Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PELAYAAN PASIEN

DENGAN PENGHALANG

RSUD PROF. DR. ANWAR


MAKKATUTU
JL TERATAI NO 20 BANTAENG
TEL. 0411-21004
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU

TANDA
NAMA KETERANGAN TANGGAL
TANGAN

dr. Saharuddin, Sp.PD Pembuat Dokumen

Dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes., Sp.An Authorized Person

dr. H. Sultan, M.Kes Direktur


PERATURAN DIREKTUR
RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
NOMOR: .........................................

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN PENGHALANG


RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU

DIREKTUR

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD PROF.


Menimbang :
DR. ANWAR MAKKATUTU, maka diperlukan standarisasi
pelayanan pasien dengan penghalang;
b. Bahwa agar pelayanan pasien dengan penghalang dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Panduan pelayanan pasien dengan
penghalang sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan pasien
dengan penghalang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana butir a, perlu
ditetapkan Panduan pelayanan pasien dengan penghalang di
lingkungan RSUD PROF.DR. ANWAR MAKKATUTU dengan
Keputusan Direktur.
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Mengingat :
Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
8. Keputusan Direktur RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU
TENTANG HOSPITAL BY LAW

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR DI RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU


TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN
PENGHALANG DI RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU.
KEDUA : Panduan Pelayanan Pasien dengan Penghalang sebagaimana dimaksud
dalam diktum kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini
KETIGA : Panduan Pelayanan Pasien dengan Penghalang di RSUD PROF ANWAR
MAKKATUTU sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua wajib dijadikan
acuan dalam pemberian pelayanan pasien sesuai dengan kebutuhan pasien
oleh para professional pemberi pelayanan di RSUD PROF ANWAR
MAKKATUTU.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : BANTAENG
Pada tanggal : 01 ...................2017

RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU


Direktur

DR. H. SULTAN, M.KES


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................0
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. DEFINISI.........................................................................................................................1
B. TUJUAN..........................................................................................................................2
BAB II RUANG LINGKUP.......................................................................................................3
A. JENIS RESTRAINT........................................................................................................3
C. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG..................................................................5
BAB III TATA LAKSANA.........................................................................................................6
A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG...................................................6
B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN
PSIKIATRIK...........................................................................................................................7
C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG.....................8
BAB IV DOKUMENTASI.......................................................................................................10
Lampiran
Peraturan Direktur RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU
Nomor : .................................
Tanggal: 01 ................... 2017

BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Menurut Counsel and Care,
UK, 2002) restraint adalah pembatasan disengaja atas gerakan sukarela atau
perilaku seseorang. Sedangkan menurut terjemahan bebas bahasa Inggris, restraint
adalah menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tampaknya ingin
dilakukannya.
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien merasa
tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut
perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus pakah sesuai dengan indikasi terapi,
dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain
gagal mengatasi perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam
proses restrain sangat besar, sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang
cukup dan harus terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat
perencanaan pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang aman dan
lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik) merupakan tindakan menggunakan tali untuk
mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang berperilaku diluar
kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.
Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan
kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan

1
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.

B. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pemasangan tindakan restrain adalah sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran.
4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk
istirahat, makan dan minum.

2
BAB II RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penggunaan restrain adalah untuk melindungi klien dari cedera
fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman

A. JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih tenaga
kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien yang bergerak atau
menghentikan pasien yang akan meninggalkan tempat tidur atau ruang
perawatan pasien.
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan peralatan.
Misalnya: sarung tangan (mittens) yang dirancang khusus pada ruang pelayanan
intensif; penggunaan meja yang berat atau sabut pengaman untuk menahan
pasien keluar dari kursi roda; penggunaan bedrails untuk mencegah pasien
orang tua keluar dari tempat tidur; penggunaan kunci atau keypads
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi sirkuit
tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan tenaga kesehatan memantau
gerakan mereka atau upaya pasien untuk mencoba meninggalkan tempat tidur
atau ruang perawatan. Walaupun pasien tersebut tidak mendapatkan perlakuan
pembatasan gerak secara langsung, namun dapat digunakan untuk memicu
pasien menahan diri setiap kali alarm berbunyi ketika pasien akan meninggalkan
ruang perawatan.
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara terus
menerus memberi tahu pasien untuk tidak melakukan sesuatu, atau apabila
melakukan sesuatu merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan atau terlalu
berbahaya. Hal tersebut termasuk mengambil alih pilihan atas gaya hidup pasien

3
seperti mengatakan kepada pasien kapan waktunya tidur dan bangun tidur;
maupun mengambil peralatan individual atau hak milik pribadi, seperti
mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian luar pasien dengan
tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar meninggalkan tempat tidur atau
ruang perawatan.

4
C. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang (restraint) hanya
untuk perlindungan keselamatan dan kepentingan terbaik bagi pasien dan atau
pasien lainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik-medikolegal dan
memastikan bahwa ada indikasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan
atas pemasangan penghalang pada pasien, mempertimbangkan keamanan,
kenyamanan, kehormatan, dan kebutuhan fisik dan psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan dan langkah
terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan risiko atas keselamatan
pasien dilakukan dan segera dilepaskan dalam waktu yang sesingkat mungkin
setelah kondisi atau risiko atas keselamatan pasien terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang harus senantiasa
menguasai prinsip pemasangan penghalang dan mendapatkan pelatihan yang
berkesinambungan.

5
BAB III TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG


1. Skrining terhadap pasien perlu dilakukan sebelum pemasangan penghalang,
untuk mengetahui adanya risiko atas keselamatan pasien selama pelayanan
pasien tersebut, misalnya pasien berisiko jatuh, menciderai diri sendiri atau
pasien lainnya, menarik selang oksigen/infus/peralatan lainnya yang sedang
dipasang pada tubuhnya, atau berperilaku agresif.
2. Perawat yang mengetahui adanya indikasi pemasangan penghalang, melakukan
kolaborasi dan menghubungi dokter DPJP yang akan menentukan pemasangan
penghalang terhadap pasien, termasuk jenis penghalang yang sesuai untuk
pasien tersebut.
3. Pemasangan penghalang harus dipertimbangkan sebagai alternatif terakhir,
setelah semua upaya untuk mengatasi terjadinya risiko atas diri pasien sudah
dilakukan.
4. Dokter dan atau perawat menjelaskan kepada keluarga mengenai indikasi ,
risiko maupun manfaat pemasangan penghalang terhadap pasien dan memberi
kesempatan kepada kelluarga untuk bertanya, serta mencatat pada Form
Lembar Edukasi. Apabila diperlukan, keluarga dapat diminta persetujuan
secara tertulis.
5. Perawat mempersiapkan peralatan dan tim untuk pelaksanaan prosedur
pemasangan penghalang, termasuk pelaksanaan monitoring selama pasien
terpasang penghalang.
6. Perawat melaksanakan pemantauan ketat selama pemasangan penghalang
meliputi aspek keamanan, kenyamanan, kehormatan, privasi, dan kondisi fisik
maupun mental pasien.
7. Perawat melakukan pencatatan atas temuan fisik, psikologis, dan aspek social
terhadap pasien serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan dilepaskan
segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien, tenaga kesehatan, dan
pasien lain terlampaui.

6
A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN
PSIKIATRIK
1. Lebih baik lima atau minimal empat orang harus digunakan untuk mengikat
klien.
2. Pengikat kulit adalah jenis pengikatan yang paling aman dan paling menjamin.
3. Jelaskan kepada pasien mengapa mereka akan diikat.
4. Seorang anggota keluarga harus selalu terlihat dan menetramkan pasien yang
diikat. Penentraman membantu menghilangkan rasa takut, ketidakberdayaan,
dan hilangnya kendali klien.
5. Klien harus diikat dengan kedua tungkai terpisah dan satu lengan diikat di satu
sisi dan lengan lain diikat diatas kepala pasien.
6. Pengikatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga aliran darah klien tidak
tertekan/terhambat.
7. Kepala klien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan kerentanan dan untuk
menurunkan kemungkinan tersedak.
8. Pengikatan harus diperiksa secara berkala demi keamanan dan kenyamanan.
9. Setelah diikat, keluarga harus menenangkan klien dengan cara berkomunikasi.
10. Setelah klien dikendalikan, satu ikatan sekali waktu harus dilepas dengan
interval lima menit sampai klien hanya memiliki dua ikatan. Kedua ikatan
lainnya harus dilepaskan pada waktu yang bersamaan, karena tidak dianjurkan
membiarkan klien hanya dengan satu ikatan.
11. Memasung klien gangguan jiwa tidak dianjurkan, dimana klien diikat/dirantai,
tangan dan atau kakinya dipasang pada sebuah balok kayu agar tidak berbahaya
bagi dirinya sendiri ataupun orang lain dan lingkungan sekitarnya. Pemasungan
yang berlangsung lama akan mengakibatkan anggota tubuh yang dipasung
menjadi kecil dan tidak dapat berfungsi secara normal seperti biasanya.
12. Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah pengandangan. Kandang
penderita dibangun diluar desa dan dikunci rapat dan diasingkan.

B. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN


PENGHALANG
1. Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan pasien dengan
penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar diketahui oleh
perawat yang bertugas pada shift berikutnya.

7
2. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan penghalang
terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat berdampak pada
keselamatan pasien.
3. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan
penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk membebaskan
diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya.
4. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak atas pemasangan penghalang
terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP untuk tindakan
pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.
5. Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang terhadap tubuh
pasien meliputi:
a. Perpanjangan lama dirawat
b. Trauma langsung
c. Kerusakan saraf (nerve injury)
d. Risiko jatuh
e. Asfiksia
f. Gangguan ritme jantung
g. Inkontinensia
h. Decubitus
i. Infeksi nosocomial
j. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien
6. Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan
penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada kasus pasien dengan
agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15 menit. Frekuensi
asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang perlu dilakukan secara
individual dengan memperhatikan kondisi pasien, status intelengensi, dan
beberapa kondisi terkait lainnya.
7. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat penghalang,
kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang, sirkularisasi dari
ekstremitas yang terpasang alat penghalang.

8
8. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain: mobilisasi aktif maupun pasif
terhadap ekstremitas yang terpasagn alat penghalang, penggantian posisi,
hygiene pasien, asupan makanan dan minuman.

9
BAB IV DOKUMENTASI

Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif terakhir, sebelum dilakukan perlu


adanya:
1. Perintah tertulis dari dokter yang merawat
2. Klien dan keluarga setuju dilakukan tindakan tersebut dengan menandatangi inform
consent yang sudah disiapkan
3. Perhatikan SPO dari masing-masing restrain yang digunakan (tipe/macam restrain
yang digunakan)
4. Perhatikan waktu pemasangan dan pelepasan restrain.
5. Evaluasi secara periodik respon pasien terhadap pemasangan restrain.

RSUD PROF ANWAR MAKKATUTU


Direktur,

dr. H. Sultan, M.Kes

10

Anda mungkin juga menyukai