Anda di halaman 1dari 7

RESUME AUDIT SEKTOR PUBLIK

FUNGSI DAN PROSES AUDIT SEKTOR PUBLIK

(Audit sektor publik)

Kelompok 10

Ratih Ratnasari (C1C018003)

Reihan Ramadhan (C1C018080)

Romario Ananta Zalsi Dasilva (C1C018147)

Dosen Pengampu

Dr. Sri Rahayu, S.E., M.S.A., Ak.

Rahayu, S.E., M.Sc., Ak.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2020
FUNGSI DAN PROSES AUDIT SEKTOR PUBLIK

 Fungsi Audit Sektor Publik

Fungsi pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK bertujuan untuk mendorong pengelolaan
keuangan negara dalam mencapai tujuan negara, melalui:

1. Penyediaan hasil pemeriksaan, berupa kesimpulan yang independen, objektif dan


dapat diandalkan, bukti yang cukup dan kompeten.
2. Penguatan upaya pemberantasan korupsi, serta pencegahan dengan penguatan sistem
pengelolaan keuangan negara.
3. Peningkatan akuntabilitas, transparansi, keekonomian, efisiensi, dan efektivitas
berupa rekomendasi yang konstruktif dan tindak lanjut yang efektif.
4. Peningkatan kepatuhan pengelolaan dan pertanggungjawaban berdasarkan peraturan
perundang – undangan.
5. Peningkatan efektivitas peran APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah).
6. Peningkatan kepercayaan publik atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK.

Fungsi pemeriksaan juga diperkuat dalam Undang – Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan
berfungsi untuk mendukung keberhasilan upaya pengelolaan keuangan negara secara tertib,
taat pada peraturan perundang – undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

 Proses Audit Sektor Publik

Dalam mencapai tujuan dari pemeriksaan, ada empat tahapan dalam melakukan
proses audit sektor publik, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Merencanakan audit untuk memperoleh informasi yang relevan dengan cara yang
paling efisien, disebut juga tahap perencanaan. Pada tahap ini yang paling
diprioritaskan adalah proses perencanaan penugasan, karena pada tahap ini
dilakukan penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan
pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan
penyajian laporan pemeriksaan yang dilakukan secara bebas dan mandiri oleh
BPK.
2. Mengevaluasi efektivitas pengendalian internal auditan, disebut juga tahap
pengendalian internal. Pada tahap ini dapat dilihat sebagai proses yang terintegrasi
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif, dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang – undangan.
3. Menguji asersi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan menguji ketaatan
pada undang – undang atau peraturan yang mengikat, disebut juga tahap pengujian
asersi.
4. Melaporkan hasil audit, disebut juga tahap pelaporan.

A. Tahap Perencanaan

Perencanaan pemeriksaan mencakup perencanaan yang dilakukan oleh lembaga audit


dalam memberikan layanan pemeriksaan dan perencanaan yang dilakukan untuk setiap
penugasan pemeriksaan.

Perencanaan audit dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu

1. Perencanaan organisasi audit, dirinci menjadi dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. perencanaan strategis, berfungsi mengordinasikan semua penugasan yang
direncanakan sehingga mampu mencakup semua bidang audit yang signifikan dan
auditan – auditan yang dilayani oleh lembaga audit.
b. perencanaan operasional, merinci pelaksanaan kegiatan audit dan sumber daya
yang digunakan dalam suatu tahun audit. Perencanaan operasional disebut juga
perencanaan jangka pendek.
2. Perencanaan penugasan audit, merupakan perencanaan untuk setiap penugasan yang
dilakukan oleh tim audit, dengan tujuan agar audit dapat dilaksanakan dengan cara
yang paling efisien tetapi tetap memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

Prinsip – prinsip pemeriksaan keuangan negara adalah ketentuan yang harus dipahami
dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar pemeriksaan dan pemeriksa dalam
melakukan pemeriksaan yang meliputi :
a. Kode etik
Kode etik adalah norma – norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggota BPK
dan pemeriksa keuangan negara selama menjalankan tugasnya untuk menjaga
martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
b. Pengendalian mutu
Diperlukan dalam meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap
hasil pemeriksaan BPK.
c. Manajemen dan keahlian tim pemeriksa
Manajemen dan keahlian tim pemeriksa harus diperhatikan agar proses auudit
yang akan dilakukan dapat berjalan lancar.
d. Risiko pemeriksaan
Risiko pemeriksaan adalah risiko bahwa hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya.
e. Materialitas
Konsep materialitas bersifat relevan untuk semua pemeriksaan.Pertimbangan
materialitas memengaruhi keputusan mengenai sifat, saat dan lingkup prosedur
pemeriksaan dan evaluasi hasil pemeriksaan.
f. Dokumentasi pemeriksaan
Dokumentasi pemeriksaan yang memadai memberikan pemahaman yang jelas
atas prosedur pemeriksaan yang dilakukan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan.
g. Komunikasi pemeriksaan
Komunikasi perlu dilakukan untuk memperoleh data dan informasi dalam rangka
pengumpulan bukti pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan pada pihak
yang bertanggung jawab dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Kegiatan yang dilakukan dalam mempersiapkan penugasan audit, antara lain sebagai berikut:

1. Pembentukan tim audit, lembaga audit menentukan jumlah auditor yang berkualitas,
profesional dan kompeten serta mengangkat ketua tim.
2. Pre - audit surveys dan pelatihan, audit surveys dilaksanakan sebelum implementasi
penugasan audit, meliputi informasi internal maupun eksternal auditan.
3. Mengirimkan surat pemberitahuan pelaksanaan audit, berupa dokumen tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga audit, yang menginformasikan auditan bahwa audit akan
dilaksanakan.
B. Tahap Pengendalian Intern

Tahap ini terdiri dari evaluasi dan pengujian pengendalian internal untuk mendukung
kesimpulan audit mengenai pencapaian tujuan pengendalian internal, antara lain diuraikan
sebagai berikut:

1. Keandalan laporan keuangan, yaitu transaksi dicatat, diproses dan diikhtisarkan


dengan benar, dan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU).
2. Ketaatan terhadap undang – undang dan peraturan, yaitu transaksi yang dilaksanakan
sesuai dengan anggaran yang diotorisasi, dan undang – undang, peraturan serta
kebijakan pemerintah lainnya.

3. Tahap Pengujian Asersi

Petunjuk dalam tahap pengujian, antara lain

1. Mendesain dan melaksanakan pengujian substantif, ketaatan dan pengendalian


Pengujian substantif menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:
a. Sifat pengujian
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada
tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:

a) Pengujian rinci atau detail saldo, meliputi empat tahapan


1) Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun
2) Menetapkan risiko pengendalian
3) Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis
4) Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan
spesifik audit secara memuaskan
b) Pengujian rinci atau detail transaksi, dilakukan untuk menentukan
1) Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien
2) Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi dalam jurnal
3) Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku
besar dan buku pembantu
c) Prosedur analitis, meliputi jumlah yang tercatat. Ada empat kegunaan
prosedur analitis, yaitu :
1) Untuk memperoleh pemahaman mengenai bisnis dan industri klien
2) Untuk menilai kemampuan entitas / lembaga dalam menjaga
kelangsungan usahanya
3) Untuk mendeteksi ada tidaknya kesalahan dalam laporan keuangan
klien
4) Untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan pengurangan atas
pengujian audit detail.

b. Waktu pengujian
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima mempengaruhi penentuan waktu
pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi rendah maka pengujian
substantif lebih baik dilaksanakan pada atau dekat dengan tanggal neraca.
c. Luas pengujian substantif

Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima, semakin banyak bukti
yang harus dikumpulkan, auditor dapat mengubah jumlah bukti yang harus
dihimpun dengan cara mengubah luas pengujian subtantif yang dilakukan.
Keputusan auditor tentang rancangan pengujian substantif didokumentasikan
dalam kertas kerja dalam bentuk program audit

2. Mendesain dan mengevaluasi sampel audit


Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari seratus
persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk
menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.
Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit, yaitu 1) statistik dan 2) non
statistik. Kedua pendekatan sampling tersebut, jika diterapkan dengan semestinya
akan menghasilkan bukti audit yang cukup. Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan
dengan desain dan ukuran sampel. Ukuran sampel yang diperlukan untuk
menghasilkan bukti audit yang cukup tergantung pada tujuan dan efisiensi sampel.

3. Menghubungkan risiko dan materialitas dengan sifat, waktu, dan luas pengujian
substantif
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji
material.
4. Mendesain pengujian multi tujuan yang menggunakan sampel umum untuk menguji
pengendalian yang berbeda dan transaksi yang spesifik

C. Tahap Pelaporan

Tahap ini menyelesaikan proses audit dengan menerbitkan informasi mengenai


auditan berdasarkan hasil dari prosedur audit yang telah dilaksanakan pada tahap
sebelumnya, meliputi informasi mengenai:

1. Laporan keuangan beserta informasi tambahan lainnya


2. Pengendalian internal
3. Ketaatan terhadap undang – undang atau peraturan yang mengikat

Tahap pelaporan berisi petunjuk untuk membuat pendapat, kesimpulan tentang


pengendalian internal, dan melaporkan temuan audit. BPK memantau secara periodik tindak
lanjut hasil pemeriksaan dan menyampaikan hasil pemantauannya kepada lembaga
perwakilan dan pihak yang bertanggungjawab. Tujuan pemantauan tindak lanjut hasil
pemeriksaan adalah meningkatkan efektivitas pelaporan hasil pemeriksaan serta membantu
lembaga perwakilan dan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola.

Sumber:

Dito Aditia Darma Nasution, Puja Rizqy Ramadhan dan Mika Debora Br Barus, 2019, Audit
Sektor Publik Mahir dalam Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, Uwai Inspirasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai