Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi Buruk


WHO mendefinisikan malnutrisi atau gizi buruk sebagai ketidakseimbangan
seluler antara pemasukan zat-zat gizi dan energi dan kebutuhan tubuh yang
diperlukan untuk pertumbuhan, rumatan, dan fungsi spesifik. Kwashiorkor dan
marasmus adalah 2 bentuk dari malnutrisi energi protein (MEP) yang telah
dijelaskan. Perbedaan antara kedua bentuk MEP ini berdasarkan adanya edema
(kwashiorkor) atau tidak adanya edema (marasmus). Marasmus terkait dengan
asupan yang tidak adekuat dari protein dan kalori, sedangkan anak dengan
kwashiorkor memiliki asupan hampir normal dari kalori dengan tidak adekuatnya
asupan protein.6
Gizi buruk juga dapat diartikan sebagai severe wasting (BB/TB < 70% atau
< -3 SD) atau terdapatnya edema pada kedua kaki atau ada gejala klinis gizi buruk
(kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor) dan LILA < 11,5 cm untuk
anak 6-59 bulan. Gizi Buruk dengan Komplikasi dapat disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran.3,7
Gizi buruk dapat dibagi menjadi primer dan sekunder. Gizi buruk primer
diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, sedangkan yang sekunder
dikarenakan meningkatnya kebutuhan zat-zat gizi, berkurangnya absorpsi zat gizi,
dan atau kehilangan zat-zat gizi. Walaupun gizi buruk primer atau sekunder dapat
terjadi di negara maju atau berkembang, gizi buruk primer lebih sering terdapat
pada negara berkembang, sedangkan yang sekunder lebih sering pada negara
maju.8

2.2 Epidemiologi Gizi Buruk


WHO memperkirakan pada tahun 2015, prevalensi malnutrisi akan menurun
menjadi 17,6% secara global, dengan 113,4 juta anak-anak yang berusia kurang
dari 5 tahun yang terkena diukur dengan berat badan yang lebih rendah terhadap

3
umur. Mayoritas dari anak-anak tersebut, 112,5 juta, akan hidup di negara
berkembang dengan 70% di Asia terutama regio sentral selatan, dan 26% di
Afrika. Sisanya 165 juta anak-anak (29%) akan mengalami tubuh yang kurus dan
pendek yang diakibatjan nutrisi yang jelek.6
Saat ini, lebih dari setengah anak-anak di Asia selatan memiliki MEP,
dimana prevalensinya 6,5 kali lipat daripada di bagian barat. Pada sub-Sahara
Afrika, 30% anak-anak menderita MEP. Walaupun prevalensi malnutirisi
menurun secara global, angka dari gizi kurang dan perawakan pendek semakin
meningkat di Afrika, dimana angka gizi kurang dan perawakan pendek semkain
menigkat dari 24% menjadi 26,8% dan 47,3% menjadi 48%, berturut-turut, sejak
tahun 1990, dengan penngkatan yang paling parah di wilayah timur Afrika.6
Malnutrisi bertanggungjawab langsung terhadap 300.000 kematian per
tahunnya pada anak-anak dibawah 5 tahun pada negara-negara berkembang dan
turut menyumbangkan secara tidak langsung terhadap lebih dari setengah
kematian pada masa anak-anak di seluruh dunia. Efek samping dari malnutrisi
meliputi manifestasi fisik dan perkembangan. malnutisi dapat mengakibatkan
peningkatan berat badan yang buruk dan lambatnya pertumbuhan linear terjadi.
Teranggunya fungsi imunologik yang menyerupai anak-anak dengan AIDS, akan
menjadi faktor predisposisi yang menyebabkan anak-anak ini terhadap infeksi
oprtnistik dan tipikal lainnya.6
Pada negara berkembang, kondisi perinatal yang buruk mempengaruhi 23%
kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun. Wanita yang mengalami
malnutrisi beresiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah. kebanyakan bayi
dengan berat badan rendah (23% dari seluruh kelahiran) akan menghadapi
gangguan kesehatan jangka panjang dan jangka pendek yang berat, seperti gagal
tumbuh pada masa bayi dan kanak-kanak, dengan peningkatan resiko morbiditas
dan kematian yang cepat.6
Anak-anak yang mengalami malnutrisi kronik juga akan mengalami
perubahan sikap, seperti iritabilitas, apatis, dan menurunnya respon sosial ,
ansietas, dan defisit atensi. terlebih lagi, bayi dan anak-anak yang mengalami
malnutrisi seringnyaakan menunjukkan gangguan perkembangan seperti
terhambatnya fungsi motorik, terhambatnya perkembangan mental, dan bisa juga

4
mangalami defisit konitif permanen. Derajat dari keterhambatan dan defisit
tergantung dari keparahan dan durasi dari gangguan nutrisional dan usia pada saat
terjadi malnutrisi. Secara umum, gangguan nutrisi yang terjadi pada usia yang
lebih muda memiliki keluaran (outcome) yang lebih jelek. Hubungan antara
gangguan pertumbuhan dengan prestasi sekolah yang jelek dan menurunnya
intelektual telah dibuktikan.6

2.3 Etiologi Gizi Buruk


Asupan makanan yang tidak adekuat adalah penyebab yang paling sering
menyebabkan malnutrisi di seluruh dunia. Pada negara berkembang, asupan
makanan yang tidak adekuat diakibatkan oleh suplai makanan yang tidak cukup
atau tidak sesuai atau penghentian ASI yang terlalu dini. Pada beberapa daerah,
budaya makanan kultural dan religi juga berperan penting. Sanitasi yang kurang
lebih lanjut dapat membahayakan anak-anak dengan meningkatkan resiko
penyakit infeksius yang meningkatkan resiko hilangnya nutrisi dan menganggu
kebutuhan metabolik.6
Pada negara maju, Asupan makanan yang tidak adekuat lebih jarang
menjadi penyebab malnutrisi. Penyakit terutama yang sifatnya kronis lebih
berperan sebagai etiologi malnutrisi. Anak-anak dengan penyakit kronik beresiko
terhadap masalah nutrisi oleh karena hal-hal sebagai berikut:6
o anak-anak dengan penyakit kronik sering mengalami anoreksia, yang
mengakibatkan asupan makanan tidak adekuat
o meningkatnya respon inflamasi dan meningkatkan kebutuhan metabolik yang
meningkatkan kebutuhan kalori.
o penyakit kronik yang terkait dengan hepar dan usus halus yang mempengaruhi
nutrisi oleh karena gangguan fungsi absorpsi dan digestif.
o Penyakit kronik yang sering diasosiasikan dengan defisiensi nutrisional adalah
Fibrosis kistik, Gagal ginjal kronik, Malignansi pada masa anak-anak, penyakit
jantung kongenital, penyakit neuromuskular, penyakit inflamasi usus kronik
o Kondisi lainnya yang mengakibatkan resiko signifikan untuk terjadinya
defisiensi nutrisional pada anak-anak adalah prematuritas, hambatan
perkembangan (development delay), Pemaparan toksin intrauterin (misalnya
paparan alkohol pada fetal)

5
o Anak-anak dengan alergi makanan multipel juga merupakan tantangan
tersendiri dikarenakan banyaknya restriksi dari berbagai jenis makanan. pasien
dengan gejala alergi aktif juga dapat meningkatkan kebutuhan kalori dan
protein.

2.4 Patofisiologi Gizi Buruk


Kebanyakan gejala dari gizi buruk menunjukkan respon adaptif terhadap
energi yang inadekuat dan atau kurangnya masukan protein. Masukan yang
inadekuat, aktivitas dan pengeluaran energi akan menurun. Bagaimanapun juga,
walaupun ada respon adaptif, cadangan lemak akan dimobilisasikan untuk
memenuhi kebutuhan energi walaupun rendah sekalipun. Ketika cadangan ini
menurun, maka akan terjadi katabolisme protein yang harus mencukupi untuk
mempertahankan metabolisme basal.8
Alasan mengapa sebagian anak-anak akan mengalami MEP edematosa dan
yang lainnya mengalami MEP nonedematosa masih belum diketahui. Walaupun
belum ada faktor spesifik yang dapat diidentifikasi, beberapa diantaranya telah
dinyatakan. Salah satunya yaitu adanya variabilitas diantara bayi dalam kebutuhan
nutrien dan pada komposisi tubuh pada saat defisit diet sedang terjadi. Telah
dinyatakan juga bahwa pemberian karbohidrat yang berlebihan pada anak-anak
dengan marasmus akan membalikkan respon adaptif yang berupa kurangnya
masukan protein, sehingga mengakibatkan mobilisasi dari cadangan protein
tubuh. Secepatnya, sintesis albumin berkurang, sehingga mengakibatkan
hipoalbuminemia dengan edema. perlemakan hati juga mungkin merupakan akibat
sekunder lipogenesis yang meningkat dikarenakan asupan karbohidrat yang
berlenihan. Keracunan aflatoksin sebagai penyebab MEP edematosa juga telah
dinyatakan. Kerusakan yang diakibatkan radikal bebas juga telah dinyatakan
sebagai faktor penting dari terjadinya gejala klinis kwashiorkor atau MEP
edematosa. Konsep ini didukung oleh konsentrasi metionin yang rendah di dalam
plasma, prekursor dari sistein, salah satu asam amino yang diperlukan untuk
mensintesis faktor antioksidan mayor yaitu glutathione. Kemingkinan ini juga
didukung oleh rendahnya sintesis glutathione pada anak-anak dengan MEP
edematosa dibandingkan dengan yang nonedematosa.8

6
Gizi buruk mempengaruhi hampir semua sistem organ. Protein yang
diperoleh melalui diet diperlukan untuk menghasilkan asam amino untuk sintesis
protein tubuh dan komponen lainnya yang memilki peran fungsional. Energi
esensial untuk semua fungsi fisiologis dan biokimiawi pada tubuh manusia.
Terlebih lagi mikronutrien penting bagi berbagai fungsi metabolik tubuh seperti
komponen dan ko-faktor dalam proses enzimatik.6
Terlebih lagi gangguan dari perumbuhan fisik dan kognitif serta berbagai
fungsi fisiologis lainnya, perubahan respon imun terjadi pada tahap awal
perjalanan malnutrisi yang signifikan pada anak. perubahan respon imun ini
berkorelasi dengan keluaran yang jelek dan menyerupai perubahan yang terlihat
pada anak-anak dengan AIDS.6
Hilangnya hipersensitivitas tipe lambat, sel limfosit T yang lebih sedikit,
terganggunya respon limfosit, gangguan fagositosis sekunder oleh karena
menurunnya komplemen dan beberapa sitokin tertentu, dan menurunnnya
immunoglobulin A sekretorik (IgA) adalah beberapa perubahan yang dapat
terjadi. Perubahan imunitas ini menjadi faktor predisposisi terhadap infeksi kronik
dan berat pada anak-anak, yang paling sering adalah diare infeksius, yang lebih
lanjutnya dapat mengakibatkan anoreksia, menurunnya absorpsi nutrien,
meningkatnya kebutuhan metabolik, dan kehilangan nutrien langsung.6
Studi awal terhadap anak-anak yang mengalami malnutrisi menunjukkan
perubahan pada otak yang sedang berkembang, termasuk, pertumbuha otak yang
lebih lambat, berat otak yan lebih rendah, korteks serebri yang lebih tipis,
berkuragnya jumlah neuron, insufisiensi dari mielinisasi dan perubahan pada
serabut dendrit. penelitian terbaru mengenai neuroimaging menemukan bahwa
beberaa perubahan dari serabut dendrit neuron di korteks terdapat pada bayi
dengan MEP berat. perubahan ini hampir sama dengan perubahan yang terjadi
pada psien dengan retardasi mental, dengan penyebab yang lain. peubahan
patologis lainnya meliputi degenerasi perlemakan dari hati dan jantung, atofi dari
usus halus, dan penurunan volume intravaskular yang diakibatkan oelh
hiperaldosteronisme.6

7
Gambar 2.1. Adaptasi hormonal dari malnutrisi: Evolusi dari marasmus6

2.5 Manifestasi Klinis Gizi Buruk3,6,7


Gejala klinis gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.
a. Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk

8
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, dan diare.
- BB/TB >-3 SD

b. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dandiare kronik
atau konstipasi/susah buang air
- BB/TB < -3 SD

c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok.

A B

Gambar 2.2. [A] Kwashiorkor dan [B] Marasmus


Sumber: http://www.mamaproject.org/childsurvival/AcuteMalnutrition.pdf

2.6 Diagnosis Gizi Buruk3,7

9
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari
derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan pada
anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak
yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan
linier mengurang atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan
adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi
tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun, tebal lipat kulit
normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika
dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai kelainan kulit dan rambut.
Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari
dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan penduduk.
Pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk menemukan gizi buruk
ringan dan sedang. Pada pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuran-
pengukuran fisik anak (berat, tinggi, lingkar lengan, dan lain-lain) dan
dibandingkan dengan angka standar (anak normal). Untuk anak, terdapat tiga
parameter yang biasa digunakan, yaitu berat dibandingkan dengan umur anak,
tinggi dibandingkan dengan umur anak dan berat dibandingkan dengan
tinggi/panjang anak. Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standar
yang ada. Untuk membandingkan berat dengan umur anak, dapat pula digunakan
grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar
hemoglobin darah merah (Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah.
Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas
diketahui penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak
tersebut. nutrisi dan gizi
Pemeriksaan penunjang yang berguna dalam menegakkan malnutrisi adalah
pemeriksaan hematologi dan status protein.6

10
o Lab darah, termasuk pemeriksaan hitung jenis, karena bisa menyingkirkan
anemia dari defisiensi nutrisional seperti besi, folat, dan defisiensi vitamin B-
12.
o Pemeriksaan status protein, meliputi albumin serum, retinol-binding protein,
prealbumin, transferrin, kreatinin, dan BUN. Retinol-binding protein,
prealbumin, and transferrin merupakan indikator jangka pendek yang lebih
baik dari status protein dibandingkan albumin, namun dalam prakteknya
kadar albumin serum lebih sering digunakan karena bersifat jangka panjang.
o LED, elektrolit serum, ultur dan urinalisa. Spesimen feses harus diperiksa jika
anak memilki riwayat dari fese yang abnormal atau perubahan pola feses atau
jika keluarga menggunakan sumber air yang tidak jelas.
o Lab tambahan berupa pemeriksaan fingsi tiroid, fungsi ginjal, seperti fosfor
dan kalsium, fungsi hepar, trigliserida, kadar vitamin, dan kadar zinc juga
harus diperiksa pada anak dengan diare kronik.

Gambar 2.3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada gizi buruk9

11
Gambar 2.4. Gejala Klinis pada marasmus dan kwashiorkor
Sumber: http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-
GIZI/mk_giz_slide_penerapan_i.gizi_klinik_pada_bidang_pediatri.pdf

Gambar 2.5. Gejala Klinis di mata pada anak dengan gizi buruk akibat defisiensi
vitamin A
Sumber: http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-
GIZI/mk_giz_slide_penerapan_i.gizi_klinik_pada_bidang_pediatri.pdf

12
Gambar 2.6. Alur pemeriksaan pada Gizi buruk3

2.7 Tatalaksana Gizi Buruk


Secara umum penatalaksanaan pada gizi buruk meliputi 4 tahapan yaitu:
Fase Stabilisasi (Hari ke-1 dan 2), fase transisi (hari ke-3 sampai 7), fase
rehabilitasi (minggu ke-2 sampai ke-6), dan fase tindak lanjut (minggu ke-7
sampai ke-26), dimana tatalaksana ini meliputi 10 langkah yang dibahas sebagai
berikut.

13
Gambar 2.4. Tatalaksana gizi buruk10

2.7.1 Mencegah dan mengatasi hipoglikemia7,9


Semua anak dengan gizi buruk beresiko hipoglikemia. Hipoglikemi jika
kadar gula darah < 54 mg/dl (< 3mmol/L) atau ditandai suhu tubuh sangat rendah,
kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Jika fasilitas
setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua
anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani
sesuai panduan.
Untuk tatalaksananya segera berikan F-75 pertama sesegera mungkin atau
modifikasinya bila penyediaan menungkinkan. Bila F-75 pertama tidak dapat
disediakan dengan cepat, berikan 50 mL larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok
teh gula dalam 50 cc air) secara oral atau melalui NGT. lanjutkan pemberian F-75
setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal 2 hari. Bila pasien masih
mendapat ASI maka teruskan ASI di luar jadwal pemberian F-75. Jika anak tidak
sadar (letargis) maka berikan dekstrose 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5
mg/kgBB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 mL dengan NGT. Pemberian
antibiotik juga diberikan.

14
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa atau gula 10%. Jika suhu rektal <35,5 C atau bila
kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemi disebabkan oleh hipotermia,
sehingga diperlukan penanganan hipotermia.

2.7.2 Mencegah dan mengatasi hipotermia7,9


Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35,5 oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus
hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi
pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam
dekapan ibunya (metode kanguru), Bila menggunakan lampu listrik, letakkan
lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. cepat ganti popok basah,
dan berikan antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu aksilar anak setiap 2 jam
sampai suhu meningkat menjadi 36.5°C atau lebih. Jika digunakan pemanas,
ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5°C.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam
hari.

2.7.3 Mencegah dan mengatasi dehidrasi7


Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak
dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk
dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan. dan
hipovolemia juga dapat disertai dengan edema.
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap
30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10
jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang
keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75.

15
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam, jika masih diare, beri
ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 tahun diberikan 50-100 ml setiap buang
air besar, dan untuk usia1 tahun diberikan100-200 ml setiap buang air besar.
Jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu, tetap monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi BAB dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan
nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
edemnya bertambah. ika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas
meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ResoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

2.7.4 Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit7


Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk
memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar
natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini.
sehingga jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium berlebihan
dapat menyebabkan kematian.
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium 150-300mg/
kgBB/ hari dan Magnesium 0,40,6 mmol/kgBB/ hari, yang sudah terkandung di
dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal. Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

2.7.5 Mengatasi infeksi7


Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.
Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.
Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.
Pada semua anak dengan gizi buruk harus diberikan antibiotik spektrum
luas, vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.

16
Pilihan antibiotik spektrum luas Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada
infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap
12 jam selama 5 hari, jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak
terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, maka berikan
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak
tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5
hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah Gentamisin (7,5mg/kgBB/hari IM/
IV) setiap hari selama 7 hari. Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian
gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik
gentamisin Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan
obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari. Jika
ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria,
disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. Beri obat
antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun
tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis
hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.
Untuk anak yang terpajan HIV.
Pengobatan terhadap parasit cacing dilakukan jika terdapat bukti adanya
infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol
(20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun
belum terbukti adanya infestasi cacing.
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik,
lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

2.7.6 Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro7


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi
tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah

17
berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat
besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2
minggu: Multivitamin Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari),
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari), Tembaga (0.3 mg Cu/ kgBB/ hari),
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk), dengan dosis < 6 bulan 50 000 IU (1/2 kapsul Biru), 6–12 bulan
100 000 IU (1 kapsul Biru), dan 1-5 tahun 200 000 (1 kapsul Merah). Jika ada
gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri
vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

2.7.7 Pemberian makanan awal (initial feeding)7


Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-
hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh. Sifat utama yang menonjol dari
pemberian makan awal adalah makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan
rendah osmolaritas maupun rendah laktosa. Makanan diberikan secara oral atau
melalui NGT, hindari penggunaan parenteral. Kebutuhan energi 100 kkal/
kgBB/ hari, protein 1-1,5 g/ kgBB/ hari, cairan 130 ml/ kgBB/ hari (bila ada
edema berat beri 100 ml/ kgBB/ hari). Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan,
tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi.
Tabel 2.1. Jumlah pemberian makanan pada fase awal

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapat
dipercepat menjadi 2-3 hari. Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang
berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepung beras atau maizena
sehingga lebih menguntungkan karena mempunyai osmolaritas yang lebih rendah,

18
tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baik bagi anak gizi buruk dengan diare
persisten.
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap
2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang
tua atau penunggu pasien. Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting
agar anak tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak
mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT.
Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat
panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra air/cairan.
Pantau dan catat setiap hari Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan,
frekuensi muntah, frekuensi defekasi dan konsistensi feses, serta berat badan.

2.7.8 Memberikan makanan untuk tumbuh kejar7


Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah
kembalinya nafsu makan, dan edema minimal atau menghilang. Lakukan transisi
secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar (F-100) (fase
transisi). Berikan F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2 hari
berturutan. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya
hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.
Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang
dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-
100. Setelah transisi bertahap, dilanjutkan pemberian makan yang sering dengan
jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan anak) dengan kebutuhan energi 150-220
kkal/ kgBB/ hari, dan protein: 4-6 g/ kgBB/ hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan
anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung
cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji
(ready to use therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500
kkal/ sachet 92 g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.

19
Tabel 2.2. Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makanan

Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi
cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan
naik 5x/ menit dan nadi naik 25x/ menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda
bahaya (cari penyebabnya). Jika terdapat gejala-gejala tersebut maka kurangi
volume makanan menjadi 100 ml/ kgBB/ hari selama 24 jam kemudian,
tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut: 115 ml/ kgBB/ hari selama 24 jam
berikutnya, 130 ml/ kgBB/ hari selama 48 jam berikutnya, selanjutnya tingkatkan
setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana dijelaskan sebelumnya lalu atasi
penyebabnya.
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap
transisi dan mendapat F-100. Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum
diberi makan kemudian hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam
gram/ kgBB/ hari. Jika kenaikan berat badan kurang (< 5 g/ kgBB/ hari), anak
membutuhkan penilaian ulang lengkap, sedang (5-10 g/ kgBB/ hari), periksa
apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
Kemajuan baik jika kenaikan berat badan > 10 g/ kgBB/ hari.
Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak yang
lebih tua. Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus
dipertimbangkan, sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai. Jika ternyata
termasuk gizi buruk, prinsip dasar tatalaksana gizi buruk dapat diterapkan pada
kelompok umur ini. Walaupun demikian, bayi muda ini kurang mampu
mengekskresikan garam dan urea melalui urin, terutama pada cuaca panas. Oleh
karena itu pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah ASI (jika tersedia dalam
jumlah cukup), susu formula bayi (starting formula). Pada fase rehabilitasi, dapat
digunakan F-100 yang diencerkan.

20
2.7.9 Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang7
Pemberian stimulasi sensorik dan emosional dapat dilakukan dengan cara
ungkapan kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur selama
15–30 menit per hari, aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat, keterlibatan
ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan,
bermain). Sediakan mainan yang sesuai dengan umur anak.

2.7.10 Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah7


Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap
anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak
berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah. Berikan contoh kepada orang tua mengenai menu dan cara
membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi pemberian makan
yang sering. Serta melakukan terapi bermain yang terstruktur. Sarankan untuk
melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan, serta mengikuti program pemberian
vitamin A.
Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.
Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko.
Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan
melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah
kekambuhan. Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil yaitu
anak seharusnya telah menyelesaikanpengobatan antibiotik, mempunyai nafsu
makan baik, menunjukkan kenaikan berat badan yang baik, edema sudah hilang
atau setidaknya sudah berkurang.
Bagi ibu atau pengasuh seharusnya mempunyai waktu untuk mengasuh
anak, memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,
jumlah, dan frekuensi), mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak.
Jika tidak mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia. Penting untuk
mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal ini mencakup:
Pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang terjangkau, pemberian
makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks) tinggi kalori

21
di antara waktu makan (misalnya susu, pisang, roti, biskuit). Bila ada, RUTF
dapat diberikan pada anak di atas 6 bulan
Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya. Beri anak
makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek. Beri
suplemen mikronutrien dan elektrolit ASI diteruskan sebagai tambahan. Jika anak
dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh
yaitu menghubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal
untuk melakukan supervisi dan pendampingan. Anak harus ditimbang secara
teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2
minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk
kembali ke rumah sakit.
Adapun kriterian pemulangan anak gizi buruk yang dirawat adalah sebagai
berikut. Kriteria sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala
klinis. Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut:
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

2.11 Penanganan kondisi penyerta7


2.11.1 Masalah pada mata
Jika anak mempunyai gejala defisiensi vitamin A, lakukan hal seperti di
bawah ini. Hanya bercak Bitot saja Tidak memerlukan obat tetes mata (tidak ada
gejala mata yang lain). Jika terdapat nanah atau peradangan beri tetes mata
kloramfenikol atau tetrasiklin (1%). Kekeruhan pada kornea dapat diberikan tetes
mata kloramfenikol 0,25%-1% atau tetes tetrasiklin. Ulkus pada kornea (1%); 1
tetes, 4x sehari, selama 7-10 hari. Tetes mata atropin (1%); 1 tetes, 3x sehari,
selama 3-5 hari Jika perlu, kedua jenis obat tetes mata tersebut dapat diberikan
secara bersamaan. Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep. Gunakan

22
kasa penutup mata yang dibasahi larutan garam normal. Gantilah kasa setiap hari,
dan berikan vitamin A.
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia sehingga selalu
menutup matanya. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati untuk
menghindari ruptur kornea.

2.11.2 Anemia berat


Transfusi darah diperlukan jika Hb < 4 g/ dl atau Hb4–6 g/ dl dan anak
mengalami gangguan pernapasan atau tanda gagal jantung. Pada anak gizi buruk,
transfusi harus diberikan secara lebih lambat dan dalam volume lebih kecil
dibanding anak sehat. Berikan Whole Blood, 10 ml/kgBB secara lambat selama 3
jam, dan diawali debgan furosemid 1 mg/kg IV pada saat transfusi dimulai. Bila
terdapat gejala gagaI jantung, berikan komponen sel darah merah (packed red
cells) 10 ml/kgBB. Anak dengan kwashiorkor mengalami redistribusi cairan
sehingga terjadi penurunan Hb yang nyata dan tidak membutuhkan transfusi.
Hentikan semua pemberian cairan lewat oral/NGT selama anak ditransfusi.
Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit selama transfusi. Jika
terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat 5x/menit atau nadi 25x/menit),
perlambat transfusi.

2.11.3. Lesi kulit pada kwashiorkor


Defisiensi seng (Zn) sering terjadi pada anak dengan kwashiorkor dan
kulitnya akan membaik secara cepat dengan pemberian suplementasi seng.
Sebagai tambahan dapat dikompres daerah luka dengan larutan Kalium
permanganat (PK; KMnO4) 0.01% selama 10 menit/ hari. Bubuhi salep/krim
(seng dengan minyak kastor, tulle gras) pada daerah yang kasar, dan bubuhi
gentian violet (atau jika tersedia, salep nistatin) pada lesi kulit yang pecah-pecah.
Hindari penggunaan popok-sekali-pakai agar daerah perineum tetap kering.

2.11 4. Diare persisten


Untuk menilai adanya Giardiasis dan kerusakan mukosa usus. Jika
mungkin, lakukan pemeriksaan mikroskopis atas spesimen feses. Jika ditemukan

23
kista atau trofozoit dari Giardia lamblia, beri Metronidazol 7.5 mg/kg setiap 8
jam selama 7 hari). Diare jarang disebabkan oleh intoleransi laktosa saja.
Tatalaksana intoleransi laktosa hanya diberikan jika diare terus menerus ini
menghambat perbaikan secara umum. Perlu diingat bahwa F-75 sudah merupakan
formula rendah laktosa. Pada kasus tertentu ganti formula dengan yoghurt atau
susu formula bebas laktosa, pada fase rehabilitasi, formula yang mengandung susu
diberikan kembali secara bertahap.
Diare osmotik perlu diduga jika diare makin memburuk pada pemberian F-
75 yang hiperosmolar dan akan berhenti jika kandungan gula dan osmolaritasnya
dikurangi. Pada kasus seperti ini gunakan F-75 berbahan dasar serealia dengan
osmolaritas yang lebih rendah. Berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara
bertahap.

2.11 5. Tuberkulosis
Jika anak diduga kuat menderita tuberkulosis, lakukan tes Mantoux
(walaupun seringkali negatif palsu), dan foto toraks.

24

Anda mungkin juga menyukai