TENTANG PANDUAN
PELAYANAN PASIEN ANAK DAN
LANSIA DENGAN
KETERGANTUNGAN
LEMBAR PENGESAHAN
ii
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN
PENDUDUK, DAN KELUARGA BERENCANA
UOBK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASIRIAN
Jalan Raya Pasirian Nomor 225A Kecamatan Pasirian
Telp (0334) 5761044, E-mail : rsud.pasirian@gmail.com
L U M A J A N G - 67372
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASIRIAN
NOMOR: 445/932/427.78/2018
TENTANG
iii
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar
Instalasi/Unit Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 812/Menkes/Per/VII/2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan ICU di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi
Intensif di Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
Kedokteran;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 4
Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian Kabupaten
Lumajang;
13. Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2017 tentang
Peraturan Internal Rumah Sakit Umum Daerah
Pasirian;
14. Keputusan Bupati Lumajang Nomor
821/71/427/61/2016 tentang Pengangkatan dr. Wawan
Arwijanto sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Pasirian.
MEMUTUSKAN
M PERATURAN
en DIREKTUR
et RUMAH SAKIT
ap TENTANG
ka PANDUAN
iv
n PELAYANAN
PASIEN ANAK
DENGAN
KETERGANTUN
GAN
P Panduan
er Pelayanan
ta Pasien Anak
m
dengan
a
Ketergantunga
n sebagaimana
dimaksud
dalam diktum
kesatu
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
Peraturan ini
K Panduan
ed Pelayanan
ua Pasien Anak
dengan
Ketergantunga
n di Rumah
Sakit Umum
Daerah
Pasirian
sebagaimana
dimaksud
dalam diktum
kedua wajib
dijadikan acuan
dalam
pemberian
pelayanan
pasien sesuai
dengan
v
kebutuhan
pasien oleh
para
profesional
pemberi
pelayanan di
Rumah Sakit
Umum Daerah
Pasirian.
K Peraturan ini
eti berlaku sejak
ga tanggal
ditetapkan dan
apabila di
kemudian hari
ternyata
terdapat
kekeliruan
dalam
Peraturan ini
akan diadakan
perbaikan
sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di :LUMAJANG
Pada Tanggal : 1 Januari 2022
DIREKTUR
RSUD PASIRIAN
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................V
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................6
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................6
B. DEFINISI..........................................................................................................6
C. TUJUAN..........................................................................................................6
BAB II RUANG LINGKUP...............................................................................8
A. INSTALASI/UNIT KERJA TERKAIT................................................................8
B. PERUBAHAN FISIK PADA USIA LANJUT......................................................8
BAB III TATA LAKSANA..............................................................................17
A. REHABILITASI ANAK TUNADAKSA.............................................................17
BAB IV DOKUMENTASI...............................................................................21
A. PENCATATAN REKAM MEDIS....................................................................21
B. PENCATATAN DATA DAN EVALUASI.........................................................21
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna.
Di antara makhluk lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur
yang paling sempurna. Maka dari itu sebagai manusia yang bersyukur kita
wajib menggunakan pemberian itu dengan sebaik-baiknya dengan cara
merawat serta mengembangkan potensinya semaksimal mungkin pada
kenyataannya masih banyak manusia yang memiliki keterbatasan dalam hal
fisik maupun mental, salah satunya penyandang tunadaksa disekitar kita.
Tunadaksa (cacat tubuh) adalah salah satu bentuk keterbatasan manusia
yang terjadi pada fisiknya, seperti pada sistem otot, tulang dan persendian
akibat dari adanya penyakit dari kecelakaan, bawaan sejak lahir atau
kerusakan di otak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh seseorang
memiliki dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) baik
terhadap diri anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap
keluarga dan masyarakat. Karena itu masalah tersebut perlu memperoleh
penanganan sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya penyandang
tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, kebutuhan untuk
memperoleh pelayanan medis guna mengurangi permasalahan yang
dialami anak di bidang medis. Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan
rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi sebagai
dampak dari adanya kecacatan tunadaksa dan kebutuhan untuk
memperoleh pendidikan khusus.
B. DEFINISI
Anak tunadaksa adalah seseorang yang mengalami kerusakan atau
kelainan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya secara normal
sehingga mengakibatkan gangguan pada komunikasi, bersosialisasi, dan
berkembang bagi dirinya.
C. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pelayanan pasien anak dengan ketergantungan
adalah:
1. Mengetahui perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien
anak dengan ketergantungan,
8
2. Melakukan antisipasi dan perlakuan khusus terkait keterbatasan dan
penurunan fungsi tubuh terkait dengan keterbatasan kondisi fisik.
9
BAB II RUANG LINGKUP
10
13) Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh
tertentu).
14) Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).
15) Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).
16) Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).
b. Kerusakan pada waktu kelahiran:
1) Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau
tertarik waktu kelahiran).
2) Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).
c. Infeksi:
1) Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi
kaku).
2) Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang
karena bakteri).
3) Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan
kelumpuhan).
4) Pott’s disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang).
5) Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan
permanen pada tulang).
6) Tuberkulosis pada lutut atau pada sendi lain.
d. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik:
1) Amputasi (anggota tubuh dibuangakibat kecelakaan).
2) Kecelakaan akibat luka bakar.
3) Patah tulang.
e. Tumor:
1) Oxostosis (tumor tulang).
2) Osteosisfibrosa cystica (kista atau kentang yang berisi cairan di
dalam tulang).
11
3. Karakteristik Anak Tunadaksa
a. Perkembangan Fisik Anak Tunadaksa
Aspek fisik merupakan potensi yang berkembang dan harus
dikembangkan oleh individu. Pada anak tunadaksa, potensi itu tidak
utuh karena ada bagian tubuh yang tidak sempurna. Potensi itu tidak
utuh karena ada bagian Secara umum perkembangan fisik anak
tunadaksa dapat dikatakan hampir sama dengan anak normal kecuali
bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian-bagian
tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan tersebut.
b. Perkembangan Kognitif Anak Tunadaksa
Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif menurut Gunarsa
dalam Efendi (2006:124) ada empat aspek yang turut mewarnai,
yaitu:
1) Kematangan, kematangan merupakan perkembangan susunan
saraf misalnya mendengar yang diakibatkan kematangan
susunan sarat tersebut.
2) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organism
dengan lingkungan dan dunianya.
3) Transmisi sosial, yaitu pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial.
4) Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri
anak.
12
seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun
control geraknya, bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui
terbelakang mental (tunagrahita).
a. Klasifikasi Cerebral Palsy
Menurut Bakwin-Bakwin, cerebral palsy dapat dibedakan sebagai
berikut:
1) Spasticity, yaitu kerusakan pada cortex cerebri yang
menyebabkan hiperactive reflex dan stretch
reflex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
a) Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai.
b) Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua lengan dan
kedua tungkai.
c) Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu
tungkai yang terletak pada belahan tubuh yang sama.
2) Athetosis, yaitu kerusakan pada basal banglia yang
mengakibatkan gerakan-gerakan menjadi tidak terkendali dan
tidak terarah.
3) Ataxia, yaitu kerusakan pada cerebellum yang mengakibatkan
adanya gangguan pada keseimbangan.
4) Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat
timbulnya getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan maupun
yang tidak bertujuan.
5) Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan
kekakuan pada otot-otot.
4. Penyebab Tunadaksa
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerusakan di dalam otak
pada anak-anak yang kemudian mengakibatkan cacat cerebral palsy. Hal
itu bisa terjadi sebelum anak dilahirkan, pada saat dilahirkan, maupun
setelah dilahirkan.
a. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran:
1) Faktor kongenital ketidaknormalan sel kelamin pria.
2) Pendarahan waktu kehamilan.
3) Trauma atau infeksi pada waktu kehamilan.
4) Kelahiran prematur.
5) Keguguran yang sering dialami Ibu.
6) Usia Ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak.
b. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran:
13
1) Penggunaan alat-alat pada waktu proses kelahiran yang sulit,
misalnya: tang, tabung, vacum, dll.
2) Penggunaan obat bius pada waktu proses kelahiran.
c. Sebab-sebab yang timbul setelah kelahiran:
1) Penyakit tuberculosis.
2) Radang selaput otak.
3) Radang otak.
4) Keracunan arsen atau karbon monoksida.
14
berlangsung sejalan dengan kesiapan dan kematangan sensori
motoriknya. Pada anak tunadaksa jenis polio, perkembangan
bahasa/bicaranya tidak begitu anak normal, lain halnya dengan anak
cerebral palsy. Terjadinya kelainan bicara pada anak cerbral palsy
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam kondisi motorik organ bicaranya
akibat kerusakan atau kelainan sistem neumotor. Gangguan bicara pada
anak cerebral palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi, dan
sistem respirasi.
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan
mereka mengalami problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran, keinginan, atau kehendaknya. Mereka biasanya
menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama
terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan temannya.
15
kesulitan dalam penyesuaian diri pada anak tunadaksa. Sebenarnya
kondisi sosial yang positif menunjukkan kecenderungan untuk
menetralisasi akibat keadaan tunadaksa tersebut. Nampak atau tidak
nampaknya keadaan tunadaksa itu merupakan faktor yang penting dalam
penyesuaian diri anak tunadaksa dengan lingkungannya, karena hal itu
sangat berpengaruh terhadap sikap dan perlakuan anak-anak normal
terhadap anak-anak tunadaksa.
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan
masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan
konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan mempengaruhi
respon sebagian terhadap lingkungannya. Ejekan dan gangguan anak-
anak normal terhadap anak tunadaksa akan menimbulkan kepekaan
efektif pada anak tunadaksa yang tidak jarang mengakibatkan timbulnya
perasaan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya.
Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial anak tunadaksa.
Di jaman yang sudah demikian maju seperti sekarang ini, keberhasilan
seseorang sering diukur dari prestasinya dan di dalam masyarakat
dikenal norma tertentu bagi prestasi individu. Keterbatasan kemampuan
anak tunadaksa seringkali menyebabkan mereka menarik diri dari
pergaulan masyarakat yang mempunyai prestasi yang jauh di luar
jangkauannya.
Secara umum anak-anak normal menunjukkan sikap yang berbeda
terhadap anak-anak tunadaksa bila dibadingkan dengan sikap mereka
terhadap anak-anak normal. Demikian pula hanya sikap guru. Perbedaan
perlakuan ini nampaknya berkaitan dengan refrence group yang berbeda
antara anak normal dan anak tunadaksa.
16
c. Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak
tunadaksa menyebabkan anak merasa bahwa dirinya berbeda
dengan orang lain.
Hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, efek tidak langsung akibat
ketunadaksaan yang dialami seseorang dapat menimbulkan sifat
hargadiri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki inisiatif, atau
mematikan kreatifitasnya. Faktor dominan yang memengaruhi
perkembangan kepribadian atau emosi anak adalah lingkungan. Atas
dasar itulah presepsi sosial yang dapat menjatuhkan perasaan anak
tunadaksa akan berpengaruh terhadap self concept-nya. Hal ini
disebabkan sikap belaskasihan dari orang lain sering digunakan oleh
tunadaksa.
Hal lain yang menjadi problem penyesuaian anak tunadaksa adalah
perasaan bahwa orang lain terlalu membesar-besarkan
ketidakmampuannya. Ketiadaan kesempatan untuk berpartisipasi praktis
menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian
sosial yang baik. Demikian juga sikap masyarakat, secara langsung atau
tidak langsung memiliki pengaruh yang besar terhadap penyesuaian
anak tunadaksa. Sikap masyarakat terhadap anak kondisi ketunaan yang
dialami anak tunadaksa seringkali bertentangan dengan penilaian
penderita sendiri. Konfrontasi antara sikap masyarakat dengan penilaian
anak sendiri terhadap ketunaan, dalam mencari penyelesaiannya
terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
Anak tunadaksa mungkin sekali menolak respons lingkungan
terhadap dirinya.
Mungkin pula anak tunadaksa meninggalakan sama sekali penilaian
terhadap dirinya.
Atau mungkin pula anak tunadaksa mencari jalan tengah antara
kedua respons di atas.
Berdasarkan latar belakang anak tunadaksa yang mengalami kesulitan
dalm proses penyesuaian sosialnya, berikut ini beberapa petunjuk yang
dapat digunakan anak tunadaksa dalam mencapai proses penyesuaian
sosial yang sehat antara lain:
Hendaknya penderita menghadapi kenyataan secara objektif.
Menyadari masalah yang dihadapi di dalam interaksi sosial.
Mengusahakan mendapatkan pengobatan atau terapi semaksimal
mungkin.
17
Mencari alat bantu atau prothese yang akan membantu meringankan
hambatan yang disebabkan oleh kenetraannya.
Berusaha mendapatkan pendidikan.
Berupaya memberikan bimbingan dan penyuluhan.
Berusaha memusatkan perhatian pada kemampuan yang dimiliki.
18
BAB III TATA LAKSANA
19
d. Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik
dan psikis dengan tujuan membantu penderita tunadaksa agar
menjadi lebih baik dan kuat dari kondisi sebelumnya melalui
sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana yang dapat
digunakan dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis,
memahat, membuat kerajinan tangan, menyulam, merajut, untuk
melatih kemampuan tangan. Pemberian protease adalah pemberian
perangkat tiruan untuk mengganti bagian-bagian dari tubuh yang
hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan, mata tiruan,
gigi tiruan, dan sebagainya. Dilihat dari kegunaannya protease bagi
penyandang tunadaksa dapat bersifat fungsional (mampu
menggantikan funfsi tubuh lain) dan bersifat kosmetik (sebagai
pelengkap untuk menambah kepantasan atau keindahan).
e. Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk
menguatkan bagian-bagian tubuh yang lemah atau layu. Perangkat
tersebut dapat berupa brance dan spint. Dilihat dari fungsinya
perangkat ortopedi dapat dibagi menjadi:
1) Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang
punggung dan badan.
2) Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian
anggota gerak atas.
3) Perangkat yang berfungsi sebagai penguat anggota gerak bawah.
Adapun fungsi kedua dari alat tersebut antara lain:
a. Menguatkan dan mengembalikan fungsi.
b. Mencegah agar tidak menimbulkan salah bentuk.
c. Pembatasan gerak.
d. Perbaikan salah bentuk.
2. Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan
fungsi tubuh bertujuan member kesempatan anak tunadaksa untuk
bekerja. Metode atau pendekatan yang lazim digunakan dalam
rehabilitasi vokasi ini antara lain:
a. Counseling, adalah penyuluhan yang bertujuan untuk menumbuhkan
keberanian atau kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh
setelah lahir, sebeb ada kalanya mereka tidak memahami jalan
keluarnya setelah menderita ketunaan, untuk bangkit kembali.
20
b. Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan
sosial anak tunadaksa untuk memperoleh bimbingan jabatan dan
latihan kerja.
c. Vocasional guide, adalah pemberian bimbingan kepada penderita
tunadaksa dalam kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan
kondisinya.
d. Vocasional assessment, merupakan penialian terhadap kemampuan
penyandang kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam
melakukan berbagai aktivitas keterampilan.
e. Team work, adalah kerjasama antar berbagai ahli yang tergabung
dalam tim rehabilitasi, seperti kedokteran, ahli terapi fisik, pekerja
sosial, konselor, psikolog, ortopedagog, dan tenaga ahli lainnya.
f. Vocasional training, adalah pemberian kesempatan latihan kerja agar
penyandang tunadaksa mandiri dan produktif, serta berguna bagi
masyarakat di sekitarnya.
g. Selective placement, adalah penempatan para penyandang
tunadaksa pada jabatan setelah selesai menjalani pendidikan dan
latihan selama rehabilitasi.
h. Follow up, adalah tindak lanjut yang dilaksanakan setelah
penyandang tunadaksa menempati jabatan pekerjaan.
3. Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial adalah rehabilitasi yang dilakukan dengan
harapan mereka dapat mengurangi dampak psikososial yang kurang
menguntungkan bagi perkembangan dirinya. Pelaksanaan rehabilitasi
psikososial dalam kaitannya dengan program rehabilitasi yang lain
dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi. Sasaran yang hendak
dicapai dalam program rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu:
a. Meminimalkan dampak psikososial sebagai akibat kelainan yang
dideritanya, seperti rendah diri, putus asa, mudah tersinggung,
cemas, lekas marah, dan lain-lain.
b. Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk
semangat juang dalam meraih kehidupan dan penghidupan yang
lebih baik, serta menyadarkan pada tanggungjawab diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan Negara.
c. Mempersiapkan mental penyandang kelainan kelak setelah terjun di
masyarakat sehingga dapat berperan aktif tanpa harus merasa
canggung atau terbebani oleh ketunaan atau kelainannya.
21
22
BAB IV DOKUMENTASI
23