Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN PELAYANAN

GERIATRI

Pemerintah Kabupaten Lumajang


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASIRIAN
Jalan Raya Pasirian nomor 225A, Kecamatan Pasirian
KABUPATEN LUMAJANG 67372
Telp. (0334) 5761044
i
PANDUAN PELAYANAN GERIATRI

LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASIRIAN


Panduan Pelayanan Geriatri
TANDA
KETERANGAN TANGGAL
TANGAN
dr. Mohammad Zainul Arifin
Pembuat Dokumen
NIP.19830103 200903 1 007

Enny Kurniawati, S.Kep., Ns., MMRS.


Authorized Person
NIP. 19750822 199803 2 003

dr. WAWAN ARWIJANTO


Direktur
NIP. 19700930 200212 1 006

ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASIRIAN
NOMOR: 445/ /427.78/2018
TENTANG

PANDUAN PELAYANAN GERIATRI

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka upaya meningkatkan


kesejahteraan individu Lanjut Usia, maka perlu
dilakukan pelayanan geriatri secara komprehensif di
Rumah Sakit;
b. bahwa dalam upaya memberikan Pelayanan Geriatri di
Rumah Sakit, maka diperlukan adanya panduan
pelayanan geriatri di Rumah Sakit;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu
ditetapkan Panduan Pelayanan Geriatri dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 tahun 2014 tentang Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 79 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit;
7. Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 4
Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian Kabupaten
Lumajang;
8. Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2017 tentang
Peraturan Internal Rumah Sakit Umum Daerah
Pasirian;
9. Keputusan Bupati Lumajang Nomor
821/71/427/61/2016 tentang Pengangkatan dr. Wawan
Arwijanto sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Pasirian.

MEMUTUSKAN
Mene : PERATURAN DIREKTUR
tapka RUMAH SAKIT TENTANG
n PANDUAN PELAYANAN
GERIATRI DI RUMAH SAKIT
Perta : Panduan Pelayanan Geriatri di
ma Rumah Sakit sebagaimana

iii
terlampir dalam Peraturan ini.
Kedu : Panduan Pelayanan Geriatri di
a Rumah Sakit digunakan dalam
pelayanan Lanjut Usia di
Rumah Sakit.
Ketig : Peraturan ini berlaku sejak
a tanggal ditetapkan dan apabila
di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam
ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di :LUMAJANG
Pada Tanggal : 15 Agustus 2018

DIREKTUR
RSUD PASIRIAN

dr. WAWAN ARWIJANTO


Pembina
NIP 19700930 200212 1 006

iv
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian
Nomor : 445/ /427.78/2018
Tanggal : 15 Agustus 2018

KATA PENGANTAR

Lumajang, 15 Agustus 2018

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................V
DAFTAR ISI....................................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................1
B. DEFINISI DAN PENGERTIAN.........................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP...............................................................................4
A. PRINSIP PELAYANAN GERIATRI..................................................................4
B. CIRI-CIRI LANSIA...........................................................................................6
C. PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA...........................................................7
D. PRINSIP ETIKA PADA PELAYANAN KESEHATAN LANSIA.........................8
BAB III TATA LAKSANA PELAYANAN.......................................................10
A. ALUR PELAYANAN.......................................................................................10
B. TATA LAKSANA KEPERAWATAN GERONTIK...........................................13
C. TATA LAKSANA PELAYANAN FARMASI GERIATRI..................................24
D. TATA LAKSANA RENCANA KEGIATAN (DISCHARGE PLANNING)..........26
E. TATA LAKSANA PENANGANAN MASALAH GIZI LANSIA..........................27
F. TATA LAKSANA PELAYANAN PENANGANAN MASALAH MENTAL.........29
G. TATA LAKSANA PELAYANAN HOME CARE..............................................34
BAB IV DOKUMENTASI...............................................................................42
A. PENCATATAN DAN PELAPORAN...............................................................42

vi
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan
perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta
pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk
rentan antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia dan keluarga miskin.
Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan ditandai dengan
meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi
dan ibu melahirkan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014,
umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk wanita adalah 73 tahun
dan untuk pria adalah 69 tahun. Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional memproyeksikan umur harapan hidup di Indonesia pada tahun
2025 dapat mencapai 73,6 tahun.
Upaya peningkatan kesejahteraan pada lanjut usia diarahkan untuk
memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif agar terwujud
kemandirian dan kesejahteraan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
peningkatan pelayanan kesehatan geriatri di rumah sakit.
Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan geriatri di rumah sakit
yang berkualitas, merata dan terjangkau maka pelayanan geriatri harus
dilakukan secara terpadu melalui pendekatan yang bersifat interdisiplin
oleh berbagai tenaga profesional yang bekerja dalam tim terpadu geriatri.
Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan geriatri
di rumah sakit dan untuk mengakomodasi berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pelayanan geriatri, perlu disusun
penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit

B. DEFINISI DAN PENGERTIAN


Geriatri berasal dari kata geros (tua) dan iatrea (rumatan), jadi jelas
bahwa ilmu geriatri adalah bagian dari ilmu kedokteran dan gerontologi
yang khusus mempelajari kesehatan dan penyakit- penyakit pada Lanjut
Usia.
Pasien Lanjut Usia pun mengacu pada ketentuan bahwa ia berusia 60
tahun ke atas. Sedangkan pasien geriatri mengacu pada pengertian

1
bahwa selain berusia 60 tahun ke atas juga memiliki beberapa ciri
tertentu yang membedakannya dari pasien Lanjut Usia maupun pasien
dewasa muda lainnya.
Pasien geriatri memiliki sejumlah karakteristik yang membeda- kannya
dari pasien dewasa pada umumnya. Karena karakteristik dan sindrom
pada pasien geriatri bersifat multipatologis dan tidak khas maka
diperlukan pendekatan khusus secara holistik dan komprehensif.
Pendekatan yang berorientasi bio-psiko-sosial mutlak diperlukan agar
penatalaksanaannya paripurna. Pengkajian paripurna ini sendiri
merupakan instrumen dasar yang harus dipahami oleh setiap dokter,
perawat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan lain-lain yang mengelola
pasien geriatri sesuai dengan kompetensinya masing-masing yang
dilaksanakan oleh tim.
Pasien geriatri memiliki beberapa karekteristik yaitu multipatologi,
tampilan gejala dan tanda tak khas, daya cadangan faali menurun,
biasanya disertai gangguan status fungsional dan di Indonesia pada
umumnya dengan gangguan nutrisi.
Multipatologi mengacu pada pengertian bahwa seorang pasien geriatri
memiliki lebih dari satu penyakit pada saat yang sama. Penyakit-penyakit
yang diderita biasanya merupakan akumulasi penyakit degeneratif yang
telah melekat pada dirinya selama bertahun-tahun dan karena suatu
kondisi akut tertentu mengakibatkan pasien harus dirawat di rumah sakit
atau menjadi terpaksa terbaring di rumah (bedridden). Kondisi
multipatologi mengakibatkan gejala dan tanda yang muncul pada seorang
pasien menjadi tidak jelas.
Gejala dan tanda (sign and symptom) pasien geriatri biasanya tidak khas.
Misalnya seorang pasien geriatri dengan pneumonia, jarang
menunjukkan gejala lengkap seperti demam, batuk, sesak dan
leukositosis. Gejala yang acap kali muncul adalah hilang nafsu makan,
kelemahan umum dan pada pemeriksaan fisik dapat terlihat gangguan
kesadaran seperti apatis maupun delirium. Demikian pula pasien geriatri
dengan riwayat premorbid osteoartritis pada beberapa sendi besar yang
mengalami gagal jantung kongestif, tidak jarang datang ke instalasi gawat
darurat dengan keluhan ‘jatuh’. Pada anamnesis lebih lanjut tidak
dijumpai keluhan sesak napas, dyspnoe d’effort maupun paroxysmal
nocturnal dyspnoe. Selain perubahan kesadaran dan ‘jatuh’ maka
presenting symptom pasien geriatri sering lebih ringan dari kondisi parah
yang sesungguhnya ada, hal ini menyebabkan tenaga kesehatan harus

2
mempunyai kemampuan observasi yang cermat serta tingkat
kewaspadaan yang tinggi.
Karena perjalanan usia maka fungsi organ lanjut usia akan mengalami
penurunan. Penurunan faal ini akan membawa konsekuensi menurunnya
daya cadangan faali. Sebagai contoh, seorang pasien geriatri yang
menderita pneumonia biasanya disertai penurunan daya tahan tubuh non
spesifik seperti penurunan aktivitas silia saluran nafas serta refleks batuk.
Kedua hal tersebut mengakibatkan pasien geriatri tak mungkin hanya
diobati dengan antibiotika dan mukolitik; diperlukan beberapa upaya
untuk meningkatkan daya tahan tubuh non spesifik tadi seperti tapping,
latihan bernafas dan drainase postural. Contoh lain misalnya penurunan
jumlah glomerulus ginjal yang menyebabkan pemberian obat pada pasien
geriatri memerlukan pertimbangan penyesuaian dosis (karena ekskresi
obat sebagian besar melalui ginjal).
Pasien geriatri juga sering datang berobat disertai gangguan status
nutrisi. Gizi kurang acapkali tidak diperhatikan oleh pasien maupun
keluarganya sampai pasien benar-benar jatuh dalam status gizi yang
buruk. Indeks massa tubuh menggambarkan status nutrisi yang lebih
akurat. Defisiensi vitamin dan mineral sering menyertai gizi kurang dan
gizi buruk.
Berbagai karakteristik tersebut mengakibatkan seorang dokter atau
perawat harus memiliki kepekaan yang tinggi dalam menyusun daftar
diagnosis atau daftar masalah kesehatan pasien sesuai urutan prioritas.
Diagnosis medik saja tidak akan cukup menggambarkan masalah
kesehatan yang dimiliki pasien. Kondisi imobilisasi, ketidak- mampuan
transfer tubuh secara mandiri, kesulitan makan, gangguan komunikasi
adalah beberapa contoh masalah kesehatan yang sering luput dari
penetapan diagnosis medik padahal sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan secara keseluruhan.

3
BAB II RUANG LINGKUP

A. PRINSIP PELAYANAN GERIATRI


Mengingat berbagai kekhususan perjalanan dan penampilan penyakit
pada warga lanjut usia, maka terdapat dua prinsip utama yang harus
dipenuhi guna melaksanakan pelayanan kesehatan pada warga lanjut
usia yaitu pendekatan holistik serta tatakerja dan tatalaksana secara tim.
1. PRINSIP HOLISTIK
Prinsip holistik pada pelayanan kesehatan lanjut usia menyangkut
berbagai aspek, yaitu:
a. Seorang warga lanjut usia harus dipandang sebagai manusia
seutuhnya, meliputi juga lingkungan kejiwaan (psikologis) dan
sosial ekonomi. Aspek diagnosis penyakit pada pasien lanjut usia
menggunakan asesmen geriatri, meliputi seluruh organ, sistem,
kejiwaan dan lingkungan sosial ekonomi.
b. Sifat holistik mengandung arti secara vertikal mau pun horizontal.
Secara vertikal berarti pemberian pelayanan harus dimulai dari
masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi (rumah sakit
yang mempunyai pelayanan subspesialis geriatri). Secara
horisontal berarti pelayanan kesehatan harus merupakan bagian
dari pelayanan kesejahteraan warga lanjut usia secara
menyeluruh. Oleh karenanya harus bekerja secara lintas sektoral
dengan dinas/lembaga terkait di bidang kesejahteraan, misalnya
agama, pendidikan dan kebudayaan serta dinas sosial. Untuk
mengupayakan prinsip pelayanan holistik yang berkesinambungan
dan secara berjenjang (vertikal) mulai dari masyarakat, puskesmas
dan rumah sakit, kontinuitas pelayanan kesehatan geriatri secara
garis besar dapat dibagi menjadi:
1) Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
(Community Based Geriatric Service)
Pada pelayanan ini, masyarakat harus diupayakan berperan
serta dalam menangani kesehatan para warga lanjut usia,
setelah diberikan pelatihan dan penambahan pengetahuan
secukupnya dengan berbagai cara antara lain ceramah,
simposium, lokakarya dan penyuluhan-penyuluhan.
Semua upaya kesehatan yang dilaksanakan yaitu pelayanan
dari masyarakat, oleh dan untuk masyarakat.

4
Puskesmas dan dokter praktek mandiri merupakan tulang
punggung layanan di tingkat ini. Masyarakat memantau kondisi
kesehatan warga lanjut usia di lingkungannya dan
menyampaikan permasalahan yang ada pada Puskesmas
setempat.
2) Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric
Service)
Pada pelayanan ini, rumah sakit yang telah melakukan layanan
geriatri bertugas membina warga lanjut usia yang berada di
wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui
pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya.
“Transfer of knowledge” berupa lokakarya, simposium,
ceramah-ceramah baik kepada tenaga kesehatan ataupun
kepada awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit
harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan
kesehatan yang ada di masyarakat.
Pelayanan kesehatan geriatri oleh puskesmas (puskesmas
based geriatric services), yaitu pelayanan kesehatan warga
lanjut usia yang diselenggarakan oleh puskesmas setempat.
Puskesmas merupakan unit terdepan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan bertindak sebagai
konsultan terhadap pelayanan kesehatan warga lanjut usia di
masyarakat, sehingga pasien lanjut usia yang sebelumnya
dirawat atau mendapat pelayanan di rumah sakit, setelah
kembali ke masyarakat menjadi tanggung jawab puskesmas.
Kegiatan di puskesmas meliputi upaya promotif, preventif, dan
kuratif sederhana sesuai dengan Pedoman Puskesmas Santun
Lanjut usia Bagi Petugas Kesehatan. Puskesmas adalah
perpanjangan tangan rumah sakit sehingga diharapkan
terdapat pembinaan dari institusi yang lebih tinggi terhadap
institusi yang lebih rendah di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan rujukan timbal balik.
Kegiatan pelayanan kesehatan pada warga lanjut usia
diberikan di dalam gedung puskesmas maupun di luar gedung.
Bentuk kegiatan pelayanan kesehatan di luar gedung sebagai
bentuk pelayanan yang proaktif dilaksanakan melalui:

5
a. pelayanan kesehatan kelompok lanjut usia (Posyandu/
Posbindu Lanjut usia).
b. program perawatan warga lanjut usia di rumah (home care).
c. pelayanan kesehatan di panti sosial tresna wredha.
3) Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia Berbasis Rumah
Sakit (Hospital Based Geriatric Service)
Pada layanan ini, pelayanan kesehatan geriatri yang
dilaksanakan di rumah sakit dilakukan secara terpadu. Rumah
sakit menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia,
mulai dari layanan sederhana berupa poliklinik lanjut usia,
sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut,
klinik siang terpadu (day hospital), bangsal kronis dan/atau
panti rawat wredha (nursing home). Disamping itu, rumah sakit
jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi pasien
lanjut usia dengan pola yang sama. Pada tingkat ini, sebaiknya
dilaksanakan suatu layanan terkait (con-joint care) antara tim
geriatri rumah sakit umum dengan tim psikogeriatri suatu
rumah sakit jiwa, terutama untuk menangani penderita
gangguan fisik dengan komponen gangguan psikis berat atau
sebaliknya. Pelayanan holistik harus mencakup aspek promotif,
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif).

B. CIRI-CIRI LANSIA
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia
sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik
pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di

6
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat
menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.Perubahan peran tersebut
dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap
lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang
buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula.
Contoh :
lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

C. PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA


1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang
dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan
dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas
penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi 2 bagian:
a. Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
b. Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan
atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia
ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan
untuk mempertahankan kesehatan.

7
2. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai
pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia
pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu
sabar, simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya
secara perlahan dan bertahap.
3. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia
berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan
perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

D. PRINSIP ETIKA PADA PELAYANAN KESEHATAN LANSIA


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada
lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996):
1. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar
pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus
memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih
sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita
tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-
kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus memahami
peroses fisiologis dan patologik dari penderita lansia.
2. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu
didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm). Sebagai

8
contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari
rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina)
yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh
berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
3. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya
sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di
bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah lansia
dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika
ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit?)
oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi
berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel
(sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat
melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik
ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang
menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan
(misalnya seorang ayah membuat keputusan bagi anaknya yang
belum dewasa).
4. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan
perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan
seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan
atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji
yang diberikan pada seorang lansia.

9
BAB III TATA LAKSANA PELAYANAN

A. ALUR PELAYANAN
Semua pasien lanjut usia yang datang ke poliklinik/UGD akan dilakukan
triase apakah tergolong ke dalam pasien geriatri. Untuk pasien lanjut usia
biasa akan diteruskan ke dokter spesialis yang sesuai dengan
penyakitnya. Apabila tergolong pasien geriatri (misalnya memiliki:
penurunan status fungsional, ada sindrom geriatri, gangguan kognitif-
demensia, jatuh–osteoporosis dan inkontinensia) akan dilakukan
asesmen geriatri komprehensif oleh Tim Terpadu Geriatri.
Perencanaan tatalaksana pasien geriatri disesuaikan dengan jenis
pelayanan yang ada di rumah sakit menurut tingkatan pelayanan geriatri
di rumah sakit. Terdapat 4 (empat) model alur pelayanan pasien geriatri
mulai dari pelayanan tingkat sederhana, lengkap, sempurna dan
paripurna yang memiliki perbedaan dalam jenis pelayanan yang
diberikan.

1. Alur Pelayanan Geriatri Tingkat Sederhana

Rumah sakit dengan pelayanan geriatri sederhana boleh melakukan


perawatan inap namun karena belum terdapat ruang rawat khusus yakni
ruang rawat akut geriatri maka dapat dirawat di ruang rawat biasa.
Dalam penyelenggaraan pelayanan, peran Tim Terpadu Geriatri adalah
memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna/ komprehensif
terhadap pasien geriatri, berupa penegakkan diagnosis medik dan
fungsional (melalui suatu asesmen/pengkajian paripurna pasien geriatri),
pelayanan non-medikamentosa dan medikamentosa serta rehabilitasi,
termasuk pelayanan psikoterapi dan pelayanan sosial medik. Pelayanan
medikamentosa pada pasien geriatri bersifat menyeluruh, dengan

10
memerhatikan aspek fisiologi dan nutrisi pasien.
Saat pasien masih dirawat, selain diberikan pendekatan kuratif dan
rehabilitatif, upaya promotif dan preventif yang sesuai tetap diberikan.
Setelah upaya pelayanan terapi medikamentosa dan rehabilitasi di ruang
rawat inap dilaksanakan, pelayanan dilanjutkan dengan upaya pelayanan
di klinik asuhan siang dan/atau poliklinik rawat jalan.
Pada pemulangan pasien, dibuatkan perencanaan pemulangan yang
berisi kegiatan yang dapat dilakukan di rumah seperti terlihat dalam
Formulir. Perencanaan pulang dievaluasi dan akhirnya pasien dapat
dipulangkan sepenuhnya ke masyarakat dan mendapatkan pelayanan
geriatri oleh masyarakat melalui pelayanan rujukan.

2. Alur Pelayanan Geriatri Tingkat Lengkap

3. Alur Pelayanan Geriatri Tingkat Sempurna

11
4. Alur Pelayanan Geriatri Tingkat Paripurna

12
B. TATA LAKSANA KEPERAWATAN GERONTIK
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan
situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan
situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan
promosi kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data
subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual,
data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah
kesehatan lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkajian pada lansia:
 Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi
penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis
meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.
 Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang
adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya
langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi,
privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesa- gesa, beri
kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda
keletihan.

1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan Data Subyektif
1) Pengumpulan data dengan wawancara
a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan
b) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia
c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri
d) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran
e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK
f) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia
g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat
bermakna
h) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan
kebiasaan dalam minum obat
2) Perubahan psikologis, data yang dikaji:
a) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan

13
b) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak
c) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan
d) Bagaimana mengatasi stres yang di alami
e) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
f) Apakah lansia sering mengalami kegagalan
g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
3) Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:
a) Darimana sumber keuangan lansia
b) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang
c) Dengan siapa dia tinggal
d) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia
e) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya
f) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di
luar rumah
g) Siapa saja yang bisa mengunjungi
h) Seberapa besar ketergantungannya
i) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan
fasilitas yang ada
4) Perubahan spiritual, data yang dikaji :
a) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya.
b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan
anak yatim atau fakir miskin.
c) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa.
d) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat
kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak,
kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah.
2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya
katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan
menurun karena proses pemenuaan.
3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu
dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada
serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri
ditelinga.

14
4) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan
vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.
5) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia,
mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan
gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi
apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada
konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil),
frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran
cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk
melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang
mengarah ke aktivitas seksual.
7) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen,
adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah
ada gangguan-gangguan umum.
8) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot,
mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat,
bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan
gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan,
kelumpuhan dan bungkuk.
c. Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian dengan Index Katz
SKOR KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
D
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

15
d. Pengkajian Status Kognitif
1) Pengkajian dengan menggunakan SPMSQ (Short Portable
Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual
lansia.
BENAR SALA NO PERTANYAAN
H
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat Anda?
5. Berapa umur Anda?
6. Kapan Anda lahir? (minimal tahun
kelahiran)
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama Ibu Anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan
3 dari setiap angka baru, semua secara
menurun
TOTAL NILAI

2) Pengkajian dengan menggunakan MMSE (Mini Mental State


Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi,
registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan
bahasa

NILAI MAX PASIEN PERTANYAAN


Orientasi
5 Tanyalah tanggal, bulan dan tahun.
Kemudian tanyalah juga hari dan musim.
Satu angka untuk tiap jawaban yang
benar.
5 Tanyalah berturut-turut sebagai berikut:
"Dapatkah Anda menyebut nama rumah
sakit/institusi ini?" Kemudian tanyalah
lantai/ tingkat/nomor; kota, kabupaten dan
propinsi tempat rumah sakit/ institusi
tersebut terletak.
Registrasi
3 Tanyalah responden bila Saudara dapat
menguji ingatannya. Katakan 3 nama
benda yang satu sama lain tidak ada
kaitan, dengan terang dan perlahan, kira-
kira 1 detik untuk tiap nama benda.
Sesudah menyebut ketiga nama benda
tersebut, mintalah responden
mengulangnya. Pengulangan penyebutan
ketiga nama benda tersebut yang pertama
kali diberi skor 0-3. Bila responden tidak
dapat menyebutnya dengan benar,

16
ulanglah sampai responden dapat
melakukannya. Jumlah maksimal
pengulangan 6 kali. Bila responden masih
tidak dapat menghapalnya, maka fungsi
mengingat di bawah tidak dapat diukur
secara bermakna.
Perhatian dan kalkulasi
5 Mintalah responden menghitung selang 7
mulai dari 100 ke bawah. Hentikanlah
setelah 5 kali pengurangan (93, 86, 79,
72, 65). Hitunglah skor dari jumlah
jawaban yang benar. Bila responden tidak
dapat melakukan hal ini, mintalah
responden untuk mengeja kata "dunia"
dari akhir ke awal. Skor dihitung dari
jumlah huruf dalam urutan terbalik yang
benar. Contoh: ainud = 5, aiund = 3.
Mengingat
3 Tanyalah responden apakah responden
dapat mengingat dan menyebut 3 nama
benda yang sebelumnya telah diminta
padanya untuk dihapal. Skor antara 0-3.
Bahasa
9 Penamaan: Perlihatkan pada responden
arloji dan tanyalah padanya nama benda
tersebut. Ulangi untuk pensil. Skor antara
0-2.
30

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah “Clinical Judgment” yang berfokus
pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada individu,
keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA, 2015-2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis
keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada
respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya
baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam
kelompoknya.
a. Diagnosis keperawatan aktual
Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical
judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada
individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Hal ini didukung oleh
batasan karakteristik kelompok data yang saling berhubungan.
Contoh :
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

17
2) gangguan pola nafas
3) gangguan pola tidur
4) disfungsi proses keluarga
5) ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga
b. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi
Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia
sebagai individu, keluarga, kelompok dan komunitas yang
memungkinkan berkembangnya suatu respon yang tidak
diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya.
Setiap label dari diagnosis risiko diawali dengan frase: “risiko”
(NANDA, 2014). Contoh diagnosis risiko adalah:
1) Risiko kekurangan volume cairan
2) Risiko terjadinya infeksi
3) Risiko intoleran aktifitas
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua
5) Risiko distress spiritual
c. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan
Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan
keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk
mengaktualisasikan potensi kesehatan pada individu, keluarga,
kelompok atau komunitas. Respon dinyatakan dengan kesiapan
meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik dan dapat
digunakan pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis
promosi kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan
meningkatkan”...... (NANDA, 2014).
Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan
keputusan
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas
d. Diagnosis keperawatan sindrom
Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok
diagnosis keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah
secara bersama dan melalui intervensi yang sama. Sebagai
contoh adalah sindrom nyeri kronik menggambarkan sindrom
diagnosis nyeri kronik yang berdampak keluhan lainnya pada

18
respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola
tidur, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik.
Kategori diagnosis sindrom dapat berupa risiko atau masalah.
Contoh:
1) Sindrom kelelahan lansia
2) Sindrom tidak berguna
3) Sindrom post trauma
4) Sindrom kekerasan
e. Rumusan diagnosis keperawatan
1) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
a) Katagori aktual, contoh :
- Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
- gangguan pola nafas
- gangguan pola tidur
b) Katagori risiko, contoh :
- Risiko kekurangan volume cairan
- Risiko terjadinya infeksi
- Risiko intoleran aktifitas
c) Promosi kesehatan, contoh :
- Kesiapan meningkatkan nutrisi
- Kesiapan meningkatkan komunikasi
- Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
d) Sindrom
- Sindrom kelelahan lansia
- Sindrom tidak berguna
2) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota
keluarga
a) Katagori aktual, contoh :
- Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada
Bp. P
- Gangguan proses keluarga Bp. S
b) Katagori risiko, contoh :
- Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
- Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
c) Promosi kesehatan, contoh :
- Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
- Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga

19
Bp. A
3) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok
a) Katagori aktual
Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti
Werdha
b) Katagori risiko
Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT
2
3. Rencana Keperawatan Gerontik
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan
berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk
mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis
keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang
akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan.
Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas,
yaitu:
a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) Penentuan
prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang
dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan
membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang
dan prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi:
Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam
kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan
terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas (jalan
napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak
mengancam hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.
3) Prioritas rendah:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan
langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara
spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.
b. Berdasarkan kebutuhan Maslow, Maslow menentukan prioritas
diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan,

20
diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan,
mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Untuk
prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi
urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia,
diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan,
perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan.
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal,
perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam
kelompok antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi
diri sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.
Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah
diagnosis keperawatan, dengan kata lain tujuan merupakan sinonim
kriteria hasil (hasil yang diharapkan) yang mempunyai komponen
sebagai berikut:
S (subyek) P (predikat) K (kriteria) K (kondisi) W (waktu), dengan
penjabaran sebagai berikut:
S : Perilaku lansia yang diamati.
P : Kondisi yang melengkapi lansia.
K : Kata kerja yang dapat diukur atau untuk menentukan tercapainya
tujuan.
K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan. W : Waktu yang
ingin dicapai.
Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standard evaluasi
yang merupakan gambaran faktor-faktor yang dapat memberi
petunjuk bahwa tujuan telah tercapai. Kriteria hasil ini digunakan
dalam membuat pertimbangan dengan ciri-ciri sebagai berikut: setiap
kriteria hasil berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, hasil
yang ditetapkan sebelumnya memungkinkan dicapai, setiap kriteria
hasil adalah pernyataan satu hal yang spesifik, harus sekongkrit

21
mungkin untuk memudahkan pengukuran, kriteria cukup besar atau
dapat diukur, hasilnya dapat dilihat, didengar dan kriteria
menggunakan kata-kata positif bukan menggunakan kata negatif.
Contoh: gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia
teratasi dengan kriteria hasil berat badan seimbang, porsi makan
habis; setelah dilaksanakan asuhan keperawatan selama 7 hari,
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun
rencana tindakan.
Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah
keperawatan yang lazim terjadi pada lansia.
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Penyebab gangguan
nutrisi pada lansia adalah penurunan alat penciuman dan
pengecapan, pengunyahan kurang sempurna, gigi tidak lengkap,
rasa penuh pada perut dan susah buang air besar, otot-otot
lambung dan usus melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
1) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan.
2) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin.
3) Berikan makanan yang mengandung serat.
4) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori.
5) Batasi minum kopi dan teh.
b. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia : Penyebab
kecelakaan pada lansia :
1) Fleksibilitas kaki yang berkurang.
2) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
3) Pencahayaan yang berkurang.
4) Lantai licin dan tidak rata.
5) Tangga tidak ada pengaman.
6) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.
Tindakan mencegah kecelakaan:
1) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan
keselamatan.
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
4) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien
untuk menggunakan alat bantu berjalan.
5) Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang

22
menggunakan obat penenang/deuretik.
6) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau
melakukan sesuatu.
7) Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
8) Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.
9) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya.
10)Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
11)Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia
menempatkan alat-alat yang biasa digunakannya.
12)Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
13)Pasang pegangan dikamar mandi/WC
14)Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan
lampu 70-100 watt.
15)Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk
memejamkan mata sesaat.
c. Gangguan kebersihan diri
Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
1) Penurunan daya ingat
2) Kurangnya motivasi
3) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik
Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :
1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri.
2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang
mengandung minyak atau berikan skin lotion.
3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata.
4) Membantu lansia untuk menggunting kuku.
d. Gangguan istirahat tidur Rencana tindakannya, antara lain :
1) Sediakan tempat tidur yang nyaman
2) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari.
3) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-
bauan.
4) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar
sirkulasi darah dan melenturkan otot (dapat disesuaikan
dengan hobi).
5) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat.
e. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi Rencana
tindakan yang dilakukan antara lain :
1) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata.

23
2) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
3) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia.
4) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau
perawat tanggap terhadap respon verbal lansia.
5) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan
kemampuan lansia.
6) Menghargai pendapat lansia.
f. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping) Rencana tindakan
yang dilakukan :
1) Dorong aktifitas sosial dan komunitas.
2) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan.
3) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki
tujuan dan ketertarikan yang sama.
4) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan
yang sesuai.
5) Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar
belakang pengalaman yang sama.
g. Masalah cemas
Rencana tindakan yang dilakukan adalah
1) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat
terjadinya cemas,
2) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan
mengurangi ketakutan.
3) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat
cemas.
4) Latih klien untuk teknik relaksasi.

C. TATA LAKSANA PELAYANAN FARMASI GERIATRI


Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi
kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat
penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti
rejimen pengobatan.
Kriteria pasien yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah ulang
rejimen obat:
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam
sehari.
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang

24
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius.
- Menderita tiga penyakit atau lebih.
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri.
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan.
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit.
- Berobat pada banyak dokter.
- Mengalami efek samping yang serius, alergi.

1. Tatalaksana Telaah Ulang Rejimen Obat


a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang prinsip-prinsip farmakoterapi geriatri dan ketrampilan yang
memadai.
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien:
1) Meminta pasien untuk memperlihatkan semua obat yang
sedang digunakannya. Menanyakan mengenai semua obat
yang sedang digunakan pasien, meliputi: obat resep, obat
bebas, obat tradisional/jamu, obat suplemen.
2) Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi,
cara penggunaan dan alasan penggunaan. Melakukan cek
silang antara informasi yang diberikan pasien dengan data
yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil
pemeriksaan terhadap obat yang diperlihatkan pasien.
3) Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi
oleh pasien.
4) Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh pasien, baik
efek terapi maupun efek samping.
5) Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan
riwayat penggunaan obat pasien.
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter.
1) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat (lihat lampiran daftar masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat).
2) Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang
teridentifikasi. Contoh: menghubungi dokter dan meminta
penjelasan mengenai pemberian obat yang indikasinya tidak
jelas.
2. Tatalaksana pemantauan penggunaan obat:

25
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang patofisiologi, terutama pada pasien geriatri, prinsip-prinsip
farmakoterapi geriatri, cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji
laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan
obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data pasien, yang meliputi:
1) Deskripsi pasien (nama, umur, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan, nama ruang rawat/poliklinik, nomor registrasi).
2) Riwayat penyakit terdahulu.
3) Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi
penggunaan obat non resep).
4) Riwayat keluarga dan sosial yang berkaitan dengan penyakit
dan penggunaan obat.
5) Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik.
6) Masalah medis yang diderita pasien.
7) Data obat-obat yang sedang digunakan oleh pasien
Data/informasi dapat diperoleh melalui:
- wawancara dengan pasien / keluarga
- catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkandata/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi
adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat (lihat lampiran daftar masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat)
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain
mengenai penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada
formulir yang dibuat khusus.

D. TATA LAKSANA RENCANA KEGIATAN (DISCHARGE PLANNING)


1. Pasien Mandiri

26
2. Pasien Ketergantungan Berat

E. TATA LAKSANA PENANGANAN MASALAH GIZI LANSIA


1. Kebutuhan Energi dan Gizi Pada Lanjut Usia
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian gizi pada
Lanjut Usia yaitu adanya perubahan fisiologik, penyakit penyerta,
faktor sosial seperti kemiskinan, psikologik (demensia depresi) dan
efek samping obat.
a. Energi
Kebutuhan energi menurun dengan meningkatnya usia (3% per
dekade). Pada Lanjut Usia hal tersebut diperjelas disebabkan

27
adanya penurunan massa otot (BMR ) dan penurunan aktivitas
fisik. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)
tahun 2004; laki-laki 2050 Kal dan perempuan 1600 Kal. Untuk
perhitungan yang lebih tepat dapat digunakan persamaan Harris
Benedict ataupun rumus yang dianjurkan WHO. Secara praktis
dapat digunakan perhitungan berdasarkan rule of thumb
sebagaimana tercantum dalam formulir 2 terlampir.
b. Protein:
Dianjurkan kecukupan antara 0,8-1 g/kgBB/hari (10- 15%) dari
kebutuhan energi total.
c. Karbohidrat
Dianjurkan asupan karbohidrat antara (50-60%) dari energi total
sehari, dengan asupan karbohidrat kompleks lebih tinggi daripada
karbohidrat sederhana. Konsumsi serat dianjurkan 10-13 g per
1000 kalori (25g/hari~5 porsi buah dan sayur). Buah dan sayur
selain merupakan sumber serat, juga merupakan sumber berbagai
vitamin dan mineral.
d. Lemak
Dianjurkan + 25% dari energi total per hari, dan diutamakan
berasal dari lemak tidak jenuh.
e. Cairan
Pada Lanjut Usia masukan cairan perlu diperhatikan karena
adanya perubahan mekanisme rasa haus, dan menurunnya cairan
tubuh total (dikarenakan penurunan massa bebas lemak).
Sedikitnya dianjurkan 1500 ml/hari, untuk mencegah terjadinya
dehidrasi, namun jumlah cairan harus disesuaikan dengan ada
tidaknya penyakit yang memerlukan pembatasan air seperti gagal
jantung, gagal ginjal dan sirosis hati yang disertai edema maupun
asites.
f. Vitamin
Vitamin mempunyai peran penting dalam mencegah dan
memperlambat proses degeneratif pada Lanjut Usia. Apabila
asupan tidak adekuat perlu dipertimbangkan suplementasi; namun
harus dihindari pemberian megadosis.
g. Mineral
Beberapa mineral yang perlu mendapat perhatian khusus antara
lain 1) Ca. Kemampuan absorpsi Ca menurun baik pada laki-laki
maupun perempuan 2) defisiensi Zn mengakibatkan gangguan

28
imun dan gangguan pengecapan (yang memang menurun pada
Lanjut Usia) 3) defisiensi Cu dapat mengakibatkan anemia. 4) Se
karena bersifat antioksidan.
Agar dapat terpenuhi seluruh kebutuhan perlu diperhitungkan
kebutuhan energi dan nutrien sesuai dengan kebutuhan tubuh
(kuantitatif) dan mengandung seluruh nutrien (kualitatif) yang
dikenal sebagai menu makanan seimbang, dan untuk mencapai
hal tersebut perlu penganekaragaman makanan yang dikonsumsi.
2. Penatalaksanaan gizi bagi lanjut usia dianjurkan dalam empat tahap
yaitu :
a. Penapisan/skrining menggunakan MNA
b. Diagnosis masalah gizi
1) Sangat kurus
2) Kurus
3) Gemuk
4) Obesitas
c. Intervensi gizi
1) Penyuluhan gizi seimbang
2) Rujukan
d. Pemantauan dan evaluasi penatalaksanaan gizi.

F. TATA LAKSANA PELAYANAN PENANGANAN MASALAH MENTAL


1. Depresi
a. Konseling pasien dan keluarga :
1) Identifikasi adanya stres sosial atau problem kehidupan yang
akhir-akhir ini dialami.
2) Identifikasi suicide idea atau ide bunuh diri.
Tanyakan tentang risiko bunuh-diri. Apakah pasien sering
berpikir tentang kematian atau mati? Apakah pasien mem-
punyai rencana bunuh-diri yang khas? Apakah ia telah
membuat rencana yang serius untuk percobaan bunuh-diri di
masa lalu? Apakah pasien bisa yakin untuk tidak bertindak
menurut ide bunuh-diri? Supervisi/pengawasan yang ketat oleh
keluarga atau teman, atau hospitalisasi mungkin diperlukan.
Tanyakan tentang risiko mencederai orang lain.
3) Rencanakan kegiatan jangka pendek yang memberikan pasien
kesenangan atau membangkitkan kepercayaan diri.
a) Dorong pasien untuk berfikir positif untuk mengatasi rasa

29
pesimis dan kritik-diri, tidak bertindak atas dasar ide
pesimistik dan tidak memusatkan pada pikiran negatif atau
bersalah.
b) Fokuskan pada langkah kecil yang khas, yang dapat diambil
oleh pasien untuk mengurangi atau mengatasi problem
dengan lebih baik. Hindari keputusan yang besar atau
perubahan pola hidup.
c) Jika ada gejala fisik, bicarakan hubungan antara gejala fisik
dengan suasana perasaan.
d) Sesudah ada perbaikan, rencanakan dengan pasien
tindakan yang harus diambil jika tanda kekambuhan terjadi.
4) Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
a) Depresi adalah penyakit yang lazim serta dapat dicegah
dan diobati.
b) Depresi bukan merupakan kelemahan atau kemalasan;
pasien berupaya keras untuk mengatasi, tetapi dia tidak
berdaya.
c) Penderita dengan depresi mempunyai kecenderungan
untuk melakukan percobaan bunuh-diri dibandingkan
kelompok masyarakat lain.
5) Pertimbangkan konsultasi (rujukan) jika pasien menunjukkan:
a) Risiko bunuh-diri atau bahaya terhadap orang lain secara
bermakna/menonjol.
b) Gejala psikotik.
c) Depresi bermakna yang bertahan sesudah tindakan
pengobatan di atas.
2. Demensia
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Monitor kemampuan pasien untuk melaksanakan tugas sehari-
hari secara aman.
2) Jika kehilangan daya ingat hanya ringan, pertimbangkan
penggunaan alat bantu mengingat atau pengingat.
3) Hindari penempatan pasien di tempat atau situasi yang asing.
4) Pertimbangkan cara untuk mengurangi stres pada mereka yang
merawat pasien (misalnya, kelompok saling membantu).
Dukungan dari keluarga lain yang juga merawat anggota
keluarga dengan demensia bisa bermanfaat.
5) Bicarakan rencana tentang wasiat, warisan dan keuangan

30
(masalah hukum)
6) Bila sesuai, bicarakan pengaturan tentang dukungan di rumah,
masyarakat atau program rawat-siang, atau penempatan
pemondokan.
7) Agitasi yang tak terkendali mungkin memerlukan perawatan di
rumah sakit
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Demensia sering dijumpai pada usia tua dan harus dicari
penyebabnya
2) Kehilangan daya ingat dan kebingungan bisa menyebabkan
problem perilaku (misalnya, agitasi, kecurigaan, letupan
emosional).
3) Kehilangan daya ingat biasanya berkembang lambat, tetapi
perjalanannya sangat bervariasi.
4) Penyakit fisik atau stres mental (depresi) bisa meningkatkan
kebingungan dan mempengaruhi turunnya fungsi kognitif.
5) Berikan informasi yang tersedia dan uraikan sumber
pertolongan yang ada di masyarakat (asosiasi Alzheimer,
support group, family meeting).
6) Upayakan intervensi non obat dahulu untuk mengatasi gejala
sebelum mempertimbangkan pemberian obat (modifikasi
lingkungan, analisis situasi dan hindari aktivitas yang memicu
gejala, mengunjungi day care)
c. Pertimbangkan untuk dirujuk apabila mengalami gejala:
1) Agitasi tak terkendali; perselisihan dalam keluarga
2) Onset mendadak perburukan daya ingat atau bahasa atau
fungsi kognitif lainnya
3) Penyebab demensia yang bisa dikoreksi dan memerlukan
pengobatan spesialistik (misalnya hidrosefalus tekanan normal,
hematoma subdural, gangguan tiroid, tumor otak).
4) Pertimbangkan untuk merawat pasien di rumah sakit, jika
perawatan intensif dibutuhkan.
3. Delirium
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Ambil tindakan untuk mencegah pasien mencederai diri sendiri
atau orang lain (misalnya : singkirkan obyek berbahaya, batasi
pasien bila perlu).

31
2) Kontak yang mendukung dengan orang yang dikenal bisa
mengurangi kebingungan.
3) Sesering mungkin mengingatkan soal waktu dan tempat untuk
mengurangi kebingungan.
4) Hospitalisasi diperlukan karena ada agitasi atau karena
penyakit fisik yang menyebabkan delirium.
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
Perilaku atau pembicaraan yang aneh merupakan gejala suatu
penyakit fisik.
c. Pertimbangkan untuk merujuk apabila :
1) Penyakit fisik yang memerlukan pengobatan spesialistik.
2) Agitasi yang tak terkendali.
4. Insomnia
a. Cari underlying disease insomnia (depresi, demensia, cemas).
b. Konseling pasien dan keluarga
1) Pertahankan kebiasaan tidur secara teratur dengan:
a) Relaksasi pada sore hari.
b) Mulai tidur dan bangun pagi pada jam yang sama setiap
hari, jangan terlalu mengubah jadual tidur pada malam
minggu.
c) Bangun pada waktu yang sama di pagi hari walaupun
malam harinya sulit tidur.
d) Hindari tidur siang karena hal ini dapat mengganggu tidur
malam harinya.
e) Lakukan latihan relaksasi untuk menolong pasien masuk
tidur.
f) Anjurkan pada pasien untuk menghindari minum kopi dan
alkohol.
2) Bila pasien tidak bisa tertidur dalam waktu 20 menit, anjurkan
untuk bangun dari tempat tidur dan mencobanya kembali
setelah merasa mengantuk.
3) Olahraga pada pagi atau siang hari dapat menolong pasien
tidur nyenyak.
c. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga :
1) Problem tidur yang temporer adalah hal yang lazim pada saat
stres atau menderita penyakit fisik.
2) Jumlah tidur yang normal sangat bervariasi dan biasanya
menurun sesuai dengan meningkatnya usia.

32
3) Perbaikan kebiasaan tidur (tanpa obat tidur) adalah terapi yang
paling baik.
4) Kekhawatiran tentang tidak bisa tidur dapat memperburuk
keadaan insomnia.
5) Alkohol dapat menolong untuk memulai tidur, tapi dapat
menyebabkan tidur gelisah dan bangun terlalu pagi.
6) Stimulansia (misalnya kopi dan teh) dapat menyebabkan atau
memperburuk insomnia.
d. Pertimbangkan konsultasi:
1) Jika diduga gangguan tidur lebih kompleks (misalnya
narkolepsi, "sleep apnoea").
2) Jika insomnia berlanjut menetap walaupun hal di atas sudah
dilaksanakan.
5. Cemas
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Bantu pasien mengenali, menghadapi dan menantang
kekhawatiran yang berlebihan agar dapat mengurangi gejala
anxietas.
2) Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang
pesimistik (misalnya ketika cucunya terlambat pulang 5 menit
dari sekolah, pasien mengkhawatirkan akan kemungkinan
mengalami suatu kecelakaan).
3) Diskusikan cara menghadapi kekhawatiran yang berlebihan ini
pada saat pemunculannya (misalnya ketika pasien mulai
khawatir, ia dapat mengatakan pada dirinya, saya mulai
terperangkap dalam kekhawatiran lagi. Cucu saya hanya
terlambat beberapa menit saja dari sekolah dan segera akan
tiba di rumah. Saya tidak akan menelpon sekolahnya untuk
mencari informasi, kecuali ia terlambat satu jam).
4) Dukung motivasi pasien mempraktekkan metode relaksasi
harian untuk mengurangi gejala fisik dari ketegangan.
5) Dorong pasien untuk mengikuti aktivitas dan latihan yang
menyenangkan, dan mengulang aktivitas yang pernah
menolong di masa lalu.
6) Metode pemecahan masalah yang terstruktur (structured
problem-solving methods) dapat menolong pasien untuk
menatalaksana masalah kehidupan atau stres saat ini yang
dapat menambah gejala anxietas.

33
7) Kenali peristiwa-peristiwa yang mencetuskan kekhawatiran
yang berlebihan.
8) Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi
situasi ini. Kenali dan perkuat hal-hal yang berhasil mengatasi
situasi.
9) Latihan fisik yang teratur sering menolong.
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan
mental.
2) Belajar untuk mengurangi efek stres (bukan pengobatan
sedatif) merupakan pertolongan yang paling efektif.
Bila gangguan cemas berlangsung lebih dari 3 bulan dilakukan
rujukan ke rumah sakit.

G. TATA LAKSANA PELAYANAN HOME CARE


1. Ruang lingkup pelayanan keperawatan lanjut usia di rumah meliputi:
a. Pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif bagi lanjut
usia dalam kontek keluarga.
b. Melaksanakan pelayanan keperawatan langsung (direct care) dan
tidak langsung (indirect care) serta penanganan gawat darurat.
c. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi lanjut usia dan
keluarganya tentang kondisi kesehatan yang dialami Lanjut usia
dan penanganannya.
d. Mengembangkan pemberdayaan lanjut usia, pengasuh dan
keluarga dalam rangka meningkatkan kualitas hidup yang lebih
baik.
2. Program asuhan keperawatan lanjut usia di rumah Program asuhan
keperawatan lanjut usia di rumah ditujukan untuk memberikan
pelayanan kesehatan pada pasien lanjut usia yang tidak mampu
secara fungsional untuk mandiri di rumah namun tidak terdapat
indikasi untuk dirawat di rumah sakit dan secara teknis sulit untuk
berobat jalan di Puskesmas.
Program asuhan keperawatan lanjut usia di rumah bertujuan sebagai
berikut :
a. Mengatasi keluhan/gejala/respon klien terhadap penyakit.
b. Mempertahankan kemandirian dan kemampuan klien berfungsi.
c. Memberikan bimbingan dan petunjuk pengelolaan perawatan
pasien di rumah.

34
d. Membantu pasien dan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
aktifitas sehari-hari.
e. Identifikasi masalah keselamatan dan keamanan lingkungan
Menyediakan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar klien dan
keluarga.
f. Identifikasi sumber yang ada di masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan klien/keluarga.
g. Mengkoordinir pemenuhan kebutuhan pelayanan klien.
h. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam melaksanakan tugas
pemeliharaan kesehatan anggota.
3. Kasus prioritas yang perlu dilakukan asuhan keperawatan di rumah
antara lain:
a. Lanjut usia dengan masalah kesehatan:
1) Penyakit degeneratif
2) Penyakit kronis
3) Gangguan fungsi atau perkembangan organ
4) Kondisi paliatif
b. Lanjut usia risiko tinggi dengan faktor resiko usia atau masalah
kesehatan
c. Lanjut usia terlantar
d. Lanjut usia pasca pelayanan rawat inap (hospitalisasi)
4. Proses asuhan keperawatan lanjut usia di rumah sebagai berikut:
a. Pengkajian : Dalam melakukan pengkajian kondisi kesehatan dan
kebutuhan dasar lanjut usia, aspek yang perlu di kaji :
1) Riwayat kesehatan lanjut usia dan riwayat kesakitan serta
upaya penanggulangan yang telah dilakukan (status medik
pasca-rawat dan status fungsional)
2) Status kesehatan fisik, biologis, dan fisiologis yang terjadi pada
Lanjut usia
3) Fungsi kognitif lanjut usia
4) Aktifitas sosial dan kehidupan sehari-hari
5) Status kesehatan mental lanjut usia
6) Konsumsi makanan dan cairan
7) Sumber daya dan dukungan keluarga
a) penggunaan perlengkapan rumah tangga.
b) kondisi keamanan lingkungan rumah (tangga, bebatuan,
licin, undakan, kompor, kondisi kamar mandi, pegangan).
c) emosional pelaku rawat.

35
d) dukungan keluarga/pelaku rawat.
8) Struktur dan fungsi serta tugas keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan Melakukan pengkajian kebutuhan pelayanan
keperawatan serta potensi lanjut usia/keluarga didasarkan
pada :
a) Kondisi fisik lanjut usia untuk menentukan tindakan yang
diperlukan, seperti pemasangan infus, pemberian oksigen,
terapi fisik, atau perlu peralatan lain.
b) Kondisi psikologis dan kognitif lanjut usia untuk menentukan
kebutuhan dukungan emosional.
c) Status sosial ekonomi keluarga untuk menentukan
kebutuhan dan kemampuan mengakses pelayanan
kesehatan.
d) Pola perilaku dan ADL lanjut usia terkait dengan program
diet, penggunaan obat, istirahat dan latihan, untuk
menentukan apakah perlu rujukan atau pelayanan
kesehatan lainnya.
e) Menentukan kebutuhan akan pelayanan keperawatan
sesuai kondisi pasien dan sumber yang tersedia.
b. Merumuskan Masalah/Diagnosis Keperawatan Berbagai
Kemungkinan Masalah Keperawatan Pada Individu Lanjut Usia
1) Kurang pengetahuan (knowledge deficit).
2) Kurang perawatan diri (self care deficit).
3) Perubahan proses pikir (confuse, demensia).
4) Keterbatasan/gangguan mobilitas fisik.
5) Penurunan kemampuan aktifitas (activity intolerance).
6) Gangguan integritas kulit.
7) Gangguan kenyamanan.
8) Tidak efektifnya fungsi pernapasan.
9) Gangguan eleminasi konstipasi, Iikontinensia urine
inkontinensia urine/bowel.
10)Kehilangan/ penurunan sensori.
11)Depresi, isolasi social.
12)Abuse dan neglect (drug, alkohol).
13)Penyakit kronis (penyakit jantung, penyakit paru, hipertensi,
DM).
14)Communicable deseases (pnemonia, influenza).

36
Masalah Keperawatan Pada Keluarga Dengan Lanjut Usia:
1) Kurang mampu mengenal masalah kesehatan yang dialami
lanjut usia.
2) Kurang mampu memutuskan tindakan yang tepat bagi lanjut
usia.
3) Kurang mampu merawat anggota keluarga dengan masalah
kesehatan lanjut usia.
4) Kurang mampu memodifikasi lingkungan yang dapat
mendukung kesehatan lanjut usia.
5) Kurang mampu memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia
untuk mengatasi masalah kesehatan lanjut usia.
c. Menentukan Tindakan/Intervensi Keperawatan
1) Menyusun rencana pelayanan keperawatan (bersama Lanjut
usia, keluarga)
a) Menentukan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan
masalah/ diagnosa keperawatan yang ditetapkan.
b) Menyeleksi sumber-sumber yang tersedia di keluarga dan
masyarakat sesuai kebutuhan lanjut usia.
c) Menentukan rencana kunjungan (jadwal kunjungan) yang
berisi waktu, frekuensi dan petugas yang akan melakukan
kunjungan rumah.
2) Koordinasi dengan Tim untuk menyelenggarakan tindakan
yang telah direncanakan.
a) Memberikan informasi kepada lanjut usia dan keluarga
tentang tindakan atau pelayanan keperawatan yang akan
dilakukan sesuai dengan kebutuhannya.
b) Membuat perjanjian (kesepakatan) dengan pasien dan
keluarga tentang tenaga kesehatan yang akan memberikan
pelayanan dan jenis pelayanannya.
c) Mengkoordinasikan rencana tindakan/intervensi
keperawatan kepada tim yang bersangkutan sesuai jadwal
kunjungan.
d) Melakukan rujukan sesuai kondisi lanjut usia,
keterjangkauan pelayanan dan sumber-sumber yang
tersedia.
d. Menetapkan Tujuan pelayanan keperawatan keluarga dengan
lanjut usia di rumah
1) Individu lanjut usia diharapkan :

37
a) Terpenuhi kebutuhan fisiologi oksigen, makan, minum,
eleminasi, aktifitas sehari-hari.
b) Dapat beradaptasi dengan perubahan kesehatan yang
terjadi pada dirinya.
c) Merasa nyaman dan aman dengan kondisi lingkungannya.
d) Mampu mempertahankan kemandirian dan berfungsi
optimal dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
2) Keluarga dengan lanjut usia diharapkan dapat :
a) Mengenal masalah kesehatan yang dialami lanjut usia.
b) Merawat anggota keluarga lanjut usia dengan masalah
kesehatan.
 Mengatasi keluhan/gejala/respon klien terhadap
penyakit.
 Menyediakan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
klien.
 Mengkoordinir pelaksanaan intervensi kesehatan bagi
lanjut usia.
c) Mengidentifikasi masalah keselamatan dan memodifikasi
lingkungan yang dapat mendukung kesehatan lanjut usia
d) Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber-sumber yang
tersedia untuk mengatasi masalah kesehatan lanjut usia.
e) Menentukan strategi intervensi keperawatan lanjut usia di
rumah.
e. Strategi Intervensi Pencegahan Primer
Upaya Pencegahan Primer mencakup :
1) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
a) Pendekatan Kesehatan Tentang kebutuhan nutrisi
b) Menunjang Intake kebutuhan energi adekuat
c) Anjurkan diet tinggi : Ca, Fe, Vit A, B, C dan serat serta
rendah lemak
d) Mempertahankan hidrasi
2) Pemeliharaan higiene
a) Mandi teratur menggunakan sabun Mild
b) Gunakan lotion mencegah kulit kering
c) Pertahankan oral higiene (sikat gigi teratur)
d) Perawatan rambut : Sampho, Sisir teratur
e) Hindarkan tangan lama terendam air
3) Menjaga Keselamatan dan keamanan

38
a) Gunakan topi saat terik matahari
b) Gunakan sepatu/sendal ukuran pas
c) Sediakan penerangan yg adekuat
d) Tempatkan furnitur sehingga dapat menghindarkan jatuh
e) Berikan pengaman pada peralatan listrik
f) Sediakan pengaman dikala lanjut usia beraktifitas
g) Menunjang ventilasi dan kehangatan udara di rumah yg
adekuat
h) Sediakan kunci pintu dan cendela, jaga mobil tetap terkunci
i) Sertakan pendamping saat menyeberang jalan
j) Menunjang kemampuan koping keluarga
4) Pemenuhan kebutuhan istirahat dan latihan/olah raga
a) Anjurkan olahraga ringan secara teratur
b) Atur aktifitas lanjut usia untuk mengakomodasi pemenuhan
kebutuhan istirahat
5) Mempertahankan kemandirian lanjut usia
a) Sediakan dukungan yang memungkinkan klien hidup
mandiri.
b) Anjurkan anggota keluarga mendukung kemandirian lanjut
usia.
c) Libatkan lanjut usia dalam merencanakan pemeliharaan
kesehatannya Menata pola hidup dan persiapan
menghadapi kematian − Bantu lanjut usia mendiskusikan
kematian bersama anggota Keluarga.
f. Strategi Intervensi Pencegahan Sekunder
Tindakan Pencegahan sekunder dilakukan jika telah terjadi
masalah kesehatan akibat adanya proses penuaan. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah atau membatasi kemungkinan
terjadinya perluasan masalah dan ketidakmampuan. Tindakan
pencegahan sekunder mencakup upaya deteksi dini kemungkinan
adanya masalah akibat proses penuaan dan berupaya melakukan
penanggulangan secara tepat jika ditemukan adanya masalah.
Berbagai tindakan pencegahan sekunder bagi lanjut usia
1) Pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari lanjut usia.
2) Melakukan Pemantauan secara teratur dan deteksi dini
kemungkinan adanya gangguan kulit, eleminasi, pergerakan/
mobilisasi.
3) Melakukan rujukan secara tepat sesuai masalah yang

39
ditemukan dan kebutuhan pasien.
4) Melakukan intervensi keperawatan secara tepat sesuai
masalah kesehatan yang ditemukan.
5) Bantu klien mendapatkan alat bantu sesuai kebutuhan misal
kursi roda untuk mobilisasi, gigi palsu untuk mengunyah, kaca
mata untuk penglihatan dll.
6) Kolaborasi dengan keluarga untuk menghilangkan faktor yang
membahayakan di lingkungan dan penggunaan pengaman.
7) Persiapan bantuan dari care giver sesuai kebutuhan dan
sumber yang tersedia.
8) Menata pola hidup dan persiapan menghadapi kematian.
g. Strategi Intervensi pencegahan tersier
Tindakan pencegahan tersier difokuskan pada pencegahan
komplikasi penyakit dan atau mencegah kambuh serta upaya
pemulihan. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecacadan atau ketergantungan terhadap lingkungan. Tindakan
pencegahan tersier tergantung dari masalah yang dialami klien
(lanjut usia) dan tindakan pencegahan tersier untuk beberapa
masalah hampir sama dengan tindakan pencegahan sekunder.
Berbagai tindakan pencegahan tersier bagi lanjut usia
1) Hindarkan tekanan pada kulit waktu lama, dan hindarkan tidur
dengan kaki menyilang, penggunaan warna yang menyilaukan.
2) Anjurkan penggunaan baju longgar dan sepatu pas, mengenali
waktu untuk eleminasi dan biasakan defekasi dan miksi teratur,
olah raga ringan secara teratur.
3) Ajarkan Kegel Exercise dan bantu melakukan Bladder Training.
4) Gunakan multi sensori saat berkomunikasi atau memberikan
edukasi bagi lanjut usia.
5) Lakukan prinsip-prinsip orientasi realita, anjurkan klien ekpress
feeling.
6) Bantu lanjut usia membangun jaringan sosial support.
7) Rujuk ke tempat-tempat ibadah atau kelompok pembinaan
lanjut usia.
8) Bantu caregiver mengembangkan strategi koping yang positip,
dan lakukan supervise untuk lanjut usia dengan masalah
depresi, confuse.
9) Hilangkan faktor yang membahayakan di lingkungan.

40
BAB IV DOKUMENTASI

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Diperlukan sejumlah indikator dalam pencatatan, diantaranya sebagai
berikut:
1. Lama rawat
Lama rawat pasien geriatri di ruang rawat inap akut tergantung dari
kemampuan TTG serta dukungan sarana dan prasarana. Makin
terampil dan lengkap, lama rawat akan semakin singkat. Rata-rata
lama rawat pasien geriatri yang masuk karena mengalami geriatric
giants dan dirawat inap dengan menerapkan pengkajian paripurna
pasien geriatri adalah 12 hari.
2. Status fungsional
Status fungsional pasien diukur sejak pasien masuk rumah sakit
sampai saat pemulangan. Diukur rata-rata kenaikan skor status
fungsional pasien geriatri dengan karakteristik seperti di atas adalah
4/20 jika menggunakan instrumen ADL Barthel.
3. Kualitas hidup
Penilaian kualitas hidup harus menggunakan instrumen yang mampu
menilai kualitas hidup terkait kesehatan (health related quality of life =
HRQoL). Salah satu instrumen yang sering digunakan adalah EQ5D
(Euro-Quality of Life Five Dimension) yang mengukur lima dimensi
atau aspek yang memengaruhi kesehatan. Standar nilai EQ5D ≥ 0,71
dengan EQ5D-VAS minimal 79%.
4. Rawat inap ulang (rehospitalisasi)
Rehospitalisasi adalah perawatan kembali setelah pulang ke rumah
dari rumah sakit. Perawatan yang terjadi kembali dalam 30 hari
pertama pascarawat menggambarkan adanya permasalahan
kesehatan yang sesungguhnya belum optimal ditatalaksana di rumah
sakit. Persentase maksimal rehospitalisasi pasien geriatri pascarawat
inap akut adalah 15%. Rehospitalisasi ini dapat dipengaruhi oleh
kesiapan tim terpadu geriatri serta dukungan yang ada di rumah sakit.
Rehospitalisasi juga tak terlepas dari pengaruh kemampuan
puskesmas dan community based geriatric service.
5. Kepuasan pasien
Kepuasan pasien diukur saat pasien pulang dengan instrumen yang

41
secara sahih dapat mengukur kepuasan pasien. Salah satu instrumen
yang sering digunakan adalah Patients’s Satisfaction Questionair
(PSQ) yang telah diuji kesahihan (Spearman correlation coefficient:
0,383 – 0,607 ; p < 0,01) dan keandalannya (Cronbach’s alpha:
0,684). Instrumen ini memiliki nilai standar minimal 190.

Rumah Sakit Umum Daerah Pasirian


Direktur,

dr. WAWAN ARWIJANTO


Pembina
NIP 19700930 200212 1 006

42

Anda mungkin juga menyukai