Anda di halaman 1dari 3

Kegagalan Wirausahawan

Beberapa factor penyebab kegagalan wirausaha adalah:

1.      Kurang ulet dan cepat putus asa, sedangkan kita harus dituntut untuk rajin,
tekun, sabar.
2.      Kurang tekun dan teliti.
3.      Kurangnya pengawasan.
4.      Pelayanan yang kurang baik.
5.      Tidak jujur dan kurang cekatan.
6.      Kurang inisiatif dan kurang kreatif.
7.      Kekeliruan dalam memilih lapangan usaha.
8.      Banyak pemborosan dan penyimpangan.
9.      Kurang dapat menyesuaikan dengan selera konsumen.
10.      Sulit memisahkan antara harta pribadi dengan harta perusahaan.
11.      Mengambil kredit tanpa pertimbangan yang matang.
12.      Memulai usaha tanpa pengalaman dan modal pinjaman.
13.      Banyaknya piutang ragu-ragu.

Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2003 : 44-45) ada beberapa faktor yang


menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:

1. Tidak kompeten dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki


kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab
utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan,
keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan
mengintegrasikan operasi perusahaan.
3. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan
baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas.
Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan memelihara
aliran kas menyebabkan operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan
tidak lancar.
4. Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu
kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam
pelaksanaan.
5. Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat
mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien.
6. Kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat berhubungan dengan
efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan mengakibatkan penggunaan alat
tidak efisien dan tidak efektif.
7. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha. Sikap yang setengah-
setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi
labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi besar.
8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi
kewirausahaan. Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan
perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam
berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan
mampu membuat peralihan setiap waktu.

D.      Contoh Wirausaha yang Gagal

PT. JAMBU BOL


Sejarah singkat
PT Jambu Bol semula bernama Perusahaan Rokok (PR) Djambu Bol. Penulis buku
Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes (2000), Marx
Hanusz, mencatat PR Djambu Bol didirikan warga pribumi Kudus, H Roesydi
Ma’roef, pada 1937.
Waktu itu buruhnya masih sedikit, sekitar 20 orang, dan hanya memproduksi rokok
kelobot, yakni keretek yang dibungkus kulit jagung. Pada masa pendudukan
Jepang, 1942, perusahaan itu berhenti berproduksi, tetapi pada 1949 bangkit lagi
dengan membuat keretek kertas. Tahun 1952 PR Djambu Bol mampu mengusai 90
persen pasar keretek di Lampung.
Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan rokok pribumi, termasuk PT Jambu
Bol, mulai kalah bersaing dengan perusahaan lain, terutama milik pengusaha
China. Mereka kalah dalam hal pemasaran, modal, terutama manajemen
perusahaan.
Dari enam perusahaan rokok besar di Kudus, seperti Bal Tiga, Goenoeng & Klapa,
Nojorono, Djambu Bol, Djarum, dan Sukun, tinggal satu perusahaan yang dikelola
pribumi yang masih berjaya, yaitu Sukun. Bal Tiga, Goenoeng & Klapa, dan Djambu
Bol kandas dalam persaingan.
Penulis buku Religion, Politics and Economic Behavior in Java: The Kudus Cigarette
Industry, Lance Castles, menyebutkan, faktor kuat yang menyebabkan kegagalan
pengusaha-pengusaha pribumi adalah manajemen. Mereka mengelola perusahaan
berbasis keluarga sehingga selalu muncul perselisihan internal tentang warisan. Hal
itu berbeda dengan pengusaha-pengusaha China yang meski masih berupa usaha
keluarga mereka mau memakai bentuk-bentuk korporasi.
Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan Dinas Sosial, Tenaga
Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Suntoro mengatakan, PT Jambu Bol
bangkrut karena manajemen perusahaan tidak dikelola secara baik. Aset-asetnya
yang semula satu telah terbagi menjadi beberapa kepemilikan keluarga pendiri
Jambu Bol, Roesydi Ma’roef.
Dasumsikan pabrik rokok kretek non-filter itu, masih bisa bangkit untuk
berproduksi kembali. Tapi asumsi itu diragukan bisa jadi kenyataan sebab
situasi/kondisinya bertolak belakang dengan faktanya.
Sekitar lima tahun ini pabrik rokok Jambu Bol tidak berproduksi menyusul kian
merosotnya pemasaran rokok ini yang hampir seluruhnya di lempar keluar Jawa.
Bersamaan dengan itu ribuan buruh pabrik pelinting rokok, dirumahkan dengan
status tidak jelas sampai sekarang.
Setelah para buruh berulang-kali demo minta kejelasan nasibnya, pihak
manajemen Jambu Bol buka diri menyatakan pabrik tidak mampu lagi melanjutkan
usaha. Para buruh dijanjikan, masing-masing akan diberi pesangon. Janji itu telah
berjalan bertahun-tahun, namun tidak pernah terealisasikan.
Tahun ini berkali-kali para buruh melancarkan demo menuntut janji menejemen.
Malah dengan memblokir jalan pantura yang membentang di depan pabrik, tiap
didemo menejemen selalu berkilah, pesangon akan diberikan setelah aset-aset
Jambu Bol terjual. Tapi kapan aset itu terjual, tak pernah ada kepastiannya.
Setiap anggota keluarga mempunyai hak atas aset itu sehingga jika mau menjual
harus berdasarkan persetujuan bersama. Tidak mengherankan jika proses
penjualan aset itu berjalan lama.
Hal itu diakui Direktur Utama PT Jambu Bol pada Februari 2011. Dia menyatakan
akan memenuhi hak-hak buruh, tetapi harus menunggu aset PR Jambu Bol terjual.
Saat ini aset belum terjual karena persoalan internal.
”Kami sulit mengintervensi masalah itu karena merupakan persoalan internal
keluarga. Kami hanya sebatas memediasi dan menyarankan agar dirampungkan
melalui penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” kata Suntoro.
Pemerintah Kabupaten Kudus memang telah beberapa kali memfasilitasi
penyelesaian konflik hubungan industrial antara perusahaan dan 3.400 buruh PT
Jambu Bol. Namun, hasilnya hanya terangkum di atas kertas dan tidak pernah
terealisasi. Kesannya, pemerintah sepertinya hendak lepas tangan.
”Kami sudah berupaya. Kini tinggal menunggu niat baik perusahaan saja,” kata
Bupati Kudus Musthofa.
Padahal, di sisi lain, buruh berupaya berjuang dengan melawan secara hukum,
yaitu melaporkan PT Jambu Bol ke Kepolisian Resor Kudus dengan berkas laporan
Nomor LP/193/VII/2011/Jateng/Res Kudus. Dalam laporan itu, para buruh menilai
PT Jambu Bol menipu dan ingkar janji karena tidak segera membayarkan hak-hak
buruh. Materi laporan itu adalah adanya dugaan penipuan masalah program tali
asih pengunduran diri dan pembayaran hak normatif buruh oleh PT Jambu Bol.
Secara terpisah, peneliti Lembaga Kajian Sosial dan Budaya Sumur Tolak Kudus,
Zamhuri, menilai pemerintah lamban dan kurang tegas dalam merampungkan
persoalan buruh PT Jambu Bol. Persoalan itu semakin panjang dan sudah menjadi
keresahan sosial bersama atau masuk ke dalam ranah publik.
”Jika sudah telanjur seperti ini, pemerintah harus memfasilitasi buruh memailitkan
PT Jambu Bol melalui pengadilan niaga,” ujarnya (HENDRIYO WIDI)

Anda mungkin juga menyukai