Anda di halaman 1dari 39

KAJIAN PRODUKSI BENIH

BERMUTU (PADI,JAGUNG,KEDELAI)

Oleh
IDA AYU MAYUN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR BALI
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan
penelitian yang berjudul ―Kajian Produksi Benih Bermutu (Padi,Jagung,Kedelai)‖.
Laporan ini disusun untk memenuhi salah satu dari tridarma perguruan tinggi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
sehingga laporan ini menjadi lebih baik. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat
memberikan tambahan informasi bagi yang memerlukan.Akhir kata penulis
sampaikan terimakasih.

Denpasar, 20 Juli 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL…………………………………………………………........ 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………….......….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...........3

I. PENDAHULUAN......................................................................................4
II. Prinsip Genetik Produksi Benih……………………………………...…6
2.1 Sejarah Lapang…………………………………………………....…6
2.2 Persyaratan Benih Sumber……………………………………….....7
2.3 Isolasi…………………………………………………………….........7
2.4 Roguing Lahan Produksi Benih…………………………………......8
III. Prinsip Agronomi Produksi Benih…………………………………......10
IV. Program benih Dasar……………………………………………….......15
4.1 Teknik Pemeliharaan Benih Inti dan Benih Penjenis ……….......15
4.1.1 Pemeliharaan Benih Inti yg belum dilepas……………….16
4.1.2 Pemeliharaan benih penjenis..……………………………..17
4.1.3 Pemeliharaan benih penjenis yg telah mantap…………...18
4.2 Teknik Pemeliharaan Benih Inti dan benih Penjenis yg dibuahi
Silang…………………………………………………………….......18
V. Rekomendasi Produksi Benih Bersertifikat………………………..…20
5.1 Padi (Oryza sativa.L)…………………………………………….....23
5.2 Jagung bersari bebas (Zea mays. L)………………………….…...27
5.3 Kedelai (Glycine max.L)……………………………………….…..33
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….…...38

3
I. PENDAHULUAN

Industri benih melibatkan penggabungan komponen-komponen penting bidang


perbenihan, yang keberadaannya dari hulu sampai ke hilir saling menunjang satu
sama lain. Penanganan komponen-komponen bidang perbenihan harus dilakukan
secara menyeluruh dan simultan. Komponen-komponen tersebut, seperti komponen
pemuliaan tanaman dan penelitian pengembangan IPTEK yang mengelola plasma
nutfah dan sumber daya alam, komponen pelepasan varietas, komponen pengendalian
mutu, komponen produksi benih, komponen distribusi benih, komponen pengguna
benih, dan komponen pasar serta pemanfaatan hasil produksi pertanian. Kegiatan
produksi benih merupakan salah satu komponen penting berkaitan dengan penyediaan
benih bermutu dengan kondisi enam tepat, yang keberhasilannya memerlukan
perencanaan yang baik, disiplin yang mantap, serta pengetahuan dan pengalaman
berusahatani khususnya tentang produksi benih.
Secara umum benih yang bermutu baik memberikan hasil relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan benih yang bermutu jelek. Karena itu penggunaan benih
bermutu merupakan cara paling mendasar dan termurah di antara cara-cara lainnya
untuk produksi tanaman. Benih bermutu baik ditentukan oleh faktor-faktor genetik,
fisik, fisiologis, dan kesehatan benih. Mutu genetik yang baik berarti varietas dengan
genotipe-genotipe yang baik (misalnya, memiliki kemurnian tinggi, berdaya hasil
tinggi, tahan terhadap penyakit dan hama, respon terhadap kondisi tumbuh yang lebih
baik, dan sebagainya). Mutu fisik yang baik berarti kotoran fisik rendah(tidak ada),
campuran benih varietas atau tanaman lain rendah(tidak ada), dan kadar air benih
rendah (aman untuk disimpan). Sedangkan mutu fisiologis dan kesehatan benih yang
tinggi berarti bebas dari penyakit dan serangga serta berdaya kecambah dan vigor
yang tinggi.
Sifat-sifat tanaman penghasil benih harus dimengerti betul dalam rangka
merencanakan produksi benih bermutu. Secara umum, untuk tanaman yang
menyerbuk sendiri tujuan pengembangan itu adalah untuk mengisolasi individu yang
bergenotipe homozigot superior karena mereka mengalami breed true dan tidak
mengalami inbreeding depression. Untuk tanaman yang meyerbuk silang, tujuannya
adalah mengurusi populasi sebagai keseluruhan dan mencoba untuk meningkatkan
atau mengakumulasikan frekuensi gen yang dinginkan di dalam populasi. Untuk
tanaman yang diperbanyak secara aseksual (vegetatif), tujuannya adalah untuk
mengisolasi klon dari genotipe yang superior. Walaupun tanaman kelompok ini
sangat heterozigot di alam, keturunan yang diperbanyak aseksual (vegetatif) adalah
identik dengan tetuanya dan karenanya genetic make up-nya secara umum tidak
diperhatikan.
Informasi rinci tentang karakteristik varietas dari pemulia tanaman harus
sampai kepada masyarakat petani yang berkepentingan dengan penggunaan benih.
Benih varietas baru hasil kegiatan pemuliaan, yang disebut dengan benih penjenis
atau benih inti jumlanya terlalu sedikit untuk memenuhi permintaan petani. Benih itu
harus diperbanyak dengan sangat hati-hati agar terpelihara ketinggian mutunya
sehingga petani dapat memperoleh benih yang benar. Jika di satu pihak varietas yang
baik telah dikembangkan oleh para pemulia tanaman, namun di pihak lain tidak ada
sistem yang baik untuk memperbanyak dan memelihara mutunya, maka usaha-usaha
yang telah dikorbankan oleh para pemulia tanaman menjadi tidak berarti sama sekali.
Karena itu, untuk menjamin petani memperoleh varietas yang benar dan untuk
melindungi hak pemulia tanaman perlu dikembangkan suatu sistem perbenihan yang
mantap.

4
Produksi benih yang bermutu baik merupakan tugas yang pasti memerlukan
keterampilan teknik yang tinggi dan investasi finansial yang cukup besar. Selama
proses produksi benih, perhatian yang ketat harus diberikan terhadap pemeliharaan
kemurnian genetik dan pembentukan unsur-unsur mutu benih lainnya. Produksi benih
harus dilakukan di bawah kondisi yang terbaik dan terorganisasi secara mantap.
Hal fundamental dalam setiap program perbenihan adalah kegiatan produksi
benih bermutu dari suatu varietas yang superior secara genetik. Penanggung jawab
dalam produksi benih harus mengerti aspek-aspek dasar dari reproduksi tanaman.
Praktek teknik budidaya yang digunakan dalam produksi baik benih bersari bebas
maupun benih hibrida juga harus dipahami dengan baik. Produksi benih bukan hanya
menanam dan memanen saja. Bagi yang bertanggung jawab atas produksi benih
memerlukan pengertian dasar tentang sebab-sebab menurunnya mutu benih selama
proses produksi. Jika penyebabnya diketahui, maka dapat diambil langkah-langkah
untuk mengantisipasi lebih dini turunnya mutu benih tersebut di lapang.
Kebanyakan tanaman pangan adalah spesies yang menyerbuk sendiri, kecuali
misalnya jagung yang menyerbuk silang. Prosedur dan praktek yang digunakan untuk
perbanyakan benih dan pemeliharaan kemurnian varietasnya harus dimengerti. Hal-
hal yang perlu dikuasai dalam hubungan ini adalah sebagai berikut.
1 Perbedaan dalam cara penyerbukan dan pengaruhnya dalam produksi benih. Cara
penyerbukan mempengaruhi jarak isolasi yang diperlukan untuk memelihara
kemurnian genetik dan fisik dari varietas yang bersangkutan.
2 Cara-cara yang telah terbukti paling diperlukan untuk perbanyakan benih. Praktek
budidaya tanaman yang khusus perlu diikuti untuk produksi benih di samping
teknik yang biasanya dilakukan untuk menghasilkan biji konsumsi.
3 Bagaimana untuk memurnikan kembali varietas yang menyerbuk sendiri yang
terkontaminasi. Kegiatan pemurnian kembali dapat dilakukan dengan metode
seleksi massa. Praktek budidaya tanaman untuk menghasilkan benih pada
dasarnya sama dengan produksi biji untuk konsumsi. Tetapi, kegiatan produksi
benih memerlukan perhatian khusus berupa prinsip-prinsip genetis di samping
prinsip-prinsip agronomisnya.
Kemurnian genetik (kebenaran tipe) dari suatu varietas dapat mundur
disebabkan oleh beberapa faktor selama siklus produksi. Karena itu, cara yang paling
baik untuk menjamin kemurnian genetik adalah mengatasi sedapat mungkin berbagai
faktor yang berpengaruh terhadap kemunduran genetik. Faktor-faktor penting yang
menyebabkan kemunduran varietas adalah sebagai berikut: (1) variasi-variasi yang
berkembang (dapat diatasi dengan menumbuhkan varietas tersebut pada daerah
adaptasinya), (2) pencampuran mekanis (diatasi dengan melakukan roguing tanaman
calon penghasil benih, pengawasan ketat selama proses produksi benih, panen,
perontokan, dan prosesing benih), (3) mutasi (diatasi dengan melakukan seleksi secara
ketat), (4) persilangan alami (diatasi dengan menerapkan baik isolasi jarak maupun
isolasi waktu terhadap kebun benih untuk menghindari kontaminasi dari persilangan
yang tidak diinginkan), (5) variasi-variasi genetik minor (diatasi dengan menerapkan
ketelitian penanganan benih inti atau benih penjenis), (6) pengaruh selektif dari
penyakit-penyakit (diatasi dengan selalu menghasilkan benih bebas penyakit,
diperlukan metode pengujian yang mantap untuk mendeteksi berbagai penyakit), dan
(7) teknik pemuliaan tanaman (dengan memantapkan proses pemuliaan dan
menerapkan prosedur pelepasan varietas yang benar).

5
II. PRINSIP GENETIK PRODUKSI BENIH

Proses produksi benih perlu diupayakan agar kemunduran genetis tidak terjadi
dan benih yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi. Kegiatan pengendalian
mutu internal harus dilaksanakan oleh produsen benih dengan menerapkan prinsip-
prinsip genetis dalam roses produksi benih. Kegiatan-kegiatan ang terkait dengan
prinsip-prinsip genetis tersebut adalah sebagai berikut: (1) menggunakan lahan yang
diketahui sejarah penggunaan sebelumnya sehingga memenuhi persyaratan bebas
voluntir di samping memenuhi persyaratann isolasinya, (2) menggunakan sumber
benih yang tepat kelas atau kualifikasi mutunya, (3) menggunakan isolasi yang sesuai,
(4) melakukan roguing, (5) menghindari kontaminasi mekanis, dan (6) menggunakan
wilayah adaptasi yang sesuai bagi pertanaman.
Sistem sertifikasi benih umumnya diterapkan untuk memelihara kemurnian
genetik dalam proses produksi benih secara komersial. Tujuan utama dari sertifikasi
benih adalah untuk memelihara kemurnian dan mutu benih dari varietas unggul serta
penyediaannya secara terus-menerus kepada petani. Untuk melaksanakan tujuan-
tujuan ini petugas lembaga sertifikasi benih yang mampu dan terlatih baik
melaksanakan pemeriksaan lapangan pada tahap pertumbuhan tanaman yang tepat.
Mereka juga melakukan pemeriksaan benih di seluruh tahapan produksi benih untuk
membuktikan bahwa pertanaman untuk benih dan kelompok benih yang dihasilkan-
nya memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan
pemeriksaan, lembaga sertifikasi benih menentukan standar lapang dan laboratorium
yang terhadapnya pertanaman calon benih dan benih yang dihasilkan harus
disesuaikan kualifikasinya untuk memenuhi standar benih bersertifikat. Karena itu,
kemurnian genetik benih dijamin jika lembaga sertifikasi telah menyetujui dalam
bentuk pemasangan label. Sertifikasi benih mengandung arti bahwa pertanaman dan
kelompok benih telah benar-benar diperiksa, telah memenuhi persyaratan –
persyaratan mengenai benih keturunan (pedigree) yang bermutu baik, atau telah
menjalani pengendalian mutu internal yang ketat.

2.1 Sejarah Lapang

Tanaman-tanaman voluntir dari kultivar atau spesies yang berbeda yang


tidakm dikehendaki kehadirannya dalam proses produksi benih berasal dari
pertanaman sebelumnya di lahan yang sama. Tanaman-tanaman voluntir tersebut telah
memiliki ketahanan lingkungan tertentu pada lahan tersebut. Untuk areal penangkaran
serealia sering disarankan interval sebanyak dua musim tidak ditanami tanaman
sejenis atau tanaman lain yang mengancam kemurnian genetisnya, tetapi dalam
beberapa program sertifikasi satu musim tanam pun diterima. Melakukan pengolahan
tanah dan roguing secara intensif, sistim tanam tandur jajar, dan persemaian pada
areal yang bebas voluntir sangat efektif untuk mencegah pencemaran genetis pada
tanaman padi. Sedangkan untuk penengkaran tanaman kacang-kacangan diperlukan
interval tiga bulan bera pada lahan-lahan yang sebelumnya ditanami tanaman sejenis.
Persyaratan sejarah lahan ini lazimnya tidak diperlukan dalam produksi benih
berlabel.

6
2.2 Persyaratan Benih Sumber

Benih sumber untuk menumbuhkan tanaman penghasil benih harus berdasarkan


persetujuan. Empat kelas benih yaitu benih penjenis (BS), benih dasar (FS), benih
pokok (SS), dan benih sebar (ES) umumnya dikenal dalam sertifikasi benih di
Indonesia. Benih bersertifikat yang diproduksi harus berasal dari benih bersertifikat
dengan kelas-kelas yang lebih tinggi. Tetapi dalam produksi benih berlabel merah
jambu dapat menggunakan benih bersertifikat atau benih berlabel sebagai sumber
benih. Sumber benih yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut : (1)
diketahui asal-usulnya dan murni varietasnya, apakah benih bersertifikat atau tidak,
dan (2) harus bebas dari benih varietas lain, biji gulma dan penyakit terbawa benih.

2.3 Isolasi

Persilangan dengan serbuk sari dari kultivar lain dari species yang sama perlu
dicegah bagi suatu kultivar silang sempurna atau sebagian. Pada waktu berbunga
tanaman penghasil benih harus dilindungi terhadap serbuk sari yang terbawa angin
dan serangga dari tanaman yang berdekatan atau tanaman voluntir dan dari tanaman
liar dari spesies yang sama. Perlindungan terbaik tehadap penyerbukan oleh serbuk
sari asing adalah pasokan yang berlimpah dengan serbuk sari kultivar itu sendiri pada
waktu putik reseptif.
Perlindungan terhadap terjadinya persilangan dapat diterapkan dengan
melakukan isolasi. Isolasi tanaman penghasil benih dari berbagai sumber kontaminasi
juga merupakan persyaratan penting dalam program produksi benih. Kontaminasi
mungkin dapat disebabkan oleh: (a) persilangan alamiah dengan varietas lain yang
ditanam berdampingan dan tipe simpang yang berada di lahan untuk produksi benih
itu, (b) kontaminasi oleh pencampuran mekanis pada waktu menyemai, panen,
pengolahan dan penanganan benih dan (c) kontaminasi oleh penyakit terbawa benih
yang berasal dari lahan di dekatnya. Perlindungan dari sumber-sumber kontaminasi
ini perlu untuk memelihara kemurnian genetik dan mutu benih yang baik. Teknik
isolasi yang dikenal adalah isolasi jarak dan isolasi waktu. Teknik lainnya seperti
pengerondongan, emaskulasi dapat pula dilaksanakan.
Isolasi waktu dilaksanakan dengan memberikan selang waktu tanam yang
berbeda antara dua varietas yang berbeda dengan blok/areal berdampingan sehingga
saat pembungaan waktunya berbeda pula (minimum 30 hari untuk jagung misalnya).
Dengan menerapkan isolasi waktu produksi benih suatu jenis tanaman dengan varietas
yang berbeda dapat dilaksanakan setiap tahunnya pada areal yang sama.
Isolasi jarak dimaksudkan bahwa dua varietas tanaman yang berbeda
dipisahkan bloknya satu sama lain dengan jarak tertentu, (misalnya 200 m untuk
jagung). Teknik isolasi ini dapat dilaksanakan dengan (1) mengosongkan tanah antara
kedua blok jarak itu, (2) menanam tanaman lain pada blok pemisah, (3) bisa tanpa
isolasi, tetapi selebar 3 m dari kedua batas areal itu pada waktu panen tidak dilibatkan
sebagai calon benih.
Jarak isolasi ditetapkan tergantung pada cara penyerbukan tanaman,
kemurnian genetik yang diinginkan dan kondisi lingkungan selama penyerbukan.
Pertimbangan utama dalam menentukan jarak isolasi yang memadai bagi tanaman
penghasil benih adalah apakah tanaman tersebut bersifat menyerbuk sendiri atau lebih
bersifat menyerbuk silang. Jarak aktualnya tergantung pada apakah serbuk sari dibawa
angin atau serangga. Jarak isolasi ini dapat dikurangi jika terdapat tanaman

7
penghalang (barrier), bangunan-bangunan/penghalang lain yang terletak diantara
tanaman-tanaman yang dapat saling menyerbuk silang tersebut. Jarak yang aman
tergantung pada arah angin datang, kehadiran pohon-pohon, tanah yang tinggi atau
penghalang lainnya bagi aliran udara, banyaknya sumber serbuk sari asing yang
mungkin dapat dilepaskan, dan luas areal pertanaman untuk benih itu sendiri.
Isolasi jarak yang diperlukan juga dipengaruhi oleh kategori benih yang
diperbanyak. Benih dengan kelas yang lebih tinggi mempunyai standar kemurnian
yang lebih tinggi daripada benih dari kelas yang lebih rendah.
Teknik isolasi lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
bangunan-bangunan seperti rumah kaca dan sangkar dari kawat kasa. Dengan cara ini
kemungkinan terjadinya penyerbukan silang oleh serangga dapat dikurangi atau
dihindari. Isolasi demikian biasanya diterapkan pada areal produksi benih yang
sempit, atau untuk produksi benih dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi
seperti untuk kelas benih penjenis.

2.4 Roguing Lahan Produksi Benih

Kehadiran tanaman-tanaman lain dalam pertanaman untuk benih tidak


diizinkan karena benihnya mencemari produk benih yang akan dipanen akibat ukuran
atau bentuk yang sulit dipisahkan maupun dikenali. Tanaman-tanaman demikian,
biasa disebut rogues, tidak dapat diterima kehadirannya dalam pertanaman benih
walaupun dalam jumlah sedikit. Rogues dapat berupa gulma, tanaman dari spesies
lain, tanaman dari kultivar lain dalam spesies yang sama, atau tipe simpang. Program
sertifikasi mengatur ketat batas-batas jumlah setiap jenis rogues yang dapat diizinkan,
tergantung pada kelas benih.
Kehadiran tipe simpang secara terus menerus dalam suatu varietas akan
menyebabkan kemunduran kemurnian genetik varietas tersebut. Tipe simpang dapat
terjadi yang disebabkan oleh kehadiran gen-gen resesif di dalam kondisi heterozigot
pada waktu pelepasan varietas, atau yang timbul karena mutasi. Di samping itu, tipe
simpang juga dapat terjadi karena adanya tanaman-tanaman voluntir yang timbul dari
benih yang ditanam secara tidak sengaja dari pencampuran benih lain pada saat
produksi. Tipe simpang dapat juga terjadi karena tanaman memiliki keragaman
morfologi yang luas, atau benih yang digunakan berasal dari hasil persilangan
terutama persilangan dengan tanaman liar dalam proses pembuatan suatu varietas
baru. Roguing merupakan teknik yang dilaksanakan dalam produksi benih untuk
menjaga kemurnian varietas. Roguing dilaksanakan dengan cara mengadakan
pemeriksaan dan membuang tanaman-tanaman yang memilik ciri-ciri berbeda dengan
varietas yang sedang diperbanyak. Roguing dilaksanakan untuk tanaman lain,
tanaman tipe simpang, tanaman berpenyakit dan gulma berbahaya, sehingga
persyaratan sertifikasi dapat dipenuhi. Dalam proses sertifikasi, roguing diikuti
dengan pemeriksaan lapang oleh petugas sertifikasi benih. Roguing pun penting
dilaksanakan walaupun benih yang diproduksi bukan benih bersertifikat.
Roguing dan pemeriksaan lapang memerlukan keterampilan dalam
pelaksanaan, seperti misalnya;
1. Karakteristik (deskripsi) varietas yang diperbanyak.
2. Karakteristik tipe simpang.
3. Penyakit yang terbawa benih dan sulit dikendalikan dengan perawatan benih.
4. Gulma berbahaya, kurang berbahaya, dan yang lazim tumbuh.
5. Tanaman lain yang biasa ditemukan.
6. Ketidaknormalan tanaman termasuk stres nutrisi, suhu dan kelembaban tanah.

8
7. Pengambilan contoh dan cara penghitungan yang berlaku untuk memenuhi
persyaratan sertifikasi.

Efektivitas roguing tergantung pada perbedaan rogue dan juga pada


keterampilan melaksanakan rogue. Kemampuan petugas rogue untuk mengenali
kultivar lain atau tipe simpang tergantung pada ketegasan atau besaran perbedaan dan
pengalamannya melaksanakan rogue. Roguing harus dilaksanakan beberapa kali pada
tahap pertumbuhan tanaman yang berbeda. Waktu terbaik adalah ketika pertanaman
berbunga penuh, yang pada tahap ini sifat-sifat kultivar hampir ditampilkan
sepenuhnya dan perbedaan-perbedaan warna bunga terlihat sangat nyata. Tetapi
dalam tanaman yang menyerbuk silang, roguing hendaknya dilakukan pada tahap
pertumbuhan lebih dini sebelum serbuk sari dilepaskan. Pada tanaman jagung, rogues
dengan mudah dapat diamati jika pertanaman memiliki tinggi di bawah bahu.
Perhatian utama pelaksanaan roguing adalah pada bagian-bagian tempat
kebanyakan rogues dijumpai, seperti pintu gerbang, tempat timbunan-timbunan
terdahulu, dan tempat ternak diberi makan. Petugas berjalan perlahan-lahan (tidak
lebih dari 3 km per jam) bolak-balik di seluruh pertanaman sambil menyelidiki
tanaman dengan cermat dalam suatu jalur selebar 2 m dengan membawa kantong
yang digantungkan pada lehernya di bagian depan. Setiap rogue yang terlihat dicabut,
sehingga tidak ada yang tertinggal dan tumbuh kembali, dan disimpan di dalam
kantong. Tumbuh-tumbuhan ini dikeluarkan dari lapang dan dimusnahkan dengan
cara dibakar. Untuk memelihara agar berjalan tetap lurus dan mengurangi kerusakan
tanaman, petugas berjalan di antara barisan-barisan tanaman. Pertanaman sebaiknya
diatur agar terdapat baris kosong pada selang 4 m untuk memudahkan perjalanan
pemeriksaan dan kesempurnaan pemeriksaan tanaman.
Untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan roguing perlu dilakukan hal-
hal sebagai berikut.
1. Penanaman hendaknya sedemikian rupa sehingga tanaman-tanaman dapat diamati
per individu, terutama yang memiliki ciri-ciri yang tidak dikehendaki dan tumbuh
tersembunyi di antara tanaman normal.
2. Berjalan secara sistimatik melalui pertanaman yang ada sehingga setiap tanaman
dapat terlihat dan dapat dipertimbangkan sebagai rogue atau bukan dan tidak
melakukan pemeriksaan pada wilayah pertanaman yang terlalu luas sekaligus.
3. Seluruh bagian tanaman rogue atau tipe simpang hendaknya dicabut dan dibuang
dan tidak hanya membuang buahnya saja.
4. Pemeriksaan lapang dilakukan dengan membelakangi matahari agar ciri-ciri
tanaman terlihat jelas, dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari sebelum
tanaman mulai layu akibat panas matahari.
5. Pelaksanaan pemeriksaan tidak boleh ditunda-tunda dan dilakukan sebelum
tanaman berbunga.
6. Jumlah dan tipe tanaman yang dicabut dan dibuang dari pertanaman penghasil
benih hendaknya dicatat.
7. Gulma dan tanaman-tanaman liar yang dapat menyerbuk silang yang mungkin
berhasil lolos dari pengendalian atau pengolahan tanah sebelumnya harus dicabut.
8. Tanaman dan gulma yang terinfeksi oleh penyakit terbawa benih harus dicabut
dan dibuang.
Menghindari kontaminasi mekanis sama pentingnya dengan menghindari
kontaminasi genetik oleh serbuk sari asing. Semua alat dan wadah pada setiap
kegiatan harus dibersihkan. Mulai dari alat pengolah tanah, penanaman, pemotong,
perontok, pengering, wadah simpan, dan sebagainya. Dalam kasus jagung hibrida,

9
tongkol dari sumber serbuk sari dipanen pertama kali dan dikeluarkan dari lapangan.
Cara yang paling efektif jika dapat dilaksanakan, adalah menanam hanya satu kultivar
dari spesies tertentu pada lahan yang sama. Untuk menghidari kemunduran varietas
yang disebabkan oleh variasi yang berkembang diperlukan pengusahaan tanaman
calon benih dalam wilayah adaptasinya.

III. PRINSIP AGRONOMIK PRODUKSI BENIH

Pada dasarnya praktek budidaya tanaman untuk menghasilkan benih sama


dengan produksi biji konsumsi, kecuali untuk produksi benih murni dari spesies yang
menyerbuk silang memerlukan perhatian khusus. Hal-hal yang secara agronomik
dilakukan untuk produksi benih adalah : (1) Pemilihan dan penyiapan lahan produksi,
(2) penumbuhan tanaman, (3) pemanenan tanaman, dan (4) penanganan benih agar
siap salur.

Pemilihan dan Penyiapan Lahan

Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan lahan tempat produksi benih


antara lain : (1) adaptasi tanaman/varietas terhadap lingkungan produksi, (2) sejarah
penggunaan lahan terkait dengan pertanaman sebelumnya, (3) rotasi tanaman, dan (4)
kemudahan tempat bagi jaringan transportasi antar wilayah.
Penyiapan lahan untuk penenaman harus dimulai dalam waktu yang baik
untuk menjamin bahwa pengolahan tanah yang sesuai telah siap pada waktu tanam
yang direncanakan. Persiapan lahan untuk produksi benih pada dasarnya hampir sama
dengan persiapan lahan untuk produksi konsumsi. Dalam kegiatan ini terdapat resiko
bahwa alat-alat pengolah tanah mendatangkan benih dari lapang lain atau dari usaha-
tani lain. Pembersihan alat-alat sangat penting sebelum digunakan mengolah tanah.
Pengolahan tanah perlu dilakukan secara intensif (halus) untuk benih-benih kecil
seperti bayam, sawi dll, dibandingkan dengan untuk benih yang besar seperti jagung.
Persiapan lahan meliputi : pembersihan, perataan, irigasi dan drainase, pemberian
bahan organik, pemberian unsur hara.

Penanaman

Benih yang akan disemai di lahan usahatani harus diperiksa labelnya dan
dijaga sebagai bukti nama kultivar dan nomor kelompok benih. Rencana berupa
sketsa peta penanaman harus dibuat untuk memperlihatkan posisi petak atau areal
yang pasti dalam lahan tempat benih ditanam. Dalam kasus benih kacang-kacangan
mungkin perlu menginokulasi benih dengan strain bakteri Rhizobium yang benar.
Teknik ini hanya perlu dilakukan pada penanaman pertama dalam lapang tertentu.
Faktor-faktor iklim utama yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah
suhu dan air. Variasi yang sempit dalam waktu tanam untuk tanaman setahun adalah
mungkin dan praktek lokal yang terbaik untuk tanaman pangan dari suatu spesies
yang harus diikuti. Terdapat tanaman yang memerlukan penyemaian atau pembibitan
lebih dahulu sebelum ditanam di lapang. Karena itu, bedengan persemaian sangat
diperlukan untuk tanaman demikian. Beberapa alasan sehinga perlu dilakukan
penyemaian dan pembibitan terlebih dahulu sebelum ditanam di lapang, antara lain :
1. Kesulitan mempersiapkan bedeng semai secara langsung dilapangan.
2. Tanaman biasanya memerlukan naungan untuk menghindari sengatan matahari
atau memerlukan perlindungan dari angin dan hujan.

10
3. Untuk memudahkan upaya pengendalian hama dan penyakit pada saat tanaman
berstadium bibit.
4. Dapat memperpanjang musim tanam, sebab dengan melalui pemindahan tanaman
(transplanting ) berarti lama tanaman berada di lapangan dapat dikurangi.
5. Roguing dapat dilaksanakan lebih awal.
6. Untuk mendapatkan tanaman yang lebih seragam di lapangan atau di kebun
produksi nantinya.
7. Harga benih mahal.
8. Dapat menghemat waktu dan tenaga kerja pada awal produksi.

Kebutuhan benih per hektar harus cukup menjamin tercapainya populasi yang
memadai untuk pertumbuhan spesies secara normal, pertumbuhan gulma tertekan, dan
ketersediaan air tanah dan nutrisi yang cukup. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
tanaman yang vigor dengan jarak tanam yang tepat.
Penanaman dapat dilakukan secara langsung menanam benih di lapang atau
dengan melalui persemaian terlebih dahulu. Penanaman melalui persemaian
memerlukan persiapan lebih seperti : Persiapan bedengan persemaian, pembersihan
gulma, penyiraman/irigasi, pendangiran/penggemburan tanah bedengan, perataan
bedengan dan pemberian mulsa. Lokasi persemaian hendaknya mudah dijangkau
untuk memudahkan pemeliharaan tanaman muda di persemaian dan pemindahan
tanaman (transplanting). Transplanting didahului oleh kegiatan-kegiatan penyesuaian
tanaman (hardening), pencabutan bibit dan penanaman kembali di lapang.
Jumlah bibit per lubang yang ditanam jangan terlalu banyak agar memudahkan
pekerjaan mengenali tanaman saat roguing oleh petugas. Demikian juga untuk
penanaman benih langsung di lapang, jumlah benih per lubang jangan terlalu banyak.
Kedalaman tanam perlu menjadi perhatian, biasanya kedalaman tanam benih
disesuaikan dengan diameternya atau sedikit lebih. Cara tanam baris lebih disarankan
untuk produksi benih. Jarak terbaik antar barisan untuk spesies atau kultivar
tergantung pada kebiasaan tumbuhnya dan penyebaran lateral sistem perakarannya.
Untuk memungkinkan penetrasi cahaya, tanaman yang tinggi ditanam dalam barisan
yang lebih lebar daripada tanaman-tanaman yang pendek, misalnya 75 cm lebih untuk
jagung, tetapi hanya 25 cm atau kurang untuk padi.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman untuk tujuan produksi benih tidak jauh berbeda dengan
tujuan produksi konsumsi. Beberapa kegiatan yang termasuk ke dalam pemeliharaan
tanaman adalah sebagai berikut: penjarangan, pendangiran/penggemburan tanah,
pengendalian gulma, irigasi/pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
penyakit, membantu penyerbukan, dan perlindungan tanaman dari kontaminasi serbuk
sari tanaman lain.
Penjarangan umumnya dilakukan pada pertanaman yang berasal dari
penanaman benih secara langsung. Tujuan penjarangan adalah untuk memperoleh
kerapatan tanaman yang optimum per satuan luas. Penggemburan dilakukan untuk
membersihkan gulma di sekitar tanaman dan juga untuk menghindari pemadatan
tanah. Penggemburan tidak perlu dilakukan terlalu sering. Spesies gulma cenderung
merajalela dalam tipe pertanaman tertentu dan dihalang-halangi dalam pertanaman
lainnya. Dalam usahatani, rotasi tanaman merupakan cara yang efektif untuk
menghalangi pertumbuhan gulma. Pertanaman untuk benih hendaknya

11
memungkinkan pemberantasan gulma secara intensif. Gulma sangat merugikan dalam
pertanaman untuk benih dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Bersaing untuk air dan hara.
2. Menekan tanaman, mengurangi cahaya dan menghambat panen.
3. Mengganggu pengolahan tanah misalnya gangguan atas bajak yang ditarik hewan
oleh rhizoma dan akar-akar yang kuat.
4. Menggangu panen, misalnya memanjat tanaman dan jika benih gulma dipanen
masih hijau, meningkatkan ongkos pengeringan.
5. Dapat beracun.
6. Dapat bersifat parasit bagi tanaman.
7. Dapat menjadi inang bagi hama penyakit.
Dalam suatu pertanaman untuk benih, spesies tanaman lain harus dipandang
sebagai gulma. Metode-metode yang lazim digunakan untuk pengendalian gulma
adalah sebagai berikut :
1. Drainase, untuk mengendalikan gulma yang merajalela dalam kondisi basah dan
mendorong pertumbuhan tanaman.
2. Penggenangan (kasus padi sawah) untuk mengendalikan pertumbuhan gulma yang
kurang toleran terhadap kondisi tergenang air.
3. Mempergunakan pupuk hijau hanya setelah busuk untuk menghancurkan benih
gulma yang terbawa bersamanya.
4. Mempergunakan pupuk untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar mampu
berkompetisi dengan gulma.
5. Menyemai pada lahan bersih setelah pengolahan tanah dan menggunakan
herbisida pra-muncul lapang.

Tanaman memiliki tahap-tahap kritis terhadap kadar air tanah selama siklus
hidupnya. Tanaman yang baru ditanam memerlukan pengairan yang lebih sering
daripada tanaman yang sudah mantap pertumbuhannya. Jika memungkinkan, air
hendaknya dipasok untuk memenuhi empat tahap perkembangan tanaman sebagai
berikut :
a. Pada tahap keserempakan tanaman dan pertumbuhan vegetatif sampai inisiasi
bunga air diperlukan cukup banyak.
b. Pada tahap pembungaan air diperlukan dalam jumlah sedang, sedikit kekurangan
air pada tahap ini dapat merangsang pembentukan benih.
c. Pada tahap perkembangan benih dini, air diperlukan cukup banyak, untuk
menjamin perkembangan benih sebanyak mungkin. Tanaman pada tahap ini
diupayakan jangan mengalami strees air.
d. Pada saat pemanenan air tidak diperlukan.
Dalam fase perkembangan vegetatif, tanaman memerlukan hara mineral
(nitrogen, fosfat, kalium) dalam jumlah yang cukup banyak. Hara mineral ini
diperlukan untuk membangun struktur tanaman dengan jumlah maksimum pada posisi
tempat benih berkembang. Fosfat dan kalium lebih penting bagi tanaman yang
diprogramkan untuk produksi benih. Pemupukan dapat didasarkan pada kebiasaan
praktek setempat sebagaimana disarankan untuk tanaman konsumsi. Sebagai aturan
umum, nitrogen hendaknya diberikan pada tahap dini pertumbuhan, dan tambahan
dosis perlu diberikan kemudian jika dipandang perlu. Sedangkan fosfat dan kalium
diberikan pada saat tanam untuk memasok kebutuhan seluruhnya dari tanaman.
Pertanaman untuk benih yang bernilai tinggi dapat menggunakan cara yang
khusus untuk mengatasi hama seperti burung dan tikus. Penyebaran penyakit dalam
suatu pertanaman dapat dihalangi dengan me-roguing tanaman yang terserang

12
penyakit tersebut. Selanjutnya kebersihan yang baik dalam gudang dan tempat-tempat
penyimpanan benih dapat mencegah hama dan penyakit terbawa benih ke musim
tanam berikutnya.
Kontaminasi serbuk sari selain dapat berasal dari tanaman-tanaman yang ada
di areal produksi (dari tanaman tipe simpang) dapat juga berasal dari tanaman-
tanaman yang berada di luar areal produksi benih yang sedang ditangani. Pemeriksaan
yang teliti di sekeliling areal produksi khususnya menjelang dan pada saat
pembungaan. Sumber-sumber kontaminasi dari luar areal produksi benih yang perlu
mendapat perhatian untuk dihindari antara lain :
1. Tanaman-tanaman lain yang juga dimaksudkan untuk produksi benih.
2. Percobaan suatu kultivar tanaman.
3. Tanaman yang ada di kebun-kebun pribadi masyarakat sekitar.
4. Tanaman-tanaman yang diproduksi untuk tujuan komersial (ditanam dalam
skala luas dan untuk tujuan konsumsi).
5. Tanaman-tanaman liar yang dapat menyerbuk silang dengan tanaman-tanaman
penghasil benih.

Pemanenan Tanaman

Menentukan saat panen yang tepat perlu mempertimbangkan jumlah dan mutu
benih yang dihasilkan. Penundaan pemanenan benih biasanya dengan pertimbangan
agar jumlah dan mutu benih yang dihasilkan dapat lebih baik, mengingat pada fase
masak fisiologis biasanya benih masih memiliki kadar air yang terlalu tinggi untuk
dipanen.
Penundaan yang terlalu lama di lapangan dapat juga berakibat meningkatnya
kehilangan benih dan menurunnya mutu benih yang terlalu ekstrim. Hal ini terjadi bila
cuaca di lapangan ternyata berfluktuasi sekali antara hujan dan cerah. Karena itu,
menentukan saat optimum untuk pemanenan haruslah mempertimbangkan tingkat
kehilangan yang mungkin timbul bila tanaman harus ditunda pemanenannya (tanaman
tetap di lapang) dan kehilangan yang harus ditanggung jika panen dilakukan lebih
awal (setelah masak fisiologis). Apabila cuaca buruk, mungkin lebih baik bila lama
penundaan panen dipersingkat dan digunakan alat-alat pengering buatan untuk
menurunkan kadar air benih. Kerusakan mekanis yang mungkin timbul saat panen
juga perlu dipertimbangkan.
Jika perkembangan embrio dan akumulasi cadangan makanan hampir
sempurna, benih memiliki kadar air lebih dari 50%. Keinginan petani adalah bahwa
benih ini dapat disimpan beberapa minggu kemudian dengan kadar air di bawah 15%
(berdasarkan bobot basah). Pada awal proses pengeringan benih masih menempel
pada tanaman induknya, dan pengeringan dirangsang dengan cara alami, yaitu sinar
matahari dan angin. Kehilangan kadar air ini merupakan suatu proses yang
menentukan mutu akhir dari benih yang dihasilkan.
Jika benih dipanen sebelum fase pemasakan, maka benih belum cukup ukuran
dan menjadi keriput saat pengeringan. Sulit dirontok dan karena itu rentan terhadap
kerusakan mekanis saat perontokan, sulit dikeringkan, tidak tahan simpan, dan dalam
perkecambahan memiliki vigor rendah. Jika pemanenan ditangguhkan dan benih
dibiarkan pada tanaman setelah matang, sebagian benih hilang karena rontok, rebah
atau dimakan serangga atau burung. Benih yang tetap pada tanaman akan kering dan
mudah pecah, bahkan sangat mudah pecah saat perontokan, di samping akan mundur
dalam kapasitas perkecambahan dan vigornya akibat deraan cuaca lapang. Sebagai

13
contoh, dalam kacang-kacangan polong akan mengisap air saat hujan lebat dan
mempertahankannya untuk beberapa waktu.
Waktu yang paling baik untuk panen benih adalah saat masak fisiologis
dengan pengeringan buatan. Tetapi pengeringan buatan memerlukan biaya, dan
kapasitas yang memadai sering tidak tersedia. Jika benih dibiarkan sampai matang
sekali, pasokan airnya telah terputus, mudah rontok dari tanaman induk dan
pengeringan buatan jika ada diperlukan hanya sebentar. Jagung memberikan suatu
kontras yang menarik. Tongkol jagung terpegang kuat di dalam kulit buah. Dalam
ruang yang tertutup ini kelembaban tinggi, sehingga dalam cuaca panas cendawan dan
serangga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu tongkol harus
dipisahkan dari tanaman induk sedini mungkin dalam tahap pematangan, sementara
kadar air masih tinggi. Kulit buah dikupas dan tongkol dikeringkan secara alamiah
dalam rak atau secara buatan.
Dalam kultivar-kultivar serealia dan kacang-kacangan pematangan benih tidak
seragam di seluruh tanaman terutama pada kultivar-kultivar asli. Para pemulia telah
menghasilkan kultivar-kultivar modern dengan seleksi untuk sifat pertumbuhan
determinant dan untuk pembungaan individu tanaman yang serempak.
Penyebab yang umum dari hilangnya viabilitas selama penyimpanan adalah
kerusakan mekanis yang terjadi dalam panenan atau pengolahan benih berikutnya.
Kerusakan merupakan akibat yang sulit dihindari dari pengolahan, misalnya
pengupasan kacang tanah, atau pemanenan jagung dengan alat petik pipil. Kerusakan
pada embrio memudahkan masuknya cendawan selama penyimpanan.
Keberhasilan penyimpanan tergantung terutama pada kadar air benih ketika
akan disimpan. Pengeringan merupakan bagian penting dalam proses pemanenan, dan
kegagalan untuk mengeringkan benih sampai kadar air yang sesuai dicerminkan
dalam keragaan berikutnya. Jika tidak dikeringkan dengan seragam, kadar air
mungkin terlalu tinggi pada titik yang terisolasi di dalam tempat penyimpanan, dan
kemunduran dapat dimulai dan menyebar dari titik-titik ini.

14
IV. PROGRAM BENIH DASAR

Benih inti adalah segenggam benih pertama yang diperoleh pemulia tanaman
dari individu-individu tanaman dari varietas yang istimewa untuk tujuan pemurnian
dan pemeliharaan varietas tersebut. Perbanyakan benih inti selanjutnya juga dilakukan
di bawah pengawasan pemulia tanaman tersebut atau oleh pemulia tanaman lainnya
yang mampu untuk menyediakan benih penjenis (BS) yang merupakan basis semua
perbanyakan benih selanjutnya.
Kemurnian varietas kelas benih selanjutnya yaitu FS, SS, dan ES sebagian
besar tergantung pada mutu benih inti/penjenis yang dipakai. Tanpa menggunakan
benih inti/penjenis yang memiliki kemurnian dan mutu tinggi, maka benih yang
diperbanyak tidak dapat dijamin kemurnian genetiknya. Ketidaklayakan kemurnian
genetik khususnya pada tanaman-tanaman yang meyerbuk silang yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi penampilan varietas. Oleh karena itu, penting sekali agar benih
inti/penjenis diproduksi sedemikian rupa sehingga kemurnian genetik, identitas, dan
komponen mutu lain terpelihara dengan baik.
Benih varietas unggul yang dilepas pertama kali banyaknya belum bisa
memenuhi kebutuhan pengguna petani). Oleh karena itu diperlukan suatu organisasi
pengembangan varietas baik swasta maupun pemerintah menggunakan program
khusus yang disebut dengan program benih dasar (benih sumber). Tanggung jawab
utama program benih dasar ini adalah meningkatkan ―segenggam‖ benih inti menjadi
sejumlah benih yang cukup untuk didistribusikan kepada penagkar dengan
pemeliharaan sifat-sifat varietasnya setinggi mungkin. Program benih dasar bukan
hanya menghasilkan, tetapi juga mengolah dan mendistribusikan benih.
Penggunaan varietas unggul akan meningkat, jika sistim produksi benih
berkembang dengan baik. Sistim produksi benih yang banyak dianut adalah sertifikasi
benih. Sistim ini adalah cara yang menjadi panduan dan pengaturan yang
mengharuskan identifikasi dan pemeliharaan integritas genetik dan fisik suatu
kelompok benih bukan hanya selama produksi, tetapi sampai benih dijual kepada
petani pemakainya. Bagian penting dari program sertifikasi adalah pelatihan
penangkar benih baru yang sering melibatkan perencanaan dan pelaksanaan
demonstrasi produksi benih, kunjungan untuk melatih penangkar benih, dan diskusi
dengan petugas sertifikasi.
Suatu varietas yang sudah dilepas tersebut dapat mengalami kemunduran
setelah berulang-ulang diperbanyak karena misalnya, terkontaminasi oleh serbuk sari
yang tidak dikehendaki sewaktu di pertanaman. Sehubungan dengan itu, pemurnian
dan pemutihan kembali varietas yang telah mundur ini penting, lebih-lebih disadari
adanya varietas-varietas unggul lokal yang sangat disenangi petani.

4.1 Teknik Pemeliharaan Benih Inti Dan Benih Penjenis Tanaman yang
Dibuahi Sendiri

Varietas yang menyerbuk sendiri secara teoritis bersifat homozigot sempurna


akan tetapi dalam kenyataanya, keseragaman yang sempurna jarang dicapai dan
sejumlah variasi mungkin masih dapat terjadi selama siklus produksi benih,
khususnya pada varietas-varietas yang baru dilepas. Karena itu, pemurnian varietas
tersebut selama pemeliharaan benih inti/penjenis sangat diperlukan.
Teknik pemeliharaan benih inti/penjenis secara umum dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu : (1) Pemeliharaan varietas yang baru dilepas, dan (2) Pemeliharaan
varietas yang telah mantap.

15
4.1.1 Pemeliharaan benih inti yang belum dilepas atau varietas yang baru
dilepas

Prosedur untuk pemeliharaan benih inti dari varietas yang belum atau baru
dilepas adalah sebagai berikut : (1) Pengambilan contoh varietas untuk memperoleh
benih inti, (2) pemeriksaan contoh di atas meja periksa (meja analis), (3) penem[patan
dan penanaman benih inti, (4) pemeriksaan plot-plot inti berbarisan ganda dan
pembuangan tipe-tipe simpang, dan (5) pemanenan dan perontokan benih inti.

Pengambilan contoh varietas untuk memperoleh benih inti


Sejumlah galur atau hasil seleksi baru yang memberikan harapan, berdasarkan
pada penampilan dalam pembibitan untuk tujuan pemuliaan dan percobaan daya hasil,
diambil contohnya untuk pemurnian benih. Contoh-contoh ini bermanfaat sebagai
awal untuk memurnikan varietas-varietas baru dan untuk kemungkinan perbanyakan
dan distribusinya kepada petani. Sebaiknya tidak lebih dari 15 varietas baru dalam
suatu jenis tanaman di kebun percobaan diambil contohnya dalam satu tahun.
Pengambilan contoh varietas yang memberikan harapan dilakukan sebagai berikut.
1. Ambil 200 tanaman pada barisan-barisan yang berada pada jarak tiga meter dari
baris-baris batas dengan antarvarietas baru dalam suatu pengujian daya hasil.
2. Cabut tanaman yang jelek dan tanaman yang sedikit anakannya serta pertahankan
tanaman yang lainnya. Pencabutan tanaman yang jelek harus dilakukan 4-5 harri
sebelum benihnya masak penuh untuk menghindari kerontoklan benih.
3. Ke-200 tanaman diikat dalam satu ikatan dan dibungkus dengan kain atau kertas
untuk menghindari kerusakan dan kehilangan benih.
4. Periksa setiap ikatan dan simpan dengan baik hingga hasil produksi (yield) akhir
tersedia.
5. Setelah data tersedia, buang ikatan-ikatan dari varietas-varietas baru yang
benihnya ternyata kurang baik dibanding dengan varietas-varietas lainnya.

Pemeriksaan contoh di atas meja analis dan penyemaian


Kedua ratus tanaman dari masing-masing contoh harus dirontok secara
terpisah, dan benihnya diuji di atas meja analis. Buang benih-benih yang dicurigai
sebagai tipe simpang, demikian juga yang terkena penyakit atau hal-hal lain yang
tidak dapat diterima. Benih dari setiap 200 tanaman contoh tersebut sekarang siap
disemai dalam pembibitan pemurnian varietas yang disebut inti. Setiap benih inti
harus ditanam pada lahan yang subur bukan bekas tanaman sejenis pada musim tanam
sebelumnya. Tempat penanaman adalah dalam wilayah di mana varietas tersebut
akan ditanam setelah dilepas.
Dua ratus keturunan yang membentuk inti harus ditanam dalam blok yang
terdiri dari 200 plot dengan barisan ganda empat unit, jadi terdapat 50 barisan ganda
setiap unitnya. Benih harus ditanam dengan jarak tanam secukupnya di dalam
barisan. Jarak antarplot paling btidak 45 cm untuk mempermudah pemeriksaan
barisan selama pertumbuhan tanaman. Plot benih inti harus diisolasi secara memadai
untuk mencegah kontaminasi karena penyerbukan silang dan penyebaran penyakit
dari plot-plot di sebelahnya.

Pemeriksaan plot inti berbarisan ganda dan pembuangan tipe simpang


Selama musim pertumbuhan dari fase bibit hingga masak, plot inti harus diuji
secara kritis. Perbedaan dalam keragaan tanaman seperti pertumbuhan tanaman pada
waktu masih dini, warna daun, laju pertumbuhan, saat berbunga, tinggi, ciri-ciri

16
bongkol bunga dan reaksi penyakit harus diperhatikan. Apabila suatu plot berbeda
secara pasti dari rata-rata (sebagaimana diuraikan dalam deskripsi varietas) dalam fase
pertumbuhan sebelum berbunga. Pada saat plot-plot masak, warna benih berkembang
penuh dan tipe simpang yang tidak dapat teramati pada fase awal pertumbuhan
menjadi jelas teramati, harus dibuang dengan cara emotong atau mencabutnya. Selain
itu, karena kemungkinan kontaminasi secara persilangan alami oleh tanaman pada
plot-plot di sebelahnya, dua plot pada setiap sisi dari plot ang tipe simpangnya dicabut
tersebut juga harus dicabut dan dibuang. Apabila tanaman atau varietas yang sedang
dimurnikan diketahui memiliki kemungkinan persilangan alamiah agak tinggi,
misalnya 4% adalah lebih aman untuk membuang seluruh material pertanaman yang
ada sejauh 3 m dari plot yang terdapat tipe simpangnya, kecuali apabila plot tersebut
telah dibongkar sebelum serbuk sari masak.
Apabia individu varietas tanaman dicabut setelah pembungaan, maka seluruh
tanaman sejauh 1 m dari tanaman tersebut harus dicabut dan dibuang. Karena benih
dalam jalur isolasi dekat dengan plot-plot inti, jalur ini harus diuji dan tipe
simpangnya atau campuran yang ditemukan sebaiknya dibuang.

Pemanenan dan perontokan benih inti


Setiap petakan yang tersisa (180 dari 200 tanaman) asalnya, harus dipanen
secara individu dengan sabit dan diikat dalam suatu ikatan. Total ikatan-ikatan dari
setiap inti harus dilabel dan disimpan hingga hasil pengujian dari percobaan pengujian
daya hasil dalam tahun yang sedang berjalan telah diperoleh. Katan-ikatan inti dari
setiap varietas baru harus disingkirkan apabila tidak layak untuk dilanjutkan.
Ikatan-ikatan benih inti dari varietas baru yang terpilih harus dirontokkan
terpisah secara individu. Perlu perhatian dalam pengerjaannya agar sampai tuntas
untuk satu benih inti sebelum menangani benih yang lain untuk menghindari
tercampurnya antarbenih inti satu dengan yang lain. Benih dari tiap petakan juga
harus disimpan dalam kantong-kantong yang terpisah.
Benih dari tiap plot intiditempatkan dalam satu tumpukan di atas meja analis
benih. Tumpukan benih inti sejumlah 180 tanaman atau lebih harus diperiksa untuk
keseragaman keragaan benih, dan tumpukan-tumpukan yang menunjukkan tipe
simpang dibuang. Semua tumpukan benih yang terplih harus dikumpulkan menjadi
satu plot. Ini sebaiknya dirawat dengan fungisida atau insektisida, dikantongi, dilabel
dan disimpan sebagai sumber benih penjenis (breeder seed stock) untuk digunakan
tahun depan. Sumber benih penjenis adalah sumber benih asli yang dimurnikan dari
varietas baru oleh para pemulia tanaman.

4.1.2 Pemeliharaan benih penjenis dari varietas-varietas yang belum dilepas


atau yang baru dilepas

Hal-hal berikut ini harus diterapkan untuk memelihara benih penjenis: (1)
pemilihan lahan, (2) pengsolasian kebun, (3) pelaksanaan teknik budidya, (4) penetap-
an lokasi produksi, (5) pelaksanaan teknik penyemaian, (6) roguing, dan (7) pemanen-
an sumber benih penjenis.
Lahan tempat penanamann harus bersih dan subur dan tidak ditanaman
tanaman sejenis pada tahun sebelumnya, serta dengan isolasi yang memadai. Tempat
pesemaian juga harus cukup luas. Teknologi budidaya terbaik harus digunakan dalam
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan sumber benih penjenis.
Teknik pesemaian harus memungkinkan dilakukannya roguing secara efektif
serta penggunaan benih yang tersedia secara maksimal (persediaan benih terbatas).

17
Roguing dilakukan sejak pembibitan di pesemaian sampai tanaman menjelang
berbunga. Bila roguing dilakukan setelah berbunga, maka tanaman di sekitarnya
dalam radius 1 m harus dicabut.
Semua peralatan yang digunakan untuk panen, pengangkutan, dan
penyimpanan harus sangat bersih dan bebas dari benih varietas lain. Dengan cara
demikian diperkirakan benih murni mencapai 99,9%. Benih penjenis ni sdah siap
diperbanyak enjadi benih dasar. Pemeliharaan sebagian benih penjenis perlu
dilakukan oleh pemulia tanaman untuk cadangan sumber benih penjenis (a
continuation breeder’s stock) dari suatu varietas.
Perbanyakan kedua dari cadangan sumber benih penjenis oleh pemulia
tanaman untuk memenuhi sumber benih segar bagi penanaman benih dasar setiap
tahun. Kegiatan ini dapat terus dilanjutkan sampai varietas bersangkutan digantikan
dengan varietas yang lebih baru.
Beberapa varietas dapat dipertahankan tetap murni dalam cadangan sumber
benih penjenis. Pemurnian ulang sangat diperlukan untuk menghilangkan tipe
simpang yang timbul dalam suatu varietas. Kegiatan ini dapat dimulai dengan 100-
200 tanaman dari cadangan-cadangan sumber benih penjenis dan ditanam sebagai inti
seperti telah diuraikan terdahulu. Jumlah ini cukup memadai bila tidak ada kebutuhan
yang mendesak.

4.1.3 Pemeliharaan benih penjenis dari varietas yang telah mantap

Cara-cara yang dapat digunakan untuk memelihara benih penjenis suatu


varietas yang telah mantap antara lain: (1) menumbuhkan tanaman secara terisolasi
atau (2) dengan melakukan seleksi secara lindak (bulk).
Benih penjenis dari varietas lokal dpat dipelihara dengan menumbuhkannya
pada plot yang dislasi dan melakukan roguing yang sangat ketat sepanjang berbagai
fase pertumbuhan tanaman sehingga penyimpangan yang terjadi dapat diamati. Cara
menangani benih penjenis tanaman ini adalah sama seperti yang dijelaskan terdahulu
untuk benih penjenis varietas yang baru dilepas.
Kemurnian genetik dari varietas yang telah mantap dapat dikembangkan denan
baik melalui seleksi lindak. Dalam seleksi lindak ini sebanyak 2000-2500 tanaman
yang tipikal dari varietas yang bersangkutan diseleksi, dipanen dan dirontokkan secara
terpisah. Benih-benih dari tiap tanaman diperiksa dan tiap tumpukan yang
memperlihatkan adanya tipe simpang harus dibuang. Tumpukan benih yang tersisa
dilindak (bulked) untuk membentuk benih penjenis. Cara penanganan lainnya adalah
sama.
Pengamanan sejumlah benih penjenis sangat penting dilaukan untuk persiapan
musim tanaman berikutnya (carry over) untuk menjamin keberlanjutan program
perbenihan. Penympanan benih carry over harus dilakukan dalam kondisi optimum
untuk memelihara vigor dan viabilitasnya.

4.2 Teknik Pemeliharaan Benih Inti dan Benih Penjenis Tanaman yang
Dibuahi Silang

Metode-metode untuk pemeliharaan varietas benih yang dibuahi silang


umumnya tergantung pada metode pemuliaan varietasnya. Metode yang digunakan
juga tergantung pada galurnya apakah merupakan galur murni atau galur nonmurni.
Metode juga sangat tergantung pada apakah varietasnya telah mantap, apakah benih
merupakan spesies apomiktis, poliploid buatan, atau benih carry over.

18
Benih inti yang merupakan galur murni sebagai tetua suatu hibrid, dan hibrid
tersebut telah selesai diuji secara tuntas, maka pemeliharaan dan perbanyakan galur
murni tersebut dilakukan dengan cara: (1) melakukan penyerbukan dengan tangan, (2)
menanam benih hasil penyerbukan dengan tangan tersebut, (3) mengisolasi
pertanaman, (4) melakukan roguing, dan (5) memanen, merontok dan mengeringkan
benih.
Pemeliharaan benih inti dari galur murni meliputi penyerbukan sendiri,
penyerbukan dengan saudara tetua (sibbing) atau kombinasi kedua cara tersebut.
Tongkol-tongkol individu yang telah dikawinkan sendiri atau dengan disilangkan
dengan saudara setetua perlu diuji secara cermat. Tongkol-tongkol yang merupakan
tipe simpang atau inferior dalam suatu hal, atau berbeda dalam suatu sifat, seperti
tekstur, warna, ukuran benih, warna sekam, ukuran dan bentuk tongkol, sebaiknya
dibuang. Tongkol-tongkol yang diserbuki oleh saudara setetua selanjutnya harus
dirontokkan secara terpisah dan ditanam dalam satu baris per tongkol (ear to row),
atau semua tongkol dari galur murni individu bisa dikompositkan untuk perbanyakan
dalam musim berikutnya. Keuntungan nyata dari penanaman satu baris per tongkol
adalah bahwa tipe smpang dari tongkol-tongkol individu lebih mudah dideteksi dan
disingkirkan daripada penanaman secara lindak.
Isolasi perlu dilakukan sangat dini dan akan berbeda-beda baik jarak maupun
waktu sesuai jenis tanaman, sifat kontaminan, dan arah angin. Kebun galur murni
yang diisolasi juga perlu di-roguing dengan teliti sebelum tepung sari menyebar.

19
V. REKOMENDASI PRODUKSI BENIH BERSERTIFIKAT

5.1 Padi (Oryza sativa L.)


a. Klasifikasi spesies dan kultivar
Terdapat tiga subspesies padi yaitu (1) indica, yang berhari pendek dan
tumbuh terutama di wilayah tropik hangat dan lembab; (2) japonica, yang beberapa
kultivar di antaranya berhari pendek, tetapi kebanyakan berhari netral dan tumbuh di
luar wilayah tropis; (3) javonica, yang berhari netral dan tumbuh di wilayah iklim
ekuator di Indonesia. Di samping itu masih juga terdapat hibrid antarketiga
subspesies ini, walaupun terdapat kesulitan untuk membentuk kultivar hubrid yang
fertil (subur) dalam beberapa kombinasi.
Kultivar padi dapat dikelompokkan menurut empat hal yaitu (1) kepekaannya
terhadap fotoperiode (tidak peka, pertengahan, atau peka); (2) pengelolaan airnya
(lahan kering, sawah berair dangkal, sawah berair sedang, dan sawah berair dalam,
gogo, gogorancah, sawah, sawah pasang surut, dan sawah rawa lebak); (3) tipe
tanamannya (semikerdil, tinggi, atau mengambang); (4) kandungan pati
ekdospermanya (bukan ketan, pertengahan, ketan, atau campuran). Adapun pembeda
sifat-sifat kultivar yang utama antara lain adalah waktu mencapai 50% ‗muncul malai‘
heading (cepat, lambat) dan panjang batang sampai malai (pendek, panjang). Uraian
selanjutnya adlah untuk padi sawah
b. Sejarah dan persyaratan lahan
Kebiasaan pengusahaan tanaman padi secara terus menerus di lahan yang
sama, menyulitkan lahan tersebut bebas dari voluntir. Apalagi pola tanam yang
dianjurkan dalam setahun menggunakan varietas yang berbeda antarmusimnya. Hal
ini merupakan kesulitan dalam usaha memproduksi benih. Untuk menghindari
kehadiran voluntir lahan perlu dibiarkan bera (kering sedikitnya selama dua tahun.
Produksi benih padi bersertifikat hendaknya dilakukan pada lahan bekas
tanaman lain atau bekas bera. Jika bekas tanaman padi diupayakan bekas varietas
yang sama dengan yang akan ditanam. Kalau bekas varietas lain agar varietas yang
mudah dibedakan dengan varietas yang akan ditanam, dengan persyaratan: (1)
produsen benih mampu mengerjakan pengolahan tanah dan melakukan roguing
dengan intensif, (2) sistem tanam secara tandur jajar, dan (3) pesemaian ditempatkan
di lahan yang bebas voluntir. Ketinggian tempat perlu disesuaikan dengan varietas
padi yang akan ditanam.
Pengolahan tanah harus dilakukan sampai berstruktur lumpur dengan kedalam
15-30 cm, yang dapat diperoleh dengan cara berikut.
(1) merendam calon lahan 3-4 hari dan membajak pertama
(2) merendam 2-3 hari dan membajak kedua
(3) merendam 2-3 hari dan menggaru pertama
(4) merendam 2-3 hari
(5) menggaru kedua dan meratakan permukaan lahan agar air merata
hingga siap tanam.
c. Benih sumber, pesemaian dan pemindahan tanaman
Benih kelas yang lebih tinggi diperlukan sebanyak 10-25 kg/ha untuk
memproduksi benih bersertifikat (10 kg BS untuk FS, 25 kg FS untuk SS, dan 25 kg
SS untuk ES). Padi dapat ditanam langsung atau melalui pembibitan. Pengecambah-
an benih lebih dahulu sebelum ditanam dapat dilakukan selama 16-20 jam. Untuk
memproduksi benih lebih baik menanam padi melalui pembibitan dan penanaman
dengan sistem tandur jajar.

20
Luas pesemaian diperlukan 400-500 m2 per hektar (5% dari luas tanam)
dengan lebar bedengan 110 cm, tinggi 15-20 cm, dan jarak antarbedengan 20-30 cm.
Pemupukan lahan pesemaian diperlukan sebanyak 10 g urea + 10 g TSP per m2 pada
waktu membuat bedengan pesemaian. Benih disebar merata di atas bedengan + 70 g
per m2 pesemaian. Pengawasan persemaian perlu dilakukan sampai 4 hari setelah
semai untuk menyelamatkan benih dari serangan burung. Bedengan persemaian
dipertahankan basah, tetapi perlu didrainase jika tergenangi, misalnya setelah hujan.
Gulma diberantas di persemaian.
Bibit dicabut dan segera ditanam pada umur 21-25 hari. Pada saat tandur
dianjurkan menanam 2-3 tanaman per rumpun dengan kedalaman tanam 2-3 cm dan
tanpa mengikutsertakan bibit lemah dan voluntir. Jarak tanam disesuaikan dengan
anjuran Diperta Pangan setempat. Untuk tanaman semusim jarak tanam 30 cm x 15
cm dapat dilakukan. Pada musim kemarau jarak tanam disarankan 22 cm x 22 cm.

d. Pemeliharaan tanaman
Dosis pupuk disesuaikan dengan rekomendasi Diperta Pangan setempat. Dapat
digunakan 300 kg urea + 150 kg TSP. Sepertiga urea dan seluruh TSP diberikan pada
saat tandur, sepertiga urea diberikan lagi masing-masing pada umur 4 dan 7 minggu
setelah tandur (MST). Seng sulfat perlu ditambahkan sebanyak 15 kg/ha pada saat
tanam, jika tanah kekurangan. Kultivar dari subspesies indica tidak toleran terhadap
nitrogen berlebihan sehingga akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang
berlebihan pula.
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 (aktif membentuk
anakan) dan 45 (pertanaman mulai berbunga) hari setelah tandur. Pada saat itu gulma
sedang tumbuh aktif menyaingi tanaman padi. Pengairan disesuaikan dengan kondisi
hujan dan tingkat pertumbuhan tanaman. Kedalaman air 2,5 – 5 cm diperlukan pada
saat tanam. Lazimnya kedalaman air ini dipertahankan sampai stadium masak. Pada
fase pematangan benih, air tidak diperlukan. Pengendalian hama terpadu perlu
dilaksanakan dan penggunaan bahan-bahan kimia untuk pengendalian hama dan
penyakit harus mengikuti rekomendasi dari Diperta Pangan setempat. Hama dan
penyakit selalu ada sepanjang kehidupan tanaman, seperti disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hama dan penyakit yang dapat menyerang pertanaman padi sepanjang
pertumbuhannya (Ditjentan Pangan, 1989)

Fase Pertumbuhan Jenis Hama yang Mungkin Jenis Penyakit yang Mungkin
Padi
Pesemaian Tikus, penggerek batang (peletakan Rebah kecambah
telur) lalat bibit, lalat daun
Vegetatif (sejak Tikus, hama putih, hama putih Kerdil rumput, hawar daun
tunas pertama palsu, penggerek batang, kepinding bakteri, blas, bercak coklat
berkembang tanah, lalat daun, lalat bibit, ulat daun, hawar pelepah daun,
sampai anakan grayak, ganjur, wereng punggung hawar daun bakteri
maksimum putih, wereng hijau, wereng coklat,
menjelang bunting) lundi
Generatif (sejak Tikus, wereng coklat, wereng hijau, Blas (busuk leher), garis
primordium bunga wereng punggung putih, kepinding merah bakteri (BRS), bercak
sampai masak tanah, penggerek batang, lundi, coklat daun, busuk malai,
penuh atau siap walang sangit busuk pelepah daun bendera
panen)

21
e. Roguing
Roguing tipe simpang varietas lain, dan gulma berbahaya dilakukan masing-
masing sekali sebelum pertanaman berbunga, pada fase berbunga, dan pada fase
masak. Dalam rangka sertifikasi roguing itu dilaksanakan sebelum BPSB
melaksanakan pemeriksaan pertama, pemeriksaan kedua, dan pemeriksaan terakhir.
Pembeda kultivar yang harus diperhatikan dalam roguing adalah tipe
pertumbuhan, kehalusan daun, warna helai daun, warna lidah daun, warna tepi daun,
warna pangkal batang, bentuk/tipe malai, bentuk gabah, dan sudut daun bendera.
Tabel 2 menyajikan standar lapangan untuk menghasilkan benih padi sertifikat.

Tabel 2. Standar lapangan untuk menghasilkan benih padi bersertifikat (Ditjentan


Pangan, 1986)
Kelas Benih Isolasi Jarak (m) Varietas Lain dan Rermputan
Tipe Simpang Berbahaya
Maksimum (%)
Benih Dasar 3 0,0 Tidak ada
Benih Pokok 3 0,2 Tidak ada
Benih Sebar 3 0,5 Tidak ada

f. Panen dan Penanganan Benih Siap Salur


Panen dilakukan pada saat pertanaman 80-90% telah matang. Pada saat ini
kadar air benih berkisar dari 17-23%. Sabit bergerigi biasanya digunakan untuk
memotong tanaman pada pangkal batangnya. Kombain digunakan pula di perusahaan
benih milik BUMN. Pemanenan dengan kombain memerlukan kadar air benih antara
15-25%. Kerusakan mekanis terjadi jika kadar air benih di luar kisaran itu, benih
terkupas sekamnya jika dipanen dengan kadar air yang lebih rendah daripada 15%.
Benih biasanya langsung dirontok di sawah dengan cara memukulkan malai
pada suatu dinding perontokan yang terbuat dari kayu . Perontokan secara tradisional
dilakukan dapat pula dengan cara diinjak-injak (diiles). Para penangkar benih yang
bekerja sama dengan unit pengolahan benih (UPB) milik BUMN utau lainnya
menyerahkan pascapanen ini kepada UPB tersebut.
Pengeringan benih dilakukan sampai kadar airnya mencapai maksimum 13 %.
Pengeringan sampai kadar air mencapai 8% dapat memperpanjang daya simpan benih.
Diperlukan waktu 4-7 hari untuk penjemuran padi ini, tergantung pada kondisi cuaca.
Pengeringan secara buatan memerlukan suhu yang sesuai dengan kadar air awal benih
yang akan dikeringkan. Suhu maksimum pengeringan 37,8 OC jika kadar air benih >
18%, suhu maksimum pengeringan 37,8OC jika kadar benih 10-18%, suhu maksimum
pengeringan 43,8OC jika kadar air <10%, disarankan agar suhu pengeringan tidak
lebih dari 40OC. Jika cuaca hujan saat panen, benih harus dianginkan dahulu sebelum
dikeringkan dengan udara panas. Pemantauan penurunan kadar air benih selama
pengeringan bertahap di atas perlu dilakukan setiap jam. Benih pun perlu dibolak-
balik agar pengeringan terjadi merata.
Secara tradisional benih dibersihkan dengan cara menampi. Pembersihan
secara mekanis lazimnya menggunakan air-screen cleaner yang dikombinasikan
dengan indented cylinder atau gravity seperator. Butir-butir yang hijau hendaknya
dapat dikeluarkan dalam pembersihan.
Pengambilan contoh benih diperlukan untuk pengujian mutu benih. Hasil
pengujian dipasang pada label dalam kemasan benih. Kantung plastik berkapasitas isi
5 kg cukup memadai mengingat pemilikan sawah petani rata-rata kurang dari 1 ha.

22
Tabel 3 menyajikan standar pengujian laboratorium yang ditetapkan BPSB untuk
menghasilkan benih bersertifikat. Peraturan sertifikasi benih mempersyaratkan masa
berlau label itu paling lama 6 bulan sejak selesainya pengujian atau 9 bulan setelah
panen, pengujian ulang harus dilakukan jika pemasaran benih akan dilanjutkan.

Tabel 3. Standar pengujian laboratorium untuk benih padi bersertifikat (Ditjentan


Pangan, 1986)

Kelas Benih Kadar Benih Kotoran Benih Benih Daya


Air Murni Benih Varietas Tanaman Tumbuh
Maks. Min. (%) Maks. (%) Lain Lain dan Min.
(%) Maks. (%) Biji Glma (%)
Maks. (%)
Benih Dasar 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 80,0
Benih Pokok 13,0 99,0 1,0 0,1 0,1 80,0
Benih Sebar 13,0 99,0 1,0 0,2 0,2 80,0

g. Tahapan Pertumbuhan Tanaman


Keseluruhan tahapan pertumbuhan tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahapan
umum yaitu tahap vegetatif (dari perkecambahan sampai inisiasi malai), tahap
reproduktif (dari inisiasi malai sampai pembungaan), dan tahap pemasakan (dari
pembungaan sampai pemasakan). Jumlah hari tahap reproduktif dan tahap pemasakan
adalah sama antar kebanyakan varietas padi, sedangkan jumlah hari dalam tahap
vegetatif berbeda-beda menurut varietas. Pada varietas yang berumur 120 hari, ketiga
tahap pertumbuhan itu berturut-turut 55, 35, dan 30 hari, sedangkan pada varietas
yang berumur 150 hari adalah 85, 35, dan 30 hari.

h. Hasil dan faktor Perbanyakan Benih


Produksi benih minimal diharapkan sebesar 1500 kg/ha untuk FS dan 2500
kg/ha untuk SS atau ES. Faktor perbanyakan benih padi adalah 150 untuk FS dan 100
untuk SS dan ES. Faktor perbanyakan benih menunjukkan nisbah antara unit benih
yang dihasilkan pada luas lahan tertentu terhadap unit benih sumber yang ditanam.
Jadi, faktor perbanyakan benih FS tersebut adalah 1500 kg/ha : 10 kg/ha =150. Angka
10kg/ha adalah banyaknya benih sumber (BS) yang ditanam, sebagaimana yang
dikemukakan dalam butir d.

5.2 Jagung Bersari Bebas (Zea mays L.)

a. Klasifikasi Spesies dan Kultivar


Spesies jagung dibagi kedalam beberapa tipe berikut, yang kadang-kadang
dianggap sebagai varietas :
1. Dent corn (jagung gigi kuda)
Tipe jagung yang banyak diusahakan ini, benihnya berlekuk di bagian atas, yang
terjadi karena pengerutan tepung yang lunak di bagian tersebut. Benih berwarna
kuning, putih, atau merah. Tanaman tumbuh tegap dan kebanyakan berumur
dalam.
2. Flint corn (jagung mutiara)
Tipe jagung ini juga banyak diusahakan. Benihnya terisi penuh dengan ukuran
sedang dan tidak berlekuk di bagian atasnya. Benih berwarna kuning, putih, dan

23
merah. Tanaman tumbuh vigor dan lebih genjah daripada tanaman tipe gigi kuda,
walaupun masih dapat diklasifikasikan sebagai genjah, sedang dan dalam.
3. Flour corn
Benih berendosperma dengan pati yang lunak.
4. Sweet corn (jagung manis)
Tipe ini mulai populer dan banyak diusahakan di Indonesia. Benihnya
mengandung banyak gula. Sebagai sayuran jenis ini biasanya dipanen muda.
Benih menjadi keriput jika telah masak.
5. Pop corn (jagung beledug)
Benih mempunyai lapisan tebal dari tepung yang keras mengelilingi tepung yang
lunak pada pusat endosperma. Benih berbentuk agak runcing, kecil, dan keras;
warnanya kuning atau putih. Tanaman tidak setegap tipe-tipe lainnya, dengan
tongkol kecil.
6. Waxy corn
Tipe ini seluruh tepung benihnya terdiri dari amilopektin sehingga tampak berlilin.

Kultivar jagung diklasifikasikan berdasarkan sistem pemuliaan (bersari bebas,


sintetik, galur murni, dan hibrid), tipe benih (gigi kuda, mutiara, dan waxy),
pemasakan (genjah, sedang, dan dalam), dan kepekaannya terhadap cahaya (tidak
peka, agak peka, dan peka). Jagung bersari bebas terdiri dari yang konvensional dan
yang komposit, sedangkan jagung hibrid terdiri antara lain, dari hibrid persilangan
tunggal, hibrid persilangan ganda, dan hibrid persilangan tiga.
Pembeda sifat-sifat kultivar yang utama antara lain adalah daun (tegak, tidak
tegak), waktu muncul rambut (cepat, sedang, lambat), pewarnaan antosianin pada
rambut (lemah, kuat), tinggi tanaman sampai bunga jantan (pendek, tingi), panjang
gagang saat pemasakan (pendek, panjang), penutupan kulit buah (ujung terlihat, ujung
tidak terlihat), warna ujung benih (putih, kuning, jinga, merah, hitam), panjang
tongkol saat masak (pendek, panjang), bentuk tongkol saat masak (silindris, kerucut),
jumlah barisan benih (sedikit, banyak).

Selanjutnya diurikan lingkup produksi benih jagung bersari bebas.

b.Sejarah dan persyaratan lahan


Tidak ada keperluan lahan spesifik untuk produksi benih jagung, kecuali
bahwa lapang produksi harus bebas tanaman voluntir dan berdrainase baik. Lapang
hendaknya beraerasi baik dan sesuai untuk jagung. Untuk menghindari banyak
tanaman voluntir disarankan agar menggunakan lahan yang ditanami spesies lain
dalam musim sebelumnya.

c. Isolasi
Jagung merupakan tanaman yang dibuahi silang, karena itu memerlukan
isolasi yang memadai untuk menghindari penyerbukan silang oleh serbuk sari yang
tidak diinginkan. Isolasi jarak minimum lazimnya sejauh 200 m dan isolasi waktu
kurang lebih satu bulan, yang di Indonesia keduanya berlaku untuk semua kelas benih
bersertifikat. Jarak isolasi ini dapat berkurang jika barisan-barisan tanaman terluar
yang berbatasan dengan pertanaman varietas lain dibuang atau bukan untuk
menghasilkan benih. Jumlah berisan yang yang harus dibuang juga tergantung pada
luas lahan dan isolasi jarak yang digunakan.

24
d. Pengolahan Tanah
Tanah diolah hingga gembur sebelum penanaman. Sekali pembajakan, dua
atau tiga kali penggaruan diikuti dengan perataan cukup memadai untuk penyiapan
lahan. Saluran draenase perlu disiapkan pula, walaupun pembumbunan tanaman
dapat bermanfaat untuk tujuan ini. Taaman jagung peka terhadap kelebihan air.

e. Benih Sumber dan Penanaman


Untuk memproduksi benih bersertifikat diperlukan benih sumber dengan
kualifikasi yang lebih tinggi, kurang lebih 30 kg/ha. Belum ada rekomendasi khusus
jarak tanam atau populasi untuk memproduksi benih jagung, karenanya dapat diikuti
cara-cara yang berlaku pada produksi jagung konsumsi. Lazimnya jagung ditanam
teratur, kebanyakan dengan jarak antarbarisan 75 cm. Populasi optimum antarvarietas
tergantung pada umur tanaman dan kondisi lapang produksi. Yang sudah umum
dilakukan adalah menerapkan populasi 50.000 tanaman/ha yang diperoleh dengan
jarak tanam 75 cm x 25 xm. Tabel 4 menyajikan variasi populasi optimum yang
sesuai dengan umur tanaman jagung menurut klasifikasi di Indonesia.
Untuk pelaksanaan penanaman sebaiknya benih ditanam 2-3 butir/lubang
sedalam 3-5 cm, kemudian diperjarang pada umur 2-3 MST dan disisakan sejumlah
tanaman yang sesuai dengan populasi yang diinginkan. Penyulaman dapat dilakukan
dengan penyisipan pada umur 1 MST, atau dengan pemutaran bibit yang ada/berlebih
pada umur kurang dari 2 MST.

Tabel 4. Populasi dan jarak tanam optimum untuk pertanaman jagung (Badan
Pengendali Bimas, 1977)

Umur Tanaman Populasi Optimum Jarak Tanam (cm) Jumlah


(hari) (tanaman/ha) Tanaman/Lubang
Dalam (+ 110) 50.000 100 x 40 2
75 x 25 1

Tengahan (80-90) 70.000 75 x 20 1

Genjah (70-80) 100.000 50 x 20 1


200.0001) 50 x 10 1
1)
untuk lahan subur

f. Pemeliharaan Tanaman
Belum ada dosis pemupukan bagi pertanaman benih jagung, namun untuk
menghasilkan pertanaman yang baik diperlukan 120-150 kg N/ha, 50-60 kg P/ha, dan
40-50 kg K/ha. Untuk lahan yang kekurangan seng diperlukan 25 kg seng sulfat/ha.
Pupuk N sepertiganya berikut seluruh P dan K diberikan pada saat tanam di dalam
lubang atau larikan sedalam 10 cm dan sejauh masing-masing 7 cm di sebelah kiri dan
kanan lubang tanam benih. Sisa pupuk N kemudian diberikan lagi pada umum
tanaman satu bulan sejauh 15 cm dengan kedalam 10 cm. Pemupukan yang kurang
akan menghasilkan benih yang berukuran kecil dan hasil benih yang rendah. Benih
yang berukuran kecil ini bahkan dapat terbuang ketika pengolahan.
Tanaman jagung sangat peka terhadap kompetisi dengan gulma terutama
selama fase awal pertumbuhannya. Karena itu, kebersihan lapang dari gulma
menentukan hasil benih. Penyiangan dan pembumbunan yang terjadwal tepat sangat
diperlukan. Penyiangan pertama dilakukan umur 15 HST, sedangkan ang kedua

25
dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu pada waktu pemupukan kedua (1
bulan sesudah tanam, BST). Pelaksanaan penyiangan dihindari terjadinya kerusakan
akar dengan membaasi pencangkulan tanah tidak lebih dari 3-5 cm. Herbisida dapat
digunakan untuk pengendalian gulma; Gramoxone, disemprotkan pada umur 3 dan 5
MST masing-masing sebanyak 1,5 l dalam 400-500 l air per hektar.
Tanaman jagung juga peka terhadap kekeringan berlebihan. Pengairan atau
penyiraman diperlukan, tergantung pada keadaan di lapangan.

g. Roguing
Tidak banyak roguing diperlukan untuk memproduksi benih jagung bersari
bebas karena varietas demikian memiliki basis genetik yang luas dan fenotipis
seragam untuk sifat-sifat yang penting secara ekonomis. Tetapi, sedikit variabilitas
mungkin masih ada. Roguing tipe-tipe simpang yang nyata-nyata lebih tinggi atau
kerdil, misalnya harus diselesaikan sebelum serbuk sari dilepaskan. Selain itu,
tanaman-tanaman yang terserang penyakit juga harus diroguing.

h. Panen dan Penanganan Benih Siap Salur


Benih jangan dipanen jika kadar airnya lebih dari 25% karena dapat
mengundang kerusakan mekanis. Jika terdapat fasilitas pengering yang dipanaskan,
panen dapat dilaksanakan pada kadar air benih 30-35%. Untuk pemanenan dengan
tangan, lebih dikehendaki kadar air 15-20%. Panen dini dapat mengurangi kehilangan
benih karena serangan burung, pecahnya tangkai, kebusukan tongkol, dan sebagainya.
Sebelum panen benih harus telah menjadi keras dan tanaman telah menguning. Masak
fisiologis biasanya dicapai jika pada dasar benih terdapat lapisan hitam. Mesin
pemanen dilengkapi dengan pemetik tongkol dan pengupas kulitnya. Di negara maju,
kombain yang dilengkapi dengan pemipil benih umumnya tidak disarankan karena
beresiko dapat merusak benih, jika digunakan, maka kadar air benih sebaiknya 25-
35%.
Setelah panen, jagung agar dikupas dan dilanjutkan degan pemilihan tongkol,
tongkol tipe simpang, terutama yang memperlihatkan perbedaan warna dan tekstur
serta tongkol yang berpenyakit, dipisahkan dan tidak turut dikeringkan. Pemilihan
yang baik pada saat ini cukup mengurangi tugas pemilihan setelah tongkol jagung
selesai pengeringan.
Tongkol jagung dapat dikeringkan baik dibawah sinar matahari meupun
dengan alat pengering buatan. Pengeringan dengan panas tambahan jangan
menggunakan suhu diatas 42 C. Setelah pengeringan, kadar air benih jangan melebihi
14% jika kadar air awal tinggi, pengeringan harus perlahan-lahan. Sirkulasi udara
ditempat penyimpanan tongkol sementara dikeringkan harus baik. Jika tongkol
disimpan diatas lantai atau kotak pengering, tumpukannya jangan terlalu tinggi.
Penjemuran tongkol memerlukan waktu 45-50 jam sampai bobotnya konstan,
yaitu kadar air benihnya mencapai kurang lebih 11,5%. Pengeringan buatan dapat
dilakukan dengan menyesuaikan suhu udara pengering terhadap kadar air benih yang
dikeringkan sebagaimana pada padi. Setelah tongkol kering (kadar air benih 14%),
maka benih dapat dipipil dengan mudah baik dengan tangan maupun dengan alat
pemipil. Namun, sesaat sebelum pemipilan ini perlu dilakukan lagi pemisahan tongkol
tipe simpang atau yang terserang penyakit. Setelah pemipilan kadar air benih harus
dicek kembali apakah tidak melebihi 14% untuk penyimpanan jangka pendek, untuk
penyimpanan jangka menengah kadar air benih 10-12% cukup memuaskan,
sedangkan untuk jangka panjang diperlukan kadar air benih 8-10%. Dalam rangka

26
menghasilkan benih bersertifikat, pemipilan sebaiknya dilakukan setelah bin
dinyatakan bersih oleh petugas BPSB.
Setelah pengeringan, benih dibersihkan pendahuluan untuk membuang
kotoran seperti pecahan tongkol dan kulit buah. Pembersihan berikutnya secara
mekanis biasanya menggunakan air screen cleaner bersaringan tipe slot yang dapat
memisahkan benih menjadi yang ceper (melewati saringan) dan bundar (tertahan
saringan), terutama jika benih akan ditanam dengan mesin tanam. Pemilihan
selanjutnya menrut ukuran besar, sedang, dan kecil dapat dilakukan dengan alat yang
sama dengan saringan berlubang bulat. Pemilahan dapat ditingkatkan dengan
menggunakan gravity separator atau kadang-kadang dengan indented cylinder
separator.
Pengambilan contoh benih diperlukan untuk pengujian laboratorium, yang
standarnya disajikan dalam tabel 12 jika yang akan dihasilkan adalah benih
bersertifikat. Peraturan sertifikasi benih juga mempersyaratkan masa berlaku label
sampai 6 bulan setelah pengujian atau 8 bulan setelah panen. Pengujian ulang perlu
dilakukan jika benih akan dilanjutkan pemasarannya.
Perawatan benih dapat dilakukan setelah selesai pembersihan dan pemilahan,
yaitu untuk membunuh cendawan terbawa benih seperti pythium, fusarium,
Drechslera, dan Helminthosporium. Perawatan benih dapat menggunakan thiram,
quinone, captan, atau benzimidazole. Captan malahan dilaporkan dapat
mengendalikan layu bakteri akibat serangan Erwinia stewartii. Selanjutnya benih
dikemas dan siap disalurkan kepada konsumennya.
Hasil benih jagung kelas FS diharapkan paling sedikit 800 kg/ha, kelas SS
1000 kg/ha, dan kelas ES 1500 kg/ha. Dengan demikian, faktor perbanyakan untuk
ketiga kelas benih itu adalah masing-masing 26, 33, 50.

5.3 Kedelai (Glycine max L. Merr ; sinonim Dolichos soya L., Phaseolus max L.,
Soya hispida Moench.)

a. Distribusi dan Ekologi


Kedelai diusahakan secara luas dan tidak dikenal bentuk liarnya. Kedelai lebih
dikenal merupakan tanaman subtropika yang dapat tumbuh di daerah tropika. Kedelai
tidak tahan kondisi yang terlalu kering dan dingin. Tanaman ini tergolong berhari
pendek. Tanah tempat tumbuh kedelai diutamakan yang mengandung bakteri pengikat
N (Rhizobium). Jika ditanam di tempat yang sama berturut-turut sampai 2-3 kali, hasil
kedelai dilaporkan dapat ditingkatkan.
Kedelai dapat ditanam di lahan kering, agak basah, atau di daerah beririgasi,
selain di lahan kurang subur yang tidak sesuai untuk tanaman lain. Budidaya kedelai
secara basah dilaporkan dapat meningkatkan hasil. Kultivar dari daerah bergaris
lintang tinggi tidak sesuai untuk dikembangkan di daerah bergaris lintang rendah.
Kedelai toleran pada daerah bercurah hujan 3100 – 4100 mm/th, dengan suhu rata-rata
tahunan 5,9 – 27,8 OC dan pH tanah 4,3 – 8,4. Namun, tanaman ini tumbuh baik di
tanah-tanah subur dan berdrainase baik, dengan kisaran pH 6,0 – 6,5.

b. Klasifikasi Kultifar
Di Indonesia kedelai digolongkan menurut tiga kelompok pemasakan yaitu
genjah (70-80 hari), tengah (8—90 hari), dan dalam (>90 hari). Kultivar yang adaptif
pada garis lintang yang lebih tinggi akan berbunga lebih cepat jika ditanam dalam
kondisi berhari pendek. Karena itu, kultivar asal Jepang, misalnya, masak hampir

27
bersamaan di Indonesia. Lebih jauh, kedelai peka terhadap suhu dan kondisi
kelembaban tanah pada fase pembungaan. Sehubungan dengan itu, umur masak panen
suatu kultivar dapat berbeda jika ditanam di wilayah yang berbeda.
Kultivar kedelai dapat dibedakan pula menurut warna bulu tanaman (kelabu,
kuning-kecoklatan), warna bunga (putih, ungu), warna hilum (kelabu, kuning, coklat,
coklat tua, hitam). Tetapi sebagai pembeda kultivar yang lazim adalah tipe
pertumbuhan tanaman (determinat, semideterminat, indeterminat). Selain
pertumbuhan batang, cara berbunga juga dapat dikenali dari tipe pertumbuhan kedelai
yang berbeda.
Tanaman determinat mengakhiri pertumbuhan batangnya setelah terjadi
pembungaan, atau dengan kata lain, tanaman ini berujung batang dengan bunga.
Tanaman ini mulai membentuk bunga dalam bentuk tandan pada buku kedelapan atau
kesepuluh dan berlanjut baik keatas maupun ke bawah. Pada tipe tanaman ini, buku
erminal membawa daun yang berukuran relatif sama dengan ukuran daun yang berada
dibagian bawah.
Tanaman semideterminat mempunyai ciri pemanjangan batang yang sedang
dan lebih pendek serta lebih sedikit jumlah bukunya dari pada tanaman dengan tipe
pertumbuhan indeterminat. Pemanjangan batangnya selesai lebih awal dari pada
indeterminat sehingga pertambahan tingginya setelah periode reproduktif berkurang
dan jumlah bukunya pada batang utama pun berkurang. Pada tanaman ini, buku
terminal membawa daun yang lebih kecil ukurannya daripada yang berada dibagian
bawah tanaman.
Tanaman indetermnat dicirikan dengan pemanjangan batang yang terus
berlanjut setelah unga terbentuk dan bobot kering fase vegetatif terus bertambah
selama pebentukan polong atau benih. Akibatnya terjadi persaingan antara
pertumbuhan vegetatif dan reproduktif yang dapat mengurangi bobot benih, tetapi
meningkatkan jumlah benih per tanaman. Bunga pertama pada tipe indeterminat
terbentuk pada buku keempat atau kelima dan berlanjut keatas dengan kecenderungan
mengelompok.
Selain tipe pertumbuhan, sifat-sifat berikut juga dipakai sebagai pembeda
utama antar kultivar: tinggi tanaman saat masak (sangat pendek, pendek, sedang,
tinggi, sangat tinggi); bentuk helaian daun lateral (melanset, melanset sampai
mengetupat, membulat telur, menjorong); ukuran helaian daun (kecil, sedang, besar);
warna polong masak (coklat muda, coklat, coklat tua); ukuran benih (kecil, sedang,
besar); warna selaput benih (kuning, hijau, coklat, hitam, ungu).

c. Sejarah dan Persyaratan Lahan


Dalam rangka sertifikat benih kedelai mempersyaratkan lapang produksi
sebelumnya yang bebas dari pertamanan lain, bera, atau bekas kedelai yang sama
varietasnya dengan yang akan ditanam. Jika lapang produksi bekas varietas yang
berbeda, maka lapangan harus diberakan dulu selama tiga bulan. Di luar negeri ada
yang mempersyaratkannya sampai satu tahun.

d.Isolasi
Kedelai hampir sepenuhnya dibuahi sendiri. Pembuahan silang umumnya
kurang dari 1%. Isolasi yang diperlukan karenanya cukup jika dapat manghindari
pencampuran benih ketika panen. Sertifikasi benih di Indonesia mempersyaratkan
isolasi jarak minimum 8 m atau isolasi waktu minimum 15 hari. Isolasi yang sama
juga dipersyaratkan untuk produksi benih berlabel merah jambu.

28
e. Pengolahan Tanah
Kedelai menghendaki kelembaban tanah sekitar kapasitas lapang dengan
struktur remah. Karena itu, ika lahan bekas padi sawah akan digunakan untuk kedelai,
maka pengolahan tanahnya harus ditunda dahulu sampai tanahnya cukup kering.
Tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanahnya harus ditunda
dahulu sampai tanahnya cukup kering. Tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengolahan tanah sesudah padi sawah tidak meningkatkan hasil kedelai. Ini berarti
bahwa kedelai dapat langsung ditugal (dilubangi) disawah setelah padi. Namun,
pembuatan saluran drainase diperlukan dalam selang 3-4 m lahan dengan kedalaman
saluran 25-3- cm. Drainase yang jelek dapat menghambat pertumbuhan akar dan
pembentukan bintil akar dan pembuatan saluran drainase dapat meningkatkan hasil
kedelai non benih sampai 100%. Produksi benih kedelai dalam kondisi lahan yang
tergenang belum mendapat perhatian yang memadai.

f. Penanaman
Benih ditanam sebaiknya dalam barisan atau dengan jarak tanam yang teratur.
Jarak tanam, yang menentukan populasi tanaman dan jumlah tanaman yang dipanen
serta hasil, antara lain tergantung pada umur tanaman, varietas, musim tanam, dan
kesuburan tanah. Namun, jarak tanam dan populasi dalam perkembangan teknik
budidaya kedelai sekarang dihubungkan dengan pola tanam dan jenis lahan. Dalam
rangka pola tanam di lahan sawah, jarak tanam pada MK I setelah padi (pola tanam
padi-palawija-palawija/bera) dan pada MK II setelah padi gadu (pola tanam padi-
padi-palawija) menggunakan 40 cm x 10 cm atau disesuaikan dengan jarak tanam
padi dengan 2-3 benih/lubang dan kedalam tugal 2-3 cm. Jarak anam dan opulasi
yang sama juga digunakan pada MK II (pola tanam padi-palawija-palawija). Di lahan
kering pada MH I (awal musim hujan) digunakan jarak tanam 40 cm x 50 cm dengan
2-3 benih/lubang, sedangkan pada MH II (awal musim kemarau) digunakan jarak
tanam 40 cm x 10 cm dengan 2 benih/lubang.
Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai atau tidak ditanami kedelai
selama lebih dari enam musim berturut-turut inokulasi Rhizobium (Legin atau
Rhizogen) diperlukan. Perlakuan dengan inokulasi Rhizobium ini dilaporkan dapat
meningkatkan hasil kedelai nonbenih 11-150%, terutama pada lahan yang
berkandungan bahan organik rendah.
Perawatan benih sebelum ditanam dapat dilakukan dengan insektisida atau
fungisida. Perawatan dengan insektisida karbosulfan atau thiodicarp untuk mencegah
serangan lalat acang (Ophiomia phaseoli) tidak berpengaruh terhadap efektivitas
inokulan Rhizobium, tetapi perawatan dengan fngisida Benomyl, Thiram, atau Captan
dapat menekan perkembangan Rhizobium asal inokulan. Mulsa jerami padisebanyak 5
t/ha kering panen sebaiknya diberikan setelah tanam untuk meningkatkan hasil benih
melalui penekanan dalam pertumbuhan glma, serangan lalat kacang, penguapan air,
dan pengerasan tanah.

g. Pempukan
Saat ini belum ada rekomendasi pemupukan ntuk produksi benih kedelai.
Dalam skala penelitian dilaporkan bahwa viabilitas benih yang dihasilkan dapat
ditingkatkan dengan pemupukan yang tepat. Kekurangan atau kelebihan pupuk N dan
P menurunkan viabilitas benih. Sehubungan dengan ini, dosis pupuk yang
dikemukakan di bawah ini untuk produksi kedelai nonbenih dapat diuji kembali jika
aan digunakan untk menghasilkan benih.

29
Sebagaimana penetapan jarak tanam dan populasi, pemupukan untuk produksi
kedelai nonbenih juga disesuaikan dengan pola tanam dan jenis lahan. Di lahan
sawah pada MK I (pola tanam padi-palawija-palawija/bera) dan pada MK II (pola
tanam padi-padi-palawija) hanya diperlukan urea 50 kg/ha pada saat tanam. Paket ini
sesuai ntuk wilayah Supra Insus. Pada tanah grumusol diperlukan 50 kg urea, 75 kg
TSP, dan 75 kg KCl per hektar, sedangkan pada tanah hidromorf 100 kg urea, 75 kg
TSP, dan 100 kg KCl per hektar. Pupuk diberikan di samping barisan tanaman pada
kedalaman + 7 cm. Pada MK II (pola tanam padi-palawija-palawija) digunakan 50 kg
urea, 100 kg TSP, dan 100 kg KCl per hektar dengan cara seperti tersebut di atas.
Di lahan tegalan, pada musim manapun, disarankan menggunakan pupuk
organik sebanyak 3-5 t/ha di samping 50-100 kg urea, 50-100 kg TSP, dan 50-75 kg
KCl per hektar pada saat tanam. Pada tanah masam diperlukan pengapuran sebanyak
1,5 kali kandungan Aldd dengan cara menyebar dan mengaduknya merata sedalam +
15 cm, atau sebanyak 300-500 kg/ha pada barisan tanaman.

h. Penyiangan, Pembumbunan dan Pengairan


Kedelai sanga peka terhadap kompetisi gulma dalam awal pertumbuhannya.
Karena itu, disarankan untuk memilih lahan yang bersih gulma. Penyiangan harus
dilakukan terutama pada umur tanaman tiga dan enam minggu setelah tanam.
Pembumbunan dilakukan pada penyiangan pertama. Herbisida pratumbuh berikut
dapat digunakan jika tenaga kerja terbatas atau mahal.: Dual 500 EC, Targa 100 EC,
atau Roundup sebanyak 2 l/ha.
Kelembaban tanah yang cukup diperlukan sejak awal pertumbuhan. Jika
ketersediaan air terbatas, pengairan diperlukan sedikitnya pada awal pertumbuhan
vegetatif, masa pembungaan, masa pembentukan polong, dan masa pengisian benih.

i. Pengendalian Hama dan Penyakit


Gangguan hama merupakan faktor pembatas utama dalam produksi kedelai.
Karena itu, dalam produksi benih kedelai pun pengendalian hama sangat perlu.
Pengendalian hama ini terutama diprioritaskan untuk hama-hama endemik lalat
kacang, pemakan daun, dan pengisap dan penggerek olong dengan memperhatikan
masa kritis tanamannya. Sebagai pencegahan disarankan penyemprotan tanaman
dengan insektisida pada 7-10 hari setelah tanam (HST) untuk lalat acang, 21 HST
untuk ulat daun, dan 42, 50, dan 65 HST untuk pengisap dan penggerek polong.
Tabel 5 menyajikan hama-hama kedelai dan cara serta waktu pengendaliannya.
Penyakit yang utama menyerang kedelai dan menjadi salah satu dasar
pemuliaan kedelai adalah penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi). Di daerah
endemik di lahan tegalan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida berikut
pada umur 30, 40, 50, dan 60 HST dengan volume semprot 500 /ha: Triadisulfan 25%
(Bayfidan 250 EC, 1 l/ha), Dinikonazol 12,5% (Sumiate 12,5 WP, 1,5-2 kg/ha) atau
Kaptan (Orthocide 50 WP, 1 kg/ha).

j. Roguing
Roguing tipe simpang dan varietas lain dilakukan pada fase vegetatif (umur +
12 hari) dan fase pembungaan. Hal-hal yang harus diperiksa dengan teliti selama
roguing adalah warna hipokotil, warna bunga, dan warna bulu baang. Roguing dpat
saja diteruskan opada fase pemasakan, walaupun hal ini tidak dipersyaratkan dalam
sertifikasi benh. Perbedaan sifat antarvarietas dapat dilihat juga pada fase ini,
misalnya dari warna dan bulu polongnya. Standar lapang untuk menghasilkan benih
kedelai bersertifikat seperti disajkan pada Tabel 6.

30
Tabel 5. Hama-hama kedelai serta cara dan waktu pengendaliannya (Puslitbangtan
Pangan, 1990)

Hama Cara Pengendalian Waktu Pengendalian


Lalat kacang Perawatan benih dengan Pratanam
(Ophiomia phaseoli) Karbosulfan (5 g/kg benih)
atau Marshal 25 ST (20
g/kg benih)

Monokrotofos 1-2 cc/l; Tanpa perawatan benih;


200 g larutan/ha terdapat 1 ekor lalat
dewasa/20 rumpun pada 5-
6 HST
Penggerek batang Monokrotofos 0,5-1,0 3-5 minggu setelah tanam
(Agromyza sojae) l formulasi/ha
Ulat daun (ulat Gusadrin, Azodrin, 2-4 ulat daun/12 rumpun
grayak, Spodoptera Nuvacron, Dursban, yang berdekatan
litura; ulat jengkal, Lannate, Karphos,
Plusia spp; Sumithion, Basudin, Daun memutih
penggulung daun, Ambush, Decis (masing- (transparan) dan terdapat
Lamprosema masing 0,5-1,0 l formlasi/ larva
indicata) ha)
Kutu kebul Azodrin, Decis, > = 5 ekor/rumpun pada 7-
(Bemisia sp) Lannate,Thiodan, Karphos, 35 HST
Nuvacron (masing-masing
0,5-1,0 l formlasi/ ha)
Pengisap dan Monitor, Azodrin, Terdapat 1 serangga
penggerek polong Karphos, Atabron, atau dewasa/20 rumpun
(Riptortus linearis; Dimilin (masing-masing
Nezara viridula; 0,5-1,0 l formlasi/ ha) Penyemprotan sejak awal
Piezodorus pembentukan polong
rubrofasiatus; Etiela hingga awal pengisian
zncknella) benih

Tabel 6. Standar lapangan untuk menghasilkan benih kedelai bersertifikat (Ditjentan


Pangan, 1986)

Kelas Benih Isolasi Jarak Varietas ain dan Tipe


(m) Simpang Maksimum
(%)
Benih Dasar 8 0,1
Benih Pokok 8 0,2
Benih Sebar Berlabel Biru 8 0,5
Benih ebar Berlabel Hijau 8 0,7
(ES1 s.d. ES4)

31
k. Panen dan Penanganan Benih Siap Salur
Kedelai mencapai masak fisiologis dengan kadar air benih masih tinggi (50%).
Pemanenan secara tradisional lazim dilakukan pada masak panen, yaitu ketika kadar
air benih mencapai + 23%. Pemanenan benih pada kadar air sekitar 14% atau kurang
berisiko mutu benih yang rendah karena ebnih telah mengalami deraan cuaca lapang
ketika masih berada di pohonnya. Risiko kehilangan benih karena rontok juga ada
pada waktu panen itu.
Terdapat perbedaan antarvarietas kedelai dalam ketahanan benihnya terhadap
deraan cuaca lapang. Varietas-varietas yang tahan deraan dapat ditunda panennya
dari saat masak fisiologis; yang tidak tahan harus dipanen pada masak fisiologis,
tetapi perlu diikuti dengan pengeringan yang segera. Masak fisiologis benih dicapai
jika warna selaput benihnya berubah menjadi kuning pada varietas yang berwarna
kuning, walaupun seluruh tanaman belum berubah warnanya sama sekali. Pada saat
itu benih telah terlepas dari tanaman induknya. Berdasarkan populasi tanam di
lapangan, masak fisiologis diindikasikan dengan warna polong normal yang mulai
menguning (belum coklat), dengan sebagian daun sudah luruh. Pada masak panen
pada umumnya daun telah sebagian besar luruh dan polong telah berwarna coklat.
Hasil benih kedelai diharapkan paling sedikit 800 kg/ha untuk FS, 900 kg/ha
untuk SS, dan 1000 kg/ha untuk ES. Karena itu, faktor perbanyakan benihnya adalah
20 untuk FS, 22,5 untuk SS, dan 25 untuk ES.
Benih kedelai mudah mengalami kerusakan setela dipanen jika
penanganannya gegabah sehingga mutnya bisa mundur sangat cepat selama
penyimpanan dengan kondisi yang tidak memadai. Langkah pertama yang penting
adalah menurnkan kadar airnya sampai sekitar 14%. Tapi taraf kadar air ini hanya
dapat mempertahankan viabilitas benih selama 3 bulan dalam kantong yang kedap
udara. Untuk memelihara viabilitasnya sampai 6-9 bulan disarankan menurunkan
kadar air benih sampai 12% daam kondisi tersebut. Penurunan kadar air benih lebih
rendah lagi dapat memperpanjang daya simpan benih.
Benih tidak tahan disimpan dan bahkan menurun viabilitasnya dalam 3 bulan
jika suhu dan kelembaban tidak terkontrol. Karena tu, pengeringan harus dilakukan
baik dengan penjemuran di bawah panas matahari atau dengan alat pengering buatan.
Suhu pengeringan dari alat pengering buatan disarankan tidak melebihi 40OC. Jika
kadar air awalnya masih tinggi (di atas 20%), pengeringan harus secara bertahap.
Penanganan pascapanen benih kedelai secara tradisional biasanya meliputi:
penjemuran brangkasan, perontokan, pembersihan, pengeringan, dan sortasi/
pemilahan benih. Penjemuran brangkasan memerlukan lantai jemur atau alas,
misalnya anyaman bambu. Tebal brangkasan yang dikeringkan hendaknya tidak lebih
dari 20 cm. Pebalikan dalam selang 2 jam diperlukan selama pengeringan brangkasan
ini. Penjemuran ini dhentikan ika sudah banyak polong yang pecah, yakni dengan
kadar air benih sekitar 15% untuk dilanjutkan dengan perontokan benih.
Perontokan benih dilakukan dengan memukul brangkasan dengan, misalnya
pelepah kelapa, bambu, atau kayu. Perontokan dilakukan di tempat penemuran saat
cuaca cerah dan panas. Selanjutnya, kulit polong dipisahkan dari benih dengan cara
menampi atau mengayak, dilanjutkan dengan pengeringan benih sampai kadar air
sekitar 8%. Tebal lapisan benih yang dikeringkan adalah 5-7 cm, benih dibolak-balik
dalam selang 2 jam selama dijemur. Sortasi benih dilakukan untuk mendapatkan
benih yang murni dan baik dengan cara menampi, baik secara manual mapun meanis.
Karena penyimpanan benih dapat kritis bagi mutu benih, perawatan benih
dengan fungisida seperti Thiram, Captan segera setelah pembersihan dpat mencegah
infeksi cendawan gudang. Tetapi perawatan ini angan dilakukan pada benih yang

32
diberi inokulum Rhizobium. Pengambilan contoh benihn diperlukan untuk pengujian
mutu benih untuk dipasang pada label dalam kemasan. Kemasan dengan ukuran 5 kg
dianggap cukupmemadai mengingat pemilikan lahan oleh peani rata-rata kurang dari
1 ha. Peraturan sertifikasi benih mempersyarakan pengujian ulang mut benih paling
lambat 3 bulan setelah tanggal panen. Ruang simpan yang erkontrol pada RH 40%
dan suhu 20OC dapat mempertahankan daya simpan benih lebih dari satu tahun.
Untuk kondisi penyimpanan demikian beni dikeringkan dahulu sampai kadar air
sekiar 9%. Standar pengujian laboratorium yang ditetapkan BPSB untuk
menghasilkan benih bersertifikat seperti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Standar pengujian laboratorium benih kedelai bersertifikat (Ditjentan


Pangan, 1986)

Kelas Benih Kadar Benih Kotoran Benih Daya


Air Maks Murni Benih Varietas Tumbuh
(%) Min. (%) Maks. (%) Lain Min. (%)
Maks.
(%)
Benih Dasar 11,0 98,0 2,0 0,1 80,0
Benih Pokok 11,0 98,0 2,0 0,2 80,0
Benih Sebar Berlabel Biru 11,0 97,0 3,0 0,5 80,0
Benih Sebar Berlabel Hijau 11,0 97,0 3,0 0,7 70,0
(ES1 s.d. ES4)

5.4 Kacang Tanah (Arachis hypogea L.)

a. Penyebaran, Ekologi, dan Klasifikasi Kultivar


Kacang tanah berasal dari Brazil dan diduga bahwa yang menjalar dibawa dari
Amerika Selatanpada abad ke-16, sedangkan varietas yang tegak dibawa dari Inggris
dan Mesir pada abad ke-18. Pertanaman kacang tanah telah diusahakan sebagai
palawija sejak abad ke-18 terutama setelah terjadi persilangan antara kedua varietas
tersebut di atas.
Kacang tanah memerlukan iklim yang panas dan basah, tetapi tidak terlalu
banyak hujan. Kelembaban tanah dan udara yang cukup diperlukan terutama pada
saat pembungaan. Tanah diinginkan cukup kering pada pematangan benih. Hujan
yang berlebihan disertai dengan draenase tanah yang jelek merugikan pertanaman.
Kacang tanah dapat diusahakan baik pada tanah yang berat maupun ringan.
Namun, tanah yang gembur lebih sesuai untuk tanaman ini agar emudahkan ginofor
menembus tanah dan memudahkan pelaksanaan panen. Kacang tanah memerlukan
pH tanah 6,0-6,5, dengan nitrogen dan kalium yang tidak terlalu tinggi, untuk
pertumbuhan yang baik.
Kultivar kacang tanah biasanya dibagi menjadi dua kelompok utama yang
disebut dengan Virginia dan Valencia. Di antara para pakar ada yang menganggap
kedua kelompok ini sebagai subspesies, dan diberi nama subspesies hypogea dan
fastigiata. Perbedaan antarkeduanya adalah dalam perilaku pembungaan: dalam
kelompok Virginia tidak terdapat poros bunga pada batang utama dan pasangan yang
berselang-seling dari vegetatif dan poros bunga sepanjang cabang-cabang lateral;
dalam kelompok Valencia terdapat poros bunga pada batang utama dan berlanjut terus
sepanjang cabang-cabang lateral.

33
Penggolongan lain untuk kacang tanah didasarkan pula pada tipe
pertumbuhanya, yaitu tipe tegak dan tipe menjalar. Pada tipe tegak percabangan agak
lurus atau sedikit miring; pada tipe menjalar cabang tumbuh menyamping dan hanya
bagian ujungnya yang mengaah e aas. Batang utama dari tipe menjalar umumnya
lebih panjang daripada ang dari tipe tegak. Umur tanaman bertipe tegak juga lebih
genjah (100-120 hari) daripada yang bertipe menjalar (5-6 bulan). Pembeda utama
karakteristik kultivar antara lain adalah penggentingan polong (tidak ada atau sangat
dangkal, dakal, sedang, dalam, sangat dalam), bentuk paruh polong (lurus,
melengkung), kejelasan paruh polong (tidak ada atau sangat tidak jelas, tidak jelas,
agak jelas, jelas, sangat jelas), warna benih (putih, kesumba, merah, ungu), dan
periode dormansi benih matang yang masih segar (pendek, sedang, dalam).

b. Sejarah dan Persyaratan Lahan


Kacang tanah umumnya memiliki periode dormansi yang pendek sehngga jika
ada benih ang tertinggal di dalam tanah ketika dipanen akan segera berkecambah.
Karena itu, sedikit sekali kemungkinan tumbuhnya tanaman voluntir di bekas areal
kacang anah sebelumnya. Kalaupun ada maka dapat mati ketika pengolahan tanah.
Walapun demikian, untuk pengamanan dari kontaminasi, dalam rangka sertifikasi
benih dipersyaratkan areal penangkaran bekas tanaman lain, bekas bera, ata bekas
kacang tanah dari varietas yang sama; bila bekas kacang tanah yang berbeda
varietasnya maka harus diberakan dahulu selama sedikitnya tiga bulan, atau kalau
memungkinkan selama dua musim. Di daerah yang bermasalah dalam penyakit layu
bakteri, disarankan kacang tanah tidak dirotasikan dengan tanaman yang sama atau
dengan tanaman inang lain dari penyakit ini seperti tomat dan kentang.

c. Isolasi dan Benih Sumber


Kacang tanah menyerbuk sendiri, walaupun lebah mengunjungi bunga dan
dapat menyebabkan penyerbukan silang. Persentase persilangan secara alami (0,5%)
praktis dapat diabaikan. Penyerbukan silang kemungkinan besar tidak terjadi jika
dipandang dari bentuk bunganya. Putik tetap tertutup dalam keel walaupun bunga
terbuka sempurna dan penyerbukan telah terjadi sebelum bunga terbuka. Untuk
pertanaman benih, isolasi diperlukan terutama untuk menghindari pencampuran
secara mekanis saat panen. Karena itu, produksi benih bersertifikat hanya diper-
syaratkan isolasi jarak selebar minimum 3 m atau isolasi waktu minimum 15 hari.
Untuk menghasilkan benih bersertifikat dipersyaratkan benih sumber berkelas
lebih tinggi, sebanyak + 120 kg polong kering/ha. Produksi benih berlabel merah
jambu memungkinkan penggunaan benih sumber dari kelas benih sebar.

d. Pengolahan Tanah dan Penanaman


Kacang tanah memerlukan tana yng berdraenase baik dengan struktur remah
berpasir dan kaya kandungan humus. Tanah perlu diolah hingga gembur dengan cara
membajak atau menmcangkul satu atau dua kali, diikuti dengan menggaru dan
meratakannya. Saluran drainase dibuat terutama jika lapang produksi berupa sawah,
degan jarak antar saluran disesuaikan dengan kondisi lapang. Pada tanah ringan dan
hujan sedang dapat dibuat bedengan-bedengan berkuran 3-5 m dengan saluran
drainase sedalam 20 cm sebagai pembatas antarbedengan.
Kebutuhan benih per hektar sebetulnya bervariasi menurut varietasnya, yakni
60-100 kg/ha tergantung pada tipe pertumbuhan dan ukuran benihnya. Benih ditugal
(dilubangi) satuper satu sedalam 2-3 cm dengan jarak antarbarisan 25-40 cm dan jarak
tanam dalam barisan 15-25 cm, tergantung terutama pada tipe pertumbuhan tanaman

34
dan kesuburan tanah. Pada jarak tanam yang rpat, pertumbuhan tanaman yang pesat
dapat berkompetisi dengan gulma.

e. Pemeliharaan Tanaman
Belum terdapat rekomendasi pemupukan untuk roduksi benih kacang tanah.
Namun, pertanaman yang baik dapat diperoleh dengan pemupukan 20 kg N, 50-80 kg
P, dan 30-40 kg K per hektar. Tanah yang kurang bahan organiknya mmerlukan
pupuk organik. Pengapuran diperlukan untuk tanah yang masam, di samping juga
diperlukan untuk meningkatkan jumlah polong yang bernas. Kekurangan kapur dapat
menyebabkan mutu benih yang jelek dalam kecukupan kalium karena peran K yang
meningkatkan jumlah polong. Fosfor juga berperan dalam pembentukan polong yang
bernas dan, mungkin dalam pematangan benih. Adapun N diduga berperan dalam
menekan serangan Sclerotium rolfsii.
Kacang tanah peka terhadap kompetisi gulma. Penyiangan harus dilakukan
pada umur 2-3 minggu. Jika tanamann cepat pertumbuhanya, tajuk dapat menutupi
tanah dengan cepat sehingga perkembangan gulma dapat ditekan. Dalam kondisi
demikian penyiangan berikutnya tidak diperlukan, atau sesuai dengan kondisi
pertumbuhan gulma penyiangan berikutnya perlu dilakukan setelah sebagian tanaman
berbunga sekitar umur 6-7 MST. Penyiangan pada tanaman berbunga penuh harus
dihindarkan karena dapat merusak bunga atau polong tersebut, di samping
mengganggu kelembaban tanah yang merugikan tanaman.
Pembumbunan bermanfaat untuk meningkatkan hasil terutama bagi varietas
yang ginofornya banyak yang gagal menembus tanah. Untuk varietas demikian
pembumbunan dilakukan pada waktu penyiangan pertama. Untuk varietas Kelinci
dan Macan teknik penyelamatan ginofornya untuk membentuk polong masih perlu
dipelajari karena keduanya banyak membentuk ginofor yang gagal menembus tanah
dengan teknik budidaya yang lazim.
Tanaman kacang tanah termasuk tahan terhadap kekeringan, teapi dalam
kondisi yang sangat kering dan lama, pengairan diperlukan terutama pada waktu
pembungaan, perkembangan benih, dan pemasakan benih. Pengairan yang diberikan
atau hujan yang turun pada periode pematangan benih setelah tanaman kekeringan
dapat meningkatkan pengecambahan benih prapanen.
Pada tanaman kacang tanah gangguan penyakit lebih dominan dibandingkan
dengan gangguan hama. Penyakit-penyaklit yang umum menyerang dan cara
pengendalianya seperti disajikan dalam Tabel 8. Sedangkan hama yang menyerang
tanaman kacang tanah adalah hama-hama perusak daun seperti yang terdapat pada
tanaman kedelai.

f. Roguing
Produsen benih bersertifikat disarankan me-roguing tanamannya pada fase
vegetatif (+ 15 HST) dan sebelum pemeriksaan kedua berakhir (20 hari sebelum
panen), walaupun dengan sistem perbanyakan benih poligenerasi pemeriksaan
pertanaman hanya dilakukan pada fase pembungaan. Roguing pertama didasarkan
pada warna hipokotil, sedangkan yang kedua berdasarkan pada tipe pertumbuhan.
Selain itu, tanaman tipe simpang dapat dibedakan berdasarkan ukuran tanaman, warna
helaian, dan warna bunga. Standar lapangan dan laboratorium untuk produksi benih
kacang tanah bersertifikat disajikan dalam Tabel 9, yang hanya berbeda dalam isolasi
jarak dengan tanaman kedelai.

35
Tabel 8. Penyakit kacang tanah dan cara pengendaliannya (Ditjentan Pangan, 1986)

Nama Penyakit dan Cara Pengendaliannya


Penyebabnya
Layu bakteri a. Penanaman varietas tahan (Schwarz 21, Gajah, Kidang,
(Pseudomonas Banteng, Macan, Rusa, Anoa, Tapir)
solanacearum) b. Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang (tomat,
kentang, tembakau, cabai, dan kedelai adalah tanaman
inang lainnya)
Becak-becak daun 1) Penanaman varietas tahan (Rusa dan Anoa)
(Cercorspora 2) Eradkasi tanaman sakit (mencabut dan membenamkan
personata dan ke dalam tanah atau melakukan penggenangan)
C. arachidicola) 3) Perawatan benih dengan Benlate T 20 (5-10 g/kg benih)
4) Penyemprotan dengan Delsene MX-200 (0,375 kg/ha
atau Antracol 70 WP (1,5 kg/ha) sejak 40 HST selang 15
hari.
Sapu (mikoplasma) 1) Penanaman varietas tahan (Macan, Gajah, Kidang)
2) Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan kacang-
kacangan.
3) Eradikasi tanaman sakit (mencabut lalu membenam ke
dalam tanah atau membakarnya)
4) Penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian
vektornya (Orosius argentatus)
Karat (Puccinia 1) Penanaman varietas tahan (Rusa, Anoa, Kidang, Macan,
arachidis) Gajah, Banteng, Pelanduk, Kelinci, Tapir)
2) Pergiliran tanaman dengan bukan tanaman kacang-
kacangan.
3) Sanitasi gulma untuk mengurangi sumber inokulum
serta membakar sisa-sisa tanaman sakit.
4) Perawatan benih dengan Benlate T 20.
5) Penyemprotan dengan Baycor 30 EC 0,5-1,0 l/ha sejak 4
HST selang 15 hari atau sejak stadium daun pertama
untuk pencegahan.
Virus Belang 2) Penggunaan benih bebas virus dari tanaman sehat.
(Virus) 3) Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan kacang-
kacangan.
4) Eradikasi tanaman sakit dan sanitasi gulma.
5) Penyemprotan dengan insektisida Basudin 60 EC (1
l/ha) untuk mengendalikan vektornya (Aphis araccivora
dan Myzus persicae).

g. Panen dan Penanganan Benih Siap Salur


Perkembangan polong perlu diperhatika dengan mencabut beberapa tanaman
contoh, terutama jika varietas yang ditanam tetap bertajuk hijau walaupun polongnya
telah matang. Polong yang matang berwarna gelap di bagian dalamnya dan benih pun
telah matang. Pada tahap ini benih berkadar air 30-40% dan sudah waktunya dipanen.
Berdasarkan keragaman daunnya, panen dilakukan jika daun mulai menguning dan
Tabel 9. Standar lapangan dan pengujian laboratorium benih kacang tanah
bersertifikat (Ditjentan Pangan, 1986)

36
Kelas Benih Kadar Isolasi Benih Benih Daya
Air jarak warna lain Varietas Tumbuh
Maks. (m) maks. (%) Lain Maks. Min. (%)
(%) (%)
Benih Dasar 11,0 3 0,5 0,1 80,0
Benih Pokok 11,0 3 0,5 0,2 80,0
Benih Sebar Berlabel Biru 11,0 3 1,0 0,5 80,0
Benih Sebar Berlabel Hijau 11,0 3 1,0 0,7 70,0
(ES1 s.d. ES4)

rontok. Pada kondisi demkian polong memata jala (reticulated) dan di dalamnya
benih telah lepas dari kulit polongnya. Pemanenan dapat dilakukan dengan
penggalian atau pencabutan secara manual atau secara mekanis. Teknik pencabutan
harus hati-hati untuk menghindari banyak polong yang tertinggal atau retak.
Kerusakan polong dapat mengurangi viabilitas benih dan menjadi tempat masuknya
cendawan yang kemudian dapat menyerang benih.
Setelah dicabut, brangkasan dibiarkan mengering di lapang. Jika tenaga kerja
cukup sebaiknya brangkasan dijemur dengan cara menggantungnya, misalnya dengan
standar berkaki-tiga. Hindari polong menyentuh permukaan tanah ketika menjemur,
misalnya dengan menjemur secara terbalik (polong di atas). Pemisahan polong dari
brangkasan harus dilakukan ketika kadar air benih 20% atau sedikit lebih tinggi.
Pengeringan lanjutan diperlukan setelah pemisahan polong sampai kadar air benih
prasimpan sekitar 8%. Polong ang terlalu kering menjadi mudah retak dan sangat
mudah rusak sehingga perlu diperhatikan agar pengerngan jangan terlalu cepat. Dari
segi ini lebih aman untuk mengeringkan benih hanya sampai kadar air sekitar 10%.
Polong sebaiknya dicuci hingga bersih sebelum pengolahan dilaukan.
Pencucan dapat dilakukan sebelum atau sesudah polongnya dilepas dari
brangkasannya. Dalam hal mengikuti urut-urutan yang telah dikemukakan di atas,
pencucian polong dilakukan ketika masih pada brangkasannya, segera setelah panen
sebelum dikeringkan di lapang. Cara demikian memang menyulitkan jika tempat
mencuci berlokasi jauh karena bahan yang akan dicuci terlalu banyak. Jika demikian,
pencucian polong sebaiknya dilakukan setelah polong dilepas dari brangkasannya
segera setelah panen, diikuti dengan pengolahan benih selanjutnya.
Selama pengeringan suhu udara hendaknya sekitar 35OC dan tidak melebihi
O
38 C. Penjemuran jangan dilakukan terlalu lama karena dapat menrunkan viabilitas
benihn dan menyebabkan kotiledon terbelah. Pemilahan benih secara mekanis tidak
perlu dilakukan karena berisiko terhadap kerusakan benih.
Penyimpanan benih kacang tanah umumnya dilakukan tanpa pengupasan
polong. Poros embrio benih yang menonjol menyebabkan kacang tanah mudah rusak
jika disimpan setelah dikupas dari polongnya, di samping juga berisiko lebih besar
diserang hama dan penyakit.
Pengambilan contoh benih untuk pengujian mutu benih oleh BPSB diperlukan
dalam memproduksi benih bersertifikat. Berbeda dengan benih tanaman kedelai,
benih warna lain dievaluasi pada kacang tanah. Benih kacang tanah harus diuji
kembali paling lambat 3 bulan setelah panen jika akan dilanjutkan pemasarannya.
Hasil minimum benih kacang tanah diharapkan sebesar 800 kg/ha untuk FS,
900 kg/ha untuk SS, dan 1000 kg/ha untuk ES. Dengan demikian faktor perbanyakan
untuk ketiga kelas benih tersebut berturut-turut adalah 13, 15, dan 17.

37
BAHAN BACAAN

Agrawal, R.L. 1980. Seed Technology. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi.

Badan Pengendali Bimas, 1977. Pedoman Bercocok anam Padi, Palawija, Sayur-
sayuran. Badan Pengendali Bimas. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1990. Pedoman Teknis Pelaksanaan


dan Pembinaan Perbanyakan Benih TA 1990/1991. Direktorat Bina
Produkasi Padi dan Palawija. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1989. Rekomendasi Pengendalian


Hama dan Penyakit Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1986. Pedoman Sertifikasi Benih.


Direktorat Bina Produkasi Tanaman Pangan. Jakarta.

Hill, Karen. 1993. Seed Quality Assessment:

Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Pers.
Jakarta.

Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta.

Roberts, E.H. 1974. Viability of Seeds. Chapman and Hall Ltd. II New Fetter Lane
– London EC4.

38
39

Anda mungkin juga menyukai