TENTANG
Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan farmasi Rumah Sakit, maka
diperlukan Manajemen Penggunaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD KH.
Muhammad Thohir.
Mengingat :
10. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 23 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan dan Sususnan Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir Barat
11. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Susunan
Organisasi Tata Kerja Kebupaten Pesisir Barat
12. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Pembentukan
Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Rumah Sakit Umum
Daerah KH. Muhammad Thohir Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Barat
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Ditetapkan di : KRUI
Pada Tanggal :
DIREKTUR RSUD KH MUHAMMAD THOHIR
KABUPATEN PESISIR BARAT
dr.Edwin H Ma’as
NIP. 19650522 200212 1 003
Lampiran I : SK Direktur RSUD KH.
Muhammad thohir
Nomor :
Tanggal :
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Direktur RSUD KH. Muhammad Thohir adalah penanggung jawab atas peraturan dan
kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang
pengelolaan dan penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan adalah suatu proses yang dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
3. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur rumah
sakit dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan
dan pemakaian perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
4. Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah
Sakit dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan semua pelayanan kesehatan di RSUD KH. Muhammad Thohir yang optimal
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
produksi serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan
etik profesi.
5. Pengelolaan perbekalan Kesehatan di RSUD KH. Muhammad Thohir diselenggarakan
dengan sistem satu pintu sesuai dengan Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 15 ayat 3.
B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. Direktur RSUD KH. Muhammad Thohir adalah penanggung jawab atas peraturan dan
kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang
pengelolaan dan penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur rumah
sakit dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan
dan pemakaian perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
3. Bidang Pelayanan Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola
kegiatan pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan
keselamatan pasien serta mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan dan penelitian.
4. Instalasi farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah
Sakit dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan kesehatan yang
optimal meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
produksi, pemantauan serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur
kefarmasian dan etika profesi.
5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker , berijazah sarjana farmasi dan telah
lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang telah
memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan Surat Ijin Praktek Apoteker, dalam
pelaksanaan tugasnya dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan tenaga teknis
kefarmasian.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan proses
distribusi di rumah sakit.
7. Dalam struktur organisasi Instalasi Farmasi, Kepala Instalasi dibantu oleh Apoteker
pendamping dengan 7 Unit Pelayanan Farmasi (UPF) yaitu Unit Pelayanan Farmasi
Rawat Jalan 1, Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan 2, Unit Pelayanan IGD/ICU, Unit
Pelayanan Farmasi IBS, Unit Pelayanan Farmasi Teratai, Unit Pelayanan Farmasi
Mawar, Unit Pelayanan Farmasi Seroja dan Apoteker penanggung jawab logistik yang
bertugas utama dalam perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
produksi.
8. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan pengusulan dari Komite
Medik dan disahkan oleh Direktur Rumah Sakit. Keanggotaan minimal terdiri dari 1
orang ketua (Dokter), 1 orang sekretaris (Apoteker) dan anggota.
1. Pemilihan
a. Komite Farmasi dan Terapi membatasi dan memilih produk obat yang menunjukkan
keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan,
ketersediaan di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
b. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Direktur RSUD KH.
Muhammad Thohir digunakan sebagai dasar dalam penulisan resep/ dalam pelayanan
kesehatan yang tertuang dalam buku Formularium RSUD KH. Muhammad Thohir.
c. Dalam proses penyusunan dan revisi formularium Instalasi Farmasi bekerja sama
dengan Komite Farmasi dan Terapi dan dirancang agar dihasilkan formularium yang
selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
d. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua personel rumah sakit.
e. Formularium dievaluasi setiap satu tahun sekali dengan melibatkan para praktisi
pelayanan kesehatan.
3. Penyimpanan
a. Area penyimpanan perbekalan kesehatan tidak boleh dimasuki oleh personel selain
petugas farmasi, atau di bawah pengawasan petugas farmasi.
b. Penyimpanan obat berdasarkan teknik FIFO (first in first out) dimana obat yang
datang pertama dikeluarkan lebih dulu atau FEFO (first expired first out) dimana
obat yang dekat expire/kadaluarsa dikeluarkan terlebih dulu.
c. Penyusunan obat berdasarkan alfabetis.
d. Penyimpanan obat, suplai medik, gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan dan
standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan
dalam pencarian dalam rangka mempercepat pelayanan.
e. Perbekalan kesehatan yang memiliki sifat fisika-kimia atau atas dasar rekomendasi
pabrikan, harus disimpan khusus pada suhu tertentu dan terkontrol.
f. Penyimpanan harus terkontrol dengan didokumentasi, dimonitor, dicatat, dan
dilaporkan secara periodik.
g. Khusus bahan berbahaya yang bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
iritasi, dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dalam ruang
penyimpanan dan disertai label berbahaya dan ada informasi penanganan kalau
terkena percikan (MSDS).
h. Bahan yang terkontrol (Obat narkotika dan psikotropika) disimpan dalam lemari
terpisah dengan kunci ganda.
i. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan kandungan, tanggal
kadaluarsa dan peringatan penting.
j. Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali merupakan
kebutuhan klinis yang penting dan dilaksanakan sesuai prosedur.
k. Obat High Allert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di
tempat terpisah dan diberi label khusus.
l. Obat dengan tampilan mirip dan bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA)
disimpan dengan penandaan LASA dan diberi jarak antar obatnya.
m. Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit atau dari pemakaian sebelumnya dari
rumah dapat digunakan di rumah sakit setelah disetujui oleh Dokter Penanggung
Jawab Pasien (DPJP), diperiksa mutunya secara visual dan disimpan di depo
pelayanan farmasi.
n. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik 1 bulan sekali untuk
memastikan obat disimpan secara benar.
o. Instalasi farmasi RSUD KH. Muhammad Thohir tidak mengelola obat untuk
penelitian, obat yang bersifat radioaktif, dan obat khemoterapi.
p. Instalasi farmasi RSUD KH. Muhammad Thohir tidak melaksanakan pencampuran
produk nutrisi parenteral.
q. Perbekalan kesehatan untuk kepentingan emergensi disimpan dalam troli/ kit/ lemari
emergensi yang selalu dikunci, disegel, diperiksa secara rutin oleh petugas farmasi,
dan dipastikan obat dalam keadaan siap pakai dengan jumlah yang sesuai daftar dan
tidak kadaluarsa.
r. Dilakukan penggantian obat-obat emergensi di emergency kit segera setelah
digunakan oleh petugas Farmasi.
s. Perbekalan kesehatan yang tidak digunakan lagi karena rusak atau kadaluarsa
disimpan di instalasi farmasi didata dan ditempatkan dalam wadah tersendiri untuk
dilakukan pemusnahan.
t. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau oleh pabrikan, kadaluarsa dan
atau ketinggalan jaman dikembalikan ke instalasi farmasi.
4. Peresepan
a. Yang berhak menulis resep adalah staf medis tetap, dokter mitra, dokter internship,
yang diberi wewenang oleh Direktur Rumah Sakit Kajen untuk praktek medis di
rumah sakit, dan mempunyai surat ijin praktek di RSUD KH. Muhammad Thohir dan
dikenal oleh seluruh staf farmasi di RSUD KH. Muhammad Thohir
b. Resep ditulis secara manual pada blanko resep dengan kop surat RSUD KH.
Muhammad Thohir, disiapkan oleh rumah sakit
c. Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan lazim
sesuai dalam buku daftar singkatan.
d. Obat yang diresepkan dengan nama generiknya, sesuai dengan obat yang ada dalam
formularium rumah sakit.
e. Elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap serta jenis
pemesanan yang akseptabel untuk digunakan meliputi :
1) Data indentitas pasien
a) Nama Pasien
b) Nomor rekam medis
c) Tanggal lahir
2) Elemen-elemen pemesanan atau peresepan
a) Tanggal penulisan resep
b) Nama dokter
c) Nomor SIP
d) Riwayat alergi
e) Tanda R/ pada setiap obat yang diresepkan
f) Nama obat sesuai di formularium, disertai bentuk sediaan dan kekuatannya,
dan jumlah sediaan.
g) Bila obat berbentuk racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat.
h) Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian)
3) Obat ditulis dengan nama generik untuk pasien BPJS, jamkesda dan pasien
umum kelas tiga, untuk pasien lainnya dapat menggunakan obat generik ataupun
obat paten sesuai formularium.
4) Indikasi untuk penggunaan obat Pro Re Nata (jika diperlukan) harus dituliskan
dan disertakan dosis maksimal dalam sehari
5) Pemesanan obat LASA sesuai prosedur khusus.
6) Peresepan yang tidak lengkap, tidak jelas , tidak terbaca dikonfirmasikan ke
dokter penulis resep sesuai prosedur
7) Pada pesanan obat yang emergency ditulis “CITO”
8) Pesanan obat melalui telepon ditulis kembali secara lengkap oleh penerima
pesanan dan dikonfirmasi ulang.
9) Instruksi lisan (verbal order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high
alert tidak boleh, kecuali dalam keadaan emergensi. Instruksi lisan tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat.
10) Berat badan dicantumkan pada pesanan obat untuk pasien anak
f. Peresepan obat-obat psikotropik selain dokter spesialis penyakit saraf hanya 3 hari
pemakaian.
g. Obat – obat yang diresepkan harus ditulis dalam formulir terapi untuk pasien rawat
inap dan blangko resep untuk pasien rawat jalan dan dicatat dalam rekam medis
setiap pasien.
h. Obat-obat yang diresepkan untuk pasien meliputi jenis, dosis dan aturan pakai dicatat
di rekam medis dan disertakan di status pasien pada saat pemulangan dan
pemindahan.
i. Obat yang dipakai pasien sebelum dirawat jika atas persetujuan DPJP tetap dipakai
maka dicatat di Rekam Medis Pasien dan di Formulir rekonsiliasi obat dan dapat
digunakan sebagai pertimbangan DPJP dalam memberikan resep pertama sesuai
prosedur.
j. Resep yang sudah dikerjakan, didokumentasikan, disimpan dengan baik, dan setelah
3 tahun dapat dimusnahkan.
III. Pelayanan Farmasi
1. Penyiapan
a. Yang dimaksud penyiapan obat adalah proses dimulai dari resep/ instruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang ditunjuk sampai
dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk pasien rawat inap atau
sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga di rawat jalan.
2. Pemberian
a. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang
memiliki kewenangan dan kompetensi serta memilik ijin praktek di RSUD KH.
Muhammad Thohir.
b. Pemberian obat harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat.
c. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah
supervisi instruktur klinik, kecuali obat high alert.
d. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat dan tanggal ditempelkan pada
botol infus.
e. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi dulu oleh apoteker/
perawat tentang 7 benar, meliputi
1) Benar pasien
2) Benar obat
3) Benar dosis
4) Benar waktu & frekuensi pemberian
5) Benar cara/rute pemberian
6) Benar dokumentasi
7) Benar informasi.
f. Mutu obat yang diberikan kepada pasien harus dipastikan baik, dan diperiksa secara
manual.
g. Setiap penyerahan obat dari petugas farmasi kepada pasien/ keluarga/ perawat selalu
didokumentasikan.
h. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang
akan diberikan.
i. Obat yang tergolong high alert harus diperiksa kembali oleh perawat lain sebelum
diberikan kepada pasien.
j. Obat yang diberikan harus sesuai dengan peresepan dan dicatat dalam rekam medis
pasien
k. Pemberian obat di ruang perawatan dicatat di lembar pemberian obat sesuai dengan
identitas pasien dan waktu pemberian
l. Pemberian obat kepada pasien rawat jalan dan digunakan secara mandiri harus
mendapat edukasi terlebih dulu oleh petugas farmasi.
5. Komite Farmasi dan Terapi melakukan monitoring terhadap efek samping obat.
6. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyiapan/
peracikan, atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan ataupun tidak
ditetapkan melalui proses kolaborasi antara dokter, Apoteker dan Perawat.
7. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut dan atasan langsungnya, dalam
waktu maksimal 2 x 24 jam setelah ditemukan dengan menggunakan formulir laporan
insiden ke Tim Keselamatan Pasien dicatat di dalam catatan medik pasien.
8. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien,
yang tidak menyebabkan cedera pada pasien.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) suatu kejadian yang mengakibatkan cedera pada
pasien.
9. Pelaporan kesalahan obat dan KNC digunakan untuk proses perbaikan pengobatan.
10. Kajian penggunaan Obat (Drug Utilization Review) merupakan pengkajian sistematik
terhadap seluruh aspek penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan
obat yang aman dan cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Dilakukan dengan menganalisis dan menginterpretasikan pola penggunaan obat baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil pengkajian dijadikan dasar dalam
mengidentifikasi kekurangan dan menyusun strategi untuk perbaikan.
11. Obat-obatan yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi obat yang diduga banyak
digunakan secara tidak rasional, obat mahal, dan obat sedang dievaluasi untuk
penggunaan dalam formularium.
12. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan strategi/ intervensi yang
bertujuan untuk memecahkan masalah obat, dapat dilakukan dengan edukasi (seminar,
diskusi kelompok, pelayanan informasi obat) tatalaksana (audit, umpan balik) dan
pembatasan (penghentian obat, pembagian lini penggunaan obat).
Ditetapkan di : KRUI
Pada Tanggal :
DIREKTUR RSUD KH MUHAMMAD THOHIR
KABUPATEN PESISIR BARAT
dr.Edwin H Ma’as
NIP. 19650522 200212 1 003