Anda di halaman 1dari 15

1.

Jenis Kegiatan :  F1 - Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dokter Pendamping : dr. Melianto Rompon

Judul Lap. Kegiatan :  Jamban Sehat

Peserta Hadir : Peserta PIDI, Masyarakat, Lain – lain

LATAR BELAKANG :

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban keluarga


merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Fasilitas jamban keluarga di
masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta
masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan
dan pendidikan. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama
kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis
lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita.
Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan (Data Susenas 2001). Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat
dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah
jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh
mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi
syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih
dan sehat. Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan kesimpulan
H.L.Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat
kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan factor yang lain.
Namun energy dan kebijakan anggaran agaknya masih sangat cenderung kepada program yang
bersifat kuratif. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penyuluhan pada warga
mengenai sanitasi lingkungan khususnya masalah jamban sehat keluarga.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI :

Metode yang digunakan penyuluh adalah metode ceramah dan tanya jawab

Hari / Tanggal : Senin, 09 Desember 2019

Tempat : Balai Desa Bantaya, Parigi


MONITORING & EVALUASI :

Proses penyuluhan berjalan cukup lancar. Para peserta penyuluhan juga cukup baik menyimak
penjelasan dan diakhir acara cukup aktif menanyakan berbagai macam pertanyaan seputar
jamban sehat. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan pendengarnya
mengenai syarat-syarat yang wajib dipenuhi sehingga suatu rumah dapat dikatakan rumah sehat.
2. Jenis Kegiatan :  F1 - Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dokter Pendamping :  dr. Melianto Rompon

Judul Lap. Kegiatan :  Penyuluhan Cuci Tangan Pakai Sabun bagi Anak-anak

Peserta Hadir : Peserta PIDI, Masyarakat, Lain – lain

LATAR BELAKANG :

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu
upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik
dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan
lain seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi
saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain
yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan). PBB telah mencanangkan tanggal 15
Oktober sebagai Hari Mencuci Tangan dengan Sabun Sedunia. Ada 20 negara di dunia yang
akan berpartisipasi aktif dalam hal ini, salah satu di antaranya adalah Indonesia. Perilaku,
khususnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ) merupakan komponen penting dalam
pembangunan kesehatan dimana diperlukan adanya kesadaran, kemampuan, dan kemauan hidup
sehat dari setiap penduduk sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat terwujud, dan dengan
demikian masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi dalam memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatannya sendiri. Sedangkan pembangunan kesehatan mempunyai perandalam
menentukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang merupakan fokus
pembangunan nasional. Oleh karena itu, PHBS tentang budaya cuci tangan ini perlu
diselenggarakan sebaik-baiknya agar dapat memberikan sumbangan yang nyata baik dalam
pembangunan kesehatan maupun pembangunan nasional.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI :

Bentuk kegiatan menggunakan metode penyuluhan dan praktek cara mencuci tangan
pakai sabun yang benar sebagai metode informasi kepada peserta penyuluhan. Akan dijelaskan
mengenai bahaya kurangnya menjaga kebersihan tubuh.

Waktu Dan Tempat Pelaksanaan

Hari / Tanggal : Selasa, 26 November 2019

Tempat : SDN 2 Loji, Parigi


Sasaran Penyuluhan : Murid -murid SDN 2 Loji

PELAKSANAAN :

Penyuluhan mengenai cuci tangan pakai sabun telah selesai diadakan di SDN 2 Loji,
Desa Loji pada tanggal 26 November 2019. Kegiatan tersebut terdiri atas penyuluhan dan
praktek cara mencuci tangan pakai sabun yang benar. Penyuluhan dilakukan di kantin sekolah
tersebut. Penyuluhan dihadiri oleh petugas puskesmas, guru kelas, dan siswa - siswi. Penyuluhan
disampaikan dengan metode langsung (direct communication/ face to face communication) dan
penyampaiannya dengan mempraktekkan langsung materi penyuluhan kepada para peserta.
Penyuluhan diawali dengan perkenalan dengan pembicara disertai pemeriksaan umum dan
pemeriksaan gigi terhadaap siswa – siswi sekolah dasar. Kemudian, dilanjutkan dengan
penyampaian materi tentang manfaat cuci tangan menggunakan sabun untuk anak – anak serta
diakhiri dengan mempraktekkan bersama cara mencuci tangan menggunakan sabun dengan baik
dan benar. Selain itu, peserta diberi pesan agar materi yang diperoleh selama penyuluhan dapat
disampaikan pada teman, tetangga dan keluarga, serta diterapkan di lingkungan sekitar.
3. Jenis Kegiatan :  F1 - Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dokter Pendamping :  dr. Melianto Rompon

Judul Lap. Kegiatan :  Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak

Peserta Hadir : Peserta PIDI, Masyarakat, Lain – lain

LATAR BELAKANG :

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA merupakan
infeksi yang berawal dari saluran pernapasan hidung, tenggorokan, laring, trakea, bronchi dan
alveoli. Maka pengertian ISPA dapat dikatakan sebagai penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Untuk mendapatkan pengertian ISPA secara menyeluruh dapat dilakukan dengan


mengkaitkan hal penting dari penyakit ini, yaitu infeksi akut dan saluran pernapasan. Infeksi akut
yang selama ini kita kenal adalah suatu serangan vector penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur,
dll) selama 14 hari lebih dan jika dibiarkan dapat menjadi kronis, sedangkan saluran pernapasan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah organ-organ yang terlibat dalam pernapasan.

Penyakit ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada
sebagian besar kasus ISPA, mereka yang terinfeksi adalah anak-anak dikarenakan sistem
kekebalan tubuh yang mereka punya menurun atau memang masih rendah dibandingkan orang
dewasa, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-
anak dan balita. Serangan di saluran pernapasan pada masa bayi dan anak bisa menimbulkan
kecacatan hingga dewasa.

Kematian dari penyakit ISPA yang dapat ditimbulkan cukup tinggi (20-30%), dan perlu
dicatat bahwa penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan tidak boleh diabaikan karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang tinggi dengan rasio 1 diantara 4 bayi. Jadi kita dapat
memperkirakan episode ISPA dapat terjadi 3-6 kasus kematian setiap tahun. Angka tersebut
dibuktikan pada kunjungan pasien ke puskesmas yang cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu
rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia balita.

Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernapasan yang mengandung kuman yang
dihirup orang sehat lewat saluran pernapasan. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah,
bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA yang tidak ditangani secara lanjut apalagi dianggap sepele dapat berkembang
menjadi pneumonia (khususnya menyerang anak kecil dan balita apabila terdapat zat gizi yang
kurang dan ditambah dengan keadaan lingkungan yang tidak bersih).

PERMASALAHAN :

Promosi mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak perlu dilakukan karena :

1. Semakin tingginya jumlah penderita ISPA pada anak, dibuktikan pada kunjungan pasien
ke puskesmas yang cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama
pada usia balita.

2. Semakin tingginya angka kematian anak dan bayi yang disebabkan karena ISPA, dengan
rasio 1 diantara 4 anak.

3. Kurangnya pemahaman orang tua mengenai ISPA, terutama mengenai bahaya dan
komplikasinya jika tidak ditatalaksana dengan baik

4. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penularan dan factor resiko penularan


ISPA yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan kebersihan perseorangan (PHBS)

Tujuan penyuluhan mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak di Posyandu adalah :

1. Tercapainya pemahaman mengenai penyebab, gejala, penatalaksanaan awal, bahaya,


komplikasi dan pencegahan ISPA sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian anak yang diakibatkan oleh ISPA

2. Terbentuknya agen kesehatan oleh para ibu yang telah mendapatkan penyuluhan
mengenai ISPA, sehingga dapat membantu menyebarluaskan informasi mengenai ISPA kepada
lingkungan sekitar terutama keluarga, sehingga membantu upaya promosi kesehatan

3. Tercapainya lingkungan yang sehat dan tercapainya PHBS sehingga menurunkan


penularan dan faktor resiko ISPA

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI :

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan mengenai kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut
yang sering diderita anak-anak, dan dalam upaya mempromosikan mengenai ISPA pada anak
termasuk untuk meningkatkan kewaspadaan para ibu, maka kami memilih “METODE
PENYULUHAN” dalam perencanaan dan pemilihan intervensi. Termasuk di dalamnya
informasi tentang penyebab ISPA, gejala ISPA, penanganan awal yang bisa dilakukan orang tua
jika anak mengalami ISPA dan upaya pencegahan ISPA. Kegiatan penyuluhan disertai dengan
sesi tanya jawab, baik oleh presentator (untuk menilai pemahaman para siswa setelah
dilaksanakannya penyuluhan) maupun oleh para ibu (untuk menanyakan hal-hal yang dirasa
belum jelas).

PELAKSANAAN :

Penyuluhan ini dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan dari Puskesmas Parigi di Posyandu
Desa Kampal, pada hari Senin tanggal 14 Oktober 2019. Penyuluhan ini diikuti oleh kurang lebih
14 ibu.

MONITORING & EVALUASI :

A. Kegiatan

Penyuluhan/promosi kesehatan mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak

B. Waktu

Senin, 14 Oktober 2019

C. Sasaran

Ibu-ibu balita Posyandu Desa Kampal, Parigi

D. Monitoring

1. Para ibu dapat mengerti mengenai penyebab ISPA, gejala ISPA, dapat memberikan
penatalaksanaan awal jika anak mengalami ISPA, serta dapat mengerti bahaya dan
komplikasinya

2. Para ibu dapat menjelaskan mengenai penyebab ISPA, gejala ISPA, penatalaksanaan
awal ISPA dan bahaya serta komplikasi ISPA

3. Para ibu dapat menggalakkan pencegahan ISPA bagi diri sendiri, keluarga terutama anak,
maupun di lingkungan sekitar

4. Menurunnya jumlah kasus ISPA pada anak

E. Evaluasi
Para ibu dapat memahami mengenai penyebab, gejala, penatalaksanaan awal, bahaya,
komplikasi, pencegahan ISPA. Sebagian besar ibu yang hadir dalam penyuluhan ini aktif dalam
mengajukan pertanyaan, terutama mengenai penatalaksanaan ISPA yang dapat dilakukan di
rumah sebelum dibawa ke tenaga kesehatan. Secara keseluruhan kegiatan penyuluhan ini
berjalan dengan lancar. Namun perlu dilakukan evaluasi berkala untuk menilai ulang
pemahaman para ibu mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak.
4. Jenis Kegiatan :  F1 - Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dokter Pendamping :  dr. Melianto Rompon

Judul Lap. Kegiatan  :  Penyuluhan tentang Upaya Meningkatkan Pengetahuan Ibu dalam
Rangka Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Peserta Hadir : Dokter Pendamping, Peserta PIDI, Masyarakat, Lain – lain

LATAR BELAKANG :

World Health Organization menempatkan Indonesia pada posisi dengan kasus gizi buruk
tinggi, yaitu tertinggi kelima di dunia. Pada tahun 2005, sebanyak lima juta balita Indonesia
menderita gizi buruk. Jumlah itu sama dengan 27.5% dari total populasi balita.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13% balita berstatus gizi
kurang, 4,9% diantaranya berstatus gizi buruk.Data yang sama juga menunjukkan 13,3% anak
kurus, 6% diantaranya anak sangat kurus dan 17% anak tergolong sangat pendek. Keadaan ini
berpengaruh pada masih tingginya angka kematian bayi.

Menurut WHO, 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.
Oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Masalah gizi buruk paling
tinggi menyerang usia bayi. Hal ini disebabkan dalam siklus kehidupan manusia, bayi berada
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat. Bayi yang dilahirkan dengan
sehat, pada umur 6 bulan akan mencapai pertumbuhan atau berat badan dua kali lipat daripada
saat dilahirkan.

Untuk pertumbuhan bayi dengan baik, diperlukan zat-zat gizi seperti protein, kalsim,
vitamin D, Vitamin A dan K, zat besi, dan sebagainya. Secara alamiah zat-zat tersebut
sebenarnya sudah terkandung di dalam air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, jika bayi diberikan
ASI secara eksklusif, sudah bisa mencukupi kebutuhan gizinya.

Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh
kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi (Suharyono,1990). ASI eksklusif adalah
memberikan hanya ASI pada bayi dan tidak memberi bayi makanan atau minuman lain,
termasuk air putih, kecuali obat- obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga
diperbolehkan, yang dilakukan sampai bayi berumur 6 bulan.

Menurut WHO/ UNICEF, cara pemberian makanan pada bayi dan anak yang baik dan
benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan dan meneruskan
menyusui anak sampai usia 2 tahun. Mulai 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI
yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.

ASI merupakan makanan bayi yang terbaik dan setiap bayi berhak mendapatkan ASI,
maka Departemen Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di
Indonesia. ASI sudah diketahui keunggulannya, namun kecenderungan para ibu untuk tidak
menyusui bayinya secara eksklusif semakin besar. Hal ini dapat dilihat dengan semakin
besarnya jumlah ibu menyusui yang memberikan makanan tambahan lebih awal sebagai
pengganti ASI. Pola asuh anak ini dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai gizi.

Di Indonesia, penelitian dan pengamatan yang dilakukan diberbagai daerah menunjukan


dengan jelas adanya kecenderungan semakin meningkatnya jumlah ibu yang tidak menyusui
bayinya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi
yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi berusia kurang
dari 2 bulan sebesar 64% , antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9% dan antara 6-7 bulan
7,8%. Bayi yang berusia di bawah 2 bulan, 13% diantaranya telah diberikan susu dan satu dari
tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberikan makanan tambahan. Bayi berusia dibawah 6 bulan
bukan yang menggunakan susu formula sejumlah 76,6% pada bayi yang tidak disusui dan 18,1%
pada bayi yang disusui.

Sedangkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 bayi dan anak bawah usia
lima tahun (Balita) yang pernah disusui hanya 90,3%. Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa
praktik pemberian ASI di perdesaan relatif lebih tinggi daripada di perkotaan. Bayi dan anak
balita yang pernah diberi ASI di perdesaan 91,8%, sedangkan di perkotaan 88,8%. Praktik
Pemberian ASI menurut status ekonomi rumah tangga terdapat kecenderungan semakin tinggi
status ekonomi rumah tangga semakin rendah praktik pemberian ASI pada bayi dan balita. Pada
kelompok status ekonomi terendah praktik pemberian ASI mencapai 92,3%, sedangkan pada
kelompok status ekonomi tertinggi hanya 85,7%.

Sumber data cakupan pemberian ASI Eksklusif diIndonesia antara lain dari SDKI,
laporan program dan Riskesdas 2010. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data cakupan
pemberian ASI Eksklusif SDKI 2002 dan 2007 adalah metode recall 24 jam dengan batasan
umur 0 - 5 bulan. Menurut SDKI 2002 cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 0 – 5
bulan adalah 40% dan pada tahun 2007 turun menjadi 32%. Angka tersebut adalah angka rata
rata cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 0 - 5 bulan.

Probabilitas kumulatif ketahanan hidup bayi menurut durasi pemberian ASI adalah
sebagai berikut: pemberian ASI 0 bulan ketahanan hidupnya adalah 71%, pemberian ASI 1-2
bulan ketahanan hidupnya adalah 91%, 3 bulan adalah 95%, 4 bulan adalah 94%, 5 bulan adalah
96%, dan 6 bulan atau lebih adalah 99%. Artinya jika bayi yang lahir kemudian diberi ASI
minimal sampai 6 bulan maka bayi tersebut akan memiliki kesempatan 99% untuk merayakan
ulang tahun pertamanya.

Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa gizi buruk merupakan suatu masalah yang
serius. Apabila tidak dilakukan usaha eliminasi maka akan terjadi peningkatan jumlah angka
kematian bayi. Salah satu penyebab utama dari gizi buruk yang terjadi pada bayi adalah
kurangnya asupan nutrisi. Nutrisi yang lengkap untuk bayi berusia 0- 6 bulan dapat diperoleh
dari ASI. Sehingga bayi sebaiknya diberikan ASI Eksklusif. Namun, dari berbagai penelitian
yang dilakukan terlihat penurunan jumlah ASI eksklusif. Hal ini berkaitan erat dengan pola asuh
ibu. Perilaku atau pola asuh ibu dipengaruhi tingkat pengetahuan ibu, tingkat sosial ekonomi dan
warisan budaya setempat. Hal yang paling mungkin dilakukan intervensi adalah dari segi
pengetahuan ibu. Oleh karena itu Perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu
dalam angka pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. Salah satu bentuk upayanya
adalah dilakukan tindakan promotif berupa penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif pada
bayi usia 0-6 bulan.

PERMASALAHAN :

Rendahnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI :

Media yang digunakan adalah Power Point Tentang Asi Eksklusif

Metode yang digunakan penyuluh adalah metode ceramah dan tanya jawab

PELAKSANAAN :

Nara Sumber : (nama masing2)

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Hari, Tanggal : Rabu/ 13 November 2019

Pukul : 09.00 – selesai

Tempat : Penyuluhan di Posyandu Mekar Ds. Bambalemo Ranomaisi, Kab. Parigi

MONITORING & EVALUASI :

Kegiatan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif diadakan pada tanggal 13 November
2019 bertempat di Posyandu Mekar Ds. Bambalemo Ranomaisi, Kab. Parigi. Penyuluhan ini
masuk ke dalam rangkaian kegiatan posyandu yang rutin diadakan setiap bulannya pada minggu
ke-2. Dihadiri oleh Kader, Petugas Puskesmas, dokter dan masyarakat terutama ibu dan bayinya.
peserta yang terdiri atas sebagian besar ibu menyusui dan beberapa ibu hamil.
Penyuluhan dibuka oleh bidan desa dengan memperkenalkan nara sumber dan menjelaskan
maksud diadakannya penyuluhan. Penyuluhan yang menggunakan media berupa Power point ini
lebih berbentuk bincang santai dimana nara sumber dan peserta duduk bersama melingkar
membahas topik tentang pentingnya ASI Eksklusif. Untuk sesi yang pertama nara sumber
menyampaikan materi dalam waktu 15 menit. Materi yang disampaikan meliputi : (1) Pengertian
AS Eksklusif, (2) Manfaat Pemberian ASI Eksklusif, (3) Pengertian IMD, (4) Manfaat IMD, (5)
Cara menyusui yang benar, (6) Cara pemberian ASI Eksklusif dan seputar permasalahan
menyusui. Setelah penyampaian materi selesai sesi berikutnya adalah diskusi tanya jawab. Sesi
tanya jawab diwarnai dengan pertanyaan seputar masalah menyusui, yakni bagaimana mengatasi
produksi ASI yang sedikit, bagaimana mengatasi anak yang tidak mau minum ASI, dan masalah
payudara pada ibu yang sedang menyusui. Penyuluhan ditutup dengan mengajak peserta untuk
berkomitmen hanya memberikan ASI Eksklusif untuk bayinya.

Oleh karena itu siapapun harus bisa memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Bahkan bekerja
tidak menghalangi setiap ibu untuk memberikan ASI secara Eksklusif. Dan tema khusus yang
diangkat adalah ASI Eksklusif Ibu pkerja, dimana waktunya sebagian besar digunakan untuk
bekerja. Namun bisa diantisipasi dengan cara ASI pompa, sehingga meskipun bekerja masih bisa
memberikan ASI Eksklusif untuk bayinya.
5. Jenis Kegiatan :  F1 - Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dokter Pendamping :  dr. Melianto Rompon

Judul Lap. Kegiatan :  PENYULUHAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS)

PESERTA HADIR : Peserta PIDI, Masyarakat, Lain – lain

LATAR BELAKANG :

Mencuci tangan dengan sabun dan air adalah cara yang sangat penting untuk menjaga
bebas dari kuman. Bakteri meskipun tidak kasat mata namun dapat menimbulkan berbagai
masalah, mulai dari gangguan pencernaan, dehidrasi berat dan bahkan kematian. Lebih dari 3,5
juta balita meninggal setiap tahun dari penyakit diare dan pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri.

Sebuah riset oleh Kemitraan Pemerintah dan Swasta untuk Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS) menyimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat terkait CTPS terbilang sudah tinggi,
namun prakteknya justru masih sangat rendah.Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukan
sebagian besar atau hampir 55% penyakit penyebab kematian bayi usia 29 hari sampai 11 tahun
dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Di antaranya pneumonia atau penyakit
radang paru-paru sebanyak 23% dan diare sekitar 31%.

Kebiasaan CTPS terutama perlu dilakukan pada beberapa keadaan yakni sebelum makan,
setelah buang air dan setelah memegang hewan. Sebagian orang sudah melakukan CTPS, tetapi
hanya sekitar 24% yang melakukannya dengan benar. Yang belum berperilaku benar dalam
CTPS, misalnya tidak menggunakan air bersih atau mengalir.

CTPS diharapkan dapat mengurangi dua pertiga (70%) kematian anak di bawah usia 5
tahun pada 2015 mendatang, sebagai salah satu target Tujuan Pembangunan Milenium atau
Millenium Development Goals (MDGs). Penyelenggaraan CTPS sangat penting bagi Indonesia
mengingat banyak kematian dan kesakitan akibat penyakit yang berkaitan dengan air, sanitasi
serta perilaku hidup bersih dan sehat. Kebiasaan CTPS ini difokuskan pada anak-anak khususnya
SD karena mereka menderita diare dan insfeksi saluran pernapasan akut (ISPA) secara tidak
proporsional. Selain itu diharapkan pelatihan ini dapat membentuk kebiasaan baik CTPS ini
sejak kecil. Anak SD juga dapat menjadi agen perubahan untuk meningkatkan budaya CTPS di
komunitasnya.
PERMASALAHAN :

Pengetahuan masyarakat terkait CTPS terbilang sudah tinggi, namun prakteknya justru masih
sangat rendah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukan sebagian besar atau hampir 55%
penyakit penyebab kematian bayi usia 29 hari sampai 11 tahun dapat dicegah dengan intervensi
lingkungan dan perilaku. Sebagian orang sudah melakukan CTPS, tetapi hanya sekitar 24% yang
melakukannya dengan benar. Yang belum berperilaku benar dalam CTPS, misalnya tidak
menggunakan air bersih atau mengalir. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan tentang CTPS
khususnya pada anak-anak karena banyak dari mereka yang menderita diare dan ISPA karena
kurang dalam perilaku hidup bersih, dan agar dapat mendorong mereka menerapkan kebiasaan
baik CTPS.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI :

Program ini merupakan upaya untuk memberikan edukasi mengenai cara mencuci tangan dengan
sabun yang benar dan waktu-waktu kritis dimana perlu melakukan kebiasaan ini yaitu sebelum
makan, setelah buang air dan setelah memegang hewan. Penyuluhan dilakukan kepada anak SD
dengan tujuan membentuk kebiasaan cuci tangan ini sejak dini. Dengan pengetahuan mengenai
cuci tangan yang benar dan dilakukan secara rutin sebagai kebiasaan, diharapkan dapat
menurunkan kejadian diare dan ISPA pada anak.

Hari / Tanggal : Rabu / 20 November 2019 ( 09.00 – selesai WIB)

Tempat : SDN Bambalemo, Parigi

Media yang digunakan adalah poster cuci tangan yang telah disediakan oleh tim

Metode yang digunakan penyuluh adalah metode ceramah, tanya jawab dan demo cuci tangan
oleh salah satu murid di depan kelas.

PELAKSANAAN :

Penyuluhan dilaksanakan tepat pukul 09.00 WIB di ruang kelas SDN Bambalemo, Parigi diikuti
oleh 20 orang murid. Penyuluhan diawali dengan perkenalan diri penyuluh kepada murid
kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang santai dan interaktif dengan mengajak murid maju
ke depan untuk mendemostrasikan cuci tangan yang benar. Demo ini diikuti juga dengan murid
lainnya bersama dari tempat duduk masing-masing.
MONITORING & EVALUASI :

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas
yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk
meningkat sampai dengan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun tahun 2010 terjadi
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74
%.)

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke
tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Di
Indonesia Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukan sebagian besar atau hampir 55%
penyakit penyebab kematian bayi usia 29 hari sampai 11 tahun dapat dicegah dengan intervensi
lingkungan dan perilaku.

Anda mungkin juga menyukai