Anda di halaman 1dari 11

KOMPLEKS LOGAM TRANSISI

Oleh Dr.rer.nat.Jon Efendi, M.Si


Sejarah apa yang melatarbelakangi penjelasan kompleks logam transisi?

Penjelasan awal untuk kompleks logam transisi yang beranekaragam diberikan oleh seorang ahli kimia
berkembangsaan Swiss Alfred Werner yang pada tahun 1893 yang menyatakan bahwa kompleks logam
trasisi tersusun dari ion logam trasisi yang berfungsi sebagai satu pusat yang dikelilingi oleh ion dan
molekul lain. Teori baru ini diterima di Jerman, tetapi tidak diterima belahan dunia yang berbahasa Inggris

Selama delapan tahun berikutnya, Werner dan murid-muridnya mencoba melakukan preparasi beberapa
deretan senyawa logam transisi, untuk membuktikan teorinya. Ketika bukti semakin banyak terkumpul,
maka kelompok yang menentang teorinya mulai terpecah, dan Werner dianugerahi Hadiah Nobel bidang
Kimia pada tahun 1913 sebagai pengakuan atas kontribusi yang ia berikan. Meski Werner pantas
mendapatkan pujian dalam merancang teori ini, namun yang tetap harus selalu ingat adalah bahwa kerja
keras di meja laboratorium penelitian sebahagian besar dilakukan oleh mahasiswanya yang sedang
melakukan penelitian, teristimewa bukti penting yang dibuat seorang mahasiswa muda dari Inggris, Edith
Humphrey

1. LOGAM TRANSISI

Apa yang dimaksud dengan logam transisi

Meskipun orang menggunakan istilah unsur blok d dan transisi logam secara bergantian, namun kedua
istilah ini tidak sepenuhnya sama. Ahli kimia anorganik umumnya membatasi istilah logam transisi pada
unsur yang memiliki sekurang-kurangnya satu ion dengan elektron d tak lengkap (orbital d tak terisi
penuh). Sebagai contoh, kromium memiliki dua bilangan oksidasi, yaitu +3 dan +6 (ditambah beberapa
bilangan oksidasi lainnya yang kurang lazim). Bilangan oksidasi kromium +3 memiliki orbital d yang terisi
sebagian dan bilangan oksidasi +6 memiliki orbital d kosong. Oleh sebab itu unsur krom dianggap sebagai
logam transisi.

Di sisi lain, satu-satunya bilangan oksidasi skandium yang lazim adalah +3. Karena bilangan ini memiliki
orbital d kosong, maka skandium (dan anggota lainnya Grup 3) tidak termasuk logam transisi. Faktanya,
skandium sangat mirip sifat kimianya dengan logam golongan utama aluminium. Unsur golongan 3 juga
pada umumnya memiliki sifat kimia yang dengan unsur-unsur blok 4f, sehingga unsur logam golongan 3
sering dibahas bersama dengan unsur-unsur blok 4f.
Di ujung lain blok d (unsur-unsur golongan 12) terdapat unsur-unsur yang tetap mempertahankan orbital
d penuh untuk bilangan oksidasi yang lazim ditemui. Bilangan oksidasi yang umum adalah +2. Dengan
demikian, unsur-unsur ini tidak dianggap sebagai logam transisi.

Unsur-unsur dari rutherfordium (unsur ke 104) sampai roentgenium (unsur ke 111) juga merupakan logam
transisi. Namun, karena mereka semua unsur radioaktif berumur pendek, maka unsur-unsur biasanya
dibahas bersama dengan logam aktinoid. Ringkasnya, elemen-elemen yang biasa dianggap sebagai logam
transisi ditunjukkan pada Gambar 19.1.

KOMPLEKS LOGAM TRANSISI

Bagaimana awal penjelasan pembentukan kompleks logam transisi?

Alfred Werner mengusulkan teori untuk menjelaskan pembentukan logam trasisi dengan menyatakan
bahwa pembentukan kompleks logam transisi terjadi karena ion logam transisi tidak hanya memiliki
muatan tetapi juga memiliki karakteristik "kapasitas untuk berikatan”. Kapasitas berikatan ini diberi istilah
valensi. Werner menyatakan bahwa ion logam transisi memiliki dua jenis valensi, yaitu

a. Valensi primer, yaitu muatan ion


b. Valensi sekunder, yaitu kemampuan ion logam transisi untuk dikelililingi oleh molekul atau ion

Dengan valensi sekunder ion logam trasisi memiliki kemampuan untuk dikelilingi oleh sejumlah tertentu
molekul atau ion. Jumlah molekul atau ion yang mengelilingi logam tansisi ini sekarang dikenal dengan
bilangan koordinasi (coordination number) ion logam, biasanya 4 atau 6. Molekul-molekul atau ion-ion
(disebut ligan) yang mengelilingi ion logam akan terikat secara kovalen.

Bagaimana ilustrasi penjelasan Werner tentang pembentukan kompleks?

Penjelasan teori Werner dilustrasikan dengan


sederetan senyawa yang dipreparasi dari
platina(II), amonia dan ion klorida. Cara untuk
memahami mengapa ada keberagaman senyawa
ini dilakukan melalui pengukuran daya hantar
listrik larutan dan analaisis gravimetri mengguna-
kan larutan perak nitrat, AgNO3.
1. Kasus pertama, PtCl2.4NH3 memberikan data
a. Daya hantar listrik sama dengan ion bermuatan +2. Ada tiga ion dalam larutan
b. Ketika kedalam larutan senyawa ditambahkan larutan AgNO3 akan diendapkan 2 mol perak
klorida untuk setiap 1 mol senyawa. Fakta yang menunjukkan ada dua ion klorida
Kedua fakta ini menunjukkan bahwa kedua ion klorida tidak terikat secara kovalen ke platina.
Sehingga rumus senyawa menjadi [Pt(NH3)4]Cl2
Kasus kedua, PtCl2.3NH3
a. Terdapat dua ion dalam laturan
b. Hanya satu ion klorida yang dapat diendapkan dengan penambahan perak nitrat. Artinya
hanya ada satu ion klorida dan ion klorida yang kedua ada dalam awan koordinasi platina atau
terikat secara kovalen ke platina
Sehingga rumus senyawa adalah [PtCl(NH3)3]Cl
Argumen yang sama dapat diberikan untuk menjelaskan senyawa lain dalam tabel

Bagaiman kemapuan ion logam untuk berikatan dengan ligan ini selanjutnya dijelaskan?
a. Ion yang ada di luar awan koorinasi (ditandai
dengan [ ], dua tanda kurung siku) adalah
[PtCl(NH3)3]Cl anion atau kation
b. Anion dan kation berikatan dengan ion
Kation Anion kompleks melalui ikatan ion
c. Molekul atau ion yang ada dalam awan
K[PtCl3(NH3)] koordinasi berikatan kovalen dengan ion pusat
logam
Ion pusat Ligan d. Ion logam bertindak sebagai asam lewis,
sementara ligan dalam awan koordinasi
beritandak sebagai basa Lewis

STEREOKIMIA
Apa yang dimaksud dengan stereokimia senyawa kompleks?
Stereokimia seyawa kompleks adalah bentuk geometri senyawa kompleks. Sterokimia senyawa kompleks
menunjukkan bagaimana geometri penataan ligan disekitar ion pusat logam

Bagaimana stereokimia senyawa kompleks?


Geometri senyawa kompleks dapat diklasifikasi berdasarkan bilangan kooridinasi ion logam (jumlah ligan
yang mengelilingi ion pusat logam)
a. Senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi ion
pusat 4. Ada dua geometri kompleks dengan bilangan
koordinasi 4, yaitu
1) Tetrahedral, contoh [CoCl4]2−, ion tetraklorokbaltat
2) Segiempat planar (square planar), contoh [PtCl4]2−,
ion tetraklkoroplatinat
b. Senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi 5. Ada
geomaerti kompleks dengan bilangan koordinasi 5, yaitu
1) Trigonal bipiramid, contoh [CuCl5]3−, pentaklorokup-
rat
2) Pramid dengan alas segiempat (square based
pyramid)

c. Bilangan koordinasi 6 adalah penataan ligan yang paling


sering dijumpai. Contoh: [CoF6]4−, ion heksafluorokobal-
tat

Ligan
Apa itu ligan?
Ligan adalah atom, molekul atau ion yang terikat secara kovalen ke atom pusat. Ligan adalah suatu basa
Lewis yang mendonorkan pasangan elektron ke ion pusat. Atom dari ligan yang memiliki pasangan
elektron untuk berikatan dengan ion pusat disebut atom donor

Apakah ligan dapat dikelompokkanligan?


Ligan dikelompokkan berdasarkan jumlah atom dari ligan yang berikatan dengan atom pusat (jumlah atom
donor)
a. Ligan monodentat (bahasa latin yang berarti “satu gigi”), yaitu ligan yang memiliki satu atom
donor sehingga ligan hanya menempat satu posisi koordinasi. Contoh ligan ini adalah H2O (dengan
atom donor O), NH3 (dengan atom donor N), ion Cl−
b. Ligan bidentant (“dua gigi”), yaitu ligan yang memiliki dua atom donor sehingga ligan menempati
dua posisi koordinasi. Contoh ligan ini adalah 1,2-diaminoetana (nama IUPAC dari eltilendiamin,
disingkat en), H2NCH2CH2NH2, dan ion oksalat, −O2CCO2−

c. Ligan polidentat
Ligan polidentat adalah ligan yang menempati tiga (tridentat), empat (tetradentat), lima (penta
dentat), atau bahkan enam (heksa dentat) posisi koordinasi. Contoh ligan ini adalah EDTA (etilen
diamintetraasetat disimbolkan dengan (edta) 4−.
Semua ligan yang menepati dua atau ebih posisi koordinasi (dua atau lebih atom donor) disebut dengan
istilah ligan kelat (chelating ligan). Kelat berasl dari bahasa latin chelatos yang berati “seperti cakar”
Apakah ligan akan mempengaruhi bilangan oksidasi ion pusat yang akan membentuk kompleks?
Ciri khas logam transisi adalah memiliki beberapa bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi yang akan
membentuk kompleks tertentu tergantung pada sifat ligan yang berikatan dengannya. Ada ligan yang
cenderung menstabilkan bilangan oksidasi rendah, normal atau tinggi. Dengan kencendrungan ini maka
ligan dapat dikelompokkan berdasarkan kecendrungannya menstabilkan bilangan oksidasi ion pusat
logam
1. Ligan yang cenderung menstabilkan bilangan oksidasi rendah, yaitu molekul karbon monoksida
dan ion sianida. Sebagai conton karbon monoksida dapat menbentuk komplek besi dengan
bilangan oksidasi nol, yaitu [Fe(CO)6]
2. Ligan yang cenderung menstabilkan bilangan oksidasi “normal”. Sebahagian besar ligan seperti
air, amonia dan ion halida cenderung menstabilkan logam dengan bilangan oksidasi normal.
Contoh besi yang memiliki dua bilangan oksidasi, yaitu +2 dan +3 dengan H2O membentuk ion
kompleks [Fe(H2O)6]2+ dan [Fe(H2O)6]3+. Terdapat juga berbagai kompleks sianida untuk logam
dengan bilangan oksidasi rendah, karena ion sianida adalah ion pseudo halida (isoelektronik
dengan ion halida), maka dapat bertindak seperti ion halida
3. Ligan yang cenderung menstabilkan bilangan oksidasi tinggi. Ligan yang cenderung menstabilkan
logam transisi dengan bilangan oksidasi tinggi adalah ion fluorida dan ion oksida. Sebagai contoh
[CoF6]2−. Dalam ion tetraoksoferat, [FeO4]2−, ion oksida menstabilkan bilangan oksidasi taknormal
+6 dari besi

ISOMER PADA KOMPLEKS LOGAM TRANSISI


Ada berapa jenis isomer dan bagaimana ciri umumnya?
Isomer dalam kompleks logam transisi dapat dilihat pada diagram berikut:
1. ISOMER STRUKTUR
Isomer struktur adalah kompleks-kompleks dengan rumus molekul yang sama namun dengan
struktur/ikatan yang berbeda. Isomer struktur dapt dibagi menjadi isomer linkage (ikatan), isomer
ionisasi, isomer hidrasi, isomer hidrasi dan isomer ionisasi sering dikelompokkan bersama sebagai
isomer awan-koordinasi, karena kedua isomer sama namun identitas ligan berbeda.
a. Isomer linkage (isomer ikatan)
Ada ligan yang memiliki dua atau lebih atom donor sehingga dapat membentuk dua atu lebih
senyawa dengan ligan yang saman, namun atom donor yang berikatan berbeda, contoh CNS−
membentuk kompleks dengan logam trasisi, dimana ion logam trasis terkoordinasi dengan atom
N atau atom S. Ligan jenis ini sering dikenal dengan ligan ambidenat. Ligan ambidentat biasanya
tergolong basa Lewis Bordeline, karena atom donor mana yang berikatan sebahagan tergantung
pada sifat keras-lunak asam Lewis ion logam transisi (ingat konsep HSAB).

Sebagai contoh adalah ion nitrat, dimana


kompleks dapat terbentuk melalui
koordinasi ion pusat logam dengan atom
oksigen –ONO dinamai dengan nitrito
dengan nitatau melalui atom nitrogen –
NO2 dinamai nitro
Sebai contoh kompleks Co(NH3)5Cl2(NO2),
memiliki dua isomer dengan dua warna.
Kompleks [Co(ONO)(NH3)52+ berwarna
merah, dimana satu atom oksigen dari ion
nitrat berikatan dengan ion kobalt (III),
FIGURE 19.8 The two linkage isomers of the
sementara kompleks [Co(NO2)(NH3)52+
pentamminecobalt(III) nitrite complex: (a) the
berwarna kuning, dimana atom nitrogen
nitrito form, (b) the nitro form.
terikat ke ion kobalt(III)
b. Isomer ionisasi
Isomer ionisasi adalah isomer yang memiliki ion yang berbeda ketika larut dalam pelarut polar.
Contoh Co(NH3)5Br(SO4). Jika barium ditambahkan kedalam larutan komplek yang berwarna
merah-violet, terbentuk endapam putih barium sulfat. Penambahan ion Ag + tidak meberikan
perubahan apapun. [CoBr(NH3)5]2+, dengan ion sulfat sebagai anion. Larutan kompleks yang
berwarna merah tidak menghasilkan perubahan jika ditambahkan barium sulfat, namun jika
kedalam larutan ditambahkan ion Ag+ terbentuk endapan berwarna coklat muda. Dengan
demikian rumus kompleks adalah [CoSO4(NH3)5]+, dengan ion Br− sebagai anion.
c. Isomer hidrasi
Isomer hidrasi mirip dengan isomer ionisasi dimana identitas ligan berbeda untuk berbeda pada
kedua isomer. Pada isomer ini proporsi/jumlah molekul air yang terikat pada ion pusat bebeda.
Contoh CrCl3.6H2O memiliki tiga isomer hidrasi. (1) kompleks berwarna violet memiliki enam
molekul air yang terikat ke ion pusat, sehingga rumus kompleks dapat ditulis sebagai [Cr(OH 2)6]
Cl3. Rumus ini dapat dibuktikan dengan 3 mol ion klorida mengendap untuk 1 mol kompleks. Pada
komplek hijau muda, hanya dua ion klorida yang mengendap pada penambahan Ag +, sehingga
rumus kompleks adalah [CrCl(OH2)5]Cl2.H2O. Terakhir hanya satu ion klorida mengendap pada
penambahan ion Ag+ pada larutan kompleks berwarna hijau pekat, sehingga rumus kompleks
dapat ditulis sebagai e [CrCl2(OH2)4]Cl.2H2O.
d. Isomer koordinasi
Isomer koordinasi terbentuk bila kation dan anion keduanya adalah kompleks. Pada kompleks ini
dapat terjadi pertukaran ligan kation dan anion, sehinggaa terbentuk kompleks yang berbeda.
Sebagai contoh [Cr(NH3)6][Co(CN)6] and [Co(NH3)6][Cr(CN)6]

2. STEREOISOMER
Stereoisomer adalah isomer dengan ikatan antara ligan dengan atom pusat sama namun penataan
ligan disekitar atom pusat berbeda Stereoisomer ada dua, yaitu isomer geometri dan isomer optis.
a. Isomer geometri

Kompleks dapat membentuk Isomer geometri bila memiliki


dua ligan yang sama, katakanlah ligan A dan ligan B yang terikat
ke ion pusat M yang sama. Untuk kompleks segiempat datar,
maka rumus umum adalah MA2B2 seperti Kompleks
FIGURE 19.9 The geometric [PtCl2(NH3)2]. Isomer cis- adalah kompleks dengan dua ligan
isomers of a square planar identik saling berdampingn. Sementra isomer trans- adalah
MA2B2 arrangement. kompleks dengan ligan yang identik berseberangan Isomer
geormtri juga ada pada kompleks dengn rumus umum MA2BC,
dimana isomer cis- terkait dengan ligan A yang berdampingan
dan trans- dengan ligan A berseberangan.
Ada dua rumus kompleks dengan geomerti oktahedral yang
memiliki dua jenis ligan sehingga memunkinkan terjadinya
isoemer geormetri. Senyawa denfan rumus MA4B2 dapat
memiliki dua isomer dengan dua ligan saling berseberangan
(isomer -trans) atau saling berdampingan (isomer –cis).
FIGURE 19.10 The geometric
isomers of an octahedral
MA4B2 arrangement.
Senyawa MA3B3 juga memiliki isomer geometri. Jika tiga ligan
A menempati tiga posisi sudut segi tiga di mukaoktahedron,
dan bersudut 90o satu sama lain, dan tiga ligan B menempati
segi tiga diseberangnya maka prefic fac- (untuk facial)
digunakan dalam tatanama. Tetapi jika ligan A menempati
menempati bidang horizontal, dan tiga ligan B menempati
posisi bidang vertikal, maka geormetri kompleks digamberkan
dengan awalan mer- (untuk meridional) karena ligan yang sama
berada di posisi meridian

a. Isomer optis
Isomer optis terjadi ketika isomer pertama adalah bayang cermin isomer kedua yang saling tidak
berimpit (nonsuperimposabel). Salah satu karakteristik bahwa komplek memiliki isomer optis
adalah kompleks yang bersangkutan memutar bidang plarisasi cahaya.
Isomer dengan karakteristik seperti ini akan dijumpai
bila logam dikelilingi oleh tiga ligan bidentat seperti
1,2-diaminoetana, H2NCH2CH2NH2, (disingkat
dengaan en). Dengan tiga ligan en komplek akan
memiliki rumus [M(en)3]n+, dimana n adalah muatan
ion logam transisi. Isomer optis untuk komplex
FIGURE 19.12 The two optical isomers of
[M(en)3]n+ diperlihatkan Gambar 19.12
the [M(en)3]n+ ion. The linked nitrogen
atoms represent the 1,2-diaminoethane
bidentate ligands.

TATANAMA KOMPLEKS LOGAM TRANSISI

Ada berapa sistim tatanama kompleks?


Ada dua sisitim tatanama, yaitu sistim Stock (yang pertama kali dikemukakan oleh Alfred Stock in 1919)
dan sisitim Ewen-Baset yang dikemukakan R. Ewens and H. Bassett in 1949.

A. Sistim tatanama Stock


Bagaimana tatanama sistim Stock digunakan untuk memberi nama kompleks?

Sistim tatanama stock mengikuti aturan berikut:

1. Spesies non-ionik ditulis sebagai satu kata; spesies ionik ditulis sebagai dua kata-kata kation
pertama dituliskan
2. Ligan ditempatkan dalam urutan abjad. (Dalam penulisan rumus kimia, ligan anion dituliskan
mendahului ligan netral)
3. Ligan ditulis lebih dahulu (awalan) nama logam. Ligan netral adalah diberi nama sama dengan
molekul induknya, sedangkan nama ligan negatif diberi akhiran -o, sebagai ganti akhiran -e. Jadi,
sulfat menjadi sulfato dan nitrit menjadi nitrito. Akhiran –ide pada anion diganti dengan –o,
sehingga Oleh karena itu, ion klorida menjadi kloro; iodida, iodida menjadi iodo; sianida menjadi
cyano; dan hidroksida, hidrokso. Ada tiga nama khusus: air yang terkoordinasi dinamai aqua;
amonia, ammin; dan karbon monoksida, karbonil)
4. Atom logam pusat dinyatakan dengan nama, yang diikuti oleh bilangan oksidasi formal dalam
angka romawi dalam tanda kurung, seperti (IV) untuk bilangan oksidasi +4 dan (−II) untuk muatan
oksidasi 2−. Jika kompleks adalah anion, maka akhiran -at ditambahkan pada nama metal atau
untuk menggantikan akhiran -ium, -en, atau -ese. Jadi, kompleks anion yang mengandung kobalt
dan nikel masing-masing akan memiliki perubahan nama logam menjadi kobaltat dan nikelat.
Untuk beberapa logam, nama anion berasal dari bahasa Latin untuk nama unsurnya: ferat (besi),
argentat (perak), cuprat (tembaga), dan aurat (emas).
5. Untuk ligan dengan jumlah lebih dari satu, maka jumlah ligan ditambahkan sebai awalan, di-, tri-,
tetra-, penta, dan hexa- untuk ligan masing-masing dengan jumlah 2, 3, 4, 5, dan 6
6. Untuk ligan yang sudah mengandung awalan jumlah (seperti 1,2,- diaminoetana), maka awaln
untuk jumlah ligan yang digunakan adalah bis-, tris-, dan tetrakis-, untuk jumlah ligan 2, 3, dan 4.
Aturan ini tidak kaku, namun banyak kimiawan yang menggunkan awalan ini untuk ligan dengan
awalan jumlah.
Contoh:

1. [Pt(NH3)4]Cl2. Dengan menerapkan aturan 1 sampai 6, maka nama kompleks ditentukan sesuai urutan
aturan sbb:
a. Karena kompleks adalah kation (yaitu [Pt(NH3)4] ) dengan anion Cl, maka kompleks mengandung
dua suku kata, yaitu nama kation + nama anion (sesuai aturan 1)
b. Ligan amonia adalah ligan netral , dan karena kompleks bermuatan 2+, maka dapat disimpulkan
bahwa Pt memiliki bilangan oksidasi +2. Dengan demikian simbol logam menjadi: Platinum(II).
(sesuai aturan 4)
c. Ligan amonia diberi nama ammin (sesuai aturan 3) dan karena amonia ada 4 maka, nama amonia
diikuti awalan tetra- (sesuai aturan 5)
d. Jumlah ion klorida tidak perlu dinyatakan, karena sudah tersirat dalam bilangan oksidasi logam

Dengan demikian, nama kompleks [Pt(NH3)4]Cl2. Tetraaminplatium(II) klorida

2. [Pt Cl2 (NH3)2]. Dengan menrapkan aturan 1 sampai 6, maka nama kompleks ditentukan sesuai aturan
sbb:
a. Karena kompleks adalah bukan kation atau anion, maka kompleks ditulis hanya satu suku kata
(sesuai aturan 1)
b. Kompleks tidak bermuatan, ligan amonia adalah ligan netral, ditambah dengan 2 ion Cl −, maka
dapat disimpulkan bahwa Pt memiliki bilangan oksidasi +2. Dengan demikian simbol logam
menjadi: Platinum(II). (sesuai aturan 4)
c. Ligan amonia diberi nama ammin (sesuai aturan 3) dan karena amonia ada 2 maka, nama amonia
diikuti awalan di- sehingga nama menjadi diammin. Ligan Cl− diberi nama kloro. Karena ada dua
ion klorida maka nama ligan dalam penulisan tatanama menjadi dikloro (sesuai aturan 4 dan 5)
d. Karena ada dua jenis ligan dan jumlah kedua ligan ada 4, maka kemungkinan geometri komplek
adalah segi empat datar. Dengan geometri ini ada dua kemungkinan kompleks terbentuk yaitu
kompleks cis- dan kompleks trans-
e. Jumlah ion klorida tidak perlu dinyaakan, karena sudah tersirat dalam bilangan oksidasi logam

Dengan demikian, nama kompleks [PtCl2(NH3)2]. (1) cis-diammindikloroplatium(II) atau (2) trans-
diammindikloroplatium(II)

3. K2[Pt Cl4]. Dengan menerapkan aturan 1 sampai 6, maka nama kompleks ditentukan sesuai aturan sbb:
a. Karena kompleks adalah anion, maka kompleks ditulis dengan dua suku kata (sesuai aturan 1)
b. Ligan klorida adalah ligan bermuatan 1−, kompleks bermuatan 2− (karena ion kompleks
memerlukan 2 ion K+) , maka dapat disimpulkan bahwa Pt memiliki bilangan oksidasi +2. Dengan
demikian simbol logam menjadi: Platinum(II). Dengan kompleks bermuatan negatif maka nama
logam diberi akhiran –at, sehingga nama logam menjadi platinat(II) (sesuai aturan 4)
c. Ligan amonia diberi klorida diberi nama kloro (sesuai aturan 3) dan karena klorida ada 4 maka,
nama klorida diberi awalan tetra- (sesuai aturan 5) sehingga ditulis tetrakloro
d. Jumlah ion kalium tidak perlu dinyatakan, karena sudah tersirat dalam muatan kompleks

Dengan demikian, nama kompleks K2[PtCl4]. (1) kalium tetrakloroplatinat(II


4. [Co (en)3]Cl3. Dengan menerapkan aturan 1 sampai 6, maka nama kompleks ditentukan sesuai aturan
sbb:
a. Karena kompleks adalah kation (yaitu [Co(en) 3] ) dengan anion Cl, maka kompleks mengandung
dua suku kata, yaitu nama kation + nama anion (sesuai aturan 1)
b. Ligan 1,2-diaminoetana adalah ligan netral , dan karena kompleks bermuatan 3+, maka dapat
disimpulkan bahwa Co memiliki bilangan oksidasi +3. Dengan demikian simbol logam menjadi:
kobalt(III). (sesuai aturan 4)
c. Ligan 1,2-diaminoetana memiliki nama tatap sesuai dengan tatanama organiknya (sesuai aturan 3)
dan karena 1,2-diaminoetana ada 3 maka, nama 1,2-diaminoetana diberi awalan tris-, sehingga
nama ligan dalam penulisan tatanama menjadi (sesuai aturan 5)
d. Jumlah ion klorida tidak perlu dinyatakan, karena sudah tersirat dalam bilangan oksidasi logam

Dengan demikian nama kompleks menjadi tris(1,2-diaminoetana )cobalat(III) klorida

Tapi sayangnya, meskipun aturan tatanama telah disusun, tetap ada beberapa senyawa logam transisi
yang telah memiliki nama umum yang sudah dikenal dan tidak mengikuti aturan tatanama di atas dan
nama itu dipakai hingga hari ini, seperti senyawa Zise untuk K[PtCl 3(C2H4)].H2O, katalis Wilkinson untuk
[RhCl(PPh3)3], garam Magnus hijau untuk [Pt(NH3)4][PtCl4].

B. Tatanama dengan sistim Ewens-Basset

Sistem alternatif dirancang oleh R. Ewens dan H. Bassett pada tahun 1949. Menurut aturannya, muatan
ion dikurung dalam angka Arab. Sistem Ewens-Bassett dapat digunakan misalnya, untuk membedakan ion
O2− ion dari ion O22−, yang pertama disebut ion dioksida (−2) dan yang terakhir, ion dioksida (2−). (pnamaan
yang lebih baik dibandingakan superoksida dan peroksida) Kedua sistem dibandingkan untuk penamaan
ion sederhana pada Tabel 19.2.

Sistim Ewen-Basset dalam tatanama menunjukkan muatan sementara sistim Stock menunjukkan bilangan
oksidasi, Namum pada dasarnya sistim Stok dan sistem Ewens-Bassett menerapkan aturan nomenklatur
yang sama. Penggunaan baik angka Romawi maupun Arab mengidentifikasi metode yang digunakan di
suatu nama tertentu; sebagai contoh, K4[Fe(CN)6] disebut kalium heksasianoferrat (II) oleh metode Stock,
karena besi dalam ion kompleks memiliki oksidasi formal keadaan +2. Nama Ewens-Bassett untuk
senyawa ini adalah kalium heksasianoferrat (4–), karena anion kompleks memiliki muatan 4–.

Untuk molekul netral, tidak ada angka yang ditampilkan; jadi, cis-[Pt(NH3)2Cl2] akan menjadi cis-
diamminedichloroplatinum daripada nama Stock cis-diamminedichloroplatinum (II). Maka, muatan pada
tatanama Ewens-Bassett bisa jadi ditemukan hanya keseimbangan muatan. Dan sistem ini juga berguna
saat sangat rumit sehingga bilangan oksidasi sulit untuk diidentifikasi. Sebaliknya, melihat bilangan
oksidasi dalam nama memungkinkan kita untuk mengidentifikasi apakah logam dalam bilangan oksidasi
normal, tinggi, atau rendah. Tapi tatanama dengan sistim stok lebih banyak dipakai untuk kompleks hingga
saat ini.

Tugas: Kerjakan soal nomor 19.1a; 19.2a dan 19.2b; 19.3; 19.5 sampai 19.8; 19.9 sampai 19.12

Anda mungkin juga menyukai