Anda di halaman 1dari 6

SYARAT TUMBUHAN UNTUK DIJADIKAN KOAGULAN ALAMI

Koagulasi merupakan metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah


dalam bentuk koloid dengan menambahkan koagulan sehingga partikel-partikel
koloid akan tarik-menarik dan menggumpal membentuk flok (Suryadiputra,
1995). Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan menetralkan
muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga membentuk suatu flok atau
gumpalan (Hammer, 1986). Menurut Davis dan Cornwell (1991), koagulan adalah
substansi kimia yang dimasukkan ke dalam air menghasilkan efek koagulasi.
Koagulan yang digunakan dalam proses harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
kation bervalensi tiga, tidak beracun, dan tidak larut dalam kisaran pH netral.
Menurut Weber (1972), dua macam koagulan yang umumnya digunakan
yaitu koagulan anorganik dan organik. Koagulan anorganik merupakan koagulan
kimia contohnya aluminium sulfat dan ferri klorida. Koagulan organik berupa
polimer organik sintetis dan koagulan langsung dari alam. Koagulan polimer ada
yang bermuatan positif (kationik), bermuatan negatif (anionik), atau bermuatan
netral (anionik). Koagulan alami kebanyakan mengandung polisakarida atau
protein. Koagulan tersebut digunakan untuk beberapa tujuan tergantung pada
kandungan kimia masing-masing limbah. Tanaman ada yang mengandung bahan
kimia yang mampu membantu dalam proses koagulasi.
Agregasi partikulat dalam larutan dapat terjadi melalui empat mekanisme
koagulasi yaitu kompresi lapisan ganda, sapuan flokulasi, adsorpsi dan netralisasi
muatan, atau adsorpsi dan penghubung antar partikel. Garam (atau koagulan yang
sesuai) dapat menyebabkan kompresi lapisan ganda yang mengganggu kestabilan
partikulat. Flokulasi sapuan terjadi ketika koagulan mengikat partikel tersuspensi
dalam flok koloid lunak. Adsorpsi dan netralisasi muatan mengacu terhadap
penyerapan dua partikulat dengan ion yang bermuatan berlawanan. Adsorpsi dan
penghubung antarpartikel terjadi ketika koagulan menyediakan rantai polimerik
yang menyerap partikel. Koagulan alami umumnya dikaitkan dengan mekanisme
adsorpsi dan netralisasi muatan, atau adsorpsi dan penghubung antar partikel
sebagai struktur berantai panjang (Vijayaraghavan dkk, 2011).
1. Biji Asam Jawa (Tamarindusindica)
Biji asam jawa dapat digunakan sebagai koagulan pada proses koagulasi
karena terdapat kandungan tannin dalam biji tersebut serta polimer alami seperti
pati berfungsi sebagai flokulan. Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Pati merupakan
polisakarida yang banyak terdapat pada sebagian besar tumbuhan dan dapat larut
dalam air membentuk larutan koloid (Poedjiadi, 2005)
Proses koagulasi menggunakan biji asam jawa diterapkan pada pengelohan
limbah cair industri tempe. Ekstrak biji asam jawa mengandung ion-ion logam
seperti Ca2+, Mg2+, dan Fe3+ yang berdasarkan deret kereaktifan unsur, ion Ca2+
lebih reaktif daripada ion Mg2+ dan Fe3+. Limbah cair industri tempe terdapat
senyawa-senyawa NH3, NO(x), C, H, O, S, dan P. Reaksi yang mungkin terjadi
terjadi antara Ca2+, OH- dan senyawa kimia limbah cair yaitu:
Air Limbah + Ca2+ + H2O → Ca(OH)2↓ + H+
Air Limbah + Fe3+ + H2O → Fe(OH)3↓ + H+
Bahan organik yang terkandung dalam air limbah memiliki muatan negatif
sehingga dapat berikatan dengan ion-ion positif yang terkandung dalam koagulan.
Ikatan-ikatan tersebut membentuk flok-flok yang lebih besar setelah mengalami
proses pengadukan lambat. Partikel saling bertumbukan dan tetap bersatu untuk
kemudian mengendap sebagai endapan. Kecepatan putaran pengadukan yang
kurang akan menyebabkan koagulan untuk dapat terdispersi dengan baik
sebaliknya apabila kecepatan pengadukan terlalu tinggi akan menyebabkan flok-
flok yang sudah terbentuk akan terpecah kembali sehingga terjadi pengendapan
tidak sempurna (Ramadhani dan Moesriati, 2013).

2. Biji Kelor (Moringa oleifera)


Biji kelor dapat digunakan sebagai adsorben bahan organik, koagulan pada
pengolahan air, dan zat polimer organik. Biji kelor digunakan dalam proses
penjernihan air (Anwardah, T. 2018). Koagulan biji kelor yang dicampur dengan
air merupakan protein yang bersifat serupa dengan polielektrolit positif. Protein
tersebut mengandung asam amino terutama asam glutamat, mentionin, dan
arginine. Asama amino tersebut jika dilarutkan ke dalam air akan mengalami
ionisasi atau disosiasi. Biji kelor juga mengandung logam alkali kuat seperti K
dan Ca, yang menjadi kutub positif. Efektivitas koagulasi biji kelor ditentukan
oleh kandungan protein kationik dengan bobot molekul sekitar 6.5 kDa. Zat aktif
dalam biji kelor adalah 4-(α-L-ramnosiloksi) benzil isotiosianat (Rahayu, 2011).
Prinsip utama mekanisme koagulasinya adalah adsorpsi dan netralisasi
tegangan protein. Pembentukan ikatan protein bermuatan positif dari biji kelor
akan terjadi pada bagian bermuatan negatif dari permukaan partikel. Pembentukan
ikatan partikel dapat ditingkatkan dengan proses pengadukan hingga terjadi
kejenuhan antarpartikel yang berbeda muatan sehingga terbentuk flok. Biji kelor
merupakan koagulan alami yang dianggap paling efektif (Coniwati dkk, 2013).

3. Kaktus
Kaktus sebagai koagulan alami digunakan dalam proses pejernihan air. Zat
pektin yang terkandung dalam tanaman kaktus dapat menurunkan kekeruhan pada
air. Zat pektin merupakan senyawa polisakarida yang bisa larut dalam air dan
membentuk cairan kental (jelly) yang disebut dengan mucilage. Pektin tersusun
dari polimer asam D-galakturonat, yang terkait dengan α1,4 glikosidik. Asam D-
galakturonat merupakan gugus karbosil yang saling berikatan dengan ion Mg²+
atau Ca²+. Asam D-galakturonat mengandung muatan negatif, sehingga dapat
mengikat segala muatan positif pada air sehingga dapat menjernihkan air dan
dapat menurunkan kadar kekeruhan pada air (Erlani dan Triani, 2011)

4. Biji Kecipir
Biji kecipir mampu menjadi biokoagulan diakibatkan kandungan
proteinnya yang cukup tinggi yang dapat berperan sebagai polielektrolit.
Polielektrolit adalah polimer yang membawa muatan positif atau negatif dari
gugus yang terionisasi. Polielektrolit pada pelarut yang polar seperti air, gugus ini
dapat terdisosiasi, meninggalkan muatan pada rantai polimernya dan melepaskan
ion yang berlawanan dalam larutan. Protein yang terlarut dari biji kecipir
mengandung gugus -NH3+ yang dapat mengikat partikel-partikel yang bermuatan
negatif sehingga partikelnya terdestabilisasi. Partikel tersebut akan membentuk
ukuran yang lebih besar dan dapat terendapkan (Hendrawati dkk, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Anwardah, T. 2018. Biji kelor Sebagai Koagulan Penjernih Air. [Online].


https://teknologipengolahanair.com/biji-kelor-sebagai-koagulan-penjernih-
air/ (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2019)
Coniwanti, P., Mertha, I. D., dan Eprianie, D. 2013. Pengaruh Beberapa Jenis
Koagulan terhadap Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dalam
Tinjauannya terhadap Turbidity, TSS dan COD. Jurnal Teknik Kimia. Vol.
19(3): 22-30.
Davis, M. L. dan Cornwell, D. A. 1998. Introduction to Environmental
Engineering 3rd. Singapore: McGraw-Hill Companies, Inc.
Erlani dan Triani, N. 2017. Pemanfaatan Tanaman Kaktus Berduri Dalam
Menurunkan Kekeruhan Pada Air Sungai Jurnal Sulolipu : Media
Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat. Vol. 17(2): 48- 55.
Hammer, M. J. 1986. Water and Wastewater Technology. New Jersey: Prentice
Hall International, Inc.
Hendrawati, Syamsumarsih, D., dan Nurhasni. 2013. Penggunaan Biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L.) dan Biji Kecipir (Psophocarpus Tetragonolobus L.)
sebagai Koagulan Alami dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah. Prosiding
Semirata FMIPA Universitas Lampung. Universitas Lampung. 2013: Hal.
357-370.
Poedjiadi, A. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Rahayu, R. S. 2011. Kajian Potensi Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai
Koagulan. [SKRIPSI]. Bogor (IND). Institut Pertanian Bogor.
Ramadhani, G. I., dan Moesriati, A. 2013. Pemanfaatan Biji Asam Jawa
(Tamarindusindica) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses
Menurunkan Kadar COD dan BOD dengan Studi Kasus pada Limbah Cair
Industri Tempe. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2(1): 22-26.
Vijayaraghavan, G., Sivakumar, T., dan Vimal Kumar, A. 2011. Application Of
Plant Based Coagulants For Waste Water Treatment. International
Journal of Advanced Engineering Research and Studies. Vol. 1(1): 88-92.
Weber, E. J. 1972. Physiochemical Processes for Water Quality Control. USA:
John Willey & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai