Anda di halaman 1dari 5

Kasus Korupsi Rp 31 M, Ketua DPRD Bengkalis Divonis 1,5 Tahun Bui.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau menjatuhkan vonis ringan


terhadap Ketua DPRD Bengkalis, Heru Wahyudi. Meski terbukti bersalah
melakukan korupsi dana bansos, dia hanya divonis 18 bulan penjara. Vonis
itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya jaksa
menuntut Majelis Hakim menghukum Heru dengan pidana penjara delapan
tahun enam bulan Dana bansos yang dikucurkan Rp 230 miliar. Adapun
Praktek bancakan korupsi berjamaah dana bansos itu telah merugikan negara
Rp 31 miliar itu. "Menyatakan terdakwa bersalah dan divonis satu tahun enam
bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Raden Heru Kunto Dewo dalam
membacakan amar putusannya di PN Pekanbaru, Riau, Rabu 31 Mei 2017.
Selain hukuman fisik, Majelis Hakim juga mewajibkan Heru membayar denda
Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara. Heru juga diwajibkan membayar uang
pengganti Rp 15 juta. Vonis ini sangat bertolak belakang dengan tuntutan
jaksa. Jaksa menuntut Heru dengan pidana delapan tahun enam bulan
penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Jaksa
juga menuntut Heru membayar uang penganti Rp 385 juta. Dengan catatan,
jika Heru tidak membayar uang pengganti tersebut setelah satu bulan vonis
berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita untuk dilelang untuk
menutupi uang pengganti. Jika masih kurang atau tidak cukup, maka
dipidana dengan penjara empat tahun enam bulan. Atas hukuman ringan dari
Majelis Hakim ini, Heru terlihat haru. Dia langsung berdiri dari kursi
pesakitan dan berjalan menuju istrinya. Pelukan hangat diberikan kepada
sang istri sebagai rasa suka cita mendapat vonis ringan.Dia masih
mempertimbangkan untuk banding atau tidak ke Pengadilan Tinggi
Pekanbaru. "Saya pikir-pikir yang mulia," ujar wakil rakyat tersebut. Sikap
Heru sama dengan sikap jaksa yang juga menyatakan pikir-pikir sebelum
memutuskan menerima vonis ini atau banding dalam kasus korupsi dana
bansos ini.
TANGGAPAN

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparatur


penyelenggara negara merupakan sebab utama terjadinya korupsi.Korupsi di
Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial yang sangat berbahaya
dan mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar. Perampasan dan pengurasan keuangan negara yang
demikian hampir terjadi di seluruh wilayah hingga menyebar ke daerah-
daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Dengan adanya hal tersebut merupakan cerminan rendahnya moralitas,


sehingga yang menonjol sikap rakus dan ingin menguasai semua kekayaan
untuk dirinya atau golongan. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama
ini selain merugikan keuanagan dan perekonomian negara juga menghambat
pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasioanal, dapat meghambat
stabilitas dan keamanan nasional.

Korupsi merupakan kejahatan kompleks dan berimplikasi sosial kepada orang


lain karena menyangkut hak orang lain untuk memperoleh kesejahteraan yang
sama. Bahkan, korupsi dapat disebut dosa sosial dimana sebuah dosa atau
kejahatan yang dilakukan dan berdampak bagi banyak orang, nilai kedosaan
jauh lebih besar ketimbang dosa yang sifat nya personal atau individu.

Perkembangan tindak pidana korupsi sampai saat ini pun sudah merupakan
akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata secara
tertib dan tidak terawasi secara baik, landasan hukum yang dipergunakan
juga mengandung kelemahan-kelemahan dalam implementasinya, didukung
oleh sistem check and balances yang lemah. Dalam kerangka demikian,
korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang sulit
dihapuskan.
Pada kasus diatas, terlihat bahwa hukuman yang diberikan hakim kepada
terdakwah terlalu ringan, padahal sudah terdapat bukti yang mumpuni. Disini
terlihat adanya disparitas hukum

Hakim merupakan suatu pekerjaan yang sangat memiliki tanggung jawab


besar terhadap pelaksanaan hukum di suatu Negara. Dalam artian, hakim
merupakan benteng terakhir dari penegakkan hukum di suatu Negara. Oleh
karena itu, apabila hakim disuatu Negara memiliki moral yang sangat rapuh,
maka wibawa hukum di Negara tersebut akan lemah atau terperosok.

Integritas dalam diri seorang Hakim, merupakan salah satu kode etik dan
perilaku hakim. Hal tersebut sangat mutlak dimiliki seorang Hakim sebagai
kunci utama untuk membuka pintu-pintu keadilan bagi masyarakat
sebagaimana yang dijanjikan UUD 1945.Namun saat ini Hakim Indonesia
sedang krisis integritas, dapat terlihat dari banyaknya pelanggaran pedoman
Perilaku Hakim

Krisis integritas hakim Indonesia tidak dapat lagi dianggap sepele, melainkan
telah memasuki tahap yang memprihatinkan. Tanpa integritas yang tinggi,
seorang hakim akan memutus perkara tidak berdasarkan keadilan, sehingga
masyarakat tidak tahu lagi kemana mereka akan mencari keadilan, sebagai
cita-cita bersama yang termuat dalam konstitusi untuk membangun negara
yang ideal..

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam putusan perkara pidana


dikenal adanya suatu kesenjangan dalam penjatuhan pidana yang lebih
dikenal dengan disparitas. Dari pengertian tersebut dapatlah kita lihat bahwa
disparitas pidana timbul karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda
terhadap tindak pidana yang sejenis.Penjatuhan pidana ini tentunya adalah
hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana
sehingga dapatlah dikatakan bahwa figur hakim di dalam hal timbulnya
disparitas pemidanaan sangat menentukan.

kasus tersebut membuktikan bahwa hukum di Indonesia sangatlah timpang.


Penegak  hukum di Indonesia berpresepsi bahwa korupsi bukan kejahatan
yang luar biasa yang dimiliki oleh jaksa dan hakim. Bahkan, adanya
kecenderungan untuk menyamakan kasus koruptor dengan kasus pencurian
biasa. Beberapa instansi penegak hukum memiliki  pandangan bahwa pejabat
negara yang menjadi terdakwa harus dihormati dan dilindungi. Padahal
seharusnya pejabat negara maka wajib dihukum seberat-beratnya dan diadili
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Problematika mengenai disparitas pidana dalam penegakkan hukum di


Indonesia memang tidak dapat dihapuskan begitu saja.Upaya yang dapat
ditempuh hanyalah upaya-upaya dalam rangka meminimalisasi disparitas
pidana yang terjadi dalam masyarakat.

Disparitas pemidanaan ini tidak dapat dilepaskan dari sistem perumusan dan
pengancaman pidana dalam perundang-undangan yang ada. Dengan
perkataan lain dapat merupakan sumber tidak langsung terjadinya sumber
disparitas pidana. Dan apabila ini dibiarkan akan berakibat timbulnya sikap
apatis, sinis dan ketidakpuasan warga masyarakat dengan melakukan main
hakim sendiri atau mengadakan reaksi langsung terhadap si pelaku tindak
pidana dan aparat penegak hukum, maka Undang Undanglah yang menjadi
sumber tidak langsung terjadinya disparitaspidana. Disparitas dalam
pemidanaan disebabkan oleh hukum sendiri dan penggunaan kebebasan
hakim, yang meskipun kebebasan hakim diakui oleh Undang-Undang dan
memang nyatanya diperlukan demi menjamin keadilan tetapi seringkali
penggunannya melampaui batas sehingga menurunkan kewibawaan hukum di
Indonesia.

menghadapi problematika disparitas pidana adalah perlunya penghayatan


hakim terhadap asas proporsionalitas antara kepentingan masyarakat,
kepentingan Negara, kepentingan si pelaku tindak pidana dan kepentingan
korban tindak pidana. Disparitas Putusan hakim atas perkara tindak pidana
pencurian dengan pemberatan dalam Putusannya di atas mendeskripsikan
adanya sebab- sebab atau pertimbangan-pertimbangan hukum yang
digunakan majelis hakim dalam setiap menjatuhkan Putusan pidana
terhadapterdakwa.

Disparitas pidana dalam perkara tindak pidana korupsi sebisa mungkin


diminimalisir untuk mencegah tumbuhnya atau berkembangnya perasaan
sinis masyarakat terhadap sistem pidana yang ada, kecemburuan sosialdab
juga pandangan negatif oleh masyarkat pada institusi peradilan, yang
kemudian diwujudkan dalam bentuk ketidakpedulian pada penegak hukum
didalam masyarakat.Karena hal tersebut, kepercayaan masyarakat semakin
lama menurun pada peradilan, sehingga terjadi kondisi dimana peradilan
tidak lagi dipercaya sebagai rumah keadilan bagi mereka

Anda mungkin juga menyukai