Anda di halaman 1dari 139

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

DI PT. TUNAS MADUKARA INDAH UNIT II


KABUPATEN WONOSOBO

SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian

Oleh
Slamet Nurrohman
NIM: 122310024

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PURWOREJO
2016

i
MOTTO

Niat merupakan ukuran dalam dalam menilai benarnya sebuahperbuatan, oleh


karena itu, saat niatnya benar, maka perbuatanpun benar, dan bila niatnya buruk,
maka perbuatanpun buruk.
(Imam An Nawawi)

Orang yang suka berkata jujur akan mendapat tiga hal, yakni kepercayaan, cinta
dan rasa hormat
(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Sesungguhnya bagian perkataan itu ada yang lebih keras dari batu, lebih pahit dari
jadam, lebih panas dari bara, dan lebih tajam dari tusukan. Sesungguhnya hati
merupakan ladang, maka tanamilah dia dengan perkataan yang baik, sebab bila
tidak tumbuh semuanya, maka niscaya akan tumbuh sebagian.
(Al Hadist)

Manusia paling lemah yaitu orang yang tak mampu mencari teman. Tetapi yang
lebih lemah dari itu yaitu orang yang mendapat banyak teman namun menyia-
nyiakanya.
(Ali bin Abi Thalib)

Jangan membuat putus asa dalam mengulang doa, saat Allah SWT menunda
ijabah doa tersebut menurut piliha-Nya kepadamu, bukan menurut pilihan seperti
kehendakmu. Kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukanya menurut waktu
yang kau kehendaki.
(Ibnu Atha’ilah)

iv
PERSEMBAHAN

Skripsi nan sederhana ini kupersembahkan untuk:


“Dia memberikan hikmah (Ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki-
Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu sesungguhnya ia telah mendapat
kebijakan yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-
orang yang berakal” (Q.S. Al Baqorah:269)
Kaki yang melangkah lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak, mata
yang akan menatap lebih lama, kepala yang akan lebih sering melihat keatas,
lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja dan hati yang akan bekerja
lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdoa…
Ungkapan hati sebagai rasa terima kasihku Alhamdulllahirabbil alamiiiin…
Alhamdulllahirabbilalamiiiiiiiiiiiin Alhamdulllahirabbilalamiiiiiiiiiiiin akhirnya
penulis sampai ke titik keberhasilan yang engkau hadiahkan padaku ya Rabb, tak
henti-henti aku mengucapkan rasa sukur pada-Mu ya Rabb serta shalawat dan
salamkepada idolaku Rasulullah SAW. dan para sahabat yang mulia semoga
sebuah karya mungil ini amal shaleh bagiku dan kebanggaan bagi keluargaku
tercinta.
Kupersembahkan karya mungil ini untuk Kedua orangtua tercintaku (Bp Witono
dan Ibu Ponirah) yang telah memberikan segalanya untukku, mendoakan,
memberikan semangat, motivasi serta nasihat dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan yang tak pernah lelah dan bosan.
Kepada adik Setyono terimakasih tiada tara yang atas segala support yang telah
diberikan selamaini dan semoga adikku tercinta dapat menggapaikan keberhasilan
juga di kemudian hari.
Kepada rekan-rekan seperjuangan kususnya rekan-rekan Agribisnis yang tak bisa
tersebutkan namanya satu persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapkakan
kepada sahabat setiaku forever (Anisa, Isnaini, Siti, Amanah, Ainur, Wiwit,
Triwahyuni, Its’nainiyah, Wulan, Nana, Vica, Joe, Mahardika, Widi, Purna,
Teguh, Pris, Eko yang bersama-sama berjuang, saling memberikan motivasi,
semangat dan senyuman agar tetap ceria dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada dosen fakultas pertanian yang telah membimbingku dengan penuh
kesabaran dan semua pihak terkait.

v
PRAKATA

Alhamdulillahirabbil‘alamin Penulis panjatkan syukur kehadirat Allah

Subhanahu WaTa’ala atas segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengendalian Persediaan

Bahan Baku Di PT. Tunas Madukara Indah Unit II Kabupaten Wonosobo”

Tersusunnya laporan ini tidak lepas dari peran berbagai pihak, untuk itu

Penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ir. Zulfanita, M.P. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Muhamadiyah Purworejo sekaligus Dosen Pembimbing I dan Penasehat

Akademik.

2. Dyah Panuntun Utami, S.P., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Agribisnis

sekaligus Dosen Pembimbing II.

3. Uswatun Hasanah S.P.,M.Sc.Dosen Penguji Utama.

4. Bapak Johan Mulyadi selaku Direktur Utama PT Tunas Madukara Indah I

dan II dan Bapak Ir. Bambang Sumenang selaku Factory Managerdi PT

Tunas Madukara Indah Unit II yang telah memberikan ijin penelitian.

5. Seluruh karyawan danstaff PT Tunas Madukara Indah Unit II yang telah

membantu dalam melengkapi data-data yang diperlukan.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, doa, materi dan motivasi

hingga selesainya laporanpenelitian ini.

7. Rekan-rekan Fakultas Pertanian dan semua pihak yang telah memberikan

semangat dan dukungan sampai laporanPenelitian ini selesai.

vii
ABSTRAK

Slamet Nurrohman (122310024). Pengendalian Persediaan Bahan Baku Di


PT. Tunas Madukara Indah Unit II Kabupaten Wonosobo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Mengetahui (1) Jumlah bahan baku
optimal yang harus disediakan oleh PT.Tunas Madukara Indah Unit II. (2) Total
biaya persedian bahan baku dengan metode EOQ (Economic Order Quantity). (3)
Jumlah persediaan minimum bahan baku di PT. Tunas Madukara Indah Unit II
untuk melakukan pemesanan kembali.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif
dengan lokasi penelitian dipilih di PT. Tunas Madukara Indah Unit II Jl.
Purworejo Km. 13, Desa Sedayu, Kecamatan Sapuran, Kabupaten
Wonosobo.Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling
(sengaja).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Jumlah bahan baku optimal
yang harus disediakan oleh PT. Tunas Madukara Indah Unit II adalah 3.793,82
m3. Penentuan persediaan bahan baku mempunyai pengaruh terhadap pengeluaran
biaya secara keseluruhan. Perbandingan total biaya persediaan antara hasil
kebijakan perusahaan tanpa menggunakan metode EOQ dan dengan
menggunakan metode EOQ adalah sebagai berikut: Untuk bahan baku kayu
besarnya total biaya persediaan pada tahun 2015 menurut kebijakan perusahaan
adalah sebesar Rp 20.573.000 Sedangkan berdasarkan analisis EOQ besarnya total
biaya persediaan bahan baku kayu sengon Rp 2.158.000. Persediaan minimum
bahan baku untuk melakukan pemesanan kembali 4.780 m3. Berdasarkan
perhitungan uji signifikansi dengan menggunakan uji t diperoleh nilai thitung
sebesar 1.279 Sedangkan nilai ttabel untuk taraf signifikansi 5% adalah sebesar
0.422 Jadi nilai thitung > ttabel.

Kata Kunci : EOQ TIC, ROP.

ix
ABSTRACT

Slamet Nurrohman (122310024). Raw Material Inventory Control PT.


Tunas Madukara Indah Unit II Kabupaten Wonosobo
This study aims to determine Know (1) Optimal amount of raw materials to
be provided by PT. Tunas Madukara Indah Unit II. (2) The total cost of the raw
material supply method EOQ (Economic Order Quantity) (3) The minimum
amount of inventory of raw materials in PT. Tunas Madukara Indah Unit II to
make a reservation back.
The basic method used in this research is descriptive method with selected
research sites in di PT. Tunas Madukara Indah Unit II Jl. Purworejo Km. 13, Desa
Sedayu, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo The sampling technique was
conducted purposive sampling deliberate
Based on the survey results revealed that the optimal amount of raw materials
to be provided by PT. Tunas Madukara Indah Unit II is 3.793,82 m3.
Determination of inventories of raw materials has an effect on overall expenditure
Comparison of the total cost of inventory between the results of the company's
policy without using the EOQ method and using the EOQ method is as follows :
For a total amount of wood raw material inventory costs by 2015 according to the
company's policy is Rp 20.573.000, while based on the analysis of EOQ amount
of the total cost of raw material supply Rp 2.518.000 The minimum inventory of
raw materials for the book back in 4780 m3 Based significance test calculation
using the t test obtained by value thitung While the value of 1,234 for ttabel the 5%
significance level was at 0.434 Thus the value thitung > ttabel

Keywords: EOQ TIC, ROP.

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
MOTTO .............................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN ............................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN.................................................................................... vi
PRAKATA .......................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
C. BatasanMasalah dan Asumsi Penelitian ........................................... 3
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
F. Manfaat Penelitian............................................................................ 5

BAB II.KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA


PEMIKIRANDAN HIPOTESIS
A.Kajian teori ........................................................................................ 6
B.Tinjauan Pustaka ............................................................................... 30
C.Kerangka Pemikiran ......................................................................... 43
D.Hipotesis............................................................................................ 45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Desain Penelitian .............................................................................. 46
B. Populasi dan Sampel ....................................................................... 47
C. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 50
D. Variabel Penelitian ........................................................................... 50
E. Definisi Operasional ......................................................................... 51
F. Pengumpulan Data ........................................................................... 52
G. Instrumen Penelitian ......................................................................... 54
H. Analisis Data ................................................................................... 55

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Diskripsi Data .................................................................................. 61
B. Analisis Data ................................................................................... 81

xi
C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 97

BAB V. PENUTUP
A. Simpulan........................................................................................... 100
B. Saran ................................................................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 102


LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Mutu Barecore ........................................................................ 68

Table 2. Biaya Pemesanan Bahan Baku Barecore .............................................. 84

Tabel 3. Biaya Penyimpanan Bahan Baku .......................................................... 86

Tabel 4. Data Pembelian Bahan Baku Barecore................................................. 87

Tabel 5. Perhitungan Standart Deviasi Bahan Baku ........................................... 92

Tabel 6. Kebijakan Perusahaan dengan Metode EOQ ........................................ 94

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Grafik Biaya Persediaan Metode EOQ................................................... 19

Gambar 2.Kerangka Pikir.................................................................................... 43

Gambar 3.Lay Out dan Mesin ............................................................................. 63

Gambar 4.Grade A .............................................................................................. 74

Gambar 5.GradeAB............................................................................................. 74

Gambar 6.Grade B .............................................................................................. 75

Gambar 7.Grade C+ ............................................................................................ 75

Gambar 8.Grade C .............................................................................................. 75

Gambar 9. Alur Produksi Barecore .................................................................... 78

Gambar 10.Saluran Distribusi Pemasaran Barecore ........................................... 81

Gambar 11.Grafik Pemasukan dan Penggunaan Bahan Baku Barecore ............ 87

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Kuesioner Penelitian.

2. Lampiran 2 Data Bahan Baku, Pemesanan Bahan Baku.

3. Lampiran 3 Struktur Organisasi.

4. Lampiran 4 Lay Out PT Tunas Madukara Indah Unit II.

5. Lampiran 5 HasilLaboratorium Limbah.

6. Lampiran 6 Hasil Laboratorium Udara.

7. Lampiran 7 Tanda Daftar Perusahaan.

8. Lampiran 8 Kartu Bimbingan.

9. Lampiran 9 Dokumentasi.

xv
1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting

yang dihadapi oleh perusahaan. Persediaan yang terlalu besar maupun terlalu kecil

dapat menimbulkan masalah-masalah yang tak terduga seperti: Kekurangan

persediaan barang mentah akan mengakibatkan adanya hambatan-hambatan pada

proses produksi. Kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya ekstra disamping

resiko, sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen persediaan yang efektif dapat

memberikan sumbangan yang berarti pada keuntungan perusahaan (Subagyo dkk,

1999:205)

Bahan baku (Raw Materials) merupakan prioritas utama dan sangat vital

bagi suatu industri dalam proses produksinya. pengendalian persediaan bahan

baku menjadi masalah yang sangat penting, karena jumlah persediaan bahan baku

akan menentukan atau mempengaruhi kelancaran proses produksi.

Perusahaan harus mampu melakukan penanganan persediaan bahan baku,

untuk memenuhi permintaan produk yang dihasilkannya. Kebutuhan bahan baku

tersebut dapat dikendalikan lebih efektif melalui penggunaan berbagai sistem atau

metode manajemen pengendalian persediaan.

Sistem atau metode pengendalian persediaan adalah serangkaian

kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan

menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi,

dan berapa besar (banyak) pesanan yang harus dilakukan.

1
2

Sitem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya bahan baku yang

tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat,. Sistem atau metode

persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui penentuan apa,

berapa dan kapan pesanan dilakukan sesara optimal (Handoko,2008:334).

PT. Tunas Madukara Indah Unit II, merupakan sebuah perusahaan yang telah

berusaha untuk melakukan pengendalian bahan baku agar perusahaan tersebut

dapat melakukan produksi dengan baik. Perusahaan ini memproduksi barecore

yang berbahan baku balken kayu sengon. Barecore adalah jenis plywod yang

terbuat dari kayu balken dan berbentuk papan dengan ukuran panjang 2440mm

dan lebar 1220mm, sedangkan balken yaitu bahan dasar pembuatan barecore

dengan ukuran panjang 1300mm, lebar 160mm, dan tebal 55mm

Penentuan persedian bahan baku di PT. Tunas Madukara Indah Unit II

menggunakan metode konvensional dan belum pernah menggunakan metode yang

lain. Pembelian bahan baku hanya berdasarkan permintaan pasar. Perusahaan

kadangkala membeli bahan baku dalam jumlah yang relatif besar, sehingga akan

menyebabkan pemborosan pada biaya penyimpanan dan pemesanan bahan baku.

Pengendalian persediaan bahan baku, dapat dilakukan dengan metode EOQ

(Economic Order Quantity) atau jumlah pembelian paling ekonomis. Berdasarkan

latar belakang diatas maka dilakukan penelitian tentang Pengendalian Persediaan

Bahan Baku di PT. Tunas Madukara Indah Unit II.


3

B. Idenfifikasi Masalah

PT Tunas Madukara Indah unit II Wonosobo merupakan perusahaan yang

bergerak di bidang pengolahan hasil hutan. Bahan baku yang digunakan adalah

balken. Pengendalian persediaan bahan baku merupakan fungsi manajerial yang

sangat penting karena persediaan fisik memerlukan biaya yang cukup besar.

PT. Tunas Madukara Indah unit II dalam kegiatan produksinya, masih

mengalami kendala dalam hal perencanaan dan pengendalian persediaan bahan

baku yang sering mengalami fluktuasi. Penentuan persediaan bahan baku di

perusahaan tersebut dilakukan dengan data pembelian dan penggunaan bahan

baku pada periode sebelumnya.

Jumlah pengadaan bahan baku yang tidak sesuai dengan kebutuan bahan

baku untuk di produksi, mengakibatkan terjadinya kelebihan bahan baku. Hal ini

akan menimbulkan penumpukan bahan baku sehingga sebagian modal yang

tertanam menjadi terhenti.

Penumpukan bahan baku yang terlalu lama hingga berhari-hari juga

menyebabkan rusaknya bahan baku yang secara tidak langsung dapat

mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Pengendalian persediaan bahan

baku sangat dibutuhkan guna mengantisipasi terjadinya kelebihan dan kekurangan

bahan baku.
4

C. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian

1. Batasan Masalah

a. Data yang di diambil adalah data bahan baku balken pada tahun 2015.

b. Bahan baku yang diteliti adalah bahan baku balken di PT. Tunas

Madukara Indah Unit II.

c. Permasalahan yang akan diteliti adalah pengendalian persediaan bahan

baku balken di PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

2. Asumsi Penelitian

a. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini diabaikan.

b. Bahan baku balken kayu sengon diasumsikan diolah semua.

c. Analisis pengendalian persediaan bahan baku balken dengan metode

EOQ (Economic Order Quantity).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan,

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Berapa jumlah bahan baku optimal yang harus disediakan oleh PT.Tunas
Madukara Indah Unit II?

2. Berapa total biaya persedian bahan baku dengan metode EOQ (Economic

Order Quantity)?

3. Berapa jumlah persediaan minimum bahan baku di PT. Tunas Madukara

Indah Unit II untuk melakukan pemesanan kembali?


5

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jumlah bahan baku optimal yang harus disediakan oleh PT.Tunas
Madukara Indah Unit II.

2. Mengetahui total biaya persedian bahan baku dengan metode EOQ


(Economic Order Quantity).

3. Mengetahui jumlah persediaan minimum bahan baku di PT. Tunas Madukara


Indah Unit II untuk melakukan pemesanan kembali.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharapkan untuk menambah wawasan peneliti terkait bahan

yang dikaji. Penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan Skripsi

yang merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pertanian di

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhamadyah

Purworejo.

2. Bagi PT. Tunas Madukara Indah Unit II, diharapkan sebagai bahan masukan,

dan pertimbangan yang berkaitan dengan kebijakan dalam menentukan

pengendalian persediaan bahan baku.

3. Bagi pihak lain, dapat menjadi sumber informasi dan masukan yang dapat

digunakan dalam penelitian selanjutnya.


6

BAB II. KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA


PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pesediaan

Assauri (2004:50) menyatakan bahwa persediaan adalah sebagai suatu

aktiva lancar yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud

untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang-barang

yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun persediaan bahan baku

yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi. Perusahaan yang

menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya

penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai “opportunity cost”

(dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan).

Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat

mengakibatkan pembelian meningkat dari terjadi kekurangan bahan.

Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk

menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendaliaan bahan baku

maupun barang jadi dalam suatu aktivitas perusahaan. Inventory atau

persediaan adalah suatu teknik penetapan besarnya persediaan bahan yang

harus diadakan untuk menjamin kelancaran kegiatan produksi, serta

menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang

seharusnya dilakukan oleh perusahaan. ciri khas dari model persediaan

sendiri adalah solusi optimalnya selalu difokuskan untuk menjamin

6
7

persediaan dengan harga serendah rendahnya. Masalah yang dianalisa oleh

sistem persediaan meliputi dua hal berikut:

a. Berapa banyak suatu item yang dipesan.

b. Kapan pesanan (produksi) dari suatu item harus dilakukan.

Assauri (2004:169) menyatakan bahwa sejumlah bahan–bahan yang

disediakan dan bahan–bahan dalam proses yang terdapat di perusahaan untuk

proses produksi serta persediaan barang jadi atau produk yang disediakan

untuk memenuhi permintaan dari komponen atau pelanggan setiap waktu.

Persediaan barang mempunyai fungsi yang sangat penting bagi perusahaan,

dari berbagai macam persediaan barang yang ada, seperti bahan baku, dan

barang jadi, perusahaan melakukan penyimpanan atas persediaan barang

karena berbagai fungsi, yaitu fungsi yang memungkinkan perusahaan dapat

memenuhi permintaan pelanggan, dan fungsi untuk mengurangi adanya risiko

ketidakpastian.

Hasley (2005:265) mengemukakan, bahwa persediaan merupakan barang

yang dijual dalam aktivitas normal perusahaan, sedangkan Handoko (2000:

333) menyatakan bahwa persediaan adalah suatu istilah umum yang

menunjukan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam

antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.

2. Pentingnya Persediaan

Sjahrial (2007:189) menyatakan bahwa persediaan merupakan unsur

utama dari modal kerja (aktiva lancar). Persediaan merupakan investasi yang

sangat berarti pada banyak perusahaan. Beberapa bentuk perusahaan


8

manufaktur seringkali memiliki persediaan 15% dari total aktiva perusahaan

tersebut. Perusahaan pengecer memiliki persediaan lebih dari 25% dari total

aktiva perusahaan.

Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam

persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan, karena

persediaan mempunyai efek langsung terhadap keuntungan perusahaan.

Investasi dalam persediaan lebih besar dari keuntungan maka:

a. Akan memperbesar beban bunga, terutama sumber modal kerjanya berasal

dari dana pinjaman.

b. Dapat memperbesar biaya penyimpanan dan biaya pemeliharaan.

c. Memperbesar kerugian karena kerusakan persediaan.

3. Jenis-Jenis Persediaan

Persediaan ada berbagai jenis. Setiap jenisnya mempunyai karakteristik

khusus dan cara pengelolaannya juga berbeda. Menurut Assauri (2004:171)

jenis-jenis persediaan dapat dibedakan menjadi:

a. Persediaan bahan baku (Raw Material Stock)

Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses

produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun

dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi

perusahaan pabrik yang menggunakannya.

b. Persediaan bagian produk (Purchased part)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari part atau bagian yang diterima dari

perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan part lain,

tanpa melalui proses produksi sebelumnya.


9

c. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan

(Supplies stock)

Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlihatkan dalam proses

produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan

dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau

komponen dari barang jadi.

d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work in process /

progress stock)

Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik

atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu

diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (Finished goods stock)

Barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap

untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain

4. Tujuan Persediaan

Pengendalian persediaan sangatlah penting karena yang menentukan

kelancaran produksi. Pengendalian persediaan yang dijalankan memiliki

tujuan-tujuan tertentu, yaitu untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat

yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk

persediaan tersebut. Pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam

memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan

jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit

dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan.


10

Tujuan dari pengelolaan persediaan yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.

b. Menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak

mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses

produksi.

c. Mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba

perusahaan.

d. Menjaga agar pembeli secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat

mengakibatkan ongkos menjadi besar.

e. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran,

karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.

5. Fungsi Persediaan

Manajemen persediaan pada hakekatnya mencakup dua fungsi yang

berhubungan dengan erat sekali yaitu perencanaan persediaan dan

pengawasan persediaan (Siagian, 1987:33). Secara khususnya persediaan

dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai

berikut Herjanto (2004:13)

a. Fluctuation stock

Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan

yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi

kesalahan/ penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi,

atau pengiriman barang.


11

b. Anticipation stock

Merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat

diramalkan, seperti pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas

produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan

ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh

bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto

(2002:221), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami

kenaikan permintaan dilakukan program promosi, untuk memenuhi hal

itu, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stockout.

Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan

baku akan terjadi kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan

bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasioanal.

Handoko (1984:97) menyatakan bahwa perusahaan juga sering

menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan

akan barang-barang selama periode pemesanan kembali sehingga

memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories

c. Lot-size inventory

Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar

daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan

keuntungan dari harga barang (potongan harga) karena pembelian dalam

jumlah (lot-size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari

biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.


12

d. Pipeline inventory

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat

asal ke tempat dimana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang

dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu

beberapa hari atau beberapa minggu. Persediaan timbul akibat oleh tidak

sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan

untuk memproses bahan baku, untuk menjaga keseimbangan permintaan

dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan adanya

sistem persediaan.

6. Faktor-faktor Yang Menentukan Persediaan

Permasalahan bagi perusahaan adalah bagaimana menentukan persediaan

yang optimal, oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhi besar kecilnya persediaan. Menurut Ristono (2009:6) faktor-

faktor yang menentukan persediaan adalah sebagai berikut :

a. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk

menjaga kelangsungan (kontinuitas) proses produksi. Semakin banyak

jumlah bahan baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat

persediaan bahan baku.

b. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan

baku yang tinggi dan sebaliknya.

c. Sifat bahan baku/penolong, apakah cepat rusak (durable good) atau tahan

Lama (udurable good).


13

Yamit (2011:54) terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi

persediaan,yaitu :

1. Faktor waktu

Lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai

ketangan konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal

produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan baku, dan

pengiriman barang jadi ke konsumen. Persediaan dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).

2. Faktor ketidakpastian waktu

Perusahaan memerlukan persediaan dari suplier, agar tidak

menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman

terhadap konsumen. Ketidakpastian waktu datang mengharuskan

perusahaan membuat jadwal operasi lebih teliti pada setiap level.

3. Faktor ketidakpastian pengguna

Kesalahaan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin,

keterlambatan operasi, bahan cacat dan berbagai kondisi lain berasal

dari dalam perusahaan.

4. Faktor Ekonomis

Keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah

dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah

yang paling ekonomis. Pembelian dalam jumlah besar

memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan harga. Selain itu

pengiriman dalam jumlah besar menyebabkan biaya transportasi


14

lebih rendah sehingga sehingga menurunkan biaya. Persediaan

diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi dan fluktuasi bisnis.

7. Biaya Persediaan

Biaya-biaya persediaan barang yang perlu diperhatikan menurut

Handoko (2000:336) adalah:

a. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan membeli barang.

Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli

dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika

harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian.

Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price

break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang

dibeli meningkat. Komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke

dalam biaya total sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga

barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli

sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu

(misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi

jawaban optimum tentang berapa banyak barang yang harus dipesan.

2. Biaya Pengadaaan (Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai sumber barang, yaitu

biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperoleh

dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang

yang diperoleh dengan memproduksi sendiri.


15

3. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk

mendatangkan barang dari luar.Biaya ini meliputi biaya untuk

menentukan pemasok (supplier), pengiriman pesanan, biaya

pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan

konstan untuk setiap kali pesan.

4. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan dalam

mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik

yang meliputi: Biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin,

mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya karena kedua biaya tersebut

mempunyai peran yang sama. Pengadaan barang, kedua biaya tersebut

disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost).

5. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost), adalah biaya yang

dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun

investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan. Biaya ini merupakan

biaya-biaya yang bervariasi langung dengan kualitas persedian barang.

Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kualitas

bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin

tinggi.
16

Adapun biaya yang termasuk biaya penyimpanan terdiri dari :

a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)

Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana

modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur

dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan

karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem

persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase

nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

b. Biaya Gudang

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga

muncul biaya gudang. Gudang dan peralatannya di sewa, maka biaya

gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan

mempunyai gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya

depresiasi.

c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan

karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang.

Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman

sesuai dengan persentasenya.

d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)

Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena

perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik.


17

Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai

jual dari barang tersebut.

e. Biaya Asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal

yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung

pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan

perusahaan asuransi.

f. Biaya Administrasi dan Pemindahan

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang

yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun

penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dan di

dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan

handling.

6. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat

tidak tersedianya barang pada waktu dibutuhkan. Biaya ini pada dasarnya

bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan,

dimana jika terjadi kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka

akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu,

tertundanya kesempatan mendapatkan keuntungan, serta kehilangan

konsumen karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya

kekurangan persediaan dapat diukur dari:


18

a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat

memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses

produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau

hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan, misalnya:

Rp/unit.

b. Waktu Pemenuhan

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti

atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga

waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang

hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang

diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan, misalnya:

Rp/satuan waktu.

b) Biaya pengadaan darurat

Konsumen, agar tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan

darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari

pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal

ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan

persediaan dengan satuan, misalnya: Rp/setiap kali kekurangan.

Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan

kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat

variabel (incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed


19

seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal

yang diperoleh sehngga tidak perlu diperhitungkan.

8. Pengertian EOQ (Economic Order Quantity)

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk menentukan kebijakan

penyediaan bahan dasar yang tepat, dalam arti tidak mengganggu proses

produksi dan biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi, untuk. Pentingnya

uraian diatas, terdapat suatu metode yang disebut EOQ (Economic Order

Quantity).

Gambar 1 Grafik Biaya Persediaan Metode EOQ


(sumber: Heizer dan Render, 2010:93)

EOQ (Economic Order Quantity) menurut Riyanto (2001:78) adalah

jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal

atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.Menurut

Render (2010:92) EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan

yang paling tua dan terkenal secara luas, metode pengendalian persediaan ini

menjawab 2 (dua) pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa

banyak harus memesan. Tingkat pesanan yang meminimasi biaya persediaan

keseluruhan dikenal sebagai model EOQ (Kusuma, 2001:136).


20

Model EOQ (Economic Order Quantity) di atas hanya dapat dibenarkan

apabila asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi menurut Petty, William, Scott

dan (David, 2005:278) yaitu :

a. Permintaan konstan dan seragam meskipun model EOQ (Economic

Order Quantity) mengasumsikan permintaan konstan, permintaan

sesungguhnya mungkin bervariasi dari hari ke hari.

b. Harga per unit konstan memasukkan variabel harga yang timbul dari

diskon kuantitas dapat ditangani dengan agak mudah dengan cara

memodifikasi model awal, mendefinisikan kembali biaya total dan

menentukan kuantitas pesanan yang optimal.

c. Biaya penyimpanan konstan, biaya penyimpanan per unit mungkin

bervariasi sangat besar ketika besarnya persediaan meningkat.

d. Biaya pesanan konstan, meskipun asumsi ini umumnya valid, pelanggan

asumsi dapat diakomodir dengan memodifikasi model EOQ (Economic

Order Quantity) awal dengan cara yang sama dengan yang digunakan

untuk harga per unit variabel.

e. Pengiriman seketika, jika pengiriman tidak terjadi seketika yang

merupakan kasus umum, maka model EOQ (Economic Order Quantity)

awal harus dimodifikasi dengan cara memesan stok pengaman.

f. Pesanan yang independen, jika multi pesanan menghasilkan

penghematan biaya dengan mengurangi biaya administraasi dan

transportasi maka model EOQ (Economic Order Quantity) awal harus

dimodifikasi kembali.
21

Asumsi-asumsi ini menggambarkan keterbatasan model EOQ (Economic

Order Quantity) dasar serta cara bagaimana model tersebut dimodifikasi.

Memahami keterbatasan dan asumsi model EOQ (Economic Order Quantity)

menjadi dasar yang penting bagi manajer untuk membuat keputusan tentang

persediaan.

EOQ dapat dihitung lebih mudah dengan menggunakan persamaan

matematika. Notasi yang digunakan dalam persamaan matematika tersebut

adalah sebagai berikut :

Total biaya persediaan tahunan TAC adalah penjumlahan total biaya simpan

(TCC), yang dapat ditulis dalam persamaan berikut ini:

TAC = TOC+TCC

Total biaya pesan tahunan (TOC) dapat ditulis dalam persamaan berikut ini:

𝑅
TOC=(𝑄) 𝑆

𝑅 𝑅
Frekuensi pemesanan/tahun: 𝑄
rata-rata persedian dapat dihitung dengan 𝑄

sehingga total biaya simpan tahunan (TCC) dapat ditulis dalam persamaan

berikut ini:

𝑅
TOC=(2) 𝑐

𝑅
Rata-rata persediaan = (2)

Dari kedua persamaan diatas, total biaya persediaan tahunan dapat ditulis

menjadi persamaan sebagai berikut

𝑅 𝑅
TAC=(2) 𝑐 + (𝑄) 𝑠
22

EOQ atau Q* akan tercapai pada saat TOC = TCC. Sehingga model

matematika dari EOQ dapat dicari dengan cara sebagai berikut :

TCC=TOC

𝑅 𝑅
( 2) 𝑐 + (𝑄) 𝑠

𝑄𝐶 𝑅𝑆
2
=𝑄

Q2 C =2RS

2𝑅𝑆
Q2 = 𝐶

2𝑅𝑆
EOQ = Q* = √ 𝐶

Dari persamaan persamaan diatas, kita dapat dengan mudah menghitung

karakteristik lain dari kebijakan persediaan optimum. Total biaya tahunan

minimum (TIC).

𝑅 𝑄∗
TC= (𝑄∗) 𝑠 + ( 2 ) 𝑐

Total biaya pemesanan tahunan (TOC)

𝑅
TOC = (𝑄∗) 𝑠

Total biaya simpan tahunan (TCC)

𝑄∗
TCC = ( 2 ) 𝑐

Frekuensi pemesanan optimum/tahun (F)


𝑅
F* = 𝑄∗

Jarak siklus optimum (T*)

𝑄∗
F* = 𝑅

Keterangan
23

TAC =Total biaya persediaan tahunan (total annual inventory cost)


TOC = Total biaya pesan (total ordering cost)
TCC = Total biaya simpan (total carrying cost)
R = Jumlah pembelian (permintaan ) selama satu periode
C = Biaya simpan tahunan dalam rupiah / unit
S = Biaya setiap kali pemesanan
Q = Kuantitas pemesanan (unit / cost)
Q* = Jumlah pemesanan optimum
TC = Total biaya persediaan minimum (minimum total inventory cost)

∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
𝑆𝐷 = √
N

Keterangan
SD= Standar Deviasi
x = Pemakaian sesungguhnya
𝑥 = Perkiraan pemakaian
̅
n = Jumlah data

Rumus untuk menghitung persediaan pengaman

Zs = SD x Z
Keterangan
Zs = Persediaan pengaman
SD = Standar Deviasi
Z = Standar deviasi diatas rata-rata

Besarnya titik pemesanan kembali (ROP)

ROP = (LT x d) + Zs
LT = Lead Time
d = Penggunaan Rata-rata Bahan Baku Perhari
Zs = Safety Stock
(Render & Heizer 2005 : 73)
24

9. Penentuan EOQ (Economic Order Quantity)

Adapun penentuan jumlah pesanan ekonomis (EOQ) ada 3 cara menurut

Assauri (2004:182) yaitu :

a. Pendekatan Tabel (Tabular Approach)

Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan Tabular approach

dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pesanan

dan jumlah biaya per tahun.

b. Pendekatan Grafik (Graphical Approach)

Penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan cara “Graphical approach”

dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying costs dan

totalcosts dalam satu gambar, dimana sumbu horisontal jumlah pesanan

(order) per tahun, sumbu vertical besarnya biaya dari ordering costs,

carrying costs dan total costs.

7. Pendekatan Rumus (formula approach)

Cara penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan menurunkan di dalam

rumus-rumus matematika dapat dilakukan dengan cara memerhatikan

bahwa jumlah biaya persediaan yang minimum diperoleh, jika ordering

costs sama dengan carrying costs.

10. Tujuan Pengendalian Persediaan

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan

sudah tentu mempunyai tujuan–tujuan tertentu. Tujuan pengendalian

persediaan menurut Assauri (2004:177) adalah :


25

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat

mengakibatkan terhentinya proses produksi.

2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu

besar atau berlebih–lebihan, sehingga biaya–biaya yang timbul dari

persediaan tidak terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian kecil–kecilan dapat dihindari karena ini akan

berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang

tepat dari bahan–bahan yang tersedia pada waktu yang diburuhkan dengan

biaya–biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

Pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat

yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya

persediaan adalah minimal.

a. Pengertian Bahan Baku

Pengertian bahan baku setiap perusahaan yang menghasilkan produk

memerlukan bahan baku. Dimana bahan baku merupakan bahan integral

produk jadi. Cara pengadaan bahan baku bisa diperoleh dari sumber–

sumber alam atau perusahaan lain yang menghasilkan bahan baku bagi

perusahaan lain yang menggunakannya, misalnya kertas dan tinta yang

merupakan bahan baku bagi perusahaan percetakaan buku. Bahan baku

adalah sejumlah barang–barang yang dibeli dari pemasok (supplier) dan

akan digunakan atau diolah menjadi produk yang akan dihasilkan oleh
26

perusahaan. Menurut Ristono (2009 : 5) terdapat dua macam kelompok

bahan baku, yaitu:

1) Bahan baku langsung yaitu bahan yang membentuk dan merupakan

bagian dari barang jadi yang biayanya dengan mudah ditelusuri dari

biaya barang jadi barang jadi tersebut. Jumlah bahan baku langsung

bersifat variabel artinya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh

besar kecilnya volume produksi atau perubahan output.

2) Bahan baku tidak langsung adalah bahan–bahan yang di pakai dalam

proses produksi, tetapi sulit menentukan biayanya pada setiap barang

jadi.

11. Arti Penting Bahan Baku

Perusahaan perlu mengadakan persediaan bahan baku karena bahan baku

tidak bisa tersedia setiap saat. Bahan baku merupakan unsur penting dalam

perusahaan karena jika tidak ada maka akan mengakibatkan terhentinya

proses produksi. Perusahaan harus menyelenggarakan persediaan bahan

baku, berapa hal yang menyebabkan perusahaan harus menyelenggarakan

persediaan bahan baku antara lain menurut Ahyari (1992 : 1):

a. Bahan baku yang dipergunakan untuk pelaksanaan proses produksi dari

perusahaan–perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara

satu per satu dalam jumlah unit yang diperlukan serta pada saat bahan

tersebut akan digunakan dalam proses produksi.

b. Apabila terdapat keadaan bahwa bahan baku yang diperlukan tidak ada di

dalam perusahaan, atau perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku,


27

sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang, maka kelancaran

proses produksi dapat terganggu dan mengakibatkan terganggunya proses

produksi.

c. Untuk menghindarkan dari keadaan kekurangan persediaan bahan baku,

maka manajemen perusahaan dapat menyelenggarakan persediaan dalam

jumlah unit yang cukup banyak Dengan memperhatikan hal–hal di atas,

dapatlah disimpulkan bahwa bahan baku dan persediaan sangatlah penting

dalam proses produksi. Tetapi dalam menyelenggarakan persediaan bahan

baku jangan terlalu besar atau pun terlalu kecil. Apabila persediaan bahan

baku terlalu besar menurut Ahyari ( 1992: 2) akan mengakibatkan:

1. Biaya penyimpanan bahan baku menjadi tinggi.

2. Penyelenggaraan bahan baku yang terlalu besar, maka perusahaan

harus menyiapkan dana yang besar pula, sehingga dana untuk

pembayaran dan investasi lain akan berkurang.

3. Apabila perusahaan mempunyai persediaan bahan bakuyang terlau

besar, maka apabila terjadi penurunan harga, perusahaan juga akan

mengalami kerugian. Sedangkan apabila perusahaan

menyelenggarakan bahan baku yang jumlah terlalu kecil juga akan

mengalami kerugian menurut Ahyari (1992 : 3) adalah sebagai berikut:

1) Persediaan bahan baku dalam jumlah kecil sering kali tidak dapat

memenuhi kebutuhan untuk proses produksi, perusahaan akan

melakukan pembelian mendadak dengan jumlah yang kecil dan

harga beli yang tinggi.


28

2) Persediaan bahan baku yang rata–rata kecil akan mengakibatkan

frekuensi pembelian menjadi tinggi, sehingga biaya pesanan akan

semakin tinggi pula.

3) Apabila perusahaan sering kehabisan bahan baku, maka proses

produksi akan terhambat, ini akan berakibat pada kualitas dan

kuantitas produk yang akan dihasilkan.

d. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Bahan Baku.

Faktor–faktor yang mempengaruhi terhadap persediaan bahan baku terdiri

dari berbagai macam dan berkaitan dengan antara faktor yang yang satu

dengan faktor yang lain. Menurut Ahyari (1992 : 4) faktor–faktor yang

mempengaruhi persediaan bahan baku antara lain:

1. Perkiraan pemakaian bahan baku Sebelum perusahaan mengadakan

pembelian bahan baku, maka selayaknya perusahaan mengadakan

penyusunan perkiraan bahan baku untuk kepentingan proses produksi.

2. Harga bahan baku sejumlah nominal yang dikeluarkan perusahaan

untuk membeli bahan baku tersebut.

3. Biaya–biaya persediaan dalam penyelenggaraan persediaan bahan

baku, maka perusahaan tentunya tidak akan lepas dari biaya–biaya

persediaan yang akan ditanggung.

4. Kebijaksanaan pembelian seberapa besar dana yang dapat

dipergunakan untuk investasi di dalam persediaan dalam bahan baku

ini dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan

dalam perusahaan tersebut.


29

5. Pemakaian bahan baku Pemakaian bahan baku dari perusahaan–

perusahaan pada peiode yang lalu untuk keperluan proses produksi

akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam

penyelenggaraan bahan baku.

6. Waktu tunggu (leadtime) Yang dimaksud dengan waktu tunggu adalah

merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan

bahan baku dengan datangnya bahan baku yang diselenggarakan.

7. Model pembelian bahan baku pemilihan model pembelian yang akan

digunakan perusahaan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari

persediaan bahan baku yang bersangkutan.

8. Persediaan pengaman (safety stock) pada umumnya untuk

menanggulangi adanya kekurangan atau kehabisan bahan baku, maka

perusahaan akan mengadakan persediaan pengaman.

9. Pembelian kembali di dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku

tidak cukup dilaksanakan hanya sekali saja, tetapi akan dilaksanakan

berulang secara berkala.

Ristono (2009:6) faktor yang menentukan besar kecilnya persediaan

bahan baku atau bahan penolong yaitu:

a. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan

untuk menjaga kelangsungan atau kontinuitas proses produksi.

b. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan

bahan baku yang tinggi dan sebaliknya.


30

c. Sifat bahan baku atau bahan penolong, apakah cepat rusak

(durable good) atau tahan lama (undurable good). Barang yang

tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama, oleh karena itu bila

bahan baku yang yang diperlukan tergolong barang yang tidak

tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam jumlah yang

banyak. Sedangkan untuk bahan baku yang mempunyai sifat

tahan lama, maka tidak ada salahnya perusahaan menyimpannya

dalam jumlah besar.

B. TinjauanPustaka

Analisis tentang pengendalian bahan baku telah banyak dilakukan

sebelumnya. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan

meningkatkan optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya

persediaan.

Asrori (2010) melakukan penelitian tentang analisis pengendalian

persediaan bahan baku kayu di PT. Abhirama Kresna. Penelitian ini

menggunakan metode analisis Analisis Pengendalian Bahan Baku Dengan

metode EOQ (Economic Order Quantity), frekuensi pembelian, total biaya

persediaan, (safety stock), dan Re Order Point. PT Abhirama Kresna

merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri kayu lapis

(pollywood). Selama ini PT Abhirama Kresna dalam kebijaksanaan

pengadaan bahan baku belum menerapkan metode EOQ berdasarkan analisis

EOQ besarnya total biaya persediaan bahan baku kayu sengon Rp

2.380.400,00 sehingga penghematannya sebesar Rp 1.361.400,00 analisis


31

metode EOQ kuantitas persediaan pengaman adalah 7.886,82m3 re–order

point bahan baku saat persediaan berada pada 8.274 m3.

Wawan (2008) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengendalian

Persediaan Bahan Baku Di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka.

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu Biaya yang

ditanggung perusahaan untuk biaya persediaan bahan baku sebesar Rp

14.106.009,43 dengan biaya pembelian bahan baku selama periode Maret

2007-Februari 2008 sebesar Rp 1.340.203.482,00. Sedangkan dengan teknik

LFL, EOQ dan POQ biaya persediaan perusahaan masing-masing Rp

27.659.748,70, Rp 9.365.809,48, Rp 8.278.409,65. Sistem pengadaan dan

pengendalian persediaan bahan baku kecap belum optimal dari segi biaya

persediaan bahan baku. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan

yang dihasilkan perusahaan, dibandingkan dengan biaya persediaan

menggunakan metode MRP teknik EOQ dan teknik POQ.Sedangkan dari

hasil analisis dengan Metode MRP teknik POQ yang menghasilkan

penghematan biaya paling besar di antara teknik yang lainnya, yaitu

menghasilkan biaya persediaan sebesar Rp 8.278.409,65 atau perusahaan

dapat menghemat biaya persediaan sebesar 41.3 persen. Biaya pembelian

bahan baku dengan teknik POQ sebesar Rp 1.228.478.728,50 atau perusahaan

mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar 8.3 persen.

Oleh karena itu metode MRP teknik POQ direkomendasikan sebagai model

alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal

dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik
32

POQ dapat dijadikan alternative bagi pengendalian persediaan perusahaan

karena metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan

meminimumkan biaya persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan)

serta biaya pembelian bahan baku

Robyanto (2013) dalam penelitian tentang Analisis Persediaan Bahan

Baku Tebu pada Pabrik Gula Pandji PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero)

Situbondo, Jawa Timur menunjukan bahwa Produksi gula Kristal putih

berawal dari tahap proses tebang angkut, pemerahan nira, pemurnian,

penguapan, kristalisasi pengayakan, pendinginan, dan pengemasan. EOQ =

3.315,62 ton frekuensi pembelian 71 kali/periode giling, Safety Stock =

1.578,23 ton, Reorder Point = 3.16,47 ton, Maximun Inventory = 4.893,86

ton. Biaya persediaan baku yang efisien Rp 2.399.473.609,66 per 235.409,18

ton, lebih efisien Rp 2.903.796,90 dari sebelumnya.

Aryani (2013). dalam penelitian yang berjudul Analisis Sistem

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pia Kacang Hijau Pada Usaha Kecil

Menengah Pia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi manajemen

pengendalian persediaan bahan baku di Papapia, menganalisis bahan baku

yang memiliki volume rupiah tahunan tertinggi, menganalisis tingkat

persediaan yang optimal bagi bahan baku utama produk Papapia, dan

menghitung total biaya persediaan yang optimal bagi produk Papapia. Dari

hasil analisis ABC disimpulkan dari sembilan bahan baku produksi pia

kacang hijau, kacang hijau, kotak kemasan dan gula pasir ialah bahan baku

yang masuk dalam kategori A dengan persentase 25.94%, 19.76%, dan


33

14.86%. Berdasarkan hasil analisis EOQ, total biaya persediaan kacang hijau

dapat dikurangi sebesar Rp 32.488, total biaya persediaan kotak kemasan

dapat dikurangi sebesar Rp 225, dan total biaya persediaan gula pasir dapat

dikurangi sebesar Rp 42.531.

Reina (2009) dalam penelitianya berjudul Analisis Pengendalian

Persedian Bahan Baku Minuman Bandrek Pada CV. Cihanjuang Inti Teknik.

Perusahaan selama ini melakukan pemesanan sebanyak 12 kali untuk jahe

dan 24 kali untuk gula aren dalam 1 tahun. Persediaan pengaman yang

disediakan perusahaan sebanyak 1959,76 kg untuk jahe dan 3557,1 kg untuk

gula aren, dimana perhitungannya yaitu 40 persen dari jumlah kebutuhan

bahan baku selama sebulan. Total biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh

perusahaan pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 2.268.000. Total biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 6.643.000,

dan total biaya persediaannya sebesar Rp. 8.911.000. Bila menggunakan

metode EOQ dihasilkan total biya pemesanan Rp. 504.000, total biaya

penyimpanan sebesar Rp. 523.918,15, dan total biaya persediaan Rp.

1.027.918,15. Metode EOQ juga menyebabkan frekuensi pemesanan lebih

sedikit yaitu 3 kali untuk jahe dan 5 kali untuk gula aren. Persediaan

pengaman jika dihitung dengan metode EOQ adalah sebanyak 262,72 kg

untuk jahe dan 108,85 kg untuk gula aren. Waktu pemesanan yang harus

dilakukan adalah pada saat jumlah persediaan jahe mencapai 1691,7 kg dan

persediaan gula aren mencapai 2702,56 kg. Penggunaan metode EOQ

tersebut dapat menghemat biaya persediaan di CV. Cihanjuang Inti Teknik


34

sebesar Rp. 3.011.900 atau 88,17 persen untuk jahe dan gula aren sebesar Rp.

4.639.900 atau 84,44 persen.

Fayumi (2013) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengendalian

Persediaan Bahan Baku Kebab Original Pada Stockist PT. Kebab Turki Baba

Rafi Cabang Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji sistem

pengendalian bahan baku yang diterapkan oleh PT. Kebab Turki Baba Rafi,

mengetahui manajemen pengendalian persediaan bahan baku yang optimal

pada PT. Kebab Turki Baba Rafi menggunakan Analisis ABC. Nilai efisiensi

dari biaya persediaan total dihitung menggunakan metode Eonomic Order

Quantity (EOQ) PT. Kebab Turki Baba Rafi. Dari hasil analisis ABC, Kebab

Original mempunyai 2 bahan baku dengan nilai penggunaan tinggi yaitu

daging 4kg dan tortilla besar (torbes). Perbandingan hasil biaya total

persediaan perusahaan dengan menggunakan perhitungan EOQ diperoleh

penghematan Rp 208.600 per tahun untuk daging 4kg dan tortilla besar

menghasilkan penghematan sebanyak Rp 1.100 per tahun. Maka total

penghematan yang didapatkan oleh perusahaan sebesar RP.209.700

Michel (2010) dalam penelitian yang berjudulAnalisis Pengendalian

Persediaan Bahan Baku Ikan Tuna Pada CV. Golden KK. Tujuan dari

penelitian ini adalah menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi,

barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dalam

kuantitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal.Pemesanan bahan baku

untuk produk fresh tuna loin dilakukan hampir setiap hari sesuai dengan

jumlah permintaan dari pembeli dan ketersediaan bahan baku ikan tuna dari
35

pemasok. Pemesanan bahan baku didasarkan pada kebutuhan produksi,

kapasitas produksi dan kondisi persediaan bahan baku ikan tuna di gudang.

Timbulnya persediaan bahan baku ikan tuna di perusahaan disebabkan oleh

adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku,

sehingga persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi setiap

bulannya, tergantung dari besarnya jumlah pembelian dan pemakaian.

Pengadaan bahan baku juga akan dilakukan apabila persediaan ikan tuna yang

ada di dalam gudang telah habis terpakai hingga 80-90 persen atau bahan

baku yang tersisa hanya 10-20 persen. Perusahaan lebih mengutamakan

pembelian bahan baku ikan tuna dari pemasok mitra kapal nelayan karena

harga beli lebih rendah dibandingkan harga beli dari kapal pengumpul,

sehingga biaya pemesanan ikan tuna lebih murah.

Gema (2012) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengendalian

Persediaan Bahan Baku Daging Dan Ayamdengan menggunakan Metode

Economic Order Quantity (EOQ) Pada Restoran Steak Ranjang Bandung.

Tujuan dari penelitian ini adalah menjaga kontinuitas produksi atau menjaga

agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan

terhentinya proses produksi dan mempertahankan bila mungkin

meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. Kuantitas pemesanan bahan

baku yang optimal menurut Economic Order Quantity (EOQ) selama bulan

Juni 2013 sampai denganbulan Mei 2014 di Restoran Steak Ranjang Bandung

lebih besar dari kebijakan perusahaan dengan frekuensi pemesanan yanglebih

kecil dari kebijakan perusahaan. Metode EOQ, kuantitas pemesanan bahan


36

baku daging sebesar 9.907kg dengan frekuensi pemesanan 98 kali sedangkan

kebijakan perusahaan sebesar9.300 kg dengan frekuensi 357 kali dan pada

pemesanan bahan baku ayam dengan menggunakan metode EOQ mendapat

kuantitas pemesanan sebesar 6.839 kg dengan frekuensi 83 kali sedangkan

dengan kebijakan perusahaan sebesar 6.245kg dengan frekuensi 357 kali.

Biaya total persediaan dengan menggunakan metode EOQ pada bahan baku

daging sebesar Rp3.346.850, sedangkan dengan kebijakan perusahaan

menghasilkan sebesar Rp10.325.400. Sehingga didapat keuntungan dengan

menggunakan EOQ yang menghasilkan Total Cost yang lebih murah

dibandingkan dengan yang dimiliki perusahaan dengan selisih sebesar

Rp6.978.550. Biaya total persediaan dengan menggunakan Metode EOQ pada

bahan baku ayam sebesar Rp2.705.812, sedangkan dengan kebijakan

perusahaan menghasilkan sebesar Rp10.325.400. Sehingga didapat

keuntungan dengan menggunakan EOQ yang menghasilkan Total Cost yang

lebih murah dibandingkan dengan yang dimiliki perusahaan dengan selisih

sebesar Rp7.619.588.

Fitriani (2013) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengendalian

Persediaan Bahan Baku di PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Tujuan

dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap sistem pengendalian

persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan, dibandingkan dengan

sistem pengendalian secara teoritik. Menganalisis sistem pengendalian

persediaan bahan baku yang optimal dan menghitung jumlah pembelian

bahan baku optimal, serta frekuensi pembelian optimal yang seharusnya


37

dilakukan oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Hasil penelitianya

total biaya persediaan gandum B3 Rp. 65.216.033.280 per tahun dengan

biaya pemesanan Rp. 43.650.000.000 per tahun karena melakukan sepuluh

kali pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun sebesar Rp.

21.566.033.280. Sedangkan total biaya persediaan gandum B4 adalah Rp.

15409.730.400 dengan biaya pemesanan Rp.12.367.500,000 per tahun karena

melakukan tiga kali pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun sebesar Rp.

3.042.230.400. Pengendalian persediaan dengan menggunakan metode EOQ

menghasilkan total biaya persediaan untuk gandum B3 sebesar Rp

25.433.912.160, dan untuk gandum B4 sebesar Rp.11.902.474.240.


38

Metode
No Penelitian Judul Tujuan Persamaan Perbedaan
Analisis
1 Slamet Nurrohman Analisis 1. Mengetahui bagaimana Analisis Menganalisis EOQ Tempat yaitu di
(2016) Pengendalian penentuan persedian Pengendalian (Economic Order PT. Tunas
Pesediaan bahan baku barecore Bahan Baku Quantity), Madukara Indah
Bahan Baku yang optimum dengan Metode EOQ Unit II Wonosobo.
Barecore metode EOQ (Economic (Economic Waktu Penelitian
di PT. Tunas Order Quantity) pada Order adalah tahun 2015
Madukara Indah PT. Tunas Madukara Quantity) Metode Frekuensi
Unit II Indah Unit II? pembelian, total
Kabupaten 2. Mengetahui jumlah biaya persediaan,
Wonosobo persediaan minimum (safety stock),
bahan baku barecore di Metode MRP
PT. Tunas Madukara teknik Lot for Lot
Indah Unit II. (LFL)
Metode Period
Order
Quantity (POQ),
Analisis ABC
2 Asrori (2010) Analisis 1. Mengetahui jumlah 1. Analisis EOQ (Economic Metode frekuensi
Pengendalian bahan baku yang Pengendal Order Quantity), pembelian, Tempat
Pesediaan optimal pada PT. ian Bahan yaitu diPT. rama
Bahan Baku PT. Abhirama Baku Kresna.
Abhirama 2. Mengetahui total. biaya Dengan dan Waktu
Kresna. persedian bahan baku metode Penelitian Hasbi
dengan metode EOQ EOQ Asrori adalah tahun
3. Mengetahui jumlah (Economi 2010
persediaan minimum c Order
pada PT. Abhirama Quantity)

38
39

Kresna dalam 2. Frekuensi


melakukan pemesanan embelian,
kembali. otal biaya
persediaa
n, (safety
stock),
3 Wawan Analisis 1. Melakukan kajian 1. MRP Economic Order 1. Tempat penelitan
2008 Pengendalian terhadap sistem teknik Lot Quatity (EOQ), Di Perusahaan
Persediaan pengendalian persediaan for Lot Kecap Segitiga
Bahan Baku Di bahan baku (LFL) Majalengka.
Perusahaan yang dilakukan 2. Economic 2. Komoditi yang
Kecap Segitiga perusahaan. Order diteliti
Majalengka. 2. Menganalisis sistem Quantity
pengendalian persediaan (EOQ)
bahan baku yang optimal 3. Period
dan menentukan Order
alternatif teknik Quantity
pengendalian persediaan (POQ).
bahan baku
yang dapat diterapkan
pada perusahaan
4 Robyanto (2013) Analisis 1. Mengetahui total. biaya 1. Analisis Menganalisis EOQ 1. Tempat
Persediaan persedian bahan baku deskriptif (Economic Order penelitian PT.
Bahan Baku dengan metode EOQ 2. Analisis Quantity), Perkebunan
Tebu pada 2. Mengetahui jumlah Economic Nusantara
Pabrik Gula persediaan minimum Order 2. Analisis
Pandji PT. Quantity deskriptif
Perkebunan (EOQ)
Nusantara XI

39
40

(Persero)
Situbondo
5 Aryani Analisis Sistem 1. Mengidentifikasi 1. Analisis 1. Analisis deskriptif 1. Tempat
2013 Pengendalian manajemen deskriptif 2. Economic Order penelitian
Persedian Bahan pengendalian persediaan 2. Analisis Quatity (EOQ) 2. Komoditi yang
Baku Pia bahan baku di Papapia. ABC diteliti
Kacang Hijau 2. Menganalisis bahan 3. Economic 3. Analisis
Pada Usaha baku yang memiliki Order deskriptif
Kecil Menengah volume rupiah tahunan 4. Analisis ABC.
Papapia. tertinggi.
3. Menganalisis tingkat
persediaan yang optimal
bagi bahan baku utama
produk Papapia.
4. Menghitung total biaya
persediaan yang optimal
bagi produk Papapia.
6 Reina Elly Suhartanti Analisis 1. Mengetahui pengendalian 1. Economic 1. Economic Order 1. Tempat
2009 Pengendalian persediaan bahan baku Order Quantity (EOQ) penelitian
Persedian Bahan minimum bandrek yang Quantity 2. Komoditi yang
Baku Minuman dilakukan olah CV. (EOQ) Liad diteliti
Bandrek Pada CV. Cihanjuang Inti Teknik. time
Cihanjuang Inti2. Merekomendasikan
Teknik. alternatif peningkatan
efisiensi dalam
pengendalian persediaan
bahan baku minuman
bandrek untuk
perusahaan.

40
41

7 Yaumi Rihan Analisis 1. Mengkaji sistem1. Analisis 1. Analisis deskriptif 1. Tempat


2013 Pengendalian pengendaliaan bahan baku deskriptif 2. Economic Order penelitian
Persediaan Bahan yang diterapkan oleh PT.2. Analisis Quatity (EOQ) 2. Komoditi yang
Baku Kebab Kebab Baba Rafi. ABC diteliti
Original Pada 2. Mengetahui manajemen3. Economic 3. Metode
Stockist PT. pengendalian persediaan Order Analisis
Kebeb Turki bahan baku yang optimal Quantity deskriptif
Baba Rafi pada PT. Kebab Baba (EOQ)
Cabang Bogor. Rafi.
3. Menentukan nilai efisiensi
dari biaya persediaan total
menggunakan, metode
EOQ PT. Kebab Baba
Rafi.
8 Michel Chandra Analisis 1. Menetapkan dan 1. EconomicO 1. Analisis deskriptif 1. Tempat
Tuerah 2010 Pengendalian menjamin tersedianya rder 2. Economic Order penelitian
Persediaan Bahan produk jadi, Quantity Quatity (EOQ) 2. Komoditi yang
Baku Ikan Tuna 2. barang dalam proses, (EOQ) diteliti
Pada Cv. Golden komponen dan bahan
Kk baku secara optimal,
3. kuantitas yang optimal,
dan pada waktu yang
optimal
9 Gema Lestari Analisis 1. Menjaga kontinuitas1. Economic Menganalisis EOQ 1. Tempat dan
Saragi 2012 Pengendalian produksi atau menjaga Order (Economic Order waktu penelitian
Persediaan Bahan agar perusahaan tidak Quantity Quantity), 2. Komoditi yang
Baku Daging Dan mengalami kehabisan (EOQ) diteliti
Ayamdengan persediaan yang
menggunakan mengakibatkan

41
42

Metode terhentinya proses


Economic Order produksi
Quantity 2. Mempertahankan bila
(Eoq)Pada mungkin meningkatkan
Restoran Steak penjualan dan laba
Ranjang perusahaan.
Bandung. 3. Kuantitas pemesanan
bahan baku yang optimal
menurut Economic Order
Quantity (EOQ)
10 Fitriani (2013) Analisis 1. Melakukan kajian1. Analisis Menganalisis EOQ 1. Tempat dan
Pengendalian terhadap sistem deskriptif (Economic Order waktu penelitian
Persediaan Bahan pengendalian persediaan2. Analisis Quantity), 2. Komoditi yang
Baku di Pt. bahan baku yang Economic diteliti
Eastern Pearl dilakukan perusahaan, Order 3. Metode Analisis
Flour Mills dibandingkan dengan Quantity deskriptif.
Makassar. sistem pengendalian (EOQ)
secara teoritik.
2. Menganalisis sistem
pengendalian persediaan
bahan baku yang optimal
dan menghitung jumlah
pembelian bahan baku
optimal, serta frekuensi
pembelian optimal yang
seharusnya dilakukan oleh
PT. Eastern Pearl Flour
Mills Makassar.

42
43

C. Kerangka Pemikiran

PT. Tunas Madukara Indah Unit II


Wonosobo

Kebutuhan Data bahan baku

1. Kondisi Persediaan Bahan Baku


2. Harga Bahan baku

Pelaksanaan Pengendalian Biaya Persediaan Bahan


Persediaan Bahan Baku Baku.
Barecore.

1. Prosedur Pemesanan Bahan Baku 1. Biaya Penyimpanan


2. Prosedur Persediaan Bahan Baku 2. Biaya Persediaan
3. Prosedur Penyimpanan Bahan Baku 3. Biaya Pemesanan
4. Prosedur Pemakaian Bahan Baku

Analisis Pengendaliaan Persediaan Bahan Baku

Total Inventory Cost menurut Total Inventory Cost menurut


Economic Order Quantity (EOQ) Metode Konvensional
Perusahaan

Ada perbandingan antara TIC menurut metode


EOQ dengan TIC menurut metode konvensional
perusahaan.

Gambar 2. Kerangka Pikir


44

Keterangan

Setiap perusahaan menghadapi tantangan dalam mempertahankan kelancaran

proses produksinya dalam upaya menghadapi persaingan. Bahan baku merupakan

salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan jalannya proses produksi

suatu perusahaan dalam mengidentifikasi kebijakan pengendalian persediaan

bahan baku perusahaan, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan bahan

baku seperti data jenis dan asal bahan baku, sistem pemesanan bahan baku, sistem

penerimaan dan pengeluaran bahan baku, serta harga masing-masing jenis bahan

baku.

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi bahan baku yang digunakan

dalam proses produksi. Sistem pemesanan bahan baku, sistem penerimaan dan

pengeluaran bahan baku, serta harga masing-masing jenis bahan baku. Analisis

terhadap kondisi persediaan bahan baku merupakan tahap selanjutnya yang perlu

dilakukan. Kondisi persediaan ini mencakup volume pemakaian bahan baku dan

jumlah pemesanan bahan baku, serta biaya-biaya persediaan

Analisis perbandingan selanjutnya dapat dilakukan setelah data-data

diperoleh. Selisih biaya persediaan bahan baku antara biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan dengan metode konvensional dan biaya yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan dengan metode EOQ dapat diketahui dengan perhitungan Total

Inventory Cost. Perbandingan Total Inventory Cost dua metode tersebut

nantinyaakan diperoleh selisih, pada akhirnya akan diketahui metode mana yang

dianggap efisien guna mendukung kelancaran proses produksi.


45

D. Hipotesis

Diduga terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost menurut metode

Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost menurut metode

konvensional perusahaan.
46

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kasus. Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang

dilakukan secara integrativie dan komprehenshif agar diperoleh pemahaman

yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapi

dengan tujuan masalah dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan

diri yang baik (Rahardjo, 2011:250)

Analisis data menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu

suatu metode penelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran

secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau

subjek penelitian. Penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan sistematis

tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan.Tujuan metode

deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki (Sanusi, 2011:13).

Metode verifikatif adalah metode pembuktian hipotesis menggunakan

metode verfikatif. Penelitian melalui pembuktian untuk menguji hipotesis

hasil penelitian deskriptif dengan suatu perhitungan statistika sehingga

didapat hasil pembuktian yang menunjukan hipotesis ditolak atau diterima.

Metode verikatif digunakan untuk mengetahui perbedaan Total Inventory

Cost pengendalian persediaan dengan menggunakan metode EOQ dengan

46
47

pengendalian persediaan Total Inventory Cost metode konvensional

perusahaan (Sugiyono, 2007:6)

B. Populasi dan Sampel

1. Sampel Lokasi Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di

PT. Tunas Madukara Indah Unit II Jl. Purworejo Km. 13, Desa Sedayu,

Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo.

2. Sampel Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

penelitian. Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan yang ada di PT. Tunas Madukara Indah Unit II. Penentuan

informan dilakukan secara purposive sampling (sengaja) yang terdiri

dari:

a. Informan Kunci

1) Factory Manager PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling

(sengaja). Informasi yang diperoleh yaitu mengenai sejarah

berdirinya perusahaan, visi misi perusahaan.

2) Kepala bagian pembahanan PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana pengadaan

bahan baku sampai dengan proses produksi.


48

3) Kepala bagian produksi PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana proses

produksi barecore sampai dengan proses pemasaran dan

Mengendalikan kualitas dan kuantitas produk kayu barecore.

4) Kepala Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana Mengelola

bidang Sumber Daya Manusia, menjaga hubungan dengan

urusan rumah tangga perusahaan, melaksanakan ketertiban dan

pengamanan karyawan.

5) Unit Head Boiler & Kiln Dry

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana

Mengkoordinasi bahan baku yang akan diproses ke dalam mesin

boiler dan kiln dry dan pengecekan semua alat dan mesin yang

berkaitan dengan proses pengeringan kayu.

6) Unit Head Produksi

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana

Melaksanakan tugas dari kepala bagian produksi, mengawasi

karyawan dalam melakukan proses produksi.

7) Unit Head Maintenance

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana cara

melakukan kontrol terhadap mesin-mesin produksi dan mesin

pendukung produksi.
49

8) Supervisor Bahan Baku

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana kegiatan-

kegiatan yang terkait dari penerimaan, pelayanan, penyortiran,

dan penatausahaan bahan baku kayu.

9) Supervisor Produksi

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana standar

mutu produkatas segala pelaksanaan dan kelancaran produksi.

10) Supervisor Packing & Export

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana kegiatan

pemasaran (export).

11) Supervisor Maintenance

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana terhadap

kerusakan alat dan mesin produksi.

12) Supervisor Gudang

Informasi yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana stok bahan

pendukung produksi, kontrol terhadap ketersediaan bahan

penolong dan segala keperluan demi kelancaran proses

produksi.
50

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian.

Penelitian dilaksanakan di PT. Tunas Madukara Indah Unit II Jl.

Purworejo Km. 13, Desa Sedayu, Kabupaten Wonosobo

2. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yaitu dari tanggal 1 Mei 2016

sampai 1 Juni 2016, dengan jadwal kegiatan sebagai berikut.

Tabel
Jadwal Kegiatan
Bulan
No Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1 Proposal
2 Pelaksanaan
Penelitian
3 Analisis Data
4 Penyusunan
Laporan
5 Ujian

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek yang menjadi titik perhatian penelitian.

Penelitian ini yang menjadi variabel penelitian yaitu :

Pemakaian bahan baku yang sesungguhnya, dihitung dalam satuan m3

Persediaan bahan baku, dihitung dalam m3 EOQ (Economic Order Quantity)

1. Biaya Penyimpanan

2. Biaya Pemesanan

3. Titik pemesanan kembali (reorder point)


51

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Bahan baku adalah sejumlah barang–barang yang berupa balken.

2. Balken adalah kayu yang mempunyai ketebalan 5cm panjang 130 cm

dan lebar 16cm.

3. Barecore adalah produk jadi plywood/kayu lapis yang berbentuk

lembaran dengan ktebalan 1cm, panjang 142cm dan lebar 122cm

4. Biaya pemesanaan merupakan biaya-biaya yang terkait langsung

dengan kegiatan pemesanan.

5. Persediaan suatu bagian dari kekayaan perusahaan yang digunakan dalam

rangkaian proses produksi untuk diolah menjadi barang setengah jadi

maupun barang jadi, dan diukur dalam satuan m3.

6. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul

sebagai akibat adanya persediaan.

7. Biaya simpan adalah biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau

penahanan persediaan sepanjang waktu tertentu.

8. Persediaan bahan baku adalah barang-barang berwujud yang digunakan

dalan proses industri.

9. Pengendalian persediaan bahan baku adalah aktivitas untuk menetapkan

besarnya persediaan dengan memerhatikan keseimbangan

10. Harga bahan baku adalah harga balken yang ditetapkan oleh perusahaan

diukur dalam satuan rupiah.

11. Total biaya persediaan merupakan penjumlahan dari biaya simpan dan

biaya pesan dan diukur dalam satuan rupiah.


52

12. EOQ (Economic Order Quantity) merupakan metode yang digunakan

untuk mengetahui jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan

biaya yang minimum atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian

yang optimum dan diukur dalam satuan rupiah.

13. Metode konvensional adalah suatu komunikasi berdasarkan kesepakatan

yang dilakukan oleh perusahaan

14. Titik pemesanan kembali adalah tingkat persediaan paling rendah saat

pemesanan harus dibuat dengan supplier.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara

langsung melalui pihak yang berkaitan dengan penelitian yaitu pada

PT. Tunas Madukara Indah Unit II baik melalui observasi atau

pengamatan dan wawancara dalam kegiatan pembahanan. Data yang

diambil adalah data bahan baku barecore.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari

catatan-catatan, literatur, atau dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

Data sekunder meliputi data pesediaan bahan baku, biaya pemesanan

bahan baku, biaya penyimpanan dan data pendukung seperti sejarah,

keadaan umumdi PT. Tunas Madukara Indah Unit II.


53

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang

berhubungan dengan masalah untuk mendapatkan data yang akan

digunakan sebagai landasan dalam membahas kenyataan yang

ditemui dalam penelitian dan mempertanggungjawabkan evaluasi

dalam pembahasan masalah

b. Wawancara

Yaitu menggunakan metode tanya jawab secara langsung dengan

manajer atau karyawan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

kuisioner, yang telah direncanakan sebelumnya.

c. Observasi atau Pengamatan

Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan terhadap

masalah-masalah yang sebenarnya, ini dilakukan untuk

menyelaraskan wawancara dan pengamatan yang dilakukan.

Observasi atau Pengamatan yang dilakukan terhadap objek

penelitian di PT. Tunas Madukara Indah Unit II untuk mengamati

proses pengadaan bahan baku.


54

G. Instrumen Penelitian

Instrumen alat penelitian ini menggunakan kuesioner dan dokumentasi bahan

baku barecore.

1. Kuisioner

Yaitu menggunakan metode tanya jawab langsung dengan berbagai pihak

yang terkait. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner, yang

telah direncanakan sebelumnya. kepala bagian umum sumber daya

manusia, kepala bagian produksi, supervisor maintenance, supervisor

packing dan export.

2. Observasi atau Pengamatan

Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan terhadap masalah-

masalah yang sebenarnya, ini dilakukan untuk menyelaraskan wawancara

dan pengamatan yang dilakukan. Observasi atau Pengamatan yang

dilakukan terhadap objek penelitian mengamati proses kegiatan yang

dilakukan oleh PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

3. Dokumentasi

Yaitu kumpulan nyata yang berbentuk nyata dan diperoleh berdasarkan

data yang ada dilapangan, tanpa adanya dokumentasi data tersebut tidak

akan rial. Dokumentasi dengan cara mengambil foto-foto obyek sekitar,

surat keterangan dari PT. Tunas Madukara Indah Unit II.


55

H. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi pengadaan

bahan baku PT. Tunas Madukara Indah Unit II adalah deskriptif dengan

menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai suatu obyek

yang akan diteliti, serta mendeskripsikan sistem pengadaan bahan baku.

1. Analisis data prosedur pemesanan, penyimpanan, pemakaian bahan baku

di PT. Tunas Madukara Indah Unit II menggunakan analisis diskriptif.

2. Analisis data biaya pemesanan, dan penyimpanan bahan baku di PT.

Tunas Madukara Indah Unit II menggunakan analisis diskriptif.

3. Analisis data penentuan persedian bahan baku barecore yang optimum

dengan metode EOQ (Economic Order Quantity) pada PT. Tunas

Madukara Indah Unit II.

4. Analisis perbedaan antara Total Inventory Cost menurut metode

Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost menurut metode

konvensional perusahaan digunakan uji keberartian koefisien regresi

dengan Uji t.

Rumus mencari thitung dan nilai kritis dari tabel distribusi

t.Nilai thitung dicari dengan rumus:

𝑏𝑖
thitung =𝑆
𝑖 𝑏𝑖

Keterangan:

Bi = koefisien regresi

Se = standar eror dari b

Pengambilan keputusan:
56

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak, yang berarti terdapat perbedeaan

antara Total Inventory Cost menurut metode Economic Order Quantity

dengan Total Inventory Cost menurut metode konvensional perusahaan.

Jika thitung ≤ ttabel maka H0 diterima, yang berarti tidak ada perbedeaan

antara Total Inventory Cost menurut metode Economic Order Quantity

dengan Total Inventory Cost menurut metode konvensional perusahaan.

5. Analisis jumlah persediaan minimum bahan baku barecore di PT. Tunas

Madukara Indah Unit II menggunakan metode EOQ (Economic Order

Quantity)

6. Biaya-biaya dalam persediaan

Menurut Ishak (2010:168) biaya dalam sistem persediaan secara umum

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Biaya pembelian (purchasing cost = c) adalah harga pembelian

setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber

eksternal, atau biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari

internal perusahaan atau diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biaya

pembelian ini bisa bervariasi untuk berbagai ukuran pemesanan bila

pemasok menawarkan potongan harga untuk ukuran pemesanan

yang lebih besar.

b. Biaya pengadaan (procurement cost). Biaya pengadaan dibedakan

atas 2 jenis sesuasi asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan

(ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar
57

(supplier) dan biaya pembuatan (set up cost) bila barang diperoleh

dengan memproduksi sendiri.

1) Biaya pemesanan (ordering cost = k) Biaya pemesanan adalah

semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang

dari luar.

2) Biaya pembuatan (Set up Cost = P) Ongkos pembuatan adalah

semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan

memproduksi barang.

c. Biaya penyimpanan (holding cost = h) merupakan biaya yang timbul

akibat disimpannya suatu item. Biaya penyimpanan terdiri atas

biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas

persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar

apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata

persediaan semakin tinggi.

d. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost= p). Perusahaan

kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi

keadaan kekurangan persediaan. Semua biaya-biaya yang

berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan

(stockout cost) adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini

timbul bilamana persediaan tidak mencukupi permintaan produk atau

kebutuhan bahan.
58

7. Analisis yang digunakan adalah Uji t digunakan untuk menguji hipotesis

komparatif rata-rata k sampel, bila pada setiap sampel hanya terdiri atas

satu kategori. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan rata-rata untuk lebih dari dua kelompok sampel yang tidak

berhubungan.

Ho: Diduga terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost menurut

metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan..

Ha: Diduga tidak terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost

menurut metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory

Cost menurut metode konvensional perusahaan.

Pengujian hipotesis:

H0 : bI...b5 = 0

HI : bI...b5 ≠ 0

Rumus mencari thitung dan nilai kritis dari tabel distribusi

t.Nilai thitung dicari dengan rumus:

𝑏𝑖
thitung =𝑆
𝑖 𝑏𝑖

Keterangan:
Bi = koefisien regresi
Se = standar eror dari b

Pengambilan keputusan:

1) Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak maka hipotesis nol (Ho)

ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti

terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost menurut


59

metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan.

2) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 diterima maka hipotesis nol (Ho)

diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak, yang berarti tidak

terdapat perbedaaan Total Inventory Cost menurut metode

Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis penelitian ini yaitu :

1. Teknik Pengendalian Persedian Bahan Baku

Membandingan pengendalian persediaan dengan menggunakan metode

EOQ dengan pengendalian persediaan yang dilakukan oleh perusahaan

dalam menentukan jumlah persediaan yang optimal dan biaya yang

efisien di PT. Tunas Madukara Indah Unit II.

2. Persediaan Minimum

Persediaan ini disebut dengan persediaan penyelamat (safety Stock).

Besarnya persediaan pengaman dapat diketahui dengan rumus :

SS = Zσ

Keterangan :
σ : Standar deviasi
Z : Standars Normal deviasi

3. Besarnya pesanan Standar

Besarnya jumlah pesanan standar didasarkan atas pertimbangan efisiensi,

yang disebut dengan jumlah pesanan yang ekonomis (Economic Order

Quantity) dapat dicari dengan :


60

2.𝑅.𝑆
EOQ = Q* =√
𝐶

Keterangan :

R : Jumlah pembelian selama 1 periode


C : Biaya simpan tahunan dalam rupiah/unit
S : Biaya setiap kali pemesanan
Q* : Jumlah pemesanan optimum

4. Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Titik pemesanan kembali ditetapkan dengan cara menambah penggunaan

selama waktu tenggang dengan persediaan pengaman atau dengan rumus:

Besarnya titik pemesanan kembali (ROP)

ROP = (LT x d) + Zs
LT = Lead Time
d = Penggunaan Rata-rata Bahan Baku Perhari
Zs = Safety Stock
(Render & Heizer 2005 : 73)
61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi data

1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Keadaan geografis merupakan dasar dari penataan lingkungan.

Lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari ekosistem

berfungsi sebagai penyangga kehidupan makhluk di bumi. Sumber Daya

Alam yang ada diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi Masyarakat.

Kecamatan Sapuran yang beriklim tropis dengan dua musim dalam

satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara

pada siang hari berkisar antara 24–30 0C dan malam hari turun menjadi 20
0
C. Bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 20–23 0C pada malam hari

dan 15–20 0C di siang hari. Hujan turun hampir sepanjang tahun dengan

curah hujan rata-rata 260 mm/tahun. (BPS Wonosobo, 2010)

PT. Tunas Madukara Indah Unit II merupakan badan usaha yang

kegiatannya mengolah kayu dengan proses mekanisasi menjadi barang

setengah jadi untuk komoditas ekspor. PT. Tunas Madukara Indah Unit II

memiliki dua unit pabrik pengolahan kayu. PT. Tunas Madukara Indah

Unit I merupakan pabrik pengolahan kayu yang terletak di Jalan

Madukoro Km. 0,6 Dusun Madukoro Kelurahan Bumireso Kecamatan

Wonosobo Kabupaten Wonosobo dengan produk yang dihasilkan adalah

Finger Joint Laminated Board. PT. Tunas Madukara Indah Unit I

didirikan pada tahun 1992 oleh pemrakarsa Bapak Johan Mulyadi. PT.

61
62

Tunas Madukara Indah Unit II beralamat di Jalan Purworejo Km. 13

Dusun Silempah Desa Sedayu Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo.

PT. Tunas Madukara Indah Unit II merupakan pengembangan usaha dari

PT. Tunas Madukara Indah Unit I yang di dirikan pada tahun 2012.

Perbedaan jenis kayu yang diolah oleh PT. Tunas Madukara Indah

Unit I dengan PT. Tunas Madukara Indah Unit II yaitu pabrik pengolahan

Unit I mengolah jenis kayu pinus dengan menghasilkan produk Finger

Joint Laminated Board sedangkan pabrik pengolahan Unit II mengolah

jenis kayu sengon. Pengolahan kayu sengon oleh PT. Tunas Madukara

Indah Unit II yang menghasilkan produk barecore untuk komoditas

ekspor. Kayu barecore akan diekspor ke negara China dan Taiwan.

PT. Tunas Madukara Indah Unit I dan Unit II merupakan PT

Perseorangan, yang saham-sahamnya dalam PT (Perseroan Terbatas)

tersebut dikuasai oleh seorang pemegang saham (Pesero), yang artinya

tidak setiap orang dapat ikut menanamkan modalnya terhadap pemilik PT

(Johan Mulyadi), beliau adalah Direktur Utama PT. Tunas Madukara

Indah Unit I dan Unit II dan kepemilikan saham diantara dua PT tersebut,

ini terjadi setelah melalui proses pendirian PT itu sendiri, pada waktu

pendirian PT terdapat lebih dari seorang pemegang saham, yang

selanjutnya beralih menjadi berada pada seorang pemegang saham. PT.

Tunas Madukara Indah Unit I dan Unit II adalah sama-sama memproduksi

kayu dengan hasil produk yang berbeda, yaitu Finger Joint Laminated

Board dan barecore.


63

2. Lay Out Pabrik dan Mesin

Gambar 3 Tata Letak (Lay Out) PT.Tunas Madukara Indah Unit II


Sumber : Data Sekunder
64

Berdasarkan Gambar 1 Tata Letak (Lay Out) PT.Tunas Madukara

Indah Unit II dapat diketahui bahwa Luas areal keseluruhan PT. Tunas

Madukara Indah Unit II yaitu 2.685,60 m2, di sekeliling PT. Tunas

Madukara Indah Unit II di batasi dengan pagar tembok dan berkawat duri.

Batas PT. Tunas Madukara Indah Unit II dari sebelah Barat yaitu jalan

raya Wonosobo Purworejo. Sebelah Selatan terdapat makam dan

pemukiman penduduk, sebelah utara terdapat kebun teh tambi dan hutan

lindung. Pintu gerbang masuk ke lokasi PT. Tunas Madukara Indah Unit II

berada di sebelah Timur jalan raya Purworejo, sebelah kiri pintu gerbang

terdapat pos satpam, dan sebelah kanan terdapat kantor, carport, kantin,

mushola. Sebelah Utara terdapat toilet umum warna hitam dan kolam ikan

warna biru.

Jalan menuju pabrik warna coklat kehitaman memanjang, pada

sebelah kananya adalah loading (pemuatan produk barecore) dengan

warna orange. Sebelah selatan loading adalah packing dan proses

produksi, dengan warna kuning muda sebelah selatanya lagi terdapat ruang

kabel, genset, travo, work sheep, panel dan power, disisi timur coridor kiln

dry 6-9, silo dan air dry. Sebelah utara ruang gudang kering, dan gudang

jadi, di bagian timur gudang kayu kering adalan corridor 2 kiln dry 1-5.

Jalan menuju air dry, dan sebelahnya lagi merupakan rencana perluasan

yang ditandai dengan warna garis biru, dan warna hitam merupakan Air

Dry.
65

Berdasarkan Gambar 6 tentang tata letak (Lay Out) mesin produksi

terdapat tiga line (tiga jalur), line merupakan jalur produksi barecore.

Gudang kayu kering menyediakan kayu untuk diproduksi oleh tiga jalur

yang terdiri dari mesin Cross cut, double planner, sortasi, Multirip,

Conveyor, running saw, Gluing, cold press, sortire dan terakhir Packing,

semua proses produksi antar Line dilakukan sama.

3. Proses Produksi

1) Peralatan Mesin Produksi :

a. Cross Cut/Jumping saw, merupakan mesin pemotong Sawn timber

atau balken menjadi beberapa bagian dengan ukuran panjang 20-40

cm.

b. Double Planner, merupakan mesin penyerut pada sisi atas dan

bawah pada Sawn timber atau balken yang telah di potong ukuran

panjang 20-40 cm.

c. Multirip, merupakan mesin pembelah Sawn timber atau balken

yang telah di potong ukuran panjang 20-40 cm menjadi belahan

dengan ketebalan 13,3 mm atau disebut dengan Corepich.

d. Pisau tekan/X-Cut, merupakan mesin pemotong ukuran panjang

Corepich dimana Corepich tersebut pelos pada sisi permukaan

dengan tujuan Corepich tersebut tidak pelos. Pemeliharaan pada

mesin ini dilakukan secara Single Planner, merupakan mesin

penyerut pada satu sisi saja manakala ada pelos dibagian ujung

kayu corepich.
66

e. Fingger Joint merupakan mesin untuk penyambung kayu corepich

pada bagian tepi barecore dengan tujuan agar barecore berkualitas

bagus.

f. Running Saw, merupakan mesin pemotong pada bagian sisi

Barecore sebelum proses pengepresan pada mesin Col

Press/Composer

g. Col Press/Composer merupakan mesin pengepresan lembaran

Barecore yang setiap sisinya diberi lem dan saling melekat.

h. Forklif merupakan mesin pengangkut Sawn timber atau balken

proses produksidan pengangkut palet hasil produksi barecore

i. Penyimpanan produk barecore dilakukan di gudang penyimpan

gudang siap exsport, yang dikelola oleh bagian supervisor packing

& exsport

2) Alat-alat Produksi :

a. Boyler OMNICAL dan Boyler XINENG merupakan alat

pengeringan Sawn timber atau balken.

b. Genset merupakan alat generator kelistrikan berfungsi sebagai

jaga-jaga jika terjadi pemadaman lampu.

c. Compresor merupakan alat bantu pembersih debu dan kotoran pada

onderdil mesin-mesin produksi.

d. Las listrik kapasitas 135 A dan 130 A merupakan alat modifikasi

besi baja yang rusak.

e. Forteble Hidran merupakan alat pemadam kebakaran.


67

f. Forklif merupakan alat angkut Sawn timber atau balken proses

produksidan pengangkut palet hasil produksi Barecore.

g. Mobil Mini Bus merupakan alat transportasi Direktur.

h. Mobil Cup/bak terbuka merupakan alat transportasi suku cadang

pada mesin-mesin produksi.

i. Lem Alfabond merupakan alat perekat Corepich.

j. Gorok merupakan alat pemotong ujung barecore yang tidak rata.

k. Tracker merupakan alat pengencang clame pada waktu packing.

l. Plastik packing merupakan alat pembungkus palet.

m. Siku packing merupakan alat pengukur.

n. Roller chat merupakan alat pengikat palet yang sudah di packing.

o. Clame gigi merupakan alat penyambung pada Roller chat.

p. Rolling merupakan alat pengeliman pada tepi Corepich.

3) Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu yang dilakukan di PT. Tunas Madukara Indah

Unit II dengan berpedoman pada syarat-syarat standar kualitas mutu

pallet yang sesuai dengan kriteria ISPM (International Standard Of

Phytosanitary Measures). Standar mutu kayu barecore yang akan

diekspor tidak hanya dari ISPM saja, tetapi barecore telah memenuhi

standar mutu lain, diantaranya: Japan Agriculture Standart (JAS),

Japan Industrial Standard (JIS), United State Department of

Agricultural (USOA) dan International Standard Organization (ISO).


68

Tabel 1.
Standar Mutu Barecore PT Tunas Madukara Indah Unit II
BC/GR/2.11.1/03
NO DESCRPITO JAPAN JAPAN ISPM INTERNATIONAL UNITED STATE
N AGRICULTURE INDUSTRIAL (INTERNATIONAL STANDARD DEPARTMENT OF
STANDARD (JAS) STANDARD STANDARD OF ORGANIZATION AGRICULTURAL (USOA
(JIS) PHYTOSANITARY (ISO)
1 MC Maksimal= 12% Maksimal= 12% MEASURES)
Maksimal= 12% Maksimal= 12% Maksimal= 12%
2 Side Rail Rapat mulus/tanpa cacat Rapat Rapat mulus/tanpa Rapat mulus/tanpa Rapat mulus/tanpa cacat
3 x 6 max 2 mulus/tanpa cacat cacat 4 x 8 max3.B.joint(4
B.joint (3 strip) cacat 4 x 8 4x8 strip “R” lebar max
4 x 6 max 3 4 x 8 max max3.B.joint(4 strip max3.B.joint(4 10 mm Kulit HM
B.joint (4 strip) 3 B.joint(4 strip “R” lebar max 10 mm strip “R” lebar satu sisi
“R“ lebar max 10 mm Kulit HM satu sisi max 10 mm Kulit
Kulit HM satu sisi HM satu sisi

3 Kerataan max tidak rata 0.3 mm Garis Garis gerjaji,(max Garis gerjaji,(max l Garis gerjaji,(max 0.2 mm)
sisa dempul gerjaji,(max 0.2 mm) 0.2
OK,asal 0.2 mm) mm)
transparan
p.max=30mm dari
B.joint gores
4 Butl join p.max=100max
Rapat,L mm dan
2mm Rapat,(kurang Rapat,(kurang dari Rapat,(kurang dari Rapat,(kurang dari 2mm
di dempul dari 2mm ok) 2mm ok)
dempul 2mm ok) (lebih dari 2mm di ok) (lebih dari 2mm di
(lebih dari 2mm (lebih dari dempul) (lebih dari dempul)
5 Pin hole di dempul)
Ok,max 5 strip menyebar 2mm di
OK OK 2mm di dempul)
OK OK
6 Blue stain Ok,asal transparan dempul)
OK OK OK OK
7 Gabus/hati OK,panjamg ,max 5 cm OK OK OK OK
8 Busuk/jabuk NO! NO! NO! NO! NO!

9 Kulit/HM OK,p.max 30mm,L max OK,panjang OK,panjang max OK,panjang max OK,panjang max 200mm
2 max 100mm 200mm Lebar max 5mm
mm 100mm Lebar max 5mm Lebar max 5mm
10 Pecah ujung Di dempul
NO! Lebar max 50
OK,P.max 5mm OK,P.max 50 mm OK,P.max 50 mm OK,P.max 50 mm
mm Tidak lepas Tidak lepas Tidak lepas
11 Gupil OK,max Tidak lepas100
OK.p.max OK.p.max 100 mm l.5 mm l.5 mm
30mm,Lm mm L.max 5 mm dempul rata dempul rata
ax L.max 5 mm
12 Honeycom 2mm max100
OK,P OK,P OK,P max 150 OK,P max200 OK,P max 300
Dempul
mm,Lmax max1 mm,Lmax 2mm mm,Lmax mm,Lmax
rata
2mm 50 Dempul rata 2mm 2mm
13 Kulit Dempul
sisi
OK,p. max 50 mm mm,Lmax
OK,p. 2mm
max OK,p. max 200 mm Dem max 250 mm
OK,p. Dempul
OK,p. max 300 mm
permukaan rata
L max 2 mm Dempul rata
150 L max 2 mm Titik pulmax 2
L rata
L max 2
(“R”) Dempul rata mm menyebar Dempul rata Titik
mm mm
L max 2 mm rata menyebar Dempul
14 Ujung strip NO! Dempul
OK.maxrata
2mm OK.max 2mm Dempul
OK.max 2mm rata
OK.max 2mm
tidak rata
15 siku
Celah OK.P.max 50 mm OK.P.max 150 OK.P.max 200 mm OK.P.max 250 mm OK.P.max 300 mm
l.max 2mm mm l.max 3mm l.ma l.max
hitam l.max dempul rata x 3mm
16 memanjang
Dimensi NO! 3mm
NO! NO! 3m
NO! dempul
NO!
-panjang -plus max 2mm dempul program
}sesuai }sesuai program m
}sesuai program rata
}sesuai program
-lebar -plus max 1mm rata
-no -no minus,plus max dem minus,plus
-no max
-no 0,2mm
minus,plus max 0,2mm
-Diagonal -plus max 2mm minus, 0,2mm pul
-thicknes -no minus,plus max plus max rata
17 Mata kayu 2mm
OK 0,2mm
OK OK OK OK
18 hidup kayu
Mata OK,lubang max OK,lubang OK,lubang max OK,lubang max OK,lubang max
mati hitam 3mm Lebar 10mm 25mm di dempul 25mm di dempul
lubang 2mm Max max 10mm di dempul
19 Mata kayu 5NO!
titik di dempul di dempul
OK,asal tidak OK,asal tidak lepas OK,asal tidak lepas OK,asal tidak lepas
mati lepas Di dempul Di dempul Di dempul
20 busuk kayu
Mata NO! Di dempul
OK,max 5mm OK,max 5mm OK,max 5mm OK,max 5mm
lubang Di dempul Di dempu Di dempu Di dempu
21 tembuskayu
Mata OK,max OK,max OK,max 5mm Di OK,max OK,max
lubang tidak 2mm Di 5mm Di dempul 10 mm 2mm Di
tembus dempul dempul Di dempul
Sumber: Data Sekunder PT. Tunas Madukara Indah Unit II. dempul
69

Pengawasan mutu selama proses pengolahan dimulai dari

pembahanan air dry sampai dengan proses distribution, yang di kontrol

oleh bagian QC (Quality Control). Pengontrolan dilakukan dengan cara

meneliti dan pengecekan bahan baku produk barecore yang berada di

area air dry apakah balken yang berada di penyimpanan air dry terjadi

kerusakan secara fisik atau tidak seperti pecah-pecah dan busuk.

Pengecekan di gudang kayu kering apakah bahan baku barecore benar-

benar kering atau masih terdapat setengah kering. Hal ini dilakukan

untuk memperoleh standar mutu kualitas barecore yang perlukan pada

proses produksi.

Pengendalian mutu pada bagian proses produksi barecore meliputi

tahap pemotongan. Pengawasan pada tahap ini dengan melakukan

pengecekan pada sisi ujung balken yang dipotong. Pemotongan yang

tidak siku maka akan berpengaruh pada sambungan core pich tidak

rapat.

Pengendalian mutu pada tahap penyerutan. Pengawasan pada tahap

ini dilakukan pengecekan pada bagian sisi lebar apakah hasil serutannya

halus atau tidak. Penyerutan jika tidak halus seperti ada serat-serat kayu

maka dilakukan proses pengeringan kembali guna memperoleh produk

barecore yang berkualitas baik seperti tidak pelos.

Pengendalian mutu pada tahap pembelahan. Kayu balken yang

sudah di planner dan halus kemudian dibelah menggunakan mesin

Multirip/Gangrip menjadi bentuk yang lebih kecil (Core Pich) dengan


70

ukuran panjang sekitar 30-40 cm, lebar 3-4 cm dan tebal 0,3 – 0,5 cm

yang di ukur dengan menggunakan alat sikmat meter oleh QC langsung.

Pengendalian mutu pada tahap perapian. Perapian merupakan

bagian terpenting yang menentukan hasil produk barecore dalam bentuk

grade A, AB, B, C+ dan C, pengontrolan pada tahap ini dilakukan

dengan pengecekan oleh bagian produksi.

Pengendalian mutu pada tahap pengepresan. Pengepresan

merupakan tahap akhir produksi barecore. Pengecekan pada tahap ini

dilakukan dengan menggunakan alat meteran untuk mengukur panjang

dan lebar apakah sudah sesuai ukuran yang di tentukan belum, yaitu

dengan ukuran panjang 2440 mm dan lebar 1220 mm.

Pengendalian mutu pada tahap pengepakan. Pengepakan dilakukan

agar tidak mudah rusak jika terkena air, dengan tujuan produk barecore

tetap terjaga kualitasnya. Semua kegiatan yang berhubungan dengan

standar kualitas merupakan tanggung jawab dari Unit head produksi

dan QC.

4) Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan kayu barecore menggunakan jenis kayu

sengon atau albasia (Albizia falcataria (L)). PT Tunas Madukara Indah

Unit II mendapatkan bahan baku berupa kayu albasia dari para pemasok

kayu atau supplier berjumlah delapan supplier yang telah menjalin

kerjasama dengan PT Tunas Madukara Indah Unit II. Pengadaan bahan


71

baku kayu albasia oleh supplier berasal dari kayu albasia dalam kota

maupun luar kota.

Tranportasi pengangkutan balken menggunakan truk dengan

kapasitas muatan rata-rata 14m3 dalam satu truk. Biaya transpotasi dari

asal balken sampai lokasi perusahaan ditanggung penjual.

Bahan baku yang diterima berupa balken alba dengan panjang

berkisar 100 cm sampai 130 cm. Bahan baku dengan standar yang

ditetapkan oleh PT Tunas Madukara Indah Unit II yaitu All Grade

(semua ukuran). PT Tunas Madukara Indah Unit II meningkatkan

standar menjadi daging tebal (kanan 3 cm dan kiri 3 cm) dengan

panjang 100 cm – 130 cm dan lebar 12 cm. Kriteria bahan baku / balken

yang diterima oleh PT Tunas Madukara Indah Unit II yaitu :

1. Lebar (8 cm, 9 cm, 12 cm, 14 cm, dan 16 cm)

2. Panjang (130 cm dan 100 cm)

3. Tebal (60 mm, 55 mm, dan 50 mm)

Bahan baku yang masuk ke lokasi perusahaan lebih awal maka

diolah lebih awal sesuai tanggal masuk. Tujuanya untuk mengurangi

terjadinya kerusakan-kerusakan bahan baku.

5) Proses Pembuatan Barecore

a. Pengeringan Bahan Baku (Balken)

Sawn timber atau balken yang ada di gudang, sebagian demi

sebagian dimasukkan kedalam ruang pengeringan sesuai tanggal

Sawn timber atau balken tersebut masuk ke lokasi PT. Tunas


72

Madukara Indah Unit II. Proses pengeringan dilakukan selama 6,5-

7 hari tergantung cuaca dan ketebalan kayu balok sendiri dengan

suhu rata-rata Chamber (kamar) Dry Bulp 900C dan Wet Bulp

740C. Teknis pengeringan dilakukan dengan sistem Kiln Dry yaitu

penguapan/uap air yang kemudian uapya disalurkan melalui pipa

ke ruang pengeringan. Panas yang digunakan untuk mendidihkan

air sampai menjadi asap diperoleh dari pembakaran limbah kayu

dalam tungku atau oven yang ukuranya disesuikan dengan

kapasitas ruang pengering yaitu 160 kubik/Chamber (kamar

pengering).

b. Pendinginan (Balken)

Pendinginan merupakan proses selesai dari tahap

pengeringan. Proses pendinginan dilakukan selama jangka waktu

tertentu sampai suhu kamar menurun hingga di bawah 400C,

kemudian Sawn timber atau balken tersebut dipindah ke gudang

kering.

c. Sortasi Bahan Baku (Balken)

Bahan baku balken yang sudah kering disortasi yaitu dengan

memilih Sawn timber atau balken yang memenuhi syarat dan yang

tidak memenuhi syarat. Kayu yang tidak memenuhi syarat

dikumpulkan untuk dijadikan bahan bakar. Ciri-ciri yang tidak

memenuhi syarat kayu pecah lebih dari 10 cm dan

ngulet/membengkok.
73

d. Pemotongan (Balken)

Kayu balken yang memenuhi syarat kemudian di potong-

potong dengan mesin pemotong X-Cut. Ukuran potongan-potongan

kayu 30cm–40cm atau 1 Sawn timber atau balken dengan panjang

130 cm di potong menjadi 3-4 bagian, guna pelurusan atau ketika

diserut bagian atas dan bawah kena serut, dan tidak mengandung

bagian kulit luar kayu.

e. Penyerutan (Balken)

Potongan-potongan Sawn timber atau balken tadi kemudian

diserut atau dihaluskan dengan mesin Double Planner sehingga

potongan-potongan Sawn timber atau balken tadi menjadi halus

bagian atas dan bawah. Tebal papan 60 mm ukuran Planner 54,6

mm, tebal papan 55mm ukuran Planner 50,3 mm.

Tebal papan 50 mm ukuran Planner 44,9 mm, jika tekor

tebal maka ukuran Planner 41,9 mm, jika pelos maka ukuran

Planner 36,5 mm jika pelos maka ukuran Planner 30,7 mm jika

pelos maka ukuran Planner 27,8 mm. Proses penyerutan ini

menghasilkan limbah yang disebut kawul (sawdust).

f. Pembelahan (Balken)

Kayu balken yang sudah di planner dan halus kemudian di

belah menggunakan mesin Multirip/Gangrip menjadi bentuk yang

lebih kecil (Core Pich) dengan ukuran panjang sekitar 30-40 cm,

lebar 3-4 cm dan tebal 0,3 – 0,5 cm. Proses ini menghasilkan
74

limbah Chip atau Sawdust, pada proses ini menghasilkan limbah

Chip atau Sawdust.

g. Perapian/penataan Core Pich

Belahan kayu balken(Core Pich) diatas ditata dengan rapi

diatas loyang berukuran 50 cm x 244 cm sesuai dengan Grade A,

AB, B, C+, C. Ciri-cirinya:

a) Grade A lembaran yang dihasilkan tidak ada mata, tidak ada

lingkar tahun, tidak pilos, tidak ada dempulan dan tiap sambungan

rapat.

Gambar 4 Grade A
Sumber : Data Primer

b) Grade AB lembaran yang dihasilkan sedikit ada mata, sedikit ada

lingkar tahun dan terdapat sedikit dempulan.

Gambar 5 Grade AB
Sumber : Data Primer

c) Grade B lembaran yang dihasilkan sedikit ada mata, sedikit ada


lingkar tahun dan terdapat permukaan tidak rata.
75

Gambar 6 Grade B
Sumber : Data Primer

d) Grade C+ lembaran yang dihasilkan ada banyak mata, ada banyak

lingkar tahun dan pelos.

Gambar 7 Grade C+
Sumber : Data Primer

e) Grade C lembaran yang dihasilkan banyak mata, ada lingkar tahun

dan tidak didempul karena banyak lubang.

Gambar 8 Grade C
Sumber : Data Primer

f) Pengeleman/Gluing

belahan kayu ditata berjajar dengan posisi vertical, kemudian

permukaannya diberi lem dengan menggunakan alat Rolling setelah


76

itu dipindah ketempat yang digunakan untuk mengubah posisi

vertical menjadi horizontal. Sehingga antara sisi yang diberi lem

saling melekat, dengan menggunakan mesin Cold Pres/Composer

kemudian menjadi lembaran kayu yang disebut barecore.

g) Pengepresan

Lembaran barecore yang sudah saling melekat dilewatkan

kemesin pengepresan Cold Pres/Composer dengan tujuan agar

lebih kuat halus dan rata. Selanjutnya dilakukan pemotongan pada

kedua ujung dengan mesin Running saw sehingga ukurannya sama.

h) Repaer

Ripaer dilakukan manakala ada kerusakan. Lem tidak

merekat, bagian ujung tidak kotak, panjang ujung kurang dari

10cm, lubang pada sambungan.

i) Pengepakan/Packing

Lembaran barecore yang sudah dilakukan pengepresan ditata

untuk dilakukan pembungkusan dengan plastic packing.

Selanjutnya diikat dengan Tensioner dan di Clame dengan Clame

Gigi, jumlah tiap Pcs adalah 83 Pcs untuk palet besar dan 26 Pcs

untuk palet kecil.

j) Stufing/Eksport

Barecore yang telah di bungkus plastic ditata dan di angkut ke

dalam gudang dengan Forklif. Sampai pada waktunya di ambil

untuk di ekspor. Proses ekspor dilakukan dengan menggunakan


77

container dibawa lewat jalur darat dan laut menuju negara China

dan Taiwan, dalam satu container berisi 19 palet kemas, dengan 18

palet berisi 83 lembar barecore. 1 palet berisi 26 lembar barecore.

kontainer berukuran dimensi luar, panjang 13,716 m, lebar 2,438

m, tinggi 2,896m dan dimensi dalam panjang 13,556 m, lebar 2,352

m, tinggi 2,698 m.
78

Gambar 9 Lay Out Mesin Produksi


Sumber : Data Sekunder
79

4. Pemasaran

Pemasaran produk barecore PT Tunas Madukara Indah II untuk

sementara hanya dicapai 2 negara saja, yaitu Negara China dan Taiwan.

Presentase ekspor ke Negara China yaitu 98% dan Taiwan 2%. Pemasaran

produk barecore hanya dilakukan di luar negeri dan tidak dalam negeri.

Awalnya pemilik perusahaan yaitu Bapak Johan Mulyadi

mempromosikan produknya, kemudian dilakukan survey dari China dan

Taiwan. Kedua negara tersebut menyukai produk barecore Indonesia dan

akhirnya Negara China paling banyak mengekspor kayu barecore tersebut

karena beberapa bangunan di China menggunakan kayu barecore sebagai

bahan tengah triplek.

Pemesanan produk barecore dilakukan dengan menggunakan

website yang dimiliki oleh PT Tunas Madukara Indah II. Website tersebut

berisi tentang produk barecore beserta harganya. Pemesan bisa langsung

menghubungi pihak PT Tunas Madukara Indah II dengan alamat email

atau nomor telepon yang tercantum dala m website tersebut.

5. Distribusi Produk

Pendistribusian langsung dipimpin oleh Supervisior packing dan

export. PT Tunas Madukara Indah Unit II memerlukan saluran distribusi

untuk memudahkan atau memperlancar hasil produksinya dapat sampai ke

tangan konsumen. Saluran distribusi merupakan hal penting dalam lalu

lintas perdagangan dari produsen ke konsumen. Pasar tujuan ekspor utama


80

PT Tunas Madukara Indah Unit II masih mencakup negara China dan

Taiwan.

Sistem transportasi dilakukan pada malam hari guna mengantisipasi

kemacatan diperjalanan, karena jalan transportasi yang sangat ramai dan

padat kendaraan lain. Pengangkutan barecore dengan menggunakan

kontainer yang berukuran dimensi luar, panjang 13,716 m, lebar 2,438 m,

tinggi 2,896m dan dimensi dalam panjang 13,556 m, lebar 2,352 m, tinggi

2,698 m.

Kapasitas muatan 1 kontainer terdiri dari 18 palet besar yang masing-

masing berisi 83 lembar, 1 palet kecil yang berisi 26 lembar. Jadi total 1

kontainer (18x83) + (1x26) = 1.520 lembar atau 58,82 m3 dalam 1 book

kontainer.

Kerusakan yang terjadi pada proses pendistribusian dari PT Tunas

Madukara Indah Unit II sampai pelabuhan Tanjung Mas Semarang yang

bertanggung jawab adalah PT Tunas Madukara Indah Unit II. Hal ini

dilakukan dengan penggantian produk yang baru, dan hingga sampai saat

ini belum pernah terjadi kerusakan terhadap produk barecore. Pembiayaan

pendistribusian di tanggung oleh PT Tunas Madukara Indah Unit II, yang

bekerja sama dengan CIMB Niaga. Jika terdapat kerusakan ataupun

kecacatan barang ketika proses pengiriman setelah melewati batas

pelabuhan. PT Tunas Madukara Indah Unit II tidak bertanggung jawab dan

merupakan tanggung jawab PT. EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut)

dan pembeli
81

Produsen Penyaluran/
(PT Tunas Pengiriman
Madukara Indah (kontainer Mitra
unit II) Kargo)

Konsumen Penyebrangan
(negara tujuan (menggunakan
ekspor) kapal)

Gambar 10. Saluran Distribusi PemasaranBarecore


Sumber : Data Sekunder
B. Analisis Data

1) Bahan Baku

A. Sistem Pengadaan Bahan Baku

Supervisor bahan baku yang bertugas sebagai pemimpin

kegiatan pembahanan memimpin kegiatan-kegiatan yang terkait dari

penerimaan, pelayanan, penyortiran, dan penatausahaan bahan baku

kayu. Melakukan koordinasi dan rekonsiliasi penerimaan bahan baku

per periode dengan supplier. Menandatangani laporan yang sudah

dicatat oleh Tally dan sekaligus membawahi 1 orang sebagai

administrasi, 5 orang sebagai Tally, dan Grader I8 orang.

Administrasi yang bertugas mencatat bahan baku yang masuk.

Tally bertugas menghitung Sawn timber atau balken semua dalam 1

truck apakah sesuai dengan jumlah balken pada awalnya atau tidak.

Cara menghitung Sawn timber atau balken yaitu jumlah ukuran

panjang, lebar dan ketebalan dipisahkan/dihitung sendiri dengan


82

rumus V (volume) = P (panjang) kali L (lebar) kali T (tinggi) kali

Harga/kubik. Setelah perhitungan selesai dipindahkan ke Air dry

atau proses penginapan sementara guna mengurangi kadar air sesuai

tanggal masuk. Grader bertugas memilih balken dimana balken

tersebut sesuai permintaan PT yaitu All grade dengan kriteria daging

tebal > 60%. Ciri-ciri yang tidak masuk dalam kriteria PT yaitu

daging tebal < 60%, busuk, pecah ujung-10 cm, pilus dan pinggul

bolor.

Bahan baku kayu kalbi (Albasia falcate) yang diperoleh dari

agen atau pemasok (Supplier) balok. Supplier sendiri memperoleh

bahan baku kayu kalbi dari sub-sub Depo dari berbagai tempat. Sub-

sub Depo bekerja sama dengan Supplier yang telah terdaftar oleh PT.

Tunas Madukara Indah Unit II. Depo (Sowmil) adalah penggergajian

kayu yang masih berupa gelondongan (Log). Depo (Sowmil) sendiri

memperoleh bahan baku kayu gelondongan dari pedagang, yang di

dapat dari petani penjual atau petani rakyat.

Ukurannya balken, panjang 1000 mm dan 1300 mm dengan

lebar 80 mm, 100 mm, 120 mm, 140 mm dan 160 mm dan ketebalan

50 mm, 5,50 mm, 60 mm jadi lebar dan ketebalan bervariasi

tergantung diameternya pada waktu kayu ditebang. Kayu kalbi yang

masih dalam bentuk gelondong digergaji sehingga menjadi balok

yang disebut Sawn timber atau balken. Balok-balok kayu tersebut

ditata dan diletakkan di gudang.


83

Penerimaan bahan baku, dari Supplier yang mengantarkan

kayu dengan Truck, masuk ke area PT sesuai nomor urut masuk.

Selanjutnya diminta nota jumlah kayu balken, kemudian dilakukan

pembongkaran yang dilakukan oleh 4 orang sebagai tenaga bongkar,

2 orang sebagai Grader dan 1 orang sebagai Tally total yang terlibat

dalam 1 truck 7 Orang. Tugas tenaga bongkar adalah membongkar

kayu yang masih berada dalam truck sekaligus menata balken.

2) Prosedur Pemesanan Bahan Baku

a. Pemesanan Bahan Baku

Pemesanan bahan baku yang dilakukan PT. Tunas Madukara

Indah Unit II dilakukan secara langsung oleh pemimpin kepala

bagian pembahanan kepada Supplier. Supplier sendiri memperoleh

bahan baku kayu kalbi dari sub-sub Depo dari berbagai tempat. Sub-

sub Depo bekerja sama dengan Supplier yang telah terdaftar oleh PT.

Tunas Madukara Indah Unit II. Pemesanan dilakukan dan diterima

perusahaan akan terlebih dahulu di periksa oleh grader guna

memastikan kriteria bahan baku layak diterima atau tidak. Cirri-ciri

Ukurannya balken all grade semua ukuran sama panjang 130 cm

lebar 16 cm dan tebal 5cm.

b. Biaya Pemesanan Bahan Baku

Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan berkenaan

dengan diadakannya pemesanan bahan baku dari supplier. Sifat dari

biaya bahan baku adalah semakin besar biaya pemesanan.


84

Tabel 2.
Biaya Pemesanan Bahan Baku (Balken)
Di PT. Tunas Madukara Indah Unit II Tahun 2015
Jenis Biaya
Bulan Biaya Telpon Biaya Biaya Trasnportasi
(Rp) Bongkar (Rp) (Rp)
Januari 75.000 975.000 200.000
Februari 78.000 650.000 180.000
Maret 80.000 1.079.000 400.000
April 72.000 1.349.000 700.000
Mei 66.000 1.135.000 100.000
Juni 75.000 904.000 450.000
Juli 70.000 1.250.000 400.000
Agustus 81.000 950.000 350.000
September 60.000 700.000 700.000
Oktober 75.000 1.140.000 100.000
November 72.000 1.654.000 650.000
Desember 80.000 967.000 570.000
Jumlah 884.000 12.753.000 4.800.000
Jumlah 18.437.000
Total
Sumber: Data Sekunder Diolah

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui:

a) Biaya Telepon yaitu biaya yang timbul karena pemakaian jasa

komunikasi untuk mengadakan transaksi pemesanan bahan

baku. Biaya telepon yang dikeluarkan selama tahun 2015 untuk

keseluruhan perusahaan Rp 884.000

b) Biaya bongkar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk

pembongkaran bahan baku barecore dari truck di area Air Dry

dengan jumlah keseluruhan selama tahun 2015 yaitu

Rp12.753.000

c) Biaya transportasi yaitu biaya yang dikeluarkan perusahan untuk

kepentingan pada saat melakukan pemesanan bahan baku dan

pemindahan bahan baku dengan forklif Rp 4.800.000


85

3) Penyimpanan Bahan Baku

a. Prosedur penyimpanan bahan baku

Gudang bahan baku merupakan tempat penyimpanan bahan baku

yang siap diproduksi menjadi barecore. Letak gudang tidak jauh dari

lokasi proses produksi yakni bersebelahan dengan tempat produksi.

Bahan baku akan dilakukan proses penyortitan dimana bahan baku

tersebut tidak layak produksi. Bahan baku yang tidak layak

diproduksi dipisahkan ketempat penampungan sampah untuk

digunakan bahan pembakaran guna proses pengeringan.

b. Biaya penyimpanan bahan baku.

Biaya penyimpanan merupakan biaya yang terkait dengan proses

bahan baku digudang. Biaya ini akan meningkat seiring dengan

jumlah persediaan bahan baku yang disimpan, begitu juga sebaliknya

akan mengalami penurunan jika persediaan bahan baku menurun.

Listrik digunakan untuk komputer perekapan bahan baku dan

penerangan gudang bahan baku.


86

Tabel 3.
Biaya Penyimpanan Bahan Baku (Balken)
Di PT. Tunas Madukara Indah Unit IITahun 2015
Bulan Biaya Listrik (Rp)
Januari 170.000
Februari 166.000
Maret 154.000
April 181.500
Mei 177.000
Juni 169.000
Juli 194.500
Agustus 175.000
September 175.500
Oktober 178.700
November 184.500
Desember 176.200
Jumlah 2.100.000
Sumber: Data Sekunder yang diolah

4) Pemakaian Bahan Baku

Tabel 4.
Data Pembelian Bahan Baku (Balken)
Tahun 2015
Stock Sisa
Pembelian Pemakaian
Bahan Bahan
Bulan Bahan Baku Bahan Baku
Baku Baku
(m3) (m3)
(m3) (m3)
Januari 8.501,2769 203,7240 8.558,8096 146,19
Februari 5.739,5880 629,5763 6.037,6700 477,69
Maret 9.159,6248 237,4355 7.890,8472 1.983,90
April 11.842,9165 385,7468 10.149,0243 4.063,54
Mei 8.796,3749 1.102,7010 9.264,8992 4.697,71
Juni 11.996,2890 1.221,9107 9.911,3031 8.004,61
Juli 7.580,5807 1.706,1122 7.564,8996 9.726,40
Agustus 9.162,7432 1.727,0515 10.727,9935 9.888,21
September 9.518,8225 999,7387 10.675,2033 9.731,56
Oktober 11.326,9723 1.337,3308 2.037,6700 20.358,20
Nopember 14.095,5738 1.762,4600 10.061,5042 26.154,73
Desember 6.719,47 1.476.3992 9.057,9514 25.292,65
Jumlah 114.440,24 12.790,19 101.937,78 25.292,65
Sumber: Data Sekunder yang diolah
87

PEMASUKAN DAN PEMAKAIAN BB BARECORE


30000

25000

20000
Pemasukan BB
15000
Stock GKK
10000 Pemakaian BB

5000 sisa bahan baku

Gambar 11. Grafik Pemasukan dan Pemakaian Bahan Baku Balken

Grafik Kebutuhan dan Pemakaian Bahan Baku balken pada

Gambar II mengalami fluktuasi pada setiap bulan. Hal ini terjadi

karena faktor cuaca yang yang tidak pasti sehingga menghambat

proses pengadaan bahan baku dan proses produksi.

PT. Tunas Madukara Indah Unit II dalam penggunaan bahan

baku merupakan teknik fist in fist out (FIFO) yaitu bahan baku yang

masuk lebih awal akan diolah terlebih dahulu. Berdasarkan data pada

Tabel 2, 3 dan 4 dapat diketahui bahwa jumlah bahan baku (balken)

yang dibeli oleh PT. Tunas Madukara Indah Unit II pada tahun 2015

total pembelian adalah 144.440,24 m3 stock bahan baku 12.790 m3

dan penggunaan bahan baku 101.973,78 m3 sedangkan sisa bahan

baku 25.292,65 m3. Sisa bahan baku pada tahun 2015 lebih tinggi

daripada pemakaian bahan baku, karena beberapa faktor yaitu:


88

a. Cuaca yang buruk, sehingga proses pengeringan semakin lama

b. Kadar air pada bahan baku cukup tinggi akibat terkena air hujan

c. Kerusakan-kerusakan mesin produksi, sehingga menghambat

proses produksi sehingga bahan baku akan menumpuk.

Perusahaan melakukan pembelian bahan baku terlalu banyak karena

untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan baku dan sebagai

bahan penyelamat.

Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa biaya pemesanan bahan baku

(balken) total Rp 18.437.000 terdiri dari biaya telpon Rp 884.000,

biaya bongkar balken Rp 12.753.000 dan biaya transportasi atau

pemindahan bahan baku Rp 4.800.000 sedangkan biaya simpan total

Rp 2.100.000.

5) Pengendalian Bahan Baku Menggunakan Metode EOQ

Untuk menentukan jumlah pembelian persediaan persediaan bahan

baku yang seharusnya disediakan oleh PT. Tunas Madukara Indah

Unit II dapat menggunakan metode EOQ. Model ini digunakan

untuk menentukan jumlah persediaan yang dapat meminimumkan

total biaya persediaan, dan untuk mengetahui persediaan pengaman

(safeti stock) serta untuk mengetahui kapan seharusnya dilakukan

pemesanan kembali (Re-Order Point).

A. Perhitungan Jumlah Pembelian Bahan Baku Optimal

Diketahui jumlah kebutuhan bahan baku 114,440.24 m3

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛


𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 =
∑ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
89

2.100.000
=
114.440,24

= 18,350

Dibulatkan menjadi Rp 18,00 /m3

2.𝑅.𝑆
EOQ = Q* =√
𝐶

Keterangan :
R : Jumlah pembelian selama 1 periode
C : Biaya simpan tahunan dalam rupiah/unit
S : Biaya setiap kali pemesanan
*
Q : Jumlah pemesanan optimum

Pembelian ekonomis

R : 114,440.24 m3
C : 18,00 m3
S : 1.539.000
2.𝑅.𝑆
EOQ = Q*= √
𝐶

√2 x 114.440,24 x 1.539.000
=
18,00

= √19.569.281,040

= 139.890,24 m3

Dibulatkan menjadi 139.890m3


90

B. Perhitungan frekuensi pembelian optimal

Frekuensi pembelian yang optimal dihitung dengan

menggunakan rumus :

𝑅
F*=
𝑄∗

Keterangan
F* = Frekuensi pembelian
Q* = Jumlah barang pada setiap pesanan
R = Jumlah pembelian (permintaan ) selama satu periode

114,440.24
*
F=
139.890,24

= 0,818

Dibulatkan menjadi 1 kali

C. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Optimal


𝑄 𝑅
TIC = ( )𝐶 + ( )𝑆
2 𝑄
Keterangan:
TIC =Total biaya persediaan tahunan (total annual inventory
cost)
R = Jumlah pembelian (permintaan ) selama satu periode
C = Biaya simpan tahunan dalam rupiah / unit
*
Q = Jumlah pemesanan optimum

Diketahui
R = 114.440,24 m3
C = 18,00 m3
S = 1.539.000
*
Q = 139.890,24 m3

Total biaya persediaan kayu sengon

𝑄 𝑅
TIC = ( )𝐶 + ( )𝑆
2 𝑄
91

139.890,24 114,440.24
= 18,00 + 1.539.000
2 139.890,24

= Rp 1.259.021+ Rp 1.259.012

= Rp 2.518.213

Dibulatkan Rp 2.518.000

6) Safety stock (Persediaan Pengaman).

Pehitungan safety stock dilakukan untuk melindungi perusahaan

dari resiko kehabisan bahan baku dan untuk menghindari adanya

keterlambatan penerimaan bahan baku yang dipesan. Besarnya safety

stock ditentukan dengan menggunakan analisa statistik dengan

memperhitungkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara

perkiraan pemakaian dan pemakaian yang sesungguhnya. Batas

toleransi yang digunakan pada umumnya 5% diatas perkiraan 5%

dibawah perkiraan. Dua batas toleransi tersebut maka nilai standart

deviasi yang digunakan adalah 1,65. Perhitungan safety stock

padaPT. Tunas Madukara Indah Unit II.

∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
𝑆𝐷 = √
N

Keterangan
SD = Standar Deviasi
x = Jumlah rata – rata pemakaian bahan baku
x = Jumlah pemakaian bahan baku sesungguhnya tiap
periode
n = Jumlah data.
92

Rumus untuk menghitung persediaan pengaman


Zs = SD x Z

Keterangan
Zs = Persediaan pengaman
SD = Standar Deviasi
Z = Faktor keamanan dibentuk atas dasar kemampuan
Perusahaan.

Table 5
Perhitungan Standard Deviasi Bahan Baku
Bulan X ̅
𝒙 𝑥 − 𝑥̅ (𝑥 − 𝑥̅ )2

Januari 8.501,2769 9.536,69 -1.035.41 1,072,080.29


Februari 5.739,5880 9.536,69 -3.797.10 14,417,983.60
Maret 9.159,6248 9.536,69 -377.07 142178.1651
April 11.842,9165 9.536,69 2.306.23 5318680.669
Mei 8.796,3749 9.536,69 -740.32 548066.4473
Juni 11.996,2890 9.536,69 2.459.60 6049627.241
Juli 7.580,5807 9.536,69 -1,956.11 3826363.594
Agustus 9.162,7432 9.536,69 -373.95 139836.2092
September 9.518,8225 9.536,69 -17.87 319.2475563
Oktokber 11.326,9723 9.536,69 1.790.28 3205110.714
November 14.095,5738 9.536,69 4.558.88 20783421.5
Desember 6.719,4736 9.536,69 -2.817.22 7936708.244
Total 114.440,24 114.440,24 0.00 63.440.375,92
Sumber: Data Primer yang diolah.

63.440.375,92
𝑆𝐷 = √
12

= √5.286.697,993

= 2.299,282

Dengan asumsi bahwa perusahaan menggunakan dua standart yang

penyimpangan atau 5% penyimpangan yang mencolok tidak dapat

dilihat serta menggunakan satu sisi normal, yang nilainya dapat


93

dilihat pada tabel adalah 1,65. Maka besarnya kuantitas persediaan

pengaman ( safety stock ) adalah

SS = 1,65 x 2.299,282
= 3.793,82m3
7) Penentuan Besarnya Titik Pesanan Kembali (Reorder Point)

Reorder point Untuk menentukan kapan diadakan pemesanan

kembali atau Reorder point dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

ROP=dxL+SS

Keterangan :
ROP = Titik pemesanan kembali
Lead Time = Waktu tunggu
Safety stock = Persediaan pengaman

Re – Order Point untuk kayu sengon

Diketahui bahwa selisih waktu antara pemesanan dengan penerimaan

bahan baku (leadtime) adalah 14 hari, dan besarnya safety stock

2.299,282m3 maka waktu pemesanan kembali adalah :

Lead Time = 14 hari

Safety Stock = 3.793,82 m3

Jumlah hari kerja dalam satu tahun = 300 hari kerja

Jumlah pemakaian bahan baku = 101.937,78 m3

Rata-rata pemakaian bahan baku adalah

101,937. 78
= = 339.79
300

ROP = dxL+SS
94

= (14 x 339.79) + 2.299,282

= 4.757,06 + 2.299,282

= 4.780,005 m3

8) Perbandingan Persediaan Antara Kebijakan Perusahaan

Dengan Kebijakan Pembelian Dengan Menggunakan Metode

EOQ.

Jadi persediaan bahan baku yang ada digudang mencapai jumlah

4.780,005m3 maka perusahaan harus melakukan pemesanan

persediaan bahan baku untuk oprasional berikutnya.

Tabel 6.
Kebijakan Perusahaan dengan Metode EOQ
Kebijakan Metode EOQ
Uraian
Perusahaan
Kuantitas Pembelian 9.356,69 m3 139.890,24 m3
Frekuensi Pembelian 12kali 1kali
Persediaan
- 3.793,82 m3
Penyelamat
Titik Pemesanan
- 4.780 m3
Kembali
Total Biaya
Rp 20.573.000 Rp 2.518.000
Persediaan
Sumber: Data PT. Tunas Madukara Indah Unit II yang diolah

Jadi dapat diketahui perbandingan antara kebijaksanaan yang

digunakan perusahaan dengan menggunakan metode EOQ:

a. Pembelian bahan baku optimal tiap kali pesan adalah, 139,89

m3 sedangkan menurut kebijaksanaan perusahaan adalah

9.356,69 m3
95

b. Frekuensi pembelian bahan baku optimal adalah 1 kali dalam

setahun, sedangkan menurut kebijaksanaan perusahaan adalah

12 kali.

c. Kuantitas persediaan pengaman (safety stock) yang dibutuhkan

perusahaan adalah, 3.793,82m3 sedangkan menurut

kebijaksanaan perusahaan tidak ada kuantitas pengaman.

d. Waktu pemesanan kembali (re-order point), waktu yang tepat

adalah pada saat persediaan bahan baku di dalam gudang masih

4.780 m3 sedangkan menurut kebijaksanaan perusahaan tidak

ada waktu pemesanan kembali atau re order point.

e. Total biaya persediaan optimal selama satu tahun sebesar

Rp2.518.000 sedangkan menurut kebijaksanaan perusahaan

sebesar Rp 20.573.000,.

Pengujian hipotesis ini akan dilakukan setelah diketahui tentang

jumlah yang harus dibeli untuk setiap kali pemesanan, frekuensi

pembelian, besarnya persediaan pengaman, reoder point, dan biaya

total persediaan. Maka untuk menentukan apakah model pembelian

bahan baku menurut EOQ layak atau tidak digunakan PT. Tunas

Madukara Indah Unit II dapat diketahui dengan uji t


96

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Uji beda 2 11545500.00 1.277E7 9027500.000

One-Sample Test

Test Value = 0

95% Confidence Interval of

Sig. (2- Mean the Difference

T df tailed) Difference Lower Upper

Uji beda 1.279 1 .422 1.155E7 -1.03E8 1.26E8

Ho : Diduga terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost menurut

metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan.

Ha : Diduga tidak terdapat perbedaan antara Total Inventory Cost

menurut metode Economic Order Quantity dengan Total

Inventory Cost menurut metode konvensional perusahaan.

Berdasarkan perhitungan menggunakan uji t diperoleh nilai

thitung sebesar 1.279 Nilai ttabel untuk taraf signifikansi 5% adalah

sebesar 0.422. Jadi nilai thitung > ttabel sehingga hipotesis yang

berbunyi tidak ada perbedaan antara Total Inventory Cost menurut

metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan Ho ditolak Ha diterima

yang berati ada perbedaan antara Total Inventory Cost menurut

metode Economic Order Quantity dengan Total Inventory Cost

menurut metode konvensional perusahaan. Metode pembelian


97

dengan metode EOQ lebih efisien dan terdapat penghematan biaya

total persediaan dibandingkan dengan menggunakan metode

pembelian persediaan dengan metode konvensional perusahaan.

C. Pembahasan Hasil Penelitian.

Hasil perhitungan menggunakan metode konvensional diketahui bahwa

kebutuhan bahan baku tahun 2015 sebanyak 114.440,24 m3 jumlah total

biaya pesan Rp18.437.000 dan biaya simpan Rp 2.100.000 sehingga total

biaya persediaan adalah Rp 20.537.000. Hasil perhitungan dengan

menggunakan metode EOQ adalah Rp 2.518.000. Jadi kebijakan pengadaan

persediaan bahan baku yang dilakukan PT. Tunas Madukara Indah Unit II

selama ini belum menunjukkan biaya yang minimum dalam arti biaya

persediaannya masih lebih besar dibandingkan apabila perusahaan

menggunakan metode EOQ. Kebijakan perusahaan dalam menentukan

pembelian bahan baku belum mendatangkan biaya persediaan yang

minimum.

a. Kuantitas pembelian bahan baku yang dilakukan perusahaan pada tahun

2015 setiap bulanya adalah 9.356,69 m3 dengan frekuensi pembelian 12

kali. Sedangkan berdasarkan analisis EOQ kuantitas pembelian bahan

baku kayu sengon adalah 139,89 m3 dengan frekuensi pembelian 1 kali

dalam setahun. Dalam metode EOQ telah diperhitungkan seberapa

banyak frekuensi pembelian yang optimal, dengan diketahui jumlah

frekuensi yang optimal maka perusahaan akan lebih menghemat total

biaya pemesanan bahan baku. Dampak dari frekuensi pembelian yang


98

semakin kecil mengakibatkan biaya transportasi dalam tiap pemesanan

akan meningkat karena mengikuti jumlah bahan baku yang dibeli

semakin banyak juga pada pemeriksaan barang dan bongkar muat barang

akan semakin meningkat. Perhitungan dengan metode EOQ

menunjukkan keefisiennan karena dalam pembelian bahan baku dapat

dikontrol dengan baik sehingga tidak melakukan pembelian bahan baku

setiap bulan. Perhitungan dengan metode EOQ yang telah diungkapkan

penulis dalam penelitian ini dilaksanakan maka pada PT. Tunas

Madukara Indah Unit II tidak mampu menyimpan bahan baku karena

fasilitas penyimpanan bahan baku yang belum memadai, juga bahan baku

yang tersimpan terlalu lama akan menimbulkan bahan baku rusak dan

kualitas bahan baku menjadi tidak bagus.

b. Penentuan persediaan bahan baku mempunyai pengaruh terhadap

pengeluaran biaya secara keseluruhan. Perbandingan total biaya

persediaan antara hasil kebijakan perusahaan tanpa menggunakan metode

EOQ dan dengan menggunakan metode EOQ, besarnya total biaya

persediaan pada tahun 2015 menurut kebijakan perusahaan adalah

sebesar Rp 20.537.000 sedangkan berdasarkan metode EOQ besarnya

total biaya persediaan bahan baku Rp 2.518.000 terdapat selisih biaya

persediaan bahan baku sehingga dapt penghematan sebesar

Rp18.019.000.

c. Kuantitas persediaan pengaman atau safety stock menurut kebijakan

perusahaan pada tahun 2015 adalah tidak adanya persediaan pengaman.


99

Sedangkan berdasarkan analisis metode EOQ kuantitas persediaan

pengaman adalah 3.793,82 m3

d. Perusahaan harus memperhatikan persediaan yang masih ada di gudang.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan mengakibatkan perusahaan

mengalami kekurangan atau kelebihan bahan baku. Untuk mengatasi hal

tersebut, sebaiknya perusahaan melakukan pemesanan kembali atau re-

order point bahan baku saat persediaan berada pada 4.780 m3.
100

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Jumlah bahan baku optimal yang harus disediakan oleh PT. Tunas

Madukara Indah Unit II adalah 3.793,82 m3

2. Penentuan persediaan bahan baku mempunyai pengaruh terhadap

pengeluaran biaya secara keseluruhan. Perbandingan total biaya

persediaan menurut kebijakan perusahaan dan dengan menggunakan

metode EOQ adalah sebagai berikut: Untuk bahan baku kayu besarnya

total biaya persediaan pada tahun 2015 menurut kebijakan perusahaan

adalah sebesar Rp 20.573.000., Berdasarkan analisis EOQ besarnya total

biaya persediaan bahan baku kayu sengon Rp 2.518.000.,

3. Persediaan minimum bahan baku untuk melakukan pemesanan kembali

4.780 m3.

B. Saran

Berdasarkan penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan, maka

ada beberapa hal yang disarankan, yaitu :

1. Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan kebutuhan bahan baku

sesuaidengan spesifikasi yang ditentukan. Dengan begitu perusahaan

dapat memperoleh jumlah produk jadi sesuai dengan target penjualan

yang telah ditentukan.

2. PT. Tunas Madukara Indah Unit II hendaknya dalam melakukan

pembelian persediaan bahan baku mempertimbangkan untuk

menggunakan metode Economic Order Quantity. Berdasarkan hasil

100
101

perhitungan diketahui bahwa dengan metode Economic Order Quantity

lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2000. Prosedur Penelitian. Jakarta: Penerbit Rinika Cipta


Aryani. 2013. Analisis Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pia
Kacang Hijau Pada Usaha Kecil Menengah Pia (jurnal). Institut
Pertanian Bogor.
Asrori. 2010.Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Sengon PT.
Abhirama Kresna Dengan Metode EOQ (Tesis).Program Studi
Manajemen Industri Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Assauri, Sofyan. 2004. Management Produksi dan Operasi. Edisi 4, BPFE UI ,
Jakarta.

Baroto. 2002. Anticipation Stock. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Fitriani. 2013. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Pt. Eastern Pearl
Flour Mills Makassar. Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar.

Gema. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Daging Dan Ayam
dengan menggunakan Metode Economic Order Quantity (Eoq) pada
Restoran Steak Ranjang Bandung. Jurnal. Ilmu Administrasi Bisnis
Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom. Bandung
Gitosudarmo. 2002. Management Produksi dan Operasi. Edisi 2, BPFE. Yogyakarta.

Handoko, T Hani. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1.


BPFE Yogyakarta.
Hasley. 2005. Management Produksi dan Operasi. BPFE. Jakarta.
Herjananto. 2004. Manajemen Persediaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ishak 2010. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Edisi 1. BPFE Yogyakarta.
Kusuma. 2001. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi 1. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
Michel. 2010. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Ikan Tuna Pada Cv.
Golden KK. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen
Universitas Sam Ratulangi Manado
Rahardjo, Sanusi. 2011. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Render. 2010. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Rianto. 2001. Manajemen Persediaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ristono, Agus. 2009. Manajemen Persediaan Edisi Pertama. Graha Ilmu,


Yogyakarta.

Robyanto. 2013. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Analisis Persediaan


Bahan Baku Tebu pada Pabrik Gula Pandji PT. Perkebunan Nusantara XI
(Persero) Situbondo.
Soekartawi, Siagian. A. Dillon, J.L. Handover, J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Sugiono. 2007. Metode Penelitian. Semarang: Kencana Prenada Media

Suhartanti. 2009 dalam penelitianya berjudul Analisis Pengendalian Persedian


Bahan Baku Minuman Bandrek Pada CV. Cihanjuang Inti Teknik
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Wawan. 2008. Analisis Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku di


Perusahaan Kecap Segitiga. Jurnal Teknik Its Vol. 1. Majalengka.

Yamit, Zulian 2011. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 2. Yogyakarta:


Ekonosia.
Rihan, Yaumi 2013. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kebab Original
Pada Stockist PT. Kebeb Turki Baba Rafi Cabang Bogor. Jurnal.
Universitas Telkom. Bandung
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
DI PT. TUNAS MADUKARA INDAH UNIT II
KABUPATEN WONOSOBO

KepadaYth.
Pimpinan PT. Tunas Madukara Indah Unit II
di Wonosobo

Dengan Hormat,
Melalui kuesioner ini saya mohon dengan hormat kesediaan Bapak/Ibu/Sdri
Responden untuk meluangkan waktu memberikan respon terhadappertanyaan-
pertanyaan yang terlampir. Kuesioner ini merupakan alat untuk mengumpulkan
data mengenai pelaksanaan persediaan bahan baku. Adapun topik penelitian yang
dipilih oleh peneliti adalah Pengendaliaan Persediaan Bahan Baku
Tujuan dari pengumpulan data ini semata-mata hanya untuk kepentingan
akademis dalam bentuk penyusunan skripsi pada Program Studi Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purworejo, data yang diperoleh
dari kuesioner ini hanya digunakan untuk penelitian dan semua jawaban akan
dirahasiakan.
Atas bantuan dan waktu yang Bapak/Ibu/Sdri berikan untuk mengisi
kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya

(Slamet Nurrohman)
DAFTAR PERTANYAAN

A. Kuisioner untuk Kepala Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia.

a) Apakah Visi Misi danTujuan PT. Tunas Madukara Indah Unit II?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
 
b) Bagaimana sejarah berdirinya PT. Tunas Madukara Indah Unit II?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

c) Dimana lokasi PT. Tunas Madukara Indah Unit II?


......................................................................................................................
......................................................................................................................

d) Bagaimana Keadaan UmumPT. Tunas Madukara Indah Unit II


......................................................................................................................
......................................................................................................................

e) Bagaimana ketenagakerjaan (pengaturan jam kerja, tenaga kerja,


penggajian)?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

f) Bagaimana struktur organisasi dan tugasnya di PT. Tunas Madukara


Indah Unit II?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

g) Apakah limbah yang dihasilkan pada produksi Barecore Bagaimana cara

menanggulangi limbah tersebut?

......................................................................................................................
......................................................................................................................

h) Menjaga hubungan dengan urusan rumah tangga perusahaan?


......................................................................................................................
......................................................................................................................

i) Pengurusan surat perintah perjalanan dinas, restitusi pemeriksaan dan


perawatan,? ...........................................................................................
......................................................................................................................
j) Melaksanakan ketertiban dan pengamanan karyawan?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

k) Bagaimana cara menangani dampak lingkungan?


......................................................................................................................
......................................................................................................................

B. Kuisioner untuk Supervisor Bahan Baku

a) Bagaimana memimpin kegiatan-kegiatan yang terkait dari penerimaan,


pelayanan, penyortiran, dan penatausahaan bahan baku kayu?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

b) Bagaimana melakukan koordinasi dan rekonsiliasi penerimaan bahan


baku per periode dengan supplier?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

c) Bahanbaku balken?

Kebutuhan Bahan Baku per Minggu (m3)


Minggu Minggu Minggu Minggu
Bulan Jumlah (m3)
(I) (II) (III) (IV)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah
d) Supplier Bahan Baku balken?

Nama Supplier Bahan Baku per M3

C. Unit Head Boiler & Kiln Dry

a) Bagaimana mengkoordinasi bahan baku yang akan diproses kedalam


mesin boiler dan kiln dry?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

b) Bagaimana melakukan pengecekan semua alat dan mesin yang berkaitan


dengan proses pengeringan kayu?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

D. Kuisioner untuk Unit Head Produksi

a) Berapa m3 produksi bahan baku barecore per Line?

Line Jalur Produksi


Hari
I/A I/B II/A II/B III/A III/B IV/A IV/B
b) Bagaimana karyawan dalam melakukan proses produksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

E. Kuisioner untuk Unit Head Maintenance

a) Melakukan kontrol terhadap mesin-mesin produksi?


......................................................................................................................
......................................................................................................................

b) Bagaimana memelihara kelancaran mesin produksi dan mesin pendukung


produksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

F. Kuisioner untuk Supervisior Packing dan Export

a) Bagaimana standar mutu yang siap untuk dipasarkan pada produksi


Barecore?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

b) Bagaimana Grade yang dihasilkan oleh PT. Tunas Madukara Indah?

Grade
No.
A AB B C C+

c) Bagaimana cara menyortir bahan baku yang akan diolah menjadi


Barecore?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

G. Kuisioner untuk Supervisor Boiler &Kiln Dry

a) Bagaimana atas kesiapan bahan baku yang akan diproses?


......................................................................................................................
......................................................................................................................
b) Berapa m3 bahan baku yang harus disiapkan?

Line Jalur Produksi


Hari
I/A I/B II/A II/B III/A III/B IV/A IV/B

H. Kuisioneruntuk Supervisor Gudang

a) Bagaimana stok bahan pendukung produksi?

Stok Bahan Baku


Bahan Baku per m3
Balken

b) Bagaimana melakukan kontrol terhadap ketersediaan bahan penolong?


......................................................................................................................
......................................................................................................................

c) Bagaimana menyiapakan segala keperluan demi kelancaran proses


produksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................

d) Cadangan bahan baku digudang

Cadangan Bahan
Bahan Baku per m3
Baku di Gudang
I. Data Kebutuhan Bahan Baku per Tahun 2015

Penerimaan Bahan Pemakaian Bahan


Tahun Bulan Mingggu
Baku (M3) Baku (M3)
2015 Januari 1
2
3
4
Februari 1
2
3
4
Maret 1
2
3
4
April 1
2
3
4
Mei 1
2
3
4
Juni 1
2
3
4
Juli 1
2
3
4
Augustus 1
2
3
4
September 1
2
3
4
Oktober 1
2
3
4
November 1
2
3
4
Desember 1
2
3
4
Total

J. Rincian Biaya

Jenis Biaya 2015 (Rp)


Hilangnya Bahan
Baku karena
Penyimpanan
Pemeliharaan
Listrik
Telepon
Transportasi

Wonosobo, 2016

Responden,

(…………………………...)
Lampiran 2

Kebutuhan Bahan Baku per Minggu (m3) 
Bulan  Minggu (I)  Minggu (II)  Minggu (III)  Minggu (IV)  Jumlah (m3) 
Januari  2,550.38  1,700.26 3,400.52 850.13  8,501.2769
Februari  1,721.88  1,147.96 2,295.88 573.96  5,739.5880
Maret  2,747.89  1,831.92 3,663.84 915.96  9,159.6248
April  3,552.87  2,368.58 4,737.16 1,184.29  11,842.9165
Mei  2,638.91  1,759.27 3,518.54 879.64  8,796.3749
Juni  3,598.89  2,399.26 4,798.52 1,199.63  11,996.2890
Juli  2,274.17  1,516.12 3,032.24 758.06  7,580.5807
Agustus  1,834.97  1,832.55 3,665.10 2.4174251  9,162.7432
September  2,855.65  1,903.76 3,807.52 951.88  9,518.8225
Oktober  3,398.09  2,265.39 4,530.78 1,132.70  11,326.9723
Nopember  4,228.67  2,819.11 5,638.22 1,409.56  14,095.5738
Desember  2015.8421  1334.895 2678.7897 671.94736  6,719.47
Jumlah   33,418.21  22,879.08 45,767.12 10,530.17  114,440.24
 
Stock Bahan Baku (m3) 

Bulan  Minggu (I)  Minggu (II)  Minggu (III)  Minggu (IV)  Jumlah (m3) 

Januari  81.48  61.12 20.37 40.74  203.7240

Februari  251.84  188.87 62.96 125.92  629.5763

Maret  94.98  71.23 23.74 47.49  237.4355

April  154.30  115.72 38.57 77.15  385.7468

Mei  441.08  330.81 110.27 220.54  1,102.7010

Juni  488.76  366.57 122.19 244.38  1,221.9107

Juli  682.44  511.83 170.61 341.22  1,706.1122

Agustus  790.82  518.12 172.71 445.41  1,727.0515

September  399.90  399.90 99.975 199.95  999.7387

Oktober  534.94  401.20 133.73 267.47  1,337.3308

Nopember  704.98  528.74 176.25 352.49  1,762.4600

Desember  590.56  442.92 147.64 295.28  1,476.3992

 Jumlah   5,216.08  3,937.03 1,279.02 2658.04  12,790.19


 
Pemakaian Bahan Baku Per Minggu (m3) 
Bulan  Minggu (I)  Minggu (II)  Minggu (III)  Minggu (IV)  Jumlah (m3) 

Januari  1,711.76  2,567.64 3,423.52 855.88 8,558.8096

Februari  1,207.53  1,811.30 2,415.06 603.765 6,037.6700

Maret  3,945.42  5,918.13 7,890.84 1972.71 7,890.8472

April  2,029.80  3,044.70 4,059.60 1014.9 10,149.0243

Mei  1,852.98  2,779.47 3,705.96 926.49 9,264.8992

Juni  1,982.26  2,973.39 3,964.52 991.13 9,911.3031

Juli  1,512.98  2,269.47 3,025.96 756.49 7,564.8996

Agustus  2,145.60  3,218.40 4,291.20 1072.8 10,727.9935

September  2,135.04  3,202.56 4,270.08 1067.52 10,675.2033

Oktober  407.53  611.295 815.06 203.765 2,037.6700

Nopember  2,012.30  3,018.45 4,024.60 1006.15 10,061.5042

Desember  1,811.59  2,717.39 3,623.18 905.795 9,057.9514

Jumlah  22,754.79  34,132.19 45,509.60 11377.40 101,937.78


   
Data pemesanan bahan baku tahun 2015 

Bulan   Biaya telepon/minggu  Jumlah 

Januari  17000  20000 23000 15000  75000

Februari  22000  18000 20000 18000  78000

Maret  15000  19000 25000 21000  80000

April  17000  20000 15000 20000  72000

Mei  19000  14000 17000 16000  66000

Juni  23000  19000 20000 13000  75000

Juli  20000  15000 18000 7000  70000

Agustus  16000  21000 20000 24000  81000

September  11000  15000 19000 15000  60000

Oktober  22000  16000 20000 17000  75000

November  17000  20000 15000 20000  72000

Desember  25000  16000 20000 20000  80000


 

Bulan   Biaya bongkar/minggu  Jumlah 


Januari  195000  293000 197000 290000  975000
Februari  200000  130000 195000 125000  650000
Maret  207000  331000 216000 422800  1079000
April  503000  234000 438000 269000  1349000
Mei  227000  440500 213500 354000  1135000
Juni  260000  180000 370000 190000  904000
Juli  125000  500000 250000 375000  1250000
Agustus  385000  195000 280000 190000  950000
September  140000  260000 120000 230000  700000
Oktober  456000  228000 342000 114000  1140000
November  165400  660000 330000 495400  1654000
Desember  389000  196000 286000 193000  967000
 
 Bulan   Biaya transportasi/minggu  Jumlah 

Januari  60000  120000 40000 80000  200000

Februari  54000  118000 36000 72000  180000

Maret  120000  40000 120000 60000  400000

April  200000  140000 160000 190000  700000

Mei  30000  25000 300000 25000  100000

Juni  90000  100000 90000 120000  450000

Juli  120000  90000 80000 110000  400000

Agustus  105000  35000 70000 80000  350000

September  160000  190000 140000 200000  700000

Oktober  30000  20000 20000 40000  100000

November  195000  165000 130000 160000  650000

Desember  115000  100000 150000 1350000  570000


 

Mengetahui, 
Pimpinan Perusahaan 

 
Lampiran 3. Keterkaitan atau Hubungan Struktur Organisasi antara PT Tunas Madukara Indah unit I dan unit II
Lampiran 4. Lay Out PT Tunas Madukara Indah unit II
Lampiran 5
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8
Lampiran 9 Dokumentasi.

Kayu barecore grade A Kayu barecore grade AB

Kayu barecore grade B Kayu barecore grade C+

Kayu barecore grade C Wood Working Area


Kiln Dry Gudang Kayu Kering

Gudang Export Air Dry

Air Dry Pemindahan Barecore Ke Kontainer

Anda mungkin juga menyukai