sejak admission atau lebih cepat sesuai dengan
kondisi pasien.

19
BAB III PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien, yang
merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang
terumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi
klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial
assessment), selama klien dirawat secara terus-menerus (ongoing
assessment), serta pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data
(re-assessment).
Tahapan pengumpulan data antara lain:
1. Anamnesis
Adalah hal yang pertama dan sering merupakan hal yang terpenting
dari interaksi perawat dengan pasien. Perawat dapat mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari tindak lanjut pemberian asuhan
keperawatan.
Tujuan Anamnesis
a. Untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai
penyakit pasien
b. Membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa
penyakit yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnese saja
c. Menetapkan diagnosa banding
d. Membantu menentukan penatalaksanaan
selanjutnya Modalitas Anamnesis
a. Hal utama dalam proses pengkajian anamnesis adalah wawancara
b. 80% diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis
c. Penting bagi perawat untuk menanyakan hal-hal yang aktual
tentang permasalahan yang dialami oleh klien : PERTANYAAN
FOKUS PADA MASALAH

20
Hal yang harus ditanyakan pada klien saat datang di pelayanan
kesehatan adalah:
a. Keluhan Utama
Adalah keluhan yang paling dirasakan oleh klien yang
mendorongnya untuk mencari pertolongan kefasilitas kesehatan
untuk mengatasi keluhannya. (Perawat membantu klien untuk
mengungkapkan keluhan yang paling dirasakan mengganggu
dengan mengajukan pertanyaan yang sederhana dan terbuka
serta membiarkan klien mengungkapkannya dengan bahasanya
sendiri).
b. Riwayat Kesehatan saat ini
Keluhan yang dirasakan pasien sejak gejala pertama sampai saat
dilakukan anamnesis/klien meminta pertolongan pertama
Perlu ditanyakan:
 Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi
 Bagaimana sifat dan hebatnya keluhan,
 Dimana pertama kali keluhan timbul,
 Apa yang sedang dilakukan ketika keluhan itu terjadi,
 Keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,
 Ada tidaknya usaha untuk mengurangi keluhan sebelum
mendapat pertolongan, serta berhasil atau tidak usaha tersebut
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Pengobatan yang lalu
Penyakit-penyakit yang pernah diderita klien dahulu yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit sekarang atau memperberat
penyakit sekarang. Penyakit masa kanak-kanak, penyakit-
penyakit masa dewasa, penyakit psikiatri, kecelakaan dan
cedera, operasi, keracunan, atau alergi. Informasi
prenatal,partus dan postnatal relevan untuk meneliti penyakit
congenital atau herediter.
2) Riwayat alergi
Alergi musiman, lingkungan atau makanan dengan manifestasi
dan pengobatannya. Yang paling penting adalah adanya
riwayat reaksi alergi obat-obatan. Jika terdapat riwayat alergi
terhadap obat atau unsur apapun yang dipergunakan dalam

21
diagnosis dan pengobatan, maka rincian tentang reaksi dan
nama bahan yang bersangkutan harus dipastikan
3) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perlu diketahui cara klien bereaksi terhadap lingkungan
hidupnya, yang bisa dilihat dari latar belakang
pendidikan,keadaan keuangan, catatan pekerjaan, status
perkawinan, tempat dalam keluarga, hobi bila ada waktu luang,
dan kebiasaan sehari – hari termasuk merokok, minum alkohol,
penyalahgunaan obat, dan pemaparan terhadap toksin
potensial yang semuanya mencerminkan keadaan pasien dan
lingkungannya.
Bila ditemukan riwayat :
 Alkohol: perlu dikaji berapa banyak alkohol yang di minum,
kapan waktu minum, apakah akibatnya sampai
mempengaruhi pekerjaan, rumah tangga atau kehidupan
sosial klien
 Merokok: perlu dikaji kebiasaan merokok, jumlah dalam
sehari, jenis rokok yang dihisap, (terutama relevan untuk
penyakit jantung dan paru)
 Juga terkait dengan binatang peliharaan, sakit setelah
bepergian ke luar negeri, kontak dengan misalnya debu
arang, asbetosis, dan lain – lain, baik dahulu maupun
sekarang.
 Obat–obatan: perlu dikaji kebiasaan minum obat sekarang,
minum obat beberapa bulan terakhir, dosisnya atau
kebiasaan minum jamu
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Adalah penyakit keturunan atau familier, yang terdapat dalam
keluarga klien (sedarah) atau penyakit menular pada orang-orang
yang amat dekat hidupnya atau berhubungan dengan klien
(isteri/suami), karena klien kemungkinan dapat menderita penyakit
yang sama. Penyakit keturunan dan penyakit-penyakit penting
lainnya dalam keluarga antara lain DM, hipertensi, penyakit
jantung, batu ginjal/empedu,dsb.

22
2. Pemeriksaan Fisik
Adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematis dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil
anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. (Dewi Sartika, 2010)
Tujuan Pemeriksaan Fisik:
a. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
b. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
c. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa
keperawatan.
d. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status
kesehatan klien dan penatalaksanaan.
e. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Manfaat Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
a. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan
diagnose keperawatan.
b. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
c. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
d. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

Teknik Pemeriksaan Fisik:


a. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu: Inspeksi, palpasi,
Perkusi, Auskultasi
b. Pendekatan pemeriksaan fisik dapat menggunakan:
1) ROS (Review of System B1 s/d B6 )
2) Head to toe (kepala ke kaki)
3) Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982).

Prinsip - Prinsip Pemeriksaan Fisik


1. Kontrol infeksi
2. Kontrol lingkungan. Memastikan ruangan nyaman, hangat, dan
cukup penerangan
3. Komunikasi (penjelasan prosedur)

23
4. Privacy dan kenyamanan klien terjaga
5. Sistematis dan konsisten
6. Berada di sisi kanan klien
7. Efisiensi
8. Dokumentasi

B. PENDEKATAN PEMERIKSAAN FISIK DENGAN REVIEW OF SYSTEM


(ROS)
Sistimatis pengkajian dibawah ini menggunakan ROS (Review of
System), yang mengkaji mulai dari sistem B1 s/d B6 yaitu sistem:
pernafasan (breath), kardiovaskuler (bleed), persarafan (brain),
perkemihan (blader), pencernaan (bowel), muskulus skeletal (bone)

1. Pengkajian Sistem Pernafasan (B1)


a. Data Subyektif
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien yang mengalami
gangguan siklus O2 dan CO2 antara lain: batuk, peningkatan
produksi sputum, dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri
dada.
1) Batuk (cough): merupakan gejala utama gangguan system
pernapasan.
Tanyakan:
 berapa lama mengalami batuk (misal: satu minggu, tiga
bulan).
 bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
(misal: pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
hubungannya dengan aktivitas fisik.
 Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau
nonproduktif dan berdahak atau kering.
2) Peningkatan produksi sputum:
 Normal produksi mucus sekitar 3 ons/hari sebagai
mekanisme pembersihan normal (‘normal cleansing
mechanism’)
 Catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah sputum. Jika
terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau,
putih atau kelabu, dan jernih. Pada keadaan edema paru,
sputum akan berwarna merah muda karena mengandung
darah.

24
3) Dispnea: merupakan persepsi kesulitan bernapas/napas
pendek. Perlu dikaji timbulnya paroxysmal nocturnal dispnea
dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru-paru
kronis dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptitis : apakah ada darah yang keluar dari mulut saat
batuk
5) Chest pain: apakah ada nyeri dada

b. Data Obyektif
1) Inspeksi
Pemeriksaan bisa dilakukan pada klien dengan posisi duduk/
tidur dgn cara:
 Bandingkan dada satu sisi , dengan yang lainnya
 Perhatikan warna kulit al: lesi, massa, jumlah irama,
kedalaman pernafasan, pola napas dan kesimetrisan
pergerakan dada.
 Observasi penggunaan otot-otot bantu napas : pernafasan
cuping hidung, retraksi interkostal, cleidomastoideus
 Hitung Frekuensi pernafasan setiap satu gerakan inhalasi
dan ekshalasi (selama 1 menit, N: 15-20 x/menit)

 Bandingkan fase inspirasi (I) dan ekspirasi (E). Ratio


normal 1 : 2.
 Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal (T).
Normal 1:2 s/d 5:7
 Kaji kelainan pada bentuk dada al: Barrel Chest, Pigeon
Chest, Funnel Chest

25
2) Palpasi
Kaji kesimetrisan pergerakan dada, ekspansi paru, keluhan
nyeri, keadaan kulit &vocal fremitus (vibrasi).

CARA PALPASI DAN TEMUAN HASIL PALPASI

3) Perkusi
Pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk menangkap getaran
suara yang dihasilkan dari phalanx (jari tangan), dengan
sistematis.

CARA PERKUSI DAN TEMUAN HASIL PERKUSI

26
4) Auskultasi

AREA AUSKULTASI & KARAKTERISTIK SUARA NAPAS NORMAL

Suara napas yang didengar melalui stetoskop dapat menjadi tidak


normal apabila paru-paru mengalami suatu gangguan. Ada beberapa
bunyi/ suara yang merupakan suara tambahan antara lain ronchi
kering, ronchi basah dan gesekan pleura. Dibawah ini adalah diskripsi
dari ketiga kelainan tersebut

Ronchi kering Ronchi basah Gesekan pleura


(rales)
Adalah bunyi yang tidak Adalah suara Adalah bunyi yang
terputus yang terkadi berisik yang timbul sebagai
karena ada getaran terputus akibat manifestasi kelainan
dalam lumen saluran aliran udara pleura akibat
pernapasan akibat melewati cairan. gesekan pleura yang
penyempitan, kelainan Ronchi basah menebal atau
selaput lender, atau dapat terdengar menjadi kasar
akibat adanya secret halus, sedang atau karena mengalami
kental dan lengket. keras tergantung peradangan. Bunyi
Semakin kecil/ sempit pada besarnya ini biasanya
diameter saluran bronchus yang terdengar pada akhir
pernapasan, maka nada terkena. Umumnya inspirasi dan awal
bunyi napas juga ronchi terdengar ekspirasi.
semakin tinggi dan keras pada saat inspirasi

27
Berbagai Masalah Paru - Paru

Variabel
Pneumonia Empisema Asma Pneumotorak Efusi pleura Oedema paru
pengkajian
Batuk  Menyentak  Kronis  Tidak teratur Tidak produktif Sedikit, kadang Batuk sering
 Pada awal tidak  Menyentak  Pada awal muncul batuk disertai
produktif, tapi tidak produktif, non produktif dahak
menjadi produktif tapi sangat berwarna
seiring kemunduran produktif saat merah muda
kondisi serangan (pink froty)

Sputum Kental dan Sedikit dan Kental & Tidak ada Tidak ada Berbusa, bisa
berwarna (pada berwarna banyak bila disertai
tahap akhir) jernih K/U buruk pink froty
Nyeri Tiba2& tajam, Tidak ada Tidak ada Tiba2 & tajam di Biasanya Bisa hebat
bertambah bila (mungkin ada dada tidak ada bila
dada bergerak saat 5 penyebab
serangan) penyakit
jantung
Pola napas Cepat dan  Ekspirasi >& Dipsnoe  Cepat dan Dipsnoe Dipsnoe Meningkat,
meningkat bibir mecucu berat, Gerak napas tdk dipsnoe
 Retraksi otot ekspirasi >> normal pada area terkadang
asesoris yang terkena sianosis
Palpasi Taktil vremitus Taktil Taktil Taktil vremitus Taktil Taktil
meningkat vremitus vremitus menurun vremitus vremitus
meningkat, meningkat, menurun normal
menurun menurun
atau tetap atau tetap
Perkusi Resonan<gerakan Resonan/ Resonan Hiperesonan Bunyi datar/ Resonan

28
Variabel
Pneumonia Empisema Asma Pneumotorak Efusi pleura Oedema paru
pengkajian
diafragma hiperesonan, meningka/ tumpul,
melemah pd yang gerakan melemah gerakan
kena diafragma diafragma
minimal melemah
Auskultasi  Rales  Suara napas  Suara napas Suara napas  Suara napas Ronchi basah
 Ronchi melemah/ tidak melemah melemah/ tidak melemah/ tidak basal bisa pada
ada Lebih whezing ada pada area ada pada area kedua lapang
 Whezing dan pada ekspirasi yang terkena yang terkena paru, kadang
ronchi  Egoponi terdapat whezing
Kekhususan Disertai demam Diameter AP Gelisah, Payah, TD Trakhea Gelisah,
tinggi & menggigil mungkin berkeringat menurun dan mungkin keringat
bertambah saat nadi cepat bergeser dingin,
serangan kearea ketakutan,
sakit, kondisi bisa
takhikardi sangat jelek

29
2. Sistem Kardiovaskuler (B2)
a. Data Subyektif
1) Riwayat Kesehatan
a) Kaji riwayat merokok, penggunaan alkohol, aktivitas,
pemakaian obat-obatan, gaya hidup penuh stres, pola diet,
penyakit degeneratif lainnya,
b) Apakah klien mendapat pengobatan untuk fungsi
kardiovaskuler? Apakah klien mengetahui kegunaan, dosis,
dan efek samping pengobatan?
c) Apakah mengalami nyeri/ ketidaknyamanan pada dada,
palpitasi, kelelahan yang berlebihan, dispnea, edema pada
kaki, pingsan atau ortopnea. Apakah gejala-gejala ini
terjadi saat istirahat atau latihan.
d) Pada wanita kaji penggunaan obat kontrasepsi oral
e) Kaji riwayat keluarga mengenai penyakit jantung seperti
hipertensi, stroke, kolesterol tinggi, DM dll
2) Kaji nyeri dengan: (P, Q, R, S, T)
a) P= provokasi, apa yang menyebabkan gejala, apa yang
dapat mengurang/ memperberat
b) Q= kualitas/ kuantitas, bagaimana gejala dirasakan
c) R= regional/ area radiasi, dimana gejala terasa, apakah
menyebar
d) S= skala, seberapa keparahan dirasakan (skala 1-10)
e) T= timing/ waktu, kapan gejala timbul, seberapa sering
gejala terasa, apakah tiba-tiba/ bertahap

Gambar: menunjukkan nyeri khas pada penyakit jantung coroner,


dimana klien tidak dapat menunjukkan titik nyeri secara
jelas, sehingga klien sering memegang dadanya. Lokasi
nyeri yang sering terjadi pada saat terjadi serangan jantung

30
b. Data Obyektif
1) Inspeksi
a) Kaji bentuk prekordial (normal, depresi, ada penonjolan,
asimetris)
b) Perhatikan garis anatomis pada permukaan dada:
 garis tengah sternal (mid sternal line/MSL),
 garis tengah klavikular (mid clavicular line/MCL),
 garis anterior line (anterior axillary line/AAL),
 garis para sternal kiri dan kanan, (parastrenal line/PSL)
&
 tekanan vena juguler

Garis Anatomis Pada Permukaan Dada dan Cara Mengukur


Tekanan Vena Juguler

2) Palpasi
a) Denyut Nadi (HR)
Nadi adalah denyutan atau dorongan yang dirasakan dari
proses pemompaan jantung

 Location : memeriksa denyut nadi biasanya pada


31
arteri: radialis, brachialis, carotis
 Duration : menghitung denyut nadi bila teratur bisa
selama 30’’, dan hasilnya dikalikan dua, tapi nadinya
tidak teratur harus dihitung selama 60’’ (1 menit)
 Regularity : perhatikan irama dari denyut nadi apakah
teratur atau tidak (ireguler)
 Amplitudo: rasakan kekuatan denyut nadi (lemah,
sedang atau kuat)
 Evaluation: bila hasil pemeriksaan meragukan
bandingkan dengan denyut pada sisi yang lain.

b) Palpasi Jantung
Dilakukan oleh perawat bila diperlukan, & saat ini lebih jelas
dengan thorax foto
 Pada palpasi jantung telapak tangan diletakkan di atas
prekordium dan dilakukan perabaan di atas iktus kordis
(apical impulse)
 Bila jantung membesar, maka posisi iktus kordis juga
bisa bergeser ke arah lateral

32
3) Perkusi

Hasil Perkusi Jantung


 Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak
pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri.
 Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri
dan ke kanan.
 Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser
ke lateral-bawah.
 Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung
merata atau menonjol ke arah lateral.
 Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung
melebar ke lateral kanan dan/ atau ke kiri atas.

4) Auskultasi
a. Tekanan Darah
Persiapan pasien:

33
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah maka pasien
perlu dipersiapkan antara lain:
 Tidak merokok atau minum ber-caffein selama 30’.
 Istirahat minimal 5’.
 Atur lingkungan yang nyaman.
Persiapan alat:

 Lebar manset sekitar 40% circumferential lengan atas.


 Panjang bladder sekitar 80% circumferential lengan
atas.
 Aneroid harus sering dikalibrasi
Prosedur :

 Pemilihan tempat: tidak boleh pada AV shunt atau


tempat yang edema.
 Palpasi arteri brachialis.
 Posisikan lengan sehingga sejajar dengan jantung
pasien.
 Bagian bawah manset harus 2,5 cm di atas antecubital
crease (tersangga)
 Tentukan sistolik dari palpasi.
 Tambahkan 30 mmHg dari hasil sistolik palpasi.
 Turunkan 2-3 mmHg tiap detik
 Hindari repetisi—venous congestion

Cara Mengukur Tekanan Darah dan Mekanisme yang Terjadi


pada Arteri

Tekanan darah tergantung pada :

a. Curah jantung, yang merupakan cerminan fungsi jantung

34
b. Resistensi vaskular perifer (RVP), ditentukan oleh
diameter pembuluh darah perifer.
c. Tonus dan elastisitas arteri, cermin kondisi dinding
pembuluh darah perifer.
d. Volume darah dalam arteri, menunjukkan jumlahnya
darah intravaskular.
e. Viskositasdarah, menunjukkan kondisi cairan
intravaskular.

b. Auskultasi Jantung

Hasil Auskultasi Jantung


Bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sbb:
 Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup mitral
 Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup pulmonal.
 Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung
yang berasal dari aorta
 Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup trikuspidal.

3. Sistem Neurologi (B3)


a. Data Subyektif
Tanyakan keluhan yang dirasakan klien, karena kelainan sistem
saraf bisa menimbulkan gejala :

35
 Nyeri kepala
 Kejang, pingsan atau gerakan aneh
 Pening atau vertigo
 Masalah penglihatan
 Kelainan penciuman
 Kesulitan berbicara
 Masalah menelan
 Kesulitan berjalan
 Ekstremitas lemah
 Gangguan sensori
 Gerakan inivolunter atau tremor
 Masalah pengendalian sfingter (BAB & BAK)
 Gangguan fungsi mental luhur seperti bingung atau
perubahan kepribadian

1) Riwayat Kesehatan Masa lalu


a) Kaji penyakit sebelumnya,, penyakit infeksi, penyakit pada
masa anak-anak dan imunisasi, masa perinatal, tumbuh
kembang
b) Gangguan neurologis yang terjadi masa lalu. Misal:
perubahan kesadaran, penglihatan, wicara, fungsi motorik
dan sensorik, sakit kepala, kejang, pusing, vertigo, limbung
(gloyoran), postur badan.
c) Penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem
neurologis, seperti : diabetes mellitus, pernicious anemia,
kanker, infeksi dan hipertensi. Penyakit hati kronis, dan
penyakit ginjal menyebabkan gangguan metabolik yang
berakibat pada penurunan fungsi mental.
d) Perawatan di rumah sakit (jika pernah), injury, pembedahan,
atau masalah yang berhubungan dengan sistem neurologis,
seperti trauma kepala, kejang, stroke, rusaknya jaringan
otak karena injury
e) Apakah pernah dilakukan pemeriksaan tes diagnostik
neurologik

36
2) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji tentang penyakit keturunan: epilepsi, Huntington disease,
amiotrophic lateral sklerosis, muscular distrophy, hipertensi,
stroke, retardasi mental, dan gangguan psikiatri.

3) Riwayat psikososial dan gaya hidup:


a) Pemahaman terhadap psikososial personal, latar belakang
pendidikan, penampilan (perubahan personaliti).
b) Perubahan rutinitas keseharian seperti (pola tidur,
latihan/olah raga rutin, hobi dan rekreasi, stressor, dan
kegiatan sexual.
c) Data mengenai : terpapar zat kimia beracun (misal :
pestisida, tinggal/bekerja di ruang yang tidak berventilasi
b. Data Obyektif
1) Kaji tingkat kesadaran klien dengan mengukur GCS (Glasgow
Coma Scale)

Total skor:
GCS =3 (E1, V1, M1 ), tidak ada reaksi karena pasien tidak
sadar, walau dengan rangsang nyeri,
GCS= 15 (E4, V5, M6), berarti klien sadar baik

 Skor 15-14 = Komposmentis


 Skor 13-12 = Apatis
 Skor 11-10 = Delirium
 Skor 9-7 = Somnolen
 Skor 6-4 = Stupor
 Skor 3-1 = Koma

37
Catatan:
 bila klien tidak dapat membuka kedua matanya karena
suatu hal (misalnya karena bengkak tapi dia sadar baik,
maka cara menghitung GCS nya adalah: EX, V5, M6
 bila klien tidak dapat bicara misal karena tracheostomy,
afasia, dll tapi dia sadar baik maka cara menghitung GCS
nya adalah: E4, VX, M6
 bila klien tidak dapat menggerakkan ekstrimitas misalnya
karena lumpuh tapi dia sadar baik maka cara menghitung
GCS nya adalah: E4, V5, MX
2) Kaji keadaan pupil dengan melihat:
a) Ukuran pupil, normal adalah 3-4 mm
b) Bentuk pupil
c) Kesimetrisan pupil antara kanan dan kiri (apa ada
perbedaan)
d) Lokasi pupil (apakah tepat ditengah-tengah atau ada
perubahan)
e) Reflek pupil terhadap cahaya (apakah reaksinya kuat,
lemah, atau tidak ada reaksi)

3) Suhu Tubuh
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi
metabolisme di dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan
panas secara kimiawi melalui metabolisme darah.
Keseimbangan suhu diatur oleh hipotalamus.
Pengeluaran panas terjadi melalui berbagai proses al;
 Radiasi
 Konveksi

38
 Evaporasi
 Konduksi
Pengukuran Suhu
 Location: apex axilla, sublingual, rectal & membran
tymphani
 Duration : 5 – 10`
Suhu Tubuh Normal

 Permukaan : 36,8o – 37,4o C (96,6o – 99,3o F)

 Suhu inti : 36,4o – 38o C (97,5o – 100,4o F)

4. Sistem Perkemihan (B4)


a. Data Subyektif
1) Anamnesis dari Riwayat Penyakit yang mencakup:
a) Keluhan utama pasien
b) Riwayat penyakit yang diderita saat ini, mungkin dengan
keluhan:
 Sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi,
seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala
gagal ginjal, atau demam akibat infeksi
 Lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual,
atau infertilitas.
c) Riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun
pernah diderita keluarganya
2) Penyebab Keluhan Rasa nyeri
a) Nyeri ginjal: terjadi akibat regangan kapsul ginjal spt pada
pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi
saluran kemih yang menjadi hidronefritis, atau pada tumor
ginjal.
b) Nyeri kolik : terjadi pada spasmus otot polos ureter karena
peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau
corpus alienum.
c) Nyeri vesika: dirasakan pada daerah suprasimfisis, terjadi
akibat overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi
atau inflamasi pada buli buli
d) Nyeri prostat : karena inflamasi yang mengakibatkan
edema kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi
nyeri sulit ditentukan, umumnya dirasakan pada abdomen

39
bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau rektum. Sering
diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria bahkan
retensi urine
e) Nyeri testis/epididimis: dirasakan pada kantong skrotum
dapat berupa nyeri primer atau refered pain. Nyeri akut
primer dapat disebabkan torsio, trauma pada testis dll.
f) Nyeri penis: dirasakan pada penis yang sedang flaccid
(tidak ereksi) biasanya refered pain dari inflamasi pada
mukosa buli buli atau ueretra.
3) Penyebab Keluhan Miksi:
a) Gejala iritasi: meliputi urgensi, polaksuria, nokturia dan
disuria.
b) Gejala Obstruksi; miksimenjadi lebih lama dan sering
mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar,
pancaran lemah dan tidak jauh, seringkali berhenti di
pertengahan lalu memancar lagi. Miksi diakhiri dengan
perasaan masih ada sisa urine di dalam buli buli & masih
keluar tetesan urine (terminal dribbling).
c) Inkontinensia urine: ketidak mampuan seseorang untuk
menahan urine yang keluar dari buli buli, baik disadari
ataupun tidak disadari
d) Hematuria: terdapat darah/ sel darah merah di dalam urine
e) Pneumaturia: berkemih tercampur udara, dapat terjadi
karena ada fistula antara buli-buli dengan usus,
f) Hematospermia atau hemospermia: adadarah di dalam
ejakulat, biasa ditemukan pada usia pubertas dan paling
banyak pada usia 30-40 tahun, sering disebabkan oleh
kelainan pada prostat dan vesikula seminalis
g) Cloudyurine adalah urine bewarna keruh dan berbau
busuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
h) Keluhan pada skrotum dan isinya: pembesaran buah
sakar karena varikokel, atau kriptorkismus, tumor testis,
hidrokel, hematokel atau hernia skrotalis.
i) Keluhan disfungsi seksual: penurunan libido, kekuatan
ereksi menurun, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, tidak
pernah merasakan orgasmus atau ejakulasi dini.

40
b. Data Obyektif
1) Inspeksi
a) Kaji pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna,
kekeruhan, bau. Normal urine 0,5 -1 cc/kg BB/jam
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan
hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter,
silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
d) Kaji kembali riwayat pengobatan dan data diagnostik yang
terkait dengan sistem perkemihan.
2) Palpasi: Palpasi adanya distensi bladder (kandung kemih)
3) Perkusi: Respons terhadap rasa sakit.

5. Sistem Pencernaan (B5)


a. Data Subyektif
1) Kaji keluhan utama secara umum antara lain:
a) Nyeri sering menjadi keluhan utama, lakukan pendekatan
dengan PQRST
b) Mual muntah biasanya terkait dg kerja involunter dari
sistem pencernaan
c) Kembung dan Sendawa (flatulens)
d) Ketidaknyamanan Abdomen
e) Diare, Konstipasi
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Minta klien untuk menjelaskan keluhannya dari gejala awal
sampai sekarang, apa berdampak pada intake nutrisi,
berapa lama, juga perubahan BB?
b) Apa mendapat obat-obatan yang terkait dengan
pencernaan
3) Riwayat kesehatan dahulu
a) Kaji riwayat MRS dan penyakit yang pernah diderita, apa
berhubungan dengan system pencernaan seperti ulkus
peptikum, jaundice, penyakit kandung empedu, kolitis,
pembedahan dll.
b) Penggunaan obat dan riwayat alergi

41
b. Data Obyektif
Pemeriksaan fisik sistem GI terdiri atas pemeriksaan bibir, rongga
mulut, abdomen, rectum dan anus.
1) Bibir, dikaji kondisi, warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya
lesi
2) Rongga mulut, untuk menilai kelainan atau lesi yang
mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti
3) Lidah dan dasar mulut, catat catat adanya kelainan, tremor,
atau keterbatasan gerak. Normal mukosa berwarna merah
sedang/ merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian
permukaan atas dan halus sepanjang tepi lateral
4) Kelenjar parotis, palpasi kedua pipi pada daerah parotis untuk
mencari adanya pembesaran parotis

Pada pemeriksaan abdomen ada yang membagi dengan empat


kuadran, atau 9 region untuk memudahkan organ-organ apa saja
yang berada dibawah kuadran atau region tersebut

Persiapan pemeriksaan abdomen:


Pasien bisa dengan berbaring terlentang, rilex, kedua tangan di
sisi tubuh
1) Inspeksi
Evaluasi bentuk abdomen apakah cembung/ cekung/ datar,
atau tampak Massa atau Benjolan, Kesimetrisan abdomen,
apakah tampak bayangan pembuluh darah vena

42
2) Auskultasi
Auskultasi dilakukan sebelum ada manipulasi pada abdomen,
sehingga didapatkan bising usus yang sebenarnya. Evaluasi
peristaltic usus (normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising
usus) dan perhatikan frekwensi/karakternya (Normal bising
usus = 5 – 35 x/menit). Bila bising usus tidak mudah terdengar,
lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap
kuadran abdomen.
3) Palpasi
a) Palpasi Hepar
Pada saat melakukan palpasi Hepar perhatikan apakah
ada;
 nyeri tekan,
 pembesaran hepar,
 apakah hepar teraba keras/ lunak,
 apakah permukaan hepar halus / berbenjol-benjol,
 bagaimana tepi hepar apakah tumpul / tajam, normal
hepar tidak teraba
Cara Palpasi Hepar

b) Palpasi Lien
Dengan Bimanual lakukan palpasi, apakah ada nyeri tekan.
Normal lien tidak teraba.

43
c) Palpasi Pada Asites
 Shifting dullness –> Pada penderita yang terlentang,
dicari batas timpani pekak (permukaan cairan) di bagian
lateral abdomen.
 Bila posisi penderita dimiringkan, maka batas timpani
pekak menjadi bergeser

Gambar untuk memeriksa redup yang berpindah. Daerah


berwarna menunjukkan daerah timpani. (Dari Mark H. Swartz.
1995, hal 252).

Cara Memeriksa Undulasi:


 Dua telapak tangan ditaruh di kiri dan kanan dinding
abdomen.
 Telapak tangan penderita atau pemeriksa kedua,
pada sisi ulnar ditekan ke dinding abdomen.

44
 Ujung-ujung jari memberikan tekanan pada satu sisi,
maka telapak tangan yang lain merasakan adanya
gelombang.

Gambaran
Vena
Pada Asites

d) Palpasi Appendik
Tentukan titik Mc. Burney yaitu titik pada kuadran kanan
bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan SIAS dengan umbilikus.
e) Palpasi Ginjal
Bimanual: evaluasi apakah ada nyeri tekan, pembesaran
ginjal. (N =ginjal tidak teraba)
Cara palpasi ginjal

4) Perkusi
a) Timpany : suara yang keras  lambung dan intestin
b) Dullness : suara redup  hati, limpha, kandung kemih yang
distensi
c) Hyperresonance: lebih keras dari timpany  intestin yang
distensi atau berisi udara

45
c. Pemeriksaan Rektal Anus
1) Inspeksi
Perawat perlu menilai adanya konsistensi abnormalitas pada
anus, meliputi :
a) Fisura ani, merupakan retakan dari dinding anus yang
cukup nyeri
b) Hemoroid, merupakan suatu kondisi pemekaran pembuluh
darah vena akibat bendungan vena usus
c) Prolaps rekti, merupakan lipatan sirkum firesial dari
mukosa yang berwarna merah terlihat menonjol dari anus.
d) Fistel-in-ano, lubang dari fistel mungkin dapat terlihat,
biasanya dalam 4 cm dari anus. Mulut lubang fistel tampak
berwarna merah yang disebabkan jaringan granulasi.
e) Karsinoma anus, dapat terlihat sebagai massa yang
terbentuk kembang kol pada pinggir anus.
2) Palpasi
Cara evaluasi setelah melakukan colok anus (Colok dubur):
Setelah jari ditarik keluar, sarung tangan diinspeksi apakah
terdapat darah segar atau melena, mucus atau pus, dan warna
dari feses. Hemoroid tidak teraba kecuali mengalami
thrombosis. Timbulnya nyeri selama pemeriksaan kemungkinan
ada fisura anal, abses isiorektal, hemoroid eksternal yang baru
mengalami thrombosis, prokitis, atau ekskoriasi.
Penyebab-penyebab dan massa yang teraba di rectum:
 Karsinoma rekti
 Polip rekti
 Karsinoma kolon sigmoid (prolaps ke dalam kavum
Douglas)
 Deposit metastatic pada pelvis
 Keganasan uterus atau ovarium
 Keganasan prostat atau serviks uteri (ekstensi langsung)
 Endometriosis

6. Sistem Muskuluskeletal (B6)


a. Data Subyektif
1) Keluhan Utama: perlu dikaji keluhan pada
a) Persendian apakah ada:

46
 Nyeri, kaji dengan tehnik P, Q, R, S, T
 Kekakuan, pada RA kekakuan sendi biasanya terjadi
pada pagi hari dan setelah periode istirahat.
 Pembengkakan, panas dan kemerahan pada sendi
merupakan tanda inflamasi akut
 Keterbatasan gerak
b) Otot apakah ada:
 Nyeri : kaji dengan tehnik P, Q, R, S, T. Biasanya
dirasakan seperti “KRAM” atau kejang pada otot
 Kelemahan Otot
 Lama terjadinya keluhan, lokasi, apakah terdapat
distropi. Dapat sebagai gangguan muskuloskeletal atau
neurology
c) Tulang (perlu dikaji)
 Nyeri (P,Q,R,S,T) apakah meningkat jika ada
pergerakan. Biasanya nyeri pada tulang tumpul dan
dalam namun mengakibatkan gangguan pergerakan.
 Deformitas
Bisa karena trauma, yang mempengaruhi ROM. Perlu
dikaji waktu terjadi trauma, penanganan yang dilakukan
d) Pengkajian Fungsional
Pengkajian ini terkait dengan kemampuan pasien dalam
melakukana aktivitas sehari-hari ( ADL).
e) Riwayat Kesehatan dan Pengobatan
Masalah yang pernah dialami , al; trauma, sakit
tenggorokan (demam rhematik). Data imunisasi (tetanus
dan polio). Kekakuan pada persendian/kejang pada otot
dapat juga disebabkan oleh tetanus dan polio, riwayat
menopause, SLE, DM
f) Riwayat Keluarga
Apakah ada keluarga yang menderitariwayat RA, gout atau
osteoporosis, karena cenderung terjadi pada hubungan
keluarga.
g) Riwayat Sosial
Aktivitas rutin , pola diet/kebiasaan konsumsi minuman
keras, BB, serta penanganan yang biasa dilakukan jika
terdapat keluhan.

47
2) Data Obyektif
a) Inspeksi:
 Kulit dan jaringan terhadap perubahan warna, massa
pembengkakan, maupun deformitas.
 Postur tubuh dan gaya berjalan berjalan (spastik
hemiparese ditemukan pada klien stroke, tremor pada
klien parkinson, dan gaya berjalan pincang).
 Postur tubuh abnormal Kiposis, Skoliosis, Lordosis
b) Palpasi
 Lakukan palpasi pada setiap sendi,keadaan kulit, suhu,
otot, Normal sendi tidak teraba lembek pada saat
dipalpasi. Apabila ada fraktur, mungkin krepitasi
ditemukan, tetapi pemeriksaan ini tidak dianjurkan
karena memperberat rasa nyeri
 Rentang Gerak (ROM). Pada kondisi normal sendi
harus bebas dari kekakuan, ketidakstabilan,
pembengkakan, atau inflamasi.
c) Perkusi
Lakukan tes pada: Refleks patela, Refleks biceps, Refleks
triceps, Refleks achilles, Refleks Babinski (paling penting,
hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal)

Cara Melakukan Tes Refleks Babinski (normal pada usia < 12-
18 bln)

d) Tentukan tingkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s


(nilai 0 – 5)

48
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
7. Sistem Integumen
a. Inspeksi
1) Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice,
pigmentasi yang tidak teratur
2) Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
3) Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
4) Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
b. Palpasi : kaji
1) Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
2) Tekstur kulit.
3) Turgor kulit, normal cepat kembali
4) Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperatur, bentuk, mobilisasi.
5) Capillary Refill Time (CRT): warna kembali normal ≤ 2 detik

Cara mengkaji CRT Cara mengkaji turgor kulit

C. PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL


Pengkajian dengan indeks ADL
Barthel
Kategori kriteria (skore)
Bowel Inkontinensia / tidak bisa menahan (0)

49
Kadang tidak bisa menahan (<1x/ minggu) (1)
Normal terarur (2)
Inkontinensia / tidak bisa menahan (0)
Urinary Kadang tidak bisa menahan (<1x/ minggu) (1)
Normal terarur (2)
Butuh Bantuan (0)
Perawatan diri (1)
mandiri
Butuh bantuan (0)
Penggunaan
Terkadang butuh bantuan (1)
toilet (2)
mandiri
Tidak mampu (0)
Makan Butuh bantuan (1)
Mandiri (2)
Tidak ada keseimbangan duduk (0)
Perpindahan Butuh bantuan untuk duduk (>1 orang ) (1)
Butuh sedikit bantuan 1 orang (2)
Mandiri (3)
Tidak mampu bergerak (0)
Mobilisasi Menggunakan kursi roda (1)
Bisa berjalan dengan bantuan orang lain (2)
Bisa berjalan sendiri (3)
Butuh bantuan penuh (0)
Berpakaian Hanya bisa setengah (1)
Mandiri (2)
Tidak mampu (0)
Naik/turun
Butuh bantuan (1)
tangga (2)
Mandiri
Butuh bantuan (0)
Mandi (1)
mandiri
 Skor
□ 20 mandiri

□ 12-19 ketergantungan ringan

□ 9-11 ketergantungan sedang

□ 5-8 ketergantungan berat


□ 0-4 ketergantungan total

D. ANALISIS DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Setelah data diperoleh, selanjutnya data dikelompokkan dan dilakukan
analisis untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Ada 3 komponen
utama yang menjadi dasar dalam perencanaan asuhan keperawatan
yaitu:
1. Pengumpulan Informasi (I),
Informasi yang dikumpulkan oleh perawat/ bidan dari klien, berupa
informasi subyektif, informasi obyektif, dan informasi hasil
pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya.

50
Bagian subyektif (S) :
Berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi yang
didapatkan dari wawancara atau anamnesis dengan pasien
(autoanamnesis), anggota keluarga, orang lain yang penting, atau
yang merawat (hetero-anamnesis)
Bagian objektif (O) :
Berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes–tes diagnostik dan
laboratorium dan terapi medis
2. Analisis informasi/analisis data (A),
Berdasarkan informasi yang didapatkan, maka perawat akan
melakukan analisis atas informasi tersebut dan menghasilkan
diagnosis keperawatan.

Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan merupakan Peraturan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito,2000).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi
data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.

Perumusan Diagnosa Keperawatan adalah sebagai berikut :


 Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik
yang ditemukan.
Contoh diagnosis keperawatan aktual : Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan transport oksigen, sekunder terhadap tirah baring
lama, ditandai dengan nafas pendek, frekuensi nafas 30 x/mnt, nadi
112/mnt-lemah, pucat, sianosis

 Risiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak


dilakukan intervensi.
Contoh : Resiko penularan TB paru berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko penularan TB Paru, ditandai dengan
keluarga klien sering menanyakan penyakit klien itu apa dan tidak
ada upaya dari keluarga untuk menghindari resiko penularan

51
(membiarkan klien batuk dihadapannya tanpa menutup mulut dan
hidung).

 Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan


untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
Contoh : Kemungkinan gangguan konsep diri yaitu gambaran diri
berhubungan dengan tindakan mastektomi.

 Wellness /sejahtera: Peraturan klinik tentang keadaan individu,


keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera
tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
Contoh : perilaku mencari bantuan kesehatan berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang peran sebagai orangtua
baru.

 Syndrom : diagnose yang terdiri dari kelompok diagnosa


keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan
muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Contoh : sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan fisik.

Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau


status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan
terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat.

E. PERENCANAAN KEPERAWATAN (R).


Berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan, selanjutnya
dibuat rencana keperawatan. Beberapa hal yang terkait dengan
pembuatan rencana keperawatan yaitu :
1. semua tindakan yang dilakukan oleh perawat / bidan untuk membantu
klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di
uraikan dalam hasil yang di harapkan (Gordon,1994).
2. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien yang terorganisasi
sehingga setiap perawat/ bidan dapat dengan cepat mengidentifikasi
tindakan keperawatan/ kebidanan yang diberikan.

52
3. Rencana asuhan keperawatan yang dirumuskan dengan tepat
memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat/ bidan
ke perawat/bidan lainnya. Sebagai hasil, semua perawat/bidan
mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas
tinggi dan konsisten.
Berikut contoh diagnosis dan rencana keperawatan menurut
DOENGOS:

N Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan


o Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1 Kekurangan Mendemont 9. Kaji riwayat mual
volume cairan b/d rasikan muntah dan intesitas
dieresis osmotic hidarasi haluaran urine
S: peningkatan yang 10. Observasi tanda tanda
pengeluaran urine, adekuat vital dan catat adanya
haus dibuktikan perubahan TTV
O: penurunan dengan 11. Kaji pola dan
berat badan tiba tanda vital frekusensi nafas(
tiba, mukosa bibir yang stabil, terutama adanya bau
kering, turgor kulit nadi perifer keton)
buruk, hipotensi, dapat 12. Observasi suhu kulit
takikardi, crt≥3 diraba, dan kelembabanya
detik turgor kulit 13. Kaji penuruanan CRT
dan 14. Ukur berat badan
pengisisan setiap hari
kapiler baik, 15. Pertahannkan
pemberian cairan
paling sedikit 2500 cc/
hari
16. Kolaborasi dengan tim
medis
2 Perubahan nutrisi 5. Mencern 8. Timbang berat badan
. kurang dari a jumlah setiap hari
kebutuhan tubuh kalori 9. Tentukan program diet
b/d ketidak dan dan pola makan pasien
cukupan insulin, nutrient setiap hari
tidak adekuat yang 10. Auskultasi bising usus
masukan oral, tepat dan kaji adnya distensi
anoreksia, 6. Menunju dan nyeri abdomen
mual,dan kan 11. Libatkan keluarga
penurunan tingkat pasien dalam pemilihan
kesadaran energy diet sesuai dengan
S : Kurang minat yang indikasi
pada makanan biasaya 12. Observasi tanda
O: nafsu makkan 7. Nafsu Hipoglikemia
menurun, makan 13. Lakukan pemeriksaan
kelemahan, tonus meningk gula darah dengan Stik
otot memburuk, at 14. Kolaborasi dengan tim
diare, muntah 8. Berat medis
badan
meningk
at

53
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun Tahapan Implementasi Keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Tahap 1 : Persiapan.
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk
mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
2. Tahap 2 : Pelaksanaan.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi
tindakan : independen, dependen, dan interdependen.
3. Tahap 3 : Dokumentasi.
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan.
Macam-macam Implementasi:
1. Intervensi Keperawatan Independen:
Tindakan yang dilakukan perawat (nurse initiated intervention).
Tindakan ini tidak membutuhkan arahan dari profesional
kesehatan lainnya (Wood, 2003).
2. Intervensi Keperawatan Dependen:
Tindakan yang membutuhkan arahan dari dokter atau profesional
kesehatan lainnya. Tindakan ini didasarkan pada respon dokter
atau tenaga kesehatan untuk menangani suatu diagnosis medis.
3. Intervensi Keperawatan Kolaboratif:
Tindakan yang membutuhkan gabungan pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian berbagai profesional layanan
kesehatan.
Sumber: Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing 7 th
Edition.

54
G. EVALUASI KEPERAWATAN
Yaitu tahap terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
melihat respon klien sehingga perawat dapat mengambil Peraturan
sebagai berikut (Nursalam, 2011):
1. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
2. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan).
3. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).

Macam-Macam Evaluasi:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan
data dengan teori), dan perencanaan.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini
adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan
respon klien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan.

Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari


pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh
tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam
dokumentasi keperawatan.

55
H. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter
2005). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian menurut
Potter dan Perry (1989) dalam Nursalam (2009) adalah sebagai berikut:
1. Jangan menghapus dengan menggunakan tip-ex atau mencoret-coret
tulisan yang salah ketika mendokumentasikan, karena akan tampak
seakan-akan perawat mencoba menyembunyikan informasi atau
merusak catatan. Cara yang benar adalah dengan membuat satu
garis pada tulisan yang salah, tuli kata salah lalu diparaf kemudian
tulis catatan yang benar.
2. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun
profesi kesehatan lain, karena pernyataan tersebut dapat digunakan
sebagai bukti terhadap perilaku yang tidak profesional atau asuhan
keperawatan yang tidak bermutu. Tulislah hanya uraian objektif
perilaku klien dan intervensi yang dilakukan oleh profesi kesehatan
lain.
3. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan
menulis dapat diikuti dengan kesalahan intervensi. Oleh karena itu
jangan tergesa-gesa melengkapi catatan, pastikan bahwa informasi
sudah akurat.
4. Dokumentasikan hanya data yang berupa fakta, catatan harus akurat
dan dapat dipercaya (reliable). Jangan berspekulasi atau menulis
perkiraan saja.
5. Jangan bagian ada bagian yang kosong pada akhir catatan perawat
karena orang lain dapat menambahkan informasi yang tidak benar
pada bagian yang kosong tadi. Oleh karena itu, buat garis horizontal
sepanjang area kosong dan bubuhkan tanda tangan dibawahnya.
6. Semua pendokumentasian harus dapat dibaca, ditulis dengan tinta,
dan menggunakan bahasa yang lugas karena tulisan yang tidak
tebaca dapat disalahtafsirkan sehingga menimbulkan kesalahan dan
dapat dituntut ke pengadilan.

7. Jika anda mempertanyakan suatu intruksi, catat bahwa anda sedang


mengklarifikasikan karena jika perawat melakukan intervensi di luar
batas kewenangannya maka ia dapat dituntut.

56
8. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya. Jadi jangan menulis
untuk orang lain.
9. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum atau kurang spesifik.
Informasi yang spesifik tentang kondisi klien atau kasus dapat secara
tidak sengaja terhapus, oleh karena itu tulis secara lengkap, singkat,
padat, dan objektif.
10. Mulailah mencatat dokumentasi dengan waktu dan akhiri dengan
tanda tangan. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan
ditandatangani, hal itu menunjukkan orang yang bertanggung gugat
atas dokumentasi tersebut. Jangan tunggu sampai akhir giliran dinas
baru mendokumentasikan perubahan penting yang terjadi beberapa
jam lalu.

57
BAB IV PENGKAJIAN KEBIDANAN

A. ASUHAN ANTENATAL (ANTENATAL CARE)


Asuhan antenatal HARUS dimulai sedini
mungkin
1. Definisi
Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan.
2. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
profesional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama masa
kehamilannya, sesuai dengan standard minimal pelayanan antenatal
yang meliputi 5T yaitu:
a. Timbang berat badan,
b. Ukur tinggi badan,
c. Ukur tekanan darah,
d. Pemberian imunisasi TT, ukur tinggi fundus uteri dan
e. Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan.
3. Tujuan
a. Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan
nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
b. Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan
merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan
risiko tinggi.
c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
4. Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
a. sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
b. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
c. di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
d. KECUALI jika ditemukan kelainan/ faktor risiko yang memerlukan
penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan
intensif.

58
Kunjungan / Pemeriksaan Ante Natal
1. Tujuan:
a. Menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan
b. Menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
c. Menentukan status kesehatan ibu dan janin
d. Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya
faktor risiko kehamilan
e. Menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya
2. Anamnesis
a. Identitas Pasien
1) Identitas umum, perhatian pada usia ibu, status perkawinan dan
tingkat pendidikan. Range usia reproduksi sehat dan aman
antara 20-30 tahun.
2) Pada kehamilan usia remaja, apalagi kehamilan di luar nikah,
kemungkinan ada unsur penolakan psikologis yang tinggi. Tidak
jarang pasien meminta aborsi.
3) Usia muda juga faktor kehamilan risiko tinggi untuk
kemungkinan adanya komplikasi obstetri seperti preeklampsia,
ketuban pecah dini, persalinan preterm, abortus.
b. Keluhan utama
Sadar atau tidak akan kemungkinan hamil, apakah semata-mata
ingin periksa hamil, atau ada keluha/masalah lain yang dirasakan.
c. Riwayat kehamilan sekarang/riwayat penyakit sekarang
1) Ada/tidaknya gejala dan tanda kehamilan.
2) Jika ada amenorea, kapan hari pertama haid terakhir, siklus
haid biasanya berapa hari. Hal ini penting untuk memperkirakan
usia kehamilan menstrual dan memperkirakan saat persalinan
menggunakan Rumus Naegele (h+7 b-3 + x + 1mg) untuk siklus
28 + x hari.
3) Ditanyakan apakah sudah pernah periksa kehamilan ini
sebelumnya atau belum (jika sudah, berarti ini bukan kunjungan
antenatal pertama, namun tetap penting untuk data dasar inisial
pemeriksaan kita).
4) Apakah ada keluhan/masalah dari sistem organ lain, baik yang
berhubungan dengan perubahan fisiologis kehamilan maupun
tidak.

59
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi
atau diperberat oleh kehamilan (penyakit jantung, paru, ginjal,
hati, diabetes mellitus),
2) riwayat alergi makanan/obat tertentu dan sebagainya.
3) Ada/tidaknya riwayat operasi umum/lainnya maupun operasi
kandungan (miomektomi, sectio cesarea dan sebagainya).
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan, dan
sebagainya.
f. Riwayat khusus obstetri ginekologi
1) Adakah riwayat kehamilan/persalinan/abortus sebelumnya
(dinyatakan dengan kode GxPxAx, gravida/para/abortus),
berapa jumlah anak hidup.
2) Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan/persalinan sebelumnya
seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan
dan sebagainya.
3) Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan
luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir
jika masih ingat.
4) Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau
gangguan haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya.
5) Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak.
g. Riwayat sosial/ekonomi
Pekerjaan, kebiasaan, kehidupan sehari-hari.
h. Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan
persalinan, anjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan
antenatal komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali, termasuk
minimal 1 kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota
keluarga, sebagai berikut.

Kunjungan Pemeriksaan Antenatal

Trimester Kunjungan Waktu kunjungan yang


minimal dianjurkan
I 1x Sebelum minggu ke 16
II 1x Antara minggu ke 24 – 26
i. R III 2x Antara minggu ke 30 – 32 &
i minggu ke 36 - 38

60
wayat vaksinasi: tanyakan apakah ibu sudah pernah mendapatkan
vaksinasi (DPT/TT/Td). Tabel di bawah ini manajemen pemberian
vaksin pada ibu

Pemberian Vaksin untuk ibu yang belum pernah imunisasi


(DPT/TT/Td) atau tidak tahu status imunisasinya
Pemberian Selang waktu hamil
TT 1 Saat kunjungan pertama (sedini mungkin
pada kehamilan)
TT 2 4 minggu setelah TT 1 (pada kehamilan)
TT 3 6 bulan setelah TT 2 (pada kehamilan)
TT 4 1 tahun setelah TT 3
TT 5 1 tahun setelah TT 4

Pemberian Vaksin untuk ibu yang sudah pernah diimunisasi


(DPT/TT/Td)

Pernah Pemberian dan selang waktu minimal


1 kali TT 2, 4 minggu setelah TT 1 (pada kehamilan)
2 kali TT 3, 6 bulan setelah TT 2 (pada kehamilan, jika selang
waktu minimal terpenuhi)
3 kali TT 4, 1 tahun setelah TT 3
4 kali TT 5, 1 tahun setelah TT 4
5 kali Tidak perlu lagi

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis/pemeriksaan umum
1) Penilaian keadaan umum, kesadaran, komunikasi/kooperasi.
2) Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan),
tinggi/berat badan. Kemungkinan risiko tinggi pada ibu dengan
tinggi < 145 cm, berat badan 75 kg.
3) Batas hipertensi pada kehamilan yaitu 140/90 mmHg (nilai
diastolik lebih bermakna untuk prediksi sirkulasi plasenta).
4) Kepala ada/tidaknya nyeri kepala (anaemic headache nyeri
frontal, hypertensive/tension headache nyeri suboksipital
berdenyut). Mata konjungtiva pucat / tidak, sklera ikterik / tidak.

61
5) Mulut/THT ada tanda radang / tidak, lendir, perdarahan gusi,
gigi-geligi.
6) Paru/jantung/abdomen inspeksi palpasi perkusi auskultasi
umum. Ekstremitas diperiksa terhadap edema, pucat, sianosis,
varises, simetri (kecurigaan polio, mungkin terdapat kelainan
bentuk panggul).
7) Jika ada luka terbuka atau fokus infeksi lain harus dimasukkan
menjadi masalah dan direncanakan penatalaksanaannya.
b. Status obstetricus/pemeriksaan khusus obstetri
Abdomen
1) Inspeksi : membesar/tidak (pada kehamilan muda pembesaran
abdomen mungkin belum nyata).
2) Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda
dilakukan dengan palpasi bimanual dalam, dapat diperkirakan
ukuran uterus – pada kehamilan lebih besar (usia kehamilan >
20 minggu), tinggi fundus dapat diukur dengan pita ukuran
sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis os
pubis). Pantau tumbuh kembang janin dengan mengukur tinggi
fundus uteri.
Cara Memantau Tumbuh Kembang Janin

Mengukur FU dengan pita Tinggu FU sesuai usia

ukuran kehamilan

Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukan dengan sistematika :


a. Leopold I
Menentukan tinggi fundus dan meraba bagian janin yang di
fundus dengan kedua telapak tangan.
b. Leopold II
Kedua telapak tangan menekan uterus dari kiri-kanan, jari ke
arah kepala pasien, mencari sisi bagian besar (biasanya

62
punggung) janin, atau mungkin bagian keras bulat (kepala)
janin.
c. Leopold III
Satu tangan meraba bagian janin apa yang terletak di bawah
(diatas simfisis) sementara tangan lainnya menahan fundus
untuk fiksasi.
d. Leopold IV
Kedua tangan menekan bagian bawah uterus dari kiri-kanan,
jari ke arah kaki pasien, untuk konfirmasi bagian terbawah
janin dan menentukan apakah bagian tersebut sudah
masuk/melewati pintu atas panggul (biasanya dinyatakan
dengan satuan x/5)

Jika memungkinkan dalam palpasi diperkirakan juga taksiran


berat janin (meskipun kemungkinan kesalahan juga masih
cukup besar). Pada kehamilan aterm, perkiraan berat janin
dapat menggunakan rumus cara Johnson-Tossec yaitu :
tinggi fundus (cm) – (12/13/14)) x 155 gram.
3) Auskultasi :
a) dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang
ditempelkan di daerah punggung janin, dihitung frekuensi
pada 5 detik pertama, ketiga dan kelima, kemudian dijumlah
dan dikalikan 4 untuk memperoleh frekuensi satu menit.
b) Sebenarnya pemeriksaan auskultasi yang ideal adalah
denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama satu menit.
63
c) Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160
denyut per menit. Takikardi menunjukkan adanya reaksi
kompensasi terhadap beban/stress pada janin (fetal stress),
sementara bradikardi menunjukkan kegagalan kompensasi
beban / stress pada janin (fetal distress/gawat janin).

Genitalia eksterna
Inspeksi luar :
1) Lihat keadaan vulva/uretra, ada tidaknya tanda radang,
luka/perdarahan, discharge, kelainan lainnya.
2) Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa untuk inspeksi lebih
jelas. Inspeksi dalam menggunakan spekulum (in speculo):
Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa, alat spekulum
Cusco (cocorbebek) dimasukkan ke vagina dengan bilah vertikal
kemudian di dalam liang vagina diputar 90o sehingga horisontal,
lalu dibuka. Deskripsi keadaan porsio serviks (permukaan,
warna), keadaan ostium, ada/tidaknya darah/cairan/ discharge
di forniks, dilihat keadaan dinding dalam vagina, ada/tidak
tumor, tanda radang atau kelainan lainnya. Spekulum ditutup
horisontal, diputar vertikal dan dikeluarkan dari vagina.

Genitalia interna
1) Palpasi : colok vaginal (vaginal touché) dengan dua jari sebelah
tangan dan BIMANUAL dengan tangan lain menekan fundus
dari luar abdomen. Ditentukan konsistensi, tebal, arah dan
ada/tidaknya pembukaan serviks. Diperiksa ada/tidak kelainan
uterus dan adneksa yang dapat ditemukan. Ditentukan bagian
terbawah (presen JANGAN LUPA, SELALU PALPASI
BIMANUAL PADA PEMERIKSAAN VAGINAL !!!!)
2) Pada pemeriksaan di atas 34-36 minggu dilakukan perhitungan
pelvimetri klinik untuk memperkirakan ada/tidaknya disproporsi
fetopelvik/sefalopelvik.
3) Kontraindikasi relatif colok vaginal adalah :
a) perdarahan per vaginam pada kehamilan trimester ketiga,
karena kemungkinan adanya plasenta previa, dapat menjadi
pencetus perdarahan yang lebih berat (hanya boleh

64
dilakukan di meja operasi, dilakukan dengan cara perabaan
fornices dengan sangat hati-hati
b) ketuban pecah dini–dapat menjadi predisposisi penjalaran
infeksi (korioamnionitis). Pemeriksaan dalam (vaginal
touché) seringkali tidak dilakukan pada kunjungan antenatal
pertama, kecuali ada indikasi.
c) Umumnya pemeriksaan dalam yang sungguh bermakna
untuk kepentingan obstetrik (persalinan) adalah pemeriksaan
pada usia kehamilan di atas 34-36 minggu, untuk
memperkirakan ukuran, letak, presentasi janin, penilaian
serviks uteri dan keadaan jalan lahir, serta pelvimetri klinik
untuk penilaian kemungkinan persalinan normal pervaginam.
Alasan lainnya, pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu,
elastisitas jaringan lunak sekitar jalan lahir masih minimal,
akan sulit dan sakit untuk eksplorasi.
Pemeriksaan rektal (rektal touché) : dilakukan atas indikasi.

4. Pemeriksaan Lanjutan
a. Jadwal kunjungan
Idealnya seperti di
atas
 sampai 28 minggu 1 kali setiap bulan,
 29-36 minggu setiap 2 minggu sekali dan
 di atas 36 minggu setiap minggu sekali).
Pada kunjungan pemeriksaan lanjutan, diperiksa : Keluhan ibu,
tekanan darah, berat badan, dan tinggi fundus uteri. Terhadap
janin diperiksa perkiraan besar/berat janin, presentasi dan letak
janin, denyut jantung janin, aktifitas janin, perkiraan volume cairan
amnion dan letak plasenta (jika memungkinkan dengan USG).
b. Laboratorium
Jika terdapat kelainan, ditatalaksana dan diperiksa ulang terus
sampai mencapai normal. Jika sejak awal laboratorium rutin dalam
batas normal, diulang kembali pada kehamilan 32-34 minggu.
Periksa juga infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, Hepatitis/HIV). Periksa gula darah pada
kunjungan pertama, bila normal, periksa ulang pada kunjungan
minggu ke 26-28, untuk deteksi dini diabetes mellitus gestasional.

65
c. Lain-lain
Pelvimetri radiologik (akhir trimester 3), jika diperlukan, untuk
perhitungan jalan lahir. Pada trimester 3 akhir, pembentukan dan
pematangan organ janin sudah hampir selesai, sehingga
kemungkinan mutasi/karsinogen jauh lebih kecil dibandingkan
pada trimester pertama/kedua. Tetap harus digunakan dosis
radiasi sekecil-kecilnya.
Ultrasonografi (USG) tidak berbahaya karena menggunakan
gelombang suara. Frekuensi yang digunakan dari 3.5, 5.0, 6.5
atau
7.5 MHz. Makin tinggi frekuensi, resolusi yang dihasilkan makin
baik tetapi penetrasi tidak dapat dalam, karena itu harus
disesuaikan dengan kebutuhan.

d. Nasehat untuk perawatan umum/ sehari-hari


1) Aktifitas fisik
Dapat seperti biasa (tingkat aktifitas ringan sampai sedang),
istirahat minimal 15 menit tiap 2 jam. Jika duduk/berbaring
dianjurkan kaki agak ditinggikan. Jika tingkat aktifitas berat,
dianjurkan untuk dikurangi. Istirahat harus cukup. Olahraga
dapat ringan sampai sedang, dipertahankan jangan sampai
denyut nadi melebihi 140 kali per menit. Jika ada
gangguan/keluhan yang mencurigakan dapat membahayakan
(misalnya, perdarahan per vaginam), aktifitas fisik harus
dihentikan.
2) Pekerjaan
Hindari pekerjaan yang membahayakan atau terlalu berat atau
berhubungan dengan radiasi/bahan kimia, terutama pada usia
kehamilan muda.
3) Imunisasi
Terutama tetanus toksoid. Imunisasi lain sesuai indikasi.
4) Bepergian dengan pesawat udara
Tidak perlu kuatir bepergian dengan menumpang pesawat
udara biasa, karena tidak membahayakan kehamilan. Tekanan
udara di dalam kabin kapal penumpang telah diatur sesuai
atmosfer biasa.
5) Mandi dan cara berpakaian

66
Mandi cukup seperti biasa. Pemakaian sabun khusus/antiseptik
vagina tidak dianjurkan karena justru dapat mengganggu flora
normal vagina. Selain itu aplikasi sabun vaginal dengan alat
semprot dapat menyebabkan emboli udara atau emboli cairan
yang dapat berbahaya. Berpakaian sebaiknya yang
memungkinkan pergerakan, pernapasan dan perspirasi yang
leluasa.
6) Sanggama/coitus
Dapat seperti biasa, kecuali jika terjadi perdarahan atau keluar
cairan dari kemaluan, harus dihentikan (abstinentia). Jika ada
riwayat abortus sebelumnya, coitus ditunda sampai usia
kehamilan di atas 16 minggu, di mana diharapkan plasenta
sudah terbentuk, dengan implantasi dan fungsi yang baik.
Beberapa kepustakaan menganjurkan agar coitus mulai
dihentikan pada 3-4 minggu terakhir menjelang perkiraan
tanggal persalinan. Hindari trauma berlebihan pada daerah
serviks/uterus. Pada beberapa keadaan seperti
kontraksi/tanda-tanda persalinan awal, keluar cairan
pervaginam, keputihan, ketuban pecah, perdarahan
pervaginam, abortus iminens atau abortus habitualis,
kehamilan kembar, penyakit menular seksual, sebaiknya coitus
jangan dilakukan.
7) Perawatan mammae dan abdomen
Jika terjadi papila retraksi, dibiasakan papillla ditarik manual
dengan pelan. Striae/hiperpigmentasi dapat terjadi, tidak perlu
dikuatirkan berlebihan.
8) Hewan piaraan
Hewan piaraan dapat menjadi carrier infeksi (misalnya, bulu
kucing/burung, dapat mengandung parasit toxoplasma).
Dianjurkan menghindari kontak.
9) Merokok/minuman keras/obat-obatan
Harus dihentikan sekurang-kurangnya selama kehamilan dan
sampai persalinan, nifas dan menyusui selesai. Obat-obat
depresan adiktif (narkotik dsb.) mendepresi sirkulasi janin dan
menekan perkembangan susunan saraf pusat pada janin.

67
10) Gizi / nutrisi
Makanan sehari-hari dianjurkan yang memenuhi standar
kecukupan gizi untuk ibu hamil (detail cari/baca sendiri ya).
Untuk pencegahan anemia defisiensi, diberi tambahan vitamin
dan tablet Fe

Rangkuman Tatalaksana Asuhan Antenatal per Trimester

Pemeriksaan dan Tindakan I II III


Anamnesis
Riwayat medis lengkap +
Catatan pada kunjungan sebelumnya + +
Keluhan yang mungkin dialami selama + +
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum lengkap +
Keadaan umum + + +
Tekanan darah + + +
Suhu tubuh + + +
Tinggi badan +
Berat badan + + +
LILA +
Gejala anemi (pucat, nadi cepat) + + +
Edema + + +
Tanda bahay lainnya (sesak,perdarahan, + + +
Pemeriksaan terkait dengan kunjungan + +
Pemeriksaan fisik obstetric
Vulva/ perineum +
Pemeriksaan inspekulo +
Tinggi fundus uteri + +
Pemeriksaan obstetri dengan Leopord + +
Denyut jantung janin + +
Pemeriksaan penunjang
Golongan darah ABO dan rhesus +
Kadar glukosa darah * * *
Kadar Hb + * +
Kadar protein urin * * *
Tes BTA * * *
Tes HIV +* * *
Tes malaria +* * *
Tes syphilis * * *
USG * * *
Imunisasi, implementasi dan KIE
Skrining status TT dan vaksinasi sesuai +
Zat besi dan asam folat + + +
Aspirin * * *
Kalsium * * *
KIE (sesuai materi) + + +

Catatan:

1. Tabel di atas adalah pedoman untuk ibu yang menjalani asuhan


antenatal sesuai jadwal.

68
2. Jika ada jadwal kunjungan yang terlewatkan, lengkapi tatalaksana
yang terlewatkan pada kunjungan berikutnya.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi jika menemukan kelainan pada
pemeriksaan terutama jika kelainan tersebut tidak membaik pada
kunjungan berikutnya.
4. ( +) rutin, (*) = sesuai indikasi, (+*) = rutin untuk daerah endemis

Klasifikasi Kehamilan

KATEGORI GAMBARAN
Kehamilan  Keadaan umum ibu baik
normal  Tekanan darah < 140/90 mmHg
 BB bertambah, minimal 8 kg selama hamil
(1kg/ bulan) atau sesuai IMT ibu
 Edema hanya pada ekstrimitas
 Denuyt jantung janin 120-160 kali/ menit
 Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia
kehamilan 18-20 minggu hingga melahirkan
 Tidak ada kelainan riwayat obstetri
 Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
 Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam
batas normal
Kehamilan Seperti masalah keluarga, psikologis, kekerasan
dengan masalah dalam rumah tangga,kebutuhan finansial, dll
khusus
Kehamilan Riwayat kehamilan sebelumnya:
dengan masalah  Janin/ neonatus mati
kesehatan yang  Keguguran ≥ 3 kali
membutuhkan  bayi<2500 gr atau > 4500 gr
rujukan untuk  Hipertensi, pembedahan pada organ
konsultasi atau reproduksi
kerja sama Riwayat kehamilansaat ini
penanganannya  Kehamilan ganda
 Usia ibu < 16 tahun atau > 40 tahun
 Hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung,
penyakit ginjal, TBC, syfilis/ penyakit kelamin,
ISK, HIV, DM, malaria, anemia berat
 Penyalah gunaan obat, alkohol
 LILA < 23,5 cm, TB <145 cm
 Kenaikan BB < ikg/ bulan atau > 2kg / bulan
atau tidak sesuai IMT
 TFU tidak sesuai pertumbuhan
 Pertumbuhan janin terlambat
 Mal posisi/mal presentasi
 Gangguan kejiwaan
 Kondisi-kondisi lain yang memperburuk
kehamilan
Kehamilan  Perdarahan
dengan kondisi  Pre-eklamsia, eklamsi
kegawatdaruratan  ketuban pecah dini
yang  Gawat janin

69
membutuhkan  Kondisi-kondisi lain yang mengancam nyawa
rujukan/ tindakan ibu dan janin
segera

B. ASUHAN INTRA NATAL


Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:
 Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
 Persalinan terjadi spontan
 Presentasi belakang kepala
 Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
 Tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin

Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:


1. Kala I dibagi menjadi 2:
a. Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.
b. Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar
6 jam.
2. Kala II: pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada
primigravida, 2 jam pada multigravida.
3. Kala III: segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap,
sekitar 30 menit.
4. Kala IV: segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum

8. Tata Laksana Suhan Kebidanan Pada Kala I


a. Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu
b. Jika ibu tampak gelisah/kesakitan:
1) Biarkan ibu berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat
tidur sarankan untuk miring kiri.
2) Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai
kesanggupannya
3) Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau
membasuh muka ibu
4) Ajari teknik bernapas
c. Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan
orang lain tanpa seizin ibu.
d. Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setelah
buang air kecil/besar.

70
e. Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas

pada bayi baru lahir, suhu ruangan minimal 25 0C dan semua pintu
serta jendela harus tertutup.
f. Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
g. Sarankan ibu berkemih sesering mungkin.
h. Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan
partograf.
i. Pasang infus intravena untuk pasien dengan:

1) Kehamilan lebih dari 5


2) Hemoglobin ≤9 g/dl atau hematokrit ≤27%
3) Riwayat gangguan perdarahan
4) Sungsang
5) Kehamilan ganda
6) Hipertensi
7) Persalinan lama
j. Isi dan letakkan partograf di samping tempat tidur atau di dekat
pasien.
k. Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan.
l. Persiapkan rujukan jika terjadi komplikasi.

Monitoring dan Intervensi Selama Kala 1

Frekuensi pada kala Frekuensi pada kala


Parameter 1 1
Laten aktif
Tekanan darah Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Suhu tubuh Tiap 4 jam Tiap 2 jam
Nadi Tiap 30 – 60 menit Tiap 30 – 60 menit
Denyut Tiap 1 jam Tiap 30 menit

jantung janin
Kontraksi uterus Tiap 1 jam Tiap 30 menit
Pembukaan servik Tiap 4 jam* Tiap 4 jam*
Penurunan kepala Tiap 4 jam* Tiap 4 jam*
Warna Tiap 4 jam* Tiap 4 jam*

cairan amnion
*Dinilai saat pemeriksaan dalam

9. Tatalaksana Pada Kala II, III, IV


Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN
yaitu:
1) Tatalaksana Asuhan Kebidanan pada Kala II
1) Memeriksa tanda berikut:
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
71
b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan/atau vaginanya.
c) Perineum menonjol dan menipis.
d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
2) Menyiapkan pertolongan persalinan
3) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial.
a) Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir
steril/DTT siap dalam wadahnya
b) Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam
kondisi bersih dan hangat
c) Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer
dalam kondisi baik dan bersih
d) Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril
sekali pakai di dalam partus set/wadah DTT
e) Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan
hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat
penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
diatas tubuh bayi.
f) Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan
kristaloid, set infus
4) Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih,
sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
5) Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci
kedua tangan dengan sabun dan air bersih kemudian
keringkan dengan handuk atau tisu bersih.
6) Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
7) Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus
set/wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit.
Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan Janin baik
8) Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
9) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila
selaput ketuban belum pecah, dengan syarat: kepala sudah
masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.

72
10) Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit. Cuci kedua tangan setelahnya.
11) Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal
(120 – 160 kali/menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ
tidak normal.
12) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk Membantu proses
bimbingan Meneran
13) Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik.
14) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
15) Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia
merasa nyaman dan anjurkan ibu untuk cukup minum.

Posisi setengah duduk


16) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran.
a) Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
b) Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
17) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.

Segera hubungi dokter spesialis obstetri dan ginekologi jika bayi belum atau
tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (untuk
primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (untuk multigravida). Jika

73
dokter spesialis obstetri dan ginekologi tidak ada, segera persiapkan
rujukan.

Mempersiapkan pertolongan kelahiran bayi


18) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan
bayi.
19) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong
ibu.
20) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
21) Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

Membantu lahirnya kepala


22) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan
kering, sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
a) Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
23)Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi.
a) Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali
pusat lewat kepala bayi.
Memeriksa lilitan tali pusat

b) Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik
lalu gunting di antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi
leher bayi.

74
Menggunting tali pusat

c) Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar


secara spontan.
d) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat
kontraksi.
Membantu melahirkan bahu

Melahirkan bahu depan Melahirkan bahu belakang

24) Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal


hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis, berikutnya
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang

Membantu lahirnya badan dan Tungkai


25) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah
ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan
siku sebelah bawah.
 Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
26) Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran
tangan yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan
kaki bayi.

75
 Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki
dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan
jari-jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir
27) Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan
berikut untuk menilai apakah ada asfiksia bayi:
a) Apakah kehamilan cukup bulan?
b) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
c) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Bila ada jawaban “Tidak”, bayi mungkin mengalami asfiksia. Segera lakukan
resusitasi bayi baru lahir sambil menghubungi dokter spesialis anak. Bila
dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan. Pengisapan lendir
jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin

28) Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru
lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut
ibu
a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya KECUALI BAGIAN TANGAN TANPA
MEMBERSIHKAN VERNIKS.
b) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut
ibu
29) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).

C. TATALAKSANA ASUHAN KEBIDANAN PADA KALA III


30) Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan
oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik.
31) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral
(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin!).

Jika tidak ada oksitosin:

o Rangsang puting payudara ibu atau minta ibu menyusui untuk


menghasilkan oksitosin alamiah.

76
o Beri ergometrin 0,2 mg IM. Namun TIDAK BOLEH diberikan pada
pasien preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat memicu
terjadi penyakit serebrovaskular.

32) Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali
pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali
pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi
luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
33) Potong dan ikat tali pusat.
a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut
(sambil lindungi perut bayi).
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan
dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.
c) Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
d) Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan
cairan/bahan apapun ke puntung tali pusat
e) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit
bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu.
Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik
di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di
antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudara ibu.
f) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan
pasang topi pada kepala bayi.
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru
lahir
g) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm
dari vulva
h) Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu,
tepat di tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem
dengan tangan yang lain.
i) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah

77
dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar berikut, untuk
mencegah terjadinya inversio uteri.
j) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk menstimulasi puting susu.

Melakukan peregangan tali pusat terkendali


Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur
di atas.

34) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga


plasenta terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali
pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,
mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan
dorso-kranial, seperti gambar berikut.
35) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
36) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
a) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
b) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
c) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
d) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
e) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
bayi lahir
f) Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
37) Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
38) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian

78
gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus
dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut
hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
40) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
Menilai perdarahan
41) Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun janin dan pastikan bahwa selaputnya lengkap dan
utuh.
42) Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan
lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

Derajat Robekan Perineum

Derajat Penjelasan
1 Laserasi pada epitel vagina atau kulit perineum saja
2 Melibatkan kerusakan otot-otot perineum, tetapi tidak
melibatkan kerusakan otot sfingter ani
3 Kerusakan pada otot sfingter ani
3 a: robekan < 50% otot sfingter ani
eksterna 3 b: robekan > 50% otot sfingter
ani eksterna
3 c: robekan juga meliputi otot sfingter ani interna
4 Robekan stadium 3 disertai robekan epitel anus

D. TATALAKSANA ASUHAN KEBIDANAN PADA KALA IV


43) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam
44) Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan
kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
a) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai
menyusu
b) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi
menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama
biasanya berlangsung pada menit ke-45-60, dan
berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara.
c) Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan
biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun
bayi sudah berhasil menyusu.

79
d) Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam
atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi
dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu
dan bayi.
e) Jika bayi belum menemukan puting ibu – IMD dalam waktu
1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan
biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit
berikutnya.
f) Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di
dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial
lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata)
dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
g) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk
menjaga kehangatannya.
h) Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari
pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat
disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali
di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat
kembali.
i) Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus
selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga
bayi bisa menyusu sesering keinginannya.
45) Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
a) Timbang dan ukur bayi.
b) Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis
(tetrasiklin 1% atau antibiotika lain).
c) Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL)
IM di paha kiri anterolateral bayi.

d) Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).


e) Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi
nama ayah, ibu, waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir
jika ada.
f) Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan
(bibir sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding
perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi.

80
Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter
spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan
46) Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan
imunisasi hepatitis B di paha kanananterolateral bayi.
a) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
bisa disusukan.
b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum
berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan
sampai bayi berhasil menyusu.
c) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan
perdarahan per vaginam:
 Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
 Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana
atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
d) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu,
serta kapan harus memanggil bantuan medis.
e) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
47) Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30
menit selama jam kedua pascasalin.
a) Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam
pertama pascasalin.
b) Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal
48) Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh

normal (36,5 – 37,50C).


49) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
50) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.

81
51) Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
52) Pastikan ibu merasa nyaman.
a) Bantu ibu memberikan ASI.
b) Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan
makanan yang diinginkannya.
53) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
54)Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
55) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan
bersih.
56) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa
tanda vital dan asuhan kala IV.
Catatan: Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah
asuhan persalinan selesai.

E. PEMERIKSAAN FISIK PADA NEONATOLOGI DENGAN SISTEM HEAD


TO TOE
Pemeriksaan sistem Head to Toe merupakan peninjauan dari ujung
rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan
informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat
penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan
terapi yang diterima klien dan penentuan respon terhadap terapi tersebut.
(Potter dan Perry, 2005). Pada pemeriksaan Bayi Baru Lahir selanjutnya
disingkat menjadi BBL, dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pemeriksaan segera setelah lahir
2. Pemeriksaan lanjutan

Tujuan pemeriksaan segera setelah lahir:


1. Menilai adaptasi neonatus,
2. Menilai apakah ada kelainan kongenital,
3. Menilai prognosis,
4. Menentukan perawatan lanjutan

82
Prinsip yang harus diperhatikan :
1. Ruangan hangat,terang,dan bersih
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan
3. Gunakan APD: celemek &sarung tanagan
4. Yakinkan alat pemeriksaan bersih
5. Lakukan pemeriksaan secara sistimatis head to toe : inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi
6. Jika ada kelainan lakukan tindakan,kolaborasi atau rujuk.
7. Lakukan pendokumentasian

GAMBAR EVALUASI BAYI BARU LAHIR

1. Persiapan alat :
a. Timbangan
b. Metlin
c. Stetoskop bayi
d. Termometer
e. Jam/ arloji
f. Tongspatel
g. Sarung tangan
h. Tissu
i. Bengkok
j. Tali pusat
k. Cairan klorin 0,5%

83
2. Anamnesa
Lakukan anamnesa mengenai :
a. Riwayat penyakit keturunan,
b. Riwayat kehamilan sebelumnya,
c. Riwayat kehamilan sekarang,
d. Riwayat persalinan sekarang
3. Data Obyektif:
a. Segera Setelah Bayi Lahir evaluasi Skor Apgar:
Skor Apgar dinilai pada menit pertama , menit kelima , dan menit
kesepuluh setelah bayi lahir , untuk mengetahui perkembangan
keadaan bayi tersebut. Namun dalam situasi tertentu , Skor Apgar
juga dinilai pada menit ke 10 , 15 , dan 20 , hingga total skor 10 .
(Sujiyatini , 2011)

Lima kriteria Skor Apgar

Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Appearanc seluruhnya warna kulit warna kulit tubuh ,
e (warna biru tubuh tangan , dan kaki
kulit) normal merah normal merah muda ,
atau pucat muda tidak ada sianosis
,
tetapi kepala dan
ekstermitas
kebiruan
(akrosianosis)
Pulse(deny tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
ut jantung)
Grimac tidak meringis/menangis meringis/bersin/batuk
e lemah ketika di saat stimulasi saluran
(respon ada stimulasi napas
s respons
refleks) terhadap
stimulasi
Activity(tonu lemah/ sedikit gerakan bergerak aktif
s otot) tidak ada
Respiration tidak ada Lemah, tidak menangis kuat,
(pernapasa teratur pernapasan baik
n) dan
teratur

Keterangan : Bila Nilai Skor Apgar

 7-10 : tidak ada asfiksia,


 4-6 : asfiksia sedang,
 0-3 : asfiksia berat
b. Cek:
1) patensi kedua lubang hidung
2) warna kulit

84
3) tali pusat
4) anus (masukkan termometer ke dalam anus untuk mengecek
patensi anus)

5) jenis kelamin
6) adakah kelainan kongenital
c. Pemeriksaan Lanjutan
Penilaian fisik lengkap harus dilakukan pada saat pertama kali bayi
dirawat, pastikan hasil penilaian dengan akurat. Pemeriksaan
lanjutan terdiri dari: pemeriksaan umum dan pemeriksaan organ
secara sistematik. Bila BBL tenang dahulukan auskultasi.

1. Keadaan Umum :
Nilai bayi secara keseluruhan:
a. Ukuran tubuh bayi besar/kecil
b. Bentuk tubuh bayi proporsional /tidak
c. Kondisi bayi aktif/lemah
d. Tangisan lemah, keras, melengking ?
e. Kesadaran Letargis, waspada atau sedasi ?
f. Warna kulit: Pucat /kuning /pletora /merah muda ?
g. Bentuk wajah: mongoloid / down sindrom? – status gizi - usia
kehamilan: balard skor - suhu; diukur suhu rectal

2. Pemeriksaan Fisik
Tanda- tanda vital
a. Penilaian: Pernafasan
 Frekuensi nafas normal adalah 40 – 60 kali per menit.
 Frekuensi nafas dilakukan dengan melakukan observasi
selama satu menit penuh.
 Untuk BBL yang stabil, frekuensi nafas diukur dengan
melakukan penghitungan periodik setiap 3-4 jam.

85
 Jika BBL tidak stabil, hitung frekuensi pernafasan setiap jam

 Perhatikan apakah ada tarikan dinding dada, gerakan cuping


hidung, kedalaman nafas

 Bagaimana bunyi nafas ?


Penilaian awal pernafasan saat lahir menjadi evaluasi
keberhasilan transisi bayi:
 Pernafasannya nyaman
 Tak ada tachypnea
 Tak ngorok
 Tak ada lekukan dada
 Tak ada cyanosis/pucat
Kegawatan pada pernafasan bisa dievaluasi memakai Down score
seperti dibawah ini

Bila Skoring:

 < 4 NO/MILD RDS ,


 4-7 RDS,
 >7 INPENDING RESPIRATORY FAILURE

Penilaian Pernapasan

Parameter Keterangan
Bentuk dada Bentuk normal: spt tong
Warna kulit Merah muda, kebiruan, pucat, gelap, berbintik, atau
Kuning
Pernafasan Ringan, ngorok, cuping hidung kembang kempis, atau
Retraksi
Suara nafas Jauh, dangkal, stridor, wheezing, atau melemah,
seimbang atau tidak seimbang
Dinding dada Gerakannya simetris atau tidak simetris

86
Sekresi mukus Jumlah : sedikit, sedang atau banyak
Warna : putih, kuning, bening, kehijauan
atau campur darah
Konsistensi : encer, kental atau mukoid
Pola napas Tachypnea, bradycardia atau apnea. Bila
bradycardia atau apnea, diukur saturasi
oksigen dengan oximeter
dan lama episode bradycardia atau apnea,

b. Penilaian suhu
Suhu rektal hanya diperiksa satu kali pada saat masuk untuk
menyisihkan kemungkinan adanya anus imperforata
 Pengukuran selanjutnya dilakukan lewat aksila
 Suhu BBL normal adalah 36,5- 37,5C.
 BBL di dalam penghangat harus diraba suhunya setiap jam dan
diukur melalui ketiak setiap jam sampai stabil
c. Penilaian: Denyut Jantung
Denyut jantung harus diukur dengan cara auskultasi dan dihitung
selama satu menit penuh
 Pada BBL yang stabil, detak jantung harus dihitung sesuai
jadwal penanganannya setiap 3-4 jam
 Pada BBL yang tidak stabil, denyutnya harus dihitung setiap
jam
 Denyut jantung normal BBL adalah 120 – 160 kali per menit
(bpm) pada posisi berbaring
Bila pada pemeriksaan Denyut Jantung terdapat
1) Takikardia: Pertimbangkan jika denyut jantung >170/min
 Pastikan BBL tidak menangis atau bergerak kuat.
 Ketahui kemungkinan hypo-volemia
 Ketahui kemungkinan hyperthermia
 Ketahui kemungkinan anemia
 Ketahui kemungkinan gagal jantung
 Pastikan konsumsi obat-obatan ibu dan ibu tidak menderita
thyrotoxicosis

2) Bradikardia: Jika BBL mengalami bradikardia (denyut jantung


<100 bpm):
 Bradycardia mungkin normal pada BBL cukup bulan yang
sedang tidur

87
 Jika berlanjut pada bayi yang tidak menunjukkan gejala,
pertimbangkan EKG untuk mengetahui kemungkinan
masalah konduksi jantung
 Nilai warna BBL dan pola pernafasannya, tentukan
kebutuhan resusitasi dan mulai ventilasi dengan kantung
dan masker jika bayi apnea atau cyanosis
d. Penilaian: Tekanan Darah
 Tekanan darah bisa meningkat saat menangis dan turun saat tidur.
 Tekanan darah normal bervariasi menurut umur kehamilan dan usia
BBL
Tekanan Darah Normal Bayi Aterem

Usia Laki- laki Perempuan


Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
1 hari 67 + 7 37 + 7 68+ 8 38 + 7
4 hari 76 + 8 44 + 9 75 + 8 45 + 8
1 bln 84 + 10 46 + 9 82 + 9 46 + 10
3 bln 92 + 11 55 + 10 89 + 11 54 + 10
6 bln 96 + 9 58 + 10 92 + 10 56 + 10

Aterm: tensi sistolik 60-80 diastolik 40-50 (meningkat 1-2


mmHg/hari dalam minggu I, meningkat 1 mmHg/minggu dalam
minggu 2-8 )

Tekanan Darah Bayi Prematur BB 500-2000 gram Usia 3 – 6


jam

BBL Sistolik Diastolik


500-750 50-62 26-36
751-1000 48-59 23-36
1001-1250 49-61 26-35
1251-1500 46-56 23-33
1501-1750 46-58 23-33
1751-2000 48-61 24-35

Prematur: tensi sist 50-60 diast 25-35 (meningkat 1-2 mmHg/ hari
dalam minggu I, meningkat 1 mmHg/minggu dalam minggu 2-8)

e. Penilaian Kardiovaskuler

Parameter Keterangan
Prekordium Tenang atau aktif
Bunyi jantung Jelas, dengan splittingdari S2
Ritme Normal atau menggambarkan arrhythmia
Murmur Jelaskan jika ada

88
Pengisian kembali kapiler Berapa detik?
Denyut perifer Normal, lemah atau tidak ada

f. Pengukuran Pertumbuhan
Ada tiga komponen untuk mengukur pertumbuhan BBL.
1) Berat badan bayi: harus ditimbang setiap hari.
a) Semua bayi harus ditimbang pada saat masuk
b) BB < 2500 gr : prematur atau SGA
c) BB > 3800 gr : LGA
d) Perlu mengetahui usia kehamilan secara akurat
e) Perhatikan glikemia pd BB < / >
f) BBL normal mungkin akan kehilangan 10% berat badannya
pada minggu pertama terutama jika diberi ASI
g) Berat badan bisa kembali pada usia 2 minggu
h) Jika ada kehilangan berat badan berlebihan, evaluasi
kecukupan asupan cairan dan tanda-tanda dehidrasi BBL
i) Kenaikan berat badan yang diharapkan adalah +30 gr/hari
j) Berat harus dicatat pada saat masuk dan setiap minggu
sesudahnya pada diagram berat badan.
k) Jika berat sangat berbeda dengan hari sebelumnya, maka
harus ditimbang dua kali.
l) Jika BBL sangat tidak stabil untuk dipindahkan dan
ditimbang, harus didapatkan instruksi dokter bahwa BBL
tidak ditimbang
2) Panjang badan bayi: harus diukur saat masuk dan setiap
minggu.
a) Ubun-ubun sampai tumit harus diukur saat masuk dan tiap
minggu setelahnya.
b) Panjang harus dicatat pada diagram panjang badan setiap
minggu dan dibandingkan dengan berat.
c) BBL harus dalam posisi telentang saat diukur. Sendi lutut
dan panggul harus ekstensi penuh
3) Lingkar kepala bayi :
a) Lingkar kepala harus diukur saat masuk dan setiap minggu
sesudahnya.
b) Lingkar kepala menghubungkan 4 titik: 2 frontal bosses dan
2 occipital protuberances

89
c) Letakkan pita pengukur pada bagian paling menonjol di
tulang oksiput dan dahi.
d) Normal 33 – 38 cm
e) Pengukuran sedikitnya sekali sehari jika BBL mempunyai
masalah neurologis seperti perdarahan intraventrikuler,
hydrocephalus atau asfiksia
Evaluasi Kepala
 Apakah ada benjolan, caput, haematom, hidrosefalus,
mikrosefali
 Fontanel; cekung, menonjol, datar ?
 Sutura : molase ? Derajat berapa ?
 Pertumbuhan rambut ?
4) Pola pertumbuhan yang diharapkan pada Bulan 1 BBL
a) Kenaikan Berat badan : 20-30 g/hari
b) Panjang: 0.5-1 cm/minggu
c) Lingkar kepala : 0.5 cm/minggu
Laserasi post VELaserasi post SC

5) Mata
a) Mata terbuka/ menutup ?
Mata: biasanya tertutup: Goyang kepala perlahan maka
mata akan terbuka evaluasi apakah ada mikroftalmi,
konjungtivitis, edema palpebra, perdarahan konjuntiva
b) Bentuk Simetris/tidak, gerakan bersamaan / tidak
c) Tanda ikterus, infeksi,
d) Pupil simetris, reaksi (lambat,cepat, tidak
ada ? 6) Telinga
a) Sejajar dengan ujung mata
b) Bentuk simetris/tidak,normal/tidak
c) Apakah ada pengeluaran ?
7) Hidung dan mulut
a) Apakah bernafas spontan/cuping hidung
b) Tanda kebiruan /cyanosis
c) Tanda labio-palatoskizis
90
d) Refleks rooting dan sucking
8) Leher
a) Pembesaran kelenjar tiroid, getah bening
b) Tonic neck refleks ?
9) Kulit:
a) Adanya verniks caseosa, lanugo, petechia/ ekimosis , jaundice
b) Muka/ wajah : apakah normal atau mengalami sindroma
Down, trauma akibat lahir seperti mengalami laserasi,
parese nervus fasialis

Seventh nerve palsy ;


Unilateral facial paralysis Erb palsy

10) Penilaian Abdomen

Parameter i. G Keterangan
Bentuk perut perut cekung?, buncit? Kembung
11)G
Suara perut Ada, tidak ada, hiperaktif, atau
e
hipoaktif.
N
Lingkar perut Catat pengukuran dalam cm.
I
Emesis (atau residual) Volume dan gambarannya.
T
Dinding perut Merah atau kehilangan warna.
a
Meregang atau terlihat batas perut
l
membuncit
i
Palpasi Lembek, nyeri atau meregang. normal
a
hepar teraba 2-3 cm dan limpa 1 cm

e bawah arkus kosta


tali pu sat Adakah hernia umbilikalis, omfalokel,
k
omfalitis
s
terna:
a) Bayi aterm wanita: labia minora tertutup labia mayora, dapat
keluar sekret darah
91
b) Bayi laki-laki: sering terdapat phimosis. Evaluasi apakah ada
hipospadia? Epispadia? Hidrokel? Testis teraba pada bayi aterm,
sedang prematur sering terdapat kriptorkismus
c) Evaluasi anus apakah terdapat atresia ani, fistula? Normal
meconium keluar 24 jam pertama

Keterangan:
 Gambar 1: 28 weeks gestation : testis high in scrotum
 Gambar 2: 36 weeks to term gestation : testis well
descended, increased scrotal pigmentation,
GAMBAR 1 GAMBAR 2

Contoh Gambar Kelainan Genetalia


 Gambar 1: Male (XY) Testes in labioscrotal folds –
androgen insentivity
 Gambar 2 : Female (XX) Clitoral enlargement

Gambar 1 Gambar 2

Contoh Gambar Atresia Ani

Fistula Rektovaginal Dermatitis Kandida

92
12) Tulang belakang : Adakah skoliosis? Spina bifida?

Meningokel
Meningoensefalokel

Beberapa Reflek Normal Pada Bayi (moro, plantar , grasp, sucking,


rooting, babinski)
Genggam/ graps Cengkraman- Sucking
Kaki Rooting

Moro atau Kejut Babinski

93
13) Bahu, lengan dan jari
a) Simetris/tidak, jari lengkap/tidak ?
b) Apakah tangan dapat digerakan secara normal,patah tulang
?
c) Refleks graps, refleks moro (hilang setelah usia 4 bulan)
d) Bila refleks moro menetap > 4 bulan kemungkinan terjadi
kerusakan otak
e) Bila terjadi respon yang tidak simetris kemungkinan fraktur
calivula, cedera fleksus brakhialis
14) Ektremitas bawah
a) Simetris/tidak
b) Jari lengkap/tidak ?
c) Refleks babinski ? (normal + pada usia <12-18 bulan)
d) Gerakan aktif/lemah, simetris/tidak ?
e) Kelainan bentuk ?
15)Penilaian Sistem Syaraf

Parameter Keterangan
Aktivitas Tenang, terjaga, rewel atau tertidur
Tingkat kesadaran Letargis, waspada atau sedasi
Gerakan Spontan, terhadap rasa nyeri, atau tidak ada
Tonus Hipertonik, normal, atau lemah
Pupil Ukuran: Kanan Kiri
Reaksi: Lamban, cepat atau tidak ada
Tingkat kesadaran Compos mentis: sadar sepenuhnya memberi respon
adekuat pada stimulus
Apatis : Sadar, tapi acuh tak acuh Respon adekuat
pada stimulus
Somnolen: Mengantuk, selalu ingin tidur Tidak
responsif pada stimulus ringan
Sopor Tidak responsif pada stimulus ringan-sedang,
sedikit respon pada stimulus kuat Refleks pupil thd
cahaya +
Koma Reaksi pada stimulus (-)Refleks cahaya (-)
Delirium Kesadaran menurun, kacau , disorientasi,
salah persepsi thd rangsang sensorik, halusinasi
Membuka mata Terhadap rasa nyeri, terhadap suara, tidak ada atau
spontan
Tangisan Lemah, keras, atau melengking
Fontanel Melekuk ke dalam, menonjol, atau datar
Sutura Bertumpuk atau terpisah
Kejang Jika ada, tuliskan gambaran lengkapnya
Pemeriksaan Evaluasi postur ekstremitas
Motorik Gerakan spontan dan serempak
Refleks primitif
Evaluasi simetris / tidak
Evaluasi kemampuan menghisap/menelan sebagai
fungsi piramidalis (penting)

94
MODIFIED GLASCOW COMA SCALE
Eye opening

Score > 1 year old < 1 year old


4 spontaneously spontaneously
3 To verbal comand To shout
2 To pain To pain
1 No response No response

Verbal Response

Score >5 year old 2-5 year old 0-23 month old
5 Oriented, Appropriate word, Smile, coos appropriate
converses phrase
4 Disoriented, Inapproriate word Cries, consolable
converses
3 Inapproriate word Persistent cries Persistent, inappropriate
cries
2 Incomprhnsv Grunt Grunt, agitated, restless
sound
1 No response No response No response

Motor Response

Score >1 year old < 1 year old


6 Obeys Spontaneous
5 Localized pain Localized pain
4 Flexion withdrawal Flexion withdrawal
3 Flexion abnormality, decorticate Flexion abnormality, decorticate
rigidity rigidity
2 Extension abnormality, decerebrate Extension abnormality, decerebrate
rigidity rigidity
1 No response No response

F. PEMERIKSAAN FISIK BERDASARKAN POLA FUNGSI KESEHATAN


“GORDON ” 1982
Berdasarkan pola fungsi kesehatan “Gordon” 1982 yaitu mengkaji
tentang:
1. Pola persepsi penanganan kesehatan
2. Pola nutrisi metabolisme
3. Pola eliminasi
4. Pola aktifitas latihan
5. Pola istirahat – tidur
6. Pola persepsi diri – konsep diri
7. Pola hubungan peran
95
8. Pola sexual – reproduksi
9. Pola koping – stress – toleransi
10. Pola sistem nilai – kepercayaan

1. Pengkajian Pemeriksaan Diagnostik


Perawat perlu untuk mengkaji hasil pemeriksaan diagnostik/
penunjang milik klien untuk melengkapi atau memperkuat data yang
telah dimiliki dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan. Karena pemeriksaan penunjang dapat membantu dalam
hal:
a. Skrining untuk menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan
deteksi dini penyakit terutama bagi individu beresiko tinggi
(walaupun tidak ada gejala atau keluhan).
b. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang
diderita seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan
diberikan dokter serta berkaitan erat dengan komplikasi yang
mungkin saja dapat terjadi.
c. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan
gejala klinis.
d. Membantu pemantauan pengobatan.
e. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu
untuk memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan
terapi dan pengelolaan pasien selanjutnya.
f. Memantau perkembangan penyakit dan memantau efektivitas
asuhan yang dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang
dapat terjadi.
g. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak
dijumpai dan potensial membahayakan.
h. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak
didapati penyakit.

2. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Pengkajian terhadap penatalaksanaan medis perlu dilakukan oleh
perawat / bidan dengan alasan:
a. Untuk memastikan apakah asuhan keperawatan/ kebidanan yang
diberikan kepada klien sudah sejalan dengan program medis,

96
sehingga tujuan didalam memperbaiki derajat kesehatan klien bisa
seiring sejalan.
b. Perawat/ bidan dapat mengetahui efek samping yang dapat terjadi
karena dampak dari tindakan medis yang dilakukan pada klien
sehingga bisa melakukan antisipasi.
c. Bisa memberikan umpan balik/ berkolaborasi dengan medis terkait
dengan perkembangan klien

97
BAB V TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. Perawat melakukan skrining untuk menentukan kegawatdaruratan
pasien.
2. Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka perawat segera
melakukan resusitasi sambil meminta bantuan dokter
3. Pengkajian keperawatan gawat darurat oleh perawat.
4. Berdasarkan pengkajian keperawatan, perawat menentukan diagnosis
keperawatan dan rencana keperawatan gawat darurat untuk pasien
tersebut.
5. Perawat melaksanakan implementasi atas rencana keperawatan dan
melakukan kolaborasi dengan dokter.
6. Perawat melakukan evaluasi atas implementasi keperawatan yang
telah dilakukan dan melakukan pendokumentasian atas evaluasi dan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

B. TATA LAKSANA PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN RAWAT JALAN


1. Asuhan keperawatan rawat jalan dilakukan oleh perawat, untuk pasien
kasus penyakit kronis yang meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dan
pasien yang memerlukan rawat inap.
2. Pengkajian keperawatan rawat jalan didokumentasikan pada Form
Pasien Rawat Jalan dengan format S-O-A-P (Subyektif, Obyektif,
Asesmen, dan Perencanaan).

C. TATA LAKSANA PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN RAWAT INAP


1. Pasien baru rawat inap diterima oleh Ketua Tim Perawat, untuk
dilakukan pengkajian awal keperawatan rawat inap.
2. Pengkajian awal keperawatan didokumentasikan pada berkas rekam
medik pasien (Form Pengkajian Awal Keperawatan Rawat Inap).
3. Setelah perawat membuat rencana keperawatan, perawat wajib
memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan atau keluarga,
dan mendokumentasikannya pada Form Edukasi Pasien Terintegrasi.
4. Berdasarkan rencana keperawatan pasien, apabila perawat
menemukan kondisi dimana perawat tidak memiliki kompetensi untuk

98
melakukan intervensi, maka perawat melakukan kolaborasi dengan
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
5. Perawat melakukan Komunikasi Efektif dengan prinsip Tulbakon (Tulis
– Baca – Konfirmasi) dan menyampaikan isi komunikasi dengan
format S-B-A-R (Situation – Background – Assessment –
Recommendation).

D. TATA LAKSANA PENGKAJIAN ULANG KEPERAWATAN RAWAT INAP


1. Pengkajian Ulang Keperawatan Rawat Inap terdiri atas:
a. Evaluasi Keperawatan
1) Berdasarkan rencana keperawatan yang dihasilkan dari
Asesmen Awal Keperawatan yang dibuat oleh Ketua Tim yang
menerima pasien, perawat pelaksana (associate nurse)
melakukan intervensi dan evaluasi atas kondisi pasien minimal
satu kali per shift keperawatan.
2) Intervensi dan Evaluasi keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan jumlah diagnosis keperawatan yang telah dibuat.
3) Evaluasi keperawatan didokumentasikan dengan format S-O-
A-P pada Form Evaluasi Keperawatan
b. Pengkajian Ulang
1) Pengkajian ulang merupakan pengkajian/penilaian yang
dilakukan secara menyeluruh atas kondisi pasien (sesuai
dengan jumlah diagnosis keperawatan yang dibuat).
2) Pengkajian ulang dibuat oleh Ketua Tim Perawat yang
berdinas tiap shift.
3) Pengkajian ulang didokumentasikan dengan format S-O-A-P
pada Form Catatan Perkembangan pasien Terintegrasi
(CPPT).
4) Apabila terjadi perubahan atas kondisi pasien yang penting,
maka perawat pelaksana wajib melaporkan kepada Ketua Tim,
untuk selanjutnya Ketua Tim melakukan asesmen ulang atas
kondisi pasien dan mendokumentasikan pada Form CPPT
dengan format S-O-A-P.
5) Apabila berdasarkan kondisi pasien diperlukan intervensi yang
bukan merupakan komptensi perawat, maka Ketua Tim
Perawat akan melakukan kolaborasi dengan DPJP (berupa

99
komunikasi efektif dengan format S-B-A-R), dan
mendokumentasikannya pada Form CPPT.
2. Setiap kali selesai melakukan evaluasi keperawatan dan atau
pengkajian ulang keperawatan, perawat wajib memberikan informasi
dan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien, serta
mendokumentasikannya pada Form Edukasi Pasien Terintegrasi.

E. TATA LAKSANA PENGKAJIAN GIZI


Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Screening
Tool (MST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata
laksana pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau
obesitas. Dan untuk anak usia 0-18 tahun menggunakan kriteria
Strong Kids. Strong Kids merupakan salah satu alat skrining untuk
risiko pada status gizi dan pertumbuhan terdiri dari kuesioner tentang
status gizi saat ini, adanya penyakit yang mendasari, dan intake
nutrisi.
MST merupakan alat skrining gizi awal berupa 3 pertanyaan.
Kelebihan alat ini adalah skrining dapat dilakukan dalam waktu
singkat, non-invasive, menggunakan data yang tersedia sehari-hari,
dan dapat dilakukan oleh siapa saja namun hasilnya tetap valid
(Anthony, 2014).
Kemudian, apabila pasien berisiko nutrisi maka dilakukan assesment
gizi oleh ahli gizi. Pasien dengan status gizi baik atau tidak berisiko
malnutrisi, dianjurkan dilakukan skrining ulang/skrining lanjut setelah 1
minggu. Skrining gizi lanjut menggunakan kriteria Malnutrition
Universal Screening Tool (MUST), yang betujuan untuk
mengidentifikasi dan menatalaksana pasien dewasa yang mengalami
gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas.
1. Langkah MUST adalah sebagai berikut:
a. Langkah 1 : hitung Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien dengan
menggunakan kurva di bawah ini dan berikanlah skor.

100
Pengukuran alternatif :
a. Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran
panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi
badan dengan menggunakan tabel di bawah ini.

101
b. Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran
lingkar lengan atas (LLA).
1) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap
siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak
antara tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku
(olekranon). Tandai titik tengahnya.
2) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya,
ukur lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita
pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat.

a. LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2


b. LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2
b. Langkah 2 : nilai persentase kehilangan berat badan yang tak
direncanakan menggunakan tabel di bawah ini, dan berikanlah
skor.

102
c. Langkah 3 : nilai adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang
diderita pasien, dan berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai
contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit akut dan sangat
sedikit / tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2.
d. Langkah 4: tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2, dan
3 untuk menilai adanya risiko malnutrisi.
Skor 0 = risiko rendah Skor 1 = risiko sedang Skor ≥ 2 = risiko
tinggi
e. Langkah 5 : gunakan panduan tatalaksana berikut ini :
1) Risiko rendah
Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit
(tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat
umum dengan usia > 75 tahun (tiap tahun).
2) Risiko sedang
a) Observasi :
(1) Catat asupan makanan selama 3 hari.
(2) Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di rumah

103
sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
(3) Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan
dan peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang
program pemberian nutrisi secara teratur.
3) Risiko tinggi
a) Tatalaksana :
(1) Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
(2) Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada
pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat
jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap bulan).

F. TATA LAKSANA PENGKAJIAN RESIKO JATUH


Dokter dan atau perawat dan bidan melakukan skrining mengenai resiko
jatuh terhadap semua pasien yang datang ke bagian IGD, poliklinik,
ataupun pasien rawat inap. Jika didapati memiliki resiko jatuh maka
dilakukan pengkajian awal resiko jatuh.
1. Faktor predisposisi untuk risiko jatuh :

INTRINSIK EKSTRINSIK
(BERHUBUNGAN DENGAN (BERHUBUNGAN
KONDISI PASIEN) DENGAN
LINGKUNGAN)
Dapat  Riwayat jatuh Lantai basah/silau,
diperkirakan sebelumnya ruang berantakan,
 Inkontinensia pencahayaan kurang,
 Gangguan kabel longgar / lepas.
kognitif/psikologis Alas kaki tidak pas
 Gangguan Dudukan toilet yang
keseimbangan/mobilitas rendah.
 Usia > 65 tahun Kursi atau tempat tidur
 Osteoporosis beroda.
 Status kesehatan yang Rawat inap
buruk berkepanjangan.
Peralatan yang tidak
aman.
Peralatan rusak
Tempat tidur
ditinggalkan dalam
posisi tinggi.
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu
diperkirakan  Aritmia jantung terhadap obat-obatan.
 Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic
Attack-TIA) .
 Pingsan

104
 ‘Serangan jatuh’ (Drop
Attack)

2. Etiologi jatuh :
a. Ketidaksengajaaan: 31%
b. Gangguan gaya berjalan/keseimbangan: 17%
c. Vertigo: 13%
d. Serangan jatuh (drop attack): 10%
e. Gangguan kognitif: 4%
f. Hipotensi postural: 3%
g. Gangguan visus: 3%
h. Tidak diketahui: 18%
3. Pengkajian risiko jatuh pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale
(Skala Jatuh Morse) sebagai berikut;

Skor
Faktor Risiko Skala Poin
Pasien
Ya 25
Riwayat Jatuh Tidak 0
Diagnosis Sekunder Ya 15
(≥ 2
Tidak 0
Diagnosis Medis)
Berpegangan Pada Perabot 30
Tongkat/Alat Penopang 15
Alat Bantu
TidakAda/Kursi
0
Roda/Perawat/Tirah Baring
Ya 20
Terpasang Infus Tidak 0
Terganggu 20
Gaya Berjalan Lemah 10
Normal/Tirah Baring/Imobilisasi 0
Sering Lupa Akan Keterbatasan Yang
15
Dimiliki
Status Mental
Sadar Akan Kemampuan
0
Diri Sendiri
Total
Kategori :
 Risiko tinggi = > 45
 Risiko sedang = 25 - 44
 Risiko rendah = 0 – 24
4. Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua
kali sehari, saat transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan
kondisi pasien.
5. Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan

105
skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
6. Pengkajian resiko jatuh anak menggunakan Humpty Dumpty Fall Scale

106
(Skala Jatuh Humpty Dumpty) sebagai berikut:

Parameter Kriteria Nilai Skor


Usia Kurang dari 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
7 – 13 tahun 2
Lebih dari sama dengan 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki – laki 2
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis 3
respiratorik, dehidrasi, anemia,
anoreksia, sinkop, pusing dll
Gangguan prilaku/psikiatri 2
Diagnosis lainya 1
Gangguan Tidak menyadari keterbatasan 3
kognitif lainya
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor Riyawat jatuh/ bayi diletakkan 4
lingkungan ditempat tidur dewasa
Pasien menggunakan alat 3
bantu/bayi diletakkan dalam tempat
tidur bayi/perabot rumah
Pasien diletakkan pada tempat tidur 2
Area diluar rumah sakit 1
Pembedahan/se Dalam 24 jam 3
dasi/anestesi
Dalam 48 jam 2
>48 jam dan tidak menjalani 1
pembedahan/sedasi/anestesi
Penggunaan Penggunaan multiple sedatif, obat 3
medikamentosa hypnosis, barbiturate, fenitiazine,
anti depressan, pencahar, diuretic,
narkose
Penggunaan obat salah satu diatas 2
Penggunaan medikasi lainya / atau 1
tidak ada medikasi
Jumlah skor humpty dumpty
Berdasarkan nilai dari tabel diatas nanti kita akan dapat
mengklasifikasikan atau mendapatkan nilai sehingga kita dapat
menentukan tingkat resiko jatuh dari pasien yang kita nilai:
Dengan ketentuan skala Humpty Dumpty, skor penilaian resiko jatuh,
kriteria :
Skor 7 – 11 : Risiko Rendah
Skor ≥ 12 : Risiko Tinggi
7. Pencegahan risiko jatuh :
Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori) :
1) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien.
2) Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan

107
tempat tidur tepasang dengan baik.
3) Ruangan rapi.
4) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon
genggam, tombol panggilan, air minum, kacamata).
5) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan
pasien).
6) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang).
7) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar
(pastikan bersih dan berfungsi).
8) Pantau efek obat-obatan.
9) Sediakan dukungan emosional dan psikologis.
10) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan
keluarga.
8. Penatalaksanaan berdasarkan kategori resiko :
a. Kategori resiko rendah, tindakan yang dapat dilakukan :
1) Tata kabel secara rapi
2) Beri pengaman pada lantai yang licin
3) Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga
4) Pindahkan furniture yang menghalangi
5) Rendahkan posisi bed

6) Beri pengaman di samping tempat tidur


7) Menganjurkan penggunaan alas kaki yang tidak licin
8) Kunci roda bed & kursi roda

9) Monitoring kebutuhan pasien


b. Kategori resiko sedang, tindakan yang dapat dilakukan:
1) Lakukan tatalaksana resiko rendah
2) Beri stiker resiko jatuh di RM
3) Pasang stiker resiko jatuh di gelang pasien
4) Monitoring pasien
5) Dampingi saat ke kamar mandi oleh keluarga atau petugas

c. Kategori risiko tinggi lakukan tatalaksana pasien resiko rendah dan


sedang dan hal-hal berikut ini :
1) Tempatkan pasien dekat nurse station
2) Dampingi pasien saat mobilisasi (perawat atau keluarga)
3) Posisikan bed posisi paling rendah dan pasang pengaman

108
4) Pasang fiksasi fisik jika diperlukan dengan persetujuan pasien
dan keluarga
9. pengkajian ulang resiko jatuh dilakukan oleh perawat atau bidan 3x
tiap 24 jam.

G. TATA LAKSANA PENGKAJIAN NYERI


1. Dokter dan atau perawat dan bidan melakukan pengkajian awal
mengenai nyeri terhadap semua pasien yang datang ke bagian IGD,
poliklinik, ataupun pasien rawat inap.
2. Dokter dan atau perawat dan bidan menanyakan tentang :
a. Onset, meliputi mulai kapan nyeri timbul dan frekuensi (kadang
kala, hilang timbul, sering atau menetap)
b. Pencentus timbulnya nyeri dan apa yang bisa meredakan nyeri
:istirahat, obat – obatan atau lain lain.
c. Kualitas nyeri yang timbul : tertusuk, ngilu, kesemutan atau lainya.
d. Lokasi nyeri, apakah menyebar atau tidak.
e. Apakah sudah pernah dilakukan pengobatan/perawatan terhadap
nyeri yang timbul. Jika sudah obat obatan/perawatan apa yang
digunakan dan sudah berapa lama. Apakah selama
pengobatan/perawatan didapatkan efek samping dari obat.
Bagaimana efektifitas obat/perawatan yang sudah dilakukan
:membaik, memburuk atau tetap.
f. Pemahaman pasien terhadap nyeri yang timbul berasal dari mana:
bekerja, olahraga, pekerjaan rumah tangga atau lainya. Adakah
dampak yang ditimbulkan dari nyeri yang diderita: sulit tidur, sulit
bergerak, kurang konsentrasi atau lainya.
g. Apa yang diharapkan oleh pasien terhadap nyeri yang diderita
sembuh atau nyeri berkurang. Bagaimana perasaan pasien
terhadap nyeri yang diderita: tidak ada, stress, depresi atau lainya.
3. Pengkajian nyeri dapat menggunakan beberapa metode:
a. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS), digunakan pada usia <1 tahun.
(penilaian terlampir)
b. Faces, Legs, Activity, Cry, and Consolability (FLACC), digunakan
pada anak usia 1 – 3 tahun. (penilaian terlampir)
c. Wong Baker FACES Pain Scale, digunakan pada anak usia 3 – 14
tahun.

109
d. Numeric Rating Scale, digunakan pada usia > 9 tahun.

e. Critical Care Pain Observasional Tools (CCPOT), dilakukan pada


pasien tidak sadar. (penilaian terlampir)
4. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa
nyeri.
5. Pengkajian ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang
sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan,
sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah
sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
prngkajian ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-
obat intravena.
d. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit - 1
jam setelah pemberian obat nyeri.
6. Tata laksana nyeri :
a. Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter.
b. Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana
nyeri kepada pasien yang sadar / bangun
c. Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen
dilakukan tiap 1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas
nyeri ≤ 3.
d. Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri.
e. Nilai ulang efektifitas pengobatan.
f. Tatalaksana non-farmakologi :
1) Berikan heat/cold pack

110
2) Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien.
3) Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan
irama/pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang
menenangkan.
4) Distraksi / pengalih perhatian.
7. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :
a. Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri.
b. Menenangkan ketakutan pasien.
c. Tatalaksana nyeri.
d. Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa
nyeri sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.

H. TATA LAKSANA PENGKAJIAN ULANG NYERI


1. Pengkajian ulang dilakukan oleh DPJP setiap hari pada saat visite
termasuk pada akhir pekan dan hari libur Nasional, DPJP dapat
mendelegasikan kepada tenaga medis lain yang memiliki kompetensi
untuk kasus pasien tersebut serta Surat Izin Praktik (SIP) di Rumah
Sakit, misalnya kepada dokter jaga IGD
2. Pengkajian meliputi monitoring atas keluhan, temuan fisik, diagnosis
kerja, perencanaan selanjut (format S-O-A-P).
3. Monitoring keluhan meliputi berkurangnya keluhan pasien atas
penatalaksanaan yang diterimanya, atau keluhan lain yang muncul
sebagai reaksi/efek samping dan atau komplikasi atas pengobatan
yang diterimanya, atau keluhan lain yang muncul, termasuk
berkurangnya keluhan nyeri.
4. Pengkajian ulang atas kondisi fisik pasien meliputi observasi tanda
vital, monitoring keseimbangan cairan, status neurologis, CPV (central
venous pressure), hasil pemeriksaan penunjang yang mempunyai
makna klinis.
5. Berdasarkan monitor keluhan subyektif dan temuan data obyektif,
maka PPA akan menentukan diagnosis kerja atas pasien atau
diagnosis tambahan terkait dengan perubahan kondisi pasien.
6. Selanjutnya akan ditentukan rencana pelayanan atau tindakan
berdasarkan atas hasil pengkajian ulang tersebut.

I. TATA LAKSANA PENGKAJIAN PEDIATRIK


1. Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak

111
sering tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
2. Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang
dilindungi.
3. Tahapan pengkajian berupa :
a. Keadaan umum :
1) Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap
lingkungan
sekitar.
2) Tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid.
3) Respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah,
menyenangkan.
b. Kepala :
1) Tanda trauma.
2) ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol.
c. Wajah :
1) Pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya.
2) Hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d. Leher : kaku kuduk
e. Dada :
1) Stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas.
2) Auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan
kanan, ronki, mengi (wheezing); bunyi jantung: regular,
kecepatan, murmur.
f. Abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma.
g. Anggota gerak :
1) Nadi brakialis
2) Tanda trauma.
3) Tonus otot, pergerakan simetris.
4) Suhu dan warna kulit, capillary refill nyeri, gerakan terbatas
akibat nyeri
h. Pemeriksaan neurologis

J.TATA LAKSANA KEPERAWATAN GERONTIK


Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan
situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi
penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi
kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data

112
obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan
dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data
tentang keluarga dan lingkungan yang ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkajian pada lansia:
 Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi
penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis
meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.
 Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang
adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung,
posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak,
bersikap sabar, relaks, tidak tergesa- gesa, beri kesempatan pada lansia
untuk berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.

1. Pengkajian Keperawatan
1. Oservasi dan pemeriksaan fisik, meliputi: vital sign , keadaan umum,
tingkat kesadaran pasien diukur dengan GCS.
2. Sistem pernafasan (B1)
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: pola nafas, pergerakan dinding dada,
penggunaan otot bantu pernafasan, suara nafas, ada tidaknya batuk maupun
sesak.
3. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: warna conjuntiva, sirkulasi perifer
(warna, kehangatan), suara jantung, periksa adanyapeningkatan JVP.
4. Sistem Persyarafan (B3)
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: kesimetrisan raut wajah, kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah.
Mata: reflek cahaya, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil:
kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses
pemenuaan.Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu
dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
5. Sistem Perkemihan (B4)
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi,
tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat

113
buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya
kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.
6.Sistem Gastrointestinal (B5)
Sistem gastrointestinal: kesulitan mengunyah dan menelan keadaan gigi,
rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut
kembung ada pelebaran kolon,
7.Sistem muskuloskeletal (B6)
Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban), keutuhan
luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan parut,
keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum.
Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya tendon,
gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa
bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan
melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.
8.Pemeriksan lainnya meliputi: personal hygiene, maslah istirahat tidur, pola
nutrisi, pengkajian nyeri, pengkajian resiko jatuh dengan menggunakan
Morse Fall Scale Assessment Tool
a. Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian dengan indeks ADL Barthel
Kategori kriteria (skore)
Inkontinensia / tidak bisa menahan (0)
Bowel Kadang tidak bisa menahan (<1x/ minggu) (1)
Normal terarur (2)
Inkontinensia / tidak bisa menahan (0)
Urinary Kadang tidak bisa menahan (<1x/ minggu) (1)
Normal terarur (2)
Butuh Bantuan (0)
Perawatan diri mandiri (1)
Butuh bantuan (0)
Penggunaan
Terkadang butuh bantuan (1)
toilet
mandiri (2)
Tidak mampu (0)
Makan Butuh bantuan (1)
Mandiri (2)
Tidak ada keseimbangan duduk (0)
Butuh bantuan untuk duduk (>1 orang ) (1)
Perpindahan
Butuh sedikit bantuan 1 orang (2)
Mandiri (3)
Tidak mampu bergerak (0)
Menggunakan kursi roda (1)
Mobilisasi
Bisa berjalan dengan bantuan orang lain (2)
Bisa berjalan sendiri (3)
Butuh bantuan penuh (0)
Berpakaian Hanya bisa setengah (1)
Mandiri (2)
Naik/turun Tidak mampu (0)

114
tangga Butuh bantuan (1)
Mandiri (2)
Butuh bantuan (0)
Mandi mandiri (1)
 Skor
□ 20 mandiri

□ 12-19 ketergantungan ringan

□ 9-11 ketergantungan sedang

□ 5-8 ketergantungan berat


□ 0-4 ketergantungan total

K. TATA LAKSANA PENGKAJIAN TAHAP TERMINAL


1. Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi
akhir kehidupan agar dapat memberikan dukungan dan bantuan
sehingga pada saat terakhir dalam hidup bisa bermakna, dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik,
psikologis maupun sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi,
problem eliminasi, problem tanda-tanda vital, proble nutrisi dan
cairan, problem suhu, problem sensori, problem nyeri, problem
penglihatan kabur, probelm kulit dan mobilitas, dsb.
3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
pasien, yang kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-
bulan sebelum terjadi kematian.
4. Perawat harus menetahui terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan
pasien dapat mengekspresika perasaan-perasaannya.
5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi karena
hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri.
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien, mengenali dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih,
depresi atau marah, dan kehilangan harga diri dan harapan.
7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini
pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya,
ketidakyakinan dan keputusasaan serng membawa pada perilaku
isolasi

115
8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri,
pemberian dukungan sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian
dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya.

L. TATA LAKSANA PENGKAJIAN KEBUTUHAN


ROHANI
Tahapan asesmen kebutuhan rohani
1. Bimbingan doa yang diinginkan
2. Kunjungan Spiritual yang diinginkan pasien
3. Tanggapan Terhadap Kebutuhan Spiritual
4. Metode Kunjungan yang Diharapkan
5. Kebutuhan Rohani Pasien

M. TATA LAKSANA PENGKAJIAN KEBUTUHAN


PRIVASI
Tata laksana asesmen kebutuhan privasi meliputi :
1. Privasi psien di ruang perawatan
2. Privasi pasien di ruang pemeriksaan
3. Privasi saat melakukan tindakan
4. Privasi saat pasien BAB/BAK
5. Privasi saat transportasi
6. Privasi saat pasien di kamar operasi
7. Privasi rekam medis pasien
8. Privasi saat pasien di akhir kehidupan
9. Privasi identitas pasien
10. Privasi saat memandikan pasien

116
BAB V DOKUMENTASI

Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan


penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana
praktek kedokteran bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda
tidak melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk
pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga
ahli asuhan kesehatan lainnya. Alasan lain mengapa dokumentasi sangat
kritikal terhadap proses asuhan pasien didaftarkan pada Gambar 1-2. Saat
ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan
pasiendan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer
tersedia untuk membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik
adalah lebih dari sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi
asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi agar
bermnanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi: Informasi tersusun
rapi, terorganisir dan dapat ditemukan dengan cepat.

Lumajang, 10 Januari 2022


Direktur,
RSU Muhammadiyah Lumajang

dr. Triworo Setyowati


NBM : 1 357 447

117
118

Anda mungkin juga menyukai