Anda di halaman 1dari 96

PANDUAN PENGKAJIAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR


KABUPATEN BENGKULU UTARA
Jalan: Siti Khadijah Nomor 08 Kec. Argamakmur, Kab. Bengkulu Utara
Telp. (0737) 521118 Fax. (0737)521118
Email : rsud@bengkuluutarakab.go.id website : rsudbengkuluutarakab.go.Id

1
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA
DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR
Jalan Siti Khadijah No. 08 Bengkulu Utara Kode Pos 38611
Telp. (0737) 521118 Fax (0737) 521118

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH ARGA MAKMUR


NOMOR : 110/101/RSUD ARMA/II/2022

TENTANG

KEBIJAKAN PENGKAJIAN PASIEN


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGAMAKMUR

Menimbang : a. bahwa proses pengkajian pasien yang efektif akan


menghasilkan keputusan mengenai kebutuhan penanganan
pasien sesegera mungkin dan berkesinambungan.
b. pengkajian merupakan suatu proses dinamis dan berlangsung
terus-menerus.
c. bahwa pengkajian pasien merupakan bagian dari pelayanan
terhadap pasien di rumah sakit umum daerah arga makmur.
d. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit umum daerah arga makmur,maka diperlukan pengkajian
pasien yang efektif dan tepat.
e. bahwa agar pengkajian pasien di rumah sakit umum daerah
arga makmur dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
kebijakan direktur rumah sakit umum daerah arga makmur
sebagai landasan bagi penyelenggaraan pengkajian pasien di
rumah sakit umum daerah arga makmur.
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
diatas,perlu ditetapkan dengan keputusan direktur rumah sakit
umum daerah arga makmur.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran.

2
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
569/Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Memutuskan

Menetapkan :

Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur


Tentang Kebijakan Pengkajian Pasien Rumah Sakit Umum Daerah
Arga Makmur

Kedua : Kebijakan Pengkajian Pasien Rumah Sakit Umum Daerah


Arga Makmur sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan
ini.

Ketiga : Penyelenggaraan Pengkajian Pasien Rumah Sakit Umum Daerah


Arga Makmur Dilaksanakan oleh staf yang berwenang dan
berkompeten di bidangnya yang ditetapkan oleh Direktur Rumah
Sakit Umum Daerah Arga Makmur.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila


dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Arga makmur


Pada tanggal : 03 Januari 2022

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah


Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara

dr. Hj. Herawati, Sp.PK


Nip. 198202142010012013

3
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD ARGA MAKMUR
NOMOR : 110/101/RSUD ARMA/II/2022

KEBIJAKAN PENGKAJIAN PASIEN


RSUD ARGA MAKMUR
Kebijakan Umum :

1. Pengkajian pasien terdiri dari tiga proses utama :

a. Pengumpulan informasi dan data mengenai status fisik, psikologis dan social
ekonomi serta riwayat kesehatan pasien.
b. Analisis data dan informasi, termasuk hasil tes laboratorium dan pencitraan
diagnostik untuk identifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Pengembangan rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang
telah diindentifikasi.
2. Proses tersebut di atas dilakukan oleh ahli kesehatan yang bertanggung jawab
terhadap pasien.
3. Prosester sebut diatas dilakukan secara bersama–sama diantara para ahli
kesehatan tersebut.
4. Semua pasien yang dirawat oleh Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur
diidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatannya melalui proses Pengkajian
yang ditetapkan. Hal ini berlaku pada pasien rawat inap, rawat jalan, instalasi
gawat darurat dan perawatan1hari(oneday care).
5. Semua pasien harus mendapatkan Pengkajian awal minimal 24 jam pertama
perawatan.
6. Semua pasien di pengkajian ulang berdasarkan interval tertentu sesuai kondisi
dan pengobatan yang diterimanya untuk mengetahui respon pasien terhadap
pengobatannya. Interval dapat ditetapkan dalam ukuran hari, minggu, bulan,
atau sewaktu – waktu (akut) tergantung kondisi pasien.
7. Pengkajian pasien dilakukan juga untuk merencanakan perawatan lanjutan dan
pemulangannya.

8. Ahli kesehatan yang melakukan Pengkajian memenuhi kualifikasi yang


ditetapkan oleh RSUD Arga Makmur dalam melaksanakan Pengkajian dan
4
Pengkajian ulang. Yang termasuk ahli kesehatan adalah dokter dan paramedic
(perawat, ahli fisioterapis, ahli gizi dan ahli farmasi).
9. Semua hasil Pengkajian (awal dan ulang) harus tertulis dalam rekam medis
RSU D Arga Makmur
10. Semua hasil Pengkajian harus diberitahukan kepada pasien dan atau keluarga
pasien.

11. Pelayanan penunjang Pengkajian pasien (laboratorium dan pencitaraan


diagnostik) diatur sesuai kebijakan masing – masing pelayanan tersebut.

Kebijakan Khusus :
1. Pengkajian tambahan :
a. Adalah Pengkajian yang dibuat setelah ada Pengkajian utama.
b. Dilakukan Oleh Ahli Kesehatan Yang Telah Ditetapkan RSUD Arga Makmur
c. Harus tertulis Dalam Rekam Medis Yang Ditetapkan RSUD Arga Makmur
2. Pengkajian nyeri :
a. Adalah Pengkajian untuk menilai tingkat nyeri pasien yang dirawat di RSUD
Arga Makmur.
b. Skala penyusunan nyeri VAS (Visual Analogue Scale).
c. Dilakukan oleh ahli kesehatan yang ditetapkan oleh RSUD Arga
d. Harus tertulis dalam rekam medis yang telah ditetapkan oleh RSUD Arga
Makmur
3. Pengkajian Resiko Jatuh :
a. Pengukuran resiko jatuh menggunakan skala yang telah ditetapkan rumah
sakit.
b. Dilakukan oleh ahli kesehatan yang ditetapkan oleh RSUD Arga Makmur.
c. Hasil Pengkajian harus tertulis dalam rekam medis yang telah ditetapkan
oleh RSUD Arga Makmur
4. Pengkajian gizi :
a. Adalah pengkajian status gizi penderita awal, pertengahan dan akhir
perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur.
b. Pengukuran status gizi menggunakan skala yang telah ditetapkan rumah
sakit.
c. Dilakukan oleh ahli gizi yang ditetapkan oleh RSUD Arga Makmur.
d. Hasil Pengkajian harus tertulis dalam rekam medis yang telah ditetapkan
oleh RSUD Arga Makmur.

5
5. Pengkajian dapat dibedakan berdasarakan usia pasien atau pun berdasarkan
kebutuhan khusus pasien.
6. Perencanaan pemulangan pasien (Dischart Planning)
7. Riwayat penggunaan Obat.

Ditetapkan di : Arga makmur

Pada tanggal : 03 Januari 2022

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah


Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara

dr. Hj. Herawati, Sp.PK


Nip. 198202142010012013

6
BAB I

DEFINISI
A. Pengkajian Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat,
dietisien mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk
membuat keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
B. Pengkajian Gawat Darurat
Pengkajian gawat darurat merupakan pengkajian medis yang dilakukan
terhadap pasien dengan kondisi gawat darurat (emergensi). Pengkajian
pasien terdiri atas 3 proses utama, yaitu :
1. Mengumpulkan informasi dan data : anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaanpenunjang/pemeriksaan yang lain
2. Melakukan analisis informasi dan data sehingga menghasilkan suatu
diagnosauntuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan
pasienyangtelah diidentifikasi.
Untuk pasien gawat darurat (emergensi), pengkajian medis dan pengkajian
keperawatan harus berdasarkan atas kebutuhan dan kondisi pasien tersebut.
Juga apabila tidak ada waktu untuk mencatat riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik yang lengkapdan seorang pasien gawat darurat (emergensi)
yang perlu dilakukan tindakan medis/operasi, maka ada catatan ringkas dan
diagnosis praoperatif.
C. Pengkajian Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama

7
sejak pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi
pasien dan dicatat dalam rekam medis
D. Pengkajian Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana
dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan
E. Pengkajian Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter,
perawat, dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan
yang signifikan atas kondisi klinisnya.
F. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien
G. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab
terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu
pengembalian dari rekam medis pasien tersebut
H. Case Manager adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan atas setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin mutu asuhan
keperawatan dari pasien tersebut.
I. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan &
kebidanan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal
J. Ahli gizi adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri dalam
dietetika, studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit.

8
BAB II
RUANG LINGKUP

1. JENIS JENIS PENGKAJIAN


A. Pengkajian Awal

Pengkajian awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan


menangani kondisis yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran
pasien, stabiliisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi. Pengkajian awal harus dilakukan pada saat kontak
degan pasien. pengkajian awal hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya
memerlukan waktu beberapa detik hingga satu menit. Pengkajian awal yang
cepat dan tepat menghasikan diagnosa awal yang dapat digunakan untuk
menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien. Pengkajian awal dan
diagnosa awal menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan segera-
gawat darurat.

Selain itu, pengkajian awal dapat membantu menentukan apakah kondisi


pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidakstabil atau stabil. Pengkajian awal dapat
membantu menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan kesehatan
gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat inap. Sehingga dengan adanya
pengkajian awal ini, pelayanan kesehatan terhadap pasiendapat dilakukan secara
optimal. Panduan pelaksanaan pengkajian awal adalah sebagai berikut:

Pengkajian awal, minimal berisi :


a. Status fisik
b. Psiko-sosio-spiritual
c. Ekonomi
d. Riwayat kesehatan pasien
e. Riwayat alergi.
9
f. Pengkajian nyeri.
g. Resiko jatuh
h. Pengkajian fungsional
i. Resiko nutrisional
j. Kebutuhan edukasi
k. Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning)
l. Riwayat penggunaan obat.
a. Keadaan Umum
 Identifikasi keluhan utama/ mekanisme cedera
 Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale (GCS)) dan
orientasi
 Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa
 Untuk pasien geriatric pada geriatri dapat mempersulit pengkajian status
kesadarannya. Untuk informasi yang lebih akurat dapat ditanyakan kepada
keluarga atau pengasuh sehari-hari.
b. Jalan Nafas
 Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus
medic dan jaw thrust pada pasien trauma)
 Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cederaspinal
 Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah+hilang, trauma wajah)
 Gunakan oropharyngeal airway (OPA)/ nasopharyngeal airway (NPA) jika
perlu.
c. Pernafasan
 Nilai ventilasi dan oksigenasiii
 Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada & nilai kecepatan dan
kedalaman napas
 Nilai ulang status kesadaran. Berikan intervensi jika ventilasi dan atau
oksigenasi tidak adekuat (pernapasan < 12x/menit), berupa oksigen
tambahan, kantung pernapasan (bag-valve mask), intubasi setelah ventilasi
inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika diperlukan) Identifikasi
dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam nyawa.
10
d. Sirkulasi
 Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan:
o Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
o Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan denganarteri
karotis
o Untuk pasien usia < 1 tahun, nilai arteri brakialis
 Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan
langsung (direct pressure) dengan kassa bersih
 Palpasi arteri radialis. nilai kualitas (lemah/ kuat), kecepatan denyut
(lambat, normal, cepat), teratur atau tidak
 Identifikasi tanda hipoperfusi/ hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai
ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi
 Untuk pasien geriatric. Pada pasien geriatri seringkali dijumpai denyut nadi
yang irreguler. Hal ini jarang sekali berbahaya. Akan tetapi frekuensi nadi,
baik itu takikardi (terlalu cepat) maupun bradikardi (terlalu lambat) dapat
mengancam nyawa.
Pengkajian awal terdiri dari :
a. Pengkajian Pasien Gawat Darurat
Panduan ini membahas tentang pengkajian gawat darurat medik yang
dilakukan terhadap semua pasien gawat darurat yang dilayani di
RSUD Arga Makmur. Pengkajian medis gawat darurat dilaksanakan
oleh dokter sesuai dengan kewenangan kliniknya dalam surat
penugasan klinik. Pengkajian keperawatan gawat darurat
dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan kewenangan kliniknya
dalam surat penugasan klinik.
b. Pengkajian Awal rawat jalan
Pengkajian awal pasien rawat jalan adalah tahap awal dari proses
dimana dokter, perawat mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
Pelaksanaan pasien rajal dgn penyakit akut /non kronis, pengkajian
awal diperbaharui setelah 1 (satu) bulan, riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik tersebut harus diperbaharui dan dicatat pada form
pengkajian awal yang baru. Pelaksanaan pasien rajal dengan
11
penyakit kronis, pengkajian awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan,
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik tersebut harus diperbaharui
dan dicatat pada form pengkajian awal yang baru.

c. Pengkajian Awal Rawat inap


Pengkajian awal rawat inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisen melakukan pengumpulan informasi pasien
serta melakukan analisa dan menyimpulkan rencana pengobatan
pada pasien yang dilakukan secara terintegrasi. Pengkajian awal
rawat inap screening awal dilakukan oleh perawat dan seandainya
ditemukan resiko nutrisional sesual dengan panduan gizi akan
dilanjutkan pengkajian gizi oleh dietisen.
Pengkajian awal rawat inap terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Pengkajian awal rawat inap medis
Adalah pengkajian yang dilakukan oleh DPJP. DPJP secara
menyeluruhdan sistematis mengidentifikasi masalah kesehatan
pasien.
2. Pengkajian keperawatan Serangkaian proses yang berlangsung
saat pasien masuk rawat inap untuk dilakukan pemeriksaan secara
sistematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada
pasien. Pengkajian keperawatan rawat jalan dan rawat inap
dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan kewenangan kliniknya
dalam surat penugasan klinik.
B. Pengkajian Berkelanjutan
Merupakan bagian dari pengkajian ulang. Dilakukan pada semua pasien saat
transfer ke rumah sakit atau selama dirawat di rumah sakit.
1. Tujuan
 Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin
membutuhkan intervensi tambahan
 Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
 Menilai ulang temuan klinis sebelumnya

12
2. Pada pasien stabil
 Ulangi dan catat pengkajian awal setiap 15 menit
 Pada pasien tidak stabil ulangi dan catat pengkajian awal setiap 5
menit.
i. Nilai ulang status kesadaran
ii. Pertahankan patensi jalan napas
iii. Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv. Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v. Pantau warna dan suhu kulit
vi. Nilai ulang dan catat tanda vital
 Ulangi pengkajian terfokus sesuai dengan keluhan pasien
 Periksa intervensi
i. Pastikan pemberian oksigen adekuat
ii. Manajemen perdarahan
iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat

3. Pengkajian Ulang

Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) adalah lembar


pada berkas rekam medis pasien dimana semua kondisi dan perkembangan
penyakit pasien serta tindakan yang dialami pasien dicatat. Rumah sakit
menetapkan bahwa mereka yang diizinkan memberikan perintah/order
menuliskan perintah ini dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam,
dan lokasi itu adalah pada lembar CPPT.

Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah orang yang memberikan


pelayanan kepada pasien. Yang termasuk dalam profesional pemberi asuhan
adalah dokter, perawat, ahli gizi, fisioterapis, radiografer, analis laboratorium,
apoteker/petugas farmasi, pekerja sosial, dsb. Pelaksanaan pengkajian ulang
dilakukan di IGD, poliklinik dan rawat inap., Pengkajian ulang dilakukan oleh
PPA sesuai dengan kewenangan kliniknya dalam surat penugasan klinik.

4. Asuhan Pasien

13
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
harus dicatat dalam form intregreated note disimpan di berkas rekam medis
pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang dialami pasien di
RS, mulai dari Pengkajian awal sampai pada resume pulang. PPA menuliskan
dalam CPPT dengan ciri penulisan dan identitas masing-masing.

Dokter, perawat, ahli gizi, fisioterapis, apoteker, dan PPA yang lain wajib
menuliskan semua kondisi dan perkembangan serta kegiatan dan rindakan
yang diberikan kepada pasien dalam catatan perkembangan terintegrasi.

Jika pasien dalam kasus yang kompleks dan melibatkan pemberi


pelayanan yang beragam, atau dengan DPJP yang lebih dari satu, bisa
dilakukan diskusi atau case conference dimana hasilnya dituliskan ke dalam
CPPT

a. Dokter Penanggung Jawab Pasien

Dokter penanggung jawab pasien menuliskan perkembangan kondisi


pasien setiap hari dalam lembar CPPT dan memverifikasi setiap
pemberian pelayanan oleh PPA dalam waktu 1x24 jam, dengan
memberikan paraf pada kolom kanan bawah setiap lembar CPPT sebagai
bentuk integrasi pelayanan terhadap pasien.

b. Prosedur Pencatatan

1. Pengkajian ulang dicatat di CPPT dengan metode SOAP oleh dokter

2. Perawat mencatat tentang progress atau perkembangan pasien,


sedangkan catatan keperawatan dicatat dalam form lain

3. Gizi mencatat dengan metode ADIME : Assessement, Diagnosis,


Intervention (+ Goals), Monitoring, Evaluation

4. Hasil diskusi antar DPJP atau dengan PPA lain yang membahas
tentang suatu kasus penyakit pasien yang agak rumit, jika dirapatkan
secara tersendiri, notulensi rapat disertakan dibelakang lembar CPPT,
jika hanya secara lisan ditulis di dalam lembar CPPT.
14
c. Metode Pencatatan

Pencatatan dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented


Medical Record (POMR) yaitu dengan pola S (Subyktif,
keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta ditemukan pada pasien
melalui pemeriksaan fisik dan penunjang), A (Analisis, merupakan
kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P (plan,
rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).

Cara menulis metode S-O-A-P adalah sebagai berikut :

1. Subjective (S)
Lakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini,
Anamnesis berpedoman pada empat pokok pikiran ( The Fundamental
Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven) yaitu :
Empat pokok pikiran meliputi :
 Riwayat Penyakit Sekarang
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Kesehatan Keluarga
 Riwayat Sosial Ekonomi
Tujuh butir mutiara meliputi :
 Lokasi
 Onset/awitan dan kronologis
 Kuantitas keluhan (ringan/berat, seberapa sering terjadi)
 Kualitas keluhan (rasa seperti apa)
 Faktor-faktor yang memperberat keluhan
 Faktor-faktor yang memperingan keluhan
 Analisis sistem yang menyertai keluhan utama
Kemudian tuliskan pada kolom “S”
Contoh : S : sesak nafas sejak 3 jam yang lalu, riwayat asma 5 tahun

15
2. Objective (O)

Objective meliputi informasi yang ada dari hasil pengamatan atau


pemeriksaan. Mulai dari tanda vital, tinggi badan, berat badan,
pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan laboratorium atau penunjang
diagnosis yang lain. Tulis hasil pemeriksaan pada kolom “O”. Contoh :
O : ku : gelisah; Tensi...; Nadi ; Rhonki -/-; Whezzing +/+

3. Assessment (A)

Hasil evaluasi dari informasi yang didapatkan dari anamnesis dan


pemeriksaan dibuat kesimpulan dalam bentuk suatu Diagnosis Kerja,
Diagnosis Differensial, atau suatu penilaian keadaan berdasarkan hasil
S dan O. Isi di kolom “A” Contoh : A : WD/Status Asmatikus; DD/ALO....

4. Plan (P)
Tuliskan rencana diagnostic, rencana terapi/tindakan, rencana
monitoring dan rencana edukasi.
Contoh :
Rencana Diagnostik (D) : Lakukan foto Ro Thorax PA, periksa GDP
Rencana Tindakan (Tx) : Pasang Infus……, berikan medikamentosa
Renca Monitoring (M) : pasang monitor, catat tanda-tanda vital tiap 4
jam
Rencana Edukasi (E) : posisi harus.. kegiatan fisik terbatas...
Cara penulisan bagian gizi menggunakan metode ADIME, yaitu :

1. Pengkajian Gizi

Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, antara lain


riwayat gizi, riwayat personal, hasil laboratorium, antropometri, hasil
pemeriksaan fisik klinik, diet order, dan perkiraan kebutuhan zat gizi. Yang
dicatat hanya yang berhubungan dengan masalah gizi saja.

2. Diagnosis Gizi

16
Pernyataan diagnosis gizi dengan format PES. Pasien mungkin
mempunyai banyak diagnosis gizi, lakukan kajian yang mendalam
sehingga diagnosis gizi benar-benar berkaitan dan dapat dilakukan
intervensi gizi.

3. Intervensi Gizi

a. Rekomendasi diet atau rencana yang akan dilakukan sehubungan


dengan diagnosis gizi.

b. Rekomendasi makanan/suplemen atau perubahan diet yang diberikan

c. Edukasi gizi

d. Konseling gizi

e. Koordinasi asuhan gizi

4. Monitoring dan Evaluasi Gizi

a. Indikator yang akan dimonitor untuk menentukan keberhasilan


intervensi

b. Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara lain
berat badan, asupan, hasil laboratorium, dan gejala klinis yang
berkaitan.

 Asuhan total energi, presentasi asuhan karbohidrat, protein, lemak


dari total energi, dan asupan zat gizi terkait diagnosis gizi pasien

 Riwayat diet dan perubahan BB/status gizi

 Biokimia : kadar gula darah, ureum, lipid darah, elektrolit, Hb, dll

 Kepatuhan terhadap anjuran gizi

 Memilih makanan dan pola makan

17
 Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin
mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi.

 Dampak asuhan makanan dan zat gizi merupakan asuhan


makanan dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya
makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute oral, enteral,
maupun parenteral.

 Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi.


Pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan
parameter pemeriksaan fisik/klinis

 Dampak terhadap pasien/klien terkait gizi pengukuran yang terkait


dengan persepsi pasien/klien terhadap intervensi yang diberikan
dan dampak pada kualitas hidupnya.

2. ISI PENGKAJIAN
A. Pengkajian Gawat Darurat
Seluruh pasien di IGD RSUD Arga Makmur Bengkulu Utara, baik
rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal sesuai
standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku. Isi
minimal pengkajian pasien rawat jalan RSUD Arga Makmur mengikuti
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/
III/ 2022 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah
sebagai berikut
meliputi :

1. Identitas pasien
2. Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu
5. Triage
6. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan Riwayat
penyakit
7. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
18
8. Diagnosis
9. Pengobatan dan/atau tindakan
10. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit
gawat darurat dan tindak lanjut
11. Nama dan tanda tangan dokter, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
12. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain
13. Pelayanan lain yang diberikan kepada pasien
Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan
yang sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan
pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best
setting of care) serta adanya diagnosis awal.
Pengkajian gawat darurat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. PRIMARY SURVEY
a. Penilaian tahap primary survey, meliputi :
1) A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik manual
atau menggunakan alat bantu. Tindakan ini mungkin akan banyak
memanipulasi leher sehingga harus diperhatikan untuk menjaga
stabilitas tulang leher (cervical spine control).
2) B = Breathing adalah menjaga pernafasan ventilasi dapat berlangsung
dengan baik.
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan
tindakan untuk menghentikan perdarahan (hemorrhage control).

4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan


adanya gangguan neurologic.
5) E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada seluruh
tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yang
mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali dan resusitasinva dilakukan pada saat itu juga. Prioritas
penanganan untuk pasien usia muda maupun usia lanjut adalah sama.
19
Salah satu perbedaannya adalah bahwa pada usia muda ukuran organ
relatif lebih kecil, dan fungsinya belum berkembang secara maksimal.
Pada ibu hamil prioritas tetap sama, hanya saja proses kehamilan
membuat proses fisiologis berubah karena adanya janin. Pada orang
tua, karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih rentan terhadap
trauma karena berkurangnya daya adaptasi tubuh.
b. Anamnesa
Anamnesa yang dilakukan merupakan anamnesa singkat, cepat, dan tepat
(disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien).
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk pasien emergensi menggunakan penilaian
sebagai berikut :
1) A = Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine
control) . Penilaian :
a) Mengenal patensi airway.
b) Penilaian cepat akan adanya obstruksi.
2) B = Breathing dan ventilasI Penilaian :
a) Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala.
b) Tentukan laju dan dalamnya pernafasan.
c) Inspeksi dan palpasi leher dan. toraks untuk adanya deviasi trakea,
ekspansi toraks simeteris atau tidak simetris, pemakaian otot
tambahan, dan tanda-tanda cedera.
d) Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor. Auskultasi
toraks bilateral.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan Penilaian :
a) Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal yang
fatalMengetahui sumber perdarahan internal.
b) Nadi : Kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus.
c) Warna kulit.
d) Tekanan darah.

4) Disability (Neurologic Evaluation)


Penilaian :

20
a) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS.
b) Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi

2. SECONDARY SURVEY
Penilaian pada tahap secondary survey, meliputi :

a. Anamnesis
Riwayat alergi, medikasi, penyakit penyerta, dan lingkungan. Anemnesis
sebab cedera dan riwayat perlukaan. Mekanisme perlukaan sangat
menentukan keadaan pasien. Jenis perlukaan dapat diramalkan dan
mekanisme kejadian perlukaan itu. Cedera lain dimana riwayat penting,
adalah cedera termal,dan bahan berbahaya (hazardous material).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dilakukan berurutan mulai dari
kepala, maksilo-fasial, servikal dan leher, dada, abdomen, perineum /
rectum / vagina, muskuloskeletal sampai pemeriksaan neurologis.
1) Kepala Penilaian :
a) Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
laserasi, kontusi, fraktur dan luka tennal.
b) Re-evaluasi pupil.
c) Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
d) Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman
penglihatan, dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak.
e) Evaluasi saraf kranial.
f) Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan
serebrospinal.
g) Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan
serebrospinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.

2) Vertebra Servikalis dan Leher. Penilaian :


a) Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot pernafasan tambahan.
21
b) Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema
subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi.
c) Auskultasi arteri karotis akan adanya murmur.
d) Mintakan foto servikal lateral.
3) Toraks Penilaian :
a) Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral.
b) Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas
(bilateral) dan bising jantung.
c) Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
d) Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan.
4) Abdomen Penilaian :
a) Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma
tajam/tumpul dan adanya perdarahan internal.
b) Auskultasi bising usus.
c) Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan).
d) Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri lepas
yang jelas, atau uterus yang hamil.
e) Dapatkan foto pelvis.
f) Bila diperlukan lakukan DPL atau USG abdomen.
g) Bila hemodinamik normal, lakukan CT Scan abdomen.
5) Perineum/RektumNagina Penilaian :
a) Kontusio dan hematoma.
b) Laserasi.
c) Perdarahan uretra.
d) Penilaian rektum :
e) Perdarahan rektum.
f) Tonus sfingter ani.
g) Utuhnya dinding rektum.
h) Fragmen tulang.
i) Posisi prostat.

22
j) Penilaian vagina pada penderita khusus :
k) Adanya darah daerah vagina
l) Laserasi vagina
6) Penilaian Muskuloskeletal :
a) Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul/tajam,
termasuk adanya laserasi kontusio dan deformitas.
b) Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi,
pergerakan abnormal, dan sensorik.
c) Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekualitas.
d) Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan.
e) Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanya
trauma tajam/tumpul, termasuk adanya kontusio, laserasi, nyeri
tekan, deformitas, dan sensorik.
f) Evaluasi foto pelvis akan adanya fraktur.
g) Mintakan foto ekstremitas sesuai indikasi.
h) Nadi : Kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus.
i) Warna kulit.
j) Tekanan darah (bila ada waktu).
7. Disability (Neurologic Evaluation)
Penilaian
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS.
2) Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi .
8. Exposure/Environment
Buka pakaian pasien tetapi cegah hipotermia.
Tambahan pada secondary survey :
Pertimbangkan perlunya diadakan pemeriksaan tambahan :

1. Pemeriksaan laboratorium.

Pemilihan pemeriksaan laboratorium harus selektif yaitu disesuaikan


dengan kebutuhan emergensi pasien tersebut, misalnya : Darah
Lengkap (DL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Analisis Gas Darah,
Elektrolit.
2. Pemeriksaan radiologi

23
Pemilihan pemeriksaan radiologi harus selektif dan jangan
menghambat proses resusitasi. Misalnya : foto vertebra tambahan,
CT kepala, foto ekstremitas, dan lain-lain sesuai indikasi.
Reevaluasi penderita

1. Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang


terus menerus, sehingga gejala yang akan timbul segera dapat
dikenali dan dapat ditangani secepatnya. Penilaian ulang terhadap
pasien, dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan pada
kondisi pasien, dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring dan tanda vital dan produksi urin mutlak. Produksi urin
pada orang dewasa sebaiknya dijaga 1 cc/kgBB/jam, pada anak 1
cc/kgBB/jam.
3. Bila pasien dalam keadaan kritis dapat dipakai pulse oximetry dan
monitoring tanda-tanda vital.
4. Penanganan rasa nyeri merupakan hal penting. Rasa nyeri dan
ketakutan akan timbul pada pasien trauma, terutama pada perlukaan
musculoskeletal.
5. Skrinning awal resiko jatuh, status nutrisi dan psikologi pasien juga
harus dilakukan karena berhubungan dengan tatalaksana
penanganan pasien selanjutnya.
B. Pengkajian Awal Rawat Jalan
Pengkajian keperawatan dengan melakukan :
1. Anamnesis
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu dan terapinya
d) Riwayat Alergi
e) Riwayat penyakit dalam keluarga
f) Riwayat tumbuh kembang
2. Pemeriksaan Fisik
1) Generalis
a) Kepala

24
b) Mata
c) THT Leher
d) Mulut
e) Jantung & pembuluh darah
f) Thoraks, paru – paru, payudara
g) Abdomen
h) Kulit dan sistem limfatik
i) Tulang belakang dan anggota tubuh
j) Sistem saraf
k) Genitalia, anus dan rectum

2) Lokalis
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
Lakukan deskripsi terhadap status lokalis

3. Pemeriksaan Penunjang

4. Diagnosa

5. Terapi/Rencana Tindak Lanjut


C. Pengkajian Awal Rawat Inap
1. Pengkajian Awal Rawat Inap Medis

DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengidentifikasi masalah


kesehatan pasien dengan melakukan :
1) Anamnesis
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dalam keluarga
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat pengobatan
f. Riwayat alergi
2) Pemeriksaan Fisik
25
Generalis
a. Kepala
b. Mata
c. THT Leher
d. Thoraks
e. Abdomen
f. Urogenitalia
g. Extremitas
3) Lokalis
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
Lakukan deskripsi terhadap status lokalis
4) Pemeriksaan penunjang
5) Diagnosis kerja dan diagnosis banding
6) Rencana pelayanan
2. Pengkajian Awal Rawat Inap Keperawatan

Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien masuk rawat inap


untuk dilakukan pemeriksaan secara sistematis untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan pada pasien, antara lain :

1) Demografi

2) Keluhan utama:
a) Riwayat penyakit sekarang
b) Riwayat penyakit dahulu: DM, HT, jantung, paru, dll
c) Riwayat penyakit keluarga
d) Riwayat transfusi darah
e) Riwayat alergi ya, tidak, penyebab dan reaksi
3) Risiko jatuh

Pengkajian risiko jatuh pada pasien dewasa (>18 tahun)


menggunakan Morse Fall Scale (Skala jatuh morse), sedangkan

26
pengkajian risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humpty
Dumpty. (Untuk pengkajian dan manajemen tentang pencegahan
resiko jatuh lihat bab resiko pasien jatuh)

4) Sensori dan kenyamanan nyeri:


a) Digunakan Skala 1 – 10
b) Deskripsi kualitas terbakar, tajam, tumpul, tertekan, dll
c) Waktu hilang timbul, terus menerus, lamanya
d) Lokasi
e) Aktifitas dan Latihan
Menggunakan barthel index. Jumlah score akan mempengaruhi
tingkat kebutuhan pasien.
f) Nutrisi/skrinning gizi :
Skrinning gizi dilakukan oleh perawat/bidan diruang rawat inap. Pada
dewasa menggunakan Malnutrition Skrinning Tools (MST) dan pada
anak-anak menggunakan adopting strong kids. Skrinning ini akan
menentukan penanganan gizi selanjutnya. (Selanjutnya baca bab
pengkajian gizi)
g) Konsep diri dan kognitif:
Meliputi pengetahuan pasien tentang penyakitnya saat ini dan
gambaran serta konsep diri pasien.
h) Pola Fungsional
 Neurosensorik : Kesadaran, GCS, pendengaran, penglihatan
dan gaya bicara.
 Respirasi
 Sirkulasi
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolic
 Pola eliminasi
i. BAB normal,konstipasi/obstipasi,diare,colostomy,iliostomi
ii. BAK normal, retensi, hematuri, disuri, inkontinensia dll
 Pola istirahat tidur
 Integritas kulit

27
 Riwayat psikososialspiritual--ekonomi.
 Pola hubungan dan peran
 Pola seksual dan reproduksi
 Pola nilai dan kepercayaan, Kebiasaan menjalankan
ibadah, kabutuhan rohani pasien dan Kepercayaan yang
dianut
i) Pengkajian neurologi
1. Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala
atau gangguan neurologis
2. Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai
dasar untuk memantau kondisi pasien selanjutnya
3. Tahapan pengkajian berupa
 Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman,
kecepatan, keteraturan,usaha napas)
 Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
 Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
 Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera
spinal)
 Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS): secara akurat menggambarkan fungsi serebri
 Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang
kesadarannya baik dapa tmemfokuskan pandangan
mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki
tonus otot normal dan tangisan normal.
Glasgow Coma Scale Dewasa
Mata Terbuka Spontan 4
Terbuka Saat dipanggil/diperintahkan 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespon 1
Verbal Orientasi Baik 5
Disorientasi/bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3

28
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, 2
teriakan)
Tidak merespon 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 3
nyeri
Ektensi abnormal anggota gerak terhadap 2
rangsang nyeri
Tidak merespons 1
Total Skor : mata + verbal + pergerakan = 3-15
 Skor 13-15 = Ringan
 Skor 9-12 = Sedang
 Skor 3-8 = Berat

Glasgow Coma Scale Anak


> Usia 2 tahun < Usia 2 tahun Skor
Mata Terbuka Spontan Terbuka Spontan 4
Terbuka terhadap suara Terbuka Saat dipanggil 3
Terbuka terhadap rangsang Terbuka terhadap rangsang 2
nyeri nyeri
Tidak merespon Tidak merespon 1
Verbal Orientasi Baik Berceloteh 5
Disorientasi/bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang 3
nyeri
Suara yang tidak dapat Merintih, mengerang 2
dimengerti
(erangan, teriakan)
Tidak merespon Tidak merespon 1
Pergerakan Mengikuti perintah Pergerakan normal 6
Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) 5
terhadap
Sentuhan
Menarik diri (withdraw) dari Menarik diri (withdraw) dari 4
rangsang nyeri rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota Fleksi abnormal anggota 3
gerak gerak
29
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Ektensi abnormal anggota Ektensi abnormal anggota 2
gerak gerak
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Total Skor : mata + verbal + pergerakan = 3-15


 Skor 13-15 = Ringan
 Skor 9-12 = Sedang
 Skor 3-8 = Berat

j) pengkajian nilai kepercayaan, psikologis, sosial dan ekonomi awal


Pengkajian psikologis menetapkan status emosional (contoh: pasien
depresi, ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri
atau orang lain). Pengumpulan informasi sosial tidak dimaksud
untuk mengelompokkan pasien. tetapi, keadaan sosial pasien,
budaya, keluarga dan ekonomi merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan
pengobatannya. keluarga dapat sangat menolong dalam pengkajian
untuk perihal tersebut dan untuk memahami keinginan dan
preferensi pasien dalam proses pengkajian ini.

Setiap pasien wajib dikaji status emosionalnya. faktor ekonomis


dinilai sebagai bagian dari pengkajian sosial atau secara terpisah bila
pasien atau keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh
biaya atau sebagian dari biaya selama dirawat atau waktu keluar
dari rumahsakit. Berbagai staf yang berkualifikasi memadai dapat
terlibat dalam proses pengkajian ini. Faktor terpenting adalah bahwa
pengkajian lengkap dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien.
Pengkajian ekonomis dapat dikaji melalui data sosial pasien yang
mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi atauasuransi/
perusahaan). Pengkajian psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat
jalan dan rawat inap dalam pengkajian awal keperawatan
3. Pengkajian Tambahan
30
a) Gizi
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian pelayanan kesehatan
dan pengobatan pasien di rumah sakit. dalam usaha memenuhi kebutuhan gizi
dan memberi terapi gizi untuk peningkatan kesehatan, daya tahan dan
menunjang perbaikan metabolisme pasien. Pelayanan ini dilaksanakan oleh
tim pelayanan gizi rumah sakit.
Tim pelayanan gizi adalah sekelompok tenaga kesehatan di RSDU Arga
Makmur. Tim ini merupakan tim multidisiplin yang dibentuk terdiri dari DPJP,
Ahli gizi, perawat ruangan serta ahli farmasi untuk memberikan pelayanan
bagi pasien rawat inap. Ahli gizi adalah tenaga kesehatan RS yang merupakan
lulusan D3 Gizi yang sudah memiliki Sertifikat Kompetensi Gizi dan memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR) Tenaga Gizi.
Pelayanan gizi di RSDU Arga Makmur meliputi seluruh upaya
kesehatan untuk mempertahankan dan atau meningkatkan status gizi pasien
rawat inap maupun rawat jalan. Dalam pelayanan gizi klinik di rumah sakit
seperti juga pelayanan kesehatan lainnya melakukan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan pelayanan gizi diawali dengan
pengkajian awal (skrining gizi), pengkajian gizi (riwayat gizi / makanan,
pemeriksaan klinis, antropometri, laboratorium, pemeriksaan pendukung gizi
klinik / komposisi tubuh), diagnosis, intervensi (pemberian makanan dan zat
gizi, edukasi gizi, konseling gizi, koordinasi pelayanan gizi ) dan monitoring
evaluasi.
a) Pasien rawat inap
Pasien baru rawat inap yang masuk melalui IGD (Instalasi Gawat
Darurat) atau poliklinik, diukur berat badan dan tinggi badannya atau bila tidak
bisa ditimbang dilakukan pengukuran LLA ( Lingkar Lengan Atas ) untuk
pasien anak – anak usia 0 – 14 tahun diukur berat badan dan panjang
badan. Skrining gizi dilakukan oleh perawat di rawat inap dalam 24 jam
setelah pasien dirawat. Pada pasien dewasa, skrining menggunakan MST
sedangkan pasien anak-anak menggunakan strong kids scale. Bila hasil
skrining menunjukkan hasil pasien dengan resiko malnutrisi dan malnutrisi
maka perawat ruangan menginformasikan ke bagian gizi (ahli gizi).

31
Bagi pasien dengan status gizi baik, maka pengkajian gizi dilakukan
oleh perawat dengan berkolaborasi dokter. Bila pasien beresiko malnutrisi,
maka pengkajian gizi dilakukan oleh tim gizi. Pasien dengan resiko malnutrisi
dievaluasi setiap hari kemudian dilakukan pengkajian ulang setelah 3 hari.

Skrining strong kids untuk anak usia 0 bulan – 14 tahun

Parameter Nilai

□ Ya 1
Apakah pasien tampak kurus ?
□ Tidak 0
Apakah terdapat penurunan berat badan selama satu
bulan terakhir ? (berdasarkan penilaian objektif data
berat badan bila ada ATAU penilaian subjektif orang tua
pasien) □ Ya 1
ATAU
□ Tidak 0
untuk bayi < 1 tahun ; berat badan tidak naik selama
3 bulan terakhir
Apakah terdapat SALAH SATU dari kodisi tersebut? □ Ya 1
- diare ≥ 5 kali/hari dan / muntah > 3 kali/hari
dalam seminggu terakhir
- Asupan makanan berkurang selama 1 0
□ Tidak
minggu terakhir
Apakah terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatka □ Ya 2
pasien □ Tida 0
berisiko mengalami malnutrisi? (lihat tabel ) k
Nilai score :
- 0 Risiko rendah,
- 1-3 Risiko sedang,
- 4-5 Risiko tinggi

32
No BERDASARKAN MALNUTRITION SCREENING SKO
TOOL / R

33
(MST)
1. Apakah pasien mengalami penurunan BB yang tidak diingnikan
dalam
6 bulan terakhir ?
a. tidak ada penurunan berat badan 0
b. tidak yakin/ tidak tahu/ terasa baju lebih longgar 2
c. jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 g 3
>15 kg 4
2 Apakah asupan makan berkurang karena yang tidak nafsu makan ?
a. Ya 1
b. Tidak 0
Total Skor ........
Pasien dengan diagnosis khusus : Ya Tidak
(DM / Kemoterapi / Hemodialisa / Geriatri / Imunitas menurun /
lain-lain sebutkan................................................................................................
(Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis / kondisi
khusus dilaporkan ke dokter pemeriksa)
Jika 1: diet yang diberikan : biasa tim lunak saring/bubur
cair
Jika ≥ 2: lapor DPJP co ahli gizi pengkajian gizi lanjutan

b) Pasien rawat jalan


Skrining dilakukan oleh perawat dengan menggunakan MST
(Malnutrition Screnning ToolI). Bila ditemukan pasien dengan resiko
malnutrisi dilaporkan ke dokter pemeriksa untuk selanjutnya dapat
berkolaborasi dengan ahli gizi, jika diperlukan.
1. Pengkajian Gizi
Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Screening
Tool (MST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata laksana
pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas.
Pengkajian Gizi Pasien Dewasa dan Anak
Ahli gizi (ahli gizi) menerima laporan perawat mengenai pasien yang
34
beresiko malnutrisi. Kemudian ahli gizi (ahli gizi) melakukan asuhan gizi
menggunakan proses asuhan gizi terstandar (PAGT) dengan format ADIME
meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, monitoring dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian gizi bertujuan untuk mengidentifikasi problem gizi dan
faktor penyebabnya melalui pengumpulan, verifikasi dan interpensi data
secara sistematis. Langkah pengkajian gizi yaitu mengumpulkan
informasi mengenai riwayat gizi dengan kode FH (Food History),
antropometri dengan kode AD (Anthropometry Data),data laboratorium
dengan kode BD (Biochemical Data) pemeriksaan fisik gizi dengan kode
PD (Physical Data), dan riwayat klien dengan kode CH (Client History).
Data kategori pasien gizi :

1) Riwayat gizi ( Food History)


Pengumpulan data riwayat gizi dilakukan dengan cara interview
meliputi :
 Asupan makanan dan zat gizi, yaitu pola makanan utama dan
snack, menggali komposisi dan kecukupan asupan makan dan zat
gizi.
 Cara pemberian makan dan zat gizi yaitu menggali mengenai diet
saat ini dan sebelumnya, adanya modifikasi diet, dan pemberian
makanan enteral dan parenteral.
 Penggunaan medika mentosa dan obat komplemen-alternatif
(interaksi obat dan makanan) yaitu menggali mengenai
penggunaan obat dengan resep dokter ataupun obat bebas,
termasuk penggunaan produk obat komplemen-alternatif.
 Pengetahuan/Keyakinan/Sikap yaitu menggali tingkat pemahaman
mengenai makanan dan kesehatan, informasi dan pedoman
mengenai gizi yang dibutuhkan, selain itu juga mengenai
keyakinan dan sikap yang kurang sesuai mengenai gizi dan
kesiapan pasien untuk mau berubah.
 Perilaku yaitu menggali mengenai aktivitas dan tindakan pasien
yang berpengaruh terhadap pencapaian sasaran-sasaran yang
35
berkaitan dengan gizi.
 Faktor yang mempengaruhi akses ke makanan yaitu mengenai
faktor yang mempengaruhi ketersediaan makanan dalam jumlah
yang memadai, aman dan berkualitas.
 Aktivitas dan fungsi fisik yaitu menggali mengenai aktivitas fisik,
kemampuan kognitif dan fisik dalam melaksanakan tugas spesifik
seperti menyusui atau kemampuan makan sendiri.
2) Data Antropometri ( Anthropometry Data)
Pengukuran tinggi badan, berat badan, perubahan berat badan,
indeks masa tubuh, pertumbuhan dan komposisi tubuh.

3) Data Laboratorium ( Biochemical Data)

Keseimbangan asam basa, profil elektrolit dan ginjal, profil asam


lemak esensial, profil gastrointestinal, profile glukosa/endokrin, profil
inflamasi, profil laju metabolik, profil mineral, profil anemia gizi, profil
protein, profil urine, dan profil vitamin

4) Pemeriksaan Fisik ( Physical Data )

Evaluasi sistem tubuh, wasting otot dan lemak subkutan, kesehatan


mulut, kemampuan menghisap, menelan dan bernafas serta nafsu
makan.
5) Riwayat Klien ( Client History)
Informasi saat ini dan masa lalu mengenai riwayat personal, medis,
keluarga dan sosial.Riwayat klien mencakup:

 Riwayat personal yaitu menggali informasi umum seperti usia,


jenis kelamin, etnis, pekerjaan, merokok, cacat fisik.

 Riwayat medis/kesehatan pasien yaitu menggali penyakit atau


kondisi pada klien atau keluarga dan terapi medis atau terapi
pembedahan yang berdampak pada status gizi.

 Riwayat sosial yaitu menggali mengenai faktor sosioekonomi


klien, situasi tempat tinggal, kejadian bencana yang dialami,
agama, dukungan kesehatan dan lain-lain.
36
b. Diagnosa
Diagnosa gizi bertujuan mengidentifikasi adanya problem gizi, faktor
penyebab yang mendasarinya, dan menjelaskan tanda dan gejala yang
melandasi adanya problem gizi. Diagnosa gizi dikelompokkan menjadi 3
domain yaitu domain asupan, domain klinis, dan domain perilaku-
lingkungan.
1. Domain Asupan
Berbagai problem aktual yang berkaitan dengan asupan energi, zat
gizi, cairan, atau zat bioaktif, melalui diet oral atau dukungan gizi (gizi
enteral dan parenteral). Masalah yang terjadi dapat karena
kekurangan (inadequate), kelebihan (excessive) atau tidak sesuai
(inappropriate). Termasuk ke dalam kelompok domain asupan
adalah:
a) Problem mengenai keseimbangan energi
b) Problem mengenai asupan diet oral atau dukungan gizi
c) Problem mengenai asupan cairan
d) Problem mengenai asupan zat bioaktif
e) Problem mengenai asupan zat gizi, yang mencakup problem
mengenai:
 Lemak dan Kolesterol
 Protein
 Vitamin
 Mineral
 Multinutrien
f) Domain Klinis
Berbagai problem gizi yang terkait dengan kondisi medis atau fisik.
Termasuk ke dalam kelompok domain klinis adalah:
 Problem fungsional, perubahan dalam fungsi fisik atau mekanik
yang mempengaruhi atau mencegah pencapaian gizi yang
diinginkan.
 Problem biokimia, perubahan kemampuan metabolisme zat gizi
akibat medikasi, pembedahan, atau yang ditujukkan oleh
perubahan nilai laboratorium.
37
 Problem berat badan, masalah berat badan kronis atau
perubahan berat badan bila dibandingkan dengan berat badan
biasanya.
g) Domain Perilaku-Lingkungan
Berbagai problem gizi yang terkait dengan pengetahuan,
sikap/keyakinan, lingkungan fisik, akses ke makanan, air minum,
atau persediaan makanan, dan keamanan makanan. Problem
yang termasuk ke dalam kelompok domain perilaku-lingkungan
adalah:
 Problem pengetahuan dan keyakinan
 Problem aktivitas fisik dan kemampuan mengasuh diri sendiri
 Problem akses dan keamanan makanan
c. Intervensi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan
untuk merubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status
kesehatan individu. Intervensi Gizi bertujuan mengatasi masalah gizi
yang teridentifikasi melalui perencanaan dan penerapannya terkait
perilaku, kondisi lingkungan atau status kesehatan individu, kelompok
atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi klien. Intervensi gizi
dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu pemberian makan (diet),
edukasi gizi, konseling gizi, dan koordinasi asuhan gizi.Pemberian
makanan/ diet (Kode internasional – ND-Nutrition Delivery) Penyediaan
makanan atau zat gizi sesuai kebutuhan melalui pendekatan individu
meliputi

1) pemberian Makanan dan snack (ND.1); enteral dan parenteral


( ND.2); suplemen (ND.3); substansi bioaktif (ND.4); bantuan saat
makan (ND.5); suasana makan (ND.4) dan pengobatan terkait gizi
(ND.5)

2) Edukasi (Kode internasional – E- Education)

Merupakan proses formal dalam melatih ketrampilan atau membagi


pengetahuan yang membantu pasien/ klien mengelola atau
memodifikasi diet dan perubahan perilaku secara sukarela untuk
38
menjaga atau meningkatkan kesehatan. Edukasi gizi meliputi:
a) Edukasi gizi tentang konten/materi yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan (E.1)
b) Edukasi gizi penerapan yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan (E.2)
3) Konseling (C)
Konseling gizi merupakan proses pemberian dukungan pada
pasien/klien yang ditandai dengan hubungan kerjasama antara
konselor dengan pasien/klien dalam menentukan prioritas,
tujuan/target, merancang rencana kegiatan yang dipahami, dan
membimbing kemandirian dalam merawat diri sesuai kondisi dan
menjaga kesehatan. Tujuan dari konseling gizi adalah untuk
meningkatkan motivasi pelaksanaan dan penerimaan diet yang
dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien.
4) Koordinasi asuhan gizi

Strategi ini merupakan kegiatan ahli gizi melakukan konsultasi,


rujukan atau kolaborasi, koordinasi pemberian asuhan gizi dengan
tenaga kesehatan/institusi/ ahli gizi lain yang dapat membantu
dalam merawat atau mengelola masalah yang berkaitan dengan
gizi.
d. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi gizi bertujuan untuk mengetahui tingkat


kemajuan pasien dan apakah tujuan atau hasil yang diharapkan telah
tercapai. Hasil asuhan gizi seyogyanya menunjukkan adanya
perubahan perilaku dan atau status gizi yang lebih baik. Contoh hasil
monitoring antara lain :

i. Aspek gizi : perubahan pengetahuan, perilaku, makanan dan


asupan, zat gizi

ii. Aspek status klinis dan kesehatan : perubahan nilai laboratorium,


berat badan, tekanan darah, faktor risiko, tanda dan gejala, status
klinis, infeksi, komplikasi, morbiditas dan mortalitas

39
iii. Aspek pasien : perubahan kapasitas fungsional, kemandirian
merawat diri sendiri

iv. Aspek pelayanan kesehatan : lama hari rawat


Pengkajian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi
atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah
terjadi kerusakan jaringan. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera
dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal
dengan adanya cedera atau penyakit. Nyeri kronik adalah nyeri yang
bertahan untuk periode waktu yang lama.
Pengkajian nyeri dilakukan untuk semua pasien rawat jalan, IGD
maupun rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur.
Pengkajian dilakukan oleh dokter dan perawat yang kompeten sesuai
perizinan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Prosedur pelaksanaan pengkajian nyeri

A. Mengumpulkan informasi dan data

1. Anamnesa

a. Keluhan Utama

b. Riwayat Penyakit Sekarang

• Onset nyeri : akut atau kronik, traumatic atau non traumatic.

• Karakter dan derajat keparahan nyeri : nyeri tumpul, nyeri tajam,


rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.

• Pola penjalaran/penyebaran nyeri.

• Durasi dan lokasi nyeri.

• Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,


mua/muntah atau gangguan keseimbanagan/control motorik.

• Faktor yang memperberat dan memperingan.

40
• Kronisistas

• Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk


respon terapi.

• Gangguan/kehilangan fungsi akibat nyeri/luka

• Penggunaan alat bantu

• Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas


hidup dasar (activity of daily living)

• Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti


adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat
yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.

c.Riwayat Penyakit Dahulu


d.Riwayat Psikologis, Sosial, Ekonomi, Budaya
 Riwayan konsumsi alcohol, merokok, atau narkotika
 Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien.
 Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi
menimbulkan eksaserbasi nyeri.Pembatasan/retriksi partisipasi
pasien dalam aktivitas social yang berpotensi menimbulkan
stress. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
 Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh
diri) dapat menimbulkan pengaruh negative terhadap motivasi
dan kooperasi pasien dengan program
penanganan/manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien
dengan program penanganan/manajemen nyeri ke depannya.
Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan
psikoterapi/psikofarmaka.
 Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar
merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan
nyeri punggung.
 Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat
menimbulkan stress bagi pasien/keluarga.
41
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Riwayat Alergi
g. Riwayat Pengobatan
 Daftar obat-obatan yang pernah dan sedang dikonsumsi
pasien untuk mengurangi nyeri
 Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi,
efektifitas dan efek samping.
 Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan
obat- obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.
h. Pengkajian system organ komprehensif
 Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner,
gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitourinaria,
endokrin dan musculoskeletal.
 Gejala konstitusional : penurunan berat badan, nyeri malam
hari, keringat malam hari dan sebagainya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum

 Tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.


 Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien.
 Periksa apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum
suntik.
 Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang
(malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status Mental
 Nilai orientasi pasien.
 Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan
segera.
 Nilai kemampuan kognitif.
 Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan Sendi
 Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan.
42
 Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan
adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis,
atau asimetris.
 Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat
abnormal/dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan
aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis,
atau asimetris.
 Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri.
 Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya
cedera ligamen.
d. Pemeriksaan Motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan
criteria di bawah ini :

Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan
kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mempu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi) , tidak
menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot

43
e. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum
– pin prick), getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan Neurologis lainnya
 Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh
nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala.
 Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Refleks Segmen Spinal
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1

 Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif


menunjukkan lesi upper motor neuron).
 Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum
dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari – ke –
hidung, pergerakan tumit – ke – tibia), tes disdiadokokinesia,
dan tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi).
g. Pemeriksaan Khusus
Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa
pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis,
histeria, dan depresi. Kelima tanda ini adalah :
 Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik.
 Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik.
 Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif).
 Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes/pemeriksaan nyeri.
 Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah)
saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda
(distraksi).

44
3. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut/kronik pasien.
b. Mengidentifikasi area persarafan/cedera otot fokal atau difus yang
terkena.
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang
berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau
terapi obat.
d. Membantu menegakkan diagnosis.
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan
respons terhadap terapi.
f. Indikasi : kecurigaan saraf terjepit, mono-/poli-neuropati, radikulopati.
g. Namun pemeriksaan ini belum tersedia di RSUD Arga Makmur
4. Pemeriksaan Sensorik Kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri) : getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri) : tusukan jarum, tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
5. Pemeriksaan
Radiologi Indikasi :
a. Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang.
b. Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang
belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
c. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih,
atau ereksi.
d. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang.
e. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu.

Pemilihan pemeriksaan radiologi :


Bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri.
a. Foto polos : untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis,
neoplasma)

45
b. CT-scan : evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,
stenosis spinal
c. Radionuklida bone-scan : sangat bagus dalam mendeteksi
perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini,
fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer,
metastasis tulang). Namun pemeriksaan ini belum tersedia di
RSUD Arga Makmur
6. Pengkajian Psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan.
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial.
B. Analisa informasi dan data
Setelah data komprehensif yang sudah dikumpulkan, baik berupa data
subjektif maupun data objektif, maka dilakukan analisa informasi dan data.
Bagian ini terdiri dari : penulisan ringkasan, penyusunan daftar masalah,
membuat pengkajian dari masing-masing masalah (diagnosa dan
diagnosa banding).
C. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yang telah diidentifikasi. Rencana pelayanan meliputi : rencana diagnosis,
rencana terapi, rencana monitoring, dan rencana edukasi.
D. Skala Nyeri
Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui intensitas nyeri
adalah keluhan pasien. Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang
seberapa parah nyeri dirasakan oleh pasien, pengukuran intensitas nyeri
sangat subyektif, maka pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah
dengan menggunakan skala nyeri. Skala nyeri yang digunakan di RSUD
Arga Makmur sebagai berikut :
1. Numeric Rating Scale
Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas
nyeri yang dirasakannya.
Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
46
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas
sehari-hari) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari)

2. Wong Baker Faces Pain Scale


Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan pengkajian.
Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri :
0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama
sekali 2 – 3 = sedikit nyeri
4 – 5 = cukup nyeri
6 – 7 = lumayan nyeri
8 – 9 = sangat nyeri
10 = amat sangat nyeri ( tak tertahankan )

3. Comfort Scale
Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat
intensif/kamar operasi/ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai
menggunakan Numeric Rating Scale dan Wong Baker Faces Pain
Scale.

Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor

47
1 – 5, dengan skor total antara 9 – 45.
 Kewaspadaan
 Ketenangan
 Distress pernapasan
 Menangis
 Pergerakan
 Tonus otot
 Tegangan wajah
 Tekanan darah basal
 Denyut jantung basal
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, pengkajian dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa
nyeri.
E. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
1. Lakukan Pengkajian nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
kunjungan/visite ke pasien.
2. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang
sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan,
sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah
sakit.
3. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
pengkajian ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-
obat intravena.
4. Pada nyeri akut/kronik, lakukan pengkajian ulang tiap 30 menit – 1
jam setelah pemberian obat nyeri.
5. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila
sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda
adanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi
pasca-pembedahan, nyeri neuropatik)
Setiap pasien baik di unit rawat jalan, IGD, rawat inap harus dilakukan
48
skrinning nyeri dan didokumentasikan dalam lembar pengkajian awal.
Pengkajian ulang nyeri dilaksanakan setiap hari sampai nyeri itu hilang
dan didokumentasikan dalam rekam medis form Pengkajian ulang nyeri.
Resiko Jatuh
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh
dengan atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja / tidak
direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai
dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau
lingkungan (lantai yang licin)
Kejadian jatuh terdiri dari :

a. Kejadian jatuh tidak disengaja yaitu: kejadian jatuh yang terjadi secara tidak
sengaja (misalnya terpeleset, tersandung). Pasien yang berisiko
mengalami kejadian ini tidak dapat diidentifikasikan sebelum mengalami
jatuh dan umumnya tidak dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian jatuh
jenis ini dapat dicegah dengan menyediakan lingkungan yang aman.
b. Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi yaitu : kejadian jatuh yang terjadi
ketika penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi
c. Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan) yaitu : kejadian jatuh
yang terjadi pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh
(berdasarkan skor pengkajian risiko jatuh)
Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh staf rumah
sakit.Salah satu upaya mendukung peningkatan keselamatan pasien adalah
dengan mencegah dan menangani pasien jatuh di rumah sakit. Adapun
langkah awal diupayakan berupa pengkajian/skrining awal pasien sejak
masuk ke rumah sakit baik lewat IGD, poliklinik oleh dokter dan perawat.
Pengkajian tersebut adalah berupa tindakan mengidentifikasi faktor
risiko jatuh dan mengisinya kedalam formulir Pengkajiant harian pasien risiko
jatuh dan menaruhnya didalam rekam medis pasien khususnya pasien
dengan risiko jatuh yang tinggi serta diberikan identifikasi berupa gelang
berwarna kuning.
A. Faktor Risiko
Faktor risiko pasien jatuh di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi
kategori dapat diperkirakan dan tidak dapat diperkirakan

49
Faktor Risiko Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan
kondisi pasien) dengan lingkungan)
Dapat  Riwayat jatuh sebelumnya  Lantai basah/silau,
diperkirakan  Inkontinensia ruang berantakan,
 Gangguan pencahayaan
kognitif/psikologis
 Gangguan
kurang, kabel
keseimbangan/mobilit
longgar/lepas
as
 Alas kaki tidak pas
 Usia > 65 tahun
 Dudukan toilet
 Osteoporosis
yang rendah
 Status kesehatan yang
buruk  Kursi atau tempat tidur
beroda
 Rawat inap
berkepanjangan
 Peralatan yang
tidak aman
 Peralatan rusak
 Tempat tidur
ditinggalkan dalam
posisi tinggi
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu
diperkirakan  Aritmia jantung terhadap obat-obatan
 Stroke atau serangan
iskemik
sementara (Transient
Ischaemic Attack- TIA)
 Pingsan
 Serangan jatuh (Drop
Attack)

Selain faktor risiko di atas, ada beberapa obat yang juga dapat
meningkatkan terjadinya resiko jatuh. Oleh karena itu, pasien yang
mendapatkan obat tersebut, hendaknya dipantau atau dinilai ulang resiko
jatuhnya.
50
No Golongan Obat Nama Obat

1 Anti Konvulsan Carbamazepin (Bamgetol


300) Gabapentin (Nepatic,
Gabexal) Phenobarbital
(Sibital) Phenitoin
Alprazolam
Diazepam
(Stesolid)
Estazolam
(Esligan)
Divalproic Sodium (Divalpi)
Clobazam
2 Hipnotikum sedativum Midazolam

3 Anti depresan Amitriptilin


Fluoxetine (Kalxetin)
4 Narkotika Fentanyl
Pethidin (Clopedin)
5 Glikosida Jantung Digoxin

6 Anti Psikotik Risperidone


Haloperidol
7 Antihistamin Cetirizine
Chlorpheniramin Maleat (CTM ,Fludexin,
Tuzalos), Dipenhidramin (Sanadryl)
Loratadin

8 Prekusor Pseudoephedrin (Tremenza, Rhinos SR)

51
B. Pelaksanaan Pengkajian Resiko Jatuh
Walaupun ada banyak cara untuk menghitung dan mengklasifikasikan
risiko jatuh pasien tetapi RSUD Arga Makmur memutuskan untuk
memakai 2 saja dari cara yang lazim dipakai. Formulir Pengkajiant Harian
Pasien Risiko Jatuh RSUD Arga Makmur berisi Morse Fall Score (untuk
pasien dewasa dan anak-anak ≥
18 tahun) dan Humpty - Dumpty FallScore (contoh pasien anak-anak < 18
tahun). Pada pasien rawat jalan, skrinning pasien resiko jatuh
menggunakan Time up and Go. (Terlampir)

C. Tindakan Pencegahan Jatuh


Setelah dilakukan pengkajian faktor risiko jatuh pasien di rumah sakit,
maka selanjutnya dilakukan tindakan pencegahan jatuh sesegera
mungkin pada pasien yang memiliki faktor risiko tersebut.
Resiko 1 Orientasi Lingkungan
Rendah 2 Pastikan bel mudah dijangkau
3 Roda tempat tidur berada dalam posisi terkunci
4 Posisikan tempat tidur pada posisi terendah
5 Naika pagar pengaman tempat tidur

52
6 Pastikan cahaya lampu adekuat
7 Berikan edukasi pasien
8 Pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan
9 Menggunakan alas kaki anti licin
Resiko 1 Lakukan semua pedoman pencegahan jatuh resiko rendah
Sedang 2 Beri tanda segitiga warna kuning pada bed pasien atau pintu
kamar
3 Beri tanda resiko jatuh pada gelang identitas yang menempel
pada pasien
Resiko 1 Lakukan semua pencegahan resiko rendah dan sedang
Tinggi 2 Kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam
3 Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan Nurse
station (bila mungkin)
4 Pastikan pasien menggunakan alat bantu jalan
5 Memasang restrain pada pasien yang disertai untuk penurunan
kesadaran yang tidak kooperatif atau terdapat gangguan
mental/ kognitif /usaha bunuh diri, atas anjuran dan
sesuai instruksi dokter
6 Libatkan keluarga untuk mengawasi pasien
7 Nilai kebutuhan akan fisioterapi

D. Tindakan yang dilakukan Jika Pasien Jatuh


Tidak menutup kemungkinan walaupun segala prosedur diatas sudah
diterapkan tapi tetap saja ada kasus pasien jatuh di rumah sakit, maka
bila ada kejadian tersebut baik dengan atau tanpa cedera, prosedur yang
akan segera dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Perawat segera memeriksa pasien terhadap cedera akibat jatuh
(abrasi, kontusio, laserasi, cedera kepala, dan lain-lain) dan
memeriksa tanda vital
53
2. Dokter yang bertugas akan segera diberitahu untuk melakukan
pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis serta evaluasi
lebih lanjut
3. Perawat akan mengikuti tatalaksana yang diberikan oleh dokter
4. Pindahkan kamar pasien lebih dekat dengan pos perawat (nurse station)
5. Jika pasien menunjukkan adanya gangguan kognitif / mental / usaha
bunuh diri, sediakan alarm tempat tidur. Jika kurang efektif dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan tali pengaman (non –
emergency restraint) atas instruksi dokter
6. Pemeriksaan neurologi dan tanda vital
7. Pasien diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur harus ditemani
oleh petugas dalam 24 jam pertama, lalu dilakukan pengkajian ulang
8. Dengan izin dari pasien, keluarga akan diberitahukan jika pasien
mengalami kejadian jatuh, termasuk cedera yang ditimbulkan
9. Kejadian jatuh akan dicacat dalam Asuhan Keperawatan dan di
Integrated Note
10. Perawat yang bertugas akan melengkapi “fomulir jatuh harian” dan
menyertakannya ke laporan insiden

11. Berikan edukasi mengenai risiko jatuh dan upaya pencegahan kepada
pasien dan keluarga
12. Risiko jatuh pasien akan dinilai ulang dan diisikan kedalam “formulir
jatuh harian” lalu akan ditentukan intervensi dan pemilihan alat
pengaman yang sesuaiHal-hal yang diperhatikan dalam Mengurangi
Kejadian Resiko Jatuh dari Faktor Lingkungan
13. Staf House Keeping mengepel/membersihkan lantai pada jam-jam
sepi pengunjung/aktivitasnya serta memasang tanda “Awas lantai
licin”
14. Staf RS segera memberitahu staf House Keeping jika ada kondisi
lantai licin akibat tumpahan cairan / tetesan air / kebocoran /
genangan.
15. Penerangan didalam lingkungan rumah sakit adalah tergolong cukup
baik sesuai syarat K3RS
16. Staf RS tidak dibenarkan berlarian di dalam lingkungan RS bila tidak
ada kepentingan gawat darurat. 54
17. Edukasi pasien/keluarga/pengunjung juga punya peran penting dalam
pencegahan pasien risiko jatuh di rumah sakit, oleh karena itu maka
kepada mereka harus diinformasikan mengenai faktor risiko jatuh dan
setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan.
Pasien, keluarga, dan pengasuh / pengunjung harus diberikan edukasi
mengenai faktor risiko jatuh dilingkungan rumah sakit dan
melanjutkan keikut sertaannya sepanjang keperawatan pasien.
18. Informasikan pasien, keluarga, dan pengasuhnya dalam semua
aktivitas sebelum memulai penggunaan alat bantu
19. Ajari pasien untuk menggunakan pegangan dinding
20. Informasikan pasien/keluarga/pengasuhnya mengenai dosis dan
frekusensi konsumsi obat-obatan, efek samping, serta interaksinya
dengan makanan/obat-obatan lain.
21. Pasien, keluarga, pengunjung diberitahu untuk tidak berlarian dalam
lingkungan rumah sakit
22. Pasien, keluarga, pengunjung diberitahu untuk memperhatikan tanda
“Awas lantai licin” yang dipasang staf House Keeping saat sedang
membersihkan/mengepel lantai
23. Melapor keperawat/staf RS bila menemukan ada kelalaian upaya
petugas rumah sakit yang tidak mencegah / menangani pasien jatuh.
Sistem pencatatan dan pelaporan dari pengkajian, pencegahan dan
manajemen pasien risiko jatuh di RSUD Arga Makmur adalah :
- Pengkajian pasien risiko jatuh dikelola sejak awal pasien masuk oleh
dokter dan perawat lalu di isikan ke formulir pengkajian awal IGD, rawat
jalan dan rawat inap. Jika pasien dengan risiko jatuh sedang dan tinggi
dipakaikan gelang berwarna kuning sebagai identifikasi.
- Setelah Pengkajian skrining dilakukan maka minimal 2 jam kemudian
rencana intervensi segera disusun, diimplementasikan dan dicatat dalam
asuhan keperawatan
- Untuk Pengkajian ulang, pasien yang beresiko tinggi akan diskrining
setiap 1 kali sehari, saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi
fisik atau status mental pasien atau adanya kejadian jatuh pada pasien
dengan mengisi formulir Pengkajian pasien risiko jatuh harian. Kemudian
akan dilakukan intervensi sesuai dengan hasil pengkajian yang baru
55
tersebut. Untuk mengubah kategori dan risiko tinggi ke rendah
diperlukan 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
- Risiko rendah/tidak berisiko dilakukan Pengkajian ulang bila ada
perubahan kondisi, seperti pasien pasca operasi, pasien pasca sedasi,
pasien pasca tindakan invasif risiko tinggi, penambahan obat obat
sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis),
Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksans/ Diuretika,
Narkotik, obat-obat berisiko tinggi(diuretik, narkotik, sedatif, anti psikotik,
laksatif, vasodilator, antiaritmia, antihipertensi, obat hipoglikemik,
antidepresan, neuroleptik, NSAID, Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin,
penurunan kesadaran dan pasien pasca jatuh.
- Saat pergantian jam kerja, setiap perawat yang bertugas akan
melaporkan pasien yang telah menjalani pengkajian risiko jatuh kepada
perawat jaga berikutnya.
- Formulir monitoring pasien risiko jatuh harian ditaruh didalam rekam
medis pasien. Formulir monitoring ini terdiri dari 2 macam menurut
usianya yaitu Morse Fall Score (dewasa dan anak ≥18 tahun) dan
Humpty - Dumpty Fall Pengkajiant Score (anak usia ≤ 18 tahun). Untuk
pasien rawat jalan, skrinning menggunakan form Time Up and Go.
- Pada semua jenis kasus pasien jatuh akan dicatat di asuhan
keperawatan dan Integrated Note.
Pengkajian Tambahan Populasi tertentu
Pengkajian kebutuhan khusus merupakan Pengkajian individual untuk
tipe-tipe pasien atau populasi pasien tertentu yang didasari atas karakteristik yang
unik, yaitu pada pasien lanjut usia, bayi dan anak, sakit terminal, wanita dalam
proses kehamilan dan melahirkan, dan korban kekerasan dan penganiayaaan.
Pelayanan kesehatan dengan kelompok khusus ini memerlukan
penanganan yang tepat dan efektif dalam mengurangi risiko, serta perlu
mendokumentasikan pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi
secara elektif.
Seluruh pasien di IGD RSUD Arga Makmur, baik rawat inap maupun
rawat jalan harus mendapat Pengkajian awal sesuai standar profesi medik,
keperawatan dan profesi lain yang berlaku. Pengkajian kebutuhan khusus yang
berlaku di RSUD arga Makmur meliputi : 56
A. Pengkajian Lanjut Usia (Usia >60tahun) Panduan Pengkajian Geriatri
Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Pasien Geriatri adalah pasien Lanjut Usia dengan multi penyakit
atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan
pendekatan Multi disiplin yang bekerja secara Interdisiplin.
Semua pasien lanjut usia yang datang ke poliklinik/UGD akan dilakukan
triase apakah tergolong ke dalam pasien geriatri. Untuk pasien lanjut usia biasa
akan diteruskan ke dokter spesialis yang sesuai dengan penyakitnya. Apabila
tergolong pasien geriatri (misalnya memiliki: penurunan status fungsional, ada
sindrom geriatri, gangguan kognitif- demensia, jatuh–osteoporosis dan
inkontinensia) akan dilakukan Pengkajian geriatri komprehensif oleh Tim
Terpadu Geriatri.

Model 1.
Alur Pelayanan di Rumah Sakit dengan Pelayanan Geriatri
Tingkat Sederhana

Pasien Lanjut usia

Triase di setiap Poliklinik


Departemen/IGD Rawat Jalan (Poliklinik) :
- Assesmen dan konsultasi
- Kuratif
- Intervensi Psikososial
Triase di setiap Poliklinik - Rehabilitasi
Departemen/IGD

Masalah Geriatri :
- Kondisi Medis Umum
- Status Fungsional Rencana Tatalaksana
- Psikiatri : komprehensif oleh tim Home Care
Status Mental terpadu poli geriatri
Fungsi KKognitif
- Sosial dan Lingkungan

57
Rumah sakit dengan pelayanan geriatri sederhana boleh melakukan
perawatan inap namun karena belum terdapat ruang rawat khusus yakni
ruang rawat akut geriatri maka dapat dirawat di ruang rawat biasa. Pengkajian
geriatri terdiri dari :
a. Anamnesis
 Identitas penderita
 Alasan kunjungan
 Riwayat psikososial dan status psikologis.

b. Pemeriksaan fisik
 Tanda vital: tekanan darah perlu dilakukan pada saat berdiri dan
duduk untuk mengetahui adanya hipotensi postural, suhu, laju
pernafasan, dan jumlah nadi dalam satu menit, dan berat badan.

c. Skrining gizi
Berdasarkan Malnutrition Screning Tool (MST).
d. Skrining resiko jatuh
e. Skrining nyeri
f. Pemeriksaaan penunjang :Pemeriksaan yang dianggap rutin pada
negara maju ialah: foto toraks, ekg, darah/urin rutin, gula darah, lipid,
fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid (T3,T4,TSH).
g. Masalah keperawatan
h. Rencana asuhan.

1. Pengkajian
2. Diagnose
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi

A. Pengkajian Neonatus
Tahapan Pengkajian pada neonatus:
a. Identitas pasien
1. Status obstetric
a) Umur ibu dan riwayat kehamilan pasien (Gravidarum, para, abortus)
b) Riwayat obstetric
c) Umur kehamilan
58
d) Komplikasi selama kehamilan
e) Komplikasi persalinan
f) Golongan darah ibu dan golongan darah ayah
g) Jam pecahnya ketubab dan warna ketuban
h) Cara bersalin
i) Indikasi
2. Status neonates
a) Tanggal dan jam lahir pasien
b) Jenis kelamin pasien
c) BB dan PB lahir pasien
d) Lingkar kepala, lingkar dada
e) Resusitasi (O2 intubasi intra trachea/pompa udara berulang)

3. Penilaian APGAR SCORE

0 1 2 APGAR 1’ 5’ 10’
SCORE
Tidak ada 100 100 Denyut
jantung
Tidak ada Tidak Baik Pernapasan
teratur
Lemah Sedang Baik Tonus otot
Tidak ada Meringis Menangis Peka
rangsang
Biru / putih Ujung– Merah Warna
ujung jambu
biru
Nilai total

4. Status neonates lanjut


 Pengkajian pasien
 Neonatus
Tahapan pengkajian pada neonatus:
 identitas pasien
Meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian dan diagnose.
 Status obstetric
o Umur ibu dan riwayat kehamilan pasien (Gravidarum,
para, abortus)
o Riwayat obstetric 59
o Umur kehamilan
o Komplikasi selama kehamilan
o Komplikasi persalinan
o Golongan darah ibu dan golongan darah ayah
o Jam pecahnya ketubab dan warna ketuban
o Cara bersalin
o Indikasi
 Status neonates
o Tanggal dan jam lahir pasien
o Jenis kelamin pasien
o BB dan PB lahir pasien
o Lingkar kepala, lingkar dada
o Resusitasi (O2 intubasi intra trachea/pompa udara
berulang)
a) Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatikan
terhadap lingkungan sekitar
2) Tonus otot : meningkat / menurun
3) Respon : gelisah, menyenangkan
4) Tanda vital: nadi, suhu, pernapasan, kesan umum, warna
dan turgor kulit, tonus, sara, sikap, reflex moro, mengisap,
memegang, tonus leher
b) Pertumbuhan dan perkembangan.

c) Rasa nyaman Neonatal Infant Paint Scale (NIPS) rentang 0-7


semakin tinggi score semakin nyeri.

d) Dampak hospitalisasi (Psikososial): orang tua,anak tenang, takut,


marah, sedih, menangis, gelisah.

e) Keluhan utama :

 Riwayat penyakit sekarang

 Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis dll


60
 Riwayat alergi
f) Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan untuk menilai sistem dilakukan secara
sistematis dari mulai ujung rambut hingga ujung kaki, tanpa
melihat adanya keluhan pada sistem tersebut, hal ini
dilakukan untuk menghindari misdiagnosis.
1. Breathing (Sistem Pernapasan)
- Nafas spontan, RR, jenis dipsnoe, kusmaul, ceyne stoke dll
- Suara nafas bersih, vesikuler, stridor, wheezing, ronchi dll
- Alat bantu oksigen

2. Blood (Sistem Kardiovaskuler)


- Nadi, tensi, CRT
- Irama jantung teratur/tidak teratur, S1/S2 tunggal
- Acral hangat, kering, merah, pucat dingin
- Conjungtiva anemis ya/tidak
3. Brain (Sistem Persyarafan)
- Kesadaran composmentis, somnolen, delirium, apatis, stupor,coma
- Istirahat tidur, gangguan tidur banyak siang hari, lebih banyak
malam hari, tidak tidur, tidur terus.
- Sklera mata icterus, hiperemis.
- Panca indera tidak ada gangguan/ada.
- Tingkat kesadaran berespon terhadap nyeri ya/tidak.
- Tangisan kuat, lemah, tidak ada, melengking, merintih.
- Kepala lingkar kepala, kelainan ada/tidak ada dan ubun-
ubundatar cekung /cembung.
- Pupil bereaksi terhadap cahaya ya/tidak.
- Gerakan lemah, paralise, aktif
- Kejang subtle, tonik klonik
- Reflek rooting ada/tidak.
4. Bladder (Sistem Perkemihan)
- Kebersihan bersih, kotor, dan secret ada/tidak.
- Produksi urine, jam,warna jernih, keruh, bau.
- Gangguan anuri, oliguri, retensi, inkontinensia, nokturia dll.
- Alat bantu kateter, cystotomi dll
5. Bowel (Sistem Pencernaan) 61
- Nafsu makan baik, menurun dan frekuensi.
- Minum jenisnya dan cara minum menetek, peroral, sonde
lambung, muntah, puasa.
- Anus ada/tidak.
- Bab berapa kali perhari, konsistensi, warna, ada darah/lender.
- Perut tegang, kembung, nyeri tekan, peristaltic berapa kalipermenit
- BB lahir, MRS, saat ini berapa gram, reflek rooting ada/tidak ada.
- Kelainan labio schizis, palato schizis, gnato schizis.
- Lidah lembab kering, kotor, selaput lendir kering, lesi.

6. Bone (Sistem Tulang, Otot, Kulit, Selaput Lendir)


- Pergerakan sendi bebas, terbatas.
- Warna kulit pucat, icterus, sianotik, hiperpigmentasi.
- Integritasutuh, kering, rash, bullae, pustule,kemerahan,
ptechiae,lesi.
- Kepala bersih, kotor, bau.Tali pusat kering, basah,
pus,kemerahan, bau.
- Turgor baik, sedang, jelek.
- Oedem tidak ada/ada.
- Kekuatan otot 0, 1, 2, 3, 4, 5
7) Alat Genital
- Laki-laki testis sudah/belum turun, rugae jelas/tidak jelas,
hipospadi ada/tidak ada.
- Perempuan labia mayor sudah menutupi labio minor, labia
mayor dan minor sama menonjol
8) Sosial ekonomi
- Kontak mata ya/tidak.
- Biaya perawatan sendiri, perusahaan.
- Status anak diharapkan/tidak diharapkan.
- Menggendong ya/tidak
9) Pengkajian fisik dari kepala sampai dengan kaki

1. Kepala
- Bentuk kepala
- Suturae
- Fontanella 62
- Mata
- Hidung
- Caput succedaneum
- Cephalhematom
- Telinga
- Mulut
- Leher

3. Wajah
- Tanda trauma
- Ubun-ubun besar (jika masuh menonjol) : cekung/ menonjol
- Pupil : ukuran, simetris, reflek cahaya
- Hidrasi : air mata, kelembaban mukosa mulut
4. Thorak : pemeriksaan cord an pulmo
5. Abdomen
6. Genitalia
7. Anus atau rectum
8. Ekstremitas
9. Tulang punggung
10. Skrining gizi
Berdasarkan Malnutrition Screning Tool (MST).
11. Skrining resiko jatuh
12. Skrining nyeri
13. Pemeriksaaan penunjang :Pemeriksaan yang dianggap rutin
pada negara maju ialah: foto toraks, ekg, darah/urin rutin, gula
darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid (T3,T4,TSH).
14. Masalah keperawatan
15. Rencana asuhan.
16. implementasi
17. evaluasi

C..Pengkajian Kebidanan

Untuk mengidentifikasi masalah kebidanan pada pasien, antara lain :

1. Keluhan utama 63
Adalah keluhan yang dirasakan oleh ibu yang menyebabkan adanya gangguan,
diantaranya adalah :
 After pain (mules-mules pada perut).
 Masalah pengeluaran pengeluaran lochea.
 Nyeri pada bekas jahitan.
 Nyeri dan tegang payudara karena bendungan AS.
 Cemas karena belum bisa bertemu bayinya.

2. Riwayat Keluhan

Apa saja yang pernah dirasakan oleh ibu.

3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche
b. Siklus
c. Teratur
d. Tidak teratur
e. Lama
f. Volume
g. Keluhan saat haid
4. Riwayat Perkawinan
a. Status
b. Berapa kali
c. Umur menikah
d. Tahun menikah
e. cerai
5. Riwayat Obstetri

a. Kehamilan keberapa
b. Umur kehamilan
c. Jenis persalinan
d. Penolong
e. BBL
f. Keadaaan anak sekarag
g. Menyusui
6. Riwayat KB 64
a. Kapan
b. Jenis
c. Lamanya
7. Riwayat Hamil Ini
ANC yang sudah dilakukan, keluhan serta tindakan apa yang sudah didapatkan
8. Riwayat Penyakit yang Lalu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh ibu dan mendukung dengan keadaannya
sekarang
9. Riwayat Alergi
Apakah pernah mengalami alergi
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang berhubungan kasus
saat ini yang derita oleh ibu
11. Riwayat Ginekologi
Apakah pernah mengalami gangguan kesehatan reproduksi
a. Kebutuhan Biopsikososial
1) Pola makan
2) Pola minum
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat
5) Psikologi
6) Dukungan social
7) Spiritual
b. Data Obyektif
Pemeriksaan umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah , nadi, temperature, pernafasan, keadaan
umum pada setiap kasus.Tekanan darah dan nadi harus diukur setiap
seperempat jam pada periode pemulihan sesaat pascaoperasi. Suhu harus
diukur setiap 2 jam (myles, 2009). Suhu yang melebihi 38 0C pasca
pembedahan hari ke 2 harus dicari penyebabnya. Yakinkan pasien bebas
demam selama 24 jam sebelum keluar dari rumah sakit. Jika ada tanda infeksi
atau pasien demam, berikan antibiotika sampai bebas demam selama 48
jam ( sarwono,2008).
c. Pemeriksaan fisik
Dilakukan secara focus sesuai dengan kasus yang dikerjakan
65
i. Pemeriksaan kebidanan
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus kebidanan mulai dari
abdomen sampai dengan genetalia
ii. Prosedur Invasif
Alat yangterpasang saat itu, meliputi : infuse intravena, central line,
dower Catether, selang NGT

iii. Kontrol Resiko Infeksi


Apakah mengalami infeksi : MRSA, TB, dan tindakan apa dilakukan.

D. Pengkajian Penganiayaan dan Kekerasan

Adalah pengkajian terhadap pasien yang mengalami kekerasan/


penganiayaan. Kekerasan/penganiayaan adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesehatan orang lain. Tahap
pengkajian penganiayaan dan kekerasan :
1. Petugas mengidentifikasi pasien korban kekerasan /
penganiayaan.
2. Petugas melakukan pengkajian dan memberikan pertanyaan
kepada pasien dan atau keluarga pasien sesuai dengan formulir
pengkajian yang tersedia
a. Tanggal pengkajian dan pukul
b. Diperoleh dari dan hubugan dengan pasien.
c. Berapa saudara (anak ke / tunggal).
d. Pendidikan (SD/SMP/SMA /Putus sekolah/ dll)
e. Keluarga ( bahagia/ broken home)
f. Hubungan dengan orang terdekat ( tidak ada masalah / ada
masalah ).
g. Apakah anda mengalami kekerasan / penganiayaan (ya/tidak).
h. Jenis kekerasan/ penganiayaan yang dialami ( sebutkan).
i. Berapa lama mengalami kekerasan/penganiayaan
(minggu/bulan/tahun)
j. Seberapa sering mengalami kekerasan /penganiayaan
k. Siapa yang melakukan kekerasan / penganiayaan.
l. Apakah korban memerlukan pendampigan (ya /tidak)
m.Pemeriksaan fisik :
66
1) Fraktur atau dislokasi.
2) Laserasi , abrasi, luka bakar.
3) Memar.
4) Penyakit menular seksual, nyeri, perdarahan di daerah
genitalia.
5) Tanda –tanda penggunaa obat berlebihan, kekurangan
obat, atau salah guna obat.
6) Hygiene yang buruk

3. Mendokumentasikan hasil Pengkajian ke dalam rekam medis


pasien.

E. Pengkajian Pasien Terminal (END OF LIFE)

1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera


atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat
dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam
rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.

2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang


makin lama makin memburuk.
3. Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan
untuk pasien yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang.
Layanan tahap akhir di rumah sakit dilakukan di instalasi gawat
darurat dan di unit rawat inap. Pengkajian pasien terminal dilakukan oleh
dokter yang merawat, apabila dokter yang merawat sedang tidak berada di
tempat, dapat diwakilkan oleh dokter ruangan. Perawat juga turut melakukan
pengkajian pasien terminal. Apabila pasien menginginkan adanya
keterlibatan daripada pemuka agama yang dianut, maka RSUD Arga
Makmur menyediakan pelayanan tersebut.
Tatalaksana kegiatan pelayanan pada tahap terminal akhir hidup di
RSUD Arga Makmur antara lain :
67
1. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan pengobatan
dengan persetujuan pasien dan atau keluarganya
2. Melakukan pengkajian dan pengelolaan yang sesuai terhadap pasien
dalam tahap terminal. Problem yang berkaitan dengan kematian
antara lain:
a. Problem fisik berkaitan dengan kondisi atau penyakit terminalnya
b. Problem psikologi, ketidak-berdayaan, kehilangan kontrol,
ketergantungan, dan kehilangan diri dan harapan.
c. Problem sosial, isolasi dan perpisahan
d. Problem spiritual
e. Ketidak sesuaian antara kebutuhan dan harapan dengan
perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga dan
sebagainya)
3. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal
dengan hormat.
4. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer
atau sekunder serta memberikan pengobatan sesuai permintaan
pasien dan keluarga.
5. Menyediakan akses terapi lainnya yang secara realistis diharapkan
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien, yang mencakup terapi
alternatif atau terapi tradisional
6. Melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya
pasien dan keluarga.
7. Melakukan pengkajian status mental terhadap keluarga yang
ditinggalkan serta edukasi terhadap mekanisme penanganannya.
8. Peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya.
9. Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakan
medis lainnya.
10. Mengikut-sertakan keluarga dalam pemberian pelayanan.
Layanan tahap akhir di rumah sakit dilakukan di instalasi gawat darurat
dan di unit rawat inap. Adapun proses operasional pelayanan ini dilakukan
oleh perawat/bidan dengan kualifikasi lulusan D3/D4/S1 keperawatan atau
kebidanan yang mempunyai surat tanda registrasi (STR) dan kewenangan
klinis, yang meliputi intervensi atau mengurangi rasa sakit, gejala primer, dan
atau sekunder, mencegah gejala dan komplikasi sedapat mungkin intensitas
68
dalam hal masalah psikologis, pasien dan keluarga, masalah emosional dan
kebutuhan spiritual mengenai kematian dan kesusuhan, intervensi dalam
masalah keagamaan dan aspek budaya pasien dan keluarga, serta mengikut
sertakan pasien dan keluarga dalam pemberian pelayanan. Sedangkan
pengkajian pasien terminal dilakukan oleh dokter yang merawat dan boleh
diwakilkan oleh dokter ruangan apabila dokter yang merawat sedang tidak
berada di tempat.
Dokter yang merawat / dokter ruangan / perawat melakukan pengkajian
tanda- tanda klinis menjelang kematian :
1. Kehilangan Tonus Otot,yang ditandai dengan :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, yang ditandai dengan :
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga
dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan pengkajian yang tepat sebagai berikut:
1. Pengkajian tingkat pemahaman pasien dan atau keluarga:
a. Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien
akan segera sembuh.
b. Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan
69
tidak membicarakannya lagi. Kadang-kadang keluarga menghindari
percakapan tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
c. Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya
walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga
mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman.
Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu yang
sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi organ
2. Pengkajian faktor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal,pasien dihadapkan pada
berbagai masalah menurunnya kondisi fisik, perawat harus mampu
mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi:
a. Pernapasan (breath)
 Apakah teratur atau tidak teratur,
 Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,stridor,
crackles, dll,
 Apakah terjadi sesak napas,
 Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
 Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau
danjenisnya
 Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
b. Kardiovaskuler (blood)
 Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler
 Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat.
 Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba,
hilang timbul atau tidak teraba
 Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya
 Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O
 Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
 Lain – lain bila ada
c. Persyarafan (brain)
 Bagaimana ukuran GCStotal untuk mata, verbal, motorik
dankesadaran pasien
 Berapa ukuran ICP dalam CmH2O
70
 Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
 Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
 Lain – lain bila ada
d. Perkemihan (blader)
 Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor
 Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
 Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan
bantuan dower kateter
 Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc/jam, bagaimana
warnanya, bagaimana baunya
e. Pencernaan (bowel)
 Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
 Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
 Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
 Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
 Apakah ada mual atau muntah
 Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi,warna dan bau dari feses
f. Muskuloskeletal (integument)
 Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
 Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan,pucat
atau hiperpigmentasi.

 Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya


 Apakah ada luka atau tidakbila ada dimana lokasinya dan apajenis
lukanya
 Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
 Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan
apajenis frakturnya
 Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya
3. Pengkajian tingkat nyeri pasien
Lakukan pengkajian rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat mengganggu,
maka segera lakukan menajemen nyeri yang memadai.
4. Pengkajian faktor kulturo psikososial
a. Tahap Denial : Pengkajian pengetahuan pasien, kecemasan pasien
dan penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
71
b. Tahap Anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
c. Tahapan Bargaining : pasien mulai menerima keadaan dan berusaha
untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
d. Tahapan Depresi : Pengkajian potensial bunuh diri, gunakan kalimat
terbuka untuk mendapatkan data dari pasien
e. TahapanAcceptance : Pengkajian keinginan pasien untuk
istirahat/menyendiri.

5. Pengkajian faktor spiritual


Pengkajian kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau
seseorang yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada
saat pasien sedang berada di tahapan bargaining.

Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius,maka


beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai
berikut:

1. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)


Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung.RJPO diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda–tanda sirkulasi,
dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
2. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit
yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
3. Pemberian Nutrisi
a. Feeding Tube.
Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan
lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding
tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut.
b. Parenteral Nutrition.
Adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung
kedalam pembuluh darah,yang berguna untuk menjaga kebutuhan
nutrisi pasien.
4. Tindakan Dialisis
72
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami
penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan
GFR< 15 mL/menit.Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun
sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia.
5. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan
pada saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi.Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan. Berkas-berkas yang didokumentasikan pada pengkajian
pasien teminal adalah dicatat dalam catatan terintegrasi , Pengkajian
pasien terminal, Buku catatan pelayanan kerohanian, Surat kematian.

BAB III

TATA LAKSANA

I Pengkajian Pasien Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat


memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok
orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya
kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan
untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien
gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan
bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat,
maka diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang
diselenggarakan ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit,
maupaun di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat
perlu dibuat standar pengkajian pasien atau pengkajian yang merupakan
73
pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang
diberikan ke pasien pada umumnya.
Prosedur dan pedoman pengkajian pasien Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum Daerah Arga Makmur adalah sebagai berikut:
1. Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat harus mendapatkan
pelayanan yang cepat dan tepat. Pada pasien-pasien dilakukan
pengkajian berikut secara berurutan
a. Pengkajian awal. Pengkajian ini dilakukan sesuai dengan fungsi
memberikan respons yang sesuai dengan keadaan pasien yang
bersangkutan.
b. Penilaian pengkajian awal gawat darurat diisi berdasarkan kebutuhan
masing-masing kondisi pasien. Penilaian dilakukan berdasarkan
kondisi triage pasien. IGD RSUD Arga Makmur menggunakan
pedoman Australia Triage Scale (ATS).

Kategori Waktu Tunggu Maksimum Indikator Ambang Kinerja


ATS 1 Segera 100 %
ATS 2 10 menit 80 %
ATS 3 30 menit 75 %
ATS 4 60 menit 70 %
ATS 5 120 menit 70 %
c. Pengkajian menyeluruh
d. Pengkajian berkelanjutan
2. Intervensi medis dilakukan sesuai dengan hasil pengkajian yang
diperoleh. Intervensi medis harus dilakukan secara cepat dan tepat
3. Setelah keadaan gawat daruratnya diatasi, pasien ditentukan apakah
bisa menjalani perawatan rawat jalan atau harus mendapatkan
pelayanan rawat inap
Prosedur dalam pelaksanaan pengkajian gawat darurat di IGD RSU Ummi
Bengkulu:
1. Pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat dilakukan ssesmen yang
meliputi:
a. Triage : Prioritas triage dan kategori trauma dan non trauma
74
b. Pengkajian perawat yang meliputi : data subjektif, riwayat alergi
dan riwayat penyakit dahulu, data objektif (keadaan umum),
skrinning gizi, resiko jatuh, pengkajian nyeri dan status
psikososial
c. Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, BB
dan saturasi oksigen
d. Pemeriksaan dokter, meliputi : anamnesis, data objektif, GCS,
pemeriksaan fisik, diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan
pengobatan, tindak lanjut
2. Pengisian data tanggal dan jam pengkajian
3. Pengisian tanda tangan dan nama jelas yang melaksanakan pengkajian
4. Pengisian implementasi tindakan dan monitoring observasi pasien
selama di IGD
5. Catatan pengkajian didokumentasikan pada catatan medis
6. Pencatatan dan dokumentasi tentang penulisan DPJP pleh dokter
yang melalukan pengkajian

II Pengkajian Awal Pasien Rawat Jalan


RSUD Arga Makmurdengan berdasarkan peraturan perundang-
undangan menyusun dan menetapkan suatu kebijakan pengkajian dan
prosedur yang menegaskan pengkajian informasi yang harus diperoleh dari
pasien rawat jalan serta mennyusun suatu pedoman yang diharapkan
dapat mengarahkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan
di RSUD Arga Makmursecara lebih tepat dan akurat.

Pedoman pengkajian untuk rawat jalan dilakukan pada pasien medis


yang sadar atau pasien trauma yang tidak mengalami mekanisme cedera
signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik
terkait. Prosedur dan pedoman pengkajian pasien rawat jalan RSUD Arga
Makmuradalah sebagai berikut
1. Identitas pasien rawat jalan harus selalu dikonfirmasi pada awal
pemberian pelayanan kesehatan.
2. Dokter melakukan pengkajian awal dan menentukan apakah pasien
bisa dilayani di Instalasi Rawat Jalan atau seharusnya mendapatkan
pelayanan segera di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang harus
75
mendapatkan pelayanan segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
3. Dokter melakukan pengkajian terfokus kasus medis atau trauma sesuai
dengan kondisi pasien.
4. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan atau meminta
pasien untuk menceritakan keluhan yang dirasakan sehingga membuat
pasien datang untuk berobat.
5. Dokter menambahkan atau memberikan pertanyaan- pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan pasien sehingga keluhan pasien menjadi
lebih lengkap dan terperinci
6. Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat
alergi atau pemakaian obat sebelumnya.
7. Perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital: kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu badan serta
berat badan, terutama untuk pasien anak-anak. Apabila perawat atau
dokter meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dokter akan
melakukan sendiri pemeriksaannya.
8. Dokter melakukan pengkajian menyeluruh dan terarah sesuai dengan
keluhan pasien.
9. Perawat mengkaji status nyeri dan status psikologis pada setiap pasien
rawat jalan. Pengkajian status nyeri dilakukan berdasarkan pengkajian
status nyeriyang telah ditetapkan.
10. Apabila diperlukan, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang baik laboratorium atau radiologi dan pemeriksaan
penunjanglainnya seperti patalogi anatomi dan lain-lain untuk
membantu menegakkandiagnosa penyakit pasien secara lebih pasti.

11. Dokter membuat kesimpulan dari semua informasi yang diperoleh


selama proses rawat jalan berupa efiniti sementara dan differensial
efiniti.
12. Dokter memberikan pengobatan dan/ atau rencana pelayananan
selanjutnya seperti rawat inap, konsultasi spesialisasi lain atau tindakan
lainnya. Untuk rawat inap, pasien dan keluarga diarahkan ke prosedur
pasien rawat inap. Konsultasi spesialisasi harus dilakukan secara
tertulis melalui lembaran konsultasi dan hasil konsultasi dicatat dalam
rekam medis.
13. Tindakan dilakukan 76
setelah adanya persetujuan tindakan medis
(informed consent) dari pasien atau keluarga pasien.
14. Semua informasi diatas wajib diperoleh dari pasien dan/ atau keluarga
pasien dan harus dicatat secara lengkap dan terperinci dalam status
rawat jalan dan didokumentasikan dalam buku rekam medis.
15. Untuk pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi ditambahkan
odontogram dalam rekam medisnya.

Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/terjadi kolaborasi


antara dokter, perawat, gizi dan apoteker. Sulit untuk dimengerti bahwa
dokter dapat menyembuhkan pasien tanpa bantuan asuhan keperawatan
dan terapi gizi.

Penanganan Definitif
a. Terapi efinitive pada umumnya merupakan tugas dokter sesuai
kewenangan klinisnya.
b. Proses rujukan harus sudah dimulai saat alasan untuk merujuk
ditemukan, karena menunda rujukan akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas penderita.
c. Keputusan untuk merujuk penderita didasarkan atas data fisiologis
penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta
serta factor-faktor yang dapat mengubah prognosis
d. Penilaian pengkajian awal gawat darurat diisi berdasarkan kebutuhan
masing- masing kondisi pasien. Penilaian dilakukan berdasarkan
kondisi triage pasien. IGD RSUD Arga Makmur menggunakan
pedoman Australia Triage Scale (ATS).
Kerangka waktu penyelesaian Pengkajian rawat jalan
a. Pengkajian awal pasien di instalasi Gawat Darurat harus diselesaikan
dalam waktu 30 menit setelah pasien diperiksa oleh dokter triase
b. Pasien IGD yang dalam waktu 6 jam belum disa dilakukan rawat inap
karena berbagai alasan, pasien harus dilakukan pengkajian rawat inap
IGD

III Pengkajian awal pasien Rawat Inap 77


Rawat inap merupakan kelanjutan dari pelayanan kesehatan rawat
jalan atau pelayanan gawat darurat. Pelayanan rawat inap bertujuan untuk
melakukan pemantauan lebih lanjut terhadap kondisi pasien terutama
pasien yang memerlukan perawatan intensif atau pasien yang kondisinya
masih belum stabil sehingga masih memerlukan tindakan-tindakan yang
paling baik dilakukan di dalam rumah sakit.
Rawat inap bertujuan agar segala pelayanan medis yang diperlukan
dapat diberikan secara komprehensif dan optimal agar pasien memperoleh
kesembuhan dalam waktu yang lebih cepat. Untuk itu, diperlukan
pengkajian dan pengamatan yang lebih menyeluruh dan terperinci serta
berulang-ulang terhadap setiap perubahan kondisi pasien yang mungkin
saja terjadi selama perawatan.
Prosedur dan pedoman pengkajian pasien rawat inap medis RSUD
Arga Makmuradalah sebagai berikut
1. Identitas pasien rawat inap harus selalu dikonfirmasi pada awal
pemberian pelayanan kesehatan.
2. DPJP melakukan pengkajian sesuai dengan kondisi pasien saat
diperiksa.bisa berupa pengkajian awal kembali, pengkajian segera dan
terfokus, pengkajian menyeluruh maupun pengkajian berkelanjutan.
3. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, DPJP memberikan
pengobatan dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan
yang dibutuhkan oleh pasien.
4. DPJP dapat melakukan pemeriksaan- pemeriksaan penunjang lainnya
bila diperlukan.
5. DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan
dengan kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang
diberikan, pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
rencana pelayanan dan tindakan selanjutnya, perkiraan lama rawatan
dan rencana pemulangan (discharge plan) kepada pasien dan
keluarganya.
6. DPJP juga memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh pasien dan atau keluarga.
7. DPJP dapat melakukan konsultasi ataupun perawatan bersama dengan
dokter bidang spesialisasi lainnya bila diperlukan dengan mengisi
78
lembaran konsultasi yang telah ada.

8. DPJP melakukan pengkajian dan pengkajian ulang setiap hari dengan


melakukan visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit
pasien dan rencana pengobatan kepada pasien dan keluarga atau
penanggung jawab pasien.
9. Perawat menjalankan pelayanan sesuai dengan rencana pengobatan
yang diistruksikan oleh DPJP.
10. Perawat melakukan pengkajian keperawatan sesuai dengan pedoman
dan panduan yang telah ditetapkan.
11. Perawat melakukan pengkajian nyeri dan pengkajian jatuh pada setiap
pasien rawat inap sesuai dengan pedoman dan panduan yang ada
12. Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan
perkembangan dari kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan
kepada DPJP
13. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat
persetujuan dari pasien atau keluarga/ penanggung jawab. Tindakan
dilakukan setelah adanya persetujuan (informed consent )
14. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta
pelayanan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan
secara terintegrasi dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-
waktu apabiladiperlukan.
15. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelayanan
kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulangan
pasien.
16. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.
Prosedur dan pedoman pengkajian pasien rawat inap keperawatan
RSUD Arga Makmur adalah sebagai berikut :
1. Perawat mengucapkan salam.
2. Pasien baru diantarkan ke ruang perawatannya.
3. Perawat mempelajari rekam medis pasien baru tersebut secara
lengkap terutama tentang pengkajian awal yang telah dilakukan staf
klinis di bagian rawat jalan. 79
4. Perawat mendatangi pasien di ruang perawatannya, pasien dapat
didampingi keluarga jika diperlukan kecuali jika pasien tidak
mengizinkan adanya keluarga saat dilakukan pengkajian. Dalam
keadaan ini pengkajian terhadap keluarga dilakukan terpisah.
5. Perawat melakukan kontak awal secukupnya untuk memahami
masalah keperawatan pasien dan melakukan identifikasi dengan benar.

6. Perawat melakukan pengkajian awal dengan mengevaluasi masalah


keperawatan pasien sesuai prosedur anamnesa meliputi riwayat
penyakit saat ini (RPS), riwayat penyakit dahulu (riwayat
kesehatan/RPD) dan riwayat penyakit keluarga (RPK) termasuk
kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLs (activity daily
living) dengan memperhatikan keterangan yang telah diberikan di
IGD/poliklinik dan dokter ruangan.
7. Perawat melakukan skrinning resiko jatuh, status gizi, dan persepsi nyeri.
8. Perawat melakukan pengkajian kondisi diri dan kogtnitif. Hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kemampuan klien dalam
menerima informasi dan kebutuhan terhadap informasi.
9. Perawat melakukan penilaian pola fungsional meliputi seluruh system.
10. Perawat melakukan pengkajian kebutuhan khusus jika diperlukan.
11. Perawat menyimpulkan masalah keperawatan pasien dan menegakkan
diagnose awal keperawatan serta membandingkannya dengan
diagnose staf klinis di IGD/poliklinik dan dokter ruangan.
12. Perawat menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan awal sesuai dengan prioritas masalah.
13. Perawat melakukan pendokumentasian pada pengkajian awal pasien
rawat inap.
14. Data dan informasi pasien yang diperoleh dintegrasikan dalam
pemberian pelayanan.

Kerangka Waktu Penyelesaian Pengkajian Awal Rawat Inap Medis dan


Keperawatan
1. Pengkajian awal pasien rawat inap oleh perawat harus deselesaikan
dalam waktu 8 jam setelah masuk rawat inap, sedangkan pengkajian
80
awal dokter harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah pasien
mendapatkan persetujuan rawat inap
2. Pengkajian awal rawat inap keperawatan dilakukan minimal 3 kali setiap
pergantian shift jaga
3. Pengkajian awal akan diulang setelah 30 hari pada pasien baru dan 3
bulan pada pasien penyakt kronis

81
Pengkajian pasien

Pengkajian keperawatan Pengkajian medis Pengkajian gizi

Rencana terapi bersama

Mengembangkan rencana asuhan

Melakukan evaluasi

Pengkajian ulang jika terrjadi perubahan signifikan terrhadap kondisi


klinis

Dalam pengkajian pasien dan keluarga harus diikutsertakan seluruh proses, agar asuhan
kepada pasian menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang
signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan pengkajian ulang.
Bagian akhir dari pengkajian adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut monitoring
yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang
diharapkan pasien.

Keperawatan Mengasesmen
awal Kprwt. :
 Keluhan utama
 Kenyamanan/aktivitas/
Mulai proteksi
 Pola makan & eliminasi
DPJP
 Respon emosi &kognisi
Mengpengkajian awal medis :
 Sosio-spiritual
 Anamnesis & pemeriksaan
Pasien
fisik  Asesmen Kebutuhan
Dietisien Tandatangani persetujuan perawatan
 Diagnosis kerja Rohani
Mengasesmen
Status Gizi  Pemeriksaan penunjang  Asesmen Risiko Jatuh
Perlu terapi gizi?  Rencana terapi  Asesmen Nyeri (bila ada)
DPJP
 Menulis Resep / alkes dalam lembar
RPO
DPJP Meminta diagnosa penunjang
ya
Melakukan terapi sesuai PPK dan CP
Asuhan Keperawatan. :
Dietisien Apoteker Menyiapkan obat /
Kolaborasi alkes DPJP,KEPERAWATAN, GIZI
 Data khusus/fokus
Pemberian nutrisi Mengkaji ulang medis/keperawatan/dietizen
 Masalah/dx keperawatan
 Tgl / jam intervensi  Observasi tanda vital,nyeri & keluaran cairan
 Tgl/jam evaluasi (SOAP)harian
 Perkembangan terintegrasi
 Monitor harian
DPJP/Keperawatan/Apoteker/Dietisienis
Memberikan edukasi kepada pasien / keluarga

DPJP
tidak Meminta
Perlu HCU / ICU
persetujuan masuk
HCU / ICU
DPJP
•Melakukan penanganan lanjutan
•Mengisi Form Discharge Prosedur
Planning meninggal DPJP / ICU
HCU
Sembuh?
Menulis sebab kematian
belum
Mulai
selesai
DPJP
Pasien
Mengisi Form resume medis Prosedur
 Membuat surat rujuk balik / kontrol poli kamar jenazah
Masuk Poliklinik

Keperawatan

Memeriksa kelengkapan administrasi

Mengentri data pengkajian px ke divisi yang dituju

Pengkajian
DPJP Prosedur
awal pasien rawat jalan
pengkajian medis :Anamnesis Penunjang
Prosedur & Pemeriksaan fisik

Tindakan/ ya DPJP
One Day Care Perlu Penunjang?
Menulis surat dan
tidak entri work order
ya Perlu Tindakan?

tidak
Perlu MRS?
tidak
ya
DPJP DPJP
Kasus Bedah?
Menulis resep / Menulis surat permintaan
ya
surat kontrol / DPJP Bedah Prosedur
rujuk balik
Menulis permintaan MRS Pendaftaran
Mengentri acara op ke Sekt KSM (on line) di Sentral
Selesai
DISCHARGE PLANNING

I. DEFINISI
Discharge planning/rencana pemulangan pasien adalah suatu
proses sistematik untuk perkiraan, persiapan dan koordinasi yang
dilakukan petugas kesehatan untuk memfasilitasi perbekalan perawatan
kesehatan pasien sebelum dan setelah pemulangan. Proses discharge
planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan
multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat
dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien.

II. RUANG LINGKUP


Kontinuitas pelayanan mempersyaratkan persiapan dan
pertimbangan khusus untuk beberapa pasien tertentu, seperti rencana
pemulangan pasien. RSU Ummi Bengkulu mengembangkan mekanisme
seperti daftar kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang rencana
pemulangannya kritis, antara lain karena umur, kesulitan mobilitas atau
gerak, kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan berkelanjutan atau
bantuan dalam beraktivitas hidup sehari-hari. Karena perencanaan proses
pemulangan pasien dapat membutuhkan waktu yang agak lama, maka
proses pengkajian dan perencanaan dapat dimulai segera setelah pasien
diterima sebagai pasien rawat inap.
Untuk pasien yang di rawat inap tidak semua pasien direncanakan
discharge planning, akan tetapi hanya pasien – pasien tertentu saja yang
harus dilakukan penanganan lanjut selama pasien di rumah.
Pasien – pasien yang memerlukan penanganan lanjut setelah pulang
dari rumah sakit diantaranya :

84
1. Stroke

2. Serangan jantung

3. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

4. DM dengan pengobatan insulin

5. Gagal jantung kongestif

6. Emfisema

7. Demensia
8. Alzeimer
9. AIDS Trauma multipel atau penyakit dengan potensi mengancam nyawa
lainnya
10. Pasien yang masih harus kembali dirawat dalam tempo 30 hari.
11. Usia > 65 tahun

12. Pasien berasal dari panti jompo

13. Tinggal sendirian tanpa dukungan sosial secara langsung

14. Alamat tidak diketahui atau berasal dari luar kota

15. Pasien tidak dikenal/tidak ada identitas atau tunawisma

16. Tidak bekerja/tidak ada asuransi

17. Percobaan bunuh diri

18. Korban dari kasus criminal

III. TATALAKSANA
A. PRINSIP DISCHARGE PLANNING
Ketika melakukan discharge planning ada beberapa prinsip yang harus
diikuti/diperhatikan. Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam perencanaan
pulang adalah sebagai berikut :

85
1. Dibuat Pada Saat Pasien Masuk

Pengkajian pada saat pasien masuk akan mempermudah proses


pengidentifikasian kebutuhan pasien. Merencanakan pulang pasien sejak
awal juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan
menurunkan biaya perawatan.

2. Berfokus Pada Kebutuhan Pasien

Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau


tenaga kesehatan atau hanya pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas,
perencanaan pulang berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga
secara komprehensif.

3. Melibatkan Berbagai Pihak Yang Terkait

Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat


perencanaan.

4. Dokumentasi Pelaksanaan Discharge Planning

Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan


dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping minimal 24 jam
sebelum pasien dipindahkan.
B. PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING DAN PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian awal saat pasien masuk rumah sakit

a. Identifikasi, persiapan, dan rancang Discharge planning


b. Peninjauan ulang rekam medis pasien (anamnesis, hasil
pemeriksaan fisik, diagnosis dan tata laksana)
c. Lakukan anamnesis : identifikasi alasan pasien di rawat,
termasuk masalah sosial dan perubahan terkini.
d. Pengkajian kebutuhan perawatan pasien berdasarkan kondisi
dan penyakit yang dideritanya

86
e. Pengkajian mengenai kemampuan fungsional pasien saat ini,
misalnya fungsi kognitif, mobilitas.
f. Pengkajian mengenai kondisi keuangan dan status pendidikan
pasien
g. Pengkajian mengenai status mental pasien
h. Pengkajian mengenai kondisi rumah / tempat tinggal pasien

i. Tanyakan mengenai medikasi terkini yang di konsumsi pasien


saat di rumah
j. Identifikasi siapa pendamping utama / penanggung jawab
perawatan pasien. Diskusikan mengenai kebutuhan pasien dan
pendamping utama / penanggung jawab perawatan pasien.
k. Tanyakan mengenai keinginan / harapan pasien atau keluarga.
l. Libatkanlah mereka dalam perencanaan Discharge planning
(karena pasien yang paling tahu mengenai apa yang
dirasakannya dan ingin dirawat oleh siapa)
m. Gunakan bahasa awam yang dimengerti oleh pasien dan
keluarganya
n. Setelah pengkajian pasien dilakukan, tim Discharge planner /
DPJP, PPJP, dan Karu akan berdiskusi dengan tim
multidisipliner mengenai :
1) Pengkajian resiko : pasien dengan resiko tinggi
membutuhkan Discharge planning yang baik dan adekuat.
Berikut adalah krirteria pasien risiko tinggi :
 Usia ≥60 tahun
 Tinggal sendirian tanpa dukungan social secara langsung
 Ada hambatan mobilisasi
 Membutuhkan pelayanan medis dan perawatan berkelanjutan
 Tergantung dengan orang lain dalam aktifitas sehari-hari
2) Identifikasi dan diskusi pilihan perawatan apa yang tersedia
untuk pasien
87
3) Verifikasi availabilitas tempat perawatan pasien setelah
pulang dari rumah sakit.
2. Selama di ruang Rawat Inap
a. Metapkan prioritas mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh
pasien dan keluarga
b. Gunakan pendekatan multidisiplin dalam menyusun
perencanaan dan tata laksana pasien
c. DPJP dan PPA di ruangan harus memastikan pasien
memperoleh perawatan yang sesuai dan adekuat serta proses
Discharge planning berjalan lancar.
d. DPJP dan Koordinator ruangan
Tugas DPJP dan coordinator ruangan adalah:
1) Mengkoordinasi semua asek perawatan pasien termasuk
discharge planning, pengkajian, dan peninjauan ulang
rencana perawatan
2) Memastikan semua rencana berjalan dengan lancar
3) Mengambil tindakan segera bila terdapat masalah
4) Mendiskusikan dengan pasien mengenai perkiraan tanggal
pemulangan pasien dalam 24 jam setelah pasien dirawat.
5) Identifikasi, melibatkan, dan menginformasikan pasien
mengenai rencana keperawatan, pastikan bahwa kebutuhan-
kebutuhan khusus pasien terpenuhi.
6) Catat semua perkembangan ke dalam rekam medis pasien
7) Finalisasi discharge planning pasien 48 jam sebelum pasien
dipulangkan dan konfirmasi dengan pasien dan keluarga / PJ
Perawatan pasien
e. Berikut adalah beberapa peralatan tambahan yang diperlukan
pasien sepulangnya dari rumah sakit (bila diperlukan)
1) Peralatan yang portable dan sederhana : mudah digunakan,
intruksi penggunaan minimal. Contoh : tongkat, toilet duduk.
88
2) Peralatan yang membutuhkan pelatihan mengenai cara
menggunakannya. Contoh : tempat tidur khusus, pegangan
terfiksasi, (grab rails), Oksigen.
3) Kursi roda (manual dan listrik)
f. Identifikasi dan latihan professional kesehatan yang dapat
merawat pasien sertalakukan koordinasi dengan tim
multidisiplin dalam

merancang Discharge planning pasien. Yang dimaksud tim


multi disiplin ini adalah para professional kesehatan dari disiplin
ilmu yang berbeda- beda, seperti pekerja social, perawat,
terapis, dokter.
g. Lakukan diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai alas an
pasien di rawat, tatalaksana, prognosis dan rencana
pemulangan pasien.
h. Tanyakan kepada keluarganya mengenai kesediaan mereka
untuk merawat pasien. Pastikan mereka di informasikan
mengenai berikanlah mereka waktu untuk memutuskan.
i. Berikut adalah hal-hal yang harus diketahui oleh pemberi
layanan perawatan pasien sepulangnya dari rumah sakit/ carer
(biasanya Keluarga)
1) Rencana pemulangan pasien secara tertulis dan lisan
2) Kondisi medis pasien
3) Penjelasan mengenai seperti apa terlibat dalam perawatan
pasien
4) Pemberitahuan mengenai kapan pasien akan di pulangkan
5) Pengaturan transportasi
6) Demonstrasikan cara menggunakan peralatan tertentu
sebelum pasien di pulangkan dan pastikan terdapat jadwal
pengecekan alat yang rutin.
7) Aturlah jadwal pertemuan berikutnya dengan pasien dan
89
pendamping / PJ perawatan pasien
j. Jika pasien menolak keterlibatan keluarga dalam diskusi, staf
harus memberitahukannya kepada keluarga dan menghargai
keinginan pasien.
k. Jika terdapat konflik antara keinginan pasien dan keluarganya
dalam merancang discharge planning, staf harus melakukan
peninjauan ulang mengenai rencana perawatan dan mencari
solusi realistic dari masalah yang timbul. Salah satu cara
adalah dengan konferensi kasus yang melibatkan
multidisipliner.
3. Saat pasien akan di pulangkan dari Rumah Sakit
a. Saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan rumah sakit,
pasien sebaiknya dipulangkan dan memperoleh discharge
planning yang sesuai.
b. Yang berwenang memutuskan bahwa pasien boleh pulang atau
tidak adalah DPJP / konsultan penanggung jawab pasien (atau
oleh orang lain yang mendapat delegasi kewenangan dari
konsultan)

c. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya berperan aktif


dalam perencanaan dan pelaksanaan pemulangan pasien.
d. Lakukan penilaian pasien secara menyeluruh (Holistik)
e. Nilailah kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual pasien
f. Pertimbangkan juga aspek social, budaya, etnis, dan financial pasien
g. Tentukan tempat perawatan selanjutnya (setelah pasien
dipulangkan dari rumah sakit) yang disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan pasien. Penentuan tempat ini dilakukan oleh
DPJP dan tim perawatan bersama dengan penanggung jawab
pasien. Berikut adalah beberapa contoh tempat perawatan :
1) Perawatan di rumah dengan penggunaan peralatan

90
tambahan untuk menunjang perawatan pasien
2) Pemulangan pasien ke rumah tanpa perlu perawatan khusus
3) Perawatan di rumah dengan di damping oleh perawat /
pendamping pasien
4) Rumah sakit / fasilitas perawatan jangka panjang
5) Fasilitas keperawatan yang terlatih
6) Rumah perawatan umum, seperti panti jompo, dan sebagainya
h. Jika tempat perawatan selanjutnya tidak memadai ( tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien ), maka pasien tidak dapat di
pulangkan
i. Tim discharge planners (DPJP, PPJP, Ka.Unit, Tim PKRS)
harus berusaha untuk mencari tempat perawatan yang dapat
menunjang kebutuhan pasien.
j. Pastikan terjadinya komonikasi efektif antara pelaksana
perawatan primer, sekunder, dan social unjtuk menjamin bahwa
setiap pasien menerima perawatan dan penanganan yang
sesuai dan adekuat.
k. Petugas rumah sakit sebaiknya melakukan komonikasi dengan
dokter keluarga pasien / tim layanan primer mengenai rencana
pemulangan pasien.
l. Identifikasi pasien-pasien yang memerlukan perawatan khusus/
ekstra seperti kebutuhan perawatan kebersihan diri, social, dan
sebagainya. Usaha untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
berikan dukungan tambahan.
m. Diskusikan kembali dengan pasien dan buatlah kesepakatan
mengenai rencana keperawatan.
n. Finalisasi rencana keperawatan dan aturlah proses
pemulangan pasien.
o. Pastikan bahwa pasien dan keluarga / pendamping telah

91
memperoleh informasi yang adekuat.
p. Hak pasien sebelum di pulangkan:

1) Memperoleh informasi yang lengkap mengenai diagnosis,


pengkajian medis, rencana perawatan, detail kontak yang dapat
dihubungi, dan informasi relevan lainnya mengenai rencana
perawatan dan tatalaksana selanjutnya.
2) Terlibat sepenuhnya dalam discharge planning dirinya,
bersama dengan kerabat, pendamping, atau teman pasien.
3) Rancangan rencana pemulangan dimulai sesegera
mungkin baik sebelum / saat pasien masuk rumah sakit
4) Memperoleh informasi lengkap mengenai layanan yang
relevan dengan perawatannya dan tersedia di masyarakat.
5) Memperoleh informasi lengkap mengenai fasilitas
perawatan jangka panjang, termasuk dampak finansialnya.
6) Diberikan nomor kontak yang dapat di hubungi saat pasien
membutuhkan bantuan / saran mengenai pemulangannya.
7) Diberikan surat pemulangan yang resmi, dan berisi detail
layanan yang dapat diakses
8) Memperoleh informasi lengkap mengenai criteria dilakukan
perawatan yang berkesinambungan
9) Tim discharge planners (DPJP, PPJP, Koordinator ruangan,
Tim PKRS) tersedia sebagai orang yang dapat di hubungi
oleh pasien dalam membantu memberikan saran
10) Memperoleh akses untuk memberikan komplin mengenai
pengaturan
discharge planning pasien dan memperoleh penjelasannya.

q. Pada pasien yang ingin pulang dengan sendirinya atau pulang


paksa (dimana bertentangan dengan saran dan kondisi
medisnya), dapat dikategorikan sebagai berikut :

92
1) Pasien memahami resiko yang dapat timbul akibat pulang paksa
2) Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang
berhubungan dengan pulang paksa, dikarenakan kondisi
medisnya
3) Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang
berhubungan dengan pulang paksa dikarenakan gangguan
jiwa.

r. Dokumentasikan rencana pemulangan pasien di rekam medis


dan berikan salinannya kepada pasien dan dokter keluarganya.
s. Ringkasan / resume discharge planning pasien berisi :
1) Resume perawatan pasien selama di rumah sakit
2) Resume rencana penanganan / tatalaksana pasien selanjutnya
3) Regimen pengobatan pasien
4) Detail mengenai pemeriksaan lebih lanjut yang diperlukan
dan terapi selanjutnya.
5) Janji temu dengan professional kesehatan lainnya
6) Detail mengenai pengaturan layanan di komonitas / publik
dan waktu pertemuannya. Nomor kontak yang dapat
dihubungi jika terjadi kondisi emergency / pembatalan
pertemuan / muncul masalah- masalah medis pada pasien.
t. Rencanakan dan aturlah pertemuan selanjutnya dengan pasien

C. Evaluasi
Monitor dan evaluasi efikasi dan kelayakan rencana perawatan pasien
secara periodic, dengan
cara :
1. Peninjauan Ulang rekam medis / catatan pasien
2. Gunakan check list untuk menilai perkembangan dan kemajuan
discharge planning
3. Lakukan perencanaan ulang, jika di perlukan

93
D. Peninjauan ulang dan Audit
Peninjauan ulang dan audit harus dilakukan untuk mengevaluasi dan

Memastikan bahwa panduan berjalan dengan lancar dan diterapkan oleh


seluruh professional kesehatan di rumah sakit.

IV. DOKUMENTASI
Dokumentasi discharge planning berisi

1. Resume perawatan pasien selama di rumah sakit


2. Resume rencana penanganan / tatalaksana pasien selanjutnya
3. Regimen pengobatan pasien
4. Detail mengenai pemeriksaan lebih lanjut yang diperlukan dan terapi
selanjutnya.
5. Janji temu dengan professional kesehatan lainnya
6. Detail mengenai pengaturan layanan di komonitas / publik dan waktu
pertemuannya
7. Nomor kontak yang dapat dihubungi jika terjadi kondisi emergency /
pembatalan pertemuan / muncul masalah-masalah medis pada pasien.

94
BAB IV
DOKUMENTASI

I. Pengkajian Gawat Darurat


1. Untuk Pengkajian gawat darurat, jika pasien di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) maka didokumentasikan dalam rekam medis IGD yang terdiri dari
triage, pengkajian medis dan pengkajian keperawatan.
2. Untuk catatan perkembangan pasien didokumentasikan di lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dalam rekam medis.
3. Untuk pasien gawat darurat, pengkajian awal harus segera dilakukan dan
diselesaikan sesuai kondisi kebutugan pasien.
4. pengkajian ulang dilaksanakan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis
pasien :

a. Pada interval yang reguler selama pelayanan, misalnya : secara


periodic perawat mencatat tanda-tanda vital sesuai kebutuhan
berdasarkan kondisi pasien.
b. Setiap hari oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) pada saat
melakukan kunjungan (visite) pasien yang dirawatnya.
c. Bila terjadi perubahan kondisi pasien yang signifikan.
d. Bila diagnosis pasien mengalami perubahan sehingga kebutuhan
asuhan memerlukan perubahan rencana.
e. Untuk menetapkan apakah obat-obatan dan pengobatan lain telah
berhasil dan pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.

II. DOKUMENTASI
Semua pengkajian didokumentasikan direkam medis meliputi:
1. Pengkajian secara keseluruhan terhadap pasien, menegakkan diagnosa,
menyusun intervensi, melakukan implementasi dan membuat evaluasi

95
akhir dari pelayanan yang telah kita berikan kepadan pasien tersebut.
2. Pembuatan asuhan pasien secara tim yang berkesinambungan antara
dokter, perawat, PPA lain yang memberikan asuhan pasien.
3. Membuat dokumentasi dalam bentuk rekam medis terhadap pelayanan
yang telah diberikan kepada pasien baik secara verbal maupun non verbal

96

Anda mungkin juga menyukai